HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang mengandung foraminifera. Hal ini menunjukkan kemungkinan faktor ekologis yang menyebabkan 21 lokasi lainnya tidak menunjang kehidupan foraminifera terutama jenis substrat yang lebih didominasi oleh lumpur. Boltovskoy and Wright (1976) dan Dewi (1984) menyatakan bahwa Asterorotalia trispinosa dan Ammonia beccarii banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran dengan turbiditas yang rendah. Turbiditas dapat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari di perairan, sehingga akan mempengaruhi fotosintesis. Akibatnya jumlah oksigen akan berkurang pada turbiditas tinggi. Secara umum di perairan dengan turbitas tinggi, popolasi foraminifera bentik akan berkurang.

Berdasarkan jenisnya, foraminifera yang terdapat di Teluk Ambon cukup heterogen, yaitu terdapat 86 spesies. Secara keseluruhan, foraminifera bentik yang ditemukan pada stasiun pengamatan mencapai 61 spesies. Jumlah tersebut relatif lebih banyak dibandingkan dengan foraminifera planktonik yang hanya mencapai 25 spesies (Tabel 1). Hal ini berkaitan dengan sampel yang diambil, yaitu sedimen permukaan sebagai habitat yang sesuai untuk kehidupan foraminifera bentik. Secara tekstural, sedimen permukaan yang terdapat di perairan Teluk Ambon terdiri dari 7 jenis, yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, pasir krakalan, krakal pasiran dan krakal (Tabel 2).

Keberadaan foraminifera bentik mendominasi setiap stasiun yang mengandung foraminifera. Bahkan pada beberapa stasiun sama sekali tidak ditemukan foraminifera planktonik, yaitu stasiun 8, 22, 25, 35, 36, 39, 45 serta 46.

Secara umum, foraminifera bentik lebih banyak dijumpai pada sedimen yang didominasi oleh pasir. Foraminifera bentik ditemukan melimpah pada stasiun

4, yaitu sebanyak 129 individu. Begitu pula dengan kelimpahannya di stasiun 2,

18, 38 dan 43 yang masing-masing mencapai 113, 9l, 88 dan 83 individu (Gambar 2).

Hasil analisis yang didapatkan di Teluk Ambon menunjukkan bahwa foraminifera pada umumnya ditemukan pada sedimen pasir dengan ukuran partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah spesies semakin banyak pada daerah- daerah yang semakin dalam dan pada sedimen yang memiliki kadar pasir yang cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di Teluk Jakarta. Suhartati (1994) menyatakan bahwa Ammonia beccarii ditemukan dalam jumlah yang melimpah di Delta Mahakam dan Citarum pada kedalaman antara 1,5 – 10 m yang didominasi oleh sedimen pasir dan lumpur.

Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan foraminifera, terutama foraminifera bentik yang hidup di dasar laut. Uchio (1966) dalam penelitiannya di San Diego, California, menyatakan bahwa tipe sedimen menentukan populasi foraminifera. Boltovskoy and Wright (1976), Dewi (1984) menyatakan bahwa foraminifera bentik banyak dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur pasiran terutama dari spesies Asterorotalia trispinosa dan Ammonia beccarii . Beberapa spesies foraminifera bentik yang ditemukan hampir di semua lokasi adalah

Amphistegina lessonii ,

Ammonia beccarii , Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Kelima spesies tersebut ditemukan mendo-minasi hampir di semua lokasi yang ditemukan foraminifera.

Natsir

Tabel 1. Spesies foraminifera yang ditemukan di Teluk Ambon

No Spesies

No

Spesies

a. Foraminifera Bentik

1. Ammonia beccarii

32. Nodosari sp.

2. Ammonia umbonata

33. Nonion depressulum

3. Amphistegina lessonii

34. Operculina ammonoides

4. Amphistegina quoyii

35. Peneroplis pertusus

5. Anomalinella rostata

36. Peneroplis planatus

6. Baculogypsina sphaerulata

37. Piliolina papelliformis

7. Bolivina earlandi

38. Planorbulina larvata

8. Bolivina schwagerina

39. Pleurostomella sp.

9. Calcarina calcar

40. Pseudomassilina macilenta

10. Cancris oblongus 41. Pseudorotalia schroeteriana 11. Cibicides praecinctus

42. Pyrgo depressa

12. Discorbina mira

43. Pyrulina angusta

13. Discorbina sp.

44. Quinqueloculina auberiana

14. Elphidium advenum 45. Quinqueloculina granulocostata 15. Elphidium craticulatum

46. Quinqueloculina lamarckiana 16. Elphidium crispum

47. Quinqueloculina parkery

17. Elphidium macellum

48. Quinqueloculina pulchella

18. Eponide umbonatus

49. Quinqueloculina seminula

19. Eponides repandus

50. Quinqueloculina seminulum

20. Heterostegina depressa

51. Quinqueloculina sp.

21. Hoglundina elegans

52. Quinqueloculina tropicalis

22. Lecticulina cultrate

53. Reusella simlex

23. Lecticulina elegans

54. Reusella sp.

24. Lecticulina sp.

55. Siphogenerina alveolifrmis

25. Loxostomum amygdalaeformis

56. Siphogenerina raphanus

26. Marginophora vertebralis

57. Spiroloculina angulata

27. Massilina crenata

58. Spiroloculina communis

28. Massilina milleti

59. Spiroloculina sp.

29. Miliolinella oblonga

60. Textularia agglutinans

30. Miliolinella sublineata

61. Triloculina tricarinata

31. Neocorbina terquemi

b. Foraminifera Planktonik

1. Globigerina bulloides

14. Globorotalia seiglei

2. Globigerina falconensis 15. Globorotalia trucatulinoides 3. Globigerinella callida

16. Globorotalia tumida

4. Globigerinoides conglobatus

17. Globorotalia ungulata

5. Globigerinoides cyclostomus

18. Neogloboquadrina blowi

6. Globigerinoides fistulosus 19. Neogloboquadrina humerosa 7. Globigerinoides ruber

20. Orbulina universa

8. Globigerinoides sacculifer

21. Pulleniatina finalis

9. Globoquadrina pseudofoliata 22. Pulleniatina obliqueloculata 10. Globorotalia bermudezi

23. Pulleniatina praecursor

11. Globorotalia menardii

24. Pulleniatina primalis

12. Globorotalia pseudopumilio

25. Spheroidinella dehiscens

13. Globorotalia puncticulata

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21

Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Gambar 2. Kelimpahan foraminifera pada sedimen permukaan di Teluk Ambon

Hasil analisis yang didapatkan di pasir dan lumpur pasiran terutama dari Teluk Ambon menunjukkan bahwa spesies Asterorotalia trispinosa dan foraminifera pada umumnya ditemukan

Ammonia beccarii . Beberapa spesies pada sedimen pasir dengan ukuran foraminifera bentik yang ditemukan partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah hampir di semua lokasi adalah spesies semakin banyak pada daerah-

Amphistegina lessonii , Ammonia daerah yang semakin dalam dan pada beccarii ,

Elphidium craticulatum, sedimen yang memiliki kadar pasir yang

Operculina ammonoides dan cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang

Quinqueloculina parkery. Kelima spesies ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk

tersebut ditemukan mendominasi hampir Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di

di semua lokasi yang ditemukan Teluk Jakarta. Suhartati (1994) foraminifera. menyatakan bahwa Ammonia beccarii

Kelimpahan foraminifera bentik ditemukan dalam jumlah yang melimpah

yang ditemukan di Teluk ambon tidak di Delta Mahakam dan Citarum pada selalu diikuti oleh kelimpahan spesies. kedalaman antara 1,5 – 10 m yang Jumlah spesies foraminifera bentik pada didominasi oleh sedimen pasir dan stasiun yang mempunyai kelimpahan lumpur.

Banyak faktor yang tertinggi (stasiun 4) mencapai 20 spesies, mempengaruhi kehidupan foraminifera, sedangkan pada stasiun 21 memiliki terutama foraminifera bentik yang hidup

jumlah spesies yang lebih banyak, yaitu di dasar laut. Uchio (1966) dalam

23 spesies (Gambar 3). Foraminifera penelitiannya di San Diego, California,

planktonik yang sering dijumpai adalah menyatakan bahwa tipe sedimen Globorotalia tumida , Globoquadrina menentukan populasi foraminifera. pseudofoliata , Globigerinoides pseudo- Boltovskoy and Wright (1976), Dewi foliata, Globigerinoides cyclostomus dan (1984) menyatakan bahwa foraminifera

Pulleniatina finalis .

bentik banyak dijumpai pada sedimen

14 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010

Natsir

Gambar 3. Kelimpahan spesies pada sedimen permukaan di Teluk Ambon

Pada perairan dangkal, seperti pada Lapisan lumpur hanya didapatkan Stasiun 22, dijumpai spesies penciri laut

pada bagian dalam teluk yaitu pada dangkal seperti Ammonia beccarii ,

stasiun 44 dan 47 (kedalaman 20 – 30 m) Quinqueloculina ,

dengan kadar lumpur 75% sampai 90%. Amphistegina . Hallock dalam Buzas and

Elphidium dan

Menurut Suwartana (1986), Teluk Gupta (1982) menyatakan bahwa Ambon bagian dalam memiliki bentuk beberapa spesies dari genus membulat. Morfologi seperti ini dapat Amphistegina hidup, tumbuh dan berpengaruh terhadap kondisi daerah bereproduksi dengan baik pada perairan

tersebut. Massa air yang berasal dari dangkal (kurang dari 3 meter) dengan

Teluk Ambon bagian luar akan menyebar intensitas cahaya yang tinggi. Albani

ke segala penjuru teluk dalam dan (1979) menyatakan bahwa spesies dari

semakin jauh ke tengah energi yang Subordo Milioliina (Spiroloculina

ditimbulkan semakin melemah. communis ,

Gelombang yang ditimbulkan oleh angin granulocostata, Q. parkery ) merupakan

Quinqueloculina

jarang terjadi di tempat ini, kecuali di spesies perairan dangkal. Pada lokasi-

musim timur dengan frekuensi rendah. lokasi yang lebih dalam, yaitu Stasiun l8

Kondisi oseanografi semacam ini (15 m), ditemukan 5 spesies foraminifera

mengakibatkan daerah Teluk Ambon planktonik dan 9 spesies foraminifera bagian dalam relatif tenang sehingga bentik yang semuanya berasal dari laut

mudah terjadi proses sedimentasi dangkal. Pada kedalaman lebih dari 35 m

(Stoddart and Steers, 1977; Kennet, banyak dijumpai foraminifera planktonik,

l982). Hal ini berkaitan dengan bahkan terkadang baik jumlah spesies kelimpahan foraminifera yang terdapat maupun individu lebih banyak ditemukan

pada perairan bagian dalam teluk. Rata- daripada jenis foraminifera bentik. Hal

rata kelimpahan foraminifera maupun ini membuktikan bahwa pengaruh arus

jumlah spesies yang ditemukan pada dari Laut Banda cukup besar terhadap

bagian dalam teluk relatif lebih rendah Teluk Ambon sehingga dapat membawa

dibandingkan pada bagian luar teluk. foraminifera bentik menyebar ke daerah

Kondisi substrat dasar yang didominasi lain.

oleh lumpur tersebut kurang sesuai untuk kehidupan foraminifera.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21

Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Kebanyakan foraminifera hidup Galaxaura dan Chelidiopsis. Sifat fisik dan tumbuh secara optimal pada daerah

sedimen di Teluk Ambon berkaitan yang memiliki sedimen dasar pasir dengan keberadaan foraminifera yang maupun lumpur pasiran Boltovskoy and

umunnya menempati sedimen yang Wright (1976).

Renema (2008) memiliki kandungan pasir, sedangkan menemukan dua spesies dari marga pada sedimen lumpur dan lanau tidak Amphistegina di lereng terumbu (reef

ditemukan foraminifera. Pada tempat- slope ) pada pecahan karang (rubble) atau

tempat tertentu, seperti stasiun 4 dan 2 pecahan karang bercampur pasir terjadi akumulasi sedimen pasir dan di bersama-sama dengan beberapa spesies

sini paling banyak ditemukan dari marga Calcarina di Kepulauan foraminifera. Namun, pada stasiun 6, 10, Seribu. Beberapa spesies Calcarina yang

dan 11 sama sekali tidak dijumpai ditemukan melimpah di paparan terumbu

foraminifera, Pada lokasi ini mungkin (reef flat) dan puncak terumbu (reef

foraminifera mengalami pencucian dan crest ), atau yang berasosiasi dengan alga

bergerak ke lokasi lain.

dan makroalga seperti Sargassum,

Tabel 2. Jenis sedimen permukaan di Teluk Ambon

Stasiun Sedimen

26 Krakal pasiran

29 Pasir lumpuran

5 Pasir lumpuran

30 Pasir lumpuran

6 Pasir krakalan

31 Pasir lumpuran

7 Pasir krakalan

32 Pasir lumpuran

8 Pasir lumpuran

10 Krakal pasiran

35 Pasir

11 Krakal pasiran

36 Pasir

12 Pasir krakalan

37 Pasir

13 Pasir lumpuran

38 Pasir

14 Pasir lumpuran

39 Lumpur pasiran

15 Krakal pasiran

17 Pasir krakalan

42 Pasir

18 Pasir krakalan

43 Pasir

19 Pasir krakalan

44 Lumpur

20 Pasir krakalan

45 Pasir

21 Pasir krakalan

46 Pasir

22 Pasir krakalan

47 Lumpur

23 Lumpur pasiran

48 Lumpur pasiran

24 Pasir krakalan

16 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010

Natsir

Davies, J.L. 1980. Geographical variation in coastal development. Lowe & Foraminifera yang ditemukan pada

IV. KESIMPULAN

Brydone Printers limited. sedimen permukaan di Teluk Ambon

Thetford, Nortfolk. 212p. mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61

Dewis, K.T., Suhartati, M.N. dan Y. spesies foraminifera bentik dan 25

Siswantoro. 2010. Mikrofauna spesies foraminifera planktonik. Spesies

(Foraminifera) Terumbu Karang foraminifera bentik yang ditemukan

Sebagai Indikator Perairan Sekitar hampir di semua lokasi adalah

Kecil. Ilmu Amphistegina lessonii ,

Pulau-Pulau

Ammonia Kelautan, Edisi khusus, 1:162– beccarii ,

Elphidium craticulatum, 170.

Operculina ammonoides dan Dewi, T. 1984. Ecology of Recent Quinqueloculina parkery. Kelima spesies

Benthic Foraminifera from the tersebut ditemukan mendominasi hampir

North Java Central Zones. Gadjah di semua sedimen permukaan perairan

Mada University Press, Teluk Ambon. Foraminifera planktonik

Yogyakarta.

yang sering dijumpai adalah Dwiyanto, B., T.A. Soeprapto, dan M. Globorotalia tumida , Globoquadrina

Hanafi. 1988. Laporan geology pseudofoliata ,

Globigerinoides

dan fisika kelautan di perairan pseudofoliata, Globigerinoides Teluk Ambon, Maluku. Dep.

cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pertambangan dan Energi, PPGL, Foraminifera pada umumnya ditemukan

Bandung. 155hal.

melimpah pada daerah yang memiliki Haq, B.U. and Boersma. 1983. sedimen pasir, sedangkan pada sedimen

Introduction to Marine lumpur sama sekali tidak ditemukan baik

Micropaleontology. Elsevier foraminifera bentik maupun planktonik .

Biomedical. New York, Amsterdam, Oxford. Hedley, R.H

DAFTAR PUSTAKA

and C.G. Adams. Kennet, J.P. 1982. Marine geology. Albani, R. D. 1979. Recent Shallow

Prentice Hal, Inc. Englewood Water Foraminifera From New

Cliffs, 822p.

South Wales. AMS Handbook King, C.A.M. 1974. Techniques to No. 3. The Australian Marine

marine geology. Edward Arnold Assosiation, Australia.

(Publishers) Ltd. 41 London, Van Bemelen, R.W. 1949. The gology of

309p.

Indonesia, V.IA, Government Lubis, S., M. Widjajanegara, Wahyudi, I Printing Office, The Hague: 640

Wayan Lugra, dan A. Wahib p.

1988. Laporan penyelidikan Boltovskoy, E. and R. Wright. 1976.

geofisika marine di Teluk Ambon Recent Foraminifera. Dr. W.

Maluku. Dep. Pertambangan dan June, B. V. Publisher, The Haque,

Energi, PPGL, Bandung: 62hal. Netherland.

Mintoba, Y. 1970. Distribution of recent Buzas, M. A. and B. K. Gupta. 1982.

shallow water Foraminifera in Foraminifera. Notes for a Short

Matshima Bay, Miyogi Course. University of Tennessee.

Prefecture, Northeast Japan: Department of Geological

Tohuku Univ, Sci. Rep., 2nd Ser. Science, Louisiana.

(Geol), 42(1):1–87.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21

Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Ongkosongo, O.S.R., Soemoenar, dan Susmiati. 1981. Ekologi foraminifera Susmiati. 1978. Foraminifera

bentonik resen di Teluk Jakarta. resen dari daerah kehidupan hutan

Skripsi Sarjana . Fak. Teknik, Jur. bakau di Teluk Ambon. Prosiding

Geologi UGM, Yogyakarta. Seminar Ekosistem Hutan Suhartati. 1994. The Distribution of Mangrove . Jakarta, 129-138.

Benthic Foraminifera in Citarum Renema, W., 2008. Habitat Selective

and Mahakam Delta, Indonesia. Factors In fluencing

Symposium on Living Coastal Distribution of Larger Benthic

the

Chulalongkorn Foraminiferal Assemblages Over

Resources,

University Bangkok, Thailand. the Kepulauan Seribu. Marine

Suwartana, A. 1986. Analisa parameter Micropaleontology, 68:286–298.

morfometri perairan Teluk Shepard, F.E. 1960. Nomenclature Based

Ambon bagian dalam. Oseanologi on Sand-Silt-Clay Ratios. Journ.

di Indonesia, 2l:37–52. Sed. Petrology, 24:151–158.

Uchio, T. 1966. Ecology of living Stoddart, D.R. dan J.A. Streers. 1977.

benthonic fomraminifera from the The natural and origin of coral

San Diego, California area. reef islands. Dalam “Biology and

Cushman foundation for Geology of Coral Reef'” (O.

Foraminifera Research , Special Ajones dan R. Endean, eds).

Publication No.5.

Academic Press, New York, San Wenworth, C.K. 1922. A Scale of grade Francisco, London: 60–102.

class term for clastic sediments. Journ. Geology , 30:337–392.

18 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010

Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Desember 2009 (D) 09:12-11

Potensi Komunitas Plankton dalam Mendukung Kehidupan Komunitas Nekton di Perairan Rawa Gambut, Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Propinsi Sumatera Selatan

Effendi Parlindungan Sagala Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia

Intisari: Analisis plankton telah dilakukan di laboratorium terhadap contoh air yang diambil dari perairan Danau Lebak Jungkal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan jenis-jenis plankton, September, 2009. Dari pengamatan tersebut diperoleh 38 spesies plankton yang terbagi menjadi 26 jenis termasuk fitoplankton dan 12 spesies zooplankton. Secara keseluruhan termasuk ke dalam 7 kategori taksonomi (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Diatomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). Ke- limpahan komunitas plankton berkisar dari 49 individu/liter (Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Betung). Dari hasil studi yang dilakukan ternyata, keanekaragaman yang tertinggi adalah fitoplankton dari kelompok takson Chlorophyceae, yaitu terdiri dari 11 spesies dengan penyebaran 2 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 6 spesies hanya terdapat di Lebak Betung serta 3 spesies dijumpai pada Lebak Bahanan dan Lebak Betung. Keanekaraga- man tertinggi kedua adalah fitoplankton dari kelompok takson Diatomae atau Bacillariophyceae, yaitu terdiri dari sekitar

10 spesies dengan penyebaran 1 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 2 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Betung serta 7 spesies dijumpai pada Lebadan Bahanan dan Lebak Betung. Dengan demikian, ganggang hijau (Chlorophyceae) dan ganggang kersik (Diatomae) ini berperanan penting dalam menopang produktivitas primer ekosis- tem di perairan Danau Lebak Jungkal. Potensi komunitas plankton diperlihatkan taksa Chlorophyceae, Diatomae dan Flagellata. Berdasarkan data yang diperoleh, maka perairan Danau Lebak Jungkal yang diambil pada September, 2009 adalah tergolong perairan dengan kesuburan rendah. Kondisi ini ditandai tidak hanya kelimpahan plankton yang rendah tetapi juga dari beberapa parameter fisika kimia yang juga tidak menguntungkan. Kandungan C-organik yang tinggi (505,6 mg/l), kandungan fosfat yang rendah (0,38 mg/l) dan juga kandungan NH4 yang rendah (3,15 mg/l) juga rendah akan menghambat pertumbuhan phytoplankton dan pada gilirannya zooplankton.

Kata kunci: Potensi, Komposisi, kelimpahan, plankton, phytoplankton, zooplankton, takson, taksa

Abstract: Analysis plankton had be done in laboratorium for water sample from Danau Lebak Jungkal waters, subregion Pampangan, Region Ogan Komering Ilir to know the composition and abundance of plankton species, September, 2009. From the observation can find 38 species plankton consists 26 species phytoplankton and 12 species zooplankton. All of plankton consists of 7 category taxonomy (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Di- atomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). The abundance of plankton in Danau Lebak Jungkal waters was 49 inviduals/liter (Lebak Bahanan) upto 79 inviduals/liter (Lebak Betung). Base to results of studies, in fact that highest diversity was phytoplankton from Chlorophyceae, namely 11 species with 2 species only in Lebak Bahanan and 6 spesies only in Lebak Betung and 3 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And the second highest diversity was phytoplankton from Diatomae (Bacillariophyceae), namely 10 species with 1 species only in Lebak Ba- hanan and 2 spesies only in Lebak Betung and 7 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And than, the green algae (Chlorophyceae) and diatoms algae (Bacillariophyceae) are very importance to support the primary productivity in ecosystem of Danau Lebak Jungkal waters. The potency of plankton community showed by Chlorophyceae, Diatomae and Flagellata. From results of these research, can be said that Danau Lebak Jungkal waters at September 2009 was oligotrophic waters or the low fertility. This condition showed by low plankton populations and the low of organic matters (505,6 mg/l), phosphates (0,38 mg/l) and NH4 (3,15 mg/l) also so low and all of these can to limite the growth of phytoplankton and than to stop zooplankton.

Keywords: Composition, abundance, plankton, phytoplankton, zooplankton, category, taxonomy. Desember 2009 c 2010 FMIPA Universitas Sriwijaya

0912-11-53

E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11 1 PENDAHULUAN

ikan rawa lebak. Kemerosotan fungsi ekologis hutan rawa karena pada musim kemarau berpeluang ter-

P bakar, akan berdampak penurunan produksi perika-

erairan rawa gambut Lebak Jungkal merupakan

bagian dari perairan rawa lebak yang terletak nan tangkap di rawa gambut, bukan saja di lokasi pada wilayah pantai timur Pulau Sumatera di Daerah

tersebut tetapi juga memungkinkan ke lokasi lain- Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera

nya. Hal ini berdasarkan sifat ekologi rawa lebak Selatan. Danau Lebak Jungkal cukup luas, diperki-

yang merupakan bagian dari ekosistem air tawar, an- rakan ratusan hektar. Dengan luasan seperti itu,

tara lain berfungsi menyediakan nutrisi untuk organ- potensi perikanan rawa lebak di perairan ini men-

isme akuatik, terutaka kelompok nekton (ikan-ikan). jadi cukup penting. Hal ini terlihat dari banyaknya

Nutrisi yang tersedia dalam badan air tersebut sa- nelayan yang mencari ikan di areal Danau Lebak

ngat menentukan produksi primer dalam badan air, Jungkal tersebut. Danau Lebak Jungkal ini memiliki

dalam hal ini adalah komunitas plankton. Hal ini kedalaman air sekitar 2 - 3 meter di waktu kemarau

dipertegas oleh Barnes dan Mann [1] yang menyatakan dan mencapai 4 - 5 meter pada musim hujan. Pada

bahwa produksi primer pada bagian tepi ekosistem waktu kemarau panjang seperti terjadi tahun 1997,

akuatik dalam hal ini mikrohabitat rumput kumpai danau rawa gambut ini sebagian besar mengalami ke-

adalah tergolong tinggi dan sering sangat tinggi yang keringan, sehingga berpotensi terjadinya kebakaran.

biasanya berupa algae planktonik. Dengan kondisi Bila dilihat dari sisa vegetasi strata pohon yang

seperti itu, daur hidup ikan-ikan yang dimulai dengan masih ada, maka wilayah Danau Lebak Jungkal ini

larva ikan akan menggantungkan hidupnya dari pakan diperkirakan sebelumnya merupakan hutan rawa yang

alami yang ada berupa komunitas plankton yang ada. didominasi berbagai jenis vegetasi rawa seperti gelam

Sebagaimana ditegaskan oleh Effendie [2] bahwa rawa, kayu gabus, perepat darat, serdang, palas,

pergerakan migrasi atau ruaya ikan ke daerah pemija- pandan rawa dan sebagainya. Namun kondisi saat

han mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan ini, hutan rawa seperti disebutkan di atas hampir

tempat yang paling menguntungkan untuk perkem- tidak dijumpai lagi dan diganti dengan vegetasi herba

bangan telur dan larva. Demikian hal nya ikan-ikan rawa. Vegetasi herba rawa ini didominasi oleh rumput

yang beruaya dari sungai-sungai ke daerah rawa lebak kumpai (Panicum stagininum, Panicum colonum dan

atau rawa gambut adalah bertujuan untuk menda- Panicum reptans ). Vegetasi lainnya yang tidak dom-

patkan tempat spesifik yang aman dan mampu mem- inan adalah: eceng gondok (Eichhornia crassipes),

beriken nutrisi dan kebutuhan ekologis lainnya untuk purun (Lepironia mucronata), telipuk (Nymphoides

perkembangan telur dan larvanya. indica ), ketanan (Polygonum pulchrum), belidang

Kesuburan suatu perairan antara lain dapat dili- (Fimbristylis annua), petai air (Neptunia prostrata),

hat dari keberadaan organisme planktonnya, karena kangkung (Ipomoea aquatica) dan rumput ganggang

plankton dalam suatu perairan dapat menggambarkan (Hydrilla verticillata).

tingkat produktivitas perairan tersebut [3] . Dalam sis- Dari segi ekologi, hutan rawa gambut Danau Lebak

tem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem Jungkal ini telah membentuk kondisi alami sesuai de-

rawa gambut, organisme plankton sangat berperan ngan kemampuan ekologis habitat yang ada, yaitu veg-

sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar, etasi herba dari jenis kumpai sebagaimana disebutkan

yaitu menentukan keberadaan organisme pada jen- beserta seluruh perakarannya, sehingga membentuk

jang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh microhabitat. Kondisi vegetasi kumpai itu merupakan

karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sa- microhabitat penting untuk pembiakan berbagai je-

ngat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan- nis nekton (ikan-ikan) yang beradaptasi di rawa lebak.

ikan di perairan tersebut, terutam bagi ikan-ikan pe- Ikan-ikan yang beradaptasi di rawa lebak adalah ikan-

makan plankton atau ikan-ikan yang berada pada taraf ikan yang memiliki warna kulit atau sisik yang hi-

perkembangan awal.

tam atau gelap, sehingga dikenal dengan nama “black Kerusakan vegetasi yang terjadi pada daerah areal fishes ” atau ikan-ikan hitam. Hal ini disebabkan kon-

rawa gambut di sekitar Danau Lebak Jungkal diperki- disi air memang hitam karena pengaruh tanah gambut

rakan akan mengganggu kehidupan berbagai jenis serta permukaan air yang sebagian besar tertutup veg-

plankton. Mengingat pentingnya diketahui potensi etasi, sehingga sinar matahari tidak menembus hingga

dan peranan plankton sebagai jasad alami dan pro- ke dasar perairan.

dusen ekosistem akuatik, maka perlu dilakukan peneli- Dari segi perikanan perairan Danau Lebak Jungkal

tian tentang komposisi dan kelimpahan plankton di ini sangat penting, karena sistem perakaran rumput

perairan Danau Lebak Jungkal, di Kecamatan Pam- kumpai yang mengantung atau terapung serta pro-

pangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Su- duksi bahan organik yang dihasilkannya sangat men-

matera Selatan. Hal ini dilakukan, karena merupakan dukung kestabilan sifat fisik-kimia kualitas air untuk

langkah penting untuk mengetahui keanekaragaman menopang sebagian fase daur hidup berbagai jenis

dan kelimpahan komunitas plankton sebagai indikator 0912-11-54

E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11 kesuburan terhadap potensi perikananan dan sebagai

Hasil analisis plankton menunjukkan bahwa ke- dasar untuk meningkatkan keberhasilan usaha konser-

limpahan plankton berkisar dari 49 individu/liter vasi perikanan di perairan rawa gambut.

(Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Be- tung). Rendahnya kelimpahan plankton pada ke-

2 BAHAN DAN METODE dua lokasi di Danau Lebak Jungkal tersebut sangat berkaitan dengan rendahnya kandungan oksigen ter-

Pengambilan contoh plankton dilakukan pada bulan larut (3,70 mg/l) dan rendahnya kesuburan perairan September, 2009. Lokasi atau stasiun pengambi-

yang ditunjukkan oleh kandungan NH4 sebesar 3,15 lan contoh ditentukan secara purposive pada 2 sta-

mg/l dan kandungan fosfat (PO 4 ) sebesar 0,38 mg/l. siun pengamatan yaitu: 1) Lebak Bahanan dan 2)

Meskipun kelimpahan plankton tergolong rendah, na- Lebak Betung, keduanya dalam wilayah Danau Lebak

mun secara ekologis kondisi ekosistem tergolong masih Jungkal.

baik. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya Pengumpulan organisme plankton dilakukan de-

nilai indeks keanekaragaman plankton yang berkisar ngan cara menyaring air contoh sebanyak 50 liter ke

3,02 (Lebak Betung) hingga 3,06 (Lebak Bahanan). dalam net plankton nomor 25 yang ditampung dalam

Dengan demikian rata-rata indeks keanekaragaman botol flakon bervolume 25 ml., selanjutnya diawetkan

plankton di Danau Lebak Jungkal pada penelitian ini dengan larutan formalin 4%. Analisis plankton di-

> 3, 00 bermakna bahwa kondisi komunitas plankton lakukan di laboratorium Ekologi Jurusan Biologi F.

adalah sangat stabil atau sangat mantap. Menurut MIPA UNSRI dengan menggunakan buku petunjuk

Dresscher dan Mark [9] bahwa indeks keanekaragaman APHA [4] ; Mizuno [5] ; Edmondson [6] ; Needham and

> 2, 0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar. Needham [7] dan Pennak [8] . Kelimpahan plankton

Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi komunitas diukur secara lintasan berdasarkan metode Sedwick

plankton pada Danau Lebak Jungkal tergolong masih Rafter Counting Cell [4] yaitu:

alami (tidak tercemar).

C × 1000mm 3 Potensi Fitoplankton di Danau Lebak Jungkal sa- No./ml =

L×D×W×S

ngat ditentukan oleh komposisi dari masing-masing taksa Fitoplanktonnya. Taksa fitoplankton yang tera-

dengan C, L, D, W , dan S berturut-turut adalah jum- mati seperti terlihat dalam Tabel 1 meliputi taksa lah organisme yang dihitung, panjang setiap lintasan

Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Di- (50 mm), kedalaman Sedwick-Rafter (1mm), lebar lin- atomae. Cyanophyceae merupakan kelompok gang- tasan (1 mm), dan jumlah lintasan yang dihitung (4 gang biru yang sangat berperan dalam memfiksasi ni- lintas). trogen udara yang bersentuhan dalam air, sehingga Untuk mengukur indeks keanekaragaman digunakan P menambah penyediaan nitrogen dalam air dalam ben- indeks: Shannon - Wiener: H = − P i ln P i dengan tuk NH4 [10] . Taksa Cyanophyceae terdiri dari 4 spe- P i =n i /N , n i = nilai penting setiap spesies, dan N = sies (Lyngbya birgei, Lyngbya limnetica, Nodularia total nilai penting; sedangkan untuk mengukur indeks spumigena dan Oscillatoria splendida) yang penye- kemerataan digunakan rumus: barannya tidak merata untuk tiga spesies dan dengan

E= penyebaran merata untuk 1 spesies. Taksa Chloro-

phyceae terdiri dari 11 spesies, dimana hanya 3 spe- dengan E = Indeks kemerataan, H = Indeks Keane-

log S

sies yang penyebarannya merata (Chaetophora ele- karagaman, dan S = Jumlah spesies.

gans, Chlorella vulgaris dan Scenedesmus bijuga) dan Untuk data pendukung dilakukan pula penguku-

8 spesies dengan penyebaran tidak merata, yaitu 2 spe- ran kualitas air yang terdiri dari pH, oksigen terlarut

sies hanya pada Lebak Bahanan (Chladophora glomer- (DO), kedalaman, kecerahan, temperatur, kandungan

ata dan Scenedesmus ellipsoideus) dan 6 spesies hanya lumpur, zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, kan-

ada pada Lebak Betung (Ankistrodesmus spiralis, dungan fosfat (PO4) dan kandungan NH4.

Chaetophora incrassata, Chlorella ellipsoidea, Oedo- gonium varians, Quadrigula chodatii dan Quadrigula

3 HASIL DAN PEMBAHASAN recustris ).Taksa Desmidiaceae terdiri hanya 1 spesies (Pleurotaenium trabecula) dengan penyebaran tidak

Dari hasil tabulasi data pengamatan mikroskopis kom- merata, yakni hanya terdapat pada Lebak Bahanan, posisi plankton di perairan perairan rawa gambut di

Jungkal. Taksa Diatomae terdiri dari 10 spesies dan Lebak Bahanan dan Lebak Betung perairan Danau

diantaranya ada 7 spesies yang penyebarannya mer- Lebak Jungkal disajikan pada Tabel 1. Dari hasil

ata (Asterionella gracillima, Diatoma elongatum, Di- tersebut didapatkan 38 spesies plankton dari 7 kate-

atoma vulgare, Eunotia arcus, Eunotia gracilis, Euno- gori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidi-

tia lunaris dan Nitzschia linearis). aceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan

Potensi Zooplankton di Lebak Jungkal sangat di- Rotifera ).

tentukan oleh komposisi taksa zooplanktonya. Taksa 0912-11-55

E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11 Zooplankton yang teramati terdiri dari 3 taksa yaitu

ber oksigen terlarut dalam badan air Danau Lebak Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera. Dari 10 spesies

Jungkal terutama dari hasil fotosintesis fitoplankton yang terdapat pada Flagellata, ternyata hanya ada 4

yang ada dalam badan air. Tingkat kecerahan air yang spesies (Carteria crucifera, Carteria globosa, Chlamy-

diukur dengan lempeng seki (Secchi Disk) memperli- domonas cingulata dan Trachelomonas curta). yang

hatkan tingkat kecerahan yang rendah yaitu sekitar penyebarannya merata pada Danau Lebak Jungkal, se-

30 cm, menunjukkan zona fotosintesis yang tipis, se- mentara 3 spesies (Lepocinclis ovum, Trachelomonas

hingga produksi oksigen dalam badan air menjadi ren- abrupta dan Trachelomonas cervicula ) hanya terdapat

dah.

pada Lebak Bahanan dan juga 3 spesies hanya terda- pat pada Lebak Betung.

4 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis plankton yang telah di- lakukan seperti disajikan pada Tabel 1 berikut ini,

Dari hasil studi yang dilakukan di perairan Danau maka dapat dinyatakan bahwa peranan komunitas

Lebak Jungkal, September, 2009, maka dapat ditarik plankton di Lebak Jungkal didominasi oleh Fito-

kesimpulan sebagai berikut:

plankton sebagai produsen primer dari taksa Chloro- phyceae dan Diatomae. Produsen primer sebagaimana

1. Dapat ditemukan 38 spesies plankton dari 7 disebutkan di atas sangat berperan dalam menjamin

kategori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae, pakan alami bagi konsumen primer berupa larva ikan-

Desmidiaceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhi- ikan dan zooplankton lainnya yang hidup di ekosis-

zopoda dan Rotifera ).

tem perairan Danau Lebak Jungkal. Berikut ini pada 2. Berdasarkan kandungan fosfat (PO 4 ) sekitar 0,38 Tabel 1 disajikan hasil analisis plankton pada dua

mg/l dan kandungan NH4 sekitar 3,15 mg/l, lokasi di Danau Lebak Jungkal, yaitu: Lebak bahanan

maka perairan studi Danau Lebak Jungkal adalah (P1) dan Lebak Betung (P2).

tergolong perairan yang kurang sumbur yang Berdasarkan hasil rangking prosentase individual

didukung dengan kepadatan plankton rendah pada masing-masing takson, seperti disajikan pada

hingga sedang (49 - 79 individu/liter air atau Tabel 2 berikut ini, ternyata potensi plankton

49.000 - 79.000 individu/m 3 air). pada Lebak Bahanan didominasi oleh Diatomae

(34,69%), Flagellata (34,69%) dan Chlorophyceae 3. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae) (18,37%). Sementara potensi plankton pada Lebak

dan Flagellata merupakan takson yang dominan Betung didominasi oleh Chlorophyceae (39,24%), Di-

yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau atomae (27,84%) dan Flagellata (25,32%). Dengan

Lebak Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies demikian pada Danau Lebak Jungkal, potensi ko-

yang termasuk ketiga taksa tersebut merupakan munitas plankton diperlihatkan oleh taksa: Chloro-

yang paling adaptif dan dapat dikembangkan un- phyceae, Diatomae dan Flagellata. Untuk memper-

tuk pakan alami dalam budidaya ikan di wilayah tahankan dan meningkatkan kualitas plankton dalam

Danau Lebak Jungkal.

upaya meningkatkan produksi perikanan di Danau Berdasarkan hasil pembahasan dan studi yang di- Lebak Jungkal, maka perlu dilakukan studi un-

lakukan ini, maka disarankan:

tuk meningkatkan kelimpahan ketiga taksa: Chloro- phyceae, Diatomae dan Flagellata sebagai mana dise-

1. Perlu dikaji bagaimana sistem pengembangan butkan di atas.

Untuk meningkatkan budidaya dan peningkatan kelimpahan komunitas plankton ikan rawa lebak yang adaptif pada kondisi ekosis-

di Danau Lebak Jungkal untuk memacu produksi tem rawa gambut Danau Lebak Jungkal, maka upaya

optimal perikanan rawa lebak gambut. pengkayaan plankton dapat dikembangkan dari jenis-

jenis plankton seperti yang disajikan pada Tabel 1 di 2. Perlu dilakukan aplikasi pengembangan perika- atas.

nan rawa lebak dengan pengembangan kultur Bila dilihat dari Pada Tabel 3 berikut, terlihat

plankton dari jenis-jenis yang diidentifikasi dalam bahwa pH air Danau Lebak Jungkal sebesar 6,66, me-

penelitian ini.

nunjukkan kondisi pH mendekati normal (mendekati nilai 7,00). Kondisi cukup mendukung kehidupan ko- munitas plankton yang ada dalam badan air. Kan- dungan oksigen terlarut (DO, Dissolved Oxygen) sebe- sar 3,70 adalah tergolong rendah, dimana batas baku mutu lingkungan (BML) sebesar 3,00. kandungan oksigen yang rendah ini berkaitan dengan laju kon- sumsi oksigen yang rendah oleh banyaknya komunitas biota air yang mengkonsumsinya. Sementara itu, sum-

0912-11-56

E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11 Tabel 1: Komposisi dan kelimpahan plankton di perairan Danau Lebak Jungkal, Kabupaten OKI, September, 2009.

Jml Indv/ltr No Nama Kelompok dan Spesies P1

Jml Indv/ltr

No Nama Kelompok dan Spesies P1 P2 I. PHYTOPLANKTON:

P2

II. ZOOPLANKTON:

A. Cyanophyceae:

A. Flagellata:

1. Lyngbya birgei

- 1 2. Lyngbya limnetica

1 2 1. Anisonema ovale

2 6 3. Nodularia spumigena

2. Carteria crucifera

3 7 4. Oscillatoria splendida

1 3. Carteria globosa

3 1 B. Chlorophyceae:

2 4. Chlamydomonas cingulata

2 - 1. Ankistrodesmus spiralis

5. Lepocinclis ovum

3 - 2. Chaetophopra elegans

2 6. Trachelomonas abrupta

1 - 3. Chaetophora incrassata

1 2 7. Trachelomonas cervicula

3 2 4. Chlorella ellipsoidea

12 8. Trachelomonas curta

- 1 5. Chlorella vulgaris

2 9. Trachelomonas oblonga

- 2 6. Chladophora glomerata

4 2 10. Trachelomonas volvocina

B. Rhizopoda:

1 - 8. Quadrigula chodatii

7. Oedogonium varians

1 1. Astramoeba radiosa

1 C. Rotifera:

- 1 10. Scenedesmus bijuga

9. Quadrigula recustris

1 1. Philodina roseola

49 79 11. Scenedesmus ellipsoideus

1 8 2. Populasi plankton per liter:

3. Populasi phytoplankton per liter: 31 58 C. Desmidiaceae:

18 21 1. Pleurotaenium trabecula

4. Populasi zooplankton per liter:

24 28 D. Diatomae:

5. Keanekaan spesies plankton:

16 21 1. Asterionella gracillima

6. Keanekaan spesies fitoplankton:

2 2 7. Keanekaan spesies zooplankton: 8 7 2. Diatoma elongatum

3 3 8. Indeks Kemerataan (Shannon): E 2,22 2,09 3. Diatoma vulgare

3 5 9. Indeks Keanekaragaman Plankton (H): 3,06 3,02 4. Eunotia arcus

5. Eunotia gracilis

6. Eunotia lunaris

7. Navicula hasta

8. Navicula minima

9. Navicula spicula

10. Nitzschia linearis

Tabel 2: Proporsi masing-masing kategori takson di perairan Danau Lebak Jungkal, September, 2009 Proporsi (%) Individu

No

Katagori Takson

pada Dua Stasiun Pengamatan Lebak Bahanan Lebak Betung

4. Diatomae/Bacillariophyceae

0912-11-57

E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11 Tabel 3: Kisaran parameter kualitas perairan Lebak

Jungkal, September 2009. No

Parameter

Hasil Pengukuran

1. pH

2. Oksigen terlarut (DO)

3. Kedalaman (m)

2-5

4. Kecerahan (cm)

5. Temperatur ( ◦ C)

6. TSS (mg/l)

7. NH4 (mg/l)

8. PO 4 (mg/l)

9. C- Organik

10. Besi (Fe) terlarut (mg/l)

11. Sulfat (mg/l)

DAFTAR PUSTAKA [1] Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980, Fundamentals of

Aquatic Ecosystems , Blackwell Scientific Publications, Oxford London Edinburgh Boston Melbourne, 229 p.

[2] Effendi, H.M.I., 2002, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka Nusantara, 163 hal.

[3] Sachlan, M., 1980, Planktonologi, Fakultas Peternakan dan Perikanan, UNDIP Semarang, 103 hal.

[4] APHA, 1980, Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater , 15 th Ed., APHA Inc., New York,

1134 p. [5] Mizuno, T., 1979, Illustrations of The Freshwater

Plankton of Japan , Hoikusha Publishing Co., Ltd., 353 p. [6] Edmondson, W.T., 1959, Fresh-Water Biology, University

of Washington, Seattle, Printed in the University States of America, 1248 p.

[7] Needham, J.G. and D.R. Needham, 1963, A guide to study of freshwater biology, 15 th Ed., Holden Day Inc., San Fransisco, 108 p.

[8] Pennak, R.W., 1978, Freshwater invertebrates of the united states , Jhon Wiley and Sons, New York, 803 p.

[9] Dresscher, T.G.N. and H. van der Mark, 1976, A Simplified method for the assessment of quality of fresh & Slightly

Brakish Water, Hydrobiologia, Vol. 48, 3, pp. 199-201 [10] Marschner, 1986, Mineral Nutrition of Higher Plants,

Academic Press, Harcourt Brace Javanovic, Publishers, London

0912-11-58

J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

HUBUNGAN ANTARA KONDUKTIVITAS, TDS (Total Dissolved Solid) DAN TSS (Total Suspended Solid) DENGAN KADAR Fe2+ DAN Fe TOTAL PADA AIR SUMUR GALI

16 162 80

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18