JURNAL PROTOZOA AIR SEBAGAI INDIKATOR

KLIPING JURNAL PROTOZOA AIR SEBAGAI INDIKATOR LINGKUNGAN

“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Avertebrata Air”

DISUSUN OLEH :

PEFI FIRMAN NURLAILUDIN ( 230110110030 ) RIANDI SAPUTRO

( 230110110042 ) FIQI MUHAMMAD SEPTIAN

( 230210110023 )

KELAS : FPIK I A

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011

RESUME JURNAL

Protozoa termasuk golongan protista eukariotik yang berada dalam keadaan sel tunggal dan berkoloni. Protozoa hidup bebas tergantung adanya air, pada bahan organik yang membusuk, dalam tanah dan pasir, hidupnya dipengaruhi kelembaban, suhu, cahaya, nutrien dan kondisi fisik dan kimia.

Pertumbuhanannya dapat bertahan dalam air pada suhu 56 0

C, tetapi suhu optimumnya adalah antara 36 s/d 40 0

C, keasaman berkisar antara pH 6.0 dan pH

8.0. Protozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya, yaitu Rhizopoda, Flagellata (Mastigophora), Ciliata (Ciliophora), dan Apicomplexa (Sporozoa).

Dalam Kliping Jurnal Protozoa Air Sebagai Indikator Lingkungan, dibahas beberapa protozoa air sebagai indikator lingkungan antara lain :

1. Kandungan Foraminifera (Kelas Rhizopoda) di dalam sedimen permukaan perairan sekitar Pulau Batam – Kepulauan Riau sangat berlimpah dan beraneka ragam. Kumpulan Foraminifera yang ditemukan menunjukkan kondisi lingkungan laut dangkal dengan energi arus relatif tinggi, dengan material sedimen yang kasar sampai lumpuran.

2. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae) dan Flagellata merupakan takson yang dominan yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau Lebak Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies yang termasuk ketiga taksa tersebut merupakan yang paling adaptif dan dapat dikembangkan untuk pakan alami dalam budidaya ikan di wilayah Danau Lebak Jungkal.

3. Protozoa dan alga yang mendominasi pada air genangan tanah sawah pada penelitian ini adalah dari genus Euglena, Pleodorina, Volvox, dan Diatom. Pemberian bokashi terus menerus selama 4 tahun meningkatkan secara siginifikan jumlah populasi protozoa dan algae secara keseluruhan, tetapi hanya alga genus Volvox yang jumlahnya secara signifikan dipengaruhi oleh pemberian bokashi terus menerus.

4. Protozoa aerob yang berfungsi mendegradasi limbah mentah yang ada dalam tangki dan menghasilkan produk samping berupa amoniak, methan, hidrogen sulfida. Protozoa yang digunakan adalah kelas Ciliata yaitu Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp.

Dari pembahasan sekilas di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat protozoa yang dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan antara lain Foraminifera (kelas Rhizopoda), Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp (kelas Ciliata).

Dengan demikian protozoa dapat bermanfaat bagi manusia salah satunya adalah untuk menentukan indikator suatu lingkungan yang mana apakah lingkungan tersebut baik atau buruk bagi kelangsungan hidup manusia.

DISTRIBUSI FORAMINIFERA BENTIK SEBAGAI INDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN DI PERAIRAN SEKITAR PULAU BATAM – RIAU KEPULAUAN

Oleh :

Luli Gustiantini dan Ediar Usman

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No. 236 Bandung-40174

SARI

Hasil analisis foraminifera bentik dari 42 percontoh sedimen dasar laut yang diambil dari Perairan Batam menunjukkan kelimpahan yang sangat tinggi, terdiri dari 123 spesies, yang terbagi menjadi 72 spesies dari Grup Rotaliina, 28 spesies Miliolina, dan 23 spesies Textulariina. Berdasarkan analisis cluster, lokasi penelitian terbagi menjadi 5 cluster, yang masing-masing didominasi oleh Asterorotalia trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata, Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, dan Operculina ammonoides. Kelima spesies tersebut merupakan penciri lingkungan laut dangkal, sedimen kasar, dan berasosiasi dengan lingkungan berenergi tinggi dan terumbu karang.

Penyebaran foraminifera bentik di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pola arus, distribusi sedimen, dan terumbu karang. Ada perbedaan distribusi foraminifera bentik yang cukup signifikan antara wilayah sebelah barat dengan di sebelah utara dan timur penelitian. Ketiga area tersebut memiliki pola arus, tingkat energi dan distribusi sedimen yang cukup berbeda. Wilayah Perairan Batam dinilai masih memiliki kondisi lingkungan yang bagus, dilihat dari kelimpahan foraminifera bentik, serta dari nilai tingginya index diversitas yaitu >3.

Kata kunci : foraminifera bentik; analisis cluster; indikator lingkungan; Perairan Batam - Riau

ABSTRACT

Analysis of benthic foraminifera from 42 seafloor sediment samples from Batam Waters, shows very high abundance, consists of 123 species, which are 72 species belong to Rotaliina, 28 species of Miliolina, and 23 species of Textulariina. Based on cluster analysis, the study area is divided into 5 groups, each cluster is dominated by Asterorotalia trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata, Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, and Operculina ammonoides. These five species of benthic foraminifera are indicators for shallow marine water environment, with coarse sediment fraction and associated with high energy environment and coral reef.

The benthic foraminiferal distribution is influenced by current pattern, sediment distribution, and coral reef. There is a significant difference between benthic foraminiferal distribution in the western part with the northern and the eastern parts. These three parts of the study area have different current pattern, energy, and sediment distribution. Batam Waters is assumed still in good environment, derived from both high abundance of benthic foraminifera and the high value of diversity index (>3).

Key words : benthic foraminifera; cluster analysis; environmental indicator; Batam Waters

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 6, No. 1, April 2008

PENDAHULUAN

lebih didominasi oleh sedimen fraksi yang lebih Perairan di sebelah utara P. Batam halus dan tebal (Usman, drr ., 2005). merupakan bagian dari jalur lalu lintas

internasional, dan merupakan batas antara METODE PENELITIAN

Indonesia – Malaysia, dan Indonesia – Pelaksanaan survei lapangan dilakukan oleh Singapura. Perairan ini mempunyai karakteristik

Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan arus yang relatif kuat, bergerak pada umumnya

Geologi Kelautan (PPPGL) pada 1 Juni s/d 5 Juli dari baratlaut ke tenggara sejajar dengan arah 2005, menggunakan kapal Geomarin I. Dalam

perairan Selat Malaka. Kedalaman rata-rata kegiatan tersebut telah dikoleksi sebanyak 80 daerah penelitian 10-20 m, sedangkan per contoh sedimen dasar laut dengan alat grab kedalaman maksimal 65m terdapat di bagian sampler, lalu dipilih sebanyak 42 sampel yang tengah penelitian (Usman, drr ., 2005).

dianggap mewakili daerah penelitian. Seiring dengan perkembangan Selanjutnya 300 individu diambil dari percontoh pembangunan, Perairan Batam sebagai kawasan

hasil cucian masing-masing dari contoh fraksi pesisir akan menjadi tujuan pengembangan ukuran terbesar, bila masih kurang diambil dari sarana teknologi pelayaran, pelabuhan, industri,

fraksi yang lebih kecil. Cangkang foraminifera pemukiman, dan perikanan. Akibatnya akan tersebut akan dideterminasi mengacu pada timbul permasalahan baru antara lain persoalan

Barker (1960), Albani & Yassini (1993), pencemaran lingkungan, abrasi pantai, banjir, Loeblich&Tappan (1994), dan Yassini & Jones erosi permukaan tanah, amblasan, kelangkaan (1995).

air bersih, dll. (Usman, drr ., 2005). Sehingga Tahap selanjutnya adalah analisis kuantitatif perlu adanya monitoring terhadap berbagai dilakukan untuk mengetahui kelimpahan dan

perubahan lingkungan yang terjadi. Oleh karena keanekaragamannya, serta pengelompokkan itu selain bertujuan untuk mengetahui berdasarkan metode cluster. Untuk

kandungan dan penyebaran foraminifera bentik pengelompokkan ini, dipilih 19 spesies yang di lokasi penelitian dan faktor-faktor lingkungan

paling melimpah di lokasi penelitian, dan yang mempengaruhinya, penelitian ini juga kemudian diproses dalam program komputer dimaksudkan sebagai monitoring terhadap “STATISTICA : cluster analysis”, yang telah

kondisi lingkungan perairan sekitar Pulau banyak dilakukan antara lain oleh Jorissen Batam.

(1986), dan Yassini & Jones (1991). Foraminifera merupakan salah satu partikel

Pengelompokkan dilakukan berdasarkan dalam sedimen dasar laut yang keberadaannya kemiripan pola sebaran masing-masing spesies.

dapat menunjukkan lingkungan tempat dia Untuk menghitung tingkat hidup. Cara hidupnya adalah menempelkan diri

keanekaragaman, digunakan rumus Shannon- pada sedimen, batuan, tumbuh-tumbuhan laut Weaver yang dikembangkan dalam program dan karang yang berada di dasar perairan. komputer oleh Bakus (1990), yaitu:

Akibatnya foraminifera bentik sangat sensitif terhadap berbagai perubahan lingkungan seperti

H’ = - Σp i log p i

temperatur, salinitas, cahaya, kedalaman, kandungan oksigen, dll. (Boltovskoy dan Wright,

Keterangan :

1976), sehingga merupakan indikator p i = n i /N lingkungan yang sangat potensial.

Σ= jumlah

Daerah penelitian adalah perairan Pulau ni = jumlah individu dari setiap spesies pada Batam dan sekitarnya, yang terletak pada

koordinat 103 0 30’ BT – 105 0 BT, 1 0 1 2 00’ LU- n N = jumlah total individu

tiap contoh (I ,I , . .., i )

2 0 00’LU (Gambar 1), termasuk ke dalam lembar

peta no. 1017. Sedimen dasar laut Perairan HASIL PENELITIAN DAN Batam didominasi oleh pasir kuarsa dan PEMBAHASAN

campuran kerikil, serta cangkang dan Foraminifera bentik ditemukan cukup batulempung kaolin, terutama di bagian timur melimpah, terdiri dari 123 spesies, terbagi daerah pemetaan. Sementara di bagian barat menjadi 72 dari grup Rotaliina, 28 spesies dari

44 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

Volume 6, No. 1, April 2008

JU RNAL GEOLOGI KELAUTAN

Gambar 1. Lokasi penelitian dan batimetrinya (Modifikasi dari Usman, drr., 2005)

Gambar 2. Foraminifera bentik yang dominan di lokasi penelitian (cluster 1: 1. Asterorotalia trispinosa, 2. Textularia agglutinans, 3. Textularia cf. T. semialata, 4. Textularia conica; Cluster 2 : 5 - 7. Pseudorotalia annectens, 8, 9. Eponides cibrorepondus, 10, 11. Pseudorotalia conoides, 12, 13. Pseudorotalia sp. 2; Cluster 3: 14. Amphistegina radiata,

15. Elphidium cf. E. discoidalis multiloculum; Cluster 4 : 16. Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, 17. Heterolepa subhaidingeri; 18, 19. Asterorotalia inflata, 20. Spiroloculina subimpresa; Cluster 5 : 21. Operculina ammonoides, 22. Agglutinella agglutinans, 23. Siphotextularia sp.3, 24. Siphotextularia sp. 2, 25. Ammobaculites agglutinans

grup Miliolina, dan 23 spesies dari grup penyusun lumpuran dan pasir (Boltovskoy & Textulariina. Komposisi ini sangat ideal bagi Wright, 1976; Yassini & Jones, 1995, dan lingkungan laut dangkal/zona paparan Rositasari & Rahayuningsih, 2000). Sedangkan (Boltovskoy & Wright, 1976), di mana jenis keberadaan spesies Textularia conica Rotaliina lebih dominan dibandingkan dengan menunjukkan energi tingkat menengah (Biswas, jenis lainnya.

1976). Penyebarannya terutama pada area di Berdasarkan analisis cluster, yang dilakukan

sebelah baratlaut (lokasi 49), serta di sebelah terhadap 19 jenis foraminifera paling dominan timurlaut penelitian sekitar lokasi 21 dan 81 (Gambar 2), lokasi penelitian terbagi menjadi 5

(Gambar 3).

cluster, di mana tiap cluster dicirikan oleh Cluster 2 dicirikan oleh Pseudorotalia beberapa spesies yang pola penyebarannya annectens, Eponides cibrorepondus, Pseudorotalia hampir sama.

conoides, dan Pseudorotalia sp.2, yang Cluster 1 dicirikan oleh spesies menunjukkan lingkungan perairan dangkal, Asterorotalia trispinosa yang paling dominan, terbuka, dengan tingkat energi menengah, serta Textularia agglutinans, Textularia cf. T.semialata,

sedimen pasir lebih halus (Biswas, 1976). dan Textularia conica, yang menunjukkan Penyebarannya terutama di sebelah utara P. karakteristik lingkungan perairan terbuka Bintan (Gambar 4). dengan arus menengah - kuat, serta sedimen

46 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

Volume 6, No. 1, April 2008

Gambar 3. Distribusi Cluster 1

Gambar 4. Distribusi Cluster 2

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 6, No. 1, April 2008

Tabel 1. Nilai indeks diversitas foraminifera bentik

No contoh

nilai indeks sedimen

Jumlah

nilai indeks

No contoh

Cluster 3 dicirikan oleh Amphistegina kondisi lingkungan laut terbuka, dangkal, radiata dan Elphidium cf. E. discoidalis dengan komposisi sedimen pasir halus sampai multiloculum, menunjukkan kondisi lingkungan lempung, dan fragmen cangkang (Biswas, 1976). perairan dangkal dengan energi arus yang relatif

Foraminifera yang ditemukan pada cluster 5 tinggi. Seperti diketahui, pada Perairan Batam, dicirikan oleh Operculina ammonoides, terutama di sekitar Pulau Batam dan Bintan, Agglutinella agglutinans, Siphotextularia sp. 3, terdapat populasi terumbu karang, yang Siphotextularia sp. 2, dan Ammobaculites biasanya berasosiasi dengan kondisi turbulen agglutinans. Penyebarannya adalah di sebelah dan temperatur hangat (Boltovskoy & Wright, timur daerah penelitian, terutama di wilayah 1976). Jenis-jenis foraminifera yang biasanya paling timurlaut, yaitu di sekitar lokasi 28, 30, berasosiasi dengan terumbu karang antara lain

31, 38, dan 39 (Gambar 7). Dominasi dari Amphistegina, Calcarina, serta Elphidium.

Operculina ammonoides menunjukkan kondisi Keterkaitan dengan terumbu karang inilah yang

lingkungan laut dangkal terbuka, turbidit, mempengaruhi penyebaran cluster 3, sehingga terumbu karang, dan sedimen pasir yang lebih cenderung memiliki konsentrasi yang tinggi di halus, sampai lumpur dengan fragmen cangkang sekitar Pulau Bintan, yaitu lokasi 4, 5, dan 7 dan kaya akan zat organik (Biswas, 1976; (Gambar 5).

Murray, 1991; dan Yassini & Jones, 1991). Cluster 4 dicirikan oleh Quinqueloculina cf.

Berdasarkan distribusi kelima cluster Q. philippinensis, Heterolepa subhaidingeri, tersebut, hanya cluster 1 yang penyebarannya Asterorotalia inflata, dan

mendominasi daerah bagian barat. Wilayah subimpresa. Penyebarannya terutama di bagian bagian barat ini memiliki karakteristik sedimen timurlaut penelitian, yaitu di sekitar lokasi no fraksi kasar, kecuali pada beberapa lokasi

Spiroloculina

24, 28, 32, dan 33 (Gambar 6). Spesies memiliki kandungan sedimen lumpur. Daerah ini Quinqueloculina cf. Q. philippinensis yang

didominasi oleh Asterorotalia trispinosa, yaitu sangat dominan menunjukkan (indikator) jenis foraminifera bentik yang mampu bertahan

48 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

Volume 6, No. 1, April 2008

Gambar 5. Distribusi Cluster 3

Gambar 6. Distribusi Cluster 4

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 6, No. 1, April 2008

Gambar 7. Distribusi Cluster 5

Gambar 8. Kumpulan cangkang pecah dari lokasi 49 di sebelah barat penelitian (1. Asterorotalia trispinosa (lebih dominan); 2. Operculina; 3. Pseudorotalia)

50 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

Volume 6, No. 1, April 2008 Volume 6, No. 1, April 2008

perairan sekitar P Batam – Kepulauan Riau mencapai 211 individu, atau 72,01 % dari sangat berlimpah dan beraneka ragam. seluruh individu yang ada. Lokasi ini merupakan

Kumpulan foraminifera yang ditemukan lokasi paling ujung baratlaut, di mana seperti menunjukkan kondisi lingkungan laut dangkal telah diungkapkan sebelumnya bahwa arus dengan energi arus relatif tinggi, dengan berarah baratlaut-tenggara, sehingga material sedimen yang kasar sampai lumpuran. diasumsikan daerah ini memiliki arus yang

Ada perbedaan nyata antara penyebaran sangat kuat. Asterorotalia trispinosa yang

foraminifera di sebelah barat dengan di sebelah ditemukan menunjukkan variasi dari bentuk dan

utara dan timur penelitian, menunjukkan adanya jumlah duri , gejala tersebut disebut ekofenotip,

pengaruh dari faktor arus, jenis sedimen, dan yaitu variasi morfologi cangkang sebagai salah terumbu karang yang terkonsentrasi di sekitar P. satu cara beradaptasi terhadap lingkungan. Batam dan P. Bintan. Gejala ini berasosiasi dengan lingkungan daerah

Karena memiliki kelimpahan foraminifera pesisir, dan lingkungan dengan variabel tinggi bentik tinggi (nilai indeks diversitas > 3), (Walton & Sloan, dalam Rositasari, 1997).

Perairan di sekitar P. Batam dan P. Bintan ini Tingginya energi arus di bagian barat ini dianggap masih bagus dan cocok untuk (lokasi 49) juga terlihat dari ditemukannya pertumbuhan mikrofauna. cangkang-cangkang foraminifera dalam kondisi pecah (tidak utuh), terutama jenis Asterorotalia,

UCAPAN TERIMA KASIH

Pseudorotalia, dan Operculina (Gambar 8). Penulis berterima kasih kepada rekan-rekan Kondisi ini menunjukkan adanya transportasi PPPGL yang merupakan anggota tim penelitian

cangkang akibat pergerakan arus. di Perairan Batam – Riau Kepulauan (LP 1017),

Sementara 4 cluster lainnya lebih K. T. Dewi, A. Fauzi, dan Y. Permanawati atas terkonsentrasi di bagian utara sampai timur laut

dukungan, bantuan, dan diskusi selama proses lokasi penelitian. Daerah ini dicirikan dengan penyusunan makalah ini.

kandungan sedimen yang relatif lebih halus dengan energi arus yang relatif lebih rendah.

ACUAN

Pada daerah bagian utara dan sebelah timur Albani, A.D., & Yassini, I. 1993. Taxonomy and penelitian ini, keberadaan terumbu karang juga

distribution of the Family Elphididae sangat berperan terhadap distribusi

(foraminiferida) from shallow Australian foraminifera, terutama karena habitatnya selalu

Waters, Centre for Marine Science, berasosiasi dengan kondisi yang cukup

University of New South Wales, Australia. mendapat sinar matahari, yang berarti

51h.

kandungan oksigen yang mencukupi, serta pasokan nutrisi yang tinggi, maka kondisi ini Bakus, G.J. 1990. Quantitative ecology and sangat menguntungkan bagi populasi

marine biology, A.A. Balkema, Rotterdam. foraminifera, sehingga daerah ini cenderung

157h.

lebih berlimpah dan beraneka ragam dibanding Barker, W. R., 1960. Taxonomic notes, soxy of dengan bagian barat.

economic paleontologists and mineralogist, Nilai indeks diversitas lokasi penelitian

Shelf Development Company, Houston, relatif tinggi (> 3), dengan nilai rata-rata 3,72

Texas, 238h.

(Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa Biswas, B., 1976. Bathymetry of Holocene wilayah Perairan Pulau Batam dan sekitarnya foraminifera and Quaternary sea – level masih memiliki kondisi lingkungan yang masih changes on the Sunda Shelf. Dalam : bagus dan cocok bagi perkembangan fauna Journal of Foraminiferal Research, v. 6 (2) : (Darsono, 1996).

KESIMPULAN

Boltovskoy, E., & Wright, R., 1976. Recent Dari hasil penelitian dan pembahasan di

foraminifera, Dr. W. Junk Publishers, The atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan

Netherlands, 414h.

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN Volume 6, No. 1, April 2008

Darsono, P. 1996. Analisis ”Infaunal benthos” Rositasari, R., dan Rahayuningsih, S. K., 2000. untuk pemantauan pencemaran, studi

Foraminifera bentik. Dalam Foraminifera kasus di Fiji. Oseana. Vol. 21(2) : 45-63.

sebagai bioindikator pencemaran, hasil Loeblich, JR., A.R., & Tappan, H. 1994.

studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Foraminifera of the Sahul Shelf and Timor

Pusat Penelitian dan Sea , Cushman Foundation Special

Tangerang,

Pengembangan Oseanografi, Lembaga Publication no.31. Dalam: Stephen J.

Ilmu Pengetahuan Indonesia : 3 – 26. Culvier (Edt). Cushman Foundation for Usman, E., Setyanto, A., Gustiantini, L.,

Foraminiferal Research, Cambridge, Permanawati, Y., Aryawan, I. K. G., U.S.A. 661h.

Laputua, G., Novi., Subarsah, Sahudin, dan Murray, J.W. 1991. Ecology and distribution of

Hartono, 2005. Pemetaan geologi dan benthic foraminifera. Dalam : Biology of

potensi energi dan sumber daya mineral foraminifera, J.J. Lee & O.R. Anderson

bersistem (LP 1017) Batam – Riau (Editor), Academic Press, United

Kepulauan. Departemen Energi dan Kingdom : 221 - 253.

Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan,

Rositasari, R. 1997. Variasi morfologi pada Bandung, Laporan Intern, Tidak marga Ammonia. Dalam : Oseana. Majalah

diterbitkan. 120h.

Ilmiah Semi Populer. Badan Penelitian dan Pengembangan Oseanografi, Pusat Yassini, I. dan Jones, B.G. 1995. Foraminiferida Penelitian dan Pengembangan Oseanologi

and Ostracoda from estuarine and shelf Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

environments on The South Eastern Coast Jakarta, Volume XXII, no.3 : 1 - 15.

of Australia, University press., Wollonggong, 270h.

52 JURNAL GEOLOGI KELAUTAN

Volume 6, No. 1, April 2008

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 74-82, Desember 2010

DISTRIBUSI FORAMINIFERA BENTIK RESEN DI LAUT ARAFURA THE DISTRIBUTION OF RECENT BENTHIC FORAMINIFERA IN THE ARAFURA SEA

Suhartati M. Natsir dan Rubiman

Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI

Email: suhartatinatsir@yahoo.com

ABSTRACT

Arafura Sea consists of shallow waters and located in the Southern of Papua to the north coast of Australia. The waters is vegetated by shallow-water ecosytems such as mangrove, seagrass bed, and coral reefs. The Arafura continental shelf is predominated by sediment from late Paleozoic, Mesozoic to Cenozoic and underlain by granitic basement. Foraminifera is a single cell microorgainsm, has pseudopodia with high level of diversity. Foraminifera dwells in every level of sea depth, from estuary to the deep sea. However, a certain species commonly dwells in the specific profundity. The aim of the study was to recognize the distribution of benthic foraminifera in the waters of Arafura Sea and it relation with the environmental characteristics. As many as 11 sediment samples was collected in May 2010 from the water of Arafura Sea using a box core with

capcity of 0,3 m 3 . Laboratory analyses on the colleted samples were performed to determine the type of sediments and identify the benthic foraminifera, and to determine the abundance of each samples.

The number of species found from the collected sediments were 37 species consisting of 29 genera of which most of them were member of Suborder Rotaliina and many of them belong to Suborder Miliolina and Textulariina. The most common species of the sampling sites were Ammonia beccarii and Pseudorotalia schroeteriana. The Arafura Sea commonly recognized as shallow waters, open seas, with current speed of midium to high. The predominant sediment type of the waters is sandy mud and little of clay.

Keywords: distribution, benthic foraminifera, sediment and Arafura

ABSTRAK

Laut Arafura merupakan perairan dangkal yang terletak di wilayah Papua bagian Selatan sampai bagian utara pantai Australia. Ekosistem yang terdapat pada perairan tersebut merupakan ekosistem penciri perairan dangkal seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Sedimen yang mendominasi landas kontinen perairan Arafura berasal dari masa Paleozoikum akhir, Mesozoikum sampai Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan granit pada bagian bawah. Foraminifera merupakan mikroorganisme bersel tunggal dan berkaki semu yang mempunyai keragaman sangat tinggi. Habitat foraminifera terdiri dari semua kedalaman laut dari tepi pantai sampai pada laut dalam. Secara umum, suatu spesies bentik hidup pada kedalaman tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi foraminifera bentik yang terdapat pada sedimen di perairan Laut Arafura dan kaitannya dengan karakteristik perairan tersebut. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei 2010 di Peraiaran Laut Arafura. Sebanyak 11 sampel sedimen diambil dari dasar perairan menggunakan box core. Kemudian sampel yang diperoleh dianalisis jenis sedimennya dan kandungan foraminifera bentik didalamnya. Jumlah spesies yang ditemukan mencapai 37 spesies yang termasuk dalam 29 genus yang sebagian besar merupakan anggota dari subordo Rotaliina dan beberapa spesies merupakan anggota Miliolina dan Textulariina. Spesies yang ditemukan merata hampir di semua stasiun adalah Ammonia beccarii dan Pseudorotalia schroeteriana. Karakeristik sebagian besar perairan Laut Arafura merupakan perairan dangkal, terbuka dengan tingkat energi arus menengah sampai kuat. Jenis sedimen yang mendominasi perairan Laut Arafura adalah Lumpur pasiran dengan sedikit lempung.

Kata Kunci: distribusi, foraminifera bentik, Sedimen, Arafura

©Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan

74 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB

Natsir dan Rubiman

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010

I. PENDAHULUAN

Laut Arafura merupakan perairan yang meliputi landas kontinen Arafura – Sahul dan terletak di wilayah Papua bagian Selatan sampai perbatasan Benua Australia. Batas bagian Utara perairan tersebut merupakan Laut Seram dan Pulau Irian Jaya (Papua), sedangkan Pantai Utara Australia dari Semenanjung York sampai Semenanjung Don merupakan batas di bagian Selatan. Di bagian Barat, perairan tersebut dibatasi oleh Laut Banda dan Laut Timor yang melewati Kepulauan Aru dan Tanimbar. Sedangkan di bagian Timur terdapat Pulau Dolak dan Semenajung Don yang membatasi perairan tersebut. Brdasarkan tingkat kedalamannya, Laut Arafura termasuk perairan dangkal dengan kisaran kedalaman antara 30-90 m. Ekosistem yang terdapat pada perairan tersebut merupakan ekosistem penciri perairan dangkal seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang (Wagey dan Arifin, 2008). Menurut Katili (1986), sedimen yang mendominasi landas kontinen perairan Arafura berasal dari masa Paleozoikum akhir, Mesozoikum sampai Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan granit pada bagian bawah.

Foraminifera merupakan mikroor- ganisme bersel tunggal dan berkaki semu yang mempunyai keragaman sangat tinggi dan menempati hampir 2,5% dari seluruh hewan yang dikenal sejak zaman kambrium hingga resen. Sebanyak 38.000 spesies berupa fosil dan 10.000 – 12.000 spesies foraminifera resen ditemukan di seluruh lauatan (Boltovskoy and Wright, 1976). Menurut Murray (1973), distribusi dan kelimpahan spesies mendapat perhatian yang cukup besar, baik spesies yang masih hidup maupun yang sudah mati. Foraminifera merupakan kelompok hewan yang sebagian besar hidup di laut.

Program pemantauan lingkungan perairan dapat dilakukan berdasarkan distribusi foraminifera karena beberapa keunggulannya antara lain ukurannya yang relatif kecil, hidup pada lingkungan tertentu, jumlahnya melimpah, mudah dikoleksi, ekonomis dan secara signifikan dapat diolah secara statistik. Habitat foraminifera terdiri dari semua kedalaman laut dari tepi pantai sampai pada laut dalam. Secara umum, suatu spesies bentik hidup pada kedalaman tertentu. Kedalaman merupakan faktor ekologi yang mempengaruhi distribusi- nya (Boltovskoy and Wright, 1976). Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi foraminifera bentik yang terdapat pada sedimen di perairan Laut Arafura dan kaitannya dengan karakteristik perairan tersebut.

II. METODE PENELITIAN

Secara umum, metode yang digunakan dalam penelitian dilapangan adalah metode survey, sedangkan observasi dan analisis dilakukan di dalam laboratorium.

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei 2010 di Laut Arafura dari bagian tenggara Kepulauan Tanimbar ke arah bagian selatan dan timur Kepulauan Aru sampai sekitar Pulau Dolak dan Pulau Irian Jaya (Papua) (Gambar 1). Sedimen dasar laut diambil dengan menggunakan box core yang

berkapasitas 0,3 m 3 untuk memperoleh sampel foraminifera bentik dari 11 lokasi yang telah ditentukan. Sampel yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label untuk dianalisa lebih lanjut di laboratorium. Proses preparasi, observasi dan analisis terhadap sampel dilakukan di laboratorium Geologi Laut, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.

Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di perairan Laut Arafura

Sampel yang diperoleh merupakan pencucian dan pengeringan, saringan material dari dasar laut secara

harus direndam dalam larutan methiline keseluruhan yang meliputi material blue untuk mencegah kontaminasi oleh sedimen, serasah dan

sampel berikutnya dan dicuci. Tahap termasuk foraminifera bentik. Tahap

organisme

selanjutnya adalah picking yang preparasi diperlukan untuk memisahkan

dilakukan dengan menyebarkan sampel foraminifera bentik yang terdapat pada

yang telah dicuci pada extraction tray sampel tersebut dari bahan-bahan dan

dibawah mikroskop secara merata. organisme

lain sehingga dapat Foraminifera yang terdapat dalam sampel diidentifikasi dengan mudah. Preparasi

tersebut diambil dan disimpan pada sampel dilakukan dengan beberapa tahap,

foraminiferal slide .

antara lain pencucian sampel, picking, Kemudian dilakukan proses deskripsi dan identifikasi serta sticking

deskripsi dan identifikasi terhadap dan dokumentasi.

spesimen yang didapatkan. Spesimen Pencucian sampel dilakukan yang telah dipisahkan diklasifikasikan dengan menggunakan air mengalir diatas

berdasarkan morfologinya seperti bentuk saringan dengan diameter berturut-turut

cangkang, bentuk kamar, formasi kamar,

1.0, 0.5, 0.250, 0.125, 0.063 mm. Setelah jumlah kamar, ornamentasi cangkang, pencucian, sampel tersebut dikeringkan

kemiringan apertura, posisi apertura dan menggunakan oven pada suhu 30°C kamar tambahan. Sedangkan proses sampai kering (selama ± 30 menit). identifikasi dilakukan berdasarkan Sampel yang telah kering dimasukkan ke

berbagai referensi tentang foraminifera dalam kantong plastik yang telah diberi

bentik. Tahap selanjutnya merupakan label untuk analisis lebih lanjut. Setelah

kajian sistemik dan analisis kuantitatif

76 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22

Natsir dan Rubiman

untuk mendapatkan data kelimpahan. Stasiun 13 yang terletak di bagian Proses sticking dan dokumentasi Selatan Kepulauan Tanimbar tercatat dilakukan dengan meletakkan spesimen

mempunyai kedalaman yang mencapai yang terpilih pada foraminiferal slide

341 m. Lokasi tersebut diduga dengan posisi tampak apertura, tampak

merupakan titik pertemuan antara Busur dorsal, tampak ventral dan tampak Banda dan lempeng Benua Australia samping yang kemudian didokumen-

seperti yang dinyatakan oleh Katili tasikan dibawah mikroskop.

(1986) bahwa terdapat lengkungan Pengelompokan kelimpahan fora-

kebawah pada sedimen di perairan minifera bentik yang ditemukan Arafura yang berbatasan dengan Busur berdasarkan jumlah spesimen yang Banda. Pola tektonik dari deformasi ditemukan. kelimpahan foraminifera

tersebut terjadi karena dorongan Busur bentik dikelompokkan kedalam 3 Banda ke arah Benua Australia dan kategori yaitu tinggi (melimpah), sedang

semakin meningkat ke arah Utara. dan rendah (jarang). Spesies yang Sedangkan kedalaman di stasiun lainnya tergolong dalam kelimpahan tinggi tercatat tidak lebih dari 60 m dan perairan merupakan spesies yang ditemukan paling dangkal ditemukan di dekat Pulau sebanyak lebih dari 50 spesimen, Dolak (stasiun 14). sedangkan kelimpahan sedang dan

Secara keseluruhan, hasil analisis rendah masing-masing diwakili oleh terhadap sampel sedimen yang diperoleh jumlah spsies yang ditemukan sebanyak

dari 10 lokasi di perairan Laut Arafura

11 – 50 spesimen dan kurang dari 11 diperoleh foraminifera bentik resen spesimen.

sebanyak 1593 individu. Jumlah tersebut Penentuan jenis sedimen dari terdiri dari 37 spesies yang termasuk sampel yang diambil dilakukan dengan

dalam 29 genus (Tabel 1). Sebagian besar analisis granulometri menggunakan spesies yang ditemukan merupakan ayakan berukuran 0,063 – 4 mm. anggota dari subordo Rotaliina, namun Pengelompokan butir sedimen dilakukan

juga ditemukan beberapa spesies yang berdasarkan skala Wenworth (1922) dan

merupakan anggota Milioliina dan

penamaannya berdasarkan klasifikasi Textulariina. Kelimpahan dan jenis Shepard (1960).

foraminifera bentik yang ditemukan pada masing-masing stasiun berbeda-beda

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

seiring dengan komposisi atau jenis sedimennya.

Laut Arafura terletak di wilayah Setiap stasiun mempunyai kompo- Papua bagian Selatan sampai perbatasan

sisi kelimpahan foraminifera bentik yang Benua Australia. Menurut Wagey dan berbeda. Jumlah foraminifera terbanyak Arifin (2008), perairan Laut Arafura diperoleh dari stasiun 22 dengan merupakan perairan dangkal dengan kedalaman 38 m yang terletak di sebelah kisaran kedalaman antara 30-90 m tenggara Kepulauan Aru. Sedimen yang dengan Ekosistem yang terdapat pada mendominasi stasiun tersebut adalah perairan tersebut merupakan ekosistem jenis lumpur pasiran dan sedikit lempung penciri perairan dangkal seperti hutan (Tabel 2). Spesies yang ditemukan mangrove, padang lamun dan terumbu

melimpah pada stasiun tersebut adalah karang. Namun, pada penelitian ini Ammonia beccarii dan Pseudorotalia ditemukan bahwa terdapat perairan yang

schroeteriana yang masing-masing mempunyai kedalaman lebih dari 300 m.

mencapai 111 dan 64 individu (Tabel 1).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010

Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Tabel 1. Jumlah foraminifera bentik yang ditemukan pada sampel yang berasal dari perairan Laut Arafura

Sampel

Foraminifera Benthic

Ammonia beccarii (Linnaeus)

104 21 46 121 69 14 116 131 111 14 Amphistegina lessonii

- - - 1 Anomalina rostrata (Bradyi)

- - - - Asterorotalia trispinosa

- - 1 - Astocolus reniformis (d'Orbigny)

- - - - Bolivina earlandi (Parr)

- - - - Bolivina spathulata (Williamson)

- - - 4 Bolivina subspinecens (Cushman)

- - - - Cancris oblongus (Cushman)

- - 18 - Cibicides berthelotianus (d'Orbigny)

2 - - - - Cibicides molis

- - 14 - Discorbinella biconcavus (Parker & Jones)

- - - 2 Elphidium craticulatum

6 9 41 - Elphidium crispum

8 4 - - 29 - Eponides berthelotianus (d'Orbigny)

- - - - Fissurina exsculpra (Brady)

- - - - Guttulina dawsoni (Chusman and Ozawa)

2 - - - - Gyroidina neosoldanii

2 2 - - 2 Hoglundina elegans (d'Orbigny)

2 4 - - - Lagena gracillisima (Sguenza)

- - - - Nonion sp.

24 2 - - 2 Oolina apiculata (Reuss)

- - - - Operculina ammonoides

12 12 - 1 Planispinoides bucculantus (Brady)

- 6 - - Planorbulina sp. (d'Orbigny)

- - - 3 Pseudopolymorphina ligua (Rosmer)

2 - - - - Pseudorotalia schroeteriana

21 6 64 2 Quinqueloculina cultrate

- - - - Quinqueloculina granulocostata

- - 3 - Quinqueloculina parkery

- - 8 1 Quinqueloculina seminulum

- - 8 2 Quinqueloculina sp.

- - 4 - Rosalina sp.

- - - 2 Spiroloculina communis

- - - 3 Textularia pseudogramen

- - - 2 Triloculina tricarinata

- - - 8 Young miliolidae

78 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22

Natsir dan Rubiman

Tabel 2. Kedalaman dan jenis sedimen pada masing-masing stasiun pengambilan sampel di perairan Laut Arafura

Stasiun

Kedalaman (m)

Jenis sedimen

Lempung 14 19 Lempung 15 35 lumpur pasiran - pasir sedang 16 29 lanau – lempung 17 35 Lumpur - pasir sedang – lempung 18 38 Lumpur pasiran – lempung 19 48 Lumpur pasiran – lempung 20 60 Lumpur pasiran 21 35 Lumpur pasiran – lempung 22 38 Lumpur pasiran – Lempung 23 59 Pasir (sedang-kasar) lumpuran

Boltovskoy and Wright (1976) jumlah yang sangat sedikit. Hal ini dapat menyatakan bahwa Asterorotalia

mengindikasikan bahwa perairan tersebut trispinosa dan Ammonia beccarii banyak

bukan termasuk lingkungan yang dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur

kondusif untuk pertumbuhan terumbu pasiran. Namun A. Trispinosa hanya

karang. Spesies tersebut adalah ditemukan dalam jumlah yang sangat Amphistegina lessonii yang ditemukan sedikit. Spesies yang ditemukan dengan

dengan kondisi cangkang yang sudah tingkat kelimpahan sedang pada stasiun

rusak. Demikian pula dengan beberapa tersebut adalah Cancris oblongus,

spesies yang ditemukan pada stasiun 17 Cibicides molis dan dua spesies dari dan 19 juga ditemukan dengan kondisi genus Elphidium. Spesies yang terdapat

cangkang yang rusak. Hal tersebut dapat melimpah dan sedang tersebut dimungkinkan akibat hempasan arus merupakan anggota dari Subordo sehingga dapat menghancurkan cangkang Rotaliina.

foraminifera bentik yang terdapat di Selain itu, pada stasiun 22 juga

perairan tersebut.

ditemukan beberapa spesies yang Beberapa spesies yang ditemukan termasuk dalam Subordo Miliolina, di lokasi ini merupakan penciri perairan namun dalam jumlah yang sedikit atau

dangkal dan terbuka dengan kecepatan termasuk dalam kelimpahan rendah. arus menengah sampai tinggi. Menurut Spesies-spesies tersebut diwakili oleh Gustiantini dan Usman (2008), beberapa merupakan anggota dari genus spesies dari genus Elphidium merupakan Quinqueloculina yang diwakili oleh penciri perairan dangkal dengan energi Quinqueloculina sp., Q. granulocostata,

arus yang relatif tinggi. Sedangkan Q. parkery dan Q. seminulum. Spesies-

spesies dari genus Quinqueloculina spesies yang bercangkang hialin tersebut

merupakan penghuni lingkungan perairan masing-masing ditemukan tidak lebih terbuka dengan kecepatan arus sedang dari 10 individu.

sampai tinggi, serta sedimen lumpur dan Spesies yang bersimbiosis dengan

pasir (Boltovskoy and Wright, 1976; terumbu karang, berdasarkan klasifikasi

Yassini and Jones, 1995; dan Rositasari yang dilakukan oleh Hallock et al. (2003)

dan Rahayuningsih, 2000). Suhartati hanya ditemukan pada stasiun 23 dengan

(1994 dan 2010) juga menemukan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010

Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Quinqueloculina melimpah di Pulau Pari Hallock et al. (2003), terbukti dengan dan Pulau Belanda, Kepulauan Seribu ditemukannya spesies tersebut pada 6 pada kedalaman 26-32 m, sedangkan stasiun dari 11 stasiun yang diteliti. Barker (1960) menemukannya di bagian

Namun, genus yang diwakili oleh E. selatan Papua pada kedalaman 37 m. craticulatum dan E. crispum tersebut Graham dan Milante (1959) menemukan

hanya ditemukan dengan kelimpahan spesies-spesies tersebut sangat melimpah

rendah sampai sedang (tidak lebih dari 50 pada beberapa stasiun di Teluk Puerto

individu). Spesies-spesies tersebut Galera, Philipina dan termasuk spesies

ditemukan pada stasiun yang memiliki kosmopolitan.

kisaran kedalaman antara 35-60 m. Hal Spesies yang ditemukan hampir di

ini sesuai dengan hasil peneletian yang seluruh stasiun adalah Ammonia beccarii

dilakukan oleh Murray (1973) dan dan Pseudorotalia schroeteriana. A.

Boltovskoy dan Wright (1976) yang beccarii ditemukan sangat melimpah menyatakan bahwa E. craticulatum dan pada semua stasiun kecuali stasiun 13

E. crispum memiliki penyebaran yang dengan kedalaman yang mencapai 341

luas dari daerah pantai hingga neritik m. Menurut Hallock et. al. (2003), A.

tengah.

beccarii tergolong dalam spesies yang Menurut Katili (1986), sedimen oportunis sehingga dapat ditemukan di

yang mendominasi landas kontinen berbagai lokasi yang berbeda. Walaupun

perairan Arafura berasal dari masa demikian, terdapat spesies oportunis lain

Paleozoikum akhir, Mesozoikum sampai yang ditemukan dalam jumlah melimpah

Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan dan dominan pada stasiun 13, yaitu dari

granit pada bagian bawahnya. Hasil genus

Bolivina . Genus tersebut analisis sedimen yang diperoleh pada didominasi oleh spesies Bolivina erlandi

lokasi penelitian menunjukkan bahwa yang ditemukan mencapai 82 individu,

sebagian besar sedimen di perairan Laut sedangkan

B. spathulata dan B. Arafura adalah lumpur pasiran. Sedimen subspinecens masing hanya mencapai 26

berupa lempung ditemukan disekitar dan 12 individu.

Kepulauan Tanimbar dengan kedalaman Sebagai spesies penciri perairan 341 m (stasiun 13) dan di sekitar Pulau dangkal,

Dolak (stasiun 14). Sedangkan sedimen ditemukan hampir di semua stasiun pasir sedang sampai kasar yang kecuali stasiun 13 dan 15. Spesies bercampur dengan fragmen karang dan tersebut ditemukan dengan kelimpahan

P. schroeteriana juga

moluska ditemukan pada stasiun 23 yang rendah sampai tinggi. Menurut Biswas

terletak di bagian selatan Kepulauan Aru (1976), P. schroeteriana merupakan

(Tabel 2 dan 3). Jenis spesies yang penciri perairan dangkal, terbuka dengan

ditemukan pada stasiun tersebut tingkat energi arus menengah dengan sebanyak 13 spesies. Jumlah tersebut sedimen pasir halus. Oleh karena itu relatif lebih banyak dibandingkan dengan karakeristik sebagian besar perairan Laut

stasiun lainnya, namun kelimpahan Arafura merupakan perairan dangkal, masing-masing spesies tergolong sangat terbuka dengan tingkat energi arus rendah. Kelimpahan tertinggi hanya menengah sampai kuat karena juga mencapai 14 individu, yaitu pada spesies ditemukan Elphidium sebagai penciri Ammonia beccarii . Secara keseluruhan perairan berarus kuat.

jumlah foraminifera bentik yang Selain itu, spesies dari genus ditemukan di stasiun 23 hanya mencapai Elphidium juga termasuk dalam genus

48 individu.

oportunis sesuai dengan pernyataan

80 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22

Natsir dan Rubiman

Selain foraminifera bentik, juga anggota Milioliina dan Textulariina. ditemukan foraminifera planktonik yang

Spesies yang ditemukan merata hampir di menyebar hampir di semua stasiun semua stasiun adalah Ammonia beccarii kecuali stasiun 16, 17 dan 22. Begitu pula

Pseudorotalia schroeteriana . dengan fragmen moluska yang juga Berdasarkan distribusi foraminifera terdapat di hampir semua stasiun (Tabel

dan

bentik yang ditemukan, karakeristik 3). Hal ini diduga karena karakteristik

sebagian besar perairan Laut Arafura perairan Laut Rafura yang terbuka merupakan perairan dangkal, terbuka dengan arus yang relatif kuat dengan tingkat energi arus menengah memungkinkan distribusi foraminifera sampai kuat. Selain P. schroeteriana, planktonik dan fragmen moluska tersebut

juga ditemukan spesies penciri lainnya ke beberapa staiun disekitarnya, termasuk

seperti dari genus Elphidium dan perairan dalam (stasiun 23).

Quinqueloculina . Selain itu, pada perairan terbuka tersebut juga ditemukan

IV. KESIMPULAN

foraminifera planktonik yang dtersebar merata hampir di setiap stasiun. Jenis

Jumlah spesies yang ditemukan di sedimen yang mendominasi perairan perairan Laut Arafura dari sekitar Laut Arafura adalah Lumpur pasiran Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru dengan sedikit lempung. Jumlah individu hingga Pulau Dolak adalah 37 spesies

terbanyak diperoleh dari stasiun dengan yang termasuk dalam 29 genus. Sebagian

sedimen lumpur pasiran, sedangkan besar spesies yang ditemukan merupakan

jumlah spesies terbanyak diperoleh dari anggota dari subordo Rotaliina dan

sedimen pasir lumpuran dengan butiran beberapa spesies yang merupakan pasir sedang sampai kasar.

Tabel 3. Organisme selain foraminifera bentik yang ditemukan dari sampel yang berasal dari perairan Laut Arafura

Stasiun

Keterangan 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Foraminifera planktonik

 -  Moluska

- -  Bryozoa

-   Gastropoda

- - - Ostracoda

- - - Fragmen karang

- -  Fragmen moluska

   Keterangan: = terdapat dalam jumlah banyak; = terdapat dalam jumlah sedang; = terdapat dalam jumlah sedikit; − = tidak ada

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010

Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Suhartati, M.N. 1994. Benthic Forami- nifera In The Seagrass Beds of Pari Barker, R.W. 1960. Taxonomic Notes.

DAFTAR PUSTAKA

Island, Seribu Islands, Jakarta. Society of Economic Paleontologist

Proceedings. Third ASEAN- and Mineralogist. Special

Australia Symposium on Living Publication No. 9. Tulsa.

Coastal Resources. Volume 2: Oklahoma, USA. 238 pp.

Research Papers. Chulalongkorn Boltovskoy, E. and R. Wright. 1976.

University Bangkok, Thailand. Recent Foraminifera. Dr. W. June,

323p.

B. V. Publisher, The Haque, ________. 2010. Sebaran Foraminifera Netherland.

Bentik di Pulau Belanda, Graham, J.J. and Militante. 1959. Recent

Kepulauan Seribu pada Musim Foraminifera from The Puerto

Barat. Ilmu Kelautan, Edisi khusus, Galera Area Northern Mindoro,

Philippines. Stanford University, Wagey, T., Arifin, Z. 2008. Marine California.

Biodiversity Review of The Hallock, P., B.H. Lidz, E.M. Cockey-

Arafura and Timor Seas. Ministry Burkhard, and K.B. Donnelly.

of Marine Affairs and Fisheries, 2003. Foraminifera as

Indonesian Institute of Sciences, bioindicators in coral reef

United Nation Development assessment and monitoring: the

Program, and Cencus of Marine FORAM Index. Environmental

Life. Jakarta. 136 pp. Monitoring and Assessment, 81(1-

Wentworth, C. K. 1922, A scale of grade 3):221-238.

and class term for clastic sediment. Katili, J.A. 1986. Geology and

Jour. Geol . 30:337-392 hydrocarbon potential of the Yassini, I. and B.G. Jones. 1995. Arafura Sea. In: Future Petroleum

Foraminiferida and Ostracoda from Provinces of the World. AAPG

estuarne and shelf environments on Memoir 40, M.T. Halbouty (editor)

The South Eastern Coast of 487-501.

University press., Murray, J. W. 1973. Distribution and

Australia.

Wollonggong. 270 pp. Ecology of Living Foraminifera. The John Hopkins Press.

Baltimore. Rositasari R. dan S. K. Rahayuningsih. 2000. Foraminifera Bentik: Dalam Foraminifera sebagai bioindikator pencemaran, hasil studi di perairan estuarin Sungai Dadap, Tangerang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 3-26.

Shepard, F. P. 1954, Nomenclature based on sand-silt-clay ratios: Journal of Sedimentari Petrology , 24:151-158.

82 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22

E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 9-18, Juni 2010

KELIMPAHAN FORAMINIFERA RESEN PADA SEDIMEN PERMUKAAN DI TELUK AMBON THE ABUNDANCE OF RECENT FORAMINIFERA IN SURFACE SEDIMENT OF AMBON BAY

Suhartati M. Natsir

Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta, Indonesia (14430)

suhartatinatsir@yahoo.com U1T

1TU

ABSTRACT

Foraminifera are generally live in sea water with various sizes. These organisms consist of planktonic and benthic foraminifera. Geological activity on plutonic and volcanic with vomiting magma is transpiring on, and then affects sedimentation and foraminiferal abundance of Ambon Bay. The study was determined to study the abundance and distribution of foraminifera based on the sediment characteristic of Ambon Bay. Sample collected in 2007 of Ambon Bay showed that only 29 samples of 50 samples containing foraminifera. The collected sediments have 86 species of foraminifera, consisting 61 species of benthic foraminifera and 25 species of planktonic foraminifera. The dominant benthic foraminifera in the surface sediment of Ambon bay were Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides and Quinqueloculina parkery. The planktonic foraminifera that were frequently collected from the bay were Globorotalia tumida , Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Generally, the species dwelled as abundant on substrate sand, whereas the areas within substrate mud have no foraminifera lie on them.

Keywords: Foraminifera, Abundance, Sediment, Ambon Bay

ABSTRAK

Mayoritas anggota foraminifera hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang beragam. Menurut habitatnya, foraminifera dibagi menjadi foraminifera planktonik dan foraminifera bentik. Sedimen permukaan Teluk Ambon merupakan salah satu lokasi ditemukannya foramifera bentik maupun planktonik. Teluk Ambon bagian dalam memiliki bentuk membulat. Kegiatan geologi berupa plutonik dan vulkanik yang diikuti oleh naiknya magma granetik pada fase pengangkatan geoantiklin di teluk tersebut masih aktif sehingga dapat mempengaruhi pembentukan sedimen serta kondisi foraminifera di Teluk Ambon. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji kelimpahan dan penyebaran foraminifera berdasarkan karakteristik sedimen permukaan di perairan Teluk. Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil dari Teluk ambon pada tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang mengandung foraminifera. Foraminifera yang ditemukan pada sedimen permukaan di Teluk Ambon mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 spesies foraminifera bentik dan 25 spesies foraminifera planktonik. Spesies foraminifera bentik yang mendominasi sedimen permukaan perairan Teluk Ambon adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Foraminifera planktonik yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata, Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pada umumnya spesies tersebut ditemukan melimpah pada sedimen pasir, sedangkan pada sedimen lumpur tidak ditemukan baik foraminifera bentik maupun planktonik.

Kata kunci: Foraminifera, kelimpahan, Sedimen, Teluk Ambon

©Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB

Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

I. PENDAHULUAN

perairan dengan substrat pasir. Boltovskoy and Wright (1976), Dewi

Foraminifera termasuk dalam Filum (1984) dan Dewi (2010) menyatakan Protozoa yang mulai berkembang pada

bahwa beberapa spesies foraminifera jaman

bentik banyak dijumpai pada sedimen Mayoritas anggotanya hidup pada pasir dan lumpur pasiran. Begitu pula lingkungan laut dan mempunyai ukuran

Kambrium sampai

Resen .

hasil studi yang dilakukan oleh Renema yang beragam mulai dari 3 μm sampai 3 mm

(2008) yang menemukan beberapa (Haq and Boersma, 1983) . Menurut spesies yang melimpah pada substrat

habitatnya, foraminifera dibagi menjadi karang bercampur pasir di Kepulauan foraminifera planktonik dan foraminifera

Seribu.

bentik. Foraminifera merupakan Menurut King (1974), pembentukan organisme bersel tunggal yang sedimen pada perairan tertutup sangat mempunyai kemampuan membentuk dipengaruhi oleh daratan yang cangkang dari zat-zat yang berasal dari

berdekatan, seperti halnya Teluk Ambon dirinya sendiri atau dari benda asing di

yang di apit oleh daratan Laihitu dan sekelilingnya. Dinding cangkang tersebut

Laitimur. Proses pencucian yang mempunyai komponen dan struktur yang

ditimbulkan oleh energi gelombang dan bervariasi.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

HUBUNGAN ANTARA KONDUKTIVITAS, TDS (Total Dissolved Solid) DAN TSS (Total Suspended Solid) DENGAN KADAR Fe2+ DAN Fe TOTAL PADA AIR SUMUR GALI

16 162 80

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18