Kontribusi PIR Ekaliptus (Eucalyptus sp.) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

(1)

KONTRIBUSI PIR EUKALIPTUS (

Eucalyptus

sp) DAN

HUTAN RAKYAT PINUS (

Pinus

merkusii)TERHADAP

PENDAPATAN MASYARAKAT

Skripsi

Oleh Ferryanto Purba

071201028 / Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kontribusi PIR Ekaliptus (Eucalyptus sp.) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

Nama : Ferryanto Purba

NIM : 071201028

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si) (Ir. Ma’rifatin Zahrah, M.Si) NIP. 197408012000031001 NIP. 196405051994032001

Mengetahui: Ketua Program Studi

(Siti Latifah, S.Hut.,M.Si.,Ph.D) NIP. 197104162001122001


(3)

ABSTRACT

FERRYANTO PURBA: The Contribution Of PIR Eucalyptus and Pine As Community Forest Toward People’s Income At Marubun Pane, Simalungun Regency, North Sumatera Province. Supervised by AGUS PURWOKO and MA’RIFATIN ZAHRAH.

Forest has an important role in people’s life. Thus, PIR eucalyptus and community forest contribute added income for people, that’s way the research was done from April up to May 2011 at Marubun Pane to identify the contribution of PIR Eucalyptus and Community Forest. The purposes of this research are: identifying the contribution of PIR eucalyptus and community forest of Pine, analyzing the difference between income of PIR eucalyptus and community forest, and analyzing some variables that influence the income of people.

The results show that the people’s average income (annually) from PIR eucalyptus is 6,86 % of the people’s total income, while the people’s average income from community forest is 7,63% of people’s total income. According to statistical analysis, it’s known that there’s no the significant difference between people’s income from PIR eucalyptus and people’s income from community forest.


(4)

ABSTRAK

FERRYANTO PURBA: Kontribusi PIR Eukaliptus (Eucalyptus sp) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan MA’RIFATIN ZAHRAH.

Hutan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Demikian halnya dengan PIR Eukaliptus dan hutan rakyat pinus dinilai dapat memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat, sehinga dilakukan penelitian pada April-Mei 2011 di Dusun Marubun Pane untuk mengetahui kontribusi PIR Eukaplitus dan hutan rakyat pinus tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pendapatan masyarakat dari PIR ekaliptus dan pendapatan masyarakat dari hutan rakyat pinus, menganalisis perbedaan pendapatan petani PIR eukaliptus dan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus, dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat dari PIR eukaliptus per tahun adalah sebesar 6,86% dari seluruh sumber-sumber pendapatan masyarakat, sedangkan pendapatan rata-rata

yang diperoleh masyarakat pemilik hutan rakyat pinus (per tahun) adalah sebesar 7,63% dari seluruh sumber pendapatan masyarakat. Berdasarkan analisis statistik

yang digunakan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan anatara pendapatan PIR Eukaliptus dan hutan rakyat pinus.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada 24 Februari 1989 di Dusun Marubun Pane, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari Ayahanda A. Purba dan Ibunda D. Pardede. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pematang Siantar dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Hutan melalui jalur SPMB.

Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di hutan mangrove Pulau Sembilan dan hutan dataran rendah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Desa Aras Napal pada Juni 2009 dan

melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) di perusahaan IUPHHK-HTI PT. Finnantara Intiga, Area Sanggau, Kalimantan Barat pada Januari-Februari

2011.

Penulis melakukan penelitian pada April-Mei 2011 dengan judul “Kontribusi PIR Eukaliptus (Eucalyptus sp) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan

Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara”, dibawah bimbingan Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Ir. Ma’rifatin Zahrah, M.Si.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari penelitian ini adalah “Kontribusi PIR Eukaliptus (Eucalyptus sp) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Agus Purwoko, S.Hut.,M.Si dan Ir.Ma’rifatin Zahrah, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan hasil penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2011


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan dan Manfaatnya ... 5

Hutan Tanaman Industri ... 5

Deskripsi Eukaliptus ... 11

Hutan Tanaman Industri Pola PIR Eukaliptus ... 12

Hutan Rakyat dan Manfaatnya ... 13

Deskripsi Pinus ... 17

Kondisi Umum Penelitian ... 18

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Pengumpulan Data ... 22

Populasi dan Sampel ... 23

Analisis Data ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Pendapatan Peserta PIR Eukaliptus ... 27

Pendapatan Pemilik Hutan Rakyat Pinus ... 28

Analisis Perbedaan Pendapatan PIR Eukaliptus dengan Hutan Rakyat Pinus ... 29


(8)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat ... 30 KESIMPULAN DAN SARAN ... 44 DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Lokasi penelitian ... 18

2. Lahan PIR eukaliptus ... 19

3. Hutan rakyat pinus ... 20


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Pendapatan perserta PIR eukaliptus ... 27

2. Pendapatan pemilik hutan rakyat pinus ... 28

3. Perbedaan pendapatan PIR eukaliptus dengan pendapatan hutan rakyat pinus ... 29

4. Analisis perbedaan PIR eukaliptus dengan hutan rakyat pinus ... 30

5. Umur responden ... 31

6. Tingkat pendidikan responden ... 31

7. Luas lahan PIR eukaliptus/hutan rakyat ... 32

8. Pendapatan responden di luar sektor kehutanan ... 33

9. Luas lahan pertanian responden ... 34

10. Koefisien regresi linier PIR eukaliptus ... 35

11. Anova PIR eukaliptus ... 36

12. Model ringkasan regresi linier PIR eukaliptus ... 38

13. Koefisien regresi linier hutan rakyat pinus ... 39

14. Anova hutan rakyat ... 40


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data peserta PIR eukaliptus ... 47

2. Data pemilik hutan rakyat ... 48

3. Lembar kuisioner PIR eukaliptus ... 49


(12)

ABSTRACT

FERRYANTO PURBA: The Contribution Of PIR Eucalyptus and Pine As Community Forest Toward People’s Income At Marubun Pane, Simalungun Regency, North Sumatera Province. Supervised by AGUS PURWOKO and MA’RIFATIN ZAHRAH.

Forest has an important role in people’s life. Thus, PIR eucalyptus and community forest contribute added income for people, that’s way the research was done from April up to May 2011 at Marubun Pane to identify the contribution of PIR Eucalyptus and Community Forest. The purposes of this research are: identifying the contribution of PIR eucalyptus and community forest of Pine, analyzing the difference between income of PIR eucalyptus and community forest, and analyzing some variables that influence the income of people.

The results show that the people’s average income (annually) from PIR eucalyptus is 6,86 % of the people’s total income, while the people’s average income from community forest is 7,63% of people’s total income. According to statistical analysis, it’s known that there’s no the significant difference between people’s income from PIR eucalyptus and people’s income from community forest.


(13)

ABSTRAK

FERRYANTO PURBA: Kontribusi PIR Eukaliptus (Eucalyptus sp) dan Hutan Rakyat Pinus (Pinus merkusii) Terhadap Pendapatan Masyarakat di Dusun Marubun Pane, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan MA’RIFATIN ZAHRAH.

Hutan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Demikian halnya dengan PIR Eukaliptus dan hutan rakyat pinus dinilai dapat memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat, sehinga dilakukan penelitian pada April-Mei 2011 di Dusun Marubun Pane untuk mengetahui kontribusi PIR Eukaplitus dan hutan rakyat pinus tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pendapatan masyarakat dari PIR ekaliptus dan pendapatan masyarakat dari hutan rakyat pinus, menganalisis perbedaan pendapatan petani PIR eukaliptus dan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus, dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat dari PIR eukaliptus per tahun adalah sebesar 6,86% dari seluruh sumber-sumber pendapatan masyarakat, sedangkan pendapatan rata-rata

yang diperoleh masyarakat pemilik hutan rakyat pinus (per tahun) adalah sebesar 7,63% dari seluruh sumber pendapatan masyarakat. Berdasarkan analisis statistik

yang digunakan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan anatara pendapatan PIR Eukaliptus dan hutan rakyat pinus.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya. Jadi di dalam hutan, hubungan antara flora, fauna dan lingkungannya sangat erat sehingga hutan itu dipandang sebagai suatu ekosistem. Hutan merupakan sumber daya alam yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Manusia melakukan interaksi dengan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki berbagai aspek manfaat bagi kehidupan berupa manfaat langsung yang dirasakan dan manfaat yang tidak langsung.

Hutan di dunia telah mengalami penurunan luas yang sangat signifikan beberapa dekade terakhir. Hutan alam tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan manusia akan kayu yang makin hari makin meningkat. Untuk itu pemerintah membuat pembangunan hutan tanaman industri. Pada dasarnya hutan tanaman industri adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut.

Lahan kritis yang tidak produktif khususnya yang berada di luar kawasan hutan seperti padang alang-alang, tanah-tanah terlantar dimana sebagian hanya dimanfaatkan untuk usaha tani lahan kering, dalam praktek pengelolaannya masih belum memperhatikan aspek konservasi. Salah satu cara untuk memelihara dan


(15)

memulihkan lahan kritis tersebut adalah dengan jalan menanami jenis tanaman yang dapat melindungi tanah, memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan penghasilan petani, yaitu melalui pembuatan hutan rakyat.

Selain pembuatan hutan rakyat, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) juga mempunyai salah satu tujuan yakni untuk meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup. Pembangunan HTI ditujukan bukan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan industri akan tetapi juga untuk menghutankan kembali lahan yang tidak produktif, membuka lapangan pekerjaan, dan mengembangkan bisnis.

Beberapa perusahaan HTI mengembangkan program HTI seperti program Perusahaan Inti Rakyat (PIR). PIR eukaliptus yang ada di Dusun Marubun Panei ini adalah hasil pengembangan PIR yang bekerja sama dengan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) yang dimulai sejak tahun 2002. Dewasa ini, sedikitnya 5.000 hektar lahan masyarakat di sejumlah kabupaten sudah ditanami ekaliptus dan hasilnya dapat menambah pasokan bahan baku bagi industri pulp TPL. Dalam konsep PIR, perusahaan Toba Pulp Lestari, Tbk menyediakan seluruh kebutuhan pertanaman, mulai dari penyediaan bibit hingga biaya penanaman dan perawatan. Pemilik tanah diutamakan menjadi mitra, baik sebagai rekanan maupun pekerja. Dengan demikian, pemilik lahan dapat langsung memperoleh penghasilan baru dari lahannya, sebelum kayu eukaliptus itu sendiri bisa dipanen pada usia 7 tahun. Setelah panen, harga kayu PIR itu sendiri ditetapkan berdasarkan keputusan pemerintah (gubernur). Untuk pertama kalinya pada tahun ini, masyarakat petani mulai menikmati hasil PIR eukaliptus yang ditanam pada lahan masyarakat tersebut.


(16)

Selain PIR eukaliptus, terdapat juga tanaman pinus (Pinus merkusii) yang ditanam pada lahan masyarakat di Dusun Marubun Pane yang disebut dengan hutan rakyat pinus. Hutan rakyat pinus di dusun tersebut merupakan milik perorangan. Hutan rakyat pinus yang ada di Dusun Marubun Pane sudah lama dikenal atau dikelola oleh masyarakat setempat. Para pemilik hutan rakyat pinus mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil penjualan pinus tersebut.

Perumusan Masalah

PIR eukaliptus dinilai dapat memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat peserta PIR. Demikian halnya dengan hutan rakyat pinus juga memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat. Besarnya kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus terhadap pendapatan petani belum diketahui secara pasti, sehingga diperlukan penelitian tentang kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus terhadap pendapatan masyarakat di dusun tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Berapa besar kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus terhadap pendapatan masyarakat?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan masyarakat peserta PIR eukaliptus dengan hutan rakyat pinus?


(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi pendapatan masyarakat dari PIR ekaliptus dan pendapatan masyarakat dari hutan rakyat pinus.

2. Menganalisis perbedaan pendapatan petani PIR eukaliptus dan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus .

3. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan informasi berapa besar kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus terhadap pendapatan masyarakat di Dusun Marubun Pane. 2. Sebagai bahan informasi bagi instansi-instansi terkait serta pihak lainnya


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan dan Manfaatnya

Hutan menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 2 adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Manfaat hutan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan, dinikmati secara langsung oleh masyarakat antara lain berupa kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil hutan ikutan seperti rotan, buah-buahan, madu, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah keberadaan hutan itu sendiri seperti: mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi, memberikan manfaat terhadap kesehatan, pariwisata, estetika dan memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan ketahanan (Salim, 2003). Hutan Tanaman Industri

Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa pendayagunaan sumber daya alam hutan harus dilaksanakan secara teratur, rasional, optimal, bertangungjawab dan sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan. Pembangunan industri hasil hutan menuntut kebutuhan bahan baku yang makin besar. Namun, hal ini akan semakin sulit


(19)

dipenuhi oleh hutan alam yang potensinya makin menurun. Menurunnya potensi hutan alam antara lain disebabkan luas hutan makin berkurang, kerusakan hutan akibat kebakaran, pencurian kayu, perladangan secara berpindah-pindah dan lain-lain. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut, selain peranan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada hutan alam, maka pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan bahan baku (Departemen Kehutanan, 1996).

Sejarah pembangunan hutan di Indonesia, khususnya hutan tanaman telah berlangsung sejak era sebelum memasuki era kemerdekaan. Berbagai kebijakan ditetapkan sebagai landasan hukum kegiatan pembangunan hutan tanaman. Pada dekade 1990, dimulai pembangunan hutan tanaman yang dilakukan secara terintegrasi dengan industri kehutanan. Melalui program Hutan Tanaman Industri diharapkan terwujudnya sasaran bagi terpenuhinya peningkatan produktivitas dan kualitas lahan, pasokan bahan baku kayu bagi kepentingan industri serta penyerapan tenaga kerja dan lapangan berusaha. Mengingat luasnya Indonesia, tidak setiap kawasan dapat dibangun hutan tanaman sekaligus industri pengolahan bahan bakunya. Penentuan lokasi industri kehutanan di Indonesia sangat sulit dilakukan karena sebagian besar lokasi hampir tidak ditopang oleh sektor ekonomi lainnya, misalnya sektor energi, sektor sumber daya manusia dan sektor pengangkutan (Iskandar, dkk, 2003).

Menurut Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1990, Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur itensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Hak Pengusahaan HTI


(20)

adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengelolaan dan pemasaran.

Adapun tujuan pembangunan HTI adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan (pro-poor) dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment);

2. Mendorong daya saing produk industri perkayuan (penggergajian, kayu lapis, pulp dan paper, meubel dan lain-lain) untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor (Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, 2009).

Menurut Zain (1997), persyaratan keberhasilan pembangunan HTI pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi empat aspek penting, yakni:

1. Aspek pengaturan yang jelas dan berkesinambungan baik dalam perencanaan makro dan jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

2. Aspek lokasi, masalah tumpang tindih berbagai penggunaan dan hak, persyaratan teknis pemilihan lokasi dan jenis, serta aspek social, ekonomi dan budaya termasuk hukum.

3. Aspek pengelolaan, mulai dari perencanaan, penataan, anggaran biaya, pendekatan seluruh kultur dan upaya rekayasa lahan untuk mendapatkan riap yang sebesar-besarnya.

4. Aspek pendanaan, seperti pengaturan masing-masing pendanaan dengan prosedur dan tata cara yang merangsang dan tidak menghambat.


(21)

Hutan Tanaman Industri (HTI) dikelola dan diusahakan berdasarkan prinsip pemanfataan yang optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan sumber daya alamiah serta dengan menerapkan prinsip ekonomi dalam pengusahaannya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Pengelolaan satu kesatuan HTI yang disebut unit HTI merupakan unit pengusahaan yang terdiri dari satu atau lebih kelas perusahaan. Kelas perusahaan pada pengusahaan HTI ada empat kelas, yaitu:

1. Kelas perusahaan kayu pertukangan 2. Kelas perusahaan kayu serat

3. Kelas perusahaan kayu energi

4. Kelas perusahaan kayu perusahaan hasil hutan bukan kayu (Departemen Kehutanan, 1996).

Dalam pembangunan HTI di setiap unit usaha telah diatur tata penggunaan lahannya/tata ruangnya sebagai berikut :

a. Areal Tanaman Pokok ± 70 % b. Areal Tanaman Unggulan ± 10 % c. Areal Tanaman Kehidupan ± 5 % d. Kawasan Lindung ± 10 %

e. Sarana Prasarana ± 5 % (Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman, 2009).

Adapun beberapa ciri pokok HTI, di antaranya adalah:

1. Sistem silvikultur yang diterapkan adalah tebang habis dengan penanaman kembali.


(22)

3. Potensi produksi yang tinggi, baik kuantitas maupun kualitasnya, yang dicapai dengan penerapan silvikultur intensif.

4. Pengusahaan HTI adalah pengusahaan hutan dalam suatu kawasan hutan yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tegakan, pemungutan hasil, pengolahan sampai pemasarannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka jenis-jenis pohon yang diusahakan dalam pembangunan HTI diupayakan memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Kesesuaian dengan tempat tumbuhnya (iklim, tipe tanah, kesuburan tapak). 2. Kayunya sesuai dengan kebutuhan industri yang akan dipasok.

3. Memiliki riap tinggi dan diharapkan cepat tumbuhnya. 4. Dikuasai teknologi budi dayanya (Hartini, K.S., 2010).

Implementasi pembangunan HTI merupakan sebuah usaha yang sangat diatur oleh pemerintah (heavily regulated), bahkan cenderung sangat kaku (rigid). Untuk mengatur penyaluran dana reboisasi ke perusahaan patungan saja hampir setiap tahun terbut Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Yang dimaksud dengan perusahaan patungan adalah perseroan terbatas yang dibentuk oleh BUMN kehutanan dengan Badan Usaha Milik Swasta.

Pemegang izin HTI berkewajiban memabangun HTI di areal kerjanya yang telah ditetapkan dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai berikut. 1. Membuat Rencana Karya Pengusahaan HTI selambat-lambatnya delapa

belas bulan setelah terbitnya SK. HPHTI.

2. Membuat Rencana Karya Tahunan HTI sesuai pedoman. 3. Melaksanakan penataan batas areal kerjanya.


(23)

4. Mengelola areal pengusahaan HTI berdasarkan Rencana Karya dan ketentuan di bidang kehutanan yang berlaku.

5. Membayar iuran HPHTI dan iuran hasil atas hutan yang dipungut dari areal kerjanya.

6. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu lima tahun sejak terbit SK HPHTI, pemegang hak membuat tanaman sidikit-dikitnya sepersepuluh dari luas areal yang diberikan.

7. Selambat-lambatnya jangka waktu 25 tahun seluruh HPHTI yang telah diberikan harus ditanami.

8. Segera menanami kembali setelah melakukan penebangan sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Untuk mempekerjakan secukupnya tenaga-tenaga ahli kehutanan yang memenuhi persyaratan menurut penilaian menteri di bidang:

a. Perencanaan hutan b. Silvikultur

c. Pengelolaan Hutan

10. Kewajiban membina masyarakat di dalam dan di sekitar arealnya (Departemen Kehutanan, 1996).

Hak Pengusahaan HTI dapat dicabut apabila:

1. Pemegang izin HTI tidak melaksanakan secara nyata selambat-lambatnya dalam dua belas hari sejak terbitnya SK. HPHTI.

2. Pemegang izin HTI tidak menyerahkan Rencana Karya Pengusahaan HTI dan/atau Rencana Karya Tahunan HTI selambat-lambatnya delapan belas bulan sejak terbitnya SK. HPHTI atau sesuai ketentuan yang berlaku.


(24)

3. Pemegang HPHTI menghentikan pekerjaannya dan meninggalkan arealnya selama 24 bulan terus-menerus sebelum HPHTI berakhir.

4. Pemegang HPHTI tidak membayar iuran hasil hutan terhadap hasil hutan yang telah diambil dari areal kerjanya.

5. Berdasarkan penilaian Menteri Kehutanan setelah lebih dari lima tahun sejak diterbitkan SK. HPHTI pembangunan HTI yang dilaksanakan tidak berhasil karena kelalaian yang bersangkutan.

6. Pemegang HPHTI dalam jangka waktu paling lama 24 bulan tidak melaksanakan kegiatan penanaman setelah penebangan.

(Departemen Kehutanan, 1996).

Deskripsi Eukaliptus

Eucalyptus sp. termasuk famili Myrtaceae yang terdiri dari ± 700 jenis. Jenis eukaliptus dapat berupa semak atau perdu sampai mencapai ketinggian puluhan meter. Umumnya berbatang bulat, lurus, tidak berbanir dan sedikit bercabang. Pohon pada umumnya bertajuk ramping, ringan dan banyak meloloskan sinar matahari. Daun berbentuk lanset hingga bulat telur memanjang dan bagian ujungnya runcing membentuk kait. Letak daun pada pohon yang masih muda berhadapan dan ukurannya sering berbeda dan lebih besar daripada pohon tua. Eukaliptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai finir, plywood, furniture, dan bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Eukaliptus merupakan spesies yang cepat tumbuh (Litbang, 1994).


(25)

Adapun taksonomi tanaman eukaliptus adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Myrtales Famili : Mrytaceae Genus : Eucalyptus Spesies : Eucalyptus sp.

Hutan Tanaman Industri Pola PIR Eukaliptus

Hutan Tanaman Industri pola PIR Eukaliptus adalah suatu usaha pelaksanaan pembangunan hutan tanaman industri dengan menggunakan lahan kawasan hutan sebagai inti dan lahan masyarakat baik lahan milik/adat/marga sebagai plasma. Pada dasarnya seluruh kegiatan produksi dibiayai oleh Perusahaan Inti mulai dari penyediaan bibit, pupuk dan bimbingan teknis di lapangan. Selain itu mereka juga akan memperoleh upah apabila mereka mengerjakan sendiri seluruh aspek kegiatan produksi seperti persiapan/pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemeliharaan tegakan dan pemanennya (TPL, 2004 dalam Nahampun, 2005).

Hutan Rakyat dan Manfaatnya

Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/Gerhan) yang telah dimulai pada tahun 2003 masih perlu dilanjutkan mengingat masih adanya lahan tidak produktif di luar kawasan hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih adanya lahan tidak produktif di luar kawasan hutan dengan kondisi masyarakatnya yang masih memerlukan pemberdayaan. Melalui pembangunan hutan rakyat yang


(26)

berkelanjutan dari tahun ketahun serta pengelolaannya diarahkan sebagai usaha kelompok tani secara mandiri, diharapkan akan mempercepat upaya rehabilitasi lahan, perbaikan lingkungan, pemenuhan kebutuhan kayu sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan disekitar hutan. Agar pelaksanaan pembuatan tanaman hutan rakyat kegiatan GNRHL/Gerhan dapat lebih terarah, berdaya guna dan berhasil guna maka perlu disusun pedoman yang merupakan penyempurnaan dari petunjuk pelaksanaan sebelumnya (Permenhut, 2004)

Tujuan pembuatan tanaman hutan rakyat adalah terwujudnya tanaman hutan rakyat sebagai upaya rehabilitasi, untuk meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat berupa kayu-kayuan dan non kayu, memberikan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, serta meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Sasaran lokasi pembuatan tanaman hutan rakyat adalah lahan milik rakyat, tanah adat atau lahan di luar kawasan hutan yang memiliki potensi untuk pengembangan hutan rakyat, dapat berupa lahan tegalan dan lahan pekarangan yang luasnya memenuhi syarat sebagai hutan rakyat dalam wilayah DAS Prioritas (Permenhut, 2004).

Hutan rakyat dalam pengertian menurut peraturan perundang-undangan UU No.41/1999) adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang


(27)

ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga

terjadi secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Hardjosoediro, 1980 ).

Sebagian besar penulis artikel dan peneliti tentang hutan rakyat sepakat bahwa secara fisik hutan rakyat itu tumbuh dan berkembang di atas lahan milik pribadi, dikelola dan dimanfaatkan oleh keluarga, untuk meningkatkan kualitas kehidupan, sebagai tabungan keluarga, sumber pendapatan dan menjaga lingkungan. Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun lahan yang dikuasai oleh negara. Hutan rakyat tersusun dari satuan ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan usaha tani semusim, peternakan, barang dan jasa, serta rekreasi alam. Bentuk dan pola hutan rakyat di Indonesia sebagai inisiatif masyarakat adalah antara lain : hutan rakyat sengon, hutan rakyat jati, hutan rakyat campuran, hutan rakyat suren (Awang, 2001).

Hutan rakyat itu sendiri mempunyai manfaat seperti:

1. Upaya meningkatkan pendapatan petani sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

2. Memanfaatkan secara secara maksimal dan lesatari lahan yang tidak produktif dan mengelolanya agar menjadi lahan yang subur sehingga akan lebih baik untuk usaha tanaman pangan.


(28)

3. Meningkatkan produksi kayu bakar dalam mengatasi kekurangan kayu bakar, penyediaan kebutuhan kayu perkakas, bahan bangunan dan alat rumah tangga.

4. Untuk penyediaan bahan baku industri pengolahan yang memerlukan bahan baku kayu, seperti pabrik kertas, pabrik korek api dan lain-lain.

5. Menambah lapangan kerja bagi penduduk di pedesaan.

6. Membantu mempercepat usaha rehabilitasi lahan kritis dalam mewujudkan terbinanya lingkungan hidup sehat dan kelestarian sumber daya alam (Departemen Kehutanan, 1996).

Sasaran pembangunan hutan rakyat adalah lahan milik dengan kriteria :

1. Areal kritis dengan keadaan lapangan berjurang dan bertebing yang mempunyai kelerengan lebih dari 30%;

2. Areal kritis yang telah diterlantarkan atau tidak digarap lagi sebagai lahan pertanian tanaman pangan semusim;

3. Areal kritis yang karena pertimbangan-pertimbangan khusus seperti untuk perlindungan mata air dan bangunan pengairan perlu dijadikan areal tertutup dengan tanaman tahunan;

4. Lahan milik rakyat yang karena pertimbangan ekonomi lebih menguntungkan bila dijadikan hutan rakyat daripada untuk tanaman semusim (Jaffar, 1993).

Sebagaimana diketahui bahwa hutan rakyat sampai saat ini diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara


(29)

tidak langsung berpengaruh pada perekonomian desa. Ekonomi pedesaan yang dimaksud disini lebih diartikan sebagai ekonomi yang berlaku di wilayah pedesaan. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Usaha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia (Darusman dan Hardjanto, 2006).

Hutan rakyat juga memiliki peranan penting dalam memasok kebutuhan kayu bagi industri kayu di Indonesia. Salah satu contoh Hutan Rakyat di Jawa berpotensi memasok bahan baku kayu sampai 40 persen dari kebutuhan nasional yang kini mencapai 43 juta meter kubik per tahun (Antara News, 2010).

Deskripsi Pinus

Pinus pada umumnya memiliki pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili, panjang 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk Kayunya untuk berbagai keperluan, konstruksi ringan, mebel, pulp, korek api dan sumpit. Sering disadap getahnya. Pohon tua dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin per


(30)

tahun. Cocok untuk rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran dan tanah tidak subur (Dephut, 2001).

Adapun taksonomi tanaman pinus adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae

Divisi : Angiospermae Class : Dicotylodinae Family : Pinaceae Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kondisi geografis

Dusun Marubun Pane terletak di Kelurahan Tiga Runggu, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dengan luas ± 200 Ha. Secara geografis, Dusun Marubun Pane berbatasan dengan:

Sebelah Timur : Kecamatan Raya Sebelah Barat : Desa Urung Pane Sebelah Utara : Kecamatan Raya

Sebelah Selatan : Kecamatan Dolok Pardamean

Secara Umum kondisi dan kemiringan lahan Kelurahan Tigarunggu terletak pada ketinggian ± 1300 mdpl, dimana kawasan ini adalah daerah datar, bergelombang, dan berbukit serta memiliki bentang alam yang tinggi. Pada umumnya, tanah di daerah ini dikategorikan sedang hingga subur. Iklim di daerah ini dikategorikan sebagai iklim tropis dengan curah 139 mm/tahun dengan suhu udara 230C - 320C. Lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 1 berikut :


(31)

Gambar 1. Suasana lokasi penelitian Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Tata guna lahan di Dusun Marubun Pane didominasi oleh perladangan, yaitu tanaman-tanaman pertanian (tanaman pangan semusim) seperti padi, palawija, jagung, dan lain sebagainya. Selain itu digunakan juga untuk tanaman kopi. Lahan PIR eukaliptus maupun hutan rakyat pinus merupakan lahan yang kurang produktif. Gambar 2 berikut merupakan salah satu lahan peserta PIR eukaliptus.

Gambar 2. Lahan PIR eukaliptus di Dusun Marubun Pane


(32)

Lahan PIR eukaliptus biasanya berada lahan miring (kurang produktif) seprti terlihat pada Gambar 2 di atas. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanah, dapat mencegah erosi, dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Demikian juga halnya dengan lahan hutan rakyat pinus juga berada pada lahan miring seperti (kurang produktif) seperti terlihat pada Gambar 3 berikut :

Gambar 3. Hutan rakyat pinus di Dusun Marubun Pane

Berdasarkan data monografi desa tahun 2010, jumlah penduduk Dusun Marubun Pane adalah sebanyak 305 jiwa, 73 KK dengan rincian penduduk yang berumur 0-9 tahun sebanyak 110 orang, umur 10-19 tahun sebanyak 45 orang, umur 20-29 sebanyak 50 orang, umur 30-39 sebanyak 44 orang, umur 40-49 sebanyak 19 orang, umur 50-59 sebanyak 25 orang, umur 60 tahun ke atas sebanyak 12 orang. Sebagian besar penduduk Dusun Marubun Pane bermata pencaharian sebagai petani. Hanya sebagian kecil saja yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengusaha ataupun wiraswasta. Tata guna


(33)

lahan di Dusun Marubun Pane didominasi oleh perladangan, yaitu tanaman-tanaman pertanian seperti padi, palawija, dan kopi.

Persentase jumlah penduduk di Dusun Marubun Pane dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

Gambar 4. Persentase jumlah penduduk berdasarkan usia Aksesibilitas

Dusun Marubun Pane, Kelurahan Tigarunggu bisa dicapai dengan

menggunakan mobil maupun kendaraan bermotor. Adapun jarak dari Dusun Marubun Pane ke Ibukota Kecamatan adalah 6 km, dari ibukota kabupaten 50 km,

dan dari ibu kota provinsi 140 km. Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Dusun Marubun Pane seperti jalan sebagai sarana perhubungan, rumah ibadah, dan sekolah dasar. Sarana jalan sangat dibutuhkan di dusun ini untuk kelancaran pengangkutan hasil-hasil pertanian dari dusun tersebut. Dusun Marubun Pane belum memiliki saran telepon, tapi pada umumnya penduduk Dusun Marubun Pane sudah memiliki dan menggunakan telepon genggam (ponsel).

110

45

30

44

19 25

12 0 20 40 60 80 100 120 Usia 0-9 Tahun Usia 10-19 Tahun Usia 20-29 Tahun Usia 30-39 Tahun Usia 40-49 Tahun Usia 50-59 Tahun Usia 60 Tahun ke atas


(34)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Marubun Pane, Kelurahan Tigarungu, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2011.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner, alat dokumentasi, dan alat-alat tulis.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan analisa kuantitatif. Pada penelitian ini akan dikaji besarnya kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus terhadap pendapatan rumah tangga. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan kuisioner. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer meliputi identitas petani peserta PIR dan identitas petani pemilik hutan rakyat (nama, umur, jumlah anggota keluarga, pendidikan), bentuk pengelolaan (luas lahan, status lahan), serta mata pencaharian dan pendapatan keluarga. Data sekunder meliputi kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan desa dan kecamatan.

Populasi dan Sampel

Penelitian ini merupakan penelitian populasi dimana jumlah masyarakat yang mengikuti PIR eukaliptus adalah sebanyak 21 orang, sedangkan jumlah masyarakat yang memiliki hutan rakyat pinus adalah sebanyak 20 orang. Menurut


(35)

Arikunto (2006) apabila subjeknya kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semuanya sehingga merupakan penelitian populasi.

Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif sesuai dengan tujuan penelitian. Dari data yang diperoleh, dilakukan perhitungan semua pendapatan, baik pendapatan dari keikutsertaan dalam program PIR maupun pendapatan lainnya.

1. Pendapatan masyarakat

Adapun pendapatan masyarakat yang akan dianalisis yaitu: • Pendapatan dari PIR/ hutan rakyat

• Pendapatan dari sumber lainnya

Besar kontribusi dari PIR eukaliptus (C1) dihitung dengan membandingkan pendapatan masyarakat dari PIR eukaliptus dengan pendapatan total (Ct) yakni pendapatan masyarakat dari PIR eukaliptus dan pendapatan lainnya atau dengan rumus yang dinyatakan oleh Jaryah (2005), yaitu:

% C1 =C1

Ct X 100%

Besar kontribusi dari hutan rakyat pinus (C2) dihitung dengan membandingkan pendapatan masyarakat dari pendapatan hutan rakyat pinus dengan pendapatan total (Ct) yakni pendapatan dari hutan rakyat dan pendaptan lainnya, atau dengan rumus:

% C2 =C2

Ct X 100%

dimana :


(36)

C2: pendapatan masyarakat dari hutan rakyat pinus Ct : pendapatan total masyarakat

2. Analisis perbedaan PIR Ekaliptus dengan PIR Pinus

Analisis perbedaan ini dilakukan dengan melakukan Uji Statistik Parametrik, yakni Independent Sample Test dengan menggunakan program

Statistical Package for Social Science (SPSS). Uji ini merupakan pengujian dua sampel data yang independen, dimana unsur yang dipilih pada sampel pertama tidak bergantung pada unsur yang dipilih pada sampel kedua. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan antara pendapatan

masyarakat peserta PIR eukaliptus dengan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus.

3. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat dilakukan analisis regresi linier berganda dengan meggunakan program SPSS. Bentuk persamaan regresi linier berganda tersebut adalah :

Y = b0 +b1X1+b2X2 +b3X3+b4X4+ b5X5+C dimana :

Y = pendapatan masyarakat peserta PIR/ masyarakat pemilik hutan rakyat X1 = umur masyarakat

X2 = pendidikan masyarakat

X3 = luas pemilikan lahan PIR/ luas pemilikan lahan hutan rakyat X4 = pendapatan di luar sektor kehutanan

X5 = luas lahan pertanian Uji F


(37)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun bentuk pengujiannya :

H0: b1 = 0, artinya semua variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

H1: b1 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

�ℎ�����= R

2/k

(1−R2)/(n−k−1)

Adapun kriteria uji yang digunakan: F hitung < F tabel : maka terima H0 F hitung > F tabel : maka tolak H0 Uji t

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Adapun bentuk pengujiannya:

H0: Bj = Bj0, artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

H0: Bj ≠ Bj0, artinya variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

�ℎ����� =��− ��0

��� Adapun kriteria uji yang digunakan :

T hitung < T tabel : maka terima H0 T hitung > T tabel : maka tolak H0


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendapatan Peserta PIR Eukaliptus

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan di Dusun Marubun Pane, diketahui bahwa terdapat 20 kepala keluarga (KK) yang telah menerima hasil penjualan PIR eukaliptus. Keikutsertaan masyarakat terhadap PIR eukaliptus memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Adapun kontribusi yang diperoleh dari hasil penjualan eukaliptus (per tahun) adalah sebesar Rp. 26.222.500,00 sehingga diperoleh rata-rata pendapatan PIR eukaliptus sebesar Rp. 1.311.125,00 per tahun.

Pada umumnya, pendapatan masyarakat peserta PIR eukaliptus berbeda tiap individu. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik sosial ekonomi tiap responden. Besar pendapatan masyarakat dari PIR eukaliptus dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Pendapatan PIR eukaliptus

No. Pendapatan (Rupiah/Tahun) Jumlah responden Persentase (%)

1 100.000-1.000.000 12 60

2 1.100.000-2.000.000 4 20

3 2.100.000-3.000.000 1 5

4 3.100.000-4.000.000 1 5

5 4.000.000-5.000.000 2 10

Total 20 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui kontribusi PIR eukaliptus

terhadap pendapatan masyarakat. Tingkat pendapatan paling rendah berada pada Rp. 100.000,00 - Rp. 1.000.000,00 sebanyak 12 responden (60%). Tingkat pendapatan

paling tinggi di atas Rp. 4.000.000,00-5.000.000,00 sebanyak 2 responden (10%). Pendapatan Masyarakat Pemilik Hutan Rakyat Pinus


(39)

Masyarakat pemilik hutan rakyat pinus di Dusun Marubun Pane ada sebanyak 21 kepala keluarga (KK). Hutan rakyat pinus juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Adapun kontribusi yang diperoleh dari hasil penjualan pinus (per tahun) adalah sebesar Rp. 33.128.500,00 atau dengan rata-rata sebesar Rp. 1.577.547,699 per tahun.

Kontribusi hutan rakyat pinus terhadap pendapatan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :

Tabel 2. Pendapatan hutan rakyat pinus

No. Pendapatan (Rupiah/Tahun) Jumlah responden Persentase (%)

1 100.000-1.400.000 15 71,43

2 1.500.000-2.900.000 2 9,52

3 3.000.000-4.400.000 1 4,76

4 4.500.000-5.900.000 1 4,76

5 6.000.000-7.000.000 2 9,52

Total 21 100

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan paling rendah berada pada Rp. 100.000,00 - Rp.1.400.000,00 sebanyak 15 responden (71,43%), sedangkan tingkat pendapatan paling tinggi di atas Rp. 6.000.000,00-7.400.000,00 sebanyak 2 responden (9,52%).

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa hutan rakyat pinus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pembentukan hutan rakyat yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (1996) yang menyatakan bahwa selain untuk kepentingan lingkungan, hutan rakyat juga berguna untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus kesejahteraannya.

Analisis Perbedaan Pendapatan PIR Ekaliptus dengan Hutan Rakyat Pinus Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, dapat diketahui bahwa PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat.


(40)

Namun, besar kontribusi antara pendapatan PIR eukaliptus dengan hutan rakyat pinus tidaklah sama. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Perbedaan pendapatan PIR eukaliptus dengan pendapatan hutan rakyat pinus

No. Kelompok PIR Kelompok hutan rakyat

Sumber pendapatan

Jumlah pendapatan

(Rupiah/tahun) %

Sumber pendapatan

Jumlah

pendapatan %

1 PIR eukaliptus 26.225.500 6,86 Hutan rakyat 33.128.500 7,63

2 Lain-lain 355.900.000 93,14 Lain-lain 400.900.000 92,37

Total 382.125.500 100 Total 434.028.500 100

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, dapat diketahui bahwa keikutsertaan masyarakat terhadap PIR eukaliptus dapat memberikan peningkatan pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari persentase pendapatan PIR eukaliptus 6,86% terhadap pendapatan total masyarakat. Demikian juga halnya dengan hutan rakyat pinus memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat sebesar 7,63% dari total pendapatan masyarakat. Tabel 3 menunjukkan bahwa kontribusi hutan rakyat pinus sedikit lebih besar dibandingkan dengan kontribusi PIR eukaliptus. Hal ini disebabkan oleh rata-rata pendapatan pemilik hutan rakyat pinus lebih besar dari rata-rata pendapatan peserta PIR eukaliptus.

Secara kuantitatif, kontribusi hutan rakyat pinus diketahui lebih besar dari kontribusi PIR eukaliptus. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan PIR eukaliptus dengan pendapatan hutan rakyat pinus maka dilakukan analisis perbedaan dengan menggunakan uji T yakni

Independent T Test pada program SPSS. Prosedur ini merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan dua sampel yang tidak berhubungan. Adapun hasil uji tersebut seperti terlihat pada Tabel 4 berikut :


(41)

Tabel 4. Analisis perbedaan PIR ekaliptus dengan masyarakat pemilik hutan rakyat

Uji Levene untuk Persamaan Varians Uji t untuk Persamaan Rata-rata

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Rat.Pendapatan Varians diasumsikan

sama 1.047 .313 -.198 38 .844

Berdasarkan Tabel 4 di atas, diketahui bahwa nilai signifikansi statistik uji T yang dilakukan adalah sebesar 0,844. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai selang kepercayaan yang digunakan (0,05), yang berarti bahwa terdapat tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat peserta PIR dengan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus. Hal tersebut juga dapat dilihat dari besar kontribusi PIR eukaliptus dan hutan rakyat pinus tidak berbeda jauh dimana PIR eukaliptus adalah sebesar 6,86% dan kontribusi kontribusi hutan rakyat pinus adalah sebesar 7,63%.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Pendapatan Masyarakat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat yaitu sebagai berikut.

Umur responden

Umur merupakan salah satu variabel yang diasumsikan mempunyai pengaruh terhadap besar pendapatan responden. Hal ini dikarenakan semakin lama seorang responden mengikuti PIR atau mengelola hutan rakyat, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh. Sebaran umur masyarakat pemilik PIR maupun pemilik hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :


(42)

Tabel 5. Umur responden Umur masyarakat

(Tahun)

Frekuensi

Peserta PIR Pemilik Hutan Rakyat

30-39 3 1

40-49 2 2

50-59 9 6

60-69 5 6

70-79 1 6

Total 20 21

Sebaran umur masyarakat peserta PIR yang paling banyak berada pada kelompok di atas 50 tahun, yakni sebanyak 15 orang. Sedangkan sebaran umur pemilik hutan rakyat berada pada kelompok di atas 50 tahun sebanyak 18 orang, sedangkan umur responden yang paling sedikit adalah pada sebaran umur di bawah 49 tahun.

Tingkat pendidikan responden

Tingkat pendidikan dinilai dapat mempengaruhi besar pendapatan responden karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Tingkat pendidikan yang dimaksud merupakan jenjang pendidikan formal para responden, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :

Tabel 6. Tingkat pendidikan responden

Pendidikan Frekuensi

Peserta PIR Pemilik Hutan Rakyat

Tidak tamat SD - -

SD 12 13

SMP 3 1

SMA 4 5

Diploma/Sarjana 1 2

Total 20 21

Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat peserta PIR adalah SD sebanyak 12 orang. Demikian juga halnya dengan pemilik hutan rakyat sebagian besar berpindidikan SD yakni sebanyak 13 orang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan para


(43)

responden, baik peserta PIR eukaliptus maupun pemilik hutan rakyat pinus masih tergolong rendah.

Luas lahan PIR/hutan rakyat responden

Luas lahan PIR maupun hutan rakyat dinilai memiliki pengaruh terhadap besar pendapatan masyarakat. Hal ini dikarenakan semakin luas lahan yang dikelola, maka semakin besar pula pendapatan yang diterima. Adapun luas lahan PIR eukaliptus maupun luas lahan hutan rakyat pinus dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7. Luas lahan PIR/hutan rakyat Luas Pemilikan Lahan

(Ha)

Frekuensi

Peserta PIR Pemilik Hutan Rakyat

0,2-1,4 13 21

1,5-2,7 3 -

2,8-4,2 1 -

4,3-5,5 2 -

5,6-6,8 1 -

Total 20 21

Berdasarkan Tabel 7 tersebut dapat diketahui luas lahan peserta PIR eukalptus sebagian besar berada pada luasan 0,2-1,4 ha dengan jumlah responden sebanyak 13 orang, sedangkan luas hutan rakyat pinus dari seluruh responden berada pada kelompok 0,2-1,4 ha. Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata luas PIR lebih besar dibandingkan dengan luas hutan rakyat. Rata-rata luas lahan yang digunakan untuk PIR eukaliptus jauh lebih besar dibandingkan dengan luas lahan hutan rakyat pinus.

Pendapatan responden di luar sektor kehutanan

Pendapatan di luar sektor kehutanan yang dimaksud merupakan pendapatan para responden selain dari keikutsertaan terhadap PIR eukaliptus/


(44)

kepemilikan hutan rakyat pinus. Sebagian besar penghasilan masyarakat selain sektor kehutanan adalah dari sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor pendapatan yang utama bagi para responden. Pendapatan masyarakat di luar sektor kehutanan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Pendapatan di luar sektor kehutanan Pendapatan di luar kehutanan

(Rp/Tahun)

Frekuensi

Peserta PIR Pemilik Hutan Rakyat

5.100.000,00-15.000.000,00 14 10

15.100.000,00-25.000.000,00 3 8

25.100.000,00-35.000.000,00 - 1

35.100.000,00-45.000.000,00 1 1

45.100.000,00-55.000.000,00 2 1

Total 20 21

Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar

pendapatan masyarakat peserta PIR (di luar kehutanan) adalah Rp. 5.100.000,00 - Rp. 15.000.000,00 dengan frekuensi sebanyak 14 orang. Demikian juga halnya

dengan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat berada pada Rp. 5.100.000,00 - Rp. 15.000.000,00 dengan frekuensi sebanyak 10 orang. Luas lahan pertanian responden

Luas lahan pertanian dinilai dapat mempengaruhi pendapatan responden. Apabila semakin luas lahan yang digunakan untuk PIR eukaliptus/hutan rakyat pinus, maka luas lahan pertanian akan semakin sedikit, dan sebaliknya. Luas lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat peserta PIR dan pemilik hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :

Tabel 9. Luas lahan pertanian responden Luas lahan pertanian

(Ha)

Frekuensi

Peserta PIR Pemilik Hutan Rakyat

1,0-2,4 15 12

2,5-3,9 4 3

4,0-5,4 1 3

5,5-6,9 - 1

7,0-8,4 - 2


(45)

Luas lahan pertanian yang dimiliki masyarakat peserta PIR dengan frekuensi terbanyak adalah 1,0 ha - 2,4 ha sebanyak 15 orang. Demikian juga halnya dengan luas lahan pertanian yang dimiliki pemilik hutan rakyat dengan frekuensi terbanyak berada pada luasan 1,0-2,4 ha dengan jumlah 12 orang. Rata-rata luas lahan pertanian yang dimiliki masyarakat pemilik hutan rakyat pinus lebih luas dibandingkan dengan luas lahan pertanian yang dimiliki masyarakat peserta PIR eukaliptus. Hal ini disebabkan luas lahan untuk hutan rakyat pinus jauh lebih sedikit dibandingkan dengan luas lahan untuk PIR eukaliptus.

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat

Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (umur, pendidikan, luas pemilikan lahan PIR/Hutan rakyat, pendapatan pertanian, dan luas lahan seluruhnya) terhadap pendapatan responden.

Model penduga pendapatan masyarakat dari keikutsertaan PIR eukaliptus disajikan dalam Tabel 10 berikut :

Tabel 10. Koefisien regresi linier PIR eukaliptus

Model

Koefisien Tidak Terstandar

Koefisien Terstandar

t Sig.

B Std. Error Beta

(Konstanta) -.986 .894 -1.103 .289

Umur .238 .131 .192 1.820 .090

Pendidikan .206 .167 .141 1.231 .238

luas.lahan.pir .747 .083 .879 8.999 .000

pendapatan.luar.kehutanan -.007 .072 -.007 -.098 .924

luas.lahan.pertanian .041 .144 .023 .284 .781

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan, maka didapat persamaan regresi untuk pendapatan masyarakat peserta PIR, yaitu :


(46)

Y = - 0,986 + 0,238 X1 + 0,206 X2 + 0,747 X3 - 0,007 X4 + 0,041X5

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar -0,986 yang berarti jika variabel X1, X2, X3, X4, dan X5 sama dengan nol, maka

nilai Y adalah sebesar -0,986. Variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas lahan PIR (X3), dan luas lahan pertanian (X5) memiliki nilai positif. Hal ini berarti bahwa peningkatan umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas PIR (X3), dan variabel luas lahan pertanian (X5) setiap satu satuan akan mengakibatkan peningkatan pendapatan masyarakat peserta PIR berturut-turut sebesar 0,238; 0,206; 0.747 dan 0.041 dengan asumsi bahwa di variabel X4 dalam keadaan tetap (konstan). Dengan demikian, semakin tinggi umur, pendidikan, luas lahan PIR dan luas lahan pertanian maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh.

Nilai negatif pada variabel pendapatan di luar kehutanan (X4) menunjukkan hubungan yang tidak searah dengan variabel terikat pendapatan (Y), yaitu jika setiap kenaikan satu satuan variabel X4 akan menyebabkan penurunan sebesar -0.007 terhadap variabel terikat (Y) dengan asumsi bahwa variabel umur, pendidikan, luas PIR, dan luas lahan pertanian adalah tetap (konstan). Berdasarkan hasil analisis secara statistik, variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat adalah luas PIR (dengan nilai signifikansi 0.000).

Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Uji F merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Nilai F hitung diperoleh dengan menggunakan program SPSS. Nilai F hitung tersebut disajikan dalam Tabel 11 berikut :


(47)

Tabel 11. Anova PIR eukaliptus Model

Jumlah

Kuadrat df

Rata-rata

Kuadrat F Sig.

Regression 36.569 5 7.314 45.896 .000a

Residual 2.231 14 .159

Total 38.800 19

Pada Tabel 10 di atas diketahui bahwa F hitung adalah sebesar 45,896, dengan F tabel sebesar 4.69. Hal berarti bahwa F hitung > F tabel sehingga H1 diterima. Hal ini berarti pula bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas PIR (X3), variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan di luar kehutanan (X5) terhadap variabel pendapatan peserta PIR eukaliptus (Y).

Uji Signifikan Individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji secara parsial pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa:

1. Variabel umur (X1) memiliki t hitung = 1,82. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 1,82 > 1,7613. Hal ini berarti pula bahwa H1 diterima

(variabel umur secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peserta PIR eukaliptus).

2. Variabel pendidikan (X2) memiliki t hitung = 1,231. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 1,231 < 1,7613. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima

(variabel pendidikan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peserta PIR eukaliptus). Variabel pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan disebabkan oleh pendidikan responden sebagian besar berada pada satu kelompok, yakni SD.


(48)

3. Variabel luas PIR eukaliptus (X3) memiliki t hitung = 8,999. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 8,999 > 1,7613. Hal ini berarti pula bahwa H1 diterima (variabel luas PIR secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peserta PIR eukaliptus). Dengan demikian, semakin besar luas lahan PIR eukaliptus, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh.

4. Variabel pendapatan di luar sektor kehutanan (X4) memiliki t hitung =

-0,098. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel =-0,098 < 1,7613. Hal ini

berarti pula bahwa H0 diterima (variabel pendapatan di luar sektor kehutanan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peserta PIR eukaliptus). Variabel X4 tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan masyarakat disebabkan oleh pendapatan di luar kehutanan relatif homogen.

5. Variabel luas lahan pertanian (X5) memiliki t hitung = 0,284. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 0.284 < 1.7613. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima (variabel luas lahan pertanian secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan peserta PIR). Hal ini disebabkan oleh luas lahan pertanian yang dimiliki oleh peserta PIR dominan berada pada kelas luas lahan di bawah 2 Ha.

Analisis Koefisien Determinasi

Berdasarkan analisis statistik yang dilakukan, maka didapat koefisien determinasi PIR eukaliptus seperti terlihat pada Tabel 12 berikut :

Tabel 12. Model ringkasan regresi linier PIR eukaliptus

Model R R Kuadrat

R Kuadrat yang

Disesuaikan Std. Error Perkiraan


(49)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa :

1. R (koefisien korelasi) = 97,1%. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas PIR (X3), variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan pertanian (X5) terhadap pendapatan peserta PIR (Y) adalah sebesar 97,1%.

2. R kuadrat (koefisien determinasi) adalah sebesar 94,3%.

3. R kuadrat yang disesuaikan adalah sebesar 92,2%. Hal ini berarti bahwa 96.4% pendapatan peserta PIR dapat dijelaskan oleh variabel, pendidikan, variabel luas PIR , variabel luas lahan pertanian, dan variabel pendapatan pertanian.

Adapun model penduga pendapatan masyarakat dari hutan rakyat pinus disajikan dalam Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Koefisien regresi linier hutan rakyat pinus

Model

Koefisien Tidak Terstandar

Koefisien Terstandar

t Sig.

B Std. Error Beta

(Konstanta) -1.313 1.090 -1.205 .247

Umur .097 .171 .060 .571 .577

Pendidikan .047 .184 .034 .257 .800

luas.lahan.hr 1.058 .125 .914 8.455 .000

pendapatan.luar.kehutanan -.102 .148 -.082 -.693 .499

luas.lahan.pertanian .208 .122 .185 1.707 .109

Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan, maka didapat persamaan regresi untuk pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat, yaitu :

Y = -1,313 + 0,097 X1 + 0,047 X2 + 1,058 X3 - 0,102 X4 + 0,208 X5

Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai konstanta sebesar -1,313 yang berarti jika variabel X1, X2, X3, X4, dan X5 sama dengan nol, maka


(50)

nilai Y adalah sebesar -1,313. Variabel umur (X1), pendidikan (X2), luas hutan rakyat (X3), dan variabel pendapatan di luar kehutanan (X5) memiliki nilai positif. Hal berarti bahwa peningkatan variabelX1, X2, X3, dan X5 setiap satu satuan akan mengakibatkan peningkatan pendapatan masyarakat peserta PIR berturut-turut sebesar 0,097; 0,047; 1,058 dan 0,208 dengan asumsi bahwa variabel pendapatan di luar kehutanan (X4) dalam keadaan tetap (konstan). Dengan demikian, semakin tinggi umur, pendidikan, luas hutan rakyat, dan luas lahan pertanian maka makin tinggi pula pendapatan yang diperoleh.

Nilai negatif pada variabel X4 menunjukkan hubungan yang tidak searah dengan variabel terikat pendapatan (Y), yaitu jika setiap kenaikan satu satuan variabel X4 akan menyebabkan penurunan sebesar -0,102 terhadap variabel terikat

(Y) dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, X3 dan X5 adalah tetap (konstan).

Berdasarkan hasil analisis secara statistik, variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat adalah luas hutan rakyat (dengan nilai signifikansi 0.000).

Uji Signifikan Simultan (Uji F)

Nilai F hitung diperoleh dengan menggunakan program SPSS. Nilai F hitung tersebut disajikan dalam Tabel 14 berikut :

Tabel 14. Anova hutan rakyat pinus Model

Jumlah

Kuadrat df

Rata-rata

Kuadrat F Sig.

Regression 42.976 5 8.595 20.907 .000a

Residual 6.167 15 .411


(51)

Pada Tabel 14 di atas diketahui bahwa F hitung adalah sebesar 20,907, dengan F tabel sebesar 4.56. Hal berarti bahwa F hitung > F tabel sehingga H1 diterima. Hal ini berarti pula bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas hutan rakyat (X3), variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan di luar kehutanan (X5) terhadap variabel pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat (Y).

Uji Signifikan Individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji secara parsial pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan Tabel Koefisien dapat dilihat bahwa:

1. Variabel umur (X1) memiliki t hitung = 0,571. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 0,571 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima

(variabel umur secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Hal ini disebabkan oleh umur responden pemilik hutan rakyat tidak menyebar merata, dimana umur para responden dominan berada di atas 50 tahun.

2. Variabel pendidikan (X2) memiliki t hitung = 0,257. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 0,257 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima

(variabel pendidikan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dikarenakan oleh rata-rata pendidikan responden dominan berada pada satu kelas pendidikan yakni SD.

3. Variabel luas hutan rakyat (X3) memiliki t hitung = 8,455. Hal ini berarti bahwa t hitung > t tabel = 8,455 > 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H1


(52)

diterima (variabel luas hutan rakyat secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan bahwa semakin luas lahan semakin luas lahan hutan rakyat, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat.

4. Variabel pendapatan di luar sektor kehutanan (X4) memiliki t hitung =

-0,693. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = -0,693< 1,7531. Hal ini

berarti pula bahwa H0 diterima (variabel pendapatan di luar sektor kehutanan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dikarenakan oleh pendapatan responden di luar sektor kehutanan sebagian besar berada pada satu kelas pendapatan, yakni pada Rp. 10.000.000,00- Rp. 15.000.000,00, atau dengan kata lain relatif homogen.

5. Variabel luas lahan pertanian (X5) memiliki t hitung = 1,707. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = 1,707 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima (variabel luas lahan pertanian secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan masyarakat dikarenakan kelas luas lahan pertanian yang dimiliki para responden tidak menyebar merata, sebagian besar berada pada kelas luas lahan 1-3 Ha.


(53)

Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi hutan rakyat pinus disajikan dalam Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Model ringkasan regresi linier hutan rakyat pinus

Model R R Kuadrat

R Kuadrat yang Disesuaikan

Std. Error Perkiraan

.935a .875 .833 .64118

Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa :

1. R (koefisien korelasi) = 93,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas PIR (X3), variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan di luar kehutanan (X5) terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat (Y) adalah sebesar 93,5%.

2. R kuadrat (koefisien determinasi) adalah sebesar 87,5%.

3. R kuadrat yang disesuaikan adalah sebesar 83,3%. Hal ini berarti bahwa 83,3% pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat dapat dijelaskan oleh variabel, pendidikan, variabel luas PIR, variabel luas lahan pertanian, dan variabel pendapatan di luar kehutanan.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat dari PIR eukaliptus (per tahun) adalah sebesar Rp. 1.311.125,00 atau berkisar 6,86% dari

seluruh sumber-sumber pendapatan masyarakat. Sedangkan pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat pemilik hutan rakyat pinus (per tahun) adalah sebesar Rp. 1.577.547,699 atau sebesar 7,63% dari seluruh sumber pendapatan masyarakat.

2. Berdasarkan analisa yang dilakukan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat peserta PIR dengan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus.

3. Berdasarkan hasil analisa secara statistik, variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan PIR eukaliptus adalah umur dan luas lahan. Sedangkan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan hutan rakyat pinus adalah luas lahan hutan hutan rakyat itu sendiri.

Saran

Masyarakat sebaiknya lebih memilih hutan rakyat pinus karena kontribusinya lebih besar daripada PIR eukaliptus.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Antara News. 2010. Hutan Rakyat Jawa Pasok 40% Kebutuhan Kayu. [http://www.antaranews.com//] [25 Maret 2011]

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta

Awang, S.A., W. Andayani, B. Himmah, W.T. Widayanti, A. Affianto. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta

Badan Litbang Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-Jenis Komersial. Jakarta

Darusman, D. dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Departemen Kehutanan. 1996. Materi Penyuluhan Kehutanan I. Jakarta

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta

Departemen Kehutanan. 2004. Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan. Pedoman Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman. 2009. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri. [www.dephut.go.id]. [23 Nopember 2010]

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat Benih. Bandung Jaffar, E.R. 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Peningkatan

Luasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi D.I. Yogyakarta. Makalah pada Pertemuan Persaki Propinsi DIY tanggal 17 Juli 1993, Yogyakarta

Jaryah, N.A. 2005. Peranan Pendapatan dari Penyadapan Getah Pinus Merkusii Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.2, 259-268. Bogor

Hardjosoediro, S. 1980. Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan Hutan Alam dan Hutan Rakyat. Lokakarya Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta


(56)

Hartini, K.S. 2010. Buku Saku PKL: Sistem Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Iskandar, U., Ngadiono, A. Nugraha. 2003. Hutan Tanaman Industri di Persimpangan Jalan. Arivco Press. Jakarta

PT. Toba Pulp Lestari. 2004. Pola PIR Eukaliptus. Porsea.

Salim. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta Siregar, E.B.M. 2005. Pemuliaan Pinus merkusii. Jurusan Kehutanan. Fakultas

Pertanian. Universitas Sumatera Utara

Subyantoro, A dan FX. Suwarto.2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Andi Offset. Yogyakarta

Supranto, J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga. Jakarta

Wahyono, T. 2006. Analisis Data Statistik dengan SPSS 14. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta

Zain, A.S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. PT. Rineka Cipta. Jakarta


(1)

Pada Tabel 14 di atas diketahui bahwa F hitung adalah sebesar 20,907, dengan F tabel sebesar 4.56. Hal berarti bahwa F hitung > F tabel sehingga H1

diterima. Hal ini berarti pula bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas hutan rakyat

(X3), variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan di luar kehutanan

(X5) terhadap variabel pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat (Y).

Uji Signifikan Individual (Uji t)

Uji t digunakan untuk menguji secara parsial pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan Tabel Koefisien dapat dilihat bahwa:

1. Variabel umur (X1) memiliki t hitung = 0,571. Hal ini berarti bahwa

t hitung < t tabel = 0,571 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima

(variabel umur secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Hal ini disebabkan oleh umur responden pemilik hutan rakyat tidak menyebar merata, dimana umur para responden dominan berada di atas 50 tahun.

2. Variabel pendidikan (X2) memiliki t hitung = 0,257. Hal ini berarti bahwa

t hitung < t tabel = 0,257 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima

(variabel pendidikan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dikarenakan oleh rata-rata pendidikan responden dominan berada pada satu kelas pendidikan yakni SD.

3. Variabel luas hutan rakyat (X3) memiliki t hitung = 8,455. Hal ini berarti


(2)

diterima (variabel luas hutan rakyat secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan bahwa semakin luas lahan semakin luas lahan hutan rakyat, maka semakin besar pula pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat.

4. Variabel pendapatan di luar sektor kehutanan (X4) memiliki t hitung =

-0,693. Hal ini berarti bahwa t hitung < t tabel = -0,693< 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0 diterima (variabel pendapatan di luar sektor

kehutanan secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan dikarenakan oleh pendapatan responden di luar sektor kehutanan sebagian besar berada pada satu kelas pendapatan, yakni pada Rp. 10.000.000,00- Rp. 15.000.000,00, atau dengan kata lain relatif homogen.

5. Variabel luas lahan pertanian (X5) memiliki t hitung = 1,707. Hal ini berarti

bahwa t hitung < t tabel = 1,707 < 1,7531. Hal ini berarti pula bahwa H0

diterima (variabel luas lahan pertanian secara parsial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat). Variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan masyarakat dikarenakan kelas luas lahan pertanian yang dimiliki para responden tidak menyebar merata, sebagian besar berada pada kelas luas lahan 1-3 Ha.


(3)

Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi hutan rakyat pinus disajikan dalam Tabel 15 berikut :

Tabel 15. Model ringkasan regresi linier hutan rakyat pinus

Model R R Kuadrat

R Kuadrat yang Disesuaikan

Std. Error Perkiraan

.935a .875 .833 .64118

Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat dilihat bahwa :

1. R (koefisien korelasi) = 93,5%. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel umur (X1), pendidikan (X2), variabel luas PIR (X3),

variabel luas lahan pertanian (X4), dan variabel pendapatan di luar

kehutanan (X5) terhadap pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat (Y)

adalah sebesar 93,5%.

2. R kuadrat (koefisien determinasi) adalah sebesar 87,5%.

3. R kuadrat yang disesuaikan adalah sebesar 83,3%. Hal ini berarti bahwa 83,3% pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat dapat dijelaskan oleh variabel, pendidikan, variabel luas PIR, variabel luas lahan pertanian, dan variabel pendapatan di luar kehutanan.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat dari PIR eukaliptus (per tahun) adalah sebesar Rp. 1.311.125,00 atau berkisar 6,86% dari

seluruh sumber-sumber pendapatan masyarakat. Sedangkan pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat pemilik hutan rakyat pinus (per tahun) adalah sebesar Rp. 1.577.547,699 atau sebesar 7,63% dari seluruh sumber pendapatan masyarakat.

2. Berdasarkan analisa yang dilakukan diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pendapatan masyarakat peserta PIR dengan pendapatan masyarakat pemilik hutan rakyat pinus.

3. Berdasarkan hasil analisa secara statistik, variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan PIR eukaliptus adalah umur dan luas lahan. Sedangkan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan hutan rakyat pinus adalah luas lahan hutan hutan rakyat itu sendiri.

Saran

Masyarakat sebaiknya lebih memilih hutan rakyat pinus karena kontribusinya lebih besar daripada PIR eukaliptus.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Antara News. 2010. Hutan Rakyat Jawa Pasok 40% Kebutuhan Kayu. [http://www.antaranews.com//] [25 Maret 2011]

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta

Awang, S.A., W. Andayani, B. Himmah, W.T. Widayanti, A. Affianto. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta

Badan Litbang Departemen Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Penanaman Jenis-Jenis Komersial. Jakarta

Darusman, D. dan Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat. PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13

Departemen Kehutanan. 1996. Materi Penyuluhan Kehutanan I. Jakarta

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta

Departemen Kehutanan. 2004. Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan. Pedoman Pembuatan Tanaman Hutan Rakyat Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan

Direktorat Bina Pengembangan Hutan Tanaman. 2009. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri. [www.dephut.go.id]. [23 Nopember 2010]

Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi Singkat Benih. Bandung Jaffar, E.R. 1993. Pola Pengembangan Hutan Rakyat Sebagai Upaya Peningkatan

Luasan Hutan dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Propinsi D.I. Yogyakarta. Makalah pada Pertemuan Persaki Propinsi DIY tanggal 17 Juli 1993, Yogyakarta

Jaryah, N.A. 2005. Peranan Pendapatan dari Penyadapan Getah Pinus Merkusii Terhadap Pendapatan Rumah Tangga. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.2, 259-268. Bogor

Hardjosoediro, S. 1980. Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi dan Penghijauan Hutan Alam dan Hutan Rakyat. Lokakarya Pemilihan Jenis Tanaman Reboisasi. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta


(6)

Hartini, K.S. 2010. Buku Saku PKL: Sistem Pengelolaan Hutan Tanaman Industri. Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Iskandar, U., Ngadiono, A. Nugraha. 2003. Hutan Tanaman Industri di Persimpangan Jalan. Arivco Press. Jakarta

PT. Toba Pulp Lestari. 2004. Pola PIR Eukaliptus. Porsea.

Salim. 2003. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta Siregar, E.B.M. 2005. Pemuliaan Pinus merkusii. Jurusan Kehutanan. Fakultas

Pertanian. Universitas Sumatera Utara

Subyantoro, A dan FX. Suwarto.2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Andi Offset. Yogyakarta

Supranto, J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga. Jakarta

Wahyono, T. 2006. Analisis Data Statistik dengan SPSS 14. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta

Zain, A.S. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. PT. Rineka Cipta. Jakarta