MEMBENTUK MUSLIM ACEH: TEUNGKU DAYAH DAN BALAI PENGAJIAN DI ACEH TIMUR

MEMBENTUK MUSLIM ACEH: TEUNGKU DAYAH DAN BALAI PENGAJIAN DI ACEH TIMUR

Mazlan

A. Pendahuluan

Kelengkapan dan kesempurnaan Al-Qur’an mengundang kekaguman para cendikiawan Barat. Edward Gibbon, ahli sejarah Inggris (1737-1794) diantara cendikiawan Barat yang mengagumi Al-Qur’an, menyatakan: Al-Qur’an adalah sebuah kitab agama yang membahas tentang masalah-masalah kemajuan, kenegaraan, perniagaan, peradilan dan undang-undang kemeliteran dalam Islam. Isi Al-Qur’an sangat lengkap, mulai dari urusan Ibadah, ketauhidan sampai soal pekerjaan sehari-hari dari masalah rohani sampai hal- hal jasmani, mulai dari pembicaraan tentang hak-hak dan kewajiban segolongan umat sampai kepada pembicaraan tentang akhlak dan perangai serta hukum. 1

Membaca huruf-huruf Al-Qur’an, disamping berbuah pahala, juga mendatangkan ketenangan, kelezatan dan obat hati. Al-Qur’an bukan kalam biasa melainkan kalam illahi yang huruf-hurufnya terangkai indah dan memiliki daya tarik dan pesona yang luar biasa. Tentu saja, hanya bagi mereka yang meresapi sengaja menyelami kedalaman rahasia yang terkandung di dalamnya. Al- Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan dengan menggunakan bahasa arab sehingga bagi masyarakat non Arab harus belajar agar dapat membacanya dengan benar. Disamping itu dalam praktek ibadah misalnya shalat juga menggunakan bahasa Al-Qur’an sehingga wajar dipertanyakan, bagaimana hukumnya jika seseorang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an dalam menunaikan shalat. Untuk itu diperlukan seorang guru yang mampu mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain.

Di Aceh akhir-akhir ini untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi juga harus mampu mengaji, untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat juga harus memiliki kemampuan mengaji dengan baik. Baca Al Quran sebagai salah

1 Syamsul Rijal Hamid, Hakekat dan Pahala Membaca Al-Qur’an, (Bogor, Cahaya Salam, 2013), hlm. 15 1 Syamsul Rijal Hamid, Hakekat dan Pahala Membaca Al-Qur’an, (Bogor, Cahaya Salam, 2013), hlm. 15

dengan demikian gugur haknya sebagai Bacaleg. 2 Jika kita berani berasumsi bahwa yang tidak hadir tersebut karena merasa tidak mampu mengaji sehingga tidak berani mengikuti tes baca Al- Qur'an maka dapat disimpulkan sekitar 15 % bacaleg tidak mampu mengaji. Atau secara ke-Acehan kita simpulkan kira-kira 15 % orang dewasa di Aceh tidak mampu baca Al-Qur'an, sadiskan.

Di salah satu gampong di Aceh tepatnya di Gampong Alue Bu Tuha, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur terdapat sebuah sikap positif untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan yaitu berusaha membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Di gampong ini telah dikhatamkan 70 orang yang berusia di atas 20 tahun dalam kurun waktu 8 tahun masa Pak Ni mengajar mengaji di Bale Pengajian Alue Bu Tuha memang masih terbilang jumlah yang kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berusia di atas 20 tahun berjumlah 303 orang.

Jika kita perhatikan kondisi guru mengaji yang dalam domain keacehan disebut denganTeungku. 3 Kondisi teungku-teungku yang ada di Aceh yang khususnya mereka yang bergelut di domain madrasah atau balai-balai pengajian masih memprihatinkan. Sebagian besar hidup dengan tingkat kesejahteraan yang rendah dengan penghasilan jauh di bawah upah minimum rata-rata bertahan dalam kurun waktu delapan tahun adalah suatau hal yang patut disyukuri. Fenomena ini kelihatannya tidak hanya valid dalam konteks keacehan namun fenomena yang sama juga terjadi dalam skala yang lebih luas, tercatat sebanyak 550 ribu guru mengaji yang terdaftar di berbagai perwakilan Perguji yang tersebar di 11 Provinsi. Persoalan yang dihadapi mereka hampir sama yaitu rendahnya tingkat kesejahteraan. Meskipun sebagian

2 Harian Analisa tanggal 14 May 2013 3 Dalam kultur masyarakat Aceh, kata Teungku merujuk pada seseorang

yang memiliki kompetensi agama.istilah ini juga menginklusi mereka yang berperan sebagai guru mengaji atau guru-guru madrasah. Istilah ini digunakan karena kata guru secara social ekonomi memiliki kesan yang lebih baik ketimbang Teungku, sehingga istilah teungku ini akan dipakai dalam penelitian ini.

guru mengaji mempunyai kemampuan finansial yang cukup, tetapi jumlahnya masih belum sebanding dengan kondisi keseluruhan mereka. Demikian disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Guru Ngaji, Anas Nashuha. 4

Hal demikian menimbulkan pertanyaan mengapa Teungku- Teungku di Balai Pengajian masih tetap bertahan dengan profesinya. Setiap orang dapat bertahan dan semangat dalam bekerja sesuai dengan profesi masing-masing tentu ada faktor- faktor yang mempengaruhinya, tidak terkecuali profesi sebagai Teungku Balai Pengajian. Salah satu faktor yang menyebabkan adalah karena adanya motivasi. Jika kita melihat kondisi Teungku di Balai Pengajian saat ini, ada ketidakseimbangan antara tanggung jawab dan pengorbanan yang diberikan dengan honor yang diterima oleh Teungku tersebut setiap bulannya.

Kondisi strata ekonomi yang termarjinalkan yang melekat pada sosok-sosok Teungku ternyata tidak menyurutkan semangat para Teungku Balai Pengajian untuk tetap mengajar. Hal tersebut mengimplikasikan adanya argumentasi lain yang mengkonfigurasi asa yang kuat untuk tetap bertahan dengan profesinya. Kehadiran orang-orang dewasa dalam mengikuti pengajian tersebut juga menjadi sebuah pertanyaan yang lain karena dari jumlah yang telah peutamat Qur’an dan yang sedang belajar tidak seorang pun dari mereka yang terdapat sebagai bacaleg jika kita berpendapat bahwa mereka ingin mengejar itu. Sehingga hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk mengungkap tabir tersebut walau mungkin di bagian lain ada yang beranggapan adalah hal yang wajar. Adakah hal tersebut menunjukkan etos kerja yang dimiliki oleh seorang yang disebut Teungku atau merupakan kebutuhan peserta. Sehingga penulis merangkum kedua sisi tersebut dalam Etos Kerja Teungku dan Motivasi Belajar Orang Dewasa.

Fokus utama dalam penelitian ini bagaimana etos kerja seseorang Teungku di Gampong Alue Bu Tuha, mengungkap apa motivasi para murid dalam belajar dan kegigihan Teungku dalam mengajar.

Penelitian ini dilaksanakan di gampong Alue Bu Tuha Kecamatan Peureulak Barat Kabupaten Aceh Timur. Subjek penelitian adalah Teungku dan semua peserta yang mengikuti pengajian di Balai Pengajian gampong Alue Bu Tuha, baik yang sedang belajar ataupun yang telah tamat. Dalam pengumpulan data

4 Republika, tanggal 10 Pebruari 2011.

tidak semuanya dapat ditemukan karena berbagai alasan, seperti ada yang telah pindah ke kampung lain, bekerja di luar daerah. Sehingga dalam hal ini peneliti hanya menjumpai beberapa orang yang mengikuti pengajian, mengerti dan paham akan sejarah pengajian.

Langkah-langkah yang dilakukan adalah observasi, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan terhadap fenomena yang diteliti dan wawancara, yaitu berupa tanya jawab secara langsung dengan informan dalam penelitian ini yaitu Teungku yang mengajar mengaji orang dewasa di gampong Alue Bu Tuha, mencari informasi aktifitas keseharian Teungku, mencari informasi tentang motivasi subjek penelitian. Selain itu juga mewawancarai, teungku imum gampong atau imum dusun, tokoh-tokoh gampong yang dapat dikategorikan sebagai informan penunjang (sekunder). Mengingat kemampuannya yang

dapat meminimalisasi kemungkinan kekeliruan penulis dalam mencatat dan menganalisis hasil wawancara. ini dilakukan secara tidak berstandar ( unstandarized interview) dan tidak berstruktur (unstructured interview), namun tetap fokus pada pokok masalah (focused

interview). 5 Dokumentasi, dengan cara mencatat dan memanfaatkan data di gampong yang terkait dengan subjek penelitian seperti keadaan desa, keadaan penduduk.

Selanjutnya data yang terkumpul melalui wawancara, observasi dan dokumentasi diolah dengan pola analisis kualitatif. Analisis data penelitian ini bersifat kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Selanjutnya, peneliti juga melengkapi analisis data dengan pendekatan yang ditawarkan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Hubberman, yang mencakup tiga kegiatan, yaitu: reduksi data ( data reduction), display data ( display data), dan verifikasi atau kesimpulan ( conclusion drawing or verification). 6

5 Unstandarized interview disebut juga dengan istilah unguided atau non- derective interview , yaitu wawancara tanpa satu daftar pertanyaan dengan

susunan kata-kata urut yang baku dan kaku yang harus dipatuhi, meskipun bukan berarti tidak mempunyai aturan dan cara bertanya tertentu. Unstructured dan focus interview adalah wawancara yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat pada satu pokok masalah. Lihat, Koentjaraningrat, Metodologi Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 139.

6 Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (Jakarta: UI Press, 1992), hal. 16.

B. Pengertian Etos Kerja Islami

Etos berasal dari kata Yunani, ethos. artinya : ciri, sifat, atau kebiasaan, adat istiadat, atau juga kecenderungan moral, pandangan hidup yang dimiliki seseorang, suatu kelompok orang atau bangsa. 7 Menurut Greetz, etos merupakan sikap mendasar manusia terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup. Etos adalah aspek evaluatif

yang bersifat menilal. 8 Koentjoroningrat mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak dari luar, terlihat oleh orang lain. 9 Soerjono Soekanto mengartikan etos antara lain : a. nilai-nilai dan ide-ide dari suatu kebudayaan, dan b. karakter umum suatu kebudayaan. 10 Menurut Nurcholish Madjid, etos berasal dari bahasa Yunani (ethos), artinya watak atau karakter. Secara lengkap etos ialah karakter dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Dan dari kata etos terambil pula perkataan “etika” yang merujuk pada makna “akhlak” atau bersifat akhlaqiy, yaitu kualitas esensial seseorang atau suatu

kelompok manusia termasuk suatu bangsa. 11 Musa Asy’arie menjelaskan kata "etos" bisa dikaitkan dengan individu selain dikaitkan dengan masyarakat. 12 Dari pengertian-pengertian diatas, etos adalah karakter dan kebiasaan manusia yang dipancarkan oleh sikap mendasar dalam dirinya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerja artinva kegiatan melakukan sesuatu. 13 Sementara itu El-Qussy seorang pakar i1mu Jiwa berkebangsaan Mesir menerangkan bahwa kegiatan atau perbuatan manusia ada dua jenis. Pertama perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan mental, dan kedua tindakan yang

7 Mochtar Buchori, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:IKIP Muhammadiyah Press, 1994, hlm, 6; juga lihat Edward

Artin et. al Webster The New Internasional Dictionary, (USA : G & C Merriam CO) Vol.1. 1981, hlm.878

8 Taufik Abdullah. ed., A gama, Etos kerja dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES, 1993). Cet. ke-5, h1m. 3

9 Koentjoroningrat, Rintangan-rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi (Jakarta : LIPI, 1980), hlm. 231

10 Soejono Soekanto, Kamus Sosiologi, ( Jakarta: CV. Rajawali,1983), hlm.174

11 Nurcholish Madjid, Islam Dokrin dan Peradaban. (Jakarta Yayasan Paramadina, 1995). Cet, Ke-3, hlm.410

12 Musa Asy’aie, Islam Etos kerja Dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat, (Yogyakarta, Lesfi, 1997), hlm.33

13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasai Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), Cet. ke 3, him. 488.

dilakukan secara tidak sengaja. Jenis pertama mempunyai ciri kepentingan, yaitu untuk mencapai maksud atau mewujudkan tujuan tertentu. Sedangkan jenis kedua adalah gerakan random (random movement) seperti terlihat pada gerakan bayi kecil yang tampak tidak beraturan, gerakan refleks dan gerakan-gerakan lain yang terjadi tanpa dorongan kehendak atau proses pemikiran. 14 Kerja yang dimaksud di sini adalah kerja menurut arti yang pertama. Yaitu kerja yang merupakan aktivitas sengaja, bermotif dan bertujuan.

Etos Kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat- sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok

manusia atau suatu bangsa. 15 Beliau juga menjelaskan bahwa etos kerja merupakan bagian dari tata nilai (value system). Etos kerja seseorang adalah bagian dari tata ailai individualnya. Demikian pula etos kerja suatu kelompok masyarakat atau bangsa, ia merupakan bagian dari tata nilai yang ada pada masyarakat atau

bangsa itu. 16 Sejalan dengan itu, Mochtar Buchori mengemukakan adanya kemungkinan etos kerja manusia terwujud sebagai hasil, dari suatu proses sosial historik. Berarti etos kerja suatu bangsa

bersifat dinamis sehingga dapat mengalami pasang surut. 17 Musa Asy'arie pun berpendapat, etos kerja merupakan bagian dari suatu kebudayaan. la dibentuk oleh proses kebudayaan panjang yang kemudian membentuk kepribadian. Maka jika masyarakat tertentu mempunyai etos kerja yang berbeda dari masyarakat lainnya, hal itu disebabkan oleh proses panjang kebudayaan dan tantangan yang dialami. 18

Dengan demikian, sepanjang etos kerja dipahami sebagai bagian dari budaya, upaya pembinaan dan peningkatan etos kerja individu atau masyarakat dapat dilakukan. Dengan perkataan lain dapat ditransformasikan lewat pendidikan. Etos kerja adalah sifat, watak, dan kualitas kehidupan batin manusia, moral dan gaya estetik serta suasana batin mereka, merupakan sikap mendasar

14 Abdul Aziz El-Qussy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa Mental. Terj. Dr. Zakiah daradjat. (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 100-101.

15 Mochtar Buchori, Penelitian Pendidikan dan pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, IKIP Muhammadiyah Press, 1994), hlm. 6

16 Ibid., hlm 7 17 Ibid, hlm. 8 18 Musa Asy’arie, Islam Etos kerja Dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat,

(Yogyakarta, Lesfi, 1997), hlm. 54 (Yogyakarta, Lesfi, 1997), hlm. 54

Dari sejumlah definisi dan penjelasan di atas yang beragam, dapat dipahami bahwa etos kerja adalah karakter dan kebiasaan berkenaan dengan kerja yang tercermin dari sikap hidup manusia yang mendasar. Selanjutnya dimengerti bahwa timbulnya kerja dalam konteks ini adalah karena termotivasi oleh sikap hidup mendasar itu. Etos kerja terdapat pada individu dan masyarakat.

Dari uraian di atas, pelacakan arti etos kerja islami tentunya dapat dilanjutkan, dengan menggali kata kunci “sikap hidup mendasar” manusia. Sikap hidup mendasar apa dan bagaimana yang secara natural memberikan motivasi hingga dapat membentuk suatu etos, karakter dan kebiasaan. Dengan adanya kata islami pada ungkapan “etos kerja islami”, sikap hidup apa dan bagaimana yang niscaya timbul?. Dalam sebuah buku berjudul Etos Kerja Islami, dijelaskan Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja Islami), adalah seiring dengan kompleksitas manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktor-faktor yang banyak: fisik biologis, mental psikis, sosio kultural dan mungkin spiritual transendental. Jadi bersifat kompleks dan dinamis.

Untuk memberikan keterangan lebih jelas bagaimana etos kerja manusia terbentuk, (tanpa menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi) dapat digambarkan sebagai berikut :

Akal dan/ atau pandangan hidup/ nilai – nilai yang diyakini

Sikap hidup mendasar

Etos Kerja terhadap kerja

Paradigma terbentuknya etos tanpa keterlibatan agama

19 ibid, hlm. 155

Wahyu dan Akal

Sistem keamanan/

Etos Kerja aqidah islam

Islami berkenaan

dengan kerja

Paradigma terbentuknya etos kerja Islami Dua gambar di atas menerangkan bagaimana etos kerja non-

agama (gambar 1) dan etos kerja islami (gambar 2) terbentuk secara garis besar tanpa menyertakan persoalan atau faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, seperti mendorong, menghambat atau menggagalkannya. Ternyata etos kerja itu bukan sesuatu yang didominasi oleh urusan fisik lahiriah. Etos kerja merupakan buah atau pancaran dari dinamika kejiwaan pemiliknya atau sikap batin orang itu. Membayangkan etos kerja tinggi tanpa kondisi psikologis yang mendorong mirip dengan membayangkan etos kerja robot atau makhluk tanpa jiwa.

Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja Islami), seiring dengan kompleksitas manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktor-faktor yang banyak: fisik biologis. mental psikis,sosial kultular dan mungkin spiritual

transendental. Jadi bersifat kompleks serta dinamis. 20 Dalam konteks ini, tentu bukan etos kerja demikian yang dikehendaki. Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencarian

Tuhan. 21 Berjiwa dinamis. Oleh karena itu manusia dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan kerja sering mengalami

20 Ahmad Janan Asifudin. Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta, Muhammadiyah Press, 2004), hlm. 42-43

21 Prajudi Atmosudirdjo. Pengambilan Keputusan, (Jakarta, Ghalia Indah. 1982), Cet. ke-6. hlm.32 21 Prajudi Atmosudirdjo. Pengambilan Keputusan, (Jakarta, Ghalia Indah. 1982), Cet. ke-6. hlm.32

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa etos kerja seseorang terbentuk oleh adanya motivasi yang terpancar dari sikap hidupnya yang mendasar terhadap kerja. Sikap itu mungkin bersumber dari akal dan atau pandangan hidup/nilai-nilai yang dianut tanpa harus terkait dengan iman atau ajaran agama. Khusus bagi orang yang beretos kerja islami, etos kerjanya bertolak dari sistem keimanan/aqidah Islam berkenaan dengan kerja yang bertolak dari ajaran wahyu bekerjasama dengan akal. Sistem keimanan itu selain identik dengan sikap hidup mendasar (aqidah kerja) sebagai tersebut di atas, juga menjadi sumber motivasi bagi terbentuknya etos kerja islami. Pembicaraan tentang etos tersebut memang harus berangkat dari pengakuan terhadap reality bahwasanya Islam berdasarkan ajaran wahyu bekerja sama dengan

akal adalah agama amal atau agama kerja. 22 Bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh rida Allah, seorang hamba harus melakukan amal saleh yang dikerjakan dengan ihlas hanya karena Dia, yakni dengan memurnikan tauhid, sesuai dengan QS. al- Kahfi/18-110. Artinya : "... barang siapa mengharap akan menemui Tuhannya, hendaklah dia beramal dengan amal saleh dan janganlah la mempersekutukan dalam menyembah Tuhannya

dengan sesuatu apapun. 23 Adapun indikasi-indikasi orang yang beretos kerja islami tinggi adalah sebagai berikut: 1. Aktif dan suka bekerja keras; 2. Bersemangat dan hemat; 3. Tekun dan professional; 4. Efisien dan kreatif, 5. Jujur, disiplin dan bertanggung jawab; 6. Mandiri; 7. Rasional serta mempunyai visi yang jauh ke depan: 8. Percaya diri namun mudah bekerjasama dengan orang lain; 9. sederhana, tabah dan ulet; serta 10. Sehat

22 Ibid . hlm.216 23 Mahmud Yunus, terjemahan Al-Qur'an 22 Ibid . hlm.216 23 Mahmud Yunus, terjemahan Al-Qur'an

C. Kerja dalam Perspektif Islam

Perlu diperhatikan bahwasanva Allah bila menyebut perkataan alladziina aamanuu dalam ayat-ayat al-Qur'an selalu menyambungnya dengan wa’amilush- shaalihaat. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa iman harus disertai amal saleh atau kerja yang baik. Amal saleh dalam kehidupan nyata adalah manifestasi dari iman. Iman yang tidak melahirkan amal saleh dapat disebut

iman yang mandul. 26 Iman yang tidak menjadi aqidah serta aqidah yang tidak melahirkan perilaku adalah tidak berguna. Keberadaan aqidah dalam kondisi seperti itu laksana mesin yang tidak mampu menggerakkan sistem atau alat-alat yang berhubungan dengannya. Sungguh tepat ungkapan orang yang menegaskan kriteria aqidah dengan ungkapan kebenaran aqidah diukur dengan kenvataan sejauh mana aqidah memberi dorongan pada perbuatan pemiliknya. Maka islam menghubungkan aqidah dengan perilaku yang dituntutnya secara tidak boleh tidak.

24 Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta, Muhammadiyah Press, 2004),

hlm. 38 25 Ibid, hlm. 44

26 Muhammad Farid Wajdiy, Muhimmutul fil-âlam (al-Qâhirah: Jami’atul Azhar. 1989), Cet. ke-1, him. 194.

Allah berfirman dalam QS. Al-Insyirah/94:7 yang artinya : "Apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka tegakkanlah/kerjakanlah (urusan yang lain)".

Perintah ini tentu saja mengandung anjuran untuk menghargai waktu dan efisien dalam bekerja. FirmanNya lagi : "Maka apabila shalat telah ditunaikan, menyebarlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah .... " (QS. 61:10). Al-Bahiy memberikan keterangan dalam bukunya bahwa ayat tersebut menyiratkan ajaran keseimbangan antara posisi menunaikan ibadah mandlah dengan bekerja untuk kepentingan penghidupan (ma’isyah). A]-,Bahiy melihat hubungan positif antara “ibadah” dan bekerja (yang juga bernilai ibadah). Manusia tidak bekerja dalam hidupnya, menurut pandangan Islam adalah sama dengan orang yang tidak menunaikan ibadah. Dengan demikian, sesungguhnya Allah tidak menyukai manusia-manusia yang pasif bekerja sebagaimana Dia tidak suka kepada orang- orang yang

pasif menjalankan ibadah kepadaNya. 27 Allah juga berfirman : "Katakanlah : Bekerjalah kamu, niscaya Allah akan melihat peker- jaaamu, serta rasul-Nya dan orang-orang yang beriman —" (QS. at- Taubah/ 9:105). Firman Allah tersebut menyiratkan isyarat, apa yang dikerjakan seseorang itulah yang menentukan eksistensi orang itu di hadapan Allah. Rasul SAW, dan umat beriman.

Dari tiga ayat di atas saja sudah tampak jelas posisi kerja dalam Islam yang begitu vital dan eksistensial. Sedangkan ayat- ayat lain yang secara langsung atau tidak langsung menggarisbawahi posisi itu masih banyak. Lebih lagi kalau diingat kedudukan manusia sebagai khalifah Allah yang bertugas sebagai

pemakmur bumi. 28 Tugas itu tidak mungkin terlaksana dengan baik tanpa kerja sungguh-sungguh dan didukung oleh ilmu yang memadai.

Sehubungan dengan penguasaan kerja atau profesionalitas, Al-Fanjariy mengemukakan sejumlah dalil :

1. Firman Allah (artinya) : “…..Kamu sekalian pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan (pekerjaan) yang kamu lakukan". QS. anNahl/16:93.

27 Muhammad Al-Bahy Wahbah,1973, hlm.106-107 28 Lihat. QS hud/11:61 : "... Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah)

dan menjadikan kamu pemakmurnya ...... Penggalan ayat diatas memberitahukan salah satu tugas manusia. yaitu pemakmur bumi . Lihat yayasam penyelenggara Penterjemah al-quran Depag R.I. A1-Quran dan Terjemahm , a, (Jakarta: CV. Samara Mandiri,1999. hlm.336.

2. Firman Allah (artinya) : "...Bekerjalah kamu sekalian dengan baik, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerja dengan baik". QS. al-Baqarah/2:195.

3. Rasul SAW bersabda (artinya) : “…..Sesungguhnya Allah menyukai bila seseorang dari kamu sekalian melakukan sualu pekerjaan, menekuni pekerjaan itu” HR. Abu Ya’lâ dan Ibn ‘Asâkir dari Aisyah.

4. Allah juga berfirman (artinya) : “Katakanlah, apakah sama antara orang-orang yang tahu (berilmu) dan mereka yang tidak tahu ?”

5. Rasul SAW bersabda (artinya) : "Sedikit kerja disertai ilmu akan banyak hasilnya, dan sebaliknya banyak kerja tapi tidak didukung oleh ilmu, hasilnya akan sedikit” (periksa al-Sayûty dalam al-Jâmi’ al-Shaghir dan Ibn ‘abd Rabbih dalam a1- 'Aqdud,-Farid juz ke 2).

6. Sabda Rasul SAW (artinya) : “Berpikir satu jam lebih baik daripada ibadah satu tahun”.

7. Sabda Rasul SAW (artinya) : "Tinta ulama lebih disukai oleh Allah daripada darah para syuhada. 29

Dari makna sejumlah dalil yang dikemukakan oleh al-Fanjary di atas. nampak betapa Islam menghargai dan memberikan dorongan amat kuat terhadap profesionalitas serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan sejumlah riwayat kehidupan Rasul SAW, para sahabat dan banyak dari kalangan ulama salaf, ternyata mereka layak dijadikan suri tauladan tidak hanya di bidang 'amaliyah 'ubudiyyah. Perjalanan hidup Rasul SAW, khususnya semenjak beliau diangkat menjadi utusan Allah bukan perjalanan hidup yang selalu mulus tetapi merupakan proses penuh tantangan dan amat banyak onak dan durinya. Ketika Nabi masih berada di Makkah (12 tahun lebih semenjak diangkat menjadi utusan Allah) kehidupan beliau dan para sahabat penuh diwarnai penderitaan dan intimidasi. Ternyata beliau beserta para pengikutnya tetap sabar, tegar dan menghadapi semua itu dengan semangat pengabdian yang mantap. Setelah hijrah ke Madinah, selain aktivitas rutin yang sudah sejak lama dijalani, kegiatan Rasul SAW dan umat Islam kala itu pun bertambah jenisnya. Yaitu berkenaan dengan terjadinya peperangan-peperangan. Menurut catatan tarikh Islam pada masa

29 Muhammad Syawqiy al-fanjariy, al-islam wal-musykhilah al- iqtishadiyyah, hal. 64-65 29 Muhammad Syawqiy al-fanjariy, al-islam wal-musykhilah al- iqtishadiyyah, hal. 64-65

Rasul SAW dan para sahabat telah menjalani peperangan di samping tugas dan kewajiban lain dengan semangat dan perbuatan nyata yang luar biasa, hali ini menunjukkan bahwa rata-rata umat Islam angkatan pertama, utamanya Rasulullah SAW. sendiri adalah seorang yang memiliki etos kerja tinggi. Tanpa etos kerja tinggi, Nabi Muhammad SAW. dan para sahabatnya pasti tidak berhasil mengukir prestasi agung yang gemilang. Sepintas sebagian terbesar aktivitas beliau dan para sahabatnya bukan “aktivitas ekonomi langsung”, hal ini bukan karena mereka meremehkan urusan ekonomi. Tetapi tuntutan situasi, kondisi dan tuntutan perjuanganlah yang melatarbelakangi bentuk aktivitas mereka.

Kemudian para sahabat utama terdahulu mempunyai sikap kerja mencerminkan etos kerja tinggi mengagumkan. Seperti khalifah Abu Bakar, sebelum menjadi khalifah beliau adalah seorang pedagang. Setiap hari pergi ke pasar melakukan jual beli. Bahkan sampai beberapa waktu setelah diangkat menjadi khalifah pekerjaan itu masih dia jalani. Hingga Umar dan Abu Ubaidah

terpaksa mencegahnya. 31 Khalifah berikutnya, yaitu Umar bin al- Khattab, selain termasyur amat sederhana dan jujur, sejarah pun mencatatnya sebagai pemimpin yang suka bekerja keras dan penuh tanggung jawab.

Demikian pula khalifah ketiga dan keempat, mereka dikenal sebagai orang-orang yang jauh dari sifat malas. Khalifah Usman ibn ‘Affan merupakan sosok hartawan murah hati yang amat tekun beribadah dan sebagai pengusaha besar sukses, beliau pasti mempunyai sifat teliti, tekun dan rajin. Khalifah ke empat, yaitu Ali bin Abi Talib, jelas termasuk orang yang giat, baik dalam amaliah ubudiyyah maupun menangani urusan umat. Dia amat menghargai waktu, tercermin dari ungkapan pesan-pesannya : “Hari demi hari adalah lembaran-lembaran umur kamu sekalian.

30 ibid, hlm. 58-59 31 Isâ Abduh wa Ahmad Ismail Yahya. Al-amal fil-Islam. (al-qâhirah : Dâr

al-Mâ’arif.tt). hlm.82

Maka abadikanlah waktu-waktu dengan amal kebaikan”. 32 Umar bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang amat baik dan adil di masa Daulah Bani Umayyah ternyata memberikan penghargaan amat tinggi pula terhadap waktu. Ketika seseorang memberikan saran agar bersedia menunda pekerjaannya, dia rnenanggapi : "Terhadap pekerjaan yang tidak berhasil terselesaikan dalam satu hari ini, wajarkah aku menundanya hingga menjadi pekerjaan dua hari ? Lalu bagaimana aku akan menyelesalkannya besok ? 33

Dalam perjalanan sejarah ulama-ulama terdahulu banyak terdapat pribadi-pribadi dengan prestasi luar biasa, tidak terbayangkan bagaimana mereka berhasil mengukir prestasi tanpa didukung oleh etos kerja yang tinggi. Misalnya Imam al-Ghazaliy yang hidup hanya sekitar 55 tahun (450 H - 505 H), seperti dimaklumi bertahun-tahun dia menjalani 'uzlah dan beri'tikaf dalam rangka mencari hakikat. Di antara kegiatan- kegiatannya, ternyata ulama besar ini amat tekun dan berhasil menulis buku-buku dan risalah berkualitas tinggi hingga buah karyanya mencapai jumlah 200 buah. Karya-karya itu tidak hanya menceritakan pengalaman batin saja, lebih dari itu meliputi beberapa bidang ilmu seperti aqidah, usul fiqih, fiqih, filsafat, logika dan akhlaq di samping taSAWuf. 34

Lebih "fantastik" lagi Imam Suyutiy (849 11 - 911 H), dalam usianya yang mencapai 62 tahun, ulama ini berhasil menulis 600 buku besar - kecil. Konon dia menulis mulai usia 17 tahun. 35 Masih banyak ulama-ulama dengan bidang ilmu bermacam-macam di masa lalu terbukti berhasil dengan karya-karya luar biasa yang tidak mungkin diwujudkan tanpa dukungan etos kerja tinggi pada mereka. Di antara nama-nama itu dapat dijumpai Imam al- Bukhariy, Imam Muslim dan lain-lain dari para pengumpul hadits yang begitu gigih, teliti dan hati-hati mengumpulkan serta mencatat hadits-hadits Rasululiah SAW. Tercatat pula nama al-Kindi,

Fakhrurrâzy, Ibn Taimiyyah dan Ibn al-Qayyim. 36 Dapat ditambahkan pula nama-nama : Ibn Sinâ yang ahli di bidang Filsafat dan ilmu kedokteran, Ibn Khaldûn, pakar sejarah, dan Ibn Rusyid yang diakui ke dalaman ilmunya di bidang fiqih di samping

32 Ahmad Janan Asifudin. Etos Kerja Islami, (Surakarta, Muhammadiyah Press, 2004), hlm. 65

33 Ibid. hlm.66 34 Ibid., hlm.67 35 Ibid., hlm.67 36 Ibid hlm. 67 33 Ibid. hlm.66 34 Ibid., hlm.67 35 Ibid., hlm.67 36 Ibid hlm. 67

Sehubungan dengan ulama-ulama Islam yang berkenan mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan (sain) seperti nama- nama tersebut di atas menurut Harun Nasution karena dijiwai dan didorong oleh penghargaan mereka terhadap akal yang oleh Tuhan

dianugerahkan kepada manusia. 38 Sikap demikian justru ditunjukkan dalam peri kehidupan ulama-ulama zaman klasik. Kesemua itu menjadi bukti bahwa etos kerja tinggi hakikatnya sudah menyatu dengan kehidupan sebagian tokoh-tokoh panutan umat muslimin dan muslimat semenjak masa permulaan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad yang diikuti oleh sejumlah besar masyarakat Islam di berbagai negeri dan kawasan.

Walaupun kemudian terdapat banyak orang-orang Islam yang beretos kerja rendah, hal itu pasti bukan disebabkan oleh ajaran agama mereka, melainkan karena kesalahan faktor manusia, pemahaman atau disebabkan oleh faktor-faktor lain. Dengan demikian dapat diketahui bahwasanya kerja dalam Islam selain mempunyai makna amat urgen bagi setiap manusia, ternyata juga merupakan implementasi dari keimanan.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Etos kerja terpancar dari sikap hidup mendasar manusia terhadap kerja, artinya, pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya sikap itu. Nilai-nilai transenden akan menjadi landasan bagi berkembangnya spiritualitas merupakan faktor yang efektif membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata. Faktor-faktor yang berhubungan dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpencar dari

keyakinan dan keimanan ikut menentukan. 39 Oleh karena itu,

37 Harun Nasution, Islam Rasional. Gasasan dan Pemikiran. (Bandung: Mizan. 1995). hlm. 141-142

38 Ibid, hlm, 141 39 Musa Asy’arie, Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi

Ummat. (Yogyakarta, Lesfi). hlm.34-35 Ummat. (Yogyakarta, Lesfi). hlm.34-35

Muhammadi Iqbal membagi keberagamaan orang menjadi tiga fase: fase keyakinan, pemikiran, dan penemuan. 40 Musa Asy’arie menegaskan jika pembicaraan etos kerja dikaitkan dengan agama, maka persoalannya ialah pada tahap penghayatan yang

mana dari tiga fase tersebut orang itu berada. 41 Pada tingkat penemuanlah kiranya orang mukmin menampilkan sikap hidup, seperti diungkapkan oleh puisi Iqbal, baris ke dua :

The sign of kafir is that is lost in the horizons The sign of mu'min is that the horizons are lost in him 42

Manusia adalah makhluk yang keadaannya paling kompleks, merupakan makhluk biologis seperti binatang, tapi ia juga makhluk intelektual, sosial dan spiritual. Lebih dari itu manusia adalah

makhluk pencari Tuhan 43 dan berjiwa dinamis. Suma'mur, seorang pakar higiene perusahaan dan kesehatan kerja mengajukan sebuah teori tentang manusia, beban kerja, dan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap dinamika kerja mereka. Ternyata faktor- faktor itu merupakan satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri-sendiri. Kesatuan demikian dapat digambarkan sebagai berikut:

40 Muhammad Iqbal, Recounstrution of Religion Though in Islam. (Lahore : Syaikh Muhammad Ashraf, 1951). hlm.175

41 Musa Asy’arie. slam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat. (Yogyakarta, Lesfi).

hlm 36 42 Fazlurrahman Major Themes Of The …, hlm.22

43 Prajudi Atmosudirdjo. Pengambilan Keputusan

Mekanis

Fisis

Sosial Ekonomis &

Kimiawi

Kulturil Mental

Roda keseimbangan Dinamis (direproduksi, dari Suma’mur., HygienePerusahaan dan Kesehatan Kerja, hlm. 50

Suma'mur menamakan gambar di atas Roda Keseimbangan Dinamis. Jika roda ini seimbang, akan menguntungkan kesehatan tenaga kerja. Namun sebaliknya apabila keseimbangan tidak

terjadi, akan timbul kelabilan, gangguan, kelelahan, dan penyakit pada tenaga kerja. 44 Gambar itu dengan jelas menunjukkan bahwa tidak hanya faktor fisik dan mental psikologis saja yang berpengaruh terhadap aktivitas dan kesehatan kerja manusia. Faktor sosial, ekonomi dan kultural juga ikut berpengaruh terhadap aktivitas serta kesehatan kerja manusia. Dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas serta kesehatan kerja manusia, tentu ikut berpengaruh pula terhadap etos kerja mereka. Diantara faktor- faktor tersebut mungkin ada yang berperan lebih besar dibandingkan dengan lainnya, dan ada pula yang peranannya lebih kecil. Namun masing-masing tidak dapat berdiri sendiri. Gambar di atas baru menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas kerja manusia dan kesehatannya.

Kalau permasalahannya dikembangkan ke arah latar belakang yang lebih luas: faktor-faktor apa yang berperan dalam proses terbentuknya etos kerja manusia, untuk menjawabnya pasti diperlukan penelitian dan uraian yang jauh lebih luas pula. Misalnya dalam buku Career Development : Theory and Research

44 Sama’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985),

Cet. ke-12, hlm.50-52 Cet. ke-12, hlm.50-52

Faktor-faktor yang potensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja selain banyak, tidak jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dapat ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu sosial. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang berlokasi di daerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya negara- negara yang terletak disekitar khatulistiwa, karna iklimnya panas, menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah. David C. McClelland menyatakan teori ini mengandung banyak kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa negara-negrara yang iklimnya relatif tidak berbeda, ternyata pertumbuhan ekonominya berbeda. 46

Kalau dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form, mungkin mengandung kebenaran meskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan oleh McClelland juga serupa itu. Karna faktor-faktor yang melatarbelakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya satu, dua, atau tiga faktor. Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lain yang menonjolkan faktor ras, penyebaran budaya,

dan sebagainya. 47 Masing-masing tidak ada yang menjadi satu-satunya faktor penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja.

Orang yang bekerja sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang bekerja diluar bidang dan kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-

masing. 48 Sejumlah pakar psikologi menyatakan, perilaku adalah interaksi antara faktor kepribadian manusia dengan faktor-faktor yang ada di luar dirinya (faktor lingkungan). 49 Perubahan sosial-ekonomi seseorang, dalam hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. 50

45 Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja . (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985),

Cet.ke-12, hlm.50-22

46 Jamaludin Ancok dan Fuat Nashari,Nuansa Psikologi Pembangunan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995 hal. 84

47 Ibid, hlm.85 48 Suma’mur, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. (Jakarta: PT.

Gunung Agung, 1985), Cet. ke-12, . hlm.207-209 49 Djamaludin Ancok. Psikoplogi Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,1995), hlm.106 50 Musa Asy’arie, Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi

Ummat. (Yogyakarta, Lesfi) hlm.40-43

Disamping terpengaruh oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor Fisik lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan.

Etos kerja manusia dapat dipengaruhi oleh dimensi individual, sosial dan atau lingkungan alam. Bagi orang beragama bahkan sangat mungkin etos kerjanya memperoleh dukungan kuat dari dimensi transendental. Musa Asy'arie mengemukakan bahwasanya etos kerja manusia berkaitan eras dengan dimensi individual bila dilatarbelakangi oleh motif yang bersifat pribadi di mana kerja menjadi cara untuk merealisasikannya. Kalau nilai sosial yang memotivasi aktivitas kerjanya seperti dorongan meraih status dan penghargaan dari masyarakat, maka ketika itu etos kerja orang itu sudah mendapat pengaruh kuat dan tidak terpisahkan dari dimensi sosial. Faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam, iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu. Sedangkan dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui batas-batas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi ini kerja dipandang sebagai ibadah. 51

Secara lebih tegas mengemukakan agama dapat menjadi sumber motivasi kerja, karena didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah. 52 Namun pemahaman keliru terhadap ajaran agama (Islam) juga dapat berpengaruh negatif terhadap etos kerja muslim dan muslimah.

E. Motivasi Orang Dewasa. Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan

“motif” untuk menunjuk mengapa seseorang itu berbuat sesuatu. Kata “motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai kondisi intern (kesiap-siagaan). Berawal dari kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan.

51 Musa Asy’arie. Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat. (Yogyakarta, Lesfi) hlm.45

52 Jalaludin, Psikologi Agama. (Jakarta. PT. Rajawali Persada, 1997), Cet. ke-2. hlm. 229

Menurut MC. Donald, motivasi adalah perubahan dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh MC. Donald mengandung tiga elemen diantaranya ialah a) motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. b) motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling seseorang dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kewajiban, efeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.c) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi, motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi yaitu tujuan. Motivasi muncul dari dalam diri manusia. Tetapi munculnya karena terangsang atau terdorong adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.

Dari ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi sebagai sesuatu yang komplek, menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, yang berhubungan dengan persoalan gejala kewajiban, perasaan dan juga emosi. Kemudian bertindak melakukan sesuatu. Semua itu didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan. Jadi, motivasi itu sesuatu kekuatan yang dapat menggerakkan seseorang yang kadang-kadang dilakukan dengan menyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat untuk mencapai tujuan yang lebih bermanfaat. 53

Motivasi berasal dari kata motive yang diartikan sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu makhluk yang mengarahkannya kepada sesuatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu. Dilihat dari asal kata, motive berasal dari kata

“motion” yang berarti “bergerak”. 54 Oleh karena itu motivasi dipandang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai kebiasaan yang diperolehnya yaitu suatu dorongan.

Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi yang baik akan menunjukkan hasil yang baik

pula. 55 Dengan demikian motivasi merupakan fungsi dari medan di

53 Sardiman AM, 1994, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru) , PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta, hlm

73-74. 54 M. Arifin, 1977. Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi , Bulan-

Bintang, Jakarta,hlm 64. 55 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, hlm 84-85.

saat sedang terjadi sehingga tingkah-laku perbuatan manusia merupakan fungsi untuk menyelesaikan diri pada saat peristiwa atau proses terjadinya.

Melihat pentingnya fungsi motivasi dalam perilaku organisasi, maka Thorndike, ahli ilmu jiwa aliran behaviorisme di Amerika serikat, menciptakan suatu hukum efek ( Law Of Effect). Menurut hukum ini, hubungan yang dibentuk oleh organisme antara situasi rangsangan dengan response (jawaban) menjadi kuat bilamana response tersebut diikuti oleh suatu pemenuhan terhadap kepuasan atau diikuti oleh pengurangan terhadap suatu kebutuhan ( need reduction). 56

Motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi kadang tidak perlu adanya rangsangan dari luar karena di dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang yang membaca tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia ingin mencari buku-buku untuk dibacanya. 57 Jadi motivasi intrinsik dalam hal ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam perbuatan belajar, karena ia benar-benar ingin mengetahui segala sesuatu, bukan karena ingin dipuji orang lain di samping itu belajar mengandung tujuan untuk menambah pengetahuan.

Motif-motif yang aktif dan berfungsi timbul karena adanya rangsangan dari luar. Seorang yang belajar, misalnya, karena ada ujian dengan harapan mendapat nilai yang baik, atau agar dapat hadiah. Kalau dilihat dari tujuan kegiatan yang dilakukannya tidak secara langsung apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik adalah bentuk motivasi yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. 58 Dari kedua motivasi ini nampak kedua-duanya ada suatu kebutuhan yang perlu dipenuhi pemuasannya. Pada motivasi instrik ada suatu kebutuhan untuk menghilangkan rasa ingin yang ada pada diri individu yang bersangkutan. Sedangkan motivasi ekstrinsik terdapat kebutuhan yang memuaskan dirinya yaitu ingin mendapatkan nilai yang baik.

Dari pengertian motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang menunjukkan rasa atau feeling untuk melakukan suatu aktivitas.

56 H.M. Arifin , Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi , hlm 72. 57 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar , hlm 89. 58 Ibid, hlm 90.

F. Hasil Penelitian dan Analisis Data

1. Gampong Alue Bu Tuha Gampong Pendidikan Gampong Alue Bu Tuha terletak di Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Gampong ini termasuk Gampong tua sudah berusia lebih dari setengah abad karena Geuchik pertama almarhum T. Mahmud bin T. Ulee Balang Ben telah memangku jabatan sejak tahun 1945. 59

Pendiri gampong Alue Bu adalah Ulee Balang Ben yang berasal dari Buloh Aceh Utara namun tidak ditemukan catatan resmi, pertama kali gampong Alue Bu disebelah Timur berbatasan langsung dengan selat Malaka, sebelah Timur dengan gampong Paya Biek, sebelah Utara dengan gampong Blang Batee dan Paya Bili II (Kecamatan Peudawa) dan sebelah Selatan dengan Gampong Paya Gajah. Pada tahun 1956 terjadi pemekaran pertama dimana gampong Alue Bu Tuha terbagi menjadi dua gampong yaitu Gampong Alue Bu Tuha dan Gampong Alue Bu Jalan. Dengan geuchik tetap T. Mahmud. Sehingga terjadi pengurangan luas wilayah dimana sebelah Timur berbatasan dengan Jalan raya Medan – Banda Aceh selanjutnya pemekaran kedua terjadi pada Tahun 2007 gampong Alue Bu Tuha terpecah menjadi Gampong Alue Bu Tuha dan Gampong Alue Bu Tunong yang sebelumnya bernama dusun Panton Rayeuk. Geuchik pada saat itu adalah Teungku Abdul Razak. 60

Adapun daftar nama yang pernah menjabat sebagai Geuchik di Gampong Alue Bu Tuha adalah sebagai Berikut:

No Nama Geuchik Periode

1 T. Ulee Balang Ben Sebelum Merdeka

2 T. Mahmud Bin T. Ulee Balang Ben 1945 – 1962

3 T. Cut Lidan 1962 – 1993

4 T. Sulaiman Raden 1993 – 2001

5 M. Husein Ibrahim 2001 – 2007

6 Tgk. Abdul razak 2007 – 2013

7 Salahuddin Yusuf 2013- sekarang

59 Wancara dengan bapak M.Husein Ibrahim geuchik priode 2001-2007 60 Dokumentasi Gampong Alue Bu Tuha

Gampong Alue Bu Tuha memiliki sarana pendidikan yang terdiri dari 1 buah TK swadaya masyarakat, SMP Negeri dan SMK Negeri disamping itu terdapat dua buah Dayah yakni dayah yang dipimpin oleh Abi Abdurrahman dan dayah yang dipimpin Teungku Muhammad sementara itu di perbatasan antar gampong Alue Bu Tuha dengan gampong Paya Bili II terdapat dayah yang dipimpin oleh Abi H. M. Yusuf Kardi dan di Gampong Alue Bu Jalan terdapat dayah yang dipimpin oleh Waled H. Kamaluddin Arby. Di gampong ini juga berdiri Masjid Baitul Yaqin. Sehingga dapat kita katakan bahwa gampong Alue Bu Tuha merupakan Gampong Pendidikan.

Hal ini didukung oleh data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh dari Bidan Desa setempat. Jumlah yang berpendidikan S-1/D III sederajat berjumlah 93 orang atau berkisar

9 %, berpendidikan SMA sederajat berkisar 20%, berpendidikan SMP sederajat berkisar 11%, SD sederajat 46% dan terdapat 0,8% atau 9 orang yang masih buta huruf dari jumlah penduduk 1.036 jiwa.

2. Masyarakat Alue Bu Tuha dan Religiusitas Masyarakat gampong Alue Bu Tuha menunjukkan prilaku beragam yang lebih konsisten, meski pada kenyataannya dilakukan oleh sebagian dari mereka, namun warna demikan nampak lebih jelas. Misalnya pada pembicaraan mereka sehari-hari, cara berpakaian, budaya menghadiri pengajian dan acara-acara keagamaan di masjid atau ditempat-tempat lain, menghadiri TPA bagi anak-anak, kebiasaan membaca Al-Qur'an di rumah masing- masing, pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah bagi sebagian kecil dari mereka.

Pada hari Jum’at, biasanya petani, buruh atau tukang bangunan, sopir-sopir biasanya sebelum acara shalat Jum’at selesai mereka tidak melakukan aktivitas juga pada saat ada warga yang meninggal dunia kegiatan perdagangan (took, warung dan kedai- kedai ditutup) juga tidak dilakukan sampai jenazah diantarkan ke kuburan untuk dimakamkan, dan biasanya warga berada di rumah duka sampai mengantarkannya ke liang lahat untuk dikuburkan. Dan pada malam harinya warga mengadakan samadiyah, mengirimkan doa kepada yang meninggal, kecuali jika meninggalnya pada hari kamis maka pada malam harinya tidak diadakan samadiyah, dengan kata lain tidak ada kegiatan yang melibatkan warga pada kamis malam atau malam jum’at karena pada malam tersebut diadakan pengajian di Masjid Baitul Yaqin Pada hari Jum’at, biasanya petani, buruh atau tukang bangunan, sopir-sopir biasanya sebelum acara shalat Jum’at selesai mereka tidak melakukan aktivitas juga pada saat ada warga yang meninggal dunia kegiatan perdagangan (took, warung dan kedai- kedai ditutup) juga tidak dilakukan sampai jenazah diantarkan ke kuburan untuk dimakamkan, dan biasanya warga berada di rumah duka sampai mengantarkannya ke liang lahat untuk dikuburkan. Dan pada malam harinya warga mengadakan samadiyah, mengirimkan doa kepada yang meninggal, kecuali jika meninggalnya pada hari kamis maka pada malam harinya tidak diadakan samadiyah, dengan kata lain tidak ada kegiatan yang melibatkan warga pada kamis malam atau malam jum’at karena pada malam tersebut diadakan pengajian di Masjid Baitul Yaqin

Berkenaan dengan pekerjaan, terdiri dari kaum tani, pedagang atau pengusaha, Pegawai Negeri Sipil, guru, sopir, pekerja bengkel, tukang bangunan. Bahkan salah seorang masyarakat Alue Bu Tuha ada yang menjadi anggota DPRD Kabupaten Aceh Timur. Pekerjaan sopir umumnya adalah sopir damtruk karena di gampong Alue Bu Tuha terdiri dari bebukitan yang mengandung batu sehingga sangat cocok untuk penimbunan jalan/pengerasan jalan. Adapun pekerjaan lain-lain maksudnya pekerjaan “mocok-mocok”, yaitu pekerjaan insidentil yang melayani pesanan orang yang membutuhkan.

Dari kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kebanyakan masyarakat gampong Alue Bu Tuha, pada umumnya memiliki tingkat religiusitas yang cukup tinggi walaupun tidak merata. Kemudian berkenaan dengan kerja, dengan melihat macam-macam pekerjaan yang mereka tekuni dengan segala dinamikanya, memberikan kesan bahwa mereka secara umum bukanlah masyarakat pemalas. Bahkan cukup banyak diantara mereka yang beretos kerja tinggi.

3. Metode Belajar Al-Qur'an Metode belajar yang digunakan di Bale Pengajian adalah metode Iqra’. Menurut Pak Ni metode ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode yang pernah digunakan sebelumnya. Pertama, materi yang diajarkan langsung disebut nama hukum-hukumnya, hal ini sangat cocok bagi murid yang cepat nangkap, sehingga ketika selesai jilid 6 murid tidak hanyak pintar baca, tetapi mereka juga pintar teori-teorinya. Kedua, materi yang diajarkan sangat luas dan lengkap, serta dilengkapi dengan contoh-contoh materi yang cukup memadai, sehingga memungkinkan siswa akrab dengan materi yang diajarkan. Ketiga, materi yang diajarkan berurutan, mulai dari yang sangat mudah sampai kepada materi yang lebih sulit. 61

4. Pak Ni yang Bukan Teungku Ni Dilahirkan dengan nama Hamdani sebagaimana anak Aceh yang lain disamping bersekolah di siang hari juga mengaji di

61 Hasil wawancara dengan Pak Ni 61 Hasil wawancara dengan Pak Ni

H. M. Yusuf Kardi. Beberapa keterangan yang penulis dapatkan mula pertama

beliau mengajar mengaji adalah tatkala abang beliau almarhum H. Alamsyah akan berangkat ketanah suci, bersama dengan istri dan rekan beliau bang Junaidi kemudian diikuti oleh saudara Bukhari yang mengambil tempat di rumah abang beliau. Setelah abang beliau selesai, kemudian berlanjut sampai saat ini dan berdasarkan data yang dirangkum teman-teman sepengajian maka jumlah murid Pak Ni yang telah peutamat Qur'an mencapai 70 orang. Makna peutamat Qur'an disini adalah para murid yang telah belajar mengaji dimulai dari kitab Iqra’ sampai dengan Al-Qur'an sebanyak 30 Juz yang dimulai dari Surat Al-Fatihah sampai Surat Al-Ikhlas. Sikap beliau yang bersahaja dan rendah hati ditunjukkan dengan tidak ingin dipanggil dengan sebutan Teungku. Beliau merasa bahwa ilmu yang beliau miliki tidak seberapa dan belum ada konstribusi ke masyarakat.

Sebelum mengajar mengaji, beliau terlebih dahulu meminta restu kepada guru beliau Abi H. M. Yusuf Kardi pimpinan dayah di gampong Paya Bili II, Waled H. Kamaluddin Arby pimpinan Dayah Darussaa’dah di Gampong Alue Bu Jalan dan Abi Abdurrahman selaku pimpinan Dayah di Gampong Alue Bu Tuha mereka semua mendukung dan sampai saat ini jika ada permasalahan dalam mengajar beliau tetap berkomunikasi kepada ketiga Ulama tersebut.

Menurut beberapa informan yang penulis wawancarai kehadiran beliau di Bale pengajian menunggu muridnya juga Menurut beberapa informan yang penulis wawancarai kehadiran beliau di Bale pengajian menunggu muridnya juga

5. Pak Ni sang Wirausahawan Setahun ada 12 bulan, sebulan ada 30 hari dan seminggu ada

7 hari maka jadwal mengajar beliau dalam seminggu adalah 7 hari yakni pada tiap malam dari ba’da maghrib sampai jam 10 malam. Di Gampong Alue Bu Tuha dilaksanakan setiap Senin, Selasa, Rabu, Jum’at dan Sabtu malam. Minggu dan Kamis malam beliau mengajar di Gampong Alue Bu Baroh (Paya Beunot).

Pekerjaan beliau sehari-hari adalah berjualan ikan di Pasar Alue Bu Tuha, yang dimulai sejak pukul 6 pagi membeli ikan ke Kuala tempat pendaratan ikan, kadang ada Muge 62 yang lansung mengantarkan ke pasar tempat beliau berjualan sehingga tidak harus berangkat ke TPI. Sebelumnya tentu saja terlebih dahulu berkomunikasi lewat telepon.

Walaupun demikian beliau juga pernah rugi besar karena ikan bandeng yang beliau pesan tidak dapat dikonsumsi oleh pembeli karena berbau tidak sedap pada saat akan dimakan. Keesokan harinya beliau menggantikan dengan yang lain sebanyak yang dibeli oleh konsumen. Beliau mengungkapkan bahwa itu adalah sebuah konsekuensi dari dagang. Barang yang tidak layak harus kita ganti, sehingga para konsumen akan tetap bebelanja kepada kita, jujur adalah harga mati yang terus kita pertahankan agar rezeki yang kita bawa pulang ke rumah adalah rezeki yang halal. Dengan kata lain menafkahi keluarga kita dengan rezeki yang halal agar mendapat berkah dari Allah SWT. Sisi lain yang menarik adalah beliau lebih mempercayai abang beliau sebagai tempat menabung di bandingkan dengan Bank. Dengan alasan yang

62 Agen ikan 62 Agen ikan

Pada bagian depan tadi telah saya uraikan bahwa Pak Ni berdagang dimulai dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore, bagaimana dengan ibadah shalat beliau? Sebagaimana muslim yang lain berdagang maka pada saat akan masuk waktu shalat dhuhur maka beliau menutup dagangan beliau untuk ISHOMA demikian juga saat shalat ashar, yang pada inti sebelum maghrib tiba beliau telah hadir di rumah dan azan maghrib tiba beliau telah hadir di Masjid Baitul Muttaqin Alue Bu. Setelah makan malam beliau telah hadir menunggu kedatangan murid beliau di Bale dan mengajar sampai jam 10 malam. Dari hasil tabungan beliau juga telah membeli beberapa bidang tanah SAWah yang disewakan kepada orang lain juga memiliki tanah kebun.

6. Motivasi Belajar Murid-murid Pak Ni Motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi yang baik akan menunjukkan hasil yang baik

pula. 63 Dengan demikian motivasi merupakan fungsi dari medan di saat sedang terjadi sehingga tingkah-laku perbuatan manusia merupakan fungsi untuk menyelesaikan diri pada saat peristiwa atau proses terjadinya. Melihat pentingnya fungsi motivasi dalam perilaku organisasi, maka Thorndike, ahli ilmu jiwa aliran behaviorisme di Amerika serikat, menciptakan suatu hokum efek (Law Of Effect). Menurut hukum ini, hubungan yang dibentuk oleh organisme antara situasi rangsangan dengan response (jawaban) menjadi kuat bilamana response tersebut diikuti oleh suatu pemenuhan terhadap kepuasan atau diikuti oleh pengurangan

terhadap suatu kebutuhan (need reduction). 64 Motivasi murid-murid Pak Ni dalam engikuti pengajian adalah sebagaimana yang tersebut di bawah ini.

Sebagai orang yang telah mempunyai anak, tentu saja berkeiginan anaknya menjadi anak yang saleh bukan anak yang salah. Sehingga anak haruslah diberikan pendidikan. Karena

63 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar , hlm 84-85. 64 H.M. Arifin, Psikologi Da’wah Suatu Pengantar Studi , Hal 72.

berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh seorang ayah maka untuk mendidik sang buah hati anak akan diserahkan ke lembaga pendidikan, di sekolah untuk mendalami ilmu-ilmu umum dan di dayah atau Taman Pengajian Qur’an untuk mendalami ilmu agama islam. Sebagaimana budaya masyarakat Aceh umumnya maka orang tua akan menyerahkan tanggung jawab pendidikan agamanya kepada Teungku baik di dayah maupun di Bale Pengajian. Untuk tingkat dasar biasanya seorang anak biasanya diperkenalkan huruf hijaiyah sebagai bekal awal dalam mempelajari Al-Qur'an. Di Dayah dimana anak penulis mengaji digunakan metode iqrak sebagai langkah awal sebelum membaca Al-Qur'an ditempat yang lain ada juga yang menggunakan metode Baghdadi.

Dengan demikian seorang ayah atau ibu tentu saja harus mampu menggunakan metode iqrak jika anaknya belajar dengan metode tersebut atau metode Baghdadi jika sang anak belajar dengan menggunakan metode ini. Tantu saja wajib hukumnya mampu membaca Al-Qur'an jika sang anak sudah mulai membaca Al-Qur'an. Mempelajari dan mengajarkan Alquran merupakan tolok ukur kualitas seorang muslim. Makanya sebagian besar murid Pak Ni mengatakan:

“Mengikuti pengajian karena anak beliau sudah mulai belajar mengaji di Dayah Abi Yusuf sehingga beliau khawatir suatu hari nanti ditanyai oleh anaknya beliau tidak dapat menerangkan dengan baik terutama tentang huruf dan tajwidnya. Kalau yang kita ajarkan tidak sesuai dengan ilmu tajwid kan bisa jatuh harga diri kita selaku orang tua” 65

G. Memperbaiki Diri

Bang Junaidi mempunyai seorang teman yang tidak lain adalah abang dari Pak Ni, yang bekerja sebagai pedagang di gampong Alue Bu Tuha. Beliau sering memperhatikan bahwa setiap waktu shalat Jum’at tiba teman beliau tersebut selalu pulang ke rumah dan tidak pernah ke masjid untuk shalat Jum’at. Sehingga pada suatau hari beliau menanyakan kepada temannya tersebut mengapa tidak ke Masjid ternyata temannya tersebut tidak bisa mengaji maka setelah berkompromi dengan Pak Ni maka mulailah Pak Ni menjadi guru bagi Bang Junaidi dan temannya. Disinilah awal terbentuknya pengajian Al-Qur'an bagi orang dewasa di Bale

65 Wawancara dengan bang Junaidi

Pengajian Gampong Alue Bu Tuha. 66 Akhirnya beliau menjadi seorang yang taat dan telah menunaikan ibadah haji juga rajin mengikuti pengajian yang diadakan di Dayah Abi Yusuf. sampai akhir hayatnya.

H. Memperbaiki Bacaan Shalat

Bacaan di dalam shalat identik dengan bacaan yang terkandung di dalam Al-Qur'an, sehingga apabila kita salah membacanya tentu saja akan mengakibatkan salah artinya, bias saja kita inginkan adalah jalan yang lurus tetapi yang kita dapatkan adalah kepiting atau kita ingin menyebutkan hati tersebut anjing. Dengan demikian kita tentu saja harus belajar membaca Al-Qur'an dengan benar agar bacaan dalam shalat kita juga benar 67

Imam Al-Jazari mewajibkan kepada setiap muslim untuk membaca dengan tajwid, karena hal ini merupakan penjagaan terhadap keaslian Alquran. Beliau mengatakan dalam mandzumah Al-Jazariyah: Menurutnya, "membaca Alquran dengan tajwid hukumnya wajib, barang siapa yang tidak membacanya dengan tajwid maka berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan Alquran, dan demikianlah Alquran sampai kepada kita dari-Nya." 68

Sang guru yang dipanggil dengan sebutan Pak Ni, memiliki ketekunan, kesabaran, disiplin dan professional serta senantiasa dapat bekerja sama dengan orang lain. Hal ini tercermin dalam hasil simpulan wawancara dengan murid-murid beliau berikut:

Kami tidak pernah menunggu kedatangan beliau, tapi beliau yang selalu menunggu kami, beliau sangat sabar dalam mengajar tidak bosan-bosannya beliau mengulang berkali-kali sampai kami berhasil menguasai apa yang beliau ajarkan. Andaikata ada yang bagian dari Al-Qur'an yang tidak mampu beliau jelaskan maka beliau dengan yakin mengatakan besok akan saya jumpai Abi Yusuf atau Abi Abdurrahman untuk mengkonsultasikan prihal tersebut.

Beliau juga menganjurkan kepada kami (murid beliau) yang menurut beliau berkemampuan baik untuk mengaji ke dayah Abi Yusuf pada setiap Minggu malam, karena di Dayah tersebut akan diterangkan makna yang terkandung disetiap ayat yang dibacakan dan biasanya murid yang telah diizinkan Insya Allah tidak akan

66 Wawancara dengan bang Junaidi 67 Inti sari wawancara dengan beberapa informan

68 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-Hafizh, Lc. Pedoman Dauroh Al-Qur'an, Jakarta, Markaz Al Qur'an, hlm. 6 68 Abdul Aziz Abdur Rauf, Al-Hafizh, Lc. Pedoman Dauroh Al-Qur'an, Jakarta, Markaz Al Qur'an, hlm. 6

I. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisis dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. Pertama, etos kerja islami yang dimilik oleh Teungku dalam hal ini ditunjukkan oleh Pak Ni selaku Tungku yang mengajar di Bale Pengajian Gampong Alue Bu Tuha tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat melalui jam kerja beliau sebagai pribadi yang bertanggung jawab menafkahi keluarganya, dimana beliau memulai menjalan aktivitasnya sebagai pedagang dari kisaran jam 6. 00 samapai dengan 18.00 WIB. Kemudian beliau melanjutkan aktivitas sebagai teungku yang mengajar mengaji semenjak jam 19.30 sampai dengan 22.00 WIB.

Kedua, motivasi murid-murid dewasa mengaji terbentuk karena kebutuhan mereka akan bagaimana membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar (motivasi intrinsik ) juga dipengaruhi oleh dan ekstrinsik. Pak Ni selaku Teungku yang mengajar di Bale Pengajian Gampong Alue Bu Tuha memliki kegigihan yang tergolong tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan beliau yang menunggu kehadiran murid-muridnya, dan tidak pernah muridnya hadir terlebih dahulu menanti kedatangan beliau.

Menyaksikan antusias dari para orang dewasa mengikuti pengajian maka penulis menyarankan agar aparat gampong Alue Bu Tuha atau pengambil kebijakan memberikan apresiasi kepada Teungku di Bale pengajian sehingga kelangsungan hidup Lembaga Pendidikan Islam itu terus terjaga dalam rangka meningkatkan kualitas ummat beragama.

69 Inti sari wawancara dengan beberapa informan