PRESISI KATA DAN MAKNA DALAM KUMPULAN PUISI JANTUNG LEBAH RATU KARYA NIRWAN DEWANTO ANALISIS TEKSTUAL

77

PRESISI KATA DAN MAKNA
DALAM KUMPULAN PUISI JANTUNG LEBAH RATU
KARYA NIRWAN DEWANTO
ANALISIS TEKSTUAL
Oleh
M. Helmi, S.Pd.

PENDAHULUAN

kematian para penyair, yang dengan kata-

Dialektika sajak yang ditulis oleh
Subagio

Sastrowardoyo

sebagai

bentuk


tersebut

penguatan

kata kembali menjelmakan kehidupan.

lahir

mengenal

Perpuisan
seterusnya,

Indonesia

hingga

demikianlah


terus

bergerak

puisi. Mengingat substansi puisi sarat

mencapai satu titik kemutlakan untuk

dengan

terjun menjadi kenyataan khazanah sastra

misteri

pengandaian
sebagai

yang

bentuk-bentuk

berpusat

pada

manusia itu sendiri. Misteri bukan teks

yang hidup pada takaran sastra modern
dalam kualitas.

yang yatim piatu dari antroposentrisme,

Sejalan

dengan

perkembangan,

yang wujudnya dianggap memperlihatkan

pada masanya puisi dikukuhkan sebagai


diri pada kreativitas. Puisi seperti media

abstraksi

yang mencari kekhususan untuk melihat

dibangun dari rentang jarak antara rahasia

yang umum, yang berkesan personal dan

dan

subjektif (Darmanto, 1982), sehingga dari

yang sublim. Tanpa intervensi makna kata

dalamnya imaji muncul atau bermunculan

secara langsung. Janus Mukri Adi (dalam


bebas.

realitas

penyampaian

tanpa

batas

keinginan

yang

semesta

Tentunya

imaji


yang

yang

Kompas, 1971) jauh sebelumnya telah

adalah

daya

pikir

yang

menyatakan bahwa fungsi kerahasiaan

dibebaskan dari konsep, dari tertib yang

tersebut sebagai petajaman intuisi dan


diatur oleh rencana pikiran, yang tidak

persepsi. Jika dilanjutkan, maka apa yang

berperan sebagai lambang tetapi mandiri

disampaikan Suminto A. Sayuti (2002:

(Mohamad,

Atas

29), yang menyatakan bahwa puisi hanya

kemandiriannya itu, selanjutnya penyair

merupakan sebuah pengembangan dari

akan dikatakan telah lahir, seperti yang


semula puisi dianggap sebatas imatisi,

disebutkan oleh Ajip Rosidi (1970: 24)

refleksi, atau representasi dunia dan

yang

seorang

kehidupan manusia akan menjadi lemah.

penyair sama dengan membangkitkan

Kebulatan demensi pada pemikiran di

dimaksud

1975:


menyatakan

264-265).

kelahiran

atas menandakan pencakupan puisi yang

78

berlandas antara kata sebagai diksi telah

menjadi suatu wilayah di luar pencapaian

berubah wujud ketika bertemu dengan

kenyataan, yang lahir dari lapisan baru,

penyampaian-penyampaian yang memiliki


yang akarnya tumbuh dari resik genetis,

fungsi kerahasiaan, yang tidak hanya

dan dengan sendirinya keadaan tersebut

mengkomunikasikan kehidupan manusia.

tetap mengacu pada sifat-sifat umum

Artinya, pencapaian puisi tidak selalu

yang disebut Wellek dan Warren (1995:

terdiri dari penyampaian yang dikeluarkan

18) menyebut bahwa salah satu sifat

manusia.


sastra adalah framing (penciptaan karya

Kemandirian puisi sejalan dengan
perkembangannya

yang

mulai

seni),

di

samping

contemplastion,

disinterested

(kontemplasi

objektif),

menemukan titik temu sebagai media

dan aesthetice (jarak estetis), bahkan

baca yang tidak hanya menjadikan puisi

berpotensi menjadi semakin berkembang.

sebatas media komunikasi, tetapi juga

Atau

sebagai

alienasi

membentuk
berfungsi

jika

otoritasnya

tidak

tidak

komunikasi

untuk

dihilangkan, maka kata kembali menjadi

berpikir

yang

utuh dalam diam dan artinya sendiri.

presisi

menemukan,

kemudian

Penciptaan

kerangka

seni,

menandai kesadaran tanda batas. A.

kontemplasi objektif, dan jarak estetis

Teeuw pernah menanggapi pandangan ini

adalah tiga bagian yang dimaksudkan

dengan istilah sastra modern (perspektif

untuk

aktif). Menurut Teeuw, sastra modern,

sastra,

sebagai sastra tulisan, kian dilepaskan

dengan

dari

yang persepsinya lebih mendewasakan

situasi

komunikasi

yang

normal

(1977: 5-6). Selain itu, kata yang semula
menjadi

media

dasar

puisi

akan

pembangunan
utamanya

keutuhan

untuk

karya

tubuh

puisi,

pengembangan-pengembangan

sifat.
Sifat-sifat

tersebut

berperan

berpontesi kehilangan otoritasnya sebagai

memperkuat definisi manusia membentuk

praksis benda, sifat atau bahasa. Kata,

keramain misteri, di samping pancarannya

sebagai prevalensi benda dan sifat yang

yang

harus ditulis atau diucap, akan berunit ke

penopangan konsep identitas penggalian

dalam bahasa di belakang komunikasi,

karya yang berkecendrungan ditarik dari

dan itu akan berpeluang menciptakan

pelanggaman

makna-makna yang mampu beraktivitas

filsafat Timur).

di luar jangkauan ikhwalnya (Prasetya,

melahirkan

Secara

etnitas
garis

kreativitas

sendiri
besar,

selain

(konsep
berpuisi

Indonesia, diakui berada di tangan Deru

2010:2).
sangat

Campur Debu (Chairil Anwar), Asmaranda

mungkin tidak lagi berproyeksi sebagai

(Goenawan Mohamad), Malu Aku Jadi

sebuah wilayah yang evidensis, tetapi

orang Indonesia

Kata-kata

dalam

puisi

(Taufiq Ismail), Balada

79

Orang-orang Tercinta (W. S Rendra),

secera orinilitas sedikit banyak mendapat

Meditasi (Abdul Hadi W. M), Duka-Mu

guncangan penolakan. Jika diteliti struktur

Abadi (Sapardi Djoko Damono). Di atas

etalase

adalah sederet karya dan nama yang

tersebut

telah menemukan masa depan puisinya

menjadi acuan arahan perkembangan

diranah kesusastraan Indonesia. Bentuk-

puisi Indonesia yang

bentuk

dicermati. Apalagi pada isi sajak-sajak

persajakan

menutup

ruang

mereka
gerak

berhasil
motif-motif

judul

dari

jelas

rentetan

ada

generasi

perbedaan

yang

patut kiranya

semakin tampak menjulangkan aspek.

persajakan generasi sebelumnya dengan

Fenomena di atas menunjukkan

gaya-gaya pencapaian vitalitas diri tinggi.

arah perkembangan puisi telah merambah

Periodisasi

ke

yang

dilingkupi

puisi-puisi

wilayah

yang

semakin

dalam.

mereka itu (angkatan 45), sampai tahun

Semacam kewajiban yang tidak hanya

1970-an akhirnya jati diri puisi Indonesia

menuntut bahwa karya puisi tidak selalu

benar-benar terangkat. Hal ini berkisar

mengedepankan sisi empiris saja guna

dari pengakuan Sitor Situmorang dalam

menciptakan ukuran penting, melainkan

(Malna, 2000: 20) yang percaya bahwa

sudut pandang mengenai rangsangan

adanya iklim sastra, suatu proses formasi,

awal yang diharapkan mampu mengelabui

atau suatu pembentukan puisi Indonesia

pembaca.

modern muncul sejak tahun 1930-1940an.
Pelajaran puisi kemudian sampai
pada generasi O Amuk Kapak (Sutardji
Calzoum Bachri), Arsitetur Hujan (Afizal
Malna),

Tamparlah

Mukaku

(Acep

Zamzam Nor), Nikah Ilalang (Dorathea
Herliany),

Air

Mata

Diam

(Jamal

D

Rahman), Malam 1000 Bulan (Agus R
Sarjono), yang juga tidak kalah bagus
dalam menggali dan mengenali esensi
sajak dengan bentuk-bentuk yang lebih
membentangkan laras-laras arti tentang
gagasan kekaryaan sebelumnya. Sederet
nama

di

atas

adalah

generasi

perkembangan puisi baru, yang terkesan
lebih mampu memvisualkan teks sebagai
medium kerja di luar arahnya, meski

DUNIA KATA DAN MAKNA
Jantung Lebah ratu, diterbitkan
Gramedia pustaka Utama pada April
2008. Buku ini adalah himpunan puisi
pertama Nirwan Derwanto yang dicetak
resmi

untuk

perpuisian
bermotif

menambah

Indonesia.
klasik

kekayaan

Sebuah

dengan

judul

puisi
yang

berhiperkinesis dari sumblimasi jantung,
Lebah, dan Ratu. (Selanjutnya ditemukan
sytle Nirwan Dewanto dari kemasan judul:
Buku Cacing yang merupakan kumpulan
puisi sebelumnya, judul-judul puisi dalam
Jantung Lebah Ratu, dan juga puisipuisinya yang dimuat alam media massa
atau tidak). Buku puisi ini juga dinobatkan

80

Apa

sebagai peraih khatulistiwa Literary Award

yang

dikhawatirkan

Acep

2008 dalam kategori puisi, menyisihkan

Zamzam Noor sangat terkait dengan 46

buku-buku puisi berkelas lainnya seperti

sajak dalam Jantung Lebah Ratu yang

Teman-temanku dari Atap Bahasa (Afrizal

ditulis Nirwan Dewanto pada kurun waktu

Malna), Pandora (Oka Rusmini), Sajak-

antara tahun 2005-2007.

Sajak Menjelang Tidur (Wendoko), dan

tersebut lahir dari dilema kreativitas yang

Orgasmaya (Hasan Aspahani). Jantung

telah melalui berbagai tahap. Hal yang

Lebah Ratu dinilai

paling menonjol adalah bagian yang

tersendiri

punya daya tarik

sebagai

kekuatan

baru

Puisi-puisi

menjadi penegasiannya dalam menjawab

perpuisisan Indonesia, sehingga banyak

kekhawatiran

asumsi yang menyebut bahwa himpunan

kreativitas perpuisian Indonesia. Kritisnya

puisi yang ditulis oleh Nirwan Dewanto ini

ide

memang amat sulit dicari maksud yang

penautan

terkandung di dalamnya.

pembangunan

Nirwan Dewanto, sang kreator,

pilihan

terhadap
dan

cara,

hubungan

miskinnya
kritisnya

makna,

keutuhan

dan

kritisnya

keseluruhan

sajak. Nirwan Dewanto dalam hal ini

agar

menempuhnya tidak dengan cara yang

penciptaan-

sepi, cenderung menyukai konstruksi sepi

penciptaan yang anualis. Inilah bagian

yang berlatar belakang sebatas hal-hal

tersulit ketika seorang penyair hidup

yang dapat merenggangkan diri dari

dalam dekade seperti sekarang. Seperti

sedih, lantas diolahnya menjadi bagian-

sentilan kekhawatiran Acep Zamzam Noor

bagian yang menunjang keramaian.

menyadari

progresivitas

terhindar

dari

stagnasi

sajak

Akhirnya,

dengan bunyi sajaknya: Tak ada benda-

secara

keseluruhan

benda yang bisa kutandai dengan bahasa.

ditemukan beberapa motif gagasan yang

Semua serba angin. Mengacu dari hal itu,

sepertinya dilakukan Nirwan Dewanto

kesadaran bahwa ruang dan waktu dalam

sebagai

puisi

kesulitan

Ketenangan tingkat tinggi, ringan, landas,

kreator

cekat dan pikat, mandiri, kaya, serta

menyibak untuk mencari temuan-temuan

memiliki kewibawaan menjadi sajak berjati

yang belum pernah ada sebelumnya.

diri

Paling tidak sebagai tindakan satu ukuran

tersebut

dari banyaknya kecemasan kepada nasib

hiperkinesis judul, berisi latar belakang,

penyair

amatlah

tersebut

sulit,

sejauh

yang

kemutakhiran

namun

mana

hidup
dunia

sang

metode

style

merangkai

Indonesia.
antara

lain

Motif

sajak.

gagasan

muncul

dari

dalam

dekade

serta aleniasi penguatannya, deviasi kata

puisi.

Sebuah

dan

penggunaan-penggunaan
sebagai

penggalian

istilah

petunjuk imaji, atau mungkin peringatan

mitos

etnisitas

kepada para penyair untuk terus menggali

(muatan lokal) dan bentukan-bentukan

kreativitas.

dari presisi larik-larik sajak; mencakup

81

sublimasi metafora, komunikasi subjektif,

pada kata ―Jantung‖. Bagian ini menjadi

dan arah-arah yang bersifat pedagogis,

penadaan hal-hal yang sifanya sangat

serta ditemukannya motif kemutkahiran

penting bagi Nirwan Dewanto, selain juga

sajak (bertemunya gaya puisi lama-puisi

dapat

modern)

realita

sajak-sajaknya dari porsi terkecil. Sacara

konteks pengusungan idiom-idiom pada

ilmu pertumbuhan jantung adalah yang

tingkat

menghidupkan sesuatu. Tanpa jantung

dengan

keterpaduan

yang

elastis,

bandingan-

bandingan, serta sejauh mana

akhir

memperkuat

aspek

psikologis

sesuatu tidak akan hidup. Jika jantung
mati semua akan mati. Nirwan Dewanto

pencapaian karya puisi itu berada.

dalam mengesensikan jantung adalah
HIPERKINESIS

JUDUL;

PETUNJUK

SEMIOTIK

konsep kehidupan paling vital dan pasti
dimiliki oleh semua mahkluk yang hidup.

Mengamati judul yang cenderung

Kedua adalah ditariknya unsur tubuh itu

dipakai Nirwan Dewanto, pembaca tentu

sendiri. Bagian ini digerakkan menjadi

meresponnya dengan banyak tanda tanya

kemasan-kemasan yang memiliki perilaku

di kening. Hendak kemana puisi ini, apa

sebagai identitas makhluk yang bertubuh,

maksudnya, arahnya ditujukan atas dasar

seperti manusia, hewan, dan tumbuhan.

apa, dan sebagainya. Apalagi setelah

Bagi Nirwan Dewanto tubuhlah pelaksana

menggenapi membaca keseluruhan isi

pertama proses kehidupan yang sudah

sajak. Banyak pertanyaan yang didapat,

dihidupkan oleh jantung. Pilihannya jatuh

dan akhirnya diasumsikan bahwa sajak

pada kata ―Lebah‖ yang diambil oleh

Nirwan Dewanto tidak lebih baik dari

Nirwan Dewanto sebagai simbol identitas

Hasan Aspahani, Binhard Nurrahmad,

dunia yang bertubuh tersebut. Bagian

Isbendy Stiawan, dan sebagainya. Simak

ketiga adalah kata ―Ratu‖ yang fungsinya

kata yang menjadi judul buku himpunan

jika diamati menunjukkan bahwa dalam

puisinya.

di

kehidupan yang dihidupkan jantung dan

memakai

dilaksanakan oleh tubuh (sebagai idiom

lapisan kata dasar. ―Jantung‖, ―lebah‖, dan

Lebah) akan menghasilkan pencapaian

―Ratu‖.

nilai. Bagian ini rasa yang bangkit dari

Serta

dalamnya.

Nirwan

Substansi

judul-judul
Dewanto
kata

sajak

berdiri

pada

masing-masing pencernaan rasa. Diambil

intusi

dari tiga dunia yang berbeda, meski pada

melangsungkan

pembongkaran

kata ―Lebah‖ dan ―Ratu‖ sebenarnya

akibat

melakukan

pemisahan kesatuan frase antara kata

peran untuk kembali ke dunia ―Jantung‖

Lebah dan Ratu, yang artinya pimpinan

dan ke dunia ―Lebah‖. Atau dari dunia

Lebah.

tersebut

―Lebah‖ ke dunia ―Ratu‖ dan seterusnya.

didapati dunia histologi tubuh yang diikat

Jika dianalogikan dalam contoh pengintian

Pertama,

dari

judul

akan
dengan

bermain,

sebelum
sebab-

pertukaran

82

kalimat, maka seperti berikut: 1) Buah

kepada kekasih saat lama sekali tidak

yang lebat dan manis pada pohon bisa

berjumpa.

2)

Ketiga contoh pengintian kalimat di

Kepercayaan akan didapat bagi orang

atas kemudian dirinci ke dalam konsep

yang gemar berkata jujur. 3) Hati rindu

hiperkenisis judul melalui kata Jantung—

jadi

karena

rajin

disiram

air.

Lebah—Ratu berikut:

Contoh Kata/Kalimat

Hiperkinesis Judul

1. Buah yang lebat dan manis

Ratu

2. kepercayaan hati rindu

Ratu

1. Pohon

Lebah

2. Orang

Lebah

3. Kkasih

Lebah

1.

rajin disiram air

Jantung

2.

berkata jujur

Jantung

3.

tak berjumpa

Jantung

Persaman dari keterangan di atas,
jika mengacu pada puisi yang tersusun
dalam

Jantung

mencolok

Lebah

Ratu

paling

terjadi pada puisi berjudul

―Pengantin Remaja‖.
Aku tak bisa menangis, sebab
kulitmu coklat manis. Kau tak
lagi mampu melompat, sebab
perasku
hampir
berkarat.
Sesungguhnya sejak kanak aku
hanya
mengenal
bayangbayangmu: sebab aku penjinak
binatang, kau peniti tali.
(Dewanto, 68)

Bagian-bagian yang fragmatis ini
tidak sedikit mempengaruhi karya Nirwana
Derwanto, sebagai konsep kepenyairan
yang

sepertinya

memang

hendak

diterapkan demikian. Hal ini juga tampak
pada judul sajak dengan kata ―Ular‖.
Diambil dari satu kata saja, yaitu ―Ular‖.
Artinya,

sang

penulis

berbicara

satu

penekanan dunia. Tentang tubuh, atau
Lebah pada versi hiperkinesis judul buku,
yang sangat memungkinkan selanjutnya
dijalarkan ke dunia ―Jantung‖ dan ―Ratu‖.

83

Sajak ―Kopi‖ pun demikian. Sajak tersebut

yang paling nampak untuk kesiapannya

adalah sebuah dunia tentang tubuh kopi

adalah satu konsep alienasi telah berdiri

itu sendiri, seperti yang juga terjadi pada

pada

sajak ―Apel‖, ―Semangka‖, dan sajak

memang

―Garam‖.

Seperti

Sajak dengan menggunakan dua

kesadaraan
ingin

seluk
sengaja

dipilihnya

kata ―Jantung‖,

beluk

yang

ditawarkan.

fenomena-fenomena

―Lebah‖,

dan ―Ratu‖.

kata judul seperti ―Perenang Buta‖, ―Daun

Mengambil contoh ini, sebut saja pilihan

Bianglala‖, ―Pengantin Remaja‖, ―Lonceng

tiga

Gereja‖, ―Madah Marah‖, ―Putri Malu‖,

kumpulan

―Lembu Jantan‖, adalah sekian sajak yang

Buta‖, ―Anjing Kidal‖, ―Kancing Gaya

juga berorientasi sama. Tantu saja sajak

Lama‖ benar-benar menandakan bahwa

dengan judul tiga kata atau lebih pun

Nirwan Dewanto tidak hanya sekedar

demikian, seperti sajak ―Di Restoran

bermain-main dalam makna, tetapi ruang

Turki‖, ―Fajar di Gelena‖, ―Tiga Biola Juan

untuk puisi yang diciptakannya melebihi

Gris‖.

pemahaman makna itu sendiri.

judul

yang

paling

puisinya,

aneh

yakni

dalam

―Perenang

Judul-judul sajak Nirwan Dewanto

Apa yang dilakukan Nirwan Dewanto
dalam judul himpunan puisinya, serta

mengundang

judul-judul puisinya, di dalamnya telah

posisinya tidak hanya sebatas tebakan

melahirkan

eksotik, tetapi menuntut kepada siapa pun

vitalitas

tunggal.

Kelihaian

hingga

ke

kompleks
membuat

tingkat

yang

metafora

sublim

telah

yang

pertanyaan

membacanya

perenang

buta,

besar,

mau

harimau,

yang

menjadi
ubur-ubur,

semacam

tukang kebun, atau bahkan bersedia

kesatuan dunia yang utuh, dua dunia

menjadi keledai. Inilah sekaligus yang

bertemu, tiga dunia memandu, empat

menjadikan

dunia saling memberi restu, dan begitulah

sejajar dengan penyair-penyair sebelum-

terusnya.

nya

memposisikan

puisinya

Sehingga

tidak

memberi

dalam

Nirwan

Dewanto

urusan

berada

memberangkatkan

kesempatan kepada unsur lain untuk

sebuah

cemburu. Hal serupa ini hampir ditempuh

hiperkinesis

oleh Dorothea Rosa Herliany selain pada

Dewanto layak disebut professor atas

generasi yang telah disebut sebagai

gagasan-gagasannya

perkembangan puisi baru. Namun tetap

pulan sajak yang berbeda dari umumnya.

puisi

ketika

judul.

ditinjau

Selangkah,
meramu

dari
Nirwan

sekum-

ada perbedaan ketika ditinjau dari cara
penyublimannya. Nirwan Dewanto tanpa

METAFORA SIMPANG DAN PRESISI

ragu membuat judul yang sepertinya

LARIK-LARIK SAJAK

tanpa kesan, namun di balik itu justru
kesan-kesan anehlah bermunculan. Hal

Sebagian sajak-sjak Nirwan Dewanto
dalam

Jantung

Lebah

Ratu

disusun

84

dengan cara kompleks, dari alas dasar

Hal

dengan

gaya

pendeviasian

hingga kontruksi keseluruhan. Dimulai dari

tersebut memang tidak asing dalam dunia

persentuhan-persentuhan

puisi. Dunia puisi memang sarat dengan

frase

yang

hampir semua ditemukan berada dalam

interpretasi

sajaknya. Frase tersebut mandiri karena

berdiam

tidak hanya melepas fungsi kata yang

dikucilkan,

nonpredikat, tetapi juga tidak adanya

metafora. Eksplorasi yang terjadi dalam

tujuan untuk membentuk atau mencari arti

puisi, yang dibuat oleh beberapa penyair

makna

mengenal

dengan banyak tujuan dan gaya seperti

disengaja atau tidak. Seperti kata ‗jubah

yang disebutkan di atas sudah ada

tanjung‘ pada puisi ‖Perenang Buta‖,

sebelumnya. Sejak amukan O Amuk

‗sebutir telum malam‘ pada puisi ―Kunang-

Kapak Sutardji colzoum Bachri, kemudian

Kunang‖, ‗duri bintang‘ dan ‗bulu bulan‘

tradisi demikian berlanjut masuk dan

pada puisi ‖Cumi-Cumi‖, ‗tangan jantan‘

populer dalam dunia arsitektur Afrizal

pada puisi ―Gerabah‖, ‗pecahan pedang‘

Malna.

pada puisi ‖Gong‖, ‗daging kata‘ pada

Nirwan Dewanto kepada sajaknya adalah

puisi ―Semu‖, ‗ungu hujan‘ pada

puisi

kepercayaan diri yang lain. Kepercayaan

―Kucing Persia‖, ‗pecahan palu sabit‘ pada

diri yang ulung, di mana baginya kata

puisi ―Anjing Kidal‖, ‗batang jantan‘ pada

seakan-akan

‖Semangka‖, ‗roti udara‘ dan ‗roti batu‘

diultimatum

pada

Campuhan‖,

kata yang epigonistik. Penggunaan fungsi

‗cakram matahari‘ pada puisi ―Sarapan di

kata-kata yang berbau mitos dan legenda

Undak Sayan‖, ‗Malam

pencemburu‘

misalnya. Kandungan mistis pada kata

pada puisi ―Putri Malu‖, ‗manis gremis‘

‗beras kuning‘ dan ‗daun sirih‘ pada puisi

pada puisi ―Keroncong Tenggara‖, ‗susu

―Gong‖, ‗telur paskah‘ pada puisi ―Apel‖,

musim panas‘ pada puisi ―Es Krim‖,

‗dewi batari‘ pada puisi ―Torso Pualam‖,

‗gemetar payu dara‘ pada puisi ―Serupa

‗bunga

Haiku‖, ‗saputangan matahari‘ dan ‗ke tepi

Persia‖, ‗kembang sepatu‘ pada puisi

nyanyi‘

―Anjing Kidal‖, ‗pisang raja‘ pada puisi

posisi

puisi

pada

yang

tak

―Gandrung

puisi

―Mawar

Terjauh‖,

perlambangan,

dalam

yang

keharfiahnya

sehingga

Namun,

dan

apa

sedikit

muncullah

yang

kata

dilakukan

benar-benar

telah

agar tidak menjadi sesosok

bakung‘

pada

puisi

―Kucing

‗jembataan mawar‘ pada puisi ―Pengantin

―Semangka‖,

Remaja‖, ‗kaus kaki Januari‘ pada puisi

Dewanto atas pengertian yang sadar

―Boogie-woogie‖,

usus

bahwa di balik itu ada esensi peristiwa-

besarnya‘ dan ‗matahari di peparunya‘

peristiwa kuat, baik dalam konteks sejarah

pada puisi ―Kopi‖, ‗buah hati batu‘ pada

atau pun penanaman kepercayaan.

‗malam

di

puisi ―Bubu‖, dan ‗telur-telur yang keras
kepala‘ pada puisi ―Lebah Ratu‖.

Simak

difungsikan

apa

yang

oleh

terjadi

Nirwan

ketika

metafora simpang dan mitos presisi larik-

85

larik dalam penggunaannya bertemu pada

yang terjadi pada sajak jenis Haiku

kutipan berikut.

berjudul ―Museum‖ berikut.

… di antara tirai ungu hujan dan
sejambangan bunga bakung
merah padam…
(Dewanto, 26)

Muram guci di dalam lemari
Si pelukis meninggikan hati,
―Itu milik selir dari Shanxi?‖
(Dewanto, 53)

Berdasarkan kutipan di atas, kata

Berdasarkan kutipan puisi di atas

‗ungu hujan‘ tercipta sebagai metafora

muncul kesan suatu

simpang, ‗bunga bakung‘ sebagai mitos.

kepadatan sebuah hal yang melahirkan

Kedua tautan kata tersebut menjalin

keutuhan,

hubungan menjadi satu dunia, menjadi

ditulis

ikatan yang beresonansi nyaris tak terasa.

susunan presisi larik-larik yang tidak

Keduanya

yang

hanya kompleks, tetapi juga mengorbitkan

dalam

proses terjadinya sesuatu tersebut seperti

Jantung—Lebah—

mengalir dalam keadaan diam, yang

adalah

mengandung

bagian

larik

dunia-dunia

pengistilahan

kata

sehingga

Nirwan

ikhwal tentang
sajak-sajak

Derwanto

yang

merupakan

Ratu. Keutuhan lariknya berpotensi untuk

alirannya

bergemuruh di dalam, tapi di

melahirkan sajak-sajak yang lengkap dan

atasnya selalu tampak tenang. Konsep

bau-bau alam semacam batu gerinjam

metafora simpang seperti penjelasan di

dan kembang api, rerumbai, marun guci,

atas lantas masuk ke hal yang lain, yang

dayang, yang turut melengkapi permainan

berbau ketidakbakuan bahasa,

bias yang dilakukan dalam membentuk

mitos, artefak dan senyawanya, kemudian

epilogi sajak, seperti kutipan puisi berikut.

menggabungkannya ke dalam ketepatan

mitos-

kepercayaan larik. Pencapaiannya adalah
… atau batu gerinjam jika aku
hampir mati, atau kembang api
jika aku tak sengaja mengenyangkanmu, mengejangkanmu.
(Dewanto, 4)

Jangkauan
melahirkan

larik

aspek

membentuk

bait,

sajak

secara

dalam

keseluruhan

dalam puisi ―Gong‖ berikut.

di

atas

juga

bunyi

yang

tipis,

langsung membuat sajak tetap luas,
padat, dan bertendensi mandiri dalam
pengoptikan

larik-larik

puisi. Prosesi ketepatan larik ini juga hadir

sehingga subtil. Aspek ini secara tidak

menciptakan

estetisnya

ruang-ruang

yang tetap ingin dipertahankan. Seperti

Sungguh ia berharap kau tak
lagi menyiksa ia dengan
lagumu,
―Tolong
hitamkan
alisku, ibu! Tolong tebarkan
beras kuning dan daun sirih dan
pecahan
pedang
di
kaki
ranjangku agar aku segera
menari setelah bangun pagi!‖
(Gong, hal. 13)

86

PENCAPAIAN MAKNA

menjadi akal), yang tampak pada kutipan

Sutisna Adji dalam (Ali, 1978: 91)
menyatakan

bahwa

mempunyai
panjang

metafor
yang

puisi

puisi …. Berikut.

yang

gelap,

Tapi segera aku tahu ia tak
bermata, maka ia lupa siapa
bundanya.
(Dewanto, 4)

kalimat

hampir-hampir

tak

terpahami dan tema-tema subjektif yang
asal terlontar saja dari penyairnya, telah

Kutipan

menyebabkan puisi Indonesia pada suatu
masa tersisih, menjadi semacam bendabenda

asing

yang

tak

mempunyai

peranan sama sekali dalam kehidupan
bersama. Lalu bagaimana dengan puisi
Nirwan Dewanto dalam Jantung Lebah

atas

pada

satu

sisi

memang menunjukkan seakan Nirwan
Dewanto dalam mengemas objek selalu
menampakkan

kesan-kesan

yang

bersahabat, tatapi tak langung. Semacam
mengajaknya

berkenalan,

berasmara,

bertamasya sekali berkunjung ke suatu

Ratu?
Melihat

pencapaiannya,

mayoritas

sajak-sajak Nirwan Dewanto yang terdiri
dari nalar-nalar intuisi, yang ditimbulkan
sebagai

pembatas

antara

prevalensi

realita dan penegasiannya secara tidak
langsung

telah

memberikan

jawaban.

tempat, kemudian pergi sejenak untuk
kembali

sajak Nirwan Dewanto hal yang membat
tersisih tidaknya sebuah puisi tidak hanya
ditentukan dari penerangan metaforanya.
Penentuan baik buruknya sebuah puisi
bukan

ditentukan

oleh

kalimat

pendek yang dapat dipahami. Hal yang
terjadi pada puisi Nirwan Dewanto adalah
dimensi

keteraturan

gerak

yang

menghubungkan masing-masing konteks
yang bertugas menjalin pengkompromian
terhadap hal-hal yang melompat dari
kodrat.

Seperti

seharusnya

fungsi

digunakan

mata
untuk

yang
melihat

digeserfungsikan sebagai pengingat (mata

menengok

untuk

dipeluknya.

Nirwan Dewanto sangat memperhatikan
objek agar tak sia-sia. Agar objek tidak
lantas pergi karena diposiskan tak punya
arti.
Tidak hanya itu, progresivitas sajak-

Setelah mempelajari kekonsistenan sajak-

juga

di

sajak Nirwan Dewanto, utamanya dalam
Jantung Lebah Ratu menjangkau sebuah
tahap yang mungkin pada perpuisian
Indonesia tidak sempat terjadi. Kemurnian
dan

keberaniannya

dalam

mengkolaborasikan dua gaya puisi yang
berbeda ke dalam suatu puisi merupakan
pencapaian

yang

punya

nilai

beda.

Dikemasnya gaya-gaya puisi lama seperti
pantun, gurindam, satire, dengan pola
rima yang khas sebagai lapisan unsur
pijakan

sajaknya,

dikembangkan
unsur

kekinian

yang

kemudian

dengan

memaduakan

seperti

bentuk-bentuk

naratif, liris, juga ritmis. Tujuan ini, selain

87

sebagai usaha pengkayaan kreativitas

pengalaman

tentang

sebuah

dalam menggali sajak, tentunya secara

ketimpangan sosial, asmara, hubungan

personal akan berpengaruh sebagai hasil

dengan

dari pencarian yang orisinil. Amati puisi

sebagainya.

yang berjudul ―Daun Bianglala‖, yang

bahan-bahan praksis yang memang tak

pembentukannya memadukan dua gaya,

pernah bisa dilepas dari unsur manusia

puisi gaya lama dan puisi modern.

sebagai

Tuhan,

tragedi,

pendidikan

Hal-hal

dan

tersebut

makhluk

yang

adalah

menjalani

kehidupan. Sifat karya sastra yang ditarik
(Bagian pertama)
Terbaring di talapak tanganku
selembara daun,
daun biru teramat biru, sebab
terlalu lama
ia memandang angkasa-…..

dari hal-ahal yang empiris ini merupakan

(Bagian kedua)
Maka, sekali tak berumah
ia tak akan lagi menyerah
Ungu, jika ia tidur.
Putih, jika ia mimpi.
Jingga, jika ia dahaga.
Kuning, jika Ia sembunyi.

berdimensi

(Bagian ketiga)
Tapi tak ada daun mati, cintaku
sebab daun itu berdegup seperti
jantungmu,
tapi degup yang tidak bisa lagi
kudengar
ketika aku bangun, tersadar di
pangkal jalan
(Dewanto, 10)

karena

Temuan lain yang
bagaimana

kayanya

dan juga ada, kerena potensinya untuk
membangun tema sangat memungkinkan.
Sajak

Nirwan

Dewanto

lain.

Artinya

mampu

keluar

dari

hukum-hukum dasar sebab akibat, diri
keluar dari fungsi diri itu sendiri, dan yang
paling kental adalah bagaimana konsep
‗aku‘ dalam tubuh benda menjadi hidup
dan

menampakkan

beraktivitas.

sebatas

Hal

jangkauan

ini

disebabkan

persepsinya

mengiyakan

bahwa

tidak
hanya

manusia berhak menulis sajak. Di sini
sang

penyair

menenggelamkan

diri

benar-benar
dan

melepas

identitas manusianya, bahkan menjadi di
luar manusianya seperti menjadi binatang,
yaitu ―Ular‖ seutuhnya.
Membaca

keberadaan

puisinya

penggalian

tersebut, benar-benar ditemukan bahwa

Nirwan Dewanto dalam himpunan puisi

Nirwan Dewanto berada di dalamnya,

Jantung

pada

bahkan melampaui pencapian Sutardji

ungkapannya menyampaikan peralihan

Colzoum Bachri dalam sajak ―Kucing‖ nya.

prinsip puisi. Prinsip di mana isi sebuah

Baca kutipannya berikut.

Lebah

ide

pencerminan realita yang dianggap sah

Ratu

puisi

berkecendrungan

segala

hal

yang

terdapat

mengangkat

berurusan

dengan

manusia beserta pengalamannya. Baik

Kubiarkan mereka minum dari
lubuk/agar mereka lebih remaja,
pun
lebih
dahaga/Kuhadang

88

semuanya
di
pintu
gerbang/setiap mereka hendak
melangkah keluar/sebab aku aku
tahu sang Wajah nun di
sana/akan menjadikan mereka
sekedar
ibu-pak/Merekalah
makhluk terindah di Taman
ini:/lebih licin daripada harimau
tembus-cahaya/lebih
lesat
daripada
balam
berwarna
jantung/lebih berbiasa daripada
diriku sendiri (Dewanto, 22).
Demikian pula yang terjadi dengan
puisi

―Kopi‖.

Susunan

menampakkan

pencapaian

represinya

benar-benar

sajaknya

situasi atau keadaannya ketika mereka
(kopi) tengah siap diminum hingga masuk
ke dalam perut si peminum.
Kami akan naik ke mulut lelaki
itu/aku dan kembaranku/aku dan
seteruku:/kami akan berpisah
selepas leher lelaki itu:/dia ke
arah malam di usus besarnya/aku
ke arah matahari di peparunya
(Kopi, hal. 72)
Berdasarkan

kutipan

di

atas,

daya

keutuhan yang menunjukkan bahwa sang

dalam.

penyair menjadi ―kopi‖ pada penekanan

Sajak ―Kopi‖, di dalamnya sang penyair

sebenarnya, yaitu sebagai sesuatu yang

meleburkan diri menjadi kekentalan dari

dirasakan pahit dan pada bagian akhir

secangkir air yang hitam: „Di tangan laki-

membuat orang tidak ngantuk:

yang

laki itu, kami coba bersabar‘. Kata kami
adalah maksud dari yang bercokol di
antara manis dan pahit, panas dan dingin,

Kukatakan pada dia, baiklah/kita
akan berpisah (mungkin aku
alah)/setelah menaklukkan lidah/

dan bergetar karena diaduk. Kata kami
tidak lain adalah objek kopi itu sendiri:
Namun betapa cangkir ini gemetar/ oleh
tubuh kami, gairah kami/yang luas seperti
langit potasi‘. Sampai pada sifat-sifat fisik
dari kopi itu sendiri, yang di dalamnya
‗kami‘ berada, dan ‗kami‘ telah menjadi
dua jenis kelamin: ‗dan aku betina,

lelaki itu. Tapi kami cuma bisa
bertarung/bersetubuh,
(makin
pahit), membubung
menghujani
bentang
koran
pagi/yang terkulai di pangkuan
lelaki itu.
Penderita insomnia lelaki itu.
(Dewanto, 73)

bening. Betapa laki-laki itu/mengaduk si
serbuk jantan ke dalamku‟. Di sini, Nirwan
Dewanto tidak hanya berhasil masuk di
bawah batasan-batasan pikiran, tetapi
perolehan seluruh isi jiwa raga yang telah
masuk dan menjadi ―Kopi‖ sepenuhnya.
Berikut kutipan penguat

kalimat puisi

yang menjadi pembahasan, di mana
kekentalan kopi tampak menceritakan

Mencermati kutipan puisi di atas,
letak

keberhasilan

Nirwan

Dewato

membangun dunia baru melalui puisi
―Kopi‖, atau ditinjau dari aspek fisik
sajaknya maka sangat mungkin bahwa ia
tidak

selalu

melakukan

keharuasan

mencari esensi makna pada efek-efek
sajak

setiap

sang

penyair

ingin

89

menuliskan sajak. Seperti kecenderungan
kebanyakan penyair-penyair terkini yang
semata-mata lebih suka kepada hal yang

mudah bagiku. Aku selalu
mencatat ulang ―tumbang‖…..
(Dewanto, 84)

akarnya adalah rasa, atau perasaan

Bahasa kunci kalimat di atas adalah

manusia. Apalagi pembawaan itu berbau

„Bermain api‟ dan „terlalu mudah bagiku‟.

sensasi dan segepok tendensi agar cepat

Kalimat tersebut berperan elastis, sebab

menuai kepopuleran.

„Bermain api‘ sebagai pengertian dari
yang

pekerjaan sulit atau jauh, dan kata „terlalu

telah dicapai Nirwan Dewanto dalam

mudah‟ sebagai pengertian dari pekerjaan

mengolah sajak-sajaknya sebagai satu

yang enteng atau dekat.

Inilah

kekayaan

penggalian

bagian dari generasi yang berdiri dalam

Banyaknya unsur yang memperkaya

kemutakhiran puisi terkini. Jantung Lebah

sajak-sajak dalam Jantung Lebah Ratu ini

Ratu

cara

membuktikan bahwa sebenarnya puisi

kungkungan

tidak akan gelap jika konsep-konsep yang

mampu

bagaimana

melahirkan

keluar

dari

satu

kebiasaan-kebiasaan

umum.

menjalankan

unsur

tersebut

mampu

Keberhasilannya menciptakan sebentuk

menempuh suatu kepentingan, apapun

identitas sajak ―Kopi‖ yang berperilaku,

bentuknya.

berbuat, dan beridentitas seperti manusia

dirasakannya sebuah hal

yang

tumbuh dengan sia-sia, atau kembali pada

merasakan

getaran,

berjenis

Kepentingan,

seperti
yang

tidak

kelamin, tahu diri, mampu mengajari

kegelisahan

sesuatu, menunjukkan bahwa si penyair

dengan

memandang di luar manusia juga punya

menyebut istilah ―nyawa‖ sebagai langkah

perasaan seperti yang dimiliki manusia.

untuk mencari kerahasiaan-kerahasiaan

Sajak ―Garam‖ juga menunjukkan arah

yang menghuni sebuah karya satra, yakni

seperti maksud di atas.

penulis dan pembaca. ―Buatlah nyawa

Temuan sisi kreatifnya yang lain

Subagio

preservasi

Sastrowardoyo,
sastranya

yang

sajak‖ bagi pembaca.

adalah adanya kemunculan tuturan yang
mendiami kata yang merancang jarak
estetika

puisinya.

Yakni

jarak

yang

SIMPULAN
Dunia

sastra

Indonesia

sarat

didapat dari hasil perengkrutan bahasa

dengan potensi-potensi yang melahirkan

kata yang yang diambil dari jauh dekatnya

karya-karya berkualitas. Sejumlah nama

konteks. Misalnya terdapat pada kutipan

besar seperti Marah Rusli, Sutan Takdir

puisi ―Bayonet‖ berikut.

Alisyahbana,

Y.B

Mangunwijaya,

Muchtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer,
―Memuntahkan peluru‖ adalah
peribahsa
yang
tak
kupahami/‖Bermain api‖ terlalu

Budi Darma, Ahmad Tohari, Danarto
adalah tokoh yang kerap melahirkan

90

sebuah karya prosa dengan cemerlang. Di

Mohamad,

Goenawan.

1975.

Pokok-

wilayah puisi terdapat nama Sanusi Pane,

Pokok Ceramah untuk Fakultas

Amir Hamzah, Charil Anwar, Goenawan

Sastra

Mohamad, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko

Harison No. 9.

Damono, Sutardji Calzoum Bachri yang
juga kerap menampilkan karya dengan
tampilan
Namun

kekuatan
ada

bagaimana

yang

luar

Rosidi,

Ajib.

UI.

Jakarta:

1970.

―Penyair‖,

Majalah
dalam

Jeram. Jakarta: Gunung Agung.

biasa.

Adi, Janus Mukri. 1971. Pembicaraan
Sajak-Sajak W.S Rendra. Jakarta:

catatan

penting

tentang

kondisi

minat

baca

Harian Kompas.

masyarakat Indonesia sudah terlalu sering

Sayuti, Suminto A. 2002. Berkenalan

dilupakan. Pemetaan secara minat pun

dengan Puisi. Yogyakarta: Gama

terbagi. Genre sastra yang bertendensi ke

Media.

arah konsumtif lebih bisa punya peluang

Teeuw,

A.

1977.

Sastra

dalam

hidup di tengah masyarakat Indonesia.

Ketegangan antara Tradisi dengan

Misalnya

Pembaruan.

pada

berkisar

prosa

(cerpen)

pencintaaan,

yang

kemasan

perselingkuhan, dan seputar seks dengan
bau-bau vulgar serta sejenisnya. Ini jelas

Jakarta:

Majalah

Bahasa dan Sastra.
Malna, Afrizal. 2000. Sesuatu Indonesia.
Yogyakarta: Bentang Budaya.

telah membunuh usaha pencapaian yang

Ali, Lukman. 1978. Tentang Kritik Sastra

kerap dialami seorang penulis. Selain

Sebuah Diskusi. Jakarta: Pusat

keterdesakan karena minimnya media

Pembinaan dan Pengembangan

dalam memberikan ruangan khusus untuk

Bahasa, Departemen Pendidikan

kesusastraan.

dan Kebudayaan.

Hal

ini

menunjukkan

kondisi sastra Indonesia belum siap untuk
dapat dikatakan maju.
DAFTAR PUSTAKA
Sastrowardoyo, Subagio. 1982. ―Salam
Kepada
Simpfoni

Heidegger,
Dua.

Jakarta:

dalam
Balai

Pustaka.
Darmanto, Jt. 1982. Manusia dalam Puisi
dan Psikologi. Yogyakarta: Majalah
Basis.