Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat

Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat

(Studi Kasus Bantar Gebang)

T Ibukota Jakarta berakhir tanggal 31 tuan strategi bagi pemanfaatan TPA sam- pupuk kompos yang dihasilkan dapat

PA Bantar Gebang beroperasi

memperbaiki ekosistem yang rusak ser- sejak 1989. Masa kontrak pakai

lolaan sampah dengan hutan ko-

ta dapat menghemat penggunaan lahan oleh Pemerintah Daerah Khusus

ta/penghijauan, daur ulang, dan kom-

pos. Faktor yang dominan dalam penen-

TPA; (iii) bagi peningkatan pertanian,

Desember 2003. Untuk mengatasi per-

mengurangi tingkat keasaman tanah masalahan TPA sampah pascaoperasi

pah pascaoperasi berbasis masyarakat

lahan pertanian akibat penggunaan perlu dilakukan kajian dan analisis

antara lain luas lahan, Instalasi Pengolah-

pupuk kimia secara terus menerus, di untuk melihat kemungkinan yang terja-

an Air Sampah (IPAS), peraturan perun-

samping itu pupuk kompos dapat me- di di masa depan berdasarkan pada

dangan, pendanaan, keterlibatan swasta,

ningkatkan produktivitas lahan; (iv) pe- keadaan saat ini seperti sumber daya

teknologi, dan donor agency. Kesuksesan

ngembangan ekonomi lokal, dengan dan lingkungan alam, sosial ekonomi,

TPA Terpadu juga tergantung pada du-

terkonsentrasinya tenaga kerja dalam fisik, kimia, mikrobiologi, dan keterli-

kungan masyarakat.

jumlah besar dapat membuka peluang batan masyarakat dalam pemanfaatan

Pemanfaatan sebagai TPA Terpadu

usaha baru bagi kegiatan lainnya berupa TPA sampah pascaoperasi berbasis

akan menimbulkan dampak berganda

kegiatan usaha warungan, usaha-usaha masyarakat.

baik bagi lingkungan, masyarakat seki-

jasa keuangan, jasa catering untuk ma- Tujuan dan manfaat penelitian ini

tar lokasi TPA dan pemerintah.

kan para pekerja serta usaha ru- antara lain (i) melakukan eva-

Pengaruh itu yakni (i) bagi masyarakat

mah/kost/pengontrakan rumah; dan luasi terhadap kualitas air

FOTO:ISTIMEWA

(v) bagi pemerintah daerah, tenaga sumur, air sungai, air lindi, dan

kerja yang terserap dalam kegiatan ini mikrobiologi; (ii) memilih alter-

dapat mengurangi kerawanan sosial natif yang sesuai untuk peman-

yang ditimbulkan karena ketiadaan faatan TPA sampah pascaoperasi

lapangan kerja. Hasil produk dari ke- berbasis masyarakat. Penelitian

giatan ini dapat menjadi sumber PAD ini menggunakan fisik kimia,

bagi pemerintah dan sumber peneri- sosial ekonomi, dan prospektif

maan pajak bagi negara. analisis serta Analitic Hyerar-

Penelitian ini menyarankan agar chy Process (AHP).

pengelolaan lindi pada IPAS 1-4 Penelitian ini mendapatkan

masih di tangan Pemda DKI. Pena- bahwa kualitas fisik, kimia, dan

nganannya perlu ditingkatkan mela- biologi air sumur, air sungai, dan

lui pengurangan BOD dan COD air lindi masih di bawah ambang

sampai batas yang dipersyaratkan batas yang diperbolehkan, kecuali

Salah satu sudut TPA Bantar Gebang

baku mutu lingkungan, beban IPAS untuk kekeruhan air sungai, kandungan

perlu dijaga dengan menambah bangu- nitrat, nitrit, BOD5, COD air lindi.

sekitar lokasi TPA, terciptanya lapang-

nan interceptor dan melengkapi IPAS de- Selain itu, berdasarkan penelitian ini

an kerja mulai dari perencanaan, kon-

ngan aerator. Selain itu, TPA Terpadu maka TPA ini masih dimanfaatkan

struksi, dan pada saat operasi serta

sebaiknya dimanfaatkan oleh Pemda DKI sebagai TPA Terpadu dengan pemba-

keterlibatan dalam pemilahan sampah,

dan Kota Bekasi. Yang diperlukan lagi me- gian zonasi sebagai berikut. Zone I dan

pembuatan kompos, dan pembuatan

bahan-bahan bangunan; (ii) bagi ling-

nyangkut model pemanfaatan TPA ini

yakni analisis dinamis untuk memprediksi Zone III, IV, dan V sebagai zone TPA

II sebagai hutan kota/penghijauan.

kungan, pupuk kompos yang dihasilkan

perubahan dari waktu ke waktu. „ MJ sampah. Pemanfaatan sebagai TPA

dapat bermanfaat untuk meningkatkan

tingkat kesuburan lingkungan melalui

Sumber dari Disertasi Dr. Royadi,

Terpadu menjadi sinergis antara penge-

kegiatan penghijauan, pemulihan atau

Sekolah Pascasarjana IPB

Percik „ Agustus 2006 „

P engalaman selama mengikuti

evaluasi pembangunan air mi- num dan penyehatan lingkung-

an (AMPL) dan fasilitasi operasionali- sasi kebijakan Nasional Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat telah meng- antar pada kesimpulan bahwa "kelem- bagaan pengelola sarana air mempunyai peran sangat penting bagi keberlanjut- an sarana dan layanan". Hasil penilaian yang dilakukan WASPOLA bekerja sama dengan Yayasan Pradipta Parami- tha (Flores revisited: 2002) mengung- kapkan bahwa ada korelasi positif an- tara fungsi kelembagaan dan iuran air, serta antara fungsi kelembagaan dan iuran air dengan keberlanjutan sarana AMPL (korelasi spearman rho).

Begitu juga pengalaman selama memfasilitasi operasionalisasi Kebi- jakan Nasional AMPL-BM di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Gorontalo, menemukan gejala yang sama. Kajian lapangan tentang keberhasilan dan ke- gagalan pembangunan AMPL yang di- lakukan di beberapa desa yaitu Talu- melito, Molintogupo, dan Tangga Jaya, dengan sangat nyata menunjukkan be- tapa penting peran kelembagaan AMPL bagi keberlanjutan sarana. Di tiga desa ini, semua sarana air sudah mengalami kerusakan berat, sementara kelembaga- an pengelola air minum sama sekali tidak berfungsi.

Di Kabupaten Kebumen informasi mengenai keberlanjutan sarana air mi- num diperoleh baik dari kunjungan la- pangan maupun data sekunder. Dari se- bagian data yang ada bisa diketahui de- ngan sangat jelas bahwa keberfungsian lembaga pengelola sangat menentukan keberlanjutan sarana air. Dari 28 sara- na air perpipaan yang terdata, 14 di an-

taranya berfungsi baik, sedangkan se- lebihnya sama sekali tidak berfungsi. Dari 14 sarana yang berfungsi baik, 12 di antaranya memiliki lembaga pengelola sarana yang juga berfungsi, sedangkan dua di antaranya memiliki pengelola sa- rana tetapi tidak berfungsi. Di pihak la- in, 14 sarana yang tidak berfungsi se- mua lembaga pengelolanya juga tidak berfungsi.

Berbagai informasi di atas menjelas- kan mengenai peran penting kelemba- gaan pengelola sarana air minum. Tu- lisan ini akan menggambarkan menge- nai kompleksitas permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dan layanan air minum berdasarkan pengalaman melakukan penilaian dan kajian la- pangan.

Berbagai Masalah

Pengelolaan sarana AMPL, khusus- nya sarana air perpipaan, bukanlah hal yang sederhana. Dalam beberapa kasus justru sangat kompleks. Bukan hanya karena dimensi permasalahannya yang cukup luas dan beragam, tetapi juga si- fatnya yang sangat lokal, sehingga per- masalahan di satu wilayah, bahkan antara satu desa dan lainnya, bisa sa- ngat berbeda. Permasalahan air bisa berubah mulai dari permasalahan yang menyangkut kondisi lingkungan, tekno- logi yang diterapkan, keuangan, sosial budaya, dan kelembagaan pengelola air. Karena sifat permasalahannya yang bisa menjadi sangat luas dan kompleks, maka sarana AMPL sangat disarankan agar dikelola oleh orang-orang yang be- nar-benar memiliki keberanian, bijak-

sana, dan berwawasan luas. Kelemba- gaan pengelola yang kuat akan mampu menanggulangi berbagai permasalahan yang timbul, sejauh dalam batas yang bisa ditanggulangi. Berbagai permasa- lahan tersebut yaitu:

A. Masalah lingkungan

Di berbagai wilayah, masalah ling- kungan sangat menentukan keberlan- jutan sarana AMPL. Di Desa Lewolaga, Kab. Larantuka, di Desa Wonda, Kab Ende, di Desa Adiwarno, Kab. Kebu- men, sarana air minum sering kali pu- tus berantakan karena tanah longsor dan/atau batu longsor. Di Lewolaga, se- lain tanah longsor juga banjir dan po- hon besar yang tumbang pernah memu- tuskan pipa air minum. Banjir besar di sungai menghanyutkan pipa besi karena pipa tidak digantung pada saat melin- tasi sungai. Di Desa Adiwarno, bak pe- nampung air ambrol terbawa tanah longsor, sedangkan di Wonda, pipa yang menyusuri jalan di tepi tebing han- cur berantakan karena tebing yang run- tuh/longsor.

Di Sumba Tirmur masalah AMPL yang berkaitan dengan lingkungan ber- beda dengan di daerah lain. Di Ka- bupaten ini, karena banyak ternak (sa- pi) berkeliaran dalam jumlah sangat besar, maka pipa bisa putus karena di- terjang gelombang gerombolan sapi. Masalah lingkungan di Gorontalo, pada akhir-akhir ini mulai muncul, seperti misalnya kasus Talumelito. Di Talume- lito, sarana air menjadi tidak berfungsi karena debit air di bak penangkap tidak memadai. Hal ini terjadi karena hutan di daerah tangkapan air telah diganti oleh penduduk dengan tanaman pangan (jagung). Sedangkan di Molintogupo,

WAWA S A N

Percik „ Agustus 2006 30 „

Makna Kelembagaan AMPL Bagi Keberlanjutan Sarana

Oleh: Alma Arief *

yang menjadi masalah adalah pipa dan bak penangkap yang berada di tengah sungai hanyut karena banjir besar.

Di Propinsi Bangka Belitung, hutan- hutan mengalami kerusakan karena penambangan ilegal. Karena dalam me- lakukan penambangan timah menggu- nakan bahan-bahan kimia berbahaya dalam melakukan pemrosesan, maka bahan baku air minum menjadi tidak memenuhi standar untuk air minum.

B. Masalah Teknologi

Masalah teknologi, dalam banyak hal berkaitan dengan lingkungan. Jenis teknologi apa yang diterapkan, sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan. Di Kelurahan Dembe I, Gorontalo, dan Kelurahan Wonokromo Kab. Kebumen, pipa air kadangkala pecah, utamanya pada malam hari ketika penggunaan air sangat berkurang. Hal ini disebabkan kuatnya tekanan air ke pipa, sehingga perlu menggunakan bak pelepas tekan atau kelep pelepas tekan.

Di Kabupaten Sumba Timur, karena panas matahari sangat terik, berbagai sarana air dibangun dengan mengom- binasikan panel surya sebagai pem- bangkit energi listrik untuk penggerak pompa air. Namun karena teknologinya cukup canggih dan sulit pemeliharaan- nya, akhirnya sarana yang dibangun mengalami kerusakan tanpa bisa diper- baiki, di samping panel-panel suryanya lambat laun habis dicuri orang. Di Sumba Timur, selain teknologi panel surya juga diterapkan kincir angin seba- gai sumber energi (listrik) untuk me- mompa air dan pembuatan es. Semua sarana kincir angin ini yang semula ber- jumlah 10, mengalami kerusakan.

Di beberapa desa di Kebumen, kare- na airnya keruh, maka tidak bisa secara langsung di konsumsi oleh rumah tang-

ga, tetapi harus terlebih dahulu disa- ring (bisa menggunakan saringan ru- mah tangga atau saringan pasir lambat).

C. Masalah Sosial Budaya

Masalah sosial budaya tampaknya

lebih rumit dibandingkan variabel lain- nya, dan sifatnya menjadi sangat lokal, bisa berakar pada nilai sosial budaya masyarakat, konflik antardesa, konflik antardusun, konflik internal pengelola, tingkat penghasilan yang tidak merata, dan sebagainya.

Di Kecamatan Solor Timur, Kab. Larantuka, keberlanjutan suplai air sa- ngat tergantung pada regularitas dan kemampuan membayar sejumlah Rp 1.250.000/tahun kepada orang yang memiliki/menguasai sumber air. Se- dangkan di Desa Wonda, Kabupaten Ende, NTT, karena sumber air berada di desa lain, maka untuk bisa menggunakan sumber air untuk mensuplai air bersih bagi penduduk Wonda, terlebih dahulu dibuat negosiasi dan kesepakatan-kese- pakatan adat. Di Desa Lewolaga, Laran- tuka, karena sumber air berada di desa lain yang jaraknya bahkan sampai lebih dari 10 km, maka untuk bisa menggu- nakan sumber air terlebih dahulu dila- kukan perkawinan secara adat.

Masalah sosial budaya juga me- nyangkut konflik antardesa, karena ja- lur pipa melalui desa-desa lain. Kasus Desa Lewolaga, karena jalur pipa mele- wati hutan dan ladang penduduk desa lain, sering kali pipa (PVC) dipecah pen- duduk. Menurut informasi, penduduk desa yang dilewati jalur pipa, menghen- daki agar diberi bagian air. Hal yang sama juga terjadi di Desa Haikatapu, Kab. Sumba Timur, di mana pipa pipa banyak yang hilang diambil orang se- hingga praktis sarana menjadi tidak berfungsi. Hal ini dikarenakan jalur pi- pa melewati ladang-ladang penduduk yang tidak kebagian layanan air minum.

Di Desa Banyumudal, Kebumen, masalah sosial budaya berkombinasi dengan masalah lingkungan. Awalnya adalah menurun drastisnya sumber air di musim kemarau. Hal ini terjadi-se- belumnya tidak pernah terjadi-karena penebangan hutan di daerah tangkapan air. Menurunnya debit air, menyebab- kan penduduk yang selama ini tidak pernah mengalami kesulitan air, uta-

manya di daerah hulu yang berdekatan dengan sumber air, menjadi marah dan menjebol bangunan penangkap air. Le- bih lanjut, karena pengurus sarana air memperoleh tekanan dari sebagian pen- duduk, mereka bahkan mengundurkan diri, dan sampai kini kepengurusan air belum lagi terbentuk. Padahal pada waktu sebelumnya sudah dikelola de- ngan sangat rapih, termasuk pembu- kuan iuran, cara meminta sambungan air, denda bila mengalami keterlambat- an, dan sebagainya.

Di Talumelito, Gorontalo, unit pe- ngelola sarana menjadi sama sekali ti- dak berfungsi setelah suplai air yang se- mula regular, menjadi sangat menurun (tidak regular, hanya dibagian hulu yang memperoleh bagian), karena debit air menurun drastis, dan orang di ba- gian hulu cenderung menggunakan air semaunya seperti tidak menutup kran dan sebagainya, dan kemudian diikuti pembelotan sebagian masyarakat (di bagian hilir) untuk membayar iuran air. Dengan sendirinya UPS akhirnya tak berfungsi. Menurunnya debit air di Ta- lumelito dikarenakan hutan di wilayah tangkapan air diganti oleh penduduk menjadi tanaman pangan (jagung).

D. Masalah Keuangan

Iuran penggunaan air mutlak diper- lukan dalam rangka pemeliharaan dan pengembangan. Dari hasil penilaian dan kajian lapangan, diketahui bahwa tidak semua desa yang memiliki sarana air minum (perpipaan) memungut bi- aya atau yang semula memungut iuran secara regular, karena suplai air tidak bisa merata sebagian penduduk kemu- dian tidak mau membayar iuran. Aki- batnya iuran menjadi tidak lagi berjalan dan pengelola sarana menjadi kolaps. Juga diketahui bahwa iuran pemakaian air sangat tidak memadai. Di Desa Lonuo, Gorontalo, iuran per bulan Rp 500, sedangkan di desa Balaweling, Solor Timur, iurannya Rp 200/orang/- bulan. Tentu saja iuran tersebut tidak memadai, tidak mampu untuk

WAWA S A N

Percik „ Agustus 2006 „

E. Masalah Kelembagaan

Masalah kelembagaan pada dasar- nya menyangkut norma-norma, dan manusia yang ada di dalamnya. Peran pengelola sarana air sebagai telah di- uraikan di atas, sangat penting, karena permasalahan yang dihadapi cukup kompleks, sehingga memerlukan orang-orang yang tangguh dalam arti memiliki keberanian, bijaksana, dan berwawasan luas. Orang yang akan di- dudukkan sebagai pengurus pengelola sarana, hendaknya dipilih oleh semua yang terkait dengan pemakaian air ka- rena mereka akan mendapat dukung- an/legitimasi, dan akan terpilih orang yang tangguh yang memenuhi per- syaratan.

Kelembagaan juga menyangkut masalah norma-norma/peraturan yang mengatur hak dan kewajiban baik pe- ngurus sarana air, maupun pemakai sarana air. Dalam hal ini, akan sangat legitimate apabila pembuatan peratur- an yang ada melibatkan semua yang berkait dengan pemakaian air. Yang ada selama ini ada standarisasi pengelola sarana. Lembaga pengelola air memi- liki nama yang sama (bahkan di seluruh wilayah). Selain itu, aturan-aturan yang ada serta struktur kelembagaannya pun sama pula. Ini artinya, keberadaan ke- lembagaan pengelola air sifatnya masih bentukan dari atas bukan inisiatif ma- syarakat sendiri. Akan sangat lebih baik apabila dalam aspek kelembagaan, ma- syarakat juga diberi kewenangan yang luas untuk menyusunnya sendiri.

Ada sebuah kasus yang menarik yang menyangkut masalah kelembaga- an tersebut. Di Sumba Timur ada se- buah desa, Tamburi namanya, yang me- miliki sarana air sangat terawat, dan tampak akan lebih berkelanjutan (satu- satunya sarana yang bagus di Sumba Ti- mur yang penulis pernah temui). Di sini ada sebuah LSM yang memfasilitasi pembangunan sarana dan penyusunan

kelembagaannya. Struktur organisasi dan peraturan bagi pemakai sarana se- muanya penduduk yang menyusun me- lalui pertemuan dengan semua warga. Meskipun bunyi redaksional peraturan tidak bagus (standar legal) namun masyarakat mematuhi karena semua- nya adalah hasil kesepakatan bersama.

Mengapa Kelembagaan tidak Ber- fungsi?

Mengapa lembaga pengelola air tidak berfungsi, bisa jadi variabelnya juga sangat beragam. Untuk memper- oleh jawaban yang akurat mengenai hal itu, perlu dilakukan penelitian secara cermat. Bukan hanya karena lembaga pengelola air mempunyai peran sangat menentukan bagi keberlanjutan sarana tetapi hasilnya juga bisa dipergunakan untuk membuat rekayasa (intervensi) untuk memecahkan masalah dan menentukan kelembagaan yang seperti apa yang ideal berdasarkan hasil penelitian tersebut. Untuk sementara, jawaban mengenai hal itu bisa men- dasarkan pada asumsi-asumsi saja, meskipun di beberapa desa sudah tam- pak begitu jelas.

Di Desa Banyu Mudal, sebagai misal, lembaga pengelola sarana bubar karena pengurusnya mengundurkan diri dan tidak dilakukan pembentukan yang baru. Pengurusnya mengundurkan diri karena merasa tidak mampu

menyelesaikan konflik yang terjadi an- tara dusun satu dengan lainnya menyang- kut penggunaan air. Di Desa Lonuo, Gorontalo, Unit Pengelola Sarana (UPS) secara mendadak mati, karena pem- bangkangan penduduk yang tidak mau mematuhi aturan dan tidak mau mem- bayar iuran air. Preseden pemilihan ke- pala desa yang salah satu kandidatnya menjanjikan "bebas iuran air", dan ter- jadinya kubu politik di mana UPS me- mihak pada salah satunya telah menjadi sebab utama mati mendadaknya UPS.

Di tempat lain UPS tidak berfungsi segera setelah beroperasinya layanan dan segera itu pula sarananya meng- alami kerusakan. Yang seperti ini terja- di di Desa Molinto Gupo dan Tangga Jaya. Sedangkan di Talumelito, Go- rontalo, UPS yang semula berfungsi sangat prima, menjadi mati karena dis- tribusi air tidak bisa merata dan tidak regular sehingga penduduk tidak mau membayar iuran. Barangkali masih ada sebab-sebab lain di tempat-tempat lain- nya. Untuk itu perlu dilakukan peneli- tian secara mendalam.

Jalan Keluar

Berbagai saran untuk memecahkan masalah ketidakberlanjutan sarana yang berakar pada tidak berfungsinya lembaga pengelola air adalah sebagai berikut.

Dipilih oleh masyarakat dengan beberapa persyaratan yang men- dasarkan pada kapabilitas calon untuk memecahkan berbagai masa- lah yang kemungkinan dihadapi yang cukup rumit. Cepat melakukan pemilihan/per- gantian pengurus bila tidak bisa melaksanakan fungsinya Segera melakukan pemecahan ma- salah melalui musyawarah . Penyusunan struktur organisasi dan penyusunan aturan yang mengatur hak dan kewajiban pemakai sarana oleh semua pemakai sarana dan disesuaikan dengan kebutuhan setempat. „

* Konsultan WASPOLA