Potensi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

(1)

POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN PINUS

(Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

DINA DIANA

097030017/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN PINUS

(Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi

Magister Ilmu Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA DIANA

097030015/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA

TEGAKAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : DINA DIANA

Nomor Induk Mahaiswa : 097030017

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS)

Ketua Anggota

( Dr. Budi Utomo, SP, MP )

Ketua Program Studi Dekan


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN PINUS

(Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, September 2011

(Dina Diana) NIM. 097030017


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dina Diana

NIM : 097030017

Program Studi : Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif (Non-Exclusive Royalty

Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

Potensi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 10 September 2011


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS Anggota : 2. Dr. Budi Utomo, SP, MP

3. Prof. Dr. Syafrudidin Ilyas, M. Biomed 4. Dr. Nursahara Pasaribu, MSc


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Dina Diana, S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Balai, 5 Desember 1980

Alamat Rumah : Jln. Jarum-Jarum 2 LK. III. Bunga Tanjung. Kec. Datuk Bandar Timur. Tanjung Balai. Telepon/Faks/HP : 085270913078

e-mail :

-Instansi Tempat Bekerja : SMA N. 2 Tanjung Balai

Alamat Kantor : Jln Kisaran Km 4,5 Tanjung Balai Telepon/Faks/HP : 062392238

DATA PENDIDIKAN

SD : SDN No. 137697 Tanjung Balai Tamat : 1994 SMP : SMP Negeri 1 Tanjung Balai Tamat : 1997 SMA : SMA Negeri 1 Tanjung Balai Tamat : 2000 Strata-1 : Pend.Biologi UNIMED Tamat : 2004


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan tugas akhir dalam menempuh Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini berjudul Potensi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus

merkusii) Di Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Pascasarjana.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr.Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas MIPA Unisversitas Sumatera Utara.Ketua Program Studi Pascasarjana Biologi, Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M. Biomed. Sekretaris Program Studi Pascasarjana Biologi, Dr. Suci Rahayu, M.Si.

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS dan Dr. Budi Utomo,SP, MP selaku komisi pembimbing yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya tesis ini. Prof. Dr. Syafrudin Ilyas, M. Biomed dan Dr. Nursahara Pasaribu, MSc selaku Dosen Penguji yang telah memberi koreksi dan saran pada penyempurnaan tesis ini. Seluruh Dosen dan staff yang terlibat dalam pengajaran di Program Pasca Sarjana Biologi yang telah memberikan ilmunya. Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, BAPEDASU yang telah memberi beasiswa kepada penulis. Kepala SMA Negeri 2 Tanjung Balai , Drs. KH. Mahmud Sagala yang telah memberikan Ijin mengikuti perkulihan.

Suami tercinta Ery Supriyadi yang selalu sabar dan telah banyak berkorban untuk kesuksesan penulis. Kedua Orang Tua, yaitu Ash. Munir dan Djurmiah MD yang telah banyak berjasa. Mertua saya, Nurlismah yang juga banyak berjasa kepada penulis hingga selesainya perkuliahan ini. Anak-anakku tercinta, Rouki Muhammad Aidi dan Khalila Afifah Aidi yang menjadi semangat buat penulis.

Teman-Teman Sejawat, yang berada dalam satu naungan SMA Negeri 2 Tanjung Balai yang juga banyak membantu penulis. Kawan-kawan satu tim di hutan Aek Nauli, bang Adil, bang Faiz, bang Lambas, Rahma, Kak Susi, Kak Sri Kurniati


(9)

dan Bu Hajjah. Kawan-kawan satu Program Studi Biologi tahun 2009, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Kepada Pimpinan Hutan Aek Nauli yang telah memberikan ijin penelitian di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Aek Nauli Kabupaten Simalungun. Seluruh Pegawai dan Staf yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga karya ini bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2011 Penulis


(10)

POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN PINUS

(Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dilaksanakan di kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun bulan Desember 2010 sampai April 2011. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode

Purposive Sampling. Dalam pengambilan data digunakan Metode Garis Berpetak

dengan plot-plot 20 m x 20 m untuk pohon dan 10 m x 10 m untuk tiang sebanyak 20 plot

.

Areal hutan pinus menjadi ciri khas kawasan hutan Aek Nauli dengan luasan hutan pinus 372,449 Ha dari seluruh kawasan hutan Aek Nauli yang luasnya ±1900 Ha, sehingga pohon pinus menjadi tumbuhan yang mendominasi di kawasan hutan Aek Nauli. Hasil penelitian tegakan pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli diperoleh rata-rata kerapatan pinus 389 pohon/Ha dengan penutupan tajuk 24,69 % dan Biomassa yang diperoleh pada tegakan pinus ini 687,28 ton/Ha atau setara dengan karbon sebesar 316,15 ton C/Ha, sehingga pada hutan pinus Aek Nauli yang memiliki luas 372,449 Ha didapat jumlah karbon tersimpan sebesar 117749,75 ton. Kata Kunci: Pinus merkusii, kerapatan, penutupan tajuk, karbon, Aek Nauli.


(11)

POTENTIAL OF CARBON STORED IN PINUS STANDS

(Pinus merkusii) AEK NAULI IN FOREST SIMALUNGUN

DISTRICT NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Research Potential of Carbon Stored in pine stands (Pinus merkusii) held at Forest Aek Nauli Simalungun District in December 2010 to April 2011. Research sites is determined by using purposive sampling method. Methods used in data retrieval is Berpetak line method with the plots of 20 mx 20 m for trees and 10 mx 10 m for the pole number of plots 20. The area of pine forests typical of Aek Nauli forest with an area of 372.449 hectares of pine forests throughout the forest region Aek Nauli the extent of ± 1900 ha, so that the pine trees that dominate the vegetation in the forests of Aek Nauli. The results of stands of pine (Pinus merkusii) in the forest Aek Nauli obtained an average density of 389 pine trees / Ha with 24.69% crown cover and biomass obtained in pine stands is 687.28 tons / Ha, equivalent to the carbon at 316.15 tons C/Ha, so that the pine forests Aek Nauli which has an area 372.449 ha obtained the amount of carbon stored by 117749.75 tons.

Keywords: Pinus merkusii, density, canopy closure, carbon, Aek Nauli.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Pemanasan Global 4

2.2 Biomassa Tumbuhan 5

2.3 Deskripsi Tanaman Pinus 7

2.4 Karbon Tersimpan 8

2.5 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11

2.5.1 Topografi 11 2.5.2 Tipe Iklim 11 2.5.3 Vegetasi 11

BAB III BAHAN DAN METODE 12

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 12

3.2 Deskripsi Area Penelitian 13

3.3 Bahan dan Alat 13

3.4 Pelaksanaan Penelitian 13

3.5 Analisis Data 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Diameter dan Tinggi Pohon Tanaman Pinus 19

4.2 Potensi Karbon Tersimpan 24


(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 31

5.1 Kesimpulan 31

5.2 Saran. 31

DAFTAR PUSTAKA 32


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

J u d u l Halaman

4.1.1

4.1.2

4.1.3

4.2.1

4.3.2

Rata-rata kelas tanaman pinus (Pinus

merkusii) di hutan Aek Nauli berdasarkan

diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon

Data hasil analisis tanah di hutan pinus Aek Nauli

Data faktor fisik rata-rata pada lokasi penelitian

Biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) berdasarkan kondisi tanah di hutan Aek Nauli

Estimasi karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli dengan areal seluas 372,449 Ha

19

21

23

24


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

J u d u l Halaman

3.1.1 3.2.1 4.3.1

Lokasi penelitian di hutan Aek Nauli Plot pengamatan

Kondisi tajuk pada lokasi penelitian

12 15 30


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

J u d u l Halaman

A B C D

E

F

G

Segitiga tekstur tanah

Kriteria penilaian sifat kimia tanah Data faktor fisik pada lokasi penelitian

Berat jenis kayu pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli

Estimasi karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus

merkusii) di hutan Aek Nauli dengan berat jenis 0,499

gcm-3

Data luas penutupan tajuk pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli

Foto di hutan pinus Aek Nauli

L-1 L-2 L-3 L-4

L-5

L-16


(17)

POTENSI KARBON TERSIMPAN PADA TEGAKAN PINUS

(Pinus merkusii) DI HUTAN AEK NAULI KABUPATEN

SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian Potensi Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) dilaksanakan di kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun bulan Desember 2010 sampai April 2011. Lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan Metode

Purposive Sampling. Dalam pengambilan data digunakan Metode Garis Berpetak

dengan plot-plot 20 m x 20 m untuk pohon dan 10 m x 10 m untuk tiang sebanyak 20 plot

.

Areal hutan pinus menjadi ciri khas kawasan hutan Aek Nauli dengan luasan hutan pinus 372,449 Ha dari seluruh kawasan hutan Aek Nauli yang luasnya ±1900 Ha, sehingga pohon pinus menjadi tumbuhan yang mendominasi di kawasan hutan Aek Nauli. Hasil penelitian tegakan pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli diperoleh rata-rata kerapatan pinus 389 pohon/Ha dengan penutupan tajuk 24,69 % dan Biomassa yang diperoleh pada tegakan pinus ini 687,28 ton/Ha atau setara dengan karbon sebesar 316,15 ton C/Ha, sehingga pada hutan pinus Aek Nauli yang memiliki luas 372,449 Ha didapat jumlah karbon tersimpan sebesar 117749,75 ton. Kata Kunci: Pinus merkusii, kerapatan, penutupan tajuk, karbon, Aek Nauli.


(18)

POTENTIAL OF CARBON STORED IN PINUS STANDS

(Pinus merkusii) AEK NAULI IN FOREST SIMALUNGUN

DISTRICT NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Research Potential of Carbon Stored in pine stands (Pinus merkusii) held at Forest Aek Nauli Simalungun District in December 2010 to April 2011. Research sites is determined by using purposive sampling method. Methods used in data retrieval is Berpetak line method with the plots of 20 mx 20 m for trees and 10 mx 10 m for the pole number of plots 20. The area of pine forests typical of Aek Nauli forest with an area of 372.449 hectares of pine forests throughout the forest region Aek Nauli the extent of ± 1900 ha, so that the pine trees that dominate the vegetation in the forests of Aek Nauli. The results of stands of pine (Pinus merkusii) in the forest Aek Nauli obtained an average density of 389 pine trees / Ha with 24.69% crown cover and biomass obtained in pine stands is 687.28 tons / Ha, equivalent to the carbon at 316.15 tons C/Ha, so that the pine forests Aek Nauli which has an area 372.449 ha obtained the amount of carbon stored by 117749.75 tons.

Keywords: Pinus merkusii, density, canopy closure, carbon, Aek Nauli.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Menurut Undang-undang No. 41 tentang Kehutanan tahun 1999, Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) merupakan wujud pemenuhan kawasan hutan sebagai wahana penelitian dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknonogi (IPTEK), termasuk pendidikan dan pelatihan, religi dan budaya, untuk dapat berkembang secara dinamis. Dari 30 KHDTK di Indonesia yang dikelola oleh Badan Litbang Kehutanan, salah satunya adalah KHDTK Aek Nauli. KHDTK Aek Nauli bermula dari hutan lindung yang ditetapkan sebagai KHDTK melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 39/Menhut-II/2005, tanggal 7 Pebruari 2005 dengan luasan sekitar 1.900 Ha.

KHDTK Aek Nauli telah berfungsi sebagai bagian Daerah Tangkapan Air (DTA) bagi Danau Toba, habitat beragam jenis tumbuhan dan satwaliar dilindungi dan kawasan ekowisata. Sebagian besar hutan KHDTK Aek Nauli merupakan hutan pinus dan hutan sekunder yang ditumbuhi beragam jenis tumbuhan, seperti

Eucaliptus deglupta, kemenyan (Styrax sp.), meranti (Shorea sp), simartolu (Schima wallichii), medang (Litsea sp.), dan hoteng (Quercus sp.).

Pinus merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia.

Di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi ke dalam tiga strain, yaitu: 1. Strain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar

Taman Nasional Gunung Leuser. Dari sini menyebar ke selatan mengikuti pegunungan Bukit Barisan lebih kurang 300 km melalui Danau Laut Tawar, Uwak, Blangkejeren sampai ke Kotacane. Di daerah ini tegakan pinus umumnya terdapat pada ketinggian 800-2000 mdpl.


(20)

2. Strain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli ke Selatan Danau Toba. Tegakan pinus alami yang umum terdapat di pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Di pegunungan Dolok Saut, pinus bercampur dengan jenis daun lebar. Di daerah ini tegakan pinus terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl.

3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan pinus alami yang luas terdapat antar bukit Tapan dan Sungai Penuh. Di daerah ini tegakan pinus tumbuh secara alami umumnya pada ketinggian 1500-2000 mdpl (Butarbutar et al., 1998).

Pinus merkusii yang ditanam di Indonesia benihnya berasal dari Aceh atau

asal mulanya dari Blangkejeren, sedangkan asal Tapanuli dan Kerinci belum dikembangkan. Pernah dicoba menanam Pinus merkusii asal Tapanuli di Aek Nauli, tetapi karena serangan Milionia basalis akhirnya tidak dilanjutkan pengembangannya (Harahap, 2000).

Pinus merkusii atau dengan nama daerah tusam di Tapanuli, Uyan di Aceh

dan Sigi di Kerinci merupakan tanaman kehutanan terluas di Indonesia setelah jati. Tusam mendominasi tanaman hutan di luar Pulau Jawa karena tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang khas dan cukup tersedia bijinya dalam rangka reboisasi. Berpuluh ribu hektar tanaman hasil reboisasi yang masih tampak di lapangan akan tetapi tegakan tersebut kurang terurus dan sering terbakar. Menanam tusam di Aek Nauli dimulai pada tahun 1928 yang benihnya berasal dari Aceh. Sekarang merupakan rotasi ke dua tahun 1970-an (Harahap et al., 2010).

Areal hutan pinus menjadi ciri khas kawasan hutan Aek Nauli dengan luasan hutan pinus 372,449 Ha dari seluruh kawasan hutan Aek Nauli yang luasnya ±1900 Ha, sehingga pohon pinus menjadi tumbuhan yang mendominasi di kawasan hutan Aek Nauli. Hingga saat ini belum diketahui kondisi dan kandungan karbon tersimpan pada pinus di hutan Aek Nauli. Berdasarkan hal tersebut penelitian terhadap hutan pinus di kawasan hutan Aek Nauli perlu dilakukan.


(21)

1.2 Permasalahan

Kawasan hutan Aek Nauli memiliki tegakan yang dominan, yaitu pohon pinus (Pinus merkusii) yang berada di sepanjang sisi jalan raya. Tegakan homogen pinus ini, menurut histori dilakukan penanaman pada tahun 1970-an. Hingga sekarang belum ada data mengenai kondisi tegakan pinus tersebut, seperti kerapatan, penutupan tajuk dan potensi karbon tersimpan pada tegakan pinus hutan Aek Nauli. Oleh karena itu, masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: bagaimana kondisi kerapatan, penutupan tajuk dan potensi karbon tersimpan pada tegakan pinus di kawasan hutan Aek Nauli.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerapatan, penutupan tajuk dan potensi karbon tersimpan pada tegakan Pinus ( Pinus merkusii ) di kawasan hutan Aek Nauli.

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai potensi dan kondisi hutan pinus (Pinus merkusii) yang ada di Aek Nauli sehingga dapat dijadikan acuan untuk tindakan konservasi maupun rehabilitasinya.


(22)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanasan Global

Pemanasan global diartikan sebagai kenaikan temperatur muka bumi yang disebabkan oleh efek rumah kaca dan berakibat pada perubahan iklim. Perubahan iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan dunia. Tingkat kegawatan perubahan iklim global ini terendam dalam dokumen Kyoto protocol dan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang menekankan pentingnya usaha kearah pengurangan emisi CO2 serta penyerapan CO2

Di Indonesia, fenomena dampak perubahan iklim dan pemanasan global ditunjukkan dengan adanya berbagai peristiwa bencana alam yang terus meningkat seperti kekeringan, banjir, kebakaran hutan, tanah longsor, berkurangnya luas areal hutan dan pertanian, pengurangan keanekaragaman hayati, penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya air (Dirjen PHKA BB TNGL, 2007).

di atmosfer. Demikian halnya dalam konferensi PBB tentang pembangunan dan lingkungan hidup atau United Nation Conference on Environment

and Development (UNCED) pada tahun 1992 di Rio Janeiro, Brazil, di mana

menghasilkan dua deklarasi umum yang salah satu di antaranya juga menekankan bagaimana upaya mengurangi perubahan iklim global (Yusuf, 2008).

Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O) yang lebih dikenal dengan gas rumah kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem (Hairiah dan Rahayu, 2007)


(23)

Hairiah dan Rahayu (2007) juga menyebutkan bahwa konsentrasi GRK di atmosfer meningkat karena adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, antara lain adanya pembakaran vegetasi hutan dalam skala luas pada waktu yang bersamaan dan adanya pengeringan lahan gambut. Kegiatan-kegiatan tersebut umumnya dilakukan pada awal alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Kebakaran hutan dan lahan serta gangguan lahan lainnya telah menempatkan Indonesia dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Wetland International (2006) dalam Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa Indonesia berada dibawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai 2 milyar ton CO2 pertahunnya atau menyumbang 10% dari emisi CO2 di dunia.

2.2. Biomassa Tumbuhan

Biomassa tumbuhan merupakan hasil dari proses pertumbuhan tanaman selama periode tertentu pada satuan luas tertentu. Dengan demikian biomassa suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh pertumbuhan jenis tanaman tersebut (Woesono, 2002).

Biomassa tanaman merupakan ukuran yang paling sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Hal tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran biomassa (berat) tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya. Sehingga parameter ini merupakan indikator pertumbuhan yang paling representatif apabila tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan penampilan keseluruhan pertumbuhan tanaman atau organ tertentu. Berat segar dapat digunakan untuk menggambarkan biomassa tanaman apabila hubungan berat segar dengan berat kering linier. Tetapi karena kandungan air dari suatu jaringan atau keseluruhan tubuh tanaman berubah dengan umur dan dipengaruhi oleh lingkungan yang jarang konstan, suatu hubungan yang linier di antara kedua bagian ini untuk seluruh massa pertumbuhan tanaman dapat tidak linier (Sitompul dan Guritno, 1995).


(24)

Sitompul dan Guritno (1995) menyebutkan bahwa pengukuran biomassa tanaman dapat dilakukan melalui penimbangan bahan tanaman yang sudah dikeringkan. Data biasanya disajikan dalam satuan berat yang akan proporsional dengan biomassa apabila tempat yang sama digunakan selama penimbangan. Pengeringan bahan bertujuan untuk menghilangkan semua kandungan air bahan yang dilaksanakan pada suhu yang relatif tinggi selama jangka waktu tertentu. Untuk mendapatkan berat yang konstan, penimbangan bahan yang sedang dikeringkan perlu dilakukan berulang-ulang secara berkala. Dalam proses pengeringan ukuran bahan harus cukup kecil untuk memudahkan pengeringan. Bahan yang berukuran besar akan mengalami proses pengeringan yang lambat dan tidak merata pada semua bagian bahan.

Tumbuhan atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan karbon yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan karbon tertinggi (baik di atas maupun di dalam tanah). Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah karbon tersimpan akan merosot. Berkenaan dengan upaya pengembangan lingkungan bersih, maka jumlah CO2 di udara harus dikendalikan dengan jalan meningkatkan jumlah serapan CO2

Cara mudah untuk mereduksi CO

oleh tanaman sebanyak mungkin. Jumlah karbon tersimpan dalam setiap penggunaan lahan tanaman, serasah dan tanah, biasanya disebut juga sebagai cadangan karbon (Hairiah dan Rahayu, 2007)

2 di atmosfer adalah dengan menanam dan membangun pohon hutan. Dedaunan pohon hutan mampu menyerap gas CO2 yang ada di udara melalui proses fotosintesis (Pratisto, 2007). Fotosintesis merupakan proses di mana karbohidrat-karbohidrat dibuat dari karbondioksida di dalam jaringan


(25)

tumbuh-tumbuhan yang mengandung klorofil yang dikenai cahaya matahari (Soetrisno, 1998). Fotosintesis membutuhkan sejumlah besar karbon dioksida yang ada di atmosfer bumi yang harus diambil oleh tanaman. Hutan mengabsorbsi CO2

Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomassa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah), hewan dan jasad renik. Biomassa ini merupakan hasil fotosintesis berupa sellulosa, lignin, gula, lemak, pati, protein, damar, fenol dan senyawa lainnya. Begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, kalium dan berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Biomassa inilah merupakan kebutuhan makhluk di atas bumi melalui mata rantai antara binatang dan manusia dalam proses kebutuhan CO selama proses fotosintesis dan menyimpan sebagai materi organik dalam bentuk biomassa tumbuhan (Heriansyah, 2005).

2 yang diikat dan O2

Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam bentuk biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan (Heriansyah, 2005). Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO

yang dilepas (Arief, 1994).

2 di atmosfer melalui aktivitas fisiologinya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan gas CO2 dan biomassa yang terkandung pada jenis pohon pada umur tertentu dapat digunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan. Pendugaan besarnya biomassa dapat digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiataan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber (source) dan rosot (sink) dari karbon. (Heriansyah, 2005).

2.3. Deskripsi Tanaman Pinus

Pinus merkusii merupakan satu-satunya pinus yang sebaran alaminya sampai

di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatera) dan Filipina (P. Luzon dan Mindoro). Di


(26)

Jawa dan Sulawesi Selatan (Indonesia) merupakan hasil penanaman. Tumbuh pada ketinggian 30-1800 m dpl, pada berbagai tipe tanah dan iklim. Deskripsi botani pinus pada umumnya pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan muda dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili dengan panjang 2-4 cm (Hidayat dan Hansen, 2001).

Pada mulanya penanaman pinus di lahan-lahan hutan khususnya jenis pinus

merkusii, bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan rehabilitasi lahan-lahan kosong

dalam kawasan hutan. Pinus merkusii merupakan jenis pionir yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat serta mampu tumbuh pada kondisi yang sangat sulit. Hutan pinus terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya pinus jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan daun jarum ini umumnya terdapat di daerah beriklim dingin. Pinus merkusii dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu dengan curah hujan tipe A-C (Lembaga Biologi Nasional LIPI, 1981).

2.4. Karbon Tersimpan.

Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam ekosistem. Mulai dari karbon yang ada di atmosfir berpindah melalui tumbuhan hijau (produsen), konsumen dan organisme pengurai kemudian kembali ke atmosfir dan di atmosfir karbon terikat dalam bentuk senyawa karbon dioksida (Indriyanto, 2006). Tumbuhan memerlukan sinar matahari, air (H2O) dan gas asam arang (CO2), melalui proses fotosintasis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun, batang, ranting, bunga dan buah. Proses


(27)

penimbunan C dalam tubuh tanaman hidup dinamakan proses sekuestrasi (C

sequestration). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh

tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2

Lebih lanjut Hairiah dan Rahayu (2007) mengatakan, tanaman atau pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan maupun di kebun campuran (agroforestry) merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan C (rosot C = C sink ) yang jauh lebih besar daripada tanaman semusim. Oleh karena itu , hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang merupakan gudang penyimpanan C tertinggi. Hutan juga melepaskan CO

di atmosfir yang diserap oleh tanaman (Hairiah dan Rahayu, 2007).

2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang pengembalaan maka C tersimpan akan merosot. Perbedaan peambahan carbon tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan CO2 di udara. Kandungan karbon di jalur hijau jalan lebih tinggi dibandingkan dengan jalur hijau sungai dan pantai diduga karena tingginya emisi CO2

Hutan berperan dalam upaya penyerapan CO

dari kenderaan bermotor dan aktifitas manusia lainnya Channel, (1996).

2 di mana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklofil mampu menyerap CO2

Penebangan hutan akan menyebabkan terbukanya permukaan tanah terhadap radiasi dan cahaya matahari. Dampak langsungnya adalah meningkatnya suhu tanah dan turunnya kadar air tanah. Dampak langsung lainnya dari kegiatan penebangan hutan adalah menurunnya cadangan karbon atas-permukaan (above-ground carbon

stocks) dan selanjutnya akan mempengaruhi penyusutan cadangan karbon

bawah-permukaan (below-ground carbon stocks) (Murdiyarso et al., 2004).

dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosisntasis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomasa yang menjadikan vegetasi tumbuhan menjadi besar dan tinggi (Adinugroho et al., 2009).


(28)

Dampak konversi hutan menjadi lahan pertanian baru terasa apabila diikuti dengan degradasi tanah dan hilangnya vegetasi, serta berkurangnya proses fotosintesis akibat munculnya gedung-gedung bertingkat serta bangunan-bangunan dari aspal sebagai pengganti tanah atau rumput. Masalah utama yang terkait dengan alih guna lahan adalah perubahan jumlah cadangan karbon. Pelepasan karbon ke atmosfir akibat konversi hutan berjumlah sekitar 250 Mg ha-1 C (Mg = mega gram = 106 g = ton) yang terjadi selama penebangan dan pembakaran, sedangkan penyerapan kembali karbon menjadi vegetasi pohon relatif lambat, hanya sekitar 5 Mg ha-1

(a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: cara mengelola hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomasa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Rahayu et al., 2007).

C. Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan:

Polunin (1997) mengatakan bahwa hutan hujan tropis mempunyai biomasa lazimnya 450 (dengan kisaran 60-800) ton per hektar, tergantung pada tipe vegetasi dan tipe tanah. Kebanyaan biomassa ini terdapat dalam batang – batang pohon. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis tegakannya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Biomasa pohon (dalam berat kering) dihitung menggunakan "allometric equation" berdasarkan pada diameter batang setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah (Rahayu et al., 2007).


(29)

2.5. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif kawasan Hutan Aek Nauli terletak di lima kecamatan, yaitu Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hutaran dan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara. Terletak pada 02o40’00’ – 02o50’00’’ LU dan 98o50’00’’ – 99o

2.5.1. Topografi

10’00’’BT. Dengan luas areal ± 1900 ha. Jarak Aek Nauli ke kota Siantar lebih kurang 33,5 km dan ke kota Parapat lebih kurang 10,5 km dan ke kota Medan lebih kurang 163,5 km yang mana dapat dijangkau dengan transportasi darat dengan menggunakan bus atau angkutan lain selama kurang lebih 5 jam (BKSDA 1 SUMUT, 2003).

Berdasarkan pengamatan dilapangan, pada umumnya Kawasan Hutan Aek Nauli memiliki topografi yang relatif bergelombang sampai dengan curam dengan ketinggian antara 1200 sampai 1700 m dpl. Jenis tanah di daerah penelitian adalah berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat dan lempung halus. Jenis batuan tapanuli, peusangan, sihapas, vulkan tersier dan toba (BKSDA 1 SUMUT, 2003). 2.5.2. Tipe Iklim

Kawasan Hutan Aek Nauli berdasarkan Schmidt-Ferguson; (1951) mempunyai tipe iklim A (sangat basah). Berdasarkan informasi BKSDA 1 SUMUT (2003), diperoleh data curah hujan di Kawasan Hutan Aek Nauli rata-rata ±7200 mm/bulan selama sembilan bulan berturut-turut, kisaran suhu 15-23o

2.5.3. Vegetasi

C dan kelembaban ±95%.

Hutan Aek Nauli, Sumatera Utara merupakan hutan alam yang memiliki vegetasi yang sangat banyak serta sangat bervariasi dari mulai semak, herba, hingga tumbuhan berkayu. Berdasarkan pengamatan di lapangan tipe vegetasi merupakan vegetasi dataran tinggi, ditandai dengan pohon-pohon besar yang banyak ditumbuhi lumut. Tumbuhan yang terdapat di Hutan Aek Nauli ini didominansi oleh jenis Pinus, Calamus, Tumbuhan Paku dan Lumut. Banyak juga dijumpai berbagai jenis anggrek pohon, Zingiberaceae, Myrtaceae, dan Arecaceae.


(30)

BAB III.

BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2010 sampai April tahun 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.1


(31)

3.2 Deskripsi Area Penelitian

Kawasan Hutan Aek Nauli Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara, terletak pada 02°40’00” – 02°50’00” LU dan 98°50’00” – 99°10’00” BT, meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Dolok Panribuan, Tanah Jawa, Sidamanik, Jorlang Hataran, dan Girsang Sipangan Bolon. Kawasan hutan Aek Nauli memiliki luasan hutan pinus 372,449 Ha dari seluruh kawasan hutan Aek Nauli yang luasnya ±1900 Ha. Keadaan lahan Sektor Aek Nauli seluruhnya adalah kering dengan ketinggian 1.200-1.700 mdpl. Jenis tanah di daerah penelitian adalah berliat halus, lempung berpasir, lempung berliat, lempung halus dan jenis batuan tapanuli, peusangan, sihapas, vulkan tersier, dan toba. Sektor Aek Nauli beriklim A (sangat basah) (PT TPL. Tbk, 2008).

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hutan tanaman dengan tegakan Pinus (Pinus merkusii) sebagai objek pengamatan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, Phi band, tali, kamera, soil ph tester, lux meter, hygrometer, thermometer, altimeter, alat tulis, tally sheet, parang, spidol, cangkul dan alat-alat lainnya.

3.4. Pelaksanaan Penelitian Pengukuran Faktor Fisik Kimia

Pada lokasi pengamatan, dilakukan pengukuran faktor fisik yang meliputi ketinggian dan koordinat dengan menggunakan GPS, suhu udara dengan thermometer, kelembaban udara dengan menggunakan hygrometer, intensitas cahaya dengan lux meter, pH tanah dengan menggunakan soil pH tester. Data mengenai curah hujan diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Pengukuran faktor kimia dilakukan dengan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan cangkul kedalaman 1-20 cm dengan cara: tanah diambil dari setiap


(32)

plot, untuk setiap plot dilakukan 3 ulangan dan dihomogenkan kemudian tanah-tanah dari seluruh plot dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tanah yang subur, sedang dan kurang subur dengan cara tanah dari plot-plot yang diduga subur, sedang dan kurang subur masing-masing digabung sesuai dengan kelompoknya dan dihomogenkan. Tanah yang diambil dianalisis di Laboratorium Riset Fakultas Pertanian USU, selanjutnya diukur kandungan haranya berupa N, P, K, Ca, Mg dan C organik dan komposisi penyusun tanah yang terkandung di dalamnya.

Penelitian Lapangan

Penentuan areal lokasi penelitian ditetapkan secara “purposive sampling”. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representatif dan menurut historisnya, hutan pinus yang ada di Aek Nauli memiliki umur yang homogen. Pengambilan data pada areal penelitian dilakukan dengan menggunakan metode garis berpetak yang disusun memanjang di kaki bukit Aek Nauli dengan jalur yang arahnya memotong garis kontur dan letaknya tersebar merata dengan plot-plot berukuran 20 m x 20 m untuk tingkat pohon dan 10 m X 10 m untuk tingkat tiang sebanyak 20 plot. Jarak antar plot 600 m, sehingga luasan totalnya adalah 20 x 400 m2 = 8000 m2 atau sama dengan 0,8 ha. Cara peletakan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.2.1


(33)

U

S

Keterangan :

Kawasan hutan pinus Aek Nauli memiliki panjang ± 12.800 m, untuk pengambilan data dibuat plot sebanyak 20 plot dengan ukuran 20x20 m untuk pohon dan 10x10m untuk tiang sehingga jarak antar plot adalah panjang kawasan pinus dibagi jumlah plot yaitu ±600m.

Gambar 3.2.1 Plot Pengamatan

Dalam setiap plot dibuat catatan pengukuran diameter batang setiap pohon pada ketinggian 1,3 meter dari permukaan tanah, kemudian diukur tinggi pohon. Tehnik Pengukuran diameter pohon :

Pengukuran dilakukan pada tingkat tiang dan pohon di mana :

a. Tiang, yaitu pemudaan dengan diameter batang 10 cm sampai < 20 cm, di identifikasi pada petak ukur 10 m x 10 m.

b. Pohon, yaitu tumbuhan berkayu dengan diameter batang ≥ 2 0 cm , diidentifikasi pada petak ukur 20 m x 20 m (Kusmana, 1997).


(34)

Berat jenis merupakan salah satu sifat fisik kayu yang sangat penting, karena tinggi rendahnya berat jenis akan mempengaruhi sifat-sifat fisik lainnya, sifat mekanik, dan pemanfaatan kayu yang bersangkutan. Berat jenis dari sepotong kayu bervariasi tergantung dari kadar air yang dikandungnya. Untuk mendapat keseragaman, maka dalam penentuan berat jenis kayu, berat ditentukan dalam keadaan kering tanur. Dalam keadaan kering tanur, volume kayu akan mencapai minimum sedangkan air yang dikandungnya sangat kecil, kurang lebih 1% dari berat kayu. Brown et al. (1952) dalam Daniel et al. (1995).

Pengukuran berat jenis (BJ) kayu menurut Hairiah dan Rahayu (2007) adalah dengan cara memotong kayu dari salah satu cabang, lalu diukur panjang, diameter dan ditimbang berat basahnya setelah itu dimasukkan kedalam oven pada suhu 103±5o

Volume (cm

C selama 48 jam dan ditimbang berat keringnya. Lalu hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:

3)= πR2 Keterangan :

T

R= jari-jari potongan kayu=1/2 x Diameter (cm) T= panjang kayu (cm)

��

=

��������������������� gr/cm3 Penelitian laboratorium

Setelah pengamatan di lapangan berakhir, sampel-sampel kayu dari salah satu cabang yang diamati di bawa ke laboratorium untuk dikeringkan dalam oven pengering dengan temperatur 103±5oC selama 48 jam dan ditimbang berat keringnya. Sebelum dilakukan pengeringan sampel diukur untuk memperoleh jari-jari dan panjang sampel yang diambil untuk digunakan dalam penghitungan volume kayu, sehingga dapat diperoleh berat jenis kayu. Tanah yang diambil dari lokasi penelitian dibawa ke Laboratorium Riset Fakultas Pertanian USU untuk dianalisis kandungan


(35)

haranya berupa N, P, K, Ca, Mg dan C organik dan komposisi penyusun tanah yang terkandung di dalamnya.

3.5. Analisis Data

Data yang dikumpulkan di analisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan dan Cover (penutupan tajuk). Data ini dianalisis menurut buku acuan Ekologi Hutan (Kusmana dan Istomo, 1995) yaitu:

a. Kerapatan adalah jumlah suatu spesies dalam suatu unit area. Kerapatan menunjukkan kelimpahan suatu spesies dalam komunitas.

Kerapatan (K) = �����ℎ��������

����������ℎ����������ℎ

Kerapatan relatif (KR) = ���������������������

��������������������������� x 100%

b. Cover (Penutupan Tajuk) merupakan proporsi antara luas tempat yang ditutupi oleh suatu jenis dengan luas total habitat. Dalam mengukur luas penutupan ini dapat dilakukan dengan cara mengukur luas penutupan tajuk. Pengukuran penutupan tajuk dengan cara mengukur luas tajuk setelah diproyeksikan tegak lurus ke tanah. Luas tajuk diperoleh dengan cara pengambilan sampling yaitu

dengan sampel ukuran atau plot 20m x 80m sebanyak 3 plot yang telah digambar terlebih dahulu secara manual di lokasi sampel penelitian dengan menggunakan kertas milimeter, kemudian dihitung luas penutupan tajuk sampel yang telah diambil

dengan menggunakan program software Autocad 2011. Hasil yang diperoleh

disesuaikan dengan kelas penutupan tajuk berikut ini: Klas A dengan cover ≤ 5 %

Klas B dengan cover 6-25 % Klas C dengan cover 26- 50 % Klas D dengan cover 51-75 %


(36)

Klas E dengan cover 76-100 %

Semakin besar persentase cover berarti hutannya semakin bagus (Kusmana dan Istomo,1995).

Untuk estimasi karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii), data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran di lapangan terlebih dahulu diolah untuk mendapatkan biomassa dengan menggunakan persamaan allometrik menurut Hairiah dan Rahayu (2007) yaitu:

c. Biomassa Pohon Bercabang BK = 0.11 x ρ x D

Keterangan : BK = Berat kering (kg)

2,62

ρ = Berat jenis kayu ( g cm-3 D = Diameter batang (cm)

)

Ketterings (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007)

Total Biomassa = BK1 + BK2 + ...BKn.

d. Biomassa persatuan luas = �������������

��������

e. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) untuk estimasi pada pohon dihitung dengan memperkirakan bahwa konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46%, oleh karena itu estimasi karbon tersimpan persatuan luas dapat dihitung dengan formulasi yaitu:

f. Karbon tersimpan = Biomassa per satuan luas x 0,46

Karbon tersimpan Hutan Aek Nauli = karbon tersimpan perhektar x luas kawasan


(37)

BAB IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Diameter dan Tinggi Pohon Tanaman Pinus

Pada 20 plot berukuran 20m x 20m di hutan Aek Nauli diperoleh pohon sebanyak 311 pohon. Rata-rata kelas tanaman pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli dapat dilihat pada Tabel 4.1.1

Tabel 4.1.1 Rata-rata Kelas Tanaman Pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli berdasarkan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon.

No Plot Diameter Batang (cm) Tinggi Bebas Cabang (m) Tinggi Total Pohon

(m)

1 9 68,72 15,06 22,65

2 7 62,50 16,31 22,25

3 6 59,67 15,90 21,17

4 5 56,81 13,88 21,00

5 18 54,25 14,16 19,00

6 11 54,04 16,33 21,06

7 17 53,57 13,00 18,00

8 19 53,03 13,30 19,53

9 12 51,75 12,90 22,25

10 16 51,29 14,25 20,58

11 1 50,65 13,42 19,68

12 14 49,32 15,15 21,40

13 20 49,29 14,31 20,35

14 13 46,68 15,62 21,18

15 15 43,58 12,11 18,80

16 4 40,94 13,82 19,88

17 10 39,15 10,18 18,16

18 2 36,92 6,72 18,50

19 3 36,90 8,69 16,09


(38)

Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter batang pohon pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli yang terbesar adalah 68,72 cm dengan rata-rata tinggi bebas cabang 15,06 cm, rata-rata tinggi total pohon 22,65 cm dan diameter batang yang terkecil adalah 36,71 cm dengan rata-rata tinggi bebas cabang pohon pinus 9,60 cm, rata-rata tinggi total pohon 14,3 cm.

Diameter batang yang terbesar terdapat pada kondisi tanah yang di duga subur. Ini menunjukkan bahwa kesuburan tanah sangat mempengaruhi diameter batang dan tinggi pohon sebagaimana dikemukakan oleh Baker (1950) dalam Kapisa (1984) bahwa pertumbuhan tinggi pohon dan diameter batang pohon bergantung pada unsur hara tanah, kelembaban tanah, cahaya dan sifat dari pohon itu sendiri serta fotosintesis tanaman.

Dari Tabel 4.1.1 dapat dilihat bahwa antara diameter batang, tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon memiliki hubungan yaitu semakin tinggi pohon maka diameter batang akan semakin besar dan batang bebas cabang juga akan semakin tinggi, seperti dalam penelitian Heriansyah, (2005) ditemukan tanaman pinus umur 5 tahun memiliki diameter 8,26 cm dan tinggi 5,97 m, kemudian pada umur 11 tahun memiliki diameter 18,34 cm dan tinggi 12,42 m, kemudian umur 24 tahun memiliki diameter 32,10 cm dan tinggi 22,04 m. Penelitian Heriyanto dan Siregar (2007) ditemukan tanaman pinus umur lima tahun yang terkecil memiliki diameter 1,9 cm, tinggi bebas cabang 2,35 m dan tinggi total 3,9 m. Terbesar memiliki diameter 11,0, tinggi bebas cabang 6,38 m dan tinggi total 10,5 m.

Sebagaimana dikemukakan Baker (1950) dalam Kapisa (1984) bahwa jika suatu pohon bertambah tingginya maka akan menambah atau memperbesar diameter batang pohonnya. Selanjutnya Prodon (1968) dalam Kapisa (1984) berpendapat bahwa antara tinggi bebas cabang dan diameter batang pohon ada hubungan, dimana makin besar diameter batang makin tinggi pula batang bebas cabang atau sebaliknya.

Selain faktor-faktor diatas, umur pohon turut pula menentukan perkembangan tumbuh diameter batang dan tinggi pohon (Baker, 1950 dalam Kapisa, 1984). Hal ini


(39)

menunjukkan bahwa semakin tua pohon maka diameter batang dan tinggi pohon akan semakin bertambah besar.

Haygren dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa pertumbuhan terjadi melalui proses fotosintesis, yang terjadi didalam daun yang menghasilkan gula sebagai energi untuk proses pertumbuhan pohon. Seiring bertambahnya umur melalui pembentukan dan pembesaran sel-sel yang membelah berulang-ulang membentuk sel-sel baru pada daerah meristematik.

Berdasarkan hasil analisis laboratorium tanah Fakultas Pertanian di Universitas Sumatera Utara, dengan menggunakan segitiga tekstur tanah ditemukan bahwa lokasi penelitian di hutan pinus Aek Nauli memiliki tekstur tanah lempung berpasir pada lokasi dengan kondisi tanah yang diduga subur dan tekstur tanah liat berpasir pada lokasi dengan kondisi tanah yang diduga sedang dan kurang subur. Segi tiga tekstur tanah dapat dilihat pada Lampiran A. Foth (1988) mengatakan tersedianya unsur hara dan air dalam tanah salah satunya ditentukan oleh tekstur tanah. Data hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1.2

Tabel 4.1.2 Data Hasil Analisis Tanah di hutan pinus Aek Nauli

Tekstur Subur (A) Sedang (B) Kurang (C)

Pasir (%) 57,56 52,56 47,56

Debu (%) 16,00 a 11,00 b 12,00 b

Liat (%) 9,44 36,44 40,44

pH 5,04 4,74 4,45

C-organik (%) 2,91 (S) 2,47 (S) 2,39 (S)

N-total (%) 0,19 (S) 0,16(S) 0,19(S)

C/N 15,32 (S) 15,44(S) 18,32 (T)

P-Bray II (ppm) 15,00 (R) 12,20 (R) 11,25 (R)

K-exch (me/100) 0,40 (S) 0,31 (S) 0,20 (S)

Ca-exch (me/100) 1,25 (SR) 1,00 (SR) 1,05 (SR)

Mg-exch (me/100) 0,60 (R) 0,55 (R) 0,50 (R)

Na-exch (me/100) 0,30 (R) 0,25 (R) 0,20 (R)

KTK-exch (me/100) 6,88 (R) 6,38 (R) 5,75 (R)

Keterangan: a (Lempung berpasir) b ( Liat berpasir) SR (sangat rendah) R (rendah) (S) (sedang) T (tinggi)


(40)

Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah yang diperoleh ternyata tanah di hutan pinus Aek Nauli memiliki kandungan sifat tanah yang rata-rata rendah dan hal ini tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan Pinus merkusii, karena Pinus

merkusii merupakan jenis pioneer yang mampu hidup dan tumbuh pada kondisi yang

sangat sulit sesuai dengan pernyataan LIPI (1981) Pinus merkusii dapat tumbuh di tanah yang kurang subur, tanah berpasir dan tanah berbatu. Kriteria penilaian sifat kimia tanah dapat dilihat pada Lampiran B.

Perbedaan kesuburan ada kaitannya dengan perbedaan pertumbuhan yang ditunjukkan oleh perbedaan tinggi dan diameter batang. Walau demikian kesuburan tanah tetap berpengaruh pada potensi pinus yang mana pada tanah yang diduga subur potensinya lebih tinggi terlihat dari perbedaan diameter batang ( Tabel 4.1.1)

Dari Tabel 4.1.2 dapat memperkuat pendugaan bahwa ada hubungan antara kesuburan tanah dengan pertumbuhan tanaman. Dari Tabel 4.1.2 dapat jelas terlihat bahwa kandungan unsur hara pada lokasi yang diduga subur cukup tinggi dibandingkan dengan lokasi yang diduga sedang maupun kurang subur. Keasaman (pH) tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar di dalam tanah serta terhadap sifat tanah yang lain. Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara tanaman. Dari hasil analisis tanah dapat terlihat bahwa tanah yang diduga subur merupakan tanah yang memang benar tanah yang terbaik karena memiliki pH 5,04 sesuai dengan pernyataan Foth (1988) kondisi tanah terbaik (tidak mengandung bahan beracun) terjadi pada kondisi agak asam sampai netral (pH 5,0-7,5) akan tetapi jenis tanaman terkadang menghendaki kondisi tertentu.

Pada lokasi penelitian didapat perubahan faktor fisik/suhu harian yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sehingga mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut dan dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan pengamatan di lapangan, didapat suhu udara rata-rata 21,9 oC. Kelembaban udara rata-rata berkisar 91.05%, Intensitas cahaya berkisar 305,15 Lux. Sama halnya juga dengan keadaan tanah, di mana pada lokasi penelitian pH tanah berkisar 6.5. Suhu


(41)

tanah pada setiap lokasi berkisar 17,6 o

Tabel 4.1.3 Data Faktor Fisik Rata-rata Pada Lokasi Penelitian

C. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.3 dan Lampiran C.

Suhu Udara

(o

Suhu Tanah

C) (o

Intensitas Cahaya

C) (lux)

pH Tanah Kelembaban

Udara (%)

Ketinggian (mdpl)

21,9 17,6 305,1 6,5 91,05 1199

Pada lokasi penelitian didapat faktor fisik yang berpengaruh terhadap vegetasi, sehingga mampu beradaptasi dengan keadaan lingkungan tersebut dan dapat tumbuh dengan baik. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidupnya seperti suhu, cahaya, pH dan kelembaban. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis begitu juga dengan suhu, kelembaban dan pH mempengaruhi kemampuan fotosintesis. Daniel et al. (1995), menyatakan bahwa pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi oleh faktor tanah, mikroorganisme, kompetisi dengan organisme lainnya dan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari dan iklim.

Biomassa pohon pinus (Pinus merkusii) pada umur 41 tahun di Aek Nauli lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa pohon Pinus syvestris di Finlandia yang berumur 100 tahun sebesar 121,30 ton/Ha dari hasil penelitian Helmisari et al., (2002). Hal ini disebabkan perbedaan iklim tempat tumbuh, dimana Pinus merkusii tumbuh di daerah tropis sedangkan Pinus syvestris tumbuh di daerah sub tropis.

Golley, (1983) menyatakan bahwa meskipun tumbuh pada lahan yang kurang subur, namun pohon-pohon di daerah tropis memiliki biomassa yang besar dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon-pohon sub tropis yang tumbuh pada lahan yang subur. Hal ini terjadi karena adanya mekanisme konservasi hara dari pohon-pohon tropis.


(42)

4.2 Potensi Karbon Tersimpan

Dalam pengukuran karbon data-data yang paling diperlukan adalah diameter batang dan berat jenis kayu. Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diperoleh berat jenis pinus (Pinus merkusii) adalah sebesar 0,499 g cm-3

Perbedaan berat jenis ini sesuai dengan pernyataan Brown et al. (1952) dalam Daniel

et al. (1995) yang mengatakan bahwa berat jenis kayu bervariasi diantara berbagai

jenis pohon dan diantara pohon dari satu jenis yang sama. Variasi ini juga terjadi pada posisi yang berbeda dari satu pohon. Adanya variasi jenis kayu tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume.

. Data lengkap dapat dilihat pada Lampiran D.

Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan karbon tersimpan dalam suatu tegakan. Besarnya biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) juga dipengaruhi oleh kondisi tanah yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.1

Tabel 4.2.1 Biomassa dan karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) berdasarkan kondisi tanah di hutan pinus Aek Nauli.

Kondisi Tegakan Subur Sedang kurang Rata-rata

Plot A B C

Kerapatan

(individu/Ha) 339 408 421 389

Kerapatan relatif (%) 29 35 36

Biomassa persatuan

luas (ton/Ha) 887,22 735,26 439,37 687,28

Karbon Tersimpan

(ton/Ha) 408,12 338,22 202,11 316,15

Keterangan : A = plot 17,11,18,5,6,7,9 B = plot 20,14,1,16,12,19 C = plot 8,3,2,10,4,15,13

Dari Tabel 4.2.1 dapat dilihat bahwa biomassa terbesar terdapat pada lokasi dengan kondisi tanah yang diduga subur yaitu 887,22 ton/Ha dengan karbon sebesar 408,12 ton/Ha, kemudian diikuti dengan lokasi yang sedang yaitu 735,26 ton/Ha dengan karbon sebesar 338,22 ton/Ha dan terakhir lokasi yang diduga kurang subur


(43)

yaitu 439,37 ton/Ha dengan karbon sebesar 202,11 ton/Ha. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya biomassa salah satunya adalah dipengaruhi oleh kesuburan tanah. Semakin subur tanah maka biomassanya akan semakin tinggi.

Kusmana et al. (1992) menyatakan bahwa besarnya biomassa ditentukan oleh diameter,tinggi pohon, berat jenis kayu dan kesuburan tanah. Selanjutnya dinyatakan untuk menduga biomassa pada hutan pohon dapat digunakan parameter diameter dan tinggi pohon, akan tetapi diameter merupakan parameter yang paling akurat untuk menduga biomassa tegakan dibandingkan dengan tinggi pohon. Diameter setinggi dada (DBH) pohon berkaitan erat dengan biomassa, dimana semakin besar diameter maka semakin besar biomassanya.

Rahayu et al. (2007) perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah, namun dari hasil yang diperoleh ternyata ditemukan lokasi dengan kerapatan rendah memiliki biomassa yang lebih tinggi seperti yang terdapat pada lokasi yang diduga subur dengan lokasi yang sedang yaitu pada lokasi subur memiliki kerapatan 339 individu/Ha dengan biomassa 887,22 ton/Ha. Sementara lokasi yang sedang memiliki kerapatan yang lebih besar yaitu 408 individu/Ha tetapi biomassanya lebih kecil yaitu 735,26 ton/Ha. Hal ini karena pada lokasi yang diduga subur memiliki diameter batang pohon yang lebih besar dibandingkan dengan lokasi yang sedang.

Dalam penentuan biomassa, kerapatan pohon tidak bisa diabaikan. Jadi, kerapatan pohon juga dapat mempengaruhi kandungan biomassa pada suatu lahan dan berdampak pada kandungan karbonnya.

Adanya perbedaan jumlah pohon pada setiap hektarnya disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan. Faktor lingkungan tersebut dibedakan atas lingkungan


(44)

diatas tanah yang meliputi radiasi matahari, temperatur dan kelembaban. Sedangkan faktor dalam tanah meliputi keasaman, pH, dan kandungan kimia tanah.

Pada lokasi penelitian diperoleh rata-rata kerapatan 389 individu/Ha. Kerapatan pohon yang rendah biasanya disebabkan oleh penanaman yang lebih mementingkan jarak tanam. Pada hutan tanaman pinus dilakukan penyadapan getah/terpentin. Jumlah koakan yang melebihi batasan menyebabkan tanaman rentan terhadap kerusakan akibat angin, akibatnya kerapatan tanaman menjadi rendah. Potensi hutan tanaman dalam menyerap CO2 dari atmosfer bervariasi menurut jenis, tingkat umur dan kerapatan tanaman. Demikian pula dengan tegakan pinus ini, apabila jumlah koakan sesuai dengan aturan, maka jumlah tanaman tumbang atau mati dapat diminimalkan, dengan demikian kerapatan tanaman dapat dipertahankan dan kemampuan penyerapan CO2

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat diramalkan berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas.

nyapun akan meningkat (Heriansyah, 2005).

Pengukuran produktifitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Soemarwoto (1994) menyatakan bahwa energi yang dihasilkan melalui proses fotosintesis akan diubah menjadi biomassa, dimana 50 % biomassa merupakan karbon. Oleh karenanya biomassa menyatakan jumlah potensial karbon yang dapat ditambahkan ke atmosfir ketika hutan di tebang atau di bakar. Sebaliknya melalui penaksiran biomassa dapat dilakukan perhitungan jumlah karbon dioksida yang dapat dipindahkan dari atmosfir dengan cara reboisasi.

Dari penelitian yang dilakukan estimasi karbon tersimpan pada tegakan pinus dapat dilihat pada Tabel 4.2.2 dan Lampiran E.


(45)

Tabel 4.2.2 Estimasi karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli dengan areal seluas 372,449 Ha.

No. Pinus merkusii di Aek Nauli Jumlah

1 2 3 4

Total Biomassa Pohon (kg)

Biomassa Persatuan Luas (ton/Ha) Karbon Tersimpan (ton/Ha)

Karbon Tersimpan Aek Nauli (ton)

549826,48 687,28 316,15 117749,75

Dari Tabel 4.2.2 jumlah karbon yang tersimpan pada tegakan pinus (Pinus

merkusii) di hutan Aek Nauli adalah sebesar 316,15 ton/Ha, sehingga pada hutan

pinus Aek Nauli yang memiliki luas 372,449 Ha didapat jumlah karbon tersimpan sebesar 117749,75 ton. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Sembiring, (2010) diperoleh jumlah karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang memiliki luas 17 Ha adalah 1398,76 ton. Hal ini terjadi karena perbedaan umur antara tegakan pinus di Aek Nauli yaitu 41 tahun dan tegakan pinus di TAHURA yaitu 30 tahun.

Haygren dan Bowyer (1996) menyatakan sebaran diameter batang mengalami peningkatan dengan bertambahnya umur tegakan. Hal ini dikarenakan tanaman/pohon mengalami pertumbuhan, dimana selama pohon tumbuh, pohon menambah kayu baru, sehingga memperbesar diameter batang, pohon dan cabang serta memperbanyak jumlah bagian-bagian pohon lainnya. Dalam proses pertumbuhan kulit juga ditambahkan untuk menggantikan kulit yang pecah dan mengelupas ketika batang tumbuh bertambah besar.

Selain umur perbedaan ketinggian tempat tumbuh juga dapat menyebabkan perbedaan kandungan karbon yang dihasilkan, dimana berdasarkan analisis pustaka ketinggian TAHURA sekitar 1500 mdpl sedangkan hutan pinus di Aek Nauli berada pada ketinggian sekitar 1200 mdpl.

Daniel et al. (1995) perbedaan ketinggian tapak akan mempengaruhi dalam penerimaan atau penyerapan CO2 , dimana penerimaan atau penyerapan CO2 lebih


(46)

besar nilainya pada tapak hutan dengan ketinggian tempat yang lebih rendah (CO2 lebih berat dibanding udara dan cenderung turun ketika turbulensi rendah) sehingga dapat mempengaruhi produksi fotosintesis pada tegakan dalam menghasilkan biomassa hutan, seperti yang telah diketahui bahwa biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan ini mengikat karbondioksida (CO2

Biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan tanaman. Potensi biomassa dipengaruhi oleh umur pohon, dimana diameter merupakan fungsi dari umur pohon, oleh karena itu diameter merupakan peubah yang akan mempengaruhi kandungan bahan organik dalam pohon. Haygren dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa pertambahan biomassa juga dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, dimana tapak hutan yang memiliki hara yang tinggi dapat mempercepat pembelahan sel-sel meristematik yang menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tegakan.

) dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Proses fotosintesis ini diawali dengan pengambilan karbondioksida dari udara dan air dari tanah oleh tumbuh-tumbuhan berklorofil hijau.

Tanaman merupakan penyerap CO2 di atmosfir dan menyimpannya dalam bentuk C. Tanaman memanfaatkan CO2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan disebarkannya ke seluruh bagian tanaman. Dengan demikian mengukur jumlah C yang tersimpan dalam tubuh tanaman pada suatu lahan akan menggambarkan banyaknya CO2

Dari perbandingan jumlah cadangan karbon di dua wilayah yang berbeda ini, maka dapatlah dikatakan bahwa cadangan karbon pada tegakan pinus (Pinus

merkusii) di hutan Aek Nauli sudah tergolong bagus. Oleh karena itu hutan pinus Aek

Nauli mempunyai fungsi untuk memfiksasi karbon dan menyimpannya sebagai rosot (sink) karbon.


(47)

4.3. Penutupan Tajuk

Penutupan tajuk merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk melihat kondisi kerusakan hutan. Dari data luas penutupan tajuk yang telah dianalisis dengan menggunakan software Autocad versi 2011 kondisi penutupan tajuk pohon pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli adalah sebesar 24,69 % berdasarkan kriteria yang ada hutan ini tergolong hutan dengan kondisi terganggu. Data lengkap penutupan tajuk dapat dilihat pada Lampiran F.

Pada hutan tanaman pinus dilakukan penyadapan getah/terpentin. Jumlah koakan yang melebihi batasan menyebabkan tanaman rentan terhadap kerusakan akibat angin, akibatnya kerapatan tanaman menjadi rendah, sehingga penutupan tajuknya pun menjadi rendah juga. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu udara, suhu tanah, kelembaban tanah dan intensitas cahaya sangat mempengaruhi pertumbuhan.

Dilihat dari kondisi tajuk dan hasil pengukuran penutupan tajuk menunjukkan bahwa lokasi penelitian merupakan lokasi yang sedang terganggu namun dari hasil pengukuran kerapatan menunjukkan kerapatan hutan pinus Aek Nauli cukup tinggi, diduga hal ini disebabkan karena pelaksanaan penelitian antara penutupan tajuk dan kerapatan dilakukan pada lokasi yang berbeda.

Dari hasil pengukuran karbon tersimpan pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di Aek Nauli sebesar 316,15 ton/Ha. Karbon tersimpan ini masih dapat tingkatkan lagi menjadi 800 ton/Ha sesuai dengan pernyataan Polunin (1997) bahwa hutan hujan tropis mempunyai biomassa lazimnya 450 (dengan kisaran 60-800) ton per hektar, tergantung pada tipe vegetasi dan tipe tanah. Kebanyakan biomassa ini terdapat dalam batang-batang pohon.

Untuk meningkatkan karbon tersimpan dapat dilakukan dengan menanami tempat-tempat kosong pada lokasi yang terganggu. Kondisi tajuk pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3.1 berikut:


(48)

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Kerapatan rata-rata pinus(Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli 389

individu/Ha.

b. Penutupan tajuk 24,69%.

c. Biomassa yang diperoleh pada tegakan pinus 687,28 ton/Ha atau setara dengan karbon sebesar 316,15 ton /Ha.

d. Hutan pinus Aek Nauli dengan luas 372,449 Ha memiliki potensi karbon tersimpan sebesar 117749,75 ton.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan jumlah simpanan karbon yang lengkap di kawasan hutan Aek Nauli seperti pengukuran biomassa untuk jenis tanaman lain, tumbuhan bawah dan nekromassa.

b. Penutupan tajuk sebesar 24,69 % menunjukkan tutupan lahan masih belum optimal, sehingga untuk meningkatkan cadangan karbon dapat dilakukan penanaman pada tempat-tempat kosong.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho,W.C, Syahbani, I, Rengku, M.T, Arifin, Z dan Mukhaidil. 2009.

Pendugaan Cadangan Carbon (C-Stock) dalam rangka Pemanfaatan

Fungsi Hutan Sebagai Penyerap Kar

pada 10 Januari 2011].

Arief, A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam I SUMUT. 2003. Informasi Kawasan

Konservasi di SUMUT. BKSDA I SUMUT. Medan.

Butarbutar, T, Harahap, R. M. S dan Murdiana, P.1998. Evaluasi Pertumbuhan

Tanaman Pinus merkusii di Aceh Tengah. Buletin Penelitian Kehutanan.

Pematang Siantar.

Channel, M.G.R. 1996. Hutan Sebagai Penyerap Karbon Mengurangi Efek Rumah

Kaca. Forestry review.

Daniel, T.W., Helms, A.J., dan Baker, S.F. 1995. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Edisi

Kedua). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Besar TNGL,2007. Laporan Akhir Kajian Penilaian Karbon di Bukit Lawang

dalam Rangka Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Balai Besar TNGL.

Bogor. PT. Boraspati Wahana.

Foth, H.D. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Terjemahan Ir. Endang D.B., M.S. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Golley, F. B. 1983. Tropical Rain Forest Ecosystem : Structure dan Function. Elseiver Scientific Publisihing Co. Amsterdam.

Hairiah, K dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan Di Berbagai Macam

Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre.

Harahap, R.M.S., Ali, C., dan Edy, D. 2010. Tanaman Tusam di Sumatera Bagian

Utara Khususnya di Daerah Tangkapan Air Danau Toba dalam Prosiding

Workshop II: Diseminasi Hasil Studi ITTO dan Tukar Menukar Pengalaman dalam Pemulihan Ekosistem Danau Toba seri laporan no. 22


(51)

Harahap, R.M.S. 2000. Uji Asal Benih Pinus merkusii di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademi Pressindo. Jakarta.

Haygren, S.G. dan Bowyer, J.L. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Heriansyah, I. 2005. Potensi Hutan Tanaman Industri dalam Mensequeter Karbon:

Studi kasus di hutan tanaman akasia dan pinus. Buletin Inovasi 17 (3).

Heriyanto, N. M. Dan Siregar, C. A. 2007. Biomassa dan Kandungan Karbon pada

Hutan Tanaman Tusam (Pinus merkusi Jung et de vriese ) Umur Lima Tahun di Cianten Bogor Jawa Barat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi

Alam. Bogor.

Hidajat, J dan Hansen, C.P. 2001. Informasi Singkat Benih, Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan. Bandung. http//www.dephut.go.id. [diakses pada 3 Januari 2011].

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. Penerbit: PT Bumi Aksara.

Kapisa, N. 1984. Studi Tentang Hubungan Antara Tinggi Bebas Cabang, Diameter

dan Volume Pohon Matoa, Kayu Besi dan Nyatoh di Areal Hutan Mandopi.

Skripsi FP. Universitas Negeri Cendrawasih. Manokwari.

Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusmana, C dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Lembaga Biologi Nasional LIPI. 1981. Kayu Indonesia. PN Balai Pustaka. Jakarta.

Murdiyarso, D, Rosalina, U, Hairiah, K, Muslihat, L, Suryadipura,IN.N dan Jaya, A 2004. Petunjuk Lapangan: Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan

Gambut. Bogor. Wetlands International.

Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Pratisto, S.D. 2007. Skema Hutan Mereduksi Emisi. GATRA. No. 02 Tahun XIV. Hal. 158-159.


(52)

Rahayu, S, Lusiana, B, van Noordwijk, M. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon di

Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Bogor. World Agroforestry

Centre.

Sembiring, I. 2010. Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan Pinus (Pinus

merkusii) dan Ekaliptus (Eucayptus spp) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sitompul, S.M, Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soemarwoto, O.1994. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi Revisi. Djambatan. Jakarta.

Soetrisno, K. 1998. Silvika. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Padang. Penerbit Universitas Andalas.

Susanta, G dan Sutjahjo, H. 2007. Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan

Global ? Penebar Swadaya. Jakarta.

Woesono, H.B. 2002. Studi Produksi Biomassa dan Kemampuan Tegakan Sengon

(Paraserianthes felcataria) di Hutan Rakyat dalam Mengurangi Akumulasi CO2

Yusuf, M. 2008 . Potensi Peningkatan Serapan Karbon Melalui Rehabilitasi Hutan

Kritis Indonesia dan Dunia dengan Spesies Cepat Tumbuh Sebagai Upaya Mengurangi Dampak Pemanasan Global (Green House Effect. Kabar

Indonesia.

di Udara. Fakultas Kehutanan. UGM. Yogyakarta.


(53)

Lampiran A Segitiga Tekstur Tanah

Gambar 1 segi tiga tekstur tanah


(54)

Lampiran B Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat tanah Sangat rendah

rendah sedang T inggi Sangat tinggi

C-organik (%) Nitrogen (%) C/N

P2O5 P

HCl (mg/100g) 2O5

P

Bray-1 (ppm) 2O5

K

Olsen (ppm) 2

KTK (me/100g) O HCl 25% (mg/100g) Susunan Kation K (me/100g) Na (me/100g) Mg (me/100g) Ca (me/100g) Kejenuhan Basa (%) Alumunium (%) <1,00 <0,10 <5 <10 <10 <10 <10 <5 <0,1 <0,1 <0,4 <0,2 <20 <10 1,00-2,00 0,10-0,20 5 - 10 10 - 20 10 - 15 10 - 25 10 - 20 5 - 16 0,1-0,2 0,1-0,3 0,4-1,0 2 – 5 20 – 35 10 -20

2,01-3,00 0,21-0,50 11 -15 21 – 40 16 – 25 26 – 45 21 – 40 17 – 24 0,3 -0,5 0,4 -0,7 1,1-2,0 6 -10 36 – 50 21 -30

3,01-5,00 0,51-0,75 16 – 25 41 – 60 26 – 35 46 – 60 41 – 60 25 – 40 0,6 -1,0 0,8 -1,0 2,1 -8,0 11 – 20 51 – 70 31 - 60

>5,00 >0,75 >25 >60 >35 >60 >60 >40 >1,0 >1,0 >8,0 >20 >70 >60


(55)

Lampiran C Data Faktor Fisik Pada Lokasi Penelitian

Plot Udara Suhu Tanah Suhu Intensitas Cahaya

pH

Tanah Kelembapan Udara Ketinggian Ordinat

(oC) (oC) (luxmeter) (%) (mdpl) N S

Plot 1 21 17 458 6,8 89 1165 0,2o43’0,5” 98o56’23,6”

Plot 2 23 18 215 6,4 90 1180 0,2o42’47,2” 98o58’27,4

Plot 3

22 15 118 6,7 91 1200 0,2o42’50” 98o56’23,6

Plot 4

22 17 607 6,6 87 1200 0,2o42’41,8” 98o56’29,7

Plot 5

23 18 189 6,9 90 1200 0,2o43’6,2” 98o56’15,5

Plot 6

22 18 782 6,9 91 1180 0,2o43’15,1” 98o56’5,3

Plot 7

22 18 190 6,8 90 1200 0,2o43’67” 98o55’53,5

Plot 8

22 19 430 6,8 92 1210 0,2o43’2,8” 98o55’41,8

Plot 9

21 18 180 6,8 91 1180 0,2o42’37,8” 98o55’37,9,

Plot 10

21 18 139 6,4 90 1100 0,2o41’52,6” 98o55’26,4

Plot 11

21 20 400 6,5 90 1180 0,2o43’52,9” 98o57’30,3

Plot 12

23 18 420 6,7 90 1180 0,2o43’45,2” 98o57’27,4

Plot 13

23 18 700 6,6 90 1195 0,2o43’42” 98o57’12,3

Plot 14

22 17 104 6,4 90 1200 0,2o42’49” 98o55’25,1

Plot 15

21 17 185 6,4 100 1223 0,2o43’31,9” 98o57’6,1

Plot 16

22 17 150 5,8 100 1223 0,2o43’32,1” 98o57’06

Plot 17

23 17 101 6,1 90 1246 0,2o43’22,9” 98o56’58,2

Plot 18

21 17 390 6,1 90 1242 0,2o43’21,8” 98o56’41,9

Plot 19

22 18 240 6,5 90 1244 0,2o43’17,5” 98o56’33,1

Plot 20

21 17 105 6,5 90 1246 0,2o43’5,9” 98o56’32,5

rata-rata


(56)

Lampiran D Berat jenis (BJ) pinus (Pinus merkusii) di hutan Aek Nauli

Plot Tinggi Jari-Jari (R) Berat Kering Volume Berat Jenis

Panjang Kayu (cm) (g) (cm -3) (g cm-3

)

(cm)

1 14 3,822 328 642,154 0,511

2 23 3,981 562 1144,569 0,491

3 25 3,503 414 963,274 0,430

4 10,5 3,025 153 301,696 0,507

5 12 3,503 238 462,372 0,515

6 9 5,318 418 799,225 0,523

7 13 2,659 149 288,609 0,516

8 20 3,898 355 954,209 0,372

9 12 2,277 90 195,361 0,461

10 14,5 3,344 271 509,132 0,532

11 15 3,323 310 520,094 0,596

12 21 3,432 376 776,682 0,484

13 23 4,102 571 1215,203 0,470

14 14 3,768 316 624,136 0,506

15 12 3,893 289 571,057 0,506

16 11 2,572 115 228,488 0,503

17 13 2,663 169 289,478 0,584

18 13 3,886 301 616,423 0,488

19 16 3,651 320 669,689 0,478

20 13,5 2,229 106 210,612 0,503


(57)

Lampiran E Estimasi Karbon Tersimpan Pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii) di Hutan Aek

Nauli dengan berat jenis 0,499 gcm-3

No. Diameter BK-Biomassa

kg/pohon

1 67 3340,483

2 38 756,008

3 23 202,871

4 47,5 1356,533

5 52 1719,578

6 63 2842,925

7 50,5 1592,636

8 38 756,008

9 68 3472,695

10 55,5 2039,580

11 42 982,667

12 63,5 2902,421

13 24 226,802

14 60 2501,782

15 45,5 1211,945

16 77,5 4891,744

17 20 140,667

18 46 1247,150

19 66,5 3275,563

20 65,5 3148,078

21 36,5 680,300

22 32,5 501,912

23 20 140,667

24 38,3 771,745

25 42 982,667

26 26 279,720


(58)

Lanjutan Lampiran E

27 53 1807,574

28 58 2289,152

29 26,5 294,034

30 40 864,750

31 21 159,848

32 48 1394,265

33 27 308,792

34 33 522,396

35 55,5 2039,580

36 57,5 2237,809

37 26 279,720

38 29 372,371

39 41 922,544

40 34 564,895

41 21 159,848

42 54 1898,300

43 54,5 1944,698

44 28 339,662

45 22,5 191,519

46 27,5 324,000

47 46 1247,150

48 44,5 1143,395

49 24 226,802

50 40 864,750

51 41 922,544

52 49,5 1511,328

53 20 140,667

54 24 226,802

55 36,5 680,300

56 70 3746,710


(59)

Lanjutan Lampiran E

57 46 1247,150

58 56,5 2137,274

59 40 864,750

60 39,5 836,715

61 54,5 1944,698

62 27 308,792

63 24,5 239,391

64 42,5 1013,613

65 36 656,154

66 58,5 2341,217

67 31 443,467

68 41 922,544

69 70 3746,710

70 34 564,895

71 48 1394,265

72 70 3746,710

73 40 864,750

74 33 522,396

75 71 3888,572

76 62 2726,211

77 70 3746,710

78 62 2726,211

79 65 3085,505

80 67 3340,483

81 55 1991,790

82 70 3746,710

83 42 982,667

84 50 1551,653

85 76,5 4728,095

86 58 2289,152


(60)

Lanjutan Lampiran E

87 31 443,467

88 43,5 1077,296

89 54,5 1944,698

90 66 3211,429

91 80 5316,049

92 52 1719,578

93 70 3746,710

94 77 4809,489

95 66 3211,429

96 56 2088,074

97 37 704,988

98 57 2187,184

99 70 3746,710

100 41 922,544

101 62 2726,211

102 69 3608,094

103 68 3472,695

104 62 2726,211

105 80 5316,049

106 68 3472,695

107 73,5 4257,612

108 40 864,750

109 47 1319,440

110 37 704,988

111 32 481,932

112 35 609,469

113 40 864,750

114 33 522,396

115 30 406,959

116 30 406,959


(61)

Lanjutan Lampiran E

117 42 982,667

118 28 339,662

119 38 756,008

120 44 1110,042

121 38 756,008

122 88 6823,981

123 67 3340,483

124 71,5 3960,728

125 68 3472,695

126 64 2962,680

127 73 4182,145

128 85 6231,187

129 67,5 3406,192

130 58,5 2341,217

131 57,5 2237,809

132 56 2088,074

133 48 1394,265

134 35 609,469

135 35,5 632,545

136 36,5 680,300

137 53 1807,574

138 45 1177,362

139 47 1319,440

140 22,5 191,519

141 43 1045,155

142 52,5 1763,237

143 52 1719,578

144 45 1177,362

145 45,5 1211,945

146 24 226,802


(62)

Lanjutan Lampiran E

147 44 1110,042

148 44 1110,042

149 35 609,469

150 26,5 294,034

151 23 202,871

152 41 922,544

153 23 202,871

154 47 1319,440

155 32,5 501,912

156 39 809,250

157 47 1319,440

158 56 2088,074

159 76 4647,558

160 64 2962,680

161 80 5316,049

162 70 3746,710

163 30 406,959

164 47 1319,440

165 41 922,544

166 44 1110,042

167 54,5 1944,698

168 51,5 1676,595

169 45 1177,362

170 44 1110,042

171 45 1177,362

172 55,5 2039,580

173 63,5 2902,421

174 53,5 1852,594

175 74 4333,914

176 36 656,154


(63)

Lanjutan Lampiran E

177 68,5 3539,994

178 41 922,544

179 42,5 1013,613

180 57 2187,184

181 60 2501,782

182 54 1898,300

183 37 704,988

184 44 1110,042

185 43 1045,155

186 43 1045,155

187 46,5 1282,980

188 48 1394,265

189 36 656,154

190 65 3085,505

191 56,5 2137,274

192 58 2289,152

193 50 1551,653

194 40 864,750

195 61 2612,507

196 44,5 1143,395

197 48 1394,265

198 49,5 1511,328

199 20 140,667

200 52 1719,578

201 64,5 3023,707

202 58 2289,152

203 41 922,544

204 37 704,988

205 62 2726,211

206 48 1394,265


(64)

Lanjutan Lampiran E

207 39 809,250

208 48 1394,265

209 44 1110,042

210 41 922,544

211 38 756,008

212 37,5 730,222

213 52 1719,578

214 49 1471,658

215 47 1319,440

216 52 1719,578

217 64,5 3023,707

218 58 2289,152

219 54 1898,300

220 44,5 1143,395

221 32 481,932

222 45 1177,362

223 32 481,932

224 47 1319,440

225 65,5 3148,078

226 42,5 1013,613

227 23,5 214,630

228 20 140,667

229 24,5 239,391

230 41 922,544

231 48 1394,265

232 78 4974,863

233 47 1319,440

234 56,5 2137,274

235 39 809,250

236 55 1991,790


(1)

Lanjutan Lampiran E

267 68 3472,695

268 55,5 2039,580

269 56,5 2137,274

270 74 4333,914

271 53 1807,574

272 37,5 730,222

273 23 202,871

274 64 2962,680

275 68 3472,695

276 74 4333,914

277 58 2289,152

278 52 1719,578

279 33 522,396

280 56 2088,074

281 57 2187,184

282 60,5 2556,774

283 38 756,008

284 33 522,396

285 49 1471,658

286 63 2842,925

287 58 2289,152

288 48 1394,265

289 43 1045,155

290 64 2962,680

291 48 1394,265

292 75 4489,043

293 50 1551,653

294 60 2501,782


(2)

Lanjutan Lampiran E

297 53 1807,574

298 57 2187,184

299 35 609,469

300 41 922,544

301 61 2612,507

302 33 522,396

303 60 2501,782

304 55 1991,790

305 53 1807,574

306 58 2289,152

307 33,5 543,389

308 66,5 3275,563

309 25,5 265,845

310 50 1551,653

311 62 2726,211

Total biomassa pohon (kg) 549826,48

Biomassa persatuan luas (ton/Ha) 687,28

Karbon Tersimpan (ton/Ha) 316,15


(3)

Lampiran F Data Luas Penutupan Tajuk Pinus (Pinus merkusii ) di hutan Aek Nauli PLOT 1 PLOT 2 PLOT 3

Nomor Pohon Luas Tajuk (m2) Nomor Pohon Luas Tajuk (m2) Nomor Pohon Luas Tajuk (m2)

1 6,8097450 1 9,1267942 1 5,1849073

2 10,8757867 2 10,0045167 2 2,7343713

3 15,5246100 3 12,3787589 3 6,5071077

4 6,5819336 4 13,0154017 4 4,9208368

5 20,0748932 5 11,6637226 5 5,2794459

6 8,0944181 6 6,8323844 6 4,4069685

7 5,6100242 7 1,8528901 7 8,5772887

8 25,6316133 8 2,3220215 8 4,4014934

9 2,7964329 9 10,5777505 9 8,6732939

10 12,1565769 10 6,5205387 10 6,3374303

11 7,6119268 11 10,1225938 11 4,4200244

12 7,3776832 12 6,0086146 12 11,7824735

13 12,4222874 13 12,8758482 13 4,8904403

14 4,9074790 14 13,1419773 14 12,0258794

15 15,3795403 15 14,4212767 15 1,2870273

16 7,3259914 16 9,9549677 16 8,6162861

17 20,0274022 17 6,7576808 17 6,3987744

18 8,2773369 18 4,7067726 18 3,0919693

19 9,1602387 19 4,5651396 19 6,3834578

20 9,6142359 20 11,0389734 20 5,4283863

21 8,8887731 21 4,2861826 21 5,1776199

22 13,0513818 22 0,8259889 22 4,1927790

23 6,0131428 23 7,1740858 23 3,7557660

24 15,5070055 24 7,7057879 24 4,8374907

25 6,1918604 25 6,2585753 25 4,9996939

26 5,9540875 26 4,8585795 26 4,4105705

27 4,8738825 27 8,2113064 27 3,1910763

28 11,2201525 28 7,5819644 28 4,7718225

29 20,836230 29 6,4871108 29 9,3208439

30 4,5933988 30 3,6370957 30 2,2347572

31 6,7873418 31 8,7029383 31 6,8778792


(4)

Lanjutan Lampiran F

34 2,0402778 34 5,8319171 34 7,1983189

35 24,0921335 35 7,7264395 35 3,2424452

36 10,6069894 36 6,6942316 36 3,4956707

37 15,4551624 37 4,6897881 37 1,4917360

38 14,3631508 38 10,2822658 38 3,4705159

39 4,8740344 39 3,6237284 39 14,7026893

40 3,8586774 40 4,6797084 40 4,2588285

41 18,1106918 41 3,6638664 41 2,6952288

42 3,3911264 42 3,2914970 42 5,8208774

43 14,9780782 43 6,3767765 43 8,9379833

44 12,7137663 44 4,3193334 44 8,3223846

45 14,6794040 45 4,2992825 45 6,8943901

46 14,9483291 46 11,8965809 46 4,1249319

47 2,8489017 47 4,8003618 47 3,5336732

48 6,7902311 48 3,7263616

49 14,7823373 49 5,3712977

50 0,7221763 50 2,6433111

51 13,4438869 51 8,4442928

52 6,5471657

53 5,1237270

54 5,9140584

55 1,6324517

56 6,0779084

PENUTUPAN TAJUK =

x 100%

=

x100%

= 24,69%

TOTAL LUAS TAJUK

1185,434 4800


(5)

Lampiran G foto penelitian di hutan pinus Aek Nauli


(6)