Keselamatan kerja nelayan pada operasi penangkapan ikan menggunakan paying di Palabuhanratu, Jawa Barat

KESELAMATAN KERJA NELAYAN
PADA OPERASI PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PAYANG
DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT

FIS PURWANGKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keselamatan Kerja
Nelayan pada Operasi Penangkapan Ikan Menggunakan Payang di Palabuhanratu,
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Fis Purwangka
NIM C462090051

RINGKASAN
FIS PURWANGKA. Keselamatan kerja nelayan pada operasi penangkapan ikan
menggunakan payang di Palabuhanratu, Jawa Barat. Dibimbing oleh SUGENG
HARI WISUDO, BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan JOHN HALUAN.
Penyebab utama kecelakaan laut yang berujung pada hilangnya nyawa manusia ini
adalah murni kesalahan manusia (human error). Khusus pada kegiatan perikanan,
sebanyak 80 persen faktor kecelakaan laut disebabkan oleh kealpaan manusia (FAO,
2009).
Tujuan penelitian ini menginventarisasi dan mendeskripsikan semua bahaya dan
kemungkinan akibatnya pada setiap aspek dan tahapannya, menginventarisasi dan
mengidentifikasi aspek-aspek yang terkait dengan manajemen keselamatan kerja nelayan,
baik secara kelembagaan, peraturan yang ada, sumberdaya manusia, kondisi lingkungan
kerja dan merancang model keselamatan kerja nelayan di lokasi penelitian. Lingkup
penelitian keselamatan kerja nelayan pada perahu berukuran kecil dibatasi pada aktivitas
nelayan payang dalam melakukan operasi penangkapan ikan di Palabuhanratu.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 – Agustus 2012, dengan lokasi
penelitian di wilayah Kabupaten Palabuhanratu Jawa Barat, khususnya di PPN
Palabuhanratu. Kegiatan penelitian ini diawali dengan melakukan studi pustaka dan
wawancara dengan tujuan mengumpulkan data primer berupa hasil pengamatan langsung
dan wawancara/kuesioner kepada semua komponen, baik yang terlibat langsung maupun
tidak langsung. Pengumpulan data sekunder berupa data perikanan, peraturan-peraturan
terkait, jurnal, dan literatur terkait lainnya. Analisis kebijakan dan kelembagaan
dilakukan secara deskriptif. Metode selanjutnya adalah Formal Safety Assessment (FSA),
unsur manusia dapat dimasukkan ke dalam proses FSA dengan menggunakan analisis
keandalan manusia (Human Reliability Analysis). HRA pada penelitian ini dilakukan
secara kuantitatif. Untuk melengkapi detail gambaran pengembangan model dilakukan
analisis sistem untuk memahami dan mengambil keputusan yang berhubungan dengan
Sistem dan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Aktivitas yang memiliki peluang risiko kegagalan terbesar terjadi pada aktivitas
pengoperasian alat tangkap pada saat setting. Peluang konsekuensi kecelakaan kerja
terbesar pada aktivitas hauling. Pengendalian risiko dilakukan dengan pemilihan ABK
yang kompeten, membuat rencana kegiatan penangkapan ikan/pelayaran, merancang
prosedur kerja yang aman, penggunaan peralatan yang sesuai kebutuhan, menggunakan
alat perlindungan diri dan mengkondisikan lingkungan kerja yang sehat, serta selalu
melakukan koordinasi antar ABK. Perlu dilakukan penataan yang berhubungan dengan

pengelolaan keselamatan kerja nelayan yang terkait dengan kebijakan dan kelembagaan
yang ada, sehingga dalam pelaksanaannya saling sinergis. Analisis sistem pada
manajemen keselamatan kerja nelayan menunjukkan ciri-ciri tidak sistemik dan ciri-ciri
organisasi yang mengalami ketidakmampuan belajar. (a) Setiap stakeholder cenderung
berposisi pada sudut pandang atau kepentingan sendiri. (b) Penyelesaian permasalahan
dalam manajemen keselamatan kerja nelayan cenderung bertahap, tidak terstruktur dan
bersifat ke daerahan dan tidak merubah mindset. (c) Dalam praktek manajemen
keselamatan pada aspek tertentu (pengendalian) sering terjadi peralihan sumberdaya
untuk kepentingan yang lain. pengalihan ini menunjukkan bahwa persoalan manajemen
keselamatan kerja nelayan bukan prioritas dan bukan sesuatu yang harus ditangani segera.
(d) Visi bersama manajemen keselamatan kerja nelayan tidak sampai pada tataran
implementasi.
Kata kunci: keselamatan kerja nelayan, Formal Safety Assessment

SUMMARY
FIS PURWANGKA. Fishermen work safety at fishing operation on payang in
Palabuhanratu, West Java. Supervised by SUGENG HARI WISUDO, BUDHI
HASCARYO ISKANDAR and JOHN HALUAN.
The main cause of marine accidents resulting in loss of human lives is
purely human error. Specifically on the capture fisheries, as many as 80 percent of

marine accidents are caused by factors of human negligence (FAO, 2009).
The purpose of this study is to inventory and describe all hazards and
possible consequences in every aspect and stage, inventory and identify those
aspects related to the management of safety of fishermen, both institutionally,
existing regulations, human resources, working conditions and safety design
models fishermen work at the sites. Scope of the study was limited to payang
fishing activities in fishing operations in Palabuhanratu.
The research was conducted in October 2011 - August 2012, in district
Palabuhanratu West Java, especially in PPN Palabuhanratu. This research activity
was carried out by conducting literature studies and interviews with the aim of
collecting primary data in the form of direct observation and
interviews/questionnaires to all the components, either directly or indirectly
involved. Collection of secondary data fishery, related regulations, journals, and
other related literature. Policy and institutional analysis be descriptive. The next
method is the Formal Safety Assessment (FSA), the human element can be
incorporated into the FSA process using human reliability analysis (HRA). HRA
in this study quantitatively. To complete the picture details the development of
systems analysis models to understand and make decisions related to SMK3.
Activity that has a chance of failure risk was greatest in gear operating
activities during setting. Consequences of accidents greatest opportunity in

hauling activity. Risk control is done with the selection of a competent crew, plan
fishing/sailing, designing safe work procedures, use of equipment as needed,
using personal protective equipment and conditioning healthy working
environment, as well as coordination among crew always do. Need to restructure
relating to the management of fishing safety associated with existing policies and
institutions, so that the mutually synergistic implementation. Analysis of the
safety management system of the fishermen showed no systemic features and
characteristics of the organization who have learning disabilities. (A) Each
stakeholder tends to stand in their own point of view or interest. (B) Completion
of the problems in safety management fishermen tend gradually, not structured
and are regional and do not change the mindset. (C) In the safety management
practices on certain aspects (control) often occurs transitional resources for the
benefit of others. This transfer shows that the issue of safety management is not a
priority fishermen and not something that should be addressed immediately. (D)
Aimed of fishing safety management is not up to the level of implementation.
Keywords: fishermen work safety, Formal Safety Assessment (FSA)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KESELAMATAN KERJA NELAYAN
PADA OPERASI PENANGKAPAN IKAN MENGGUNAKAN PAYANG
DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT

FIS PURWANGKA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup:

Dr Ir Domu Simbolon, MSi
Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi

Penguji pada Ujian Terbuka:

Dr Suharyanto, MSi
Dr Ir M. Fedi A. Sondita, MSc

Judul Disertasi : Keselamatan kerja nelayan pada operasi penangkapan ikan
menggunakan payang di Palabuhanratu, Jawa Barat
Nama
: Fis Purwangka
NIM
: C462090051


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi
Ketua

Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi
Anggota

Prof Dr Ir John Haluan, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sistem dan Pemodelan
Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Nopember 2013
(tanggal pelaksanaan ujian disertasi)

Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan
disertasi oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 ini ialah
keselamatan kerja nelayan dengan judul Keselamatan kerja nelayan pada operasi
penangkapan ikan menggunakan payang di Palabuhanratu, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sugeng Hari Wisudo,

MSi, Bapak Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi dan Bapak Prof. Dr. Ir. John
Haluan, MSc selaku Komisi Pembimbing, Bapak Dr Ir Domu Simbolon, MSi,
Bapak Dr Deni Achmad Soeboer, SPi, MSi selaku Dosen Penguji dan Bapak Prof.
Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc, Bapak Dr. Sugeng HS, SPi, MSi, Bapak Dr.
Suharyanto, MSi dan Bapak Dr Ir M. Fedi A. Sondita, MSc selaku Penguji Luar
Komisi, serta Ibu Dr. Nevianti Zamani selaku Pimpinan Sidang Terbuka. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Arif Lamatta (Kepala
Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu) beserta staf, Bapak Dr. Ir. Ronny
I. Wahju, M.Phil (Direktur Stasiun Lapang Kelautan Palabuhanratu) beserta staf,
Ibu Dr. Yopi Novita, SPi, MSi dan Ibu P. Ika Wahyuningrum, SPi, MSi,
pengelola Jurnal Marine Fisheries yang telah bersedia menerbitkan naskah
Penulis, Ibu Dini Handayani dan Ibu Siskawati (Sekretariat Program PPs Dept.
PSP) dan serta Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan (Ketua Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB) beserta staf,
yang telah membantu selama Penulis mengikuti Program Pascasarjana ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Istri dan Anak-anak
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Fis Purwangka

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN PADA PERIKANAN PAYANG DI
PALABUHANRATU
7
Metodologi
8
Hasil dan Pembahasan
8
Kesimpulan dan saran
27
3 FORMAL SAFETY ASSESSMENT PADA OPERASI PENANGKAPAN IKAN
29
Metodologi
29
Hasil dan Pembahasan
34
Kesimpulan dan Saran
41
4 REGULASI KESELAMATAN KERJA NELAYAN PADA PERAHU
BERUKURAN KECIL
Metodologi
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan dan Saran

43
44
46
61

5 MODEL PENGELOLAAN KESELAMATAN KERJA NELAYAN
Metodologi
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran

63
63
66
73

6 PEMBAHASAN UMUM

75

7 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

79
79
79

DAFTAR PUSTAKA

81

RIWAYAT HIDUP

132

DAFTAR TABEL

1. Rangkaian aktivitas perikanan payang di Palabuhanratu
2. Identifikasi kegagalan pada aktivitas persiapan di darat
3. Identifikasi kegagalan pada aktivitas pemindahan ke atas kapal
4. Identifikasi kegagalan pada aktivitas berlayar menuju DPI
5. Identifikasi kegagalan pada aktivitas persiapan alat tangkap
6. Identifikasi kegagalan pada aktivitas pengoperasian alat tangkap
7. Identifikasi kegagalan pada aktivitas pengangkatan alat tangkap
8. Identifikasi kegagalan pada aktivitas penanganan hasil tangkapan
9. Identifikasi kegagalan pada aktivitas berlayar menuju fishing base
10. Identifikasi kegagalan pada aktivitas unloading dari atas kapal
11. Kategori generic task dan nominal human unreliability untuk
menerapkan human error assessment and reduction technique
(HEART) (Kirwan, 1996)
12. Error producing condition (EPC) dan skor maksimum nominal
unreliability untuk menerapkan human error assessment and
reduction technique (HEART) (Kirwan, 1996)
13. Identifikasi aktivitas dan perhitungan HEP pada operasi
penangkapan ikan menggunakan payang
14. Identifikasi aktivitas pengoperasian alat tangkap
15. Hasil perhitungan FTA pada kegiatan perikanan payang
16. Peluang konsekuensi pada aktivitas pengangkatan alat tangkap
(hauling)
17. Peraturan nasional yang berhubungan dengan keselamatan kerja
nelayan
18. Peraturan internasional yang berhubungan dengan keselamatan kerja
nelayan
19. Analisis root definition
20. Analisis root definition pada sistem keselamatan kerja nelayan
21. Analisis root definition pada sistem permasalahan dalam pengelolaan
secara terpadu

11
13
15
17
19
21
23
24
25
27

32

33
35
37
38
40
46
47
66
69
70

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir penelitian
2. Alat tangkap payang di Palabuhanratu
3. HTA pada aktifitas persiapan di darat
4. HTA pada aktifitas loading ke atas kapal
5. HTA pada aktifitas berlayar menuju daerah penangkapan ikan
6. HTA pada aktifitas persiapan alat tangkap
7. HTA pada aktifitas pengoperasian alat tangkap
8. HTA pada aktifitas pengangkatan alat tangkap
9. HTA pada aktifitas penanganan hasil tangkapan
10. HTA pada aktifitas berlayar menuju fishing base
11. HTA pada aktifitas unloading dari atas kapal
12. Tahapan kuantifikasi HEART
13. HTA pada pengoperasian alat tangkap
14. FTA kecelakaan kerja pengangkatan alat tangkap (hauling)
15. Minimalisasi human error
16. Tahapan SSM
17. Model konseptual pengorganisasian pengelolaan SMK3
18. Model konseptual pengelolaan secara terpadu SMK3

5
9
12
14
16
18
20
22
24
25
26
31
36
39
41
64
71
72

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta lokasi penelitian................................................................................. 86
2. Hasil analisis kebijakan keselamatan kerja nelayan .................................. 87
3. Hasil content analysis kebijakan pengelolaan peselamatan kerja
nelayan ...................................................................................................... 90
4. Kelembagaan keselamatan kerja nelayan di Palabuhanratu ...................... 94
5. Tahapan kuantifikasi HEART ................................................................... 96
6. Kategori generik HEART (Kirwan) .......................................................... 97
7. Error producing condition (EPC) ............................................................. 98
8. Faktor-faktor lain dalam Perhitungan ....................................................... 99
9. HTA pada aktifitas perikanan payang di Palabuhanratu ......................... 100
10. Identifikasi kegagalan pada perikanan payang........................................ 105
11. Pengolahan data nilai HEP pada perikanan payang ................................ 113
12. FTA pada perikanan payang.................................................................... 122
13. Dokumentasi pada aktivitas perikanan payang ....................................... 128
14. Kuesioner umum ..................................................................................... 130

DAFTAR ISTILAH

Risiko

: ketidakpastian yang dapat diperkirakan atau diukur,
ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probalitas
kejadiannya, ketidakpastian besaran kerugiannya dapat diukur.

Human error

: suatu keputusan/tindakan yang mengurangi atau berpotensial
mengurangi efektifitas keamanan atau performansi suatu
sistem

Konsekuensi

: akibat yang akan terjadi pada sesuatu keadaan tertentu.

Hierarchical Task Analysis: adalah metode yang sering digunakan dalam
pendekatan dekomposisi task, deskripsi task dalam lingkup
operasi (hal yang dilakukan manusia dalam mencapai sasaran),
dan rencana (Pernyataan/kondisi saat tiap himpunan operasi
harus dijalankan untuk mencapai sasaran operasi),
mendeskripsikan task dari level atas hingga level dasar yang
merupakan level operasi dari individu
Plan

: menjelaskan mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang
dilakukan

Formal Safety Assessment : metode ilmiah digunakan untuk analisis keselamatan
maritim dan untuk perumusan kebijakan peraturan terkait
Human Reliability Analysis: sebuah proses, yang terdiri dari serangkaian kegiatan
dan potensi penggunaan sejumlah teknik tergantung pada tujuan
keseluruhan analisis, merupakan suatu metode kualitatif maupun
kuantitatif untuk mengukur kotribusi manusia terhadap risiko
Human Error Probabilities (HEPs) : probabilitas kegagalan/konsekuensi kecelakaan suatu aktivitas yang disebabkan kesalahan manusia
Human Error Assessment and Reduction Technique (HEART): suatu analisis
aktivitas/tugas secara rinci dengan mengklasifikasikan suatu
aktifitas sebagai cara yang relatif sederhana dalam menentukan
probabilitas kesalahan manusia (HEPs)
THERP

: Technique for Human Error Rate Prediction

JHEDI

: Justified Human Error Data Information

Generic Task

: Tugas generik yang menentukan karakteristik umum dari setiap
pekerjaan

Error Producing Condition (EPC): kondisi pekerjaan yang dapat menyebabkan
terjadinya human error

Fault Tree Analysis (FTA): metode untuk mengetahui pola suatu kegagalan
pekerjaan dengan pendekatan top-down

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan penangkapan ikan di laut adalah pekerjaan yang sangat berbahaya
dengan risiko kecelakaan tinggi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
seringkali ketika suatu kegiatan perikanan berkembang dari penangkapan
tradisional/perahu layar dan penangkapan ikan di pesisir menjadi kapal bermotor
merambah menjauh dari pesisir ke arah laut lepas dan dengan metode
penangkapan ikan yang baru menyebabkan peningkatan terjadinya kecelakaan. Di
banyak negara berkembang, perahu fiberglass (FRP) banyak menggantikan
perahu kayu tradisional dan bahan konstruksi baru ini membutuhkan pemikiran
baru agar konstruksi dengan bahan tersebut memiliki kekuatan, stabilitas dan
kemampuan untuk tetap bertahan saat kondisi buruk.
Organisasi Pangan Dunia (Food and Agriculture Organization) bertajuk
"The State of World Fisheries and Aquaculture 2008" yang dirilis pada tanggal 2
Maret 2009 lalu, melaporkan, sebanyak 24.000 nelayan meninggal dunia di
lautan. Laporan tersebut menyebutkan adanya 4 faktor yang menjadi penyebab
tingginya angka kematian nelayan tradisional dan pengguna transportasi di laut
(FAO, 2009). Penyebab utama kecelakaan laut yang berujung pada hilangnya
nyawa manusia ini adalah murni kesalahan manusia (human error). Penyebab
lainnya adalah pengabaian yang dilakukan oleh penyelenggara transportasi laut
dan instansi-instansi terkait, serta perlengkapan keselamatan transportasi laut yang
jauh dari memadai serta tidak adanya prosedur kerja yang baku. Khusus pada
kegiatan perikanan, sebanyak 80 persen faktor kecelakaan laut disebabkan oleh
kealpaan manusia (FAO, 2009).
Data di Indonesia, sepanjang Desember 2008 – Maret 2009, sebanyak 18
kapal tenggelam. Dari 18 tragedi itu, sebanyak 43 orang meninggal dunia, 386
orang dinyatakan hilang, dan 105 orang selamat atau menderita luka-luka, baik
fisik maupun psikis (Ant, 2009).
Saat ini, pada tingkat internasional, telah ada lembaga atau organisasi
internasional yang mengatur tentang keselamatan pelayaran. Keselamatan
pelayaran yang dimaksud oleh lembaga tersebut mencakup keselamatan kerja
nelayan dan kapal ikan yang digunakan. Lembaga yang dimaksud adalah
International Maritime Organization (IMO), International Labour Organization
(ILO) dan FAO. Setiap lembaga yang terlibat, mempunyai batasan-batasan sesuai
dengan cakupan organisasi masing-masing. IMO merupakan lembaga yang
mengatur tentang keselamatan jiwa di laut, kapal, peralatan, serta perlengkapan
pendukungnya. ILO mengatur tenaga kerja dalam industri perikanan, sedangkan
FAO mengatur tentang perikanan secara umum. Organisasi yang menangani
secara khusus tentang keselamatan maritim adalah IMO. Sebagai lembaga
internasional, IMO mengembangkan dan menetapkan aturan-aturan tentang
transportasi laut dan keselamatan maritim.
Hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan kapal penangkap ikan telah
dibahas sejak FAO didirikan pada tahun 1945. FAO telah bekerja sama dengan
ILO dan IMO dalam mengembangkan standar keselamatan tersebut.

2

FAO mengeluarkan buku panduan keselamatan yang bertujuan untuk
menyajikan langkah-langkah sederhana untuk memastikan bahwa kapal yang baru
dibuat akan memenuhi standar keselamatan yang sesuai/diterima secara
internasional. Kelompok sasaran ini terdiri dari desainer kapal, nakhoda dan
pejabat pemerintah yang bertanggung jawab untuk menyusun peraturan baru dan
untuk pengawasan keselamatan. Panduan keselamatan tidak dimaksudkan untuk
menjadi komprehensif dan berurusan dengan segala macam masalah keselamatan,
tetapi akan menyoroti masalah utama dan menunjukkan langkah-langkah praktis
apa yang dapat diambil untuk menghindari bahaya. Panduan ini terutama
berkaitan dengan perahu kecil berukuran panjang kurang dari 15 meter, yang
paling rentan terhadap kecelakaan. Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan
Bangsa-Bangsa (FAO), International Labour Organization (ILO) dan Organisasi
Maritim Internasional (IMO) yang bekerja sama untuk menyusun rekomendasi
keselamatan baru untuk kapal perikanan yang memiliki deck kurang dari 12 m dan
kapal nelayan yang tidak memiliki deck dari setiap panjang.
Perumusan Masalah
Perikanan payang merupakan salah satu jenis usaha yang cukup banyak
melibatkan nelayan di Palabuhanratu. Di dalam kegiatannya, nelayan payang
masih belum menjadikan aspek keselamatan sebagai salah satu pertimbangan
dalam perencanaan operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu, studi tentang
aspek keselamatan kerja pada perikanan payang menjadi penting dilakukan agar
aspek keselamatan kerja dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam
perencanaan operasi penangkapan ikan pada perikanan payang di Palabuhanratu.
Perikanan payang di Palabuhanratu pada umumnya, jumlah nelayan yang
bekerja lebih dari 7 orang, alat tangkap yang digunakan saat operasi penangkapan
ikan merupakan alat tangkap yang bersifat aktif (mengejar gerombolan ikan),
selain itu perahu yang digunakan memiliki ukuran panjang kurang dari 12 meter.
Kecilnya area kerja pada perahu payang, dengan jumlah nelayan yang bekerja
tersebut, dan metode penangkapan ikan yang bersifat aktif, dapat menyebabkan
peluang kecelakaan yang tinggi. Peluang tingkat kecelakaan tersebut dapat juga
disebabkan oleh sikap, keterampilan dan pengetahuan nelayan yang rendah
tentang keselamatan kerja di laut. Dari beberapa kejadian kecelakaan nelayan di
Palabuhanratu, belum teridentifikasi keterlibatan aktif pemerintah setempat dalam
penanganan saat kecelakaan maupun setelah kecelakaan terjadi serta tindakan
pencegahan lainnya.
Dari sisi lingkungan perairan, kondisi perairan teluk Palabuhanratu lebih
banyak dipengaruhi oleh kondisi oseanografi Samudera Hindia seperti adanya
musim. Di wilayah perairan tersebut hempasan gelombang cukup kuat dan tiupan
angin di perairan tersebut cukup kuat sehingga tinggi gelombang cukup tinggi dan
sulit diduga (Wyrtki, Klaus, 1961).
Secara singkat permasalahan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
KNP = f (jumlah ABK, kapasitas ABK, area kerja, regulasi, kondisi alat tangkap
yang bersifat aktif, perairan)
KNP = Keselamatan Kerja Nelayan Payang

3

Selanjutnya, dari sudut pandang analisis risiko maka risiko yang dipertimbangkan
dalam keselamatan kerja nelayan payang dapat dirumuskan sebagai berikut:
R = Pf x konsekuensi
R
= risiko yang dipertimbangkan
Pf
= Peluang masing-masing fungsi KNP terhadap risiko
Konsekuensi = akibat yang harus diterima dari aktivitas berdasarkan fungsi
KNP
Pendekatan sistem melalui rumusan permasalahan di atas, digunakan dalam
penelitian ini untuk mengkaji keselamatan kerja nelayan payang secara kuantitatif.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengenai keselamatan kerja nelayan
pada operasi penangkapan ikan dengan payang. Secara khusus penelitian ini akan
menggali dan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1) Menginventarisasi dan mendeskripsikan semua aktivitas serta bahaya dan
kemungkinan akibatnya pada operasi penangkapan ikan menggunakan
payang.
2) Mengestimasi peluang terbesar terhadap kegagalan akibat kecerobohan
manusia serta peluang konsekuensinya serta memberikan rekomendasi untuk
mengurangi risiko yang disebabkan oleh human error pada aktivitas operasi
penangkapan ikan menggunakan payang.
3) Menganalisis regulasi nasional maupun internasional yang terkait langsung
maupun tidak langsung dengan keselamatan kerja nelayan.
4) Mengembangkan model pengelolaan keselamatan kerja nelayan payang dari
kondisi yang terjadi.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya:
1) Menjadi pertimbangan dalam memperbaiki dan menyempurnakan metode
penangkapan ikan, peralatan, permesinan dan desain kapal penangkap ikan;
2) Pengkayaan ilmu pengetahuan dan teknologi keselamatan kerja khususnya di
bidang perikanan tangkap;
3) Sebagai bahan pertimbangan untuk mengontrol semua risiko dan potensi
kecelakaan yang menghasilkan kecelakaan dan kerusakan;
4) Memberikan informasi kepada semua pelaku yang terlibat baik langsung
maupun tidak langsung dengan perikanan payang untuk implementasi sistem
manajemen keselamatan kerja.
Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian keselamatan kerja nelayan pada perahu berukuran kecil
dibatasi pada aktivitas nelayan payang dalam melakukan operasi penangkapan
ikan di Palabuhanratu. Perahu berukuran kecil merupakan perahu yang jumlahnya
mendominasi hampir di semua wilayah pesisir di Indonesia.

4

Telaah yang dilakukan berhubungan dengan sistem manajemen
keselamatan, diawali dengan mengidentifikasi aktivitas operasi penangkapan ikan
dan sumber bahaya yang ada, mengukur peluang risiko yang dihasilkan dan
menelaah sistem manajemen keselamatan dan elemen-elemen yang terkait serta
mendefinisikan sistem manajemen keselamatan itu sendiri. Elemen-elemen dari
suatu sistem manajemen keselamatan yang berhubungan dengan penelitian ini
disajikan dalam Gambar 1. Berikutnya adalah meneliti aktifitas dan prosedur
(kegiatan dan cara melakukan aktivitas pada tempat kerja), latar belakang
sumberdaya manusia (tingkat pendidikan, keterampilan, motivasi, dan lain-lain),
wilayah kerja dan peralatannya, kebijakan dan perencanaan (nasional dan
internasional), serta organisasi dan koordinasi (pemerintah).
Penilaian keselamatan adalah penilaian kegiatan keselamatan. Sehingga,
tidak hanya pengukuran kinerja keselamatan atau hasil keselamatan. Bidang
kegiatan yang tercakup dalam penilaian adalah:
1) definisi kebijakan keamanan,
2) penyelenggaraan kontrol, kerjasama, komunikasi, dan sistem kompetensi
manajemen,
3) perencanaan dan pelaksanaan kegiatan keselamatan,
4) meninjau kinerja.
Sebuah proses penilaian keselamatan dibagi menjadi tiga tahap utama
berikut: 1) persiapan, 2) di tempat aktivitas, dan 3) kesimpulan. Tahap pertama
mencakup perencanaan audit, dan mencari informasi latar belakang. Tahap kedua
terdiri dari wawancara, observasi dan review dokumen di tempat kerja. Pada tahap
terakhir, hasil audit dilaporkan dan rencana tindak lanjut disusun. Penilai atau
peneliti menyiapkan pertanyaan secara individu untuk setiap sesi. Namun, juga
memungkinkan untuk menggunakan alat penilaian khusus yang meliputi daftar
tetap pertanyaan. Beberapa alat ini termasuk fitur tambahan seperti bobot
pertanyaan yang berbeda, dan sistem penilaian yang menghasilkan nilai numerik
untuk tingkat aktivitas keselamatan. Hasil dari penilaian tersebut digunakan untuk
merancang atau menyempurnakan model, baik dengan aturan, prosedur kerja,
tempat kerja ataupun peralatan yang bertujuan meminimalkan resiko.

5

Keselamatan kerja nelayan perahu payang di Palabuhanratu

-

-

Permasalahan
Penyebab utama kecelakaan di laut adalah kesalahan manusia
Tidak tercatat dan terukur dengan baik
Pengelolaan yang belum jelas

Ruang Lingkup
Identifikasi aktivitas dan cara kerja pada operasi penangkapan ikan menggunakan
payang
Identifikasi, penilaian dan pengendalian kemungkinan bahaya dan resiko nelayan
Identifikasi kebijakan terkait
Identifikasi pengelolaan keselamatan kerja nelayan

Aktifitas dan prosedur

Latar belakang
SDM

Regulasi yang berlaku

Wilayah kerja dan
peralatannya

Formal safety assessment
(HTA, FTA, HEART)

Content analysis

Pendekatan sistem
manajemen keselamatan

Rancangan model
keselamatan kerja nelayan

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

6

7

2 AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN PADA PERIKANAN
PAYANG DI PALABUHANRATU
Kegiatan penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh pola
musim, yaitu musim barat dan timur. Selain itu dikenal pula musim peralihan dari
musim barat ke timur dan dari musim timur ke musim barat, biasa dikenal oleh
penduduk setempat sebagai musim paliwung. Musim peralihan berlangsung pada
bulan Maret sampai Mei dan bulan September sampai November (Prayitno 2006).
Kapal payang adalah salah satu jenis kapal ikan yang mengoperasikan alat
tangkap payang dengan cara mengejar ataupun melingkari kelompok ikan. Kapal
payang memiliki konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut
kakapa (Ayodhyoa 1981).
Payang termasuk pukat kantong lingkar yang terdiri atas bagian kantong
(bag), badan (body), dan dua buah sayap di bagian kiri dan kanan (wings), serta
tali ris. Menurut von Brandt (2005), payang termasuk ke dalam kelompok seine
net. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2005), payang merupakan salah satu
pukat tarik yang pengoperasiannya menggunakan satu kapal. Menurut SNI yang
dikeluarkan oleh BSN tersebut, payang memiliki beberapa bagian, diantaranya
sayap atau kaki jaring (wing) yang terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap
bawah (lower wing), medan jaring bawah (bosoom), badan jaring (body), kantong
jaring (cod end), tali ris atas (head rope), tali ris bawah (ground rope), dan tali
selambar (warp rope). Alat ini dioperasikan dengan tali selambar di permukaan
perairan dengan cara melingkari area seluas-luasnya pada gerombolan ikan
pelagis, kemudian penarikan dan pengangkatan jaring ke atas kapal. Pada payang
tali ris atas lebih panjang dari pada tali ris bawah dengan tujuan agar ikan dapat
masuk ke dalam kantong jaring dengan mudah dan mencegah lolosnya ikan ke
arah vertikal bawah.
Menurut IMO (2005), metode penangkapan ikan dikategorikan secara
umum menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
1) Metode garukan (dregging/towing method);
2) Metode statis (static method);
3) Metode pelingkaran (encircling method).
Penangkapan ikan dengan metode garukan termasuk alat tangkap bersifat
aktif dimana alat tangkap ikan dioperasikan dengan cara ditarik kapal pada
kecepatan tertentu. Alat tangkap yang termasuk dregging/towing seperti pukat
harimau (trawl). Metode penangkapan statis, alat tangkap dipasang secara statis
di suatu lokasi, ikan terperangkap pada alat tangkap tersebut. Alat tangkap statis
seperti jaring insang (gillnet), rawai tuna (longline), bubu dan sero. Sedangkan
metode penangkapan dengan cara pelingkaran yakni dengan cara melingkarkan
jaring terhadap gerombolan ikan sehingga gerombolan ikan terkurung dan tidak
bisa melarikan diri. Alat tangkap yang termasuk metode ini seperti jaring kolor
(purse seine), payang dan lampara.
Tahapan operasi penangkapan ketiga metode penangkapan tersebut terdiri
dari kegiatan:
1) Penurunan alat tangkap (releasing/shooting/setting) dari atas kapal.
2) Penangkapan ikan (fish catching).
3) Penaikan atau penarikan alat tangkap (hauling/recovery).

8

Pada saat penurunan, penangkapan ikan dan penaikkan alat tangkap
diperlukan prosedur, teknik dan penggunaan teknologi untuk operasi penangkapan
ikan yang tidak membahayakan keselamatan awak kapal.
Tujuan dari bab ini adalah mengidentifikasi aktivitas dan kondisi/ peluang
konsekuensi keselamatan kerja nelayan yang disebabkan oleh human error yang
terdapat pada operasi penangkapan ikan menggunakan payang di Palabuhanratu.
Metodologi
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 – Agustus 2012, dengan
lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Palabuhanratu Jawa Barat, khususnya di
PPN Palabuhanratu. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan
metode survei dengan pendekatan studi kasus pada salah satu alat tangkap payang.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dari pengamatan saat operasi penangkapan ikan dan wawancara
kepada responden. Responden dalam penelitian ini adalah 80 orang atau 10% dari
jumlah populasi nelayan payang dan jenis data yang dikumpulkan berupa
informasi mengenai metode operasi penangkapan ikan. Data sekunder merupakan
data penunjang yang diperoleh dari berbagai sumber literatur.
Analisis yang digunakan pada bab ini adalah dengan menggunakan
Hierarchical Task Analysis (HTA). HTA memberikan gambaran dari suatu
aktivitas atau sub aktivitas. Dalam HTA juga dikenal plan yang menjelaskan
mengenai urutan dan kondisi suatu aktivitas yang dilakukan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam melakukan HTA adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi aktivitas utama yang akan dianalisis, dengan menentukan
tujuan serta batasannya.
2) Memecah aktivitas utama menjadi sub aktivitas dan membangun plan.
3) Menghentikan sub aktivitas berdasarkan tingkat rinciannya.
4) Melanjutkan proses penguraian aktivitas.
5) Mengelompokkan beberapa sub aktivitas (jika terlalu detail) ke level yang
lebih tinggi dari sub aktivitas.
Hasil dan Pembahasan
Perahu yang digunakan dalam unit penangkapan payang terbuat dari bahan
kayu berukuran panjang 10,9 meter, lebar 2,65 meter dan dalam 1 meter. Mesin
penggerak kapal yang digunakan adalah outbord engine dengan merk Yamaha
berdaya 40 PK dengan bahan bakar menggunakan bensin yang dicampur minyak
tanah dan oli samping. Bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal
dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan
ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien (Saptaji 2005).
Kapal payang ini memiliki keunikan yaitu tidak memiliki palka sebagai tempat
penyimpanan ikan, akan tetapi antar gading kapal dimanfaatkan sebagai tempat
perlengkapan penyimpanan ikan seperti penyimpanan tong atau sering disebut
blong. Perahu ini tidak mempunyai rumah-rumahan (deck house), dengan tujuan
agar area kerja di atas dek saat pengoperasian alat tangkap cukup luas, sehingga
tidak mengganggu saat dilakukan operasi penangkapan ikan.

9

Payang yang digunakan di Palabuhanratu merupakan alat tangkap yang
terbuat dari jaring dan berbentuk kantong yang digunakan untuk menangkap jenis
ikan pelagis. Bagian-bagian dari alat tangkap payang secara garis besar terdiri
atas sayap, badan jaring dan kantong. Konstruksi alat tangkap payang di
Palabuhanratu dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2 Alat tangkap payang di Palabuhanratu
Payang di Palabuhanratu secara umum memiliki rancang bangun yang
terdiri dari bagian yang berbentuk kantong, pelampung, pemberat, dan tali.
Bagian yang berbentuk kantong ini memiliki 3 bagian inti, yaitu sayap, badan dan
kantong jaring. Panjang total alat tangkap payang ini adalah 202,5 m yang
dilengkapi pelampung dan pemberat. Pelampung pada alat tangkap payang ini
menggunakan bahan dari bambu berjumlah 30-36 buah, pelampung jerigen 1 buah
dan styroform 4 buah. Pemberat yang digunakan sebanyak 26-32 buah dengan
rata-rata berat masing-masing sebesar 2 kg. Tali yang ada pada payang adalah tali
selambar, tali ris atas dan tali ris bawah. Tali selambar memiliki panjang sekitar
300 m dengan diameter tali antara 15 sampai 16 mm. Tali ris atas memiliki
panjang sekitar 200 m dengan diameter tali 3 sampai 4 mm sedangkan tali ris
bawah memiliki panjang sekitar 175 m dengan diameter tali 5 sampai 6 mm.
Pelampung bambu ditempatkan pada bagian kiri dan kanan bagian sayap
jaring. Ukuran bambu yang digunakan sebagai pelampung memiliki rata-rata
panjang 1 m dengan rata-rata diameter 9 cm. Pelampung lainnya, ditempatkan
pada bagian kantong jaring. Pelampung jerigen oleh nelayan sering disebut
unyul-unyul, pelampung ini diletakkan pada bagian atas tengah mulut jaring.
Pelampung styroform diletakkan di samping kanan dan kiri unyul-unyul.
Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan timah, baja dan batu. Ada satu

10

pemberat yang diletakkan pada bagian tengah bawah mulut jaring, yang sering
disebut batu cakel.
Panjang bagian jaring sayap sekitar 148,5 m dengan ukuran mata jaring 33
cm. Pada bagian badan jaring memiliki panjang sekitar 34 m dengan ukuran mata
jaringnya 21 cm dibuat seperti mulut yang disebut mulut jaring. Mulut jaring
terbagi dua bagian yaitu mulut jaring bagian atas dan mulut jaring bagian bawah
dengan panjang mulut jaring bagian bawah lebih panjang atau lebih menonjol
dibandingkan mulut jaring bagian atas. Bagian yang terakhir adalah bagian
kantong, bagian ini berfungsi sebagai tempat terakhir terperangkapnya ikan agar
tidak dapat keluar atau dapat meloloskan diri. Bagian kantong ini memiliki
panjang 20 m dengan ukuran mata jaring sekitar 5 cm.
Sebagian besar ABK yang bekerja di kapal payang adalah penduduk
Palabuhanratu. Pada saat dilakukan pengamatan langsung di atas kapal, jumlah
ABK yang bekerja adalah 11 nelayan. Tingkat pendidikan nelayan payang masih
relatif rendah, kebanyakan nelayan mengenyam pendidikan sekolah sampai
tingkat SD, bahkan tidak sekolah sama sekali. Usia nelayan payang berkisar
antara 25 – 65 tahun, dan mayoritas berusia antara 30 – 40 tahun.
Pada perikanan payang, beberapa nelayan memiliki tugas yang berbedabeda pada saat mengoperasikan alat tangkap payang, diantaranya ada yang
bertugas (1) mengawasi untuk melihat tanda-tanda adanya gerombolan ikan, (2)
bertanggung jawab atas kelancaran pengoperasian, mengecek jaring ketika setting,
(3) menguras air di lambung kapal selama melaut, (4) mempersiapkan segala
kelengkapan melaut dan mengarahkan kapal. Secara umum, pembagian tugas
tersebut adalah jabatan (1) tekong, merupakan kapten kapal yang bertanggung
jawab atas keberhasilan operasi penangkapan ikan, (2) juru mudi, bertugas
mengendalikan kemudi kapal menuju daerah penangkapan ikan/fishing ground
sampai kembali ke pelabuhan asal/fishing base, serta bertanggung jawab terhadap
kondisi mesin kapal, (3) juru batu, bertugas menyusun alat tangkap sebelum atau
sesudah hauling di atas kapal, (4) petawur, bertugas untuk menurunkan jaring, (5)
pengawas, bertugas mengawasi keberadaan ikan tujuan penangkapan, dan (6)
anak payang/tukang renang, bertugas menakut-nakuti ikan agar tidak lolos
melewati bagian bawah kapal dan sayap payang. Tukang renang akan meloncat
ke dalam air dan dilakukan berulang-ulang. Walaupun memiliki peran dan tugas
masing-masing, semua nelayan yang ada di atas kapal selain juru mudi membantu
dalam proses penarikan jaring.
Operasi penangkapan ikan dengan payang merupakan operasi penangkapan
ikan yang dilakukan hanya 1 hari/one day fishing. Penurunan jaring saat operasi
penangkapan ikan dipengaruhi oleh jumlah ikan yang tertangkap, biasanya 3 – 5
kali penurunan jaring. Nelayan melakukan lima sampai enam kali trip dalam satu
minggu kecuali hari jum’at dikarenakan melakukan ibadah shalat Jum’at. Selain
itu, dalam hal waktu melaut, mereka juga melihat dari hasil tangkapan nelayan
lainnya, jika hasil tangkapan yang diperolehnya sedikit, maka mereka pun
memutuskan untuk tidak melaut. Hal lainnya yang menyebabkan nelayan tidak
melaut adalah cuaca yang buruk. Kondisi cuaca buruk biasanya terjadi pada bulan
Desember sampai bulan Januari, yang merupakan puncaknya musim Angin Barat.
Nelayan payang memulai aktivitas pada pukul 06.00 WIB dengan kegiatan
persiapan, pengoperasian sampai dengan bongkar muat hasil tangkapan dan
peralatan lainnya.

11

Urutan aktivitas yang teridentifikasi pada penangkapan ikan menggunakan
payang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rangkaian aktivitas perikanan payang di Palabuhanratu
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Aktivitas
Persiapan di darat
Pemindahan (loading) ke atas perahu
Berlayar menuju daerah penangkapan ikan (navigasi)
Persiapan alat tangkap
Pengoperasian alat tangkap, setting pertama
Pengangkatan (hauling) alat tangkap pertama
Penanganan hasil tangkapan pertama
Persiapan alat tangkap ke-dua dan seterusnya
Pengoperasian alat tangkap, setting ke-dua dan seterusnya
Pengangkatan (hauling) alat tangkap ke-dua dan seterusnya
Penanganan hasil tangkapan ke-dua dan seterusnya
Berlayar menuju pelabuhan asal (fishing base)
Unloading hasil tangkapan, alat tangkap

Aktivitas yang dilakukan pada penangkapan ikan dengan menggunakan
payang, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu pra operasi, operasi dan
pasca operasi.
Aktivitas pra operasi, yaitu pada tahap persiapan di darat, peralatan dan
bahan yang digunakan adalah alat komunikasi; ransum untuk kebutuhan ketika
dilaut; perlengkapan pribadi; perlengkapan perlindungan diri yang minim; pakaian
ganti; sepeda motor yang sudah dimodifikasi untuk alat angkut berkapasitas 2
jerigen; peralatan dan bahan bakar penunjang kapal dengan motor tempel; kuncikunci pas ketika mempersiapkan mesin; wadah atau tempat BBM; air bersih dan
alat pemotong es (ganco). Peralatan dan bahan yang digunakan pada saat
pemindahan (loading) kebutuhan untuk melaut ke atas kapal yaitu alat bantu
mengangkut mesin berupa bambu dengan panjang 3 meter yang memiliki dimeter
7 cm. Peralatan dan bahan yang digunakan pada saat kapal payang berlayar atau
diarahkannya kapal (navigasi) ke daerah penangkapan ikan yaitu tali PE besar
pengikat ke tiang pelabuhan atau ke kapal lain yang juga sedang bertambat, mesin
pengerak kapal, alat penguras atau pembuang air dari lambung kapal, pakaian
ganti, tiang penopang tubuh nelayan, tempat atau wadah ransum. Peralatan dan
bahan yang digunakan pada saat persiapan alat tangkap di atas kapal yaitu alat
penguras atau membuang air dari dasar lambung kapal ke laut yang terbuat dari
potongan jerigen yang telah dibentuk seperti ember, tempat (kakapa) yang lebih
tinggi yang di topang oleh 2 tiang pada kapal agar pengawas dapat mengawasi
tanda-tanda adanya ikan lalu pengawas tersebut menggunakan caping (topi).
Pada aktivitas kelompok operasi, peralatan dan bahan yang digunakan pada
saat persiapan pengoperasian alat tangkap (setting) yaitu pelampung yang terbuat
dari ban dalam truk, tiang depan pada kapal dimana ujung tali selambar diikatkan
pada tiang tersebut dan mesin tempel sebagai penggerak kapal. Peralatan dan
bahan yang digunakan pada saat pengangkatan alat tangkap (hauling) yaitu alat
bantu berupa pengait untuk pengambil pelampung tanda beserta tali selambar

12

yang terbuat dari sebatang pohon yang masih ada cabangnya memiliki panjang 1
m dan berdiameter 3 cm berbentuk seperti kail.
Pada aktivitas kelompok pasca operasi, peralatan dan bahan yang digunakan
pada saat penanganan hasil tangkapan yaitu tali PE untuk mengikat blong agar
tidak jatuh, papan lantai dek kapal atau bambu untuk memecahkan potongan es
menjadi ukuran yang lebih kecil, alat bantu pengambilan ikan yang disebut serok
dan alat menguras atau membuang air menggunakan ember dari potongan jerigen
dari dasar lambung kapal ke laut. Peralatan dan bahan yang digunakan pada saat
berlayar menuju pelabuhan (fishing base) yaitu mesin tempel, kantong plastik, alat
bantu pengambilan ikan yang disebut serok, tiang pada kapal untuk mengganjal
pelampung bambu agar tidak bergeser, pakaian ganti dan ember dari potongan
jerigen untuk menguras air dari dasar lambung kapal ke laut. Peralatan dan bahan
yang digunakan pada saat pemindahan (unloading) dari atas kapal yaitu tali
tambat untuk mengikat kapal, tali PE digunakan ketika memindahkan blong dan
box fiber, alat bantu angkut yang terbuat dari bambu dengan panjang 3 meter yang
memiliki diameter 7 cm, perlengkapan pribadi, perlengkapan perlindungan diri
dan terpal.
Tahap yang pertama adalah tahap persiapan di darat. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap persiapan di darat teridentifikasi 4 aktivitas utama.
Aktivitas tersebut adalah melakukan pengumpulan nelayan yang akan melaut,
memeriksa peralatan dan kebutuhan melaut, mempersiapkan kebutuhan air
minum, serta memeriksa dan memperbaiki alat tangkap yang akan digunakan.
HTA dari tahap ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
0. Persiapan di darat
1.
Mendata
nelayan

1.1
Penentuan
jumlah dan
tugas ABK

2.
Pengecekan
peralatan dan
kebutuhan melaut

1.2
Pembelian
perbekalan
tiap ABK

2.1
Persiapan
mesin

2.1.1
Pembelian dan
pengangkutan BBM
dan oli samping

2.2
Persiapan
blong dan
box fiber

3.
Persiapan
air
minum
2.3
Persiapan
es (balok)

2.1.2
Penyiapan
alat
permesinan

Gambar 3 HTA pada aktifitas persiapan di darat

4.
Pengecekan
dan
perbaikan
alat tangkap

13

Berdasarkan Gambar 3, pada aktivitas mendata nelayan, tekong menghitung
jumlah nelayan yang dapat terlibat untuk melaut. Setelah nelayan berkumpul dan
terdata nama dan jumlahnya, tekong membagi tugas kepada masing-masing
nelayan, apa yang harus dilakukan saat di atas kapal. Nelayan yang akan melaut,
diharapkan sudah mempersiapkan perbekalannya masing-masing, pada aktivitas
ini, hanya dilakukan pemeriksaan perbekalan yang sudah dipersiapkan saja.
Aktivitas selanjutnya adalah pemeriksaan peralatan dan kebutuhan melaut.
Pada aktivitas ini dilakukan persiapan mesin, blong (tong) dan box fiberglass, dan
persiapan es balok yang akan dibawa. Saat pemeriksaan mesin, tekong
menugaskan seorang nelayan untuk menghitung kebutuhan dan membeli BBM
dan kebutuhan oli samping (jika sudah mencukupi, BBM dan oli samping
langsung dicampur), serta peralatan permesinan lainnya. Selanjutnya, nelayan
mempersiapkan jerigen untuk air minum, memeriksa dan memperbaiki alat
tangkap atau jaring. Pada tahapan ini, nelayan tidak lagi melakukan pengurusan
perizin melaut, karena proses perizinan dilakukan hanya 1 kali dalam setahun.
Tabel 2 Identifikasi kegagalan pada aktivitas persiapan di darat
Step

Task Description

0. Persiapan di darat
1.
Mendata nelayan
1.1
Penentuan ABK yang terlibat
1.2
2.
2.1

Pembelian perbekalan tiap
ABK
Pengecekan peralatan dan
kebutuhan melaut
Persiapan mesin

2.1.1

Pembelian dan pengangkutan
BBM dan oli samping

2.1.2

Penyiapan alat permesinan

2.2

Persiapan/pemindahan blong
dan box fiber

2.3

Persiapan es (balok)

3.

Persiapan air minum

4.

Pengecekan dan perbaikan
alat tangkap

Deskripsi kegagalan

Jumlah ABK tidak sesuai,
waktu terbatas
Biaya kurang, perbekalan
kurang, waktu terbatas

Kerusakan mesin, benda
jatuh mengenai tubuh
Alat angkut menabrak,
jerigen jatuh mengenai
tubuh, Kerusakan jerigen,
BBM/oli tertumpah
BBM/oli tertumpah, benda
jatuh mengenai tubuh
Bocor atau rusaknya blong
dan box akibat
pemindahan tanpa alat,
terjatuhnya blong dan box
Alat pemotong mengenai
anggota tubuh, es
membasahi jalan
Berat, bocor/ rusak jerigen,
air tercecer atau tertumpah
Cara penggunaan alat yang
salah, tercebur ke kolam
pelabuhan, terbentur badan
kapal

Konsekuensi
kegagalan

Kelelahan
Kelelahan/
kelaparan

Terluka

Terluka
Terluka

Terluka
Cidera otot
Terluka

Berdasarkan Tabel 2, peluang risiko kegagalan dapat terjadi pada semua sub
aktivitas persiapan di darat. Pada saat mendata nelayan, tekong tidak mempunyai

14

perjanjian kerja yang jelas, serta tidak memiliki daftar nelayan yang pasti untuk
dapat ikut melaut. Kondisi waktu yang terbatas untuk menghubungi anggota
nelayan tersebut, menyebabkan tekong mendapatkan anggota yang tidak diketahui
keterampilan dan pengetahuannya mengenai operasi penangkapan menggunakan
payang. Selain itu, anggota nelayan yang terhubungi, tidak mempersiapkan
kebutuhan peralatan dasar untuk bekerja saat melakukan operasi penangkapan
ikan dengan payang.
Saat melakukan pemeriksaan peralatan dan kebutuhan melaut, persiapan air
minum dan pemeriksaan dan perbaikkan alat tangkap, nelayan bekerja dengan
peralatan yang saat itu terdapat di area pelabuhan.
Peluang konsekuensi dari kondisi yang teridentifikasi, berupa konsekuensi
kelelahan, terluka, dan cidera otot. Peluang konsekuensi kelelahan dapat terjadi
disebabkan oleh terbatasnya kebutuhan peralatan pendukung, sehingga nelayan
lebih banyak menggunakan tenaga saat melakukan aktivitas.
Peluang
konsekuensi terluka diakibatkan karena kecenderungan nelayan dengan tidak
menggunakan alat perlindungan diri, seperti sarung tangan, tanpa menggunakan
alas kaki atau menggunakan alas kaki yang permukaannya licin, serta tanpa
menggunakan pakaian yang melindungi tubuh. Peluang konsekuensi cidera otot,
lebih banyak disebabkan oleh cara kerja yang tidak beraturan, keterampilan,
pengetahuan dan pengalaman yang terbatas, serta memaksakan diri untuk
menyelesaikan pekerjaan dengan cepat karena terbatasnya waktu persiapan
tersebut.
Tahap ke dua adalah pemindahan (loading) ke atas kapal kegiatan yang
dilakukan yaitu pemindahan mesin (motor tempel) kemudian memasang mesin
tersebut di buritan kapal, pemindahan 3 blong dan 1 box fiber kemudian blongblong tersebut disimpan diantara gading-gading kapal, pemindahan 3 jerigen
berisi BBM dan memasukkan selang berpompa dari mesin ke jerigen, pemindahan
1 jerigen berisi air minum, para ABK naik ke atas kapal dan pemindahan es. HTA
dari tahap ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
0. Loading ke atas kapal

1.
Pemindahan
mesin

2.
Pemindahan
blong dan
box fiber

3.
Pemindahan
jerigen
BBM

4.
Pemindahan
jerigen air
minum

5.
ABK naik
ke atas
kapal
dengan
perbekalan
masingmasing

Gambar 4 HTA pada aktifitas loading ke atas kapal

6.
Pemindahan
es

15

Berdasarkan Gambar 4, pada aktivitas loading ke atas kapal, saat melakukan
pemindahan mesin (motor tempel), dua orang nelayan mengangkat m