Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluwarsa

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

AKIBAT BEREDARNYA MINUMAN

KADALUWARSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

KARLA DEBORA S

NIM : 070200407

Departemen : Hukum Keperdataan Program Kekhususan : Perdata BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

AKIBAT BEREDARNYA MINUMAN

KADALUWARSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Nama : Karla Debora S

NIM : 070200407

Departemen : Hukum Keperdataan

Program Kekhususan : Perdata BW

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Dr. Hasyim Purba, SH, M.Hum) NIP . 196603031985081001

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS) (Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum) NIP . 196204211988031004 NIP. 196902201995121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkat dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan menyusun skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluwarsa.”

Penyusunan ini dilakukan untuk memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Untuk orang tua penulis yang sangat mendukung dan senantiasa memberi masukan atas pengerjaan skripsi ini. Dan untuk seluruh keluarga yang turut membantu atas penyelesaian skripsi ini, hanya beribu terima kasih yang dapat penulis ucapkan.

Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Rasa terima kasih dan penghargaan ini penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof. Budiman Ginting, SH., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta Dosen Pembimbing Akademik penulis, dimana telah banyak membantu penulis selama di bangku perkuliahan;

3. Bapak Dr. Hasyim Purba SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdatan;


(4)

4. Bapak Syamsul Rizal SH., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan BW;

5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello SH., MS., selaku Dosen Pembimbing I yang telah membantu penulis;

6. Bapak Dr. Dedi Harianto SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang banyak membantu dan memberikan saran dalam penyiapan judul diawal pembuatan skripsi ini, dan membimbing penulis dalam menyiapkan skripsi ini serta membantu penulis dikala mengalami kesulitan;

7. Untuk semua Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terutama Dosen Jurusan Hukum Perdata BW;

8. Untuk orangtua yang paling saya cintai, untuk Papa S. Sitorus Bsc dan Mama A. Siahaan SH, terima kasih yang tak terhingga buat doa dan dukungannya serta kasih sayang yang diberikan kepada penulis selama ini dari membesarkan anakmu hingga mendapatkan gelar Sarjana Hukum ini, hanya ucapan terima kasih dan doa yang dapat penulis berikan;

9. Untuk adik-adikku tercinta, Sartika Sitorus dan Heru Sitorus, terima kasih banyak atas bantuan dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

10.Untuk Seluruh Keluarga Besar terima kasih atas doa dan dukungannya;


(5)

11.Untuk sahabat-sahabatku Karla Debora Sitorus dan Hujjatul Marwiyah yang telah banyak membantu penulis dalam hal-hal semasa kuliah dan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, terima kasih yang tak terhingga untuk kalian, benar-benar hal terindah yang kudapat dari kalian;

12.Untuk teman-teman Sarah Tania, Only Intan Sari Samosir, Rahmita Delfi, Hilda Delfiza, Sindy Marsela, Julieta Simorangkir, Srikandi Marhaeni Br. Bangun, Mart Wika terima kasih atas doa dan dukungannya;

13.Untuk teman-teman stambuk 2007 terima kasih buat semua bantuan di dalam segala hal dan doa serta dukungannya;

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya, meskipun penulis menyadari kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, terimakasih kepada semuanya.

Medan, 13 September 2011 Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI………...vi

ABSTRAKSI………...ix

BAB I : PENDAHULUAN………...1

A. Latar Belakang ………...1

B. Perumusan Masalah………....6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………...7

D. Keaslian Penulisan………...8

E. Tinjaun Kepustakaan………...9

F. Metode Penulisan .………....11

G. Sistematika Penulisan ……….………...13

BAB II : PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA SERTA BADAN/LEMBAGA YANG DIBERIKAN KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN PENGAWASAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA A. Pengertian dan Konsepsi Konsumen...15

B. Pengertian Hak dan Kewajiban Konsumen...21

C. Kadaluwarsa menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)...27


(7)

D. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan

dengan Peredaran Minuman Kadaluwarsa...30

E. Badan/Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa...33

BAB III : BENTUK-BENTUK PELANGGARAN YANG DILAKUKAN PELAKU USAHA BERKAITAN DENGAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA SERTA SANKSI-SANKSI YANG DAPAT DIKENAKAN TERHADAP PELAKU USAHA YANG MELAKUKAN PELANGGARAN A. Pengertian Pelaku Usaha...47

B. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha...50

C. Bentuk-bentuk Pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa...55

D. Pengertian sanksi dan Jenis sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran...61

BAB IV : UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA A. Upaya Hukum melalui Pengadilan...68

- Upaya Hukum secara Perdata ...68

- Upaya Hukum secara Pidana...71


(8)

B. Upaya Hukum di luar Pengadilan...81 - Melalui Upaya Perdamaian...81 - Keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat (LPKSM)...85 - Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK)...87 - Melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)...92 - Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS)...94

BAB V : KESIMPULAN/SARAN

A. KESIMPULAN ...97 B. SARAN ...98


(9)

ABSTRAKSI

Karla Debora S∗

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS∗∗ Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum∗∗∗

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗ Dosen Pembimbing I dan Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara

∗∗∗ Dosen Pembimbing II dan Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan zaman masyarakat mulai berfikir praktis, hal itu membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat lebih senang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari di supermarket atau swalayan besar, dengan harapan kualitas produk yang dijual bisa terjamin. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk membeli di supermarket daripada di pasar tradisional ataupun di toko kelontong. Kurang waspadanya konsumen sepertinya telah dimanfaatkan oleh pihak toko dengan menjual barang yang sudah kadaluwarsa. Oleh karena itu, perlindungan konsumen sangat diperlukan. Dimana konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari uraian diatas Penulis mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut : Pertama, Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta badan/lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa. Kedua, Apakah bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Ketiga, Upaya hukum apakah yang dapat dimanfaatkan konsumen yang mengalami kerugian akibat peredaran minuman kadaluwarsa.

Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penulisan skripsi ini, maka digunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Metode yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perlindungan konsumen yang berlaku serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, situs internet, koran, dan sebagainya. Metode penelitian yuridis normatif ini dilakukan dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan judul skripsi ini baik yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa masalah-masalah yang dibahas dalam permasalahan skripsi ini.


(10)

Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa : Pertama, Pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan untuk menghindarkan konsumen dari perdagangan minuman kadaluwarsa yang mana dapat mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen. Sedangkan Badan/Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan minuman kadaluwarsa tersebut diperlukan untuk mengawasi peredaran minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat. Kedua, Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sangat merugikan konsumen dan kurang menguntungkan posisi konsumen daripada pelaku usaha sebab keterlibatan konsumen dalam memanfaatkan suatu produk minuman yang tersedia sangat bergantung sepenuhnya pada informasi yang diberikan oleh pelaku usaha sedangkan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut dilakukan untuk mmembuat si pelaku usaha bertanggung jawab dengan cara memberikan ganti rugi sebagaimana yang telah ditentukan oleh UUPK. Ketiga, Perlindungan hukum sebagai akibat dari penggunaan minuman kadaluwarsa yang menyebabkan kerugian bagi konsumen maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen minuman tersebut melalui upaya hukum yaitu upaya hukum melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Upaya hukum melalui pengadilan dapat dilakukan secara perdata, pidana maupun secara tata usaha negara sedangkan upaya hukum di luar pengadilan dapat melalui upaya perdamaian, keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Berkenaan dengan penulisan skripsi ini dapat diajukan saran-saran sebagai berikut : Pertama, Sosialisasikan melalui informasi yang sebanyak-banyaknya kepada konsumen mengenai minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat. Kedua, Badan-badan yang terkait dalam hal penegakan hukum konsumen ini sangat diharapkan sumbangsihnya dalam pelaksanaan tugasnya yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab sehingga untuk memberikan upaya perlindungan konsumen terhadap minuman yang beredar dalam masyarakat dapat dilakukan dengan hati-hati dan tidak berlebihan yang dapat merugikan atau menghentikan kegiatan usaha penjualan minuman yang ada di wilayah Indonesia. Ketiga, Diharapkan pemerintah dapat melakukan pemantauan ataupun pengawasan terhadap penjualan produk minuman khususnya produk kadaluwarsa sehingga konsumen dapat terhindar dari perbuatan pelaku usaha tersebut yang dapat merugikan konsumen dan konsumen tidak salah lagi dalam memilih produk tersebut.

Kata Kunci :

- Perlindungan Konsumen - Minuman kadaluwarsa


(11)

ABSTRAKSI

Karla Debora S∗

Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS∗∗ Dr. Dedi Harianto, SH., M.Hum∗∗∗

Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ∗∗ Dosen Pembimbing I dan Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara

∗∗∗ Dosen Pembimbing II dan Staf Pengajar Departemen Hukum Keperdataan BW Universitas Sumatera Utara

Seiring dengan perkembangan zaman masyarakat mulai berfikir praktis, hal itu membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat lebih senang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari di supermarket atau swalayan besar, dengan harapan kualitas produk yang dijual bisa terjamin. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk membeli di supermarket daripada di pasar tradisional ataupun di toko kelontong. Kurang waspadanya konsumen sepertinya telah dimanfaatkan oleh pihak toko dengan menjual barang yang sudah kadaluwarsa. Oleh karena itu, perlindungan konsumen sangat diperlukan. Dimana konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari uraian diatas Penulis mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut : Pertama, Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta badan/lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa. Kedua, Apakah bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran. Ketiga, Upaya hukum apakah yang dapat dimanfaatkan konsumen yang mengalami kerugian akibat peredaran minuman kadaluwarsa.

Untuk menjawab permasalahan dalam rangka penulisan skripsi ini, maka digunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan secara kualitatif. Metode yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perlindungan konsumen yang berlaku serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, situs internet, koran, dan sebagainya. Metode penelitian yuridis normatif ini dilakukan dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan judul skripsi ini baik yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa masalah-masalah yang dibahas dalam permasalahan skripsi ini.


(12)

Hasil penulisan skripsi ini menunjukkan bahwa : Pertama, Pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan untuk menghindarkan konsumen dari perdagangan minuman kadaluwarsa yang mana dapat mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen. Sedangkan Badan/Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan minuman kadaluwarsa tersebut diperlukan untuk mengawasi peredaran minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat. Kedua, Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sangat merugikan konsumen dan kurang menguntungkan posisi konsumen daripada pelaku usaha sebab keterlibatan konsumen dalam memanfaatkan suatu produk minuman yang tersedia sangat bergantung sepenuhnya pada informasi yang diberikan oleh pelaku usaha sedangkan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut dilakukan untuk mmembuat si pelaku usaha bertanggung jawab dengan cara memberikan ganti rugi sebagaimana yang telah ditentukan oleh UUPK. Ketiga, Perlindungan hukum sebagai akibat dari penggunaan minuman kadaluwarsa yang menyebabkan kerugian bagi konsumen maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen minuman tersebut melalui upaya hukum yaitu upaya hukum melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Upaya hukum melalui pengadilan dapat dilakukan secara perdata, pidana maupun secara tata usaha negara sedangkan upaya hukum di luar pengadilan dapat melalui upaya perdamaian, keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Berkenaan dengan penulisan skripsi ini dapat diajukan saran-saran sebagai berikut : Pertama, Sosialisasikan melalui informasi yang sebanyak-banyaknya kepada konsumen mengenai minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat. Kedua, Badan-badan yang terkait dalam hal penegakan hukum konsumen ini sangat diharapkan sumbangsihnya dalam pelaksanaan tugasnya yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab sehingga untuk memberikan upaya perlindungan konsumen terhadap minuman yang beredar dalam masyarakat dapat dilakukan dengan hati-hati dan tidak berlebihan yang dapat merugikan atau menghentikan kegiatan usaha penjualan minuman yang ada di wilayah Indonesia. Ketiga, Diharapkan pemerintah dapat melakukan pemantauan ataupun pengawasan terhadap penjualan produk minuman khususnya produk kadaluwarsa sehingga konsumen dapat terhindar dari perbuatan pelaku usaha tersebut yang dapat merugikan konsumen dan konsumen tidak salah lagi dalam memilih produk tersebut.

Kata Kunci :

- Perlindungan Konsumen - Minuman kadaluwarsa


(13)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang

Seiring dengan perkembangan zaman masyarakat mulai berfikir praktis, hal itu membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif. Masyarakat lebih senang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari di supermarket atau swalayan besar, dengan harapan kualitas produk yang dijual bisa terjamin. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk membeli di supermarket daripada di pasar tradisional ataupun di toko kelontong. Kurang waspadanya konsumen sepertinya telah dimanfaatkan oleh pihak toko dengan menjual barang yang sudah kadaluwarsa.

Kecenderungan demikian semakin merugikan masyarakat itu sendiri khususnya konsumen. Pihak-pihak lain di luar masyarakat yang tidak menjadi korban, tidak akan mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi pada masyarakat itu sendiri. Para pengusaha atau pemerintah tidak mengetahui masalah yang diakibatkan oleh tindakannya jika tidak ada pengaduan konsumen. Pada saat yang sama, para pengusaha tidak akan terdorong untuk mengambil langkah preventif melindungi konsumen karena menganggap tidak ada yang salah pada produknya tersebut.1

Konsep perlindungan konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun lalu diberbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk menyediakan sarana peradilannya. Sejalan dengan itu,

1

NHT, Siahaan, Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab


(14)

berbagai negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen2. Hak dasar konsumen yang berkaitan dengan minuman kadaluwarsa tersebut yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety). Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk khususnya produk minuman3

Hal seperti itu seringkali disebabkan ketidakterbukaan produsen mengenai keadaan produk yang ditawarkannya

.

Sikap konsumen di Indonesia terhadap suatu produk seperti minuman dalam kenyataannya sangatlah peka ketika produk minuman yang dikonsumsinya atau beredar di masyarakat ada indikasi tidak memenuhi standar sebagai produk yang tidak layak. Hal ini disebabkan karena konsumen pada umumnya kurang memperoleh informasi lengkap mengenai produk yang dibelinya.

4

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengamanatkan bahwa “ pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan tanggal

. Konsumen merasa bahwa posisinya sebatas objek ketika masih ada perusahaan atau produsen yang berani memproduksi dan mengedarkan (menjual) minuman yang tidak layak sehingga konsumen merasa bahwa hal itu termasuk pelanggaran hak-hak asasinya.

2

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, ( Jakarta : PT Grasindo, 2000), hal 16

3

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal 41

4


(15)

kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu”5. Pencantuman tanggal kadaluwarsa ini harus dilakukan oleh pelaku usaha agar konsumen mendapat informasi yang jelas mengenai produk yang dikonsumsinya akan tetapi tanggal yang biasanya tercantum pada label produk tersebut tidak hanya masa kadaluwarsanya tapi tanggal-tanggal lain6

Berkaitan dengan pencantuman tanggal kadaluwarsa pada label suatu produk seperti minuman, perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi salah pengertian karena tanggal kadaluwarsa tersebut bukan mutlak suatu produk dapat digunakan atau dikonsumsi, karena tanggal kadaluwarsa tersebut hanya merupakan perkiraan produsen berdasarkan hasil studi atau pengamatannya sehingga produk yang sudah melewati masa kadaluwarsapun masih dapat dikonsumsi sepanjang dalam kenyataannya produk tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Sebaliknya suatu produk juga dapat menjadi rusak atau berbahaya untuk dikonsumsi sebelum tanggal kadaluwarsa yang tercantum pada label produk tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada suatu indikasi yang dapat merugikan konsumen.

.

7

Berdasarkan fenomena yang sering dilihat dan didengar, tidak sedikit kasus yang terjadi terkait dengan pencantuman tanggal kadaluwarsa padaproduk minuman. Seperti dalam kasus ditemukannya minuman kadaluwarsa dengan merek Teh Botol Sosro cabang Sukabumi yang mana pihak produsen tidak mencantumkan batas waktu konsumsinya sehingga mengakibatkan si pembeli

5

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 8 ayat 1 huruf g

6

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op Cit, hal 77-78

7


(16)

keracunan. Hal ini dikarenakan karena ada kelalaian dari produsen Teh Botol Sosro yang menjual minuman kadaluwarsa tanpa mencantumkan batas waktu konsumsinya8

Kasus lainnya seperti ditemukannya minuman kadaluwarsa produk madu dengan merek Fresh Honey tanpa tanda kadaluwarsa di pasar modern di Jakarta dan tidak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tetapi masih tetap diperdagangkan. Hal ini dilakukan karena produsen tidak mau rugi dan hanya memikirkan keuntungannya sendiri

.

9

a) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam, dan/atau dikemasan pangan tersebut.

. Dalam undang-undang pangan yang menyangkut perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa seperti yang tercantum pada Pasal 30 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ayat 1 dan ayat 2 menentukan bahwa :

b) Pada label harus memuat keterangan mengenai: (1) Nama produk.

(2) Daftar bahan yang digunakan. (3) Berat bersih atau isi bersih.

(4) Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.

(5) Keterangan tentang halal

(6) Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa.

Pemerintah juga menetapkan keterangan lain yang wajib atau dilarang untuk mencantumkan label produk tersebut. Label tidak boleh diberi keterangan yang dapat menyesatkan pembeli, baik mengenai isi maupun jumlah

8

“ Teh Botol Sosro 1 M akibat kemasan kadaluarsa”, http://www.kompas.com/.../teh-botol-sosro-digugat-1-m-akibat.html

9

“ Produk Madu Tanpa Tanda Kadaluarsa Diamankan”


(17)

kandungannya. Tanda atau label yang tidak benar karena sengaja atau dipalsukan (dibuat-buat) digolongkan menyesatkan. Label harus jelas dan menyolok, informasi harus dalam nasional Indonesia, isinya harus jelas serta mudah dimengerti oleh konsumen pada suatu produk minuman kemasan. Dengan kata lain suatu produk minuman tidak boleh di jual dengan nama yang tidak sesuai dengan kandungan isi minuman tersebut. Penandaan, label atau etiket pemuatan informasi yang bersifat wajib dilakukan dengan sanksi-sanksi administratif dan/atau pidana tertentu apabila tidak terpenuhinya persyaratan etiket atau label tersebut.

Dengan adanya standarisasi dari pemerintah tersebut maka konsumen memiliki informasi tentang kualitas suatu produk khususnya minuman. Konsumen memiliki wawasan lebih luas untuk selanjutnya dapat menentukan pilihan suatu produk berdasarkan informasi yang dapat dipercaya. Apabila di lapangan ditemukan produk minuman yang tidak sesuai dengan standar yang telah dikeluarkan pemerintah dan berakibat menimbulkan kerugian di pihak konsumen maka konsumen dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada produsen.10

Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tersebut antara podusen dan konsumen/pelaku usaha dengan konsumen mempunyai hak dan kewajiban yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jadi, para penegak hukum dapat memberlakukan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak produsen. Dengan demikian konsumen sebagai pihak yang sering

10

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hal 16-17


(18)

dirugikan olehpihak produsen dapat memperjuangkan hak-haknya karena adanya perlindungan hukum secara pasti. Hal inilah yang menjadi alasan untuk memilih judul “Perlindungan Hukum bagi Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluwarsa”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluwarsa” maka perlu dilakukan perumusan masalah yang menjadi judul skripsi ini.

Persoalan yang akan dibahas, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta badan/lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa?

2. Apakah bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran?

3. Upaya hukum apakah yang dapat dimanfaatkan konsumen yang mengalami kerugian akibat peredaran minuman kadaluwarsa?


(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta mengetahui lembaga yang melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa tersebut.

2. Untuk mengetahui hal-hal apa yang tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha/produsen dalam melaksanakan kegiatan usahanya serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.

3. Untuk mengetahui upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila mengalami kerugian akibat peredaran minuman kadaluwarsa tersebut.

Manfaat penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini merupakan sumbangsih kepada ilmu pengetahuan terutama ilmu hukum khususnya hukum perlindungan konsumen. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan mengenai tanggung jawab hukum sebagai pelaku usaha/produsen dalam melaksanakan kegiatan usahanya.


(20)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dan landasan bagi penelitian lebih lanjut, memberikan informasi khususnya kepada masyarakat tentang perlindungan hukum yang menjadi hak-haknya sebagai konsumen, memberikan masukkan/saran-saran terhadap Undang-undang Perlindungan Konsumen.

D. Keaslian Penulisan

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Beredarnya Minuman Kadaluwarsa sengaja diangkat sebagai judul skripsi ini karena telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema diatas didasarkan oleh ide, gagasan, pemikiran, referensi, buku-buku dan pihak-pihak lain. Judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Sepengetahuan penulis, skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada, penulis yakin bahwasanya substansi pembahasannya adalah berbeda. Seperti contoh:

“Lira Apriana Sari Nasution/070200114, Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas Peredaran Makanan Kadaluwarsa”.

Dengan demikian maka keaslian penulisan skripsi dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.


(21)

E. Tinjauan Kepustakaan

Perkembangan pola kehidupan ekonomi modern yang lebih berdasarkan pada persaingan bebas dalam pemasaran barang dan jasa dalam masyarakat yang semakin berkembang menimbulkan banyak permasalahan. Salah satu contohnya adalah beredarnya minuman kadaluwarsa yang dilakukan oleh produsen yang pada akhirnya pihak konsumenlah yang dirugikan.

Produk kadaluwarsa yang dijual di pasaran seperti minuman merupakan produk yang tidak layak dikonsumsi karena dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen yang mengonsumsinya. Hal ini dilakukan produsen karena ingin mencari keuntungan tanpa memikirkan akibat dari tindakannya tersebut. Produsen pada hakekatnya dapat diartikan sebagai pelaku usaha yaitu sekelompok orang atau individu yang menciptakan, membuat atau menghasilkan suatu produk yang dapat dipergunakan oleh konsumen.

Konsumen memiliki resiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Posisi konsumen seperti ini harus dilindungi oleh hukum yang berarti memberikan perlindungan kepada konsumen. Perlindungan hukum bagi konsumen tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen11. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu hak konsumen dalam hal ini adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa12

11

Abdul Halim Berkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), hal 1

12

Ahmadi Miru, Op Cit, hal 47-48


(22)

Apabila konsumen merasa hak-hak mereka tidak diterima sebagaimana mestinya atau merasa dirugikan dapat membuat surat pengaduan kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ini dapat meminta pertanggungjawaban kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga membuat laporan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang baru saja dibentuk untuk dapat diadili atas persetujuan yang bersangkutan. Disini peran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) jelas terlihat. Dengan demikian proses penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan alternatif penyelesaian sengketa konsumen melalui badan diluar sistem peradilan yang disebut dengan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), selain itu penyelesaian sengketa konsumen dapat diselesaikan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan konsumen13.

Dengan adanya alternatif penyelesaian sengketa tersebut maka konsumen dapat memperjuangkan hak-haknya karena adanya perlindungan hukum secara pasti dan dapat menyadarkan kembali semua pihak baik itu pengusaha, pemerintah maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen tersebut.

13


(23)

F. Metode Penelitian

1. Metode yang digunakan

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dengn metode pendekatan secara kualitatif. Metode yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini guna melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perlindungan konsumen yang berlaku serta untuk memperoleh data maupun keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil penelitian, situs internet, koran, dan sebagainya14

Metode penelitian secara kualitatif bermanfaat untuk melakukan analisis data secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral (holistic), hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif dan mendalam dengan mempergunakan analisis secara kualitatif.

. Metode penelitian yuridis normatif ini dilakukan dengan meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan judul skripsi ini baik yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisa masalah-masalah yang dibahas dalam permasalah-masalahan skripsi ini.

15

Di dalam penelitian pada umumnya dikenal ada tiga jenis alat pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat digunakan

2. Metode pengumpulan data

14

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Alumni, 1994), hal 139

15

Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996), hal 22


(24)

secara bersama-sama atau masing-masing16

Bahan hukum sekunder, memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,buku-buku, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya

. Studi dokumen atau bahan pustaka merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan sistem analisis terhadap data-data yang diperoleh. Dalam penulisan skripsi ini bahan yang digunakan dalam upaya untuk mendukung penulisan dan pemecahan permasalahannya yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier Bahan hukum primer dapat berupa peraturan perundang-undangan nasional yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

17

. Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya18

3. Metode Penarikan Kesimpulan

. Selanjutnya untuk memperoleh data pendukung dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara melakukan observasi (studi riset), dan juga wawancara secara mendalam dengan narasumber yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang berkenaan dengan judul skripsi ini dengan mempergunakan petunjuk umum wawancara yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984), hal 21

17

Ibid, hal 52

18


(25)

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif. Metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus19

Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum

.

20

Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang Pengaturan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa . Dengan adanya metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif sehingga dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini ada 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab dibagi lagi atas beberapa sub bab. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

Bab Pertama merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

19

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 11

20


(26)

serta badan/lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa.

Bab Ketiga merupakan bab yang menguraikan tentang bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa serta sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran.

Bab Keempat merupakan bab yang membahas tentang upaya hukum yang dapat dimanfaatkan konsumen yang mengalami kerugian akibat peredaran minuman kadaluwarsa.

Bab Kelima merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran serta disertai dengan daftar pustaka.


(27)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BERKAITAN DENGAN PEREDARAN MINUMAN KADALUWARSA

SERTA BADAN/LEMBAGA YANG DIBERIKAN KEWENANGAN UNTUK MELAKUKAN PENGAWASAN PEREDARAN MINUMAN

KADALUWARSA

A.Pengertian dan Konsepsi Mengenai Konsumen

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) telah diberikan suatu defenisi konsumen. Konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (yang berlaku 5 Maret 2000),

konsumen adalah “setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain.”21

Di Spanyol, pengertian konsumen didefenisikan secara luas, bahwa konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen India dinyatakan, konsumen adalah “setiap orang (pembeli) atas barang yang disepakati, menyangkut harga dan cara

Rumusan mengenai konsumen ini sangat beraneka ragam, seperti halnya di Perancis, defenisi konsumen mengandung dua unsur yaitu konsumen hanya orang dan barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarga.

21


(28)

pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial.”22

Pengertian konsumen bukan hanya beraneka ragam, tetapi juga merupakan pengertian yang luas, seperti yang dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Jhon F. Kennedy dengan mengatakan, “Consumers by

definition Include us all”

23

1. Setiap orang

. Meskipun beraneka ragam dan luas, dapat juga

diberikan unsur terhadap defenisi konsumen, yaitu :

Konsumen berarti “setiap orang yang berperan sebagai pemakai barang dan/atau jasa”. Istilah “orang” sebetulnya tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan, namun konsumen juga harus mencakup badan usaha, dengan makna luas daripada badan hukum. Dalam UUPK digunakan kata “pelaku usaha”.

2. Pemakai

Konsumen memang tidak sekadar pembeli, tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi jasa dan/atau jasa barang. Jadi yang paling penting terjadinya transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya.

3. Barang dan/atau jasa

Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengartikan barang sebagai “setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun

22

Ibid, hal 3

23


(29)

tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen”.24

4. Yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia dipasar. Dalam perdagangan yang semakin komplek dewasa ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.

5. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain

Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, dan makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam defenisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekedar ditujukan untuk diri sendiri, keluarga, tetapi juga barang dan/atau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (diluar diri sendiri dan keluarganya).

6. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan

Batasan ini terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan batas-batas seperti itu.

Dalam pengertian masyarakat umum saat ini, bahwa konsumen itu adalah “pembeli, penyewa, nasabah (penerima kredit) lembaga jasa perbankan atau asuransi penumpang angkutan umum atau pada pokok langganan dari para pengusaha”.25

24

Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

25

Az Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hal 68 Pengertian masyarakat ini tidaklah salah, sebab secara yuridis


(30)

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), terdapat subjek-subjek hukum dalam hukum perikatan yang bernama pembeli, penyewa, peminjam-pakai, dan sebagainya.

Konsumen (sebagai alih bahasa dari consumer), secara harafiah berarti “seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa seseorang/sesuatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu juga sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Ada pula yang memberikan arti lain, yaitu konsumen adalah “setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.26

1. Undang-undang Barang

Dalam hukum positif, terlihat pengertian konsumen digunakan berbagai istilah-istilah, beberapa diantaranya yaitu :

Dari Undang-undang Barang ini, terlihat dua hal :

a. Rakyat yang ingin dijaga kesehatan atau keselamatan (tubuhnya) dan keamanan (jiwanya) dari barang dan/atau jasa yang mutunya kurang atau tidak baik.

b. Mengatur tentang mutu, susunan barang dan bungkusan barang dagangan. Pengaturan mutu, susunan bahan dan pembungkusan barang tentulah ditujukan pada pelaku usaha yang mempunyai kegiatan mengenai pembuatan atau pembungkusan barang tersebut.

26

Az, Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta Pusat : Diadit Media, 2002), hal 69


(31)

2. Undang-undang Kesehatan

Undang-undang kesehatan ini tidak menggunakan istilah konsumen untuk pemakai, pengguna barang dan/atau jasa pemanfaat jasa kesehatan. Untuk maksud itu digunakan berbagai istilah, antara lain istilah setiap orang, masyarakat.

3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terdapat berbagai istilah yang perlu diperhatikan, antara lain istilah pembeli, penyewa, penerima hibah, peminjam pakai, peminjam dan sebagainya.

4. Penyelenggaraan studi baik yang bersifat akademis maupun untuk tujuan mempersiapkan dasar-dasar penerbitan suatu peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen, antara lain :

a. Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman (BPHN), menyusun batasan tentang konsumen akhir, yaitu “pemakai akhir dari barang yang digunakan untuk keperluan diri sendiri atau orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan”.

b. Batasan konsumen dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

c. Dalam naskah akademis yang dipersiapkan Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerjasama dengan Departemen Perdagangan Republik


(32)

Indonesia, berbunyi konsumen adalah “setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”.27 Sebagai suatu konsep, konsumen telah diperkenalkan beberapa puluh tahun yang lalu di berbagai negara dan sampai saat ini sudah puluhan negara memiliki undang-undang atau peraturan yang khusus memberikan perlindungan kepada konsumen termasuk penyediaan sarana peradilannya. Sejalan dengan perkembangan itu, berbagai negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen.

Demikian pentingnya masalah perlindungan kepada konsumen, maka dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) senantiasa dicantumkan perlunya dilakukan perlindungan kepada konsumen. Sebagaimana disebutkan dalam GBHN 1998 tetap mencantumkan pentingnya perlindungan kepada konsumen. Hal ini merupakan salah satu bukti konsistensi untuk tetap memperjuangkan kepentingan konsumen Indonesia.

Alasan yang dikemukakan untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan secara khusus mengatur dan melindungi kepentingan konsumen dapat disebutkan sebagai berikut : 28

1. Konsumen memerlukan pengaturan tersendiri, karena dalam suatu hubungan hukum dengan penjual, konsumen merupakan pengguna barang dan jasa untuk kepentingan diri sendiri dan tidak untuk diproduksi atau untuk diperdagangkan.

2. Konsumen memerlukan sarana atau acara hukum tersendiri sebagai upaya melindungi atau memperoleh haknya.

27

Ibid, hal 10


(33)

Dari pengertian dan konsepsi mengenai konsumen, ada hal yang penting yang menjadi pokok keperluan konsumen, yaitu bahwa konsumen memerlukan produk yang aman bagi kesehatan tubuh atau keamanan jiwa, serta pada umumnya untuk kesejahteraan keluarga atau rumah tangganya, karena hal itu diperlukan kaidah-kaidah hukum yang menjamin syarat-syarat aman setiap produk konsumen bagi konsumsi manusia, dilengkapi dengan informasi yang benar, jujur, dan bertanggungjawab.

B.Pengertian Hak dan Kewajiban Konsumen

1. Pengertian Hak dan Kewajiban

Hak adalah “suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh hukum”. Suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan bahwa hak adalah “sesuatu yang patut atau layak diterima”. Sedangkan kewajiban adalah “suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual”. Dengan kata lain kewajiban adalah “sesuatu yang sepatutnya diberikan”.29

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah “kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-undang”.30

29

“ Hak dan Kewajiban”, belajarhukumindonesia.blogspot.com/.../hak-dan-kewajiban.html

30

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal 381-382


(34)

adalah “sesuatu yang diwajibkan atau sesuatu yang harus dilaksanakan dengan seksama”.31

2. Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha32

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen tidak hanya mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen, melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha. Namun kelihatan bahwa hak yang diberikan kepada konsumen (yang diatur dalam Pasal 4) lebih banyak dibandingkan dengan hak pelaku usaha (yang diatur dalam Pasal 6), dan kewajiban pelaku usaha (dalam Pasal 7) lebih banyak dari kewajiban konsumen (yang termuat dalam Pasal 5)

.

33

Signifikan pengaturan hak-hak konsumen melalui undang-undang merupakan bagian dari implementasi sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-undang Dasar 1945 disamping sebagai konstitusi politik juga dapat

.

31

Ibid, hal 1266

32

Happy,Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, (Jakarta Selatan : Transmedia Pustaka, 2008), hal 22

33

Abdullah Halim Berkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2008), hal 21-22


(35)

disebut konstitusi ekonomi, yaitu “konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad Sembilan belas”.34

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen sebagi berikut :

2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi,ganti rugi, atau penggantian jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaiman mestinya.

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak-hak dasar umum yang diakui secara Internasional. Hak-hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat pada tanggal 15 Maret 1962 melalui “A special Message for the Protection of

Consumer Interest” atau yang lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak

Konsumen” ( Declaration of Consumer Right ).35

34

Abdullah Halim Berkatullah, Ibid, hal 23

35


(36)

Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan empat hak dasar konsumen ( the four consumer basic right) yang meliputi hak-hak sebagai berikut: 36

1. Hak untuk mendapatkan atau memperoleh keamanan atau the right to be

secured

Setiap konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang/jasa yang dikonsumsi. Misalnya, konsumen merasa aman jika produk makanan atau minuman yang dikonsumsinya dirasa aman bagi kesehatan berarti produk makanan tersebut memenuhi standar kesehatan, gizi dan sanitasi serta tidak mengandung bahan yang membahayakan bagi jiwa manusia. Di AS, hak ini merupakan hak tertua yang tidak kontroversial karena didukung oleh masyarakat ekonomi.

2. Hak untuk memperoleh informasi atau the right to be informed

Setiap konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas dan komprehensif tentang suatu produk barang/jasa yang dibeli (dikonsumsi). Akses terhadap informasi sangat penting karena konsumen dapat mengetahui bagaimana kondisi barang/jasa yang akan dikonsumsi. Jika suatu saat ada resiko negatif dari produk barang/jasa yang telah dikonsumsinya, konsumen telah mengetahui hal tersebut sebelumnya. Artinya konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri/atribut negatif dari suatu produk seperti efek samping dari mengkonsumsi suatu produk atau adanya peringatan dalam label/kemasan produk.

36


(37)

3. Hak untuk memilih atau the right to choose

Setiap konsumen berhak memilih produk barang/jasa dengan harga yang wajar. Artinya, konsumen tidak boleh dalam kondisi tertekan atau paksaan untuk memilih suatu produk tersebut yang mungkin bisa merugikan hak-haknya. Ia harus dalam kondisi bebas dalam menentukan pilihannya terhadap barang/jasa yang akan dikonsumsinya.

4. Hak untuk didengar atau the right to be heard

Konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimnya bisa didengarkan baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang memperjuangkan hak-hak konsumen.

Empat hak dasar sebagaimana disampaikan oleh Presiden Amerika serikat, John F.Kennedy tersebut memberikan pemikiran baru tentang perlindungan hak konsumen. Empat dasar tersebut sering digunakan dalam merumuskan hak-hak dan perlindungan konsumen. Pembicaraan tentang perlindungan konsumen mulai sering didengungkan di berbagai forum internasional.

Perhatian dunia Internasional tertuju pada kongres ke-7 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta agar masyarakat Internasional memperhatikan masalah-masalah yang berhubungan antara lain dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (publik health) serta pelanggaran terhadap ketentuan/persyaratan barang dan jasa bagi konsumen (offences againts the


(38)

Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 39/248 Tahun 1985 tentang Perlindungan Konsumen, juga merumuskan berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, yang meliputi :37

1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya

2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen

3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi

4. Pendidikan konsumen

5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Masyarakat Eropa (Europose Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai berikut :38

1. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan 2. Hak perlindungan kepentingan ekonomi 3. Hak mendapat ganti rugi

4. Hak atas penerangan 5. Hak untuk didengar

Namun sebagai konsumen juga harus memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa kewajiban konsumen adalah sebagai berikut :

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi pemakaian dan pemanfaatan barang/jasa. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan dan keselamatan bagi konsumen itu sendiri. Oleh karena itu, perlu membaca dan meneliti label, etiket, kandungan barang dan jasa, serta tata cara penggunaannya. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang/jasa. Itikad

baik sangat diperlukan ketika konsumen akan bertransaksi. Dengan itikad

37

Ibid, hal 26


(39)

baik, kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa yang diinginkannya bisa terpenuhi dengan penuh kepuasan.

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Konsumen perlu membayar barang dan jasa yang telah dibeli, tentunya dengan nilai tukar yang disepakati.

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Ketika dirasa ada keluhan terhadap barang/jasa yang telah di dapat, konsumen perlu secepatnya menyelesaikan masalah tersebut dengan pelaku usaha. Perlu diperhatikan agar penyelesaian masalah sebisa mungkin dilakukan dengan cara damai. Jika tidak ditemui titik penyelesaian, cara hukum bisa dilakukan asalkan memperhatikan norma dan prosedur yang berlaku.

Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang bakal menimpanya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak-haknya sebagai konsumen.39

C.Kadaluwarsa menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPerdata)

Kadaluwarsa mempunyai arti sebagai sudah lewat ataupun habisnya jangka waktu sebagaimana yang telah ditetapkan dan apabila dikonsumsi, maka dapat membahayakan bagi kesehatan yang mengkonsumsinya.Dengan demikian, kadaluwarsa adalah penjualan barang ataupun peredaran produk kemasan dan minuman yang sudah tidak layak dijual kepada konsumen.

39


(40)

Apabila produsen menjual produk seperti minuman yang kadaluwarsa kepada konsumen maka konsumen dapat menuntut ganti rugi terhadap produsen. Walaupun dalam hal ini ia mengetahui bahwa dengan perbuatannya itu dapat merugikan orang lain. Barang siapa pada saat ia melanggar keadaan yang ada ia menyadari bahwa perbuatannya berlawanan dengan keadaan hukum, ia dapat dituntut karena telah menjual produk yang kadaluwarsa.40

Unsur- unsur perbuatan melawan hukum yaitu:

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain sedang diantara mereka tidak terdapat suatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang-undang dapat juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut dengan orang yang menimbulkan kerugian itu seperti yang tercantum dalam bunyi Pasal 1365 KUHPerdata yaitu:

“ Setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

41

1. Unsur pelanggaran atas hak-hak orang lain.

Yang dimaksudkan adalah hak-hak subjektif orang lain. Ke dalamnya termasuk hak-hak kebendaan dan lain-lain hak yang bersifat mutlak (seperti hak milik, oktroi, dan hak merek ), hak-hak pribadi perseorangan (persoonlijk-rechten) seperti hak-hak atas integritas (harga diri), kehormatan dan nama baik seseorang.

40

Gunawan Widjaja,Daluwarsa , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal 16-17

41


(41)

2. Unsur yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.

Yang dimaksudkan adalah kewajiban hukum yang diletakkan perundang-undangan dalam arti materi, ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, baik bersifat perdata maupun publik ( misalnya perbuatan pelanggaran atau kejahatan seperti yang termuat dalam KUHP)

3. Unsur yang bertentangan dengan kehati-hatian yang hidup atau harus diindahkan dalam kehidupan masyarakat.

Sejak tahun 1919, unsur ini tampaknya merupakan unsur yang terpenting dalam dalam penentuan tolok ukur perbuatan melawan hukum. Ia menunjuk pada kebiasaan tidak tertulis yang dapat digunakan untuk berdiri sendiri baik secara terlepas dari atau bersama-sama unsur-unsur lainnya. Pada pokoknya orang haruslah memperhatikan perilaku yang dianggap patut (behoorlijk) dalam masyarakat dikaitkan dengan kepentingan perorangan satu sama lain.

Tanggung jawab untuk mengganti rugi tidak saja karena dilakukannya perbuatan melawan hukum tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hati. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan luka atau cacat seseorang yang dirugikan di samping menuntut ganti rugi akibat luka atau cacat itu juga dapat menuntut penggantian pembiayaan untuk penyembuhannya.42

Dalam Pasal 1367 jo Pasal 1365 membebankan kewajiban mengganti kerugian orang lain karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh: 43

1. Pelaku sendiri

42

Ibid, hal 77-78

43


(42)

2. Orang-orang tertentu yang menjadi tanggungannya.

Mereka yang bertanggung jawab tersebut dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya apabila dapat membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan-perbuatan tanggungannya tersebut.

3. Barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

D.Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan dengan Peredaran Minuman Kadaluwarsa

Secara universal, berdasarkan berbagai hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungannya dengan pengusaha baik secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun kemampuan atau daya bersaing/daya tawar. Kedudukan konsumen ini, baik yang bergabung dalam suatu organisasi apalagi secara individu, tidak seimbang dibandingkan dengan kedudukan pengusaha44

Untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut dibutuhkan perlindungan pada konsumen. Di samping itu, beberapa materi tertentu secara sporadis termuat di dalam berbagai peraturan perundang-undangan sekalipun penerbitan peraturan perundang-undangan itu sebenarnya ditujukan untuk keperluan lain dari mengatur dan/atau melindungi kepentingan konsumen

.

45

Dewasa ini, khususnya minuman kadaluwarsa sudah sangat banyak beredar dalam masyarakat bahkan pelaku usaha semakin bebas menjual minuman kadaluwarsa tersebut. Adapun minuman kadaluwarsa tersebut yang telah beredar sangat memberi efek yang tidak baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, sudah saatnya para konsumen mendapat perlindungan dari segala kemungkinan efek tersebut, sebab pada umumnya konsumen selalu ada di pihak yang lemah dan

.

44

Selanjutnya disebut dalam Az Nasution 1, hal 65

45


(43)

konsumen juga kurang menyadari akan haknya, misalnya hak atas keamanan, hak atas informasi, hak untuk memilih, serta hak atas ganti rugi bila terjadi sesuatu terhadapnya. Upaya yang terpenting saat ini sekarang adalah melindungi keselamatan masyarakat dari peredaran minuman kadaluwarsa.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180 /Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa dalam Pasal 1 menyatakan bahwa:

a. Makanan adalah barang yang diwadahi dan diberikan label dan yang digunakan sebagai makanan atau minuman manusia akan tetapi bukan obat.

b. Label adalah tanda berupa tulisan, gambar, atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada wadah atau pembungkus makanan sebagai keterangan atau penjelasan.

c. Makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal daluwarsa. d. Tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya

sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen.

Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180 /Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa menyatakan bahwa pada label dari makanan tertentu yang diproduksi, diimpor dan diedarkan harus dicantumkan tanggal daluwarsa secara jelas.Sedangkan apabila dilihat pada Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180 /Men.Kes/Per/IV/85 Tentang Makanan Kadaluwarsa menyatakan Pelanggaran terhadap pasal 2 dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan peredaran minuman kadaluwarsa tersebut, pencantuman label pada minuman tersebut juga sangat penting yang mana pengaturan mengenai label juga telah diatur lebih lanjut dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan (selanjutnya akan disebut


(44)

dengan PP Label). Dalam Pasal 2 ayat 2 PP Label ditentukan bahwa pencantuman label dilakukan sedemikan rupa sehingga tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan makanan yang mudah dilihat atau dibaca.

Pada penjelasan umumnya dinyatakan bahwa pencantuman menjadi sangat penting karena mulai banyaknya pangan khususnya minuman yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan ketentuan tentang pencantuman label dan dinilai sudah meresahkan. Perdagangan minuman yang kadaluwarsa sangat merugikan masyarakat bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiswa manusia.

Peran label dapat dikatakan sangat mutlak. Hal ini dapat dilihat pada tahap sebelum pembelian (pra-transaksi), label memberikan informasi kepada calon konsumen mengenai produk minuman tersebut. Namun mutu dan karakteristik, asal, kegunaannya dan kelemahannya serta status hukum produk untuk membantu calon konsumen untuk mengambil keputusan dalam pemilihan dan pembelian produk khususnya minuman.

Apabila dilihat dari kriteria keamanan pangan yang diatur BPOM, dapat ditemukan dalam Keputusan Kepala BPOM No.HK.00.05.23.0131 Tentang Pencantuman Asal Bahan Tertentu, Kandungan Alkohol dan Batas Kadaluwarsa Pada Penandaan/Label Obat, Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Pangan tanggal 13 Januari 2003. Keamanan Pangan tersebut dihubungkan dengan kadaluwarsa, dapat dilihat dalam Bab IV mulai Pasal 5 dan Pasal 6. Dinyatakan bahwa obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan harus


(45)

mencantumkan batas kadaluwarsa pada penandaan labelnya46

E.Badan/Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan

pengawasan peredaran minuman kadaluwarsa

. Batas kadaluwarsa khususnya minuman harus dicantumkan pada bagian yang mudah terlihatdan terbaca.

Hal-hal yang terdapat dalam label tersebut harus benar-benar diperhatikan dalam melakukan konsumsi terhadap produk khususnya minuman. Apabila konsumen hendak membeli pangan dalam kemasan seperti minuman yang pertama sekali dilihat oleh konsumen adalah kemasan dan labelnya karena kemasan tersebut beragam bentuk dan bahannya. Namun, yang lebih penting adalah label yang terdapat dalam kemasan produk tersebut. Dari label inilah konsumen mengetahui banyak hal soal produk di dalam kemasan itu yang dapat menjamin keamanan dalam mengkonsumsi produk pangan tersebut khususnya minuman.

1. Departemen Perdagangan

Tugas pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen dilaksanakan oleh menteri dan/atau menteri teknis terkait sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing,47

46

Surat Keputusan Kepala BPOM No.HK 00.0523.0131 Tentang Pencantuman Asal Bahan tertentu

47

Pasal 29 angka (2) dan Pasal 30 angka (2) Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut menteri dan/atau menteri teknis terkait dikoordinasikan oleh menteri yang ruang lingkup


(46)

tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Angka 13 UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Oleh karena itu, Departemen Perdagangan yang berada di bawah pimpinan Menteri Perdagangan memegang peranan penting yang sangat strategis dalam memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen bersama-sama dengan menteri-menteri teknis terkait, misalnya Menteri Perindustrian, Menteri Kesehatan, Menteri Komunikasi dan Informasi, Menteri Perhubungan dan lain-lain yang bidang tugasnya menyangkut kepentingan-kepentingan konsumen.48

Sebagai badan yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangka upaya perlindungan konsumen, Departemen Perdagangan memiliki badan khusus yaitu Direktorat Perlindungan Konsumen yang membawahi beberapa Sub Direktorat (Subdit) lainnya yaitu : 49

a. Subdit. Bimbingan Kelembagaan b. Subdit. Bimbingan Konsumen c. Subdit. Bimbingan Pelaku Usaha d. Subdit. Pengaduan Konsumen e. Subdit. Kerjasama

Masing-masing Subdit mempunyai tugas sebagai penjabaran lebih lanjut dari kebijakan operasional Direktorat Perlindungan Konsumen dan pelaksanaannya yang meliputi :50

1. Bimbingan dan edukasi kepada konsumen

48

Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhada Iklan Yang

Menyesatkan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal 147

49

Brosur Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Direktorat Perlindungan Konsumen Direktorat Jendral Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian Perdagangan ( sekarang di bawah Departemen Perdagangan Republik Indonesia).

50


(47)

2. Pembinaan kepada Pelaku Usaha

3. Pengembangan kelembagaan perlindungan konsumen 4. Koordinasi dengan lembaga terkait

5. Pelayanan pengaduan konsumen 6. Penyusunan pedoman/peraturan

Penetapan tugas masing-masing Subdit telah mengakomodasi peran dan tugas Departemen Perdagangan sebagai regulator, fungsi bimbingan dan advokasi konsumen, penyeimbang kedudukan/kepentingan konsumen dan pelaku usaha, fungsi koordinasi antar lembaga sehingga fungsi pembinaan dan pengawasan dapat berjalan baik.

Untuk mengetahui peranan Departemen Perdagangan dalam kegiatan penjualan minuman maka dapat ditinjau dari tugas Departemen Perdagangan untuk memastikan telah terpenuhinya ketentuan mengenai :

a. Persyaratan barang yang merchandable oleh produsen

b. Tata cara perdagangan yang baik dan benar oleh pelaku usaha

c. Perlindungan dari kelalaian, kecerobohan dan kebohongan pelaku usaha

Peredaran minuman kadaluwarsa sekarang ini menjadi tugas dan tanggung jawab Departemen Perdagangan karena dikaitkan dengan upaya melindungi konsumen dari kemungkinan tata cara perdagangan yang tidak baik dan benar oleh pelaku usaha serta kebohongan-kebohongan produk yang dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, Departemen Perdagangan akan memastikan pelaku usaha mempergunakan ketersediaan barang/jasa yang baik untuk kepentingan pemasaran pelaku usaha dan adanya kebutuhan konsumen akan barang/jasa tersebut guna menentukan pilihannya.


(48)

2. Departemen Kesehatan

Departemen Kesehatan merupakan salah satu departemen yang banyak terlibat dalam pengawasan kegiatan peredaran produk obat-obatan, makanan dan alat kesehatan yang didasarkan kepada kewenangan dalam ketentuan Pasal 73 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai berikut:

“ Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan”

Salah satu tugas Departemen Kesehatan yang cukup penting adalah melindungi masyarakat dari berbagai kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya terhadap kesehatan masyarakat. Kemungkinan gangguan dan/atau bahaya kesehatan dapat menimbulkan berbagai penyakit khususnya dapat disebabkan oleh minuman yang kadaluwarsa. Kerugian yang diderita masyarakat bukan hanya kerugian materil karena membeli dan mengkonsumsi minuman kadaluwarsa dan tidak memenuhi standar kelayakan dan keamanan sehingga menyebabkan jatuhnya korban jiwa karena masyarakat terlanjur memilih minuman yang dikonsumsinya tersebut.

Dalam PP No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan, pada Pasal 59 menentukan bahwa “ pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan tentang label dan iklan pangan dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan.” Secara teknis pengawasan ini dilakukan dengan cara perizinan. Menteri Kesehatan dalam melaksanakan tugas pengawasan dapat menunjuk pejabat teknis yang diserahkan tugaskan tersebut.


(49)

Kemungkinan ini diatur berdasarkan Pasal 60 ayat (1) PP No.69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yaitu : “ Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Menteri Kesehatan menunjuk pejabat untuk diserahi tugas pemeriksaan.” Selanjutnya dalam ayat (2) PP No. 69 Tahun 1999 ditegaskan: “ Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditunjuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan keahlian tertentu yang dimilikinya.” Sedangkan dalam ayat (3) PP No.69 Tahun 1999 ditentukan bahwa “ Pejabat sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kesehatan.”

Pejabat pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 PP No. 60 Tahun 1999 dilaksanakan oleh Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dalam menjalankan tugasnya berada di bawah Departemen Kesehatan. Namun dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden ( Keppres) No.166 Tahun 2000 sebagaimana diubah dengan Keppres No.42 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen maka BPOM berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden sehingga tidak lagi menjadi bagian dari Departemen Kesehatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 60 PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

3. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)

Dalam Pasal 31 sampai Pasal 43 Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, PP No.57 Tahun 2001 tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Keppres RI No. 150/M Tahun


(50)

2004 tentang pengangkatan anggota BPKN periode 2004-2007 dibentuklah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang merupakan salah satu badan pemerintah yang membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.

Fungsi dari badan ini adalah untuk memberikan saran dari pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya pengembangan perlindungan konsumen di Indonesia.51

Badan ini terdiri atas 15 orang sampai dengan 25 orang anggota yang mewakili unsur pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademis dan tenaga ahli. Masa jabatan mereka adalah tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya52

BPKN berkedudukan di Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Jika diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota provinsi. Fungsi BPKN ini hanya memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Untuk menjalankan fungsi tersebut, badan ini mempunyai tugas (Pasal 34 Undang-undang Perlindungan Konsumen) yaitu

. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya BPKN dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang diangkat oleh ketua BPKN. Sekretariat ini paling tidak terdiri atas lima bidang yaitu administrasi dan keuangan, penelitian, pengkajian dan pengembangan, pengaduan, pelayanan informasi dan kerja sama Internasional.

53

1. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen.

:

51

Dedi Harianto, Op Cit, hal 153

52

Shidarta, Op Cit, hal 105

53

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 119


(51)

2. Melakukan penelitian dan pengkalian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen.

3. Melakukan penelitian terhadap barang/jasa yang menyangkut keselamatan konsumen.

4. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

5. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen.

6. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pelaku usaha.

7. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Di luar BPKN yang independen, dalam Pasal 29 dan Pasal 30 UUPK diamanatkan bahwa pemerintah yaitu menteri yang membidangi perdagangan ditugasi juga untuk mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan perlindungan konsumen secara nasional. Pembinaan dan pengawasan yang lebih khusus dilakukan oleh menteri-menteri teknis sesuai bidang tugas mereka.

Menteri yang membidangi perdagangan itu berwenang membentuk tim koordinasi pengawasan barang/jasa khususnya minuman yang beredar di pasar. Dengan demikian BPKN berfungsi memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan di bidang perlindungan konsumen sedangkan tim koordinasi yang dibentuk oleh menteri itu berfungsi memberikan

rekomendasi berupa tindakan konkret atas setiap permasalahan yang timbul di lapangan54.

54


(52)

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan salah satu badan yang dibentuk pemerintah untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap obat dan makanan yang mana dahulu merupakan Direktorat Jenderal Obat dan Makanan yang bertanggung jawab kepada Departemen Kesehatan. Namun, sekarang setelah terjadi perubahan maka Badan Pengawas Obat dan Makanan bertanggung jawab kepada Presiden. Badan Pengawas Obat dan Makanan sekarang merupakan lembaga non departemen berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2000

dan telah mengalami perubahan melalui Keputusan Presiden No.166 Tahun 2003.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan mempunyai visi dan misi dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu :

Visi dari Badan POM yaitu :55

Sedangkan Misi dari Badan POM yaitu :

“ Menjadi institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat.”

56

a. Melakukan pengawasan Pre-Market dan Post-Market berstandar internasional.

b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten.

c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini.

d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

e. Membangun organisasi pembelajaran ( Learning Organization)

55

Badan POM, Laporan Tahunan Badan POM RI Tahun 2003, (Jakarta: 2003), hal 2

56

Profile, National Agency Of Drug and Food Control Republic of Indonesia, Badan POM RI, hal 2


(53)

Berdasarkan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2000 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja lembaga pemerintah non departemen, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Balai POM) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Adapun fungsi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan.

2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan.

3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. 4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan

dan kompleinstansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.

5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif semenjak dari awal proses suatu produk seperti minuman hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi maka dilakukan SISPOM ( Sistem Pengawasan Obat dan Makanan) tiga lapis yaitu : 57

57


(54)

1. Sub-sistem pengawasan produsen

Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya khususnya minuman. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi baik administratif maupun pro-justisia.

2. Sub-sistem pengawasan konsumen

Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk seperti minuman. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan produk di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk seperti minuman yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.


(55)

3. Sub-sistem pengawasan pemerintah/Badan POM

Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standarisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk khususnya minuman maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.

Badan pengawas obat dan makanan mempunyai unit pelaksana teknis yang berkedudukan di daerah dengan nama Balai Besar POM. Kedudukan, tugas dan fungsi Balai Besar POM diatur berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 05018/SK/KBPOM tanggal 17 Mei 2001, adalah sebagai berikut :

“Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adikatif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya.”

Dalam melaksanakan tugasnya, Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi :58

1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian, dan penilaian

mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.

58


(56)

3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.

4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan pada sarana produksi dan distribusi.

5. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.

6. Pelaksanaan sertifikat produk, sarana produksi, dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan.

7. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.

8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 9. Pelaksanaan urutan tata usaha dan kerumahtanggaan

10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.

5. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)

Kian ketatnya persaingan dalam pasar melalui berbagai macam produk barang maka Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) perlu memantau secara serius pelaku usaha/penjual yang hanya mengejar keuntungan dengan mengabaikan kualitas barang59

Hal ini disebabkan oleh masih banyak produk tidak bermutu dan palsu yang beredar di masyarakat, apalagi masyarakat pedesaan yang belum memahami . Problematika yang muncul dengan kehadiran LPKSM adalah kelanjutan dari fungsi serupa yang selama ini telah dijalankan oleh lembaga-lembaga konsumen sebelum berlakunya UUPK.

Pandangan kehadiran LPKSM merupakan bentuk intervensi negara terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul dari kelompok masyarakat, namun disisi lain ia diperlukan untuk memberikan jaminan accountability lembaga-lembaga konsumen tersebut sehingga kehadiran LPKSM dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

59

Mariana Gaharpung, Perlindungan Hukum bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha, Jurnal Yustika, Vol.3 No.1 Juli 2000, hal 42


(1)

(BAMUI) yang diberlakukan sejak 21 Oktober 1993. Beberapa tambahan yang terjadi setelah hanya bersifat teknis untuk menyempurnakan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sepanjang aturan tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Adapun prosedur penyelesaian sengketa melalui BASYARNAS dimulai dengan penyerahan secara tertulis oleh para pihak yang sepakat untuk menyesaikan persengketaan melalui BASYARNAS sesuai dengan peraturan prosedur yang berlaku. Pihak yang bersengketa sepakat akan menyelesaikan persengketaan mereka dengan istilah perdamaian tanpa ada suatu persengketaan berkenaan dengan perjanjian atas pemintaan para pihak tersebut. Kesepakatan ini dicantumkan dalam klausula arbitrase.130

130

Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui BASYARNAS”, http://www.uinsuska.info/syariah/.../144/_Heri%20Sunandar%20Ok1.pdf


(2)

BAB V PENUTUP

Setelah memaparkan uraian-uraian diatas secara keseluruhan maka sebagai penutup dari penulisan skripsi ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan yang kemudian diikuti dengan beberapa saran penulis yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat.

A.KESIMPULAN

1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap konsumen diperlukan untuk menghindarkan konsumen dari perdagangan minuman kadaluwarsa yang mana dapat mengancam kesehatan dan keselamatan konsumen. Sedangkan Badan/Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan minuman kadaluwarsa tersebut diperlukan untuk mengawasi peredaran minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat.

2. Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha sangat merugikan konsumen dan kurang menguntungkan posisi konsumen daripada pelaku usaha sebab keterlibatan konsumen dalam memanfaatkan suatu produk minuman yang tersedia sangat bergantung sepenuhnya pada informasi yang diberikan oleh pelaku usaha sedangkan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut dilakukan untuk mmembuat si pelaku usaha bertanggung jawab dengan cara memberikan ganti rugi sebagaimana yang telah ditentukan oleh UUPK.


(3)

3. Perlindungan hukum sebagai akibat dari penggunaan minuman kadaluwarsa yang menyebabkan kerugian bagi konsumen maka konsumen dapat meminta ganti kerugian kepada produsen minuman tersebut melalui upaya hukum yaitu upaya hukum melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Upaya hukum melalui pengadilan dapat dilakukan secara perdata, pidana maupun secara tata usaha negara sedangkan upaya hukum di luar pengadilan dapat melalui upaya perdamaian, keterlibatan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

B.SARAN

Dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen terhadap minuman kadaluwarsa yang beredar dalam masyarakat maka menjadi hal yang sangat mendukung bahwa konsumen itu mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan sehingga diharapkan:

1. Sosialisasikan melalui informasi yang sebanyak-banyaknya kepada konsumen mengenai minuman kadaluwarsa yang telah beredar dalam masyarakat.

2. Badan-badan yang terkait dalam hal penegakan hukum konsumen ini sangat diharapkan sumbangsihnya dalam pelaksanaan tugasnya yang dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab sehingga untuk memberikan upaya perlindungan konsumen terhadap minuman yang beredar dalam masyarakat dapat dilakukan dengan hati-hati dan tidak berlebihan yang dapat merugikan atau menghentikan kegiatan usaha penjualan minuman yang ada di wilayah Indonesia.


(4)

3. Diharapkan pemerintah dapat melakukan pemantauan ataupun pengawasan terhadap penjualan produk minuman khususnya produk kadaluwarsa sehingga konsumen dapat terhindar dari perbuatan pelaku usaha tersebut yang dapat merugikan konsumen dan konsumen tidak salah lagi dalam memilih produk tersebut.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ali Zainuddin. 1984. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika Berkatulah Halim Abdul. 2010. Hak-hak Konsumen. Bandung: Nusa Media

Berkatulah Halim Abdul. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Bandung: Nusa Media

Kristiyanti Siwi Tri Celina. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika

Harianto Dedi. 2010. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan. Bogor: Ghalia Indonesia

Hartono Sunaryati. 1994. Penelitian Hukum di Indonesia. Bandung: Alumni

Maleong J. Lexy. 1996. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Miru Ahmadi dan Yodo Sutarman. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers

Nasution Az. 1995. Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Nasution Az. 2002. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta Pusat: Diadit Media Nasution Az. 1994. Perlindungan Konsumen dan Peradilan di Indonesia. Jakarta:

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia

Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT Grasindo Shofie Yusuf. 2003. Penyelesaian Sengketa Menurut Undang-undang


(6)

Shofie Yusuf. 2002. Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi. Jakarta: Ghalia Indonesia

Siahaan NHT. 2005. Hukum Konsumen: Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk. Jakarta : Panta Rei

Sudaryatmo. 1999. Hukum dan Advokasi Konsumen. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Sunggono Bambang. 2007. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada

Susanto Happy. 2008. Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta Selatan: Transmedia Pustaka

Soekanto Suryono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press