Globalisasi dan Corak Produksi Pertanian

1. Globalisasi dan Corak Produksi Pertanian

Globalisasi pertanian di Cilacap telah dimulai sejak jaman kolonial Belanda melalui kebijakan tanam paksa yang menempatkan pemerintah Cilacap (masuk dalam Karisidenan Banyumas) waktu itu mengerahkan tenaga kerja, baik untuk Globalisasi pertanian di Cilacap telah dimulai sejak jaman kolonial Belanda melalui kebijakan tanam paksa yang menempatkan pemerintah Cilacap (masuk dalam Karisidenan Banyumas) waktu itu mengerahkan tenaga kerja, baik untuk

Setelah masa kemerdekaan, pemerintah Orde Lama mengurangi pengaruh- pengaruh globalisasi peninggalan kolonial antara lain dengan menasionalisasikan perkebunan Belanda dan mengubahnya menjadi areal persawahan tanaman pangan sebagai respon terhadap resesi dunia yang mengakibatkan kelaparan sebelumnya. Pada saat resesi dunia, tenaga kerja yang sebelumnya bekerja di perkebunan

dikembalikan lagi ke sawah, sementara itu program transmigrasi dihentikan 26 di tahun 1937 untuk menampung tenaga kerja dalam rangka pengembangan

persawahan (Hayashi, 2012). Semangat kemandirian jaman Orde Lama juga nampak pada upaya pemerintah memperkuat pertanian melalui peningkatan pendidikan Sekolah Rakyat (dimana pada tahun kelima pendidikan dasar siswa diberi pelajaran yang mengarah pada kehidupan pertanian dan ekonomi keluarga) dan Penerangan Masyarakat (PENMAS) untuk pertanian dan kemasyarakatan. Tidak diketahui dengan pasti apakah kebijakan kependudukan yang dijalankan, namun secara umum Soekarno pada saat itu menerapkan kebijakan yang pro-natalis agar setiap rumah-tangga mempunyai tenaga kerja keluarga yang cukup untuk memperkuat modal tenaga bagi petani menggarap lahannya.

Kondisi berbalik pada jaman pemerintahan Orde Baru. Modernisasi pembangunan pada masa ini membawa perubahan pada corak produksi petani yang sebelumnya subsisten menjadi komoditifikasi dan mengarahkan petani dari surplus (dilingkup rumah-tangga) ke arah akumulasi (dari usaha produksi pertanian menjadi multi-usaha tani). Melalui arus globalisasi revolusi hijau, pola pertanian modern mulai diperkenalkan antara lain melalui penggunaan mesin-mesin pertanian, bibit padi unggul, pola tanam, penggunaan pestisida, subsidi pupuk-pupuk kimia, serta pembangunan bendungan-bendungan untuk irigasi yang luas. Hingga saat ini terdapat tiga bendungan yaitu Bendungan Serayu, Bendungan Manganti, dan Bendungan Mrica yang menopang sistem pertanian di daerah Cilacap. Lahan-lahan kering yang sebelumnya tidak dapat ditanami padi, dengan keberadaan bendungan ini menciptakan sawah-sawah baru sebagai salah satu program ekstensifikasi pertanian tanaman pangan. Program-program pertanian tersebut ditujukan untuk

26 Kemudian program transmigrasi dilanjutkan lagi pada tahun 1950an. Tujuan trasnmigrasi adalah wilayah Lampung dan Bengkulu 26 Kemudian program transmigrasi dilanjutkan lagi pada tahun 1950an. Tujuan trasnmigrasi adalah wilayah Lampung dan Bengkulu

Cara-cara produksi modern yang relatif memanfaatkan teknologi pertanian modern ini menghasilkan surplus di tingkat daerah yang oleh pemerintah daerah ditindaklanjuti dengan kebijakan multi-usaha tani (agribisnis, Pelita IV), yang diharapkan dapat melahirkan pengembangan struktur pertanian “ke atas”, yaitu industri pengolahan dan pemasaran untuk mendapatkan akumulasi keuntungan yang lebih tinggi dari sektor pertanian.

Selain modernisasi pertanian, pada awal abad ke-20, pembangunan di Cilacap juga diikuti oleh masifnya pembangunan industrialisasi padat modal antara lain pembangunan kilang minyak Pertamina, industri semen nasional, industri pengolahan biji gandum menjadi tepung gandum, dll. sehingga menciptakan keragaman pekerjaan bukan hanya di sektor pertanian tetapi juga jenis pekerjaan di industri. Dalam pasar tenaga kerja global, Cilacap juga dikenal sebagai pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang cukup besar ke luar negeri yang berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja pertanian. Besarnya penduduk yang melakukan migrasi keluar serta pengiriman TKI keluar negeri berpengaruh pada berkurangnya tenaga kerja di pedesaan khususnya sektor pertanian sehingga pertanian sawah di Cilacap sangat tergantung pada tenaga kerja upah yang merupakan tenaga kerja migran musiman yang datang dari daerah lain.

Investasi pertanian yang dilakukan oleh korporasi baik korporasi sedang maupun besar relatif sangat kecil, bahkan pertumbuhan usaha pertanian berbadan

hukum di Cilacap dalam 10 tahun terakhir tidak ada 28 . Dengan kata lain, pertanian skala kecil berbasis rumah tangga masih menjadi corak produksi pertanian termasuk

produksi beras di Cilacap. Paparan globalisasi berpengaruh pada pola pertanian yang tergantung pada pupuk kimia dan kekuatan pasar dalam menentukan harga gabah dan beras. Selain itu, tingginya angka migrasi (untuk menjadi TKI) dan ketersediaan lapangan pekerjaan lainnya di luar pertanian menimbulkan ketergantungan pertanian sawah pada tenaga migran dan tenaga off-farm setempat dengan cara melakukan pekerjaan sambilan di pertanian.