MENGENAI MASALAH DR. IR. SOEKARNO

C. MENGENAI MASALAH DR. IR. SOEKARNO

1. PNI dengan segenap Organisasi Massa-nya akan tetap menjauhkan diri dari sikap Kultus individu terhadap siapa pun juga termasuk ter- hadap Dr. Ir. Soekarno.

2. Sebagai konsekuensi dari pada pendirian termaksud di atas, dan untuk mencegah pen-salah tafsiran terhadap gelar "Bapak Marhaenisme" sebagaimana diputuskan oleh Sidang MPP ke II dari PNI pada tanggal 20 - 25 Juli 1967, maka gelar "Bapak Marhaenisme" ditiadakan.

D. BIDANG EKONOMI-SOSIAL-KEBUDAYAAN DAN KEAGAMAAN Dengan berpedoman kepada Yudya Pratidina Marhaenis dan Bina Dharma (Program

Partai), PNI dengan segenap Gerakan Massa Marhaen akan terus berjuang sekuat tenaga memberikan amal dan dharma bakti kepada negara, bangsa dan masyarakat dalam bentuk:

Konsepsi-konsepsi yang positip di bidang ekonomi-sosial- kebudayaan dan keagamaan, yang disalurkan

Sosio-Nasionalisme yang dianut, ialah nasionalisme kemasyarakatan yang menolak chauvinisme. Yang dikembangkan, ialah paham kebangsaan gotong-royong yang berdasarkan hidup kemasyarakatan dan berperikemanusiaan. Paham ini anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, menolak segala macam bentuk kapitalisme, termasuk kapitalisme negara.

Sosio-Demokrasi ditafsirkan sebagai demokrasi lengkap meliputi: demokrasi politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.

Demokrasi politik, mengakui hak setiap warganegara dan orang, hidup sama makmur, sama mengatur penghidupan dan kehidupan.

Demokrasi ekonomi, mengakui hak setiap warganegara dan orang secara luas dan baik, dalam bidang perekonomian.

Demokrasf sosial, mengakui hak setiap warganegara dan orang mendapat penghargaan yang sama sebagai makhluk sosial, mengakui hak setiap orang mencapai tingkat kemajuan dan kedudukan sosial, sesua! dengan bakat dan kemampunannya.

Demokrasi kebudayaan, mengakui hak setiap warganegara dan orang menikmati keindahan dan manfaat kebudayaan.

Ditegaskan oleh sidang MPP, bahwa tidak ada satu pun basic ideas Marxisme yang dianut oleh Marhaenisme, meski pun Bung Karno mengatakan: ada! Dalam hal ini Orde Baru yang anti PKI, lebih rasional dibandingkan PNI gaya baru, karena ORBA Ditegaskan oleh sidang MPP, bahwa tidak ada satu pun basic ideas Marxisme yang dianut oleh Marhaenisme, meski pun Bung Karno mengatakan: ada! Dalam hal ini Orde Baru yang anti PKI, lebih rasional dibandingkan PNI gaya baru, karena ORBA

Ketua Umum PNI gaya baru, Osa Maliki, mengatakan dalam satu ceramahnya, baru pada tahun 1958 Bung Karno menjelaskan bahwa Marhaenisme adalah: het in Indonesia toegepaste Marxisme- Marhaenisme adalah Marxisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi Indonesia.

Sesudah Kongres Pemersatuan di Bandung, Osa Maliki dan beberapa tokoh PNI lainnya menghadap Bung Karno di Istana Bogor. Osa Maliki berkata kepada Bung Karno dalam bahasa Jerman: "Im Marhaenisme leben wir und sterben wir allen?" Bung Karno menjawab: "Marhaenisme dalam arti Marxisme yang diterapkan di Indonesia".

Osa Maliki lalu mengatakan lagi: "Kami mengerti, tapi persoalannya bukan itu. Pancasila sekarang sedang terancam, Pancasila dalam bahaya".

Bung Kàrno lalu bertanya kepada yang lain, bagaimana pendapat mereka. Prof. Usep Ranumihardja (Sekjen) yang menjawab: "Bagi kami, Marhaenisme itu sesuai dengan apa yang pernah diterangkan oleh Bung Karno sendiri dalam satu kesempatan di Universitas Padjajaran Bandung, yaitu: Marxisme hanya sebagai metode berpikir saja. Bung Karno tidak membantah.

DEWAN PIMPINAN PUSAT PARTAI NASIONAL INDONESIA

Ketua Umum, Sekretaris Jenderal II (Osa Maliki) (I.G.N. Gde Djaksa) DEWAN PIMPINAN PUSAT/PRESIDIUM

ORGANISASI MASSA PNI

1. Kesatuan Buruh Marhaenis (K.B.M.) Ketua, Sekretaris Jenderal, (Abdul Madjid) (Rasjid St. Radjamas)

2. Pesatuan Tani Nasional Indonesia (PETANI) Ketua, Sekretaris Jenderal, (Sadjarwo S.H.) (Sunardjo)

3. Gerakan Wanita Marhaenis (G.W.N.) Ketua, Sekretaris Jenderal,

(Ny. A.S. Gani S.) (Ny. S. Abadi)

4. Gerakan Pemuda Marhaenis Ketua, Sekretaris Jenderal, (Daud Sembiring) (Hendrik Wangge)

5. Gerakan Sarjana Rakyat Indonesia (I.S.R.I.) Ketua, Sekretaris Jenderal, (Ir. A. Sarbini) (A. Nasution S.H.)

6. Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (G.M.N.I) Ketua, Sekretaris Jenderal, (Soerjadi) (Budi Hardjono)

7. Gerakan Nelayan Marhaenis (G.N.M.) Ketua, Sekretaris Jenderal, (I.B.P. Manuaba) (Kusbara Bsc)

8. Gerakan Pendidik Marhaenis Ketua, Sekretaris Jenderal, (Karim M. Doerjat) (Ny: Samingatun K.)

9. Gerakan Siswa Nasional Indonesia (G.S.N.I.) Ketua, Sekretaris Jenderal, (Sopingi) (Sam Arajad) JAWABAN SOEHARTO Sehari kemudian, Pak Harto menjawab Pernyataan Kebulatan Tekad PNI sebagai

berikut: Jakarta, 21 Desember 1967

Kepada Yth. DEWAN PIMPINAN PUSAT P.N.I di Jakarta

Nomor: 6-57/PRES/12/1967 Sifat : PENTING/SEGERA Lampiran : Perihal : HAK HIDUP BAGI P.N.I.

Memperhatikan surat DPP PNI No. 587/DPP/ Pol/040/67 dan Pernyataan Kebulatan Tekad PNI tanggal 20 Desember 1967, perihal seperti pada pokok surat ini, dengan ini saya sampaikan hal-hal berikut:

1. Mengenai hak hidup dan perlindungan hukum bagi partai-partai politik pada dasarnya saya berpegang teguh pada jiwa ketetapan MPRS No.XXII dihubungkan dengan pasal 5 ketetapan MPRS No. XIX, hal ini berarti bahwa kehidupan kepartaian dewasa ini tetap dijamin berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang masih berlaku.

2. Dengan sendirinya partai politik harus berdasarkan diri pada keseluruhan jiwa, semangat dan ketentuan hasil sidang Umum ke IV dan sidang Istimewa MPRS, khususnya di bidang ideologi dan politik, secara kongkrit partai-partai politik harus:

a. Dibidang Ideologi: menerima, mempertahankan dan mengamalkan PANCASILA sebagai dasar falsafah negara secara murni dan konsekuen, sebaliknya tidak mendasarkan pandangan dan kegiatan secara langsung atau tidak pada Marxisme-Leninisme;

b. Dibidang politik: menerima dan mempertahankan Undang- Undang Dasar 1945, hal ini berarti menjunjung tinggi kehidupan konstitusionil dan melenyapkan segala bentuk kultus individu terhadap siapa pun juga:

3. Sangat disayangkan, bahwa dalam waktu-waktu yang lalu, PNI sebagai partai mau pun pemimpinpemimpinnya dan anggota- anggotanya telah melakukan tindakan-tindakan politik yang setidak- tidaknya bertentangan dengan jiwa, semangat dan ketentuan- ketentuan sidang Umum ke IV MPRS dan sidang istimewa MPRS itu, antara lain ialah:

a. Niat DPP PNI untak menyerahkan piagam kepada Dr. Ir. Soekarno sebagai "Bapak Marhaenis";

b. Anggota PNI di daerah-daerah masih ingin mempertahankan kepemimpinan Dr. Ir. Soekarno, halmana berarti berusaha mengembalikan Orde Lama dan menentang Orde Baru; b. Anggota PNI di daerah-daerah masih ingin mempertahankan kepemimpinan Dr. Ir. Soekarno, halmana berarti berusaha mengembalikan Orde Lama dan menentang Orde Baru;

4. Disamping "Deklarasi Marhaenis" yang merumuskan Marhaenis sebagai Marxisme yang diteraphan dan disesuaikan dengan kondisi-kondisi Indonesia dianggap oleh keknàtan-kehuatan Orde Baru sebagai pola pikiran yang membahayakan PANCASILA.

5. Hal-hal tersebut pada angka 3 dan 4 di atas mengakibatkan kecurigaan golongan-golongan lain terhadap PNI sehingga penguasa-penguasa di daerahdaerah terpaksa mengambil tindakan sementara terhadap PNI.

6. Secara keseluruhan dapat dinilai bahwa proses peng-Orba-an dalam tubuh PNI belum terlaksana. Dasar peng-Orba-an yang perlu dilakukan dan dibuktikan oleh PNI adalah:

a. Di bidang Idiologi: Di hilangkannya segala bentuk pola pikiran Marxis dari cara berpikir PNI;

b. Di bidang politik Di hentikan segala bentok hubungan PNI dengan Dr. Ir. Soekarno; yang kesemuanya itu mutlak diperlukan untuk membuktikan kemauan dan maksud baik dari PNI, sebagai anggota keluarga- besar Orde Baru di satu pihak, dan di lain pihak, justru untuk menghilangkan kelemahan prinsipiil bagi PNI sendiri yang telah menimbulkan keraguraguan partner-partner Pancasilais lainnya.

7. Dengan telah dikeluarkannya Pernyataan Kebulatan Tekad DPP PNI beserta segenap DPP/Presidium Organisasi Massa PNI yang disampaikan kepada saya, maka saya menilai bahwa dilihat dari segi materinya PNI telah mampu meletakkan kembali landasanlandasan di bidang N deologi dan politik yang sesuai dengan semangat dan tekad Orde Baru seperti yang saya tunjukkan dalam angka 6 di atas.

8. Langkah-langkah nyata yang perlu segera dilakukan dan dibuktikan oleh PNI adalah melaksanakan dengan penuh kejujuran dan kesungguhan isi pernyataan Kebulatan Tekad tersebut sehingga meyakinkan kekuatan-kekuatan Orde Baru lainnya. Dengan adanya langkah itu maka penguasa-penguasa di daerah tidak perlu lagi mengambil tindakan yang dirasakan merugikan PNI dan Organisasi Massa PNI lainnya walau pun tindakan-tindakan itu telah terpaksa dan harus dilakukan untuk mengamankan perjuangan menegakkan Orde Baru.

9. Dengan adanya Pernyataan Kebulatan Tekad dan pengertian- pengertian tersebut pada angka 8 di atas, maka saya akan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memberi petunjuk- petunjuk kepada semua penguasa di daerah untuk membantu 9. Dengan adanya Pernyataan Kebulatan Tekad dan pengertian- pengertian tersebut pada angka 8 di atas, maka saya akan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk memberi petunjuk- petunjuk kepada semua penguasa di daerah untuk membantu

10.Demikianlah tanggapan saya terhadap surat DPP PNI tersebut di atas dan langkah-langkah yang perlu segera diwujudkan oleh PNI dan Organisasi-Organisasi Massa PNI, baik di tingkat pusat mau pun daerah, sehingga hak hidup dan perlindungan hukum bagi PNI dan Organisasi-Organisasi Massa PNI benar-benar dapat dijamin atas dasar-dasar yang kuat realistis dan menjamin keselamatan perjuangan menegakkan Orde Baru.

PEJABAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO JENDERAL - T.N.I Tembusan:

1. Menteri Pertahanan/Keamanan;

2. Menteri Dalam Negeri

3. Jaksa Agung

4. Arsip

BAB Xl CATATAN AKHIR: SEBERKAS TEKA-TEKI SEWAKTU hendak mengakhiri tulisan ini, kondisi di Indonesia kokoh bertahan pada

penilaian tunggal mengenai "Gerakan 30 September 1965". Gerakan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab PKI, apalagi tokoh-tokohnya yang diadili, mengakui demikian.

Namun ironisnya, Sukarno, Presiden Republik Indonesia waktu itu, juga harus ikut bertanggungjawab, dituduh ikut terlibat gerakan yang hendak menjatuhkan kekuasaannya sendiri (coup d'etat). Sebuah logika aneh yang direkayasa.

Penilaian ini sudah baku dan tidak kunjung surut sampai seperempat abad lebih lamanya. Sampai-sampai K.H. Abdurrahman Wahid, ketua Umum Pengurus Besar NU, penerima Magsaysay Award 1993, menganggap sangat menyedihkan bahwa tregedi 1965 itu tidak pernah muncul dalam teater kita 83). Karena teater bisa mengungkapkannya secara utuh dan lebih transparan.

33) "Kompas" 21 Oktober 1993 Penilaian tunggal yang selalu dinyatakan dalam "paduan suara", menyebabkan

dilupakannya pertanyaan mendasar: Mengapa akan terjadinya Gerakan 30 September 1965 sama sekali tidak sempat diantisipasi oleh Inteligen ABRI, sehingga tidak ada pula tindakan preventif untuk menangkalnya?

Kenyataan ini sangat rumit untuk dimengerti bisa terjadi dalam sistim Inteligen kita, karena persiapan gerakan, cukup transparan.

Statement terbuka anggota Politbiro CC PKI, Anwar Sanusi, sebelum kejadian, yang menyatakan bahwa ibukota sudah hamil tua dan paraji (bidan) sudah tersedia untuk menolong kelahiran bayi yang ditunggu-tunggu, seharusnya dapat dianalisis oleh Intel ABRI, apa yang tersirat di balik kata- kata itu, mengingat situasi politik sudah begitu panas.

Juga pidato ketua Politbiro CC PKI, D.N. Aidit pada penutupan kongres Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI), sebuah organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi dengan PKI, 28 September 1965 di ISTORA Senayan, menganjurkan kepada CGMI yang menuntut pembubaran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), supaya membubarkannya sendiri saja, karena Pemerintah tidak mau melakukannya, seharusnya sudah diantisipasi sebagai satu tantangan terbuka.

Di samping itu, Mayor Jenderal Sugandhi yang pada waktu itu Kepala Penerangan HAN KAM, seperti pengakuannya sendiri kepada tim pemeriksa yang mengintrogasinya, juga sudah mengetahui akan terjadinya coup d'état, yang Di samping itu, Mayor Jenderal Sugandhi yang pada waktu itu Kepala Penerangan HAN KAM, seperti pengakuannya sendiri kepada tim pemeriksa yang mengintrogasinya, juga sudah mengetahui akan terjadinya coup d'état, yang

Sedang issue "Dewan Jenderal" hendak melakukan coup, sudah lebih lama didesas-desuskan di masyarakat, sehingga sudah harus dipertimbangkan apa tujuan desas-desus itu.

Semua ini merupakan petunjuk yang lebih dari cukup untuk menarik kesimpulan bahwa ada sesuatu yang akan terjadi.

Atau apakah memang ada kesengajaan meloloskan terjadinya G30S, meski pun dengan mengorbankan 6 Jenderal, agar ada alasan yang kuat untuk menghancurkan PKI dan menggulingkan Sukarno, seperti yang dikehendaki oleh Amerika?

Oleh karena itu, keterlibatan Amerika Serikat dalam penyusunan skenario ini, patut dipertimbangkan. Kegiatan Marshall Green, Duta Besar Amerika di Jakarta waktu itu, sangat mencurigakan. Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Asia Timur dan Pasifik (1964-1969), William P. Bundy dalam kata pengantarnya pada penerbitan buku karya Marshall Green, "Dari Sukarno ke Soeharto" menulis,..... "apa yang dilakukan oleh Pemerintah AS di Indonesia sejak pertengahan tahun 1965 hingga 1968, ialah pada dasarnya mengikuti nasehat Marshall Green mengenai pendekatan pokok dan beberapa hal lainnya tentang bagaimana melaksanakan pendekatan itu. Cerita itu dapat disebut keberhasilan suatu Misi yang membuat "Indonesia" menjadi kisah keberhasilan yang sejati".84)

84) Marshall Green, Dari Sukarno ke Soeharto, hal. 164 Pengakuan yang lain datang dari wartawan Amerika, Arnold G. Brackman. Ia

menulis: "Apa yang terjadi di Indonesia pada hari- hari pertama yang menentukan dalam bulan Oktober 1965, mungkin yang paling mencolok dalam zaman ini di Asia sejak Mao bangkit berkuasa di daratan Cina pada 1949" 85).

85) Arnold G. Brackman, The Communist Collaps in Indonesia, hal. 1 Meski pun demikian, Marshall Green merasa perlu mengatakan bahwa AS tidak

terlibat di Indonesia, hanya memperoleh manfaat besar dari hilangnya kekuatan komunis di negeri itu. Ia mengutip tulisan Lektor Kepala H. W. Brands dari Texas A & M University dalam Journal of American History (Desember 1989) bahwa Amerika Serikat tidak mendongkel Sukarno dan tidak bertanggungjawab terhadap ratusan ribu jiwa yang tewas dalam penumpasan PKI. Oleh karenanya, kata Green, "kita tidak punya alasan untuk meminta maaf karena masa lampau".

Sangkalan Marshall Green cukup berani, karena bukti-bukti yang diungkapkan dalam dokumen-dokumen yang dikutip dari Presiden Johnson Library yang sudah diumumkan di Amerika, justru mengungkapkan keterlibatan AS di Indonesia.

Bahkan menurut Russel H. Fifield dalam bukunya Southeast Asia in United States Policy (hal. 404-440), untuk menangkal perkembangan yang mengkhawatirkan di Indonesia, antara 1959- 1960 ahli-ahli strategi Amerika dan para Jenderalnya mengadakan 7 kali pertemuan. Council on Foreign Relations mendirikan apa yang dinamakan Study Group on Southeast Asia in U.S. Policy. Itulah rancangan awal berdirinya ASEAN yang disiapkan oleh Amerika, kemudian diresmikan pada bulan Agustus 1967 di Bangkok, di mana Indonesia masuk di dalamnya.

Korban penumpasan G30S/PKI, sangat besar. K.H. Abdurrahman Wahid, ketua umum PB NU ketika diwawancarai majalah Mingguan Berita "Editor", mengakui bahwa orang Islam membantai 500.0 eks PKI 86). Tentu masih ada lagi yang dibunuh oleh yang tidak masuk "Orang Islam". Maka angka 1 juta seperti yang diumumkan oleh Panitia Amnesti Internasional 87), bisa dimengerti.

86) Editor No.49/Tahun Vl/4 September 1993

87) Amnesty International, Getting Away With Murder Political killings and "disappearances" in the 1990s, Amnesty International Publications, London

Kata Abdurrahman Wahid dalam wawancara itu, meski pun sudah begitu besar korbannya, tidak ada sanak keluarga korban pembantaian yang masuk Islam. Malah mereka mencari keteduhan jiwa dalam dendam mereka kepada Islam, dengan masuk agama lain.

Namun sisi lain yang menjadi noda dalam sejarah, dikaitkannya G30S/PKI dengan Bung Karno. Ada kekuatan yang menganggap Bung Karno sebagai dalangnya. Dalam keadaan terdesak, Bung Karno menandatangani Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR) yang terkenal itu. Tragisnya SUPERSEMAR itu juga yang menggiring Bung Karno ke keruntuhannya, setelah disulap menjadi Ketetapan MPRS No. IX/1966, berdasarkan konsep yang disusun oleh Prof. Dr. Ismail Suny, SH. MCL., Adnan Buyung Nasution, SH., Dahlan Ranuwihardjo, SH., dibantu oleh K.H. Achmad Syaichu dan Subhan Z.E. yang disambut hangat oleh Ketua MPRS, Jenderal A.H. Nasution.88) Dengan demikian, Surat Perintah itu tidak bisa dicabut lagi dengan segala implementasinya yang terus bergulir sesuai dengan kebutuhan dan bermuara pada keluarnya Ketetapan MPRS No.XXXIII/1968 yang menggulingkan Bung Kamo sebagai Presiden R.l.

88) Keterangan Prof. Dr. Ismail Suny, SH., MCL. kepada "Forum Keadilan", 11 Nopember 1993.

Padahal kenyataan menunjukkan bahwa yang menggagalkan gerakan lebih lanjut dari sayap militer G30S/PKI justru Bung Kamo sendirii dengan dikeluarkannya Perintah Lisan sebagai Penglima Tertinggi kepada Brigadir Jenderal Soepardjo, pimpinan militer G30S/PKI di Halim pada 1 Oktober 1965 pagi, supaya menghentikan semua operasi militer, pada saat G30S/PKI secara militer dalam posisi memegang inisiatif. Perintah Usan Panglima Tertinggi ini mempunyai akibat langsung, di mana operasi Padahal kenyataan menunjukkan bahwa yang menggagalkan gerakan lebih lanjut dari sayap militer G30S/PKI justru Bung Kamo sendirii dengan dikeluarkannya Perintah Lisan sebagai Penglima Tertinggi kepada Brigadir Jenderal Soepardjo, pimpinan militer G30S/PKI di Halim pada 1 Oktober 1965 pagi, supaya menghentikan semua operasi militer, pada saat G30S/PKI secara militer dalam posisi memegang inisiatif. Perintah Usan Panglima Tertinggi ini mempunyai akibat langsung, di mana operasi

Soepardjo sendiri begitu menerima Perintah Lisan dari Panglima Tertinggi, langsung memastikan bahwa Gerakan 30 September sudah kalah. Seorang saksi mata yang berada di Halim pada tanggal 1 Oktober 1965 itu mengatakan bahwa D.N. Aidit yang berada di Sentral Komando G30S Halim begitu mendengar ada perintah supaya menghentikan operasi militer dan mencegah pertempuran, memberikan reaksi marah sekali. Laksamana Muda (Purn.) Wisnu Djayengminardo yang waktu itu komandan Pangkalan Udara Halim mengatakan bahwa ia mendengar sendiri ucapan Soepardjo yang dalam keputusasaannya mengatakan bahwa "kita sudah kalah", sambil duduk di atas ubin.

Fakta ini semua tidak pernah dipertimbangkan sewaktu mengambil keputusan menuding Bung Karno terlibat G30S/PKI.

Layaklah dalam peristiwa 30 September 1965 ini, tampil seberkas teka-teki. Setidaknya tiga pertanyaan besar memerlukan jawaban.

1. Mengapa Gerakan 30 September 1965 tidak bisa dicegah sebelum terjadi, padahal ada kesempatan? Petunjuk akan terjadinya gerakan itu, begitu transparan.

2. Mengapa Perintah Lisan Bung Karno untuk menghentikan semua Operasi Militer dan ditaati, tidak dipertimbangkan sebagai faktor utama yang menggagalkan G30S/PKI?

3. Mengapa SUPERSEMAR yang hendak ditarik kembali oleh Presiden Sukarno, secara mengejutkan disulap menjadi Ketetapan MPRS tanpa persetujuan pembuat Surat Perintah itu yang kemudian digunakan untuk menggulingkan Bung Karno sendiri? Tindakan menyulap itu terlalu jelas mengisyaratkan tujuan akhirnya: Menggulinglan Bung Karno.

Hanya sejarah yang darahnya mengalir di sekujur tubuh bangsa, itulah yang dapat menjawab dengan tepat, jika saatnya telah tiba.

Namun seperempat abad setelah wafatnya, terdaftar 9 juta peziarah mendatangi makam Bung Karno di Blitar, untuk mengenang dan mendo'akan yang terbaik baginya.

Wartawan Keith Loveard menulis dalam "Asia Week" 29 Juni 1994, ia heran dan sekaligus kagum, mengapa yang ditempelkan supir-supir taxi pada kaca mobil mereka bukan gambar Presiden Soeharto tapi gambar Bung Karno. Wartawan ini Wartawan Keith Loveard menulis dalam "Asia Week" 29 Juni 1994, ia heran dan sekaligus kagum, mengapa yang ditempelkan supir-supir taxi pada kaca mobil mereka bukan gambar Presiden Soeharto tapi gambar Bung Karno. Wartawan ini

Demikianlah, usul mencabut TAP MPR No. XXXIII/1968 yang menggulingkan Presiden Sukarno dengan alasan yang diciptakan, nampaknya terlalu berat untuk dikabulkan, karena akibat ke-tata- negaraannya di khawatirkan menggoncangkan dan memalukan. Tapi berbagai tindakan resmi untuk memperlemah secara berangsur- angsur makna TAP MPR itu, mulai ditempuh, misalnya:

1. Pengakuan formal bahwa Bung Karno adalah Proklamator Kemerdekaan bersama Bung Hatta.

2. Presiden Soeharto meresmikan makam Bung Karno di Blitar pada 21 Juni 1979, sebagai Makam Pahlawan.

3. Merubah nama Bandar Udara Internasional "Cengkareng" menjadi "Bandar Udara Sukarno-Hatta".

Entahlah tindakan apa lagi selanjutnya yang akan diambil. Mungkin giliran " 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila" yang selama ini diingkari, akan diakui kembali.

Memang terlampau pahit untuk mengakui kesalahan. Meski pun demikian, sejarah tidak pernah lalai mencatatnya.

Soeharto Dalang Pembunuhan Jenderal Achmad Yani?

Tabloid "Demokrat" edisi 12 - 18 AprilTabloid "Demokrat" edisi 12 - 18 April

Kesaksian bekas Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama : HARYA SUDIRJA bahwa Bung Karno menginginkan Menpangad Letjen Achmad Yani menjadi presiden kedua bila kesehatan Proklamator itu menurun, ternyata sudah lebih dahulu diketahui isteri dan putra-putri pahlawan revolusi tersebut.

"BAPAK sendiri sudah cerita kepada kami (isteri dan putra-putri Yani - red) bahwa dia bakal menjadi presiden. Waktu itu Bapak berpesan, jangan dulu bilang sama orang lain", ujar putra-putri Achmad Yani : Rully Yani, Elina Yani, Yuni Yani dan Edi Yani - Sebelumnya diberitakan dalam acara diskusi "Jakarta - Forum Live, Peristiwa G- 30S/PKI, Upaya Mencari Kebenaran" terungkap kesaksian baru, yaitu beberapa hari sebelum peristiwa kelam dalam sejarah republik ini meletus, Bung Karno pernah meminta Menpangad Letjen Achmad Yani menggantikan dirinya menjadi presiden bila kesehatan proklamator itu menurun.

Kesaksian tersebut disampaikan salah satu peserta diskusi :Harya Sudirja. Menurut bekas Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama ini, hal itu disampaikan oleh Achmad Yani secara pribadi pada dirinya dalam perjalanan menuju Istana Bogor tanggal 11 September 1965. Putra-putri Achmad Yani kemudian menjelaskan, informasi baik itu sudah diketahui pihak keluarga 2 (dua) bulan sebelum meletusnya peristiwa berdarah G-30S/PKI. "Waktu itu ketika pulang dari rapat dengan Bung Karno beserta para petinggi negara, Bapak cerita sama ibu bahwa kelak bakal jadi presiden", kenang Yuni Yani, putri keenam Achmad Yani. "Setelah cerita sama ibu, esok harinya sepulang main golf, Bapak juga menceritakan itu kepada kami putra-putrinya. Sambil tertawa, kami bertanya, benar nih Pak. Jawab Bapak ketika itu, ya", ucapnya. Menurut Yuni, berita baik itu juga mereka dengar dari ajudan Bapak yang mengatakan Bapak bakal jadi presiden. Makanya ajudan menyarankan supaya siap-siap pindah ke Istana.

Sedangkan menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai salah satu nara sumber. "Waktu itu, Pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul Saleh dan AH Nasution", katanya. "Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden", kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina. Pada prinsipnya, tambah Yuni pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal jadi presiden. Namun ibunya (Alm. Nyonya Yayuk Ruliah A.Yani) usai makan malam Sedangkan menurut Elina Yani (putri keempat), saat kakaknya Amelia Yani menyusun buku tentang Bapak, mereka menemui Letjen Sarwo Edhie Wibowo sebagai salah satu nara sumber. "Waktu itu, Pak Sarwo cerita bahwa Bapak dulu diminta Bung Karno menjadi presiden bila kesehatan Proklamator itu tidak juga membaik. Permintaan itu disampaikan Bung Karno dalam rapat petinggi negara. Di situ antara lain, ada Soebandrio, Chaerul Saleh dan AH Nasution", katanya. "Bung Karno bilang, Yani kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden", kata Sarwo Edhie seperti ditirukan Elina. Pada prinsipnya, tambah Yuni pihak keluarga senang mendengar berita Bapak bakal jadi presiden. Namun ibunya (Alm. Nyonya Yayuk Ruliah A.Yani) usai makan malam

Lalu siapa pembunuhnya ? Menurut Yuni, Ibu dulu mencurigai dalang pembunuhan ayahnya adalah petinggi militer yang membenci Achmad Yani. Dan yang dicurigai adalah SOEHARTO. Mengapa Soeharto membenci A.Yani ?. Yuni mengatakan, sewaktu Soeharto menjual pentil dan ban yang menangkap adalah Bapaknya. "Bapak memang tidak suka militer berdagang. Tindakan Bapak ini tentunya menyinggung perasaan Soeharto. Selain itu, usia Bapak juga lebih muda, sedangkan jabatannya lebih tinggi dari Soeharto", katanya. Sedangkan Rully Yani (putri sulung) yakin pembunuh Bapaknya adalah prajurit yang disuruh oleh atasannya. "Siapa orangnya, ini yang perlu dicari", katanya. Mungkin juga, lanjutnya, orang-orang yang tidak suka terhadap sikap Bapak yang menentang upaya mempersenjatai buruh, nelayan dan petani. "Bapak dulu kan tidak suka rakyat dipersenjatai. Yang bisa dipersenjatai adalah militer saja", katanya. Menurut dia, penjelasan bekas tahanan politik G-30S/PKI Abdul Latief bahwa Soeharto dalang G-30S/PKI sudah bisa menjadi dasar untuk melakukan penelitian oleh pihak yang berwajib. "Ini penting demi lurusnya sejarah.

Dan kamipun merasa puas kalau sudah tahu dalang pembunuhan ayah kami", katanya. Dia berharap, kepada semua pelaku sejarah yang masih hidup bersaksilah supaya masalah itu bisa selesai dengan cepat dan tidak menjadi tanda tanya besar bagi generasi muda bangsa ini.

DENDAM SOEHARTO Kesaksian istri dan putra-putri A.Yani bahwa Bapaknyalah yang ditunjuk Bung Karno

untuk jadi presiden kedua menggantikan dirinya, dibenarkan oleh bekas Assisten Bidang Operasi KOTI (Komando Operasi Tertinggi), Marsekal Madya (Purn) Sri Mulyono Herlambang dan ajudan A.Yani, Kolonel (Purn) Subardi. Apa yang diucapkan putra-putri Jenderal A.Yani itu benar. Dikalangan petinggi militer informasi tersebut sudah santer dibicarakan. Apalagi hubungan Bung Karno dan A.Yani sangat dekat, ujar Herlambang. Baik Herlambang maupun Subardi menyebutkan, walaupun tidak terdengar langsung pernyataan Bung Karno bahwa dia memilih A.Yani sebagai presiden kedua jika ia sakit, namun keduanya percaya akan berita itu. "Hubungan Bung Karno dengan A.Yani akrab dan Yani memang terkenal cerdas, hingga wajar jika kemudian ditunjuk presiden", kata Herlambang. "Hubungan saya dengan A.Yani sangat dekat, hingga saya tahu betapa dekatnya hubungan Bung Karno dengan A.Yani", ujar Herlambang yang saat ini sedang untuk jadi presiden kedua menggantikan dirinya, dibenarkan oleh bekas Assisten Bidang Operasi KOTI (Komando Operasi Tertinggi), Marsekal Madya (Purn) Sri Mulyono Herlambang dan ajudan A.Yani, Kolonel (Purn) Subardi. Apa yang diucapkan putra-putri Jenderal A.Yani itu benar. Dikalangan petinggi militer informasi tersebut sudah santer dibicarakan. Apalagi hubungan Bung Karno dan A.Yani sangat dekat, ujar Herlambang. Baik Herlambang maupun Subardi menyebutkan, walaupun tidak terdengar langsung pernyataan Bung Karno bahwa dia memilih A.Yani sebagai presiden kedua jika ia sakit, namun keduanya percaya akan berita itu. "Hubungan Bung Karno dengan A.Yani akrab dan Yani memang terkenal cerdas, hingga wajar jika kemudian ditunjuk presiden", kata Herlambang. "Hubungan saya dengan A.Yani sangat dekat, hingga saya tahu betapa dekatnya hubungan Bung Karno dengan A.Yani", ujar Herlambang yang saat ini sedang

pembunuh suaminya adalah Soeharto, Herlambang mengatakan bisa jadi seperti itu. Pasalnya 2 (dua) bulan sebelum peristiwa berdarah PKI, Bung Karno sudah menunjuk A.Yani sebagai penggantinya. Tentu saja hal ini membuat iri orang yang berambisi jadi presiden. Waktu itu peran CIA memang dicurigai ada, apalagi AS tidak menyukai Bung Karno karena terlalu vokal. Sedangkan Yani merupakan orang dekat Bung Karno.

Ditambahkan Herlambang, hubungan A.Yani dengan Soeharto saat itu kurang harmonis. Soeharto memang benci pada A.Yani. Ini gara-gara Yani menangkap Soeharto dalam kasus penjualan pentil dan ban. Selain itu Soeharto juga merasa iri karena usia Yani lebih muda, sementara jabatanya lebih tinggi. Terlebih saat A.Yani menjabat Kasad, Bung Karno meningkatkan status kasad menjadi Panglima Angkatan Darat. "Dan waktu itu A.Yani bisa melakukan apa saja atas petunjuk Panglima Tertinggi Soekarno, tentu saja hal ini membuat Soeharto iri pada A.Yani. Dijelaskan juga, sebenarnya mantan presiden Orde Baru itu tidak hanya membenci A.Yani, tapi semua Jenderal Pahlawan Revolusi. DI.Panjaitan dibenci Soeharto gara- gara persoalan pengadaan barang dan juga berkaitan dengan penjualan pentil dan ban.

Sedangkan kebenciannya terhadap MT.Haryono berkaitan dengan hasil sekolah di SESKOAD. Disitu Soeharto ingin dijagokan tapi MT.Haryono tidak setuju. Terhadap Sutoyo, gara-gara ia sebagai oditur dipersiapkan untuk mengadili Soeharto dalam kasus penjualan pentil dan ban itu. Menurut Subardi, ketahuan sekali dari raut wajah Soeharto kalau dia tidak menyukai A.Yani. Secara tidak langsung istri A.Yani mencurigai Soeharto. Dicontohkan, sebuah film Amerika yang ceritanya AD disuatu negara yang begitu dipercaya pemerintah, ternyata sebagai dalang kudeta terhadap pemerintahan itu. Caranya dengan meminjam tangan orang lain dan akhirnya pimpinan AD itulah yang menjadi presiden. "Om .Peristiwa G-30S/PKI hampir sama dengan cerita film itu", kata nyonya Yani seperti ditirukan Subardi.