Reba Juma (Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang)

(1)

REBA JUMA

(Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI Oleh

ADE IRMA SEMBIRING 041201004/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

REBA JUMA

(Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang)

SKRIPSI Oleh

ADE IRMA SEMBIRING 041201004/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untul memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Skripsi :Reba Juma (Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namo Rambe Kabupaten Deli Serdang)

Nama : Ade Irma Sembiring

NIM : 041201004

Jurusan : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Odding Affandi, S.Hut, M.P Marsithah Dewi Ginting,S.Sos,M.Soc.Sc. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Edy Batara Mulya Siregar,M.Si Ketua Departemen


(4)

ABSTRACT

Reba juma is agroforestry management which has in Kuta Tualah Village Namorambe District Deli Serdang Regency has been since 1945. The term management of agroforestry is agrisilvikultur, one an area which inheritance land fulifiled plant combination (farm plant and tree plant). There are two aspect influence local society to keep defend reba juma, economic aspect and social agricultural is a authority and devide land regulation based on daliken sitelu kin ship system. Management of agroforestry is consist of planting, cultivationing, ingathering, and marketing which women has capitalize in each reba juma

activity. Contribution of reba juma for local society are source of income and opening vacancy in there.


(5)

ABSTRAK

Reba juma merupakan pengelolaan agroforestry yang terdapat di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 1945. Pola pengelolaan agroforestry yang merupakan agrosilvikultur ini, berupa kawasan dengan lahan berupa tanah warisan yang berisikan tanaman semusim dan tanaman tahunan. Selama puluhan tahun dipertahankan ada beberapa alasan yang mempengaruhi yakni : aspek ekonomi dan aspek sosial budaya berupa aturan penguasaan dan pembagian lahan berdasarkan system kekerabatan daliken sitelu.

Pengelolaan reba juma terdiri dari : penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran, yang paling banyak berperan dalam setiap kegiatan adalah wanita. Kontribusi reba juma bagi masyarakat setempat sebagai sumber pendapatan dan membuka lapangan kerja.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahr pada tanggal 22 Agustus 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari keluarga pasangan Bapak Amsal Sembiring, S.Pd dan Ibu Deliana Ginting.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No.040448 Kabanjahe, lulus tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Kabanjahe, lulus tahun 2001. Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabanjahe dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Program Studi Manajemen Hutan melalui jalur PMP (Pemanduan Minat Prestasi).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti organisasi UKM KMK USU U (Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara) pada tahun 2004 sampai saat ini. Penulis melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapang) di TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) pada tahun 2008.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan penulis kepada Tuhan Yang maha Kuasa atas

segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih

dalam penelitian ialah “Reba juma“ (Kajian Agroforestry di Desa Kuta Tualah

Kecamatan Namorambe, Kabupaten Deli Serdang).

Penelitian dilakukan di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe

Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini menggambarkan alasan masyarakat

mempertahankan reba juma dan betuk pengelolaannya serta kontribusinya bagi

masyarakat.

Selama melakukan penelitian ini penulis banyak mendapatkan

dukungan-dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis ucapkan :

1. Kedua Orang tua tersayang yang telah mendidik, membesarkan dan

memberikan dukungan baik berupa materi maupun spirit yang

menyertai penulis serta adik-adik atas dukungan doanya.

2. Bapak Oding Affandi, S. Hut, M.P dan Ibu Marsithah Dewi

Ginting, S.Sos, M.Soc.Sc selaku dosen pembimbing atas segala

arahan dan perhatiannya dalam membimbing penulis untuk

menyelesaikan Skripsi.

3. Bapak Dr. Ir Edi Batara Mulya Siregar M.S selaku ketua

Departemen Kehutanan USU, serta seluruh staf pengajar

Departemen Kehutanan USU atas didikannya selama masa

perkuliahan.

4. Seluruh Staf Kantor Kecamatan Namorambe atas informasi yang


(8)

5. Kepala Desa Kuta Tualah Bapak Gindawa Ginting dan masyarakat

Desa Kuta Tualah yang telah membantu dalam pelaksanaan

penelitian ini.

6. Teman–teman UKM KMK USU FP dan seluruh teman–teman

angkatan 2004 atas motivasi dan dukungan doanya selama

menempuh pendidikan sampai penelitian berlangsung.

Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Oktober 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... ii

ABSTRAK ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Pembatasan Masalah ... 4

Kerangka Pemikiran ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Agroforestry ... 6

Pengertian Agroforestry ... 6

Sejarah Agroforestry ... 6

Ruang Lingkup Agroforestry ... 7

Sasaran dan Tujuan Agroforestry ... 9

Reba juma ... 9

Sistem Penggunaan Lahan (Land Tenure System) ... 10

Pengertian Tenure ... 10

Sistem Penggunaan Lahan ... 10

Penelusuran Masyarakat Sekitar Hutan ... 11

Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan dan Pedesaan... 11

Kultural Masyarakat ... 12

Sistem dan Peranan Kekerabatan Daliken Sitelu ... 12

Peranan Agroforestry dalam Kultural Masyarakat ... 14

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Metodologi Penelitian ... 15

Metode Penelitian ... 15

Populasi dan Sampel ... 15

Pengumpulan Data... 16

Metode Pengolahan Data ... 17

KONDISI UMUM Keadaaan Fisik Lingkungan ... 19


(10)

Topografi, Keadaan Tanah, Iklim, Flora dan Fauna ... 19

Sarana dan Prasarana ... 20

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 20

Kependudukan ... 20

Mata Pencaharian ... 21

Pendidikan ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan Reba juma ... 24

Sejarah Reba juma ... 23

Pengelolaan Reba juma... 23

Pembuatan Reba juma ... 24

Pemananaman ... 28

Pemeliharaan ... 29

Pemanenan... 30

Pemasaran ... 31

Alasan Mempertahankan Reba juma... 34

Aspek Ekonomi ... 35

Aspek Lingkungan ... 36

Aspek Sosial Budaya ... 37

Kebiasaan Masyarakat Dalam Mengelola Reba juma ... 40

Kontribusi Reba juma Terhadap Pendapatan Rumah Tangga ... 42

Hasil dari Buah ... 43

Tanaman Pertanian ... 44

Ternak ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Matriks Metodologi Penelitian ... 18 2. Pola Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian (Desa Kuta Tualah) ... 20 3. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di

Lokasi Penelitian Tahun 2006 ... 21 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

di Lokasi Penelitian Tahun 2006 ... 21 5. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Penelitian ... 22 6. Volume Produksi Reba juma Desa Kuta Tualah

Kec. Namorembe Kab. Deli Serdang Semester I ... 36 7. Pendapat Responden Tentang Pemanfaatan

Berbagai Macam Jenis Tanaman di Desa Kuta Tualah ... 40 8. Persentase Pendapatan Responden Reba juma


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan Alur Pemikiran ... 6

2. Kondisi Lokasi Penelitian ... 19

3. Komponen Vegetasi Penyusun Reba juma ... 24

4. Pemanenan Buah Coklat dan Pengupasan Buah Coklat... 30

5. Rantai Pemasaran Buah Duku ... 32

6. Rantai Pemasaran Coklat ... 33

7. Rantai Pemasaran Buah Durian ... 33

8. Kombinasi Tanaman Reba juma dan Pekuburan pada Reba Juma ... 38


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner Penelitian Reba juma ... 46 2. Data Identitas dan Pendapatan (per tahun x 1000)

Responden Petani Pemilik Lahan Reba juma

Desa Kuta Tualah Kec. Namorambe Kab. Deli Serdang

Semester I tahun 2008 ... 53 3. Rincian Rata – Rata Pendapatan (per tahun x 1000)

Responden Petani Pemilik Lahan Reba juma

Desa Kuta Tualah Kec. Namorambe Kab. Deli Serdang

Semester I tahun 2008 ... 54 4. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian... 55


(14)

ABSTRACT

Reba juma is agroforestry management which has in Kuta Tualah Village Namorambe District Deli Serdang Regency has been since 1945. The term management of agroforestry is agrisilvikultur, one an area which inheritance land fulifiled plant combination (farm plant and tree plant). There are two aspect influence local society to keep defend reba juma, economic aspect and social agricultural is a authority and devide land regulation based on daliken sitelu kin ship system. Management of agroforestry is consist of planting, cultivationing, ingathering, and marketing which women has capitalize in each reba juma

activity. Contribution of reba juma for local society are source of income and opening vacancy in there.


(15)

ABSTRAK

Reba juma merupakan pengelolaan agroforestry yang terdapat di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang sejak tahun 1945. Pola pengelolaan agroforestry yang merupakan agrosilvikultur ini, berupa kawasan dengan lahan berupa tanah warisan yang berisikan tanaman semusim dan tanaman tahunan. Selama puluhan tahun dipertahankan ada beberapa alasan yang mempengaruhi yakni : aspek ekonomi dan aspek sosial budaya berupa aturan penguasaan dan pembagian lahan berdasarkan system kekerabatan daliken sitelu.

Pengelolaan reba juma terdiri dari : penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran, yang paling banyak berperan dalam setiap kegiatan adalah wanita. Kontribusi reba juma bagi masyarakat setempat sebagai sumber pendapatan dan membuka lapangan kerja.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan menurut UU No.41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan sedangkan hutan rakyat merupakan hutan di atas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha.

Seiring dengan semakin buruknya kondisi kehutanan di Indonesia, pengelolaan sumber daya hutan di masa datang tidak hanya menitikberatkan pada manfaat ekonomis, tetapi juga ekologis dan sosial masyarakat setempat sehingga pemanfaatannya kelihatan menjadi sasaran ekonomis dan ekologis serta didukung dengan aspek keberlanjutan sumber daya hutan. Sejalan dengan itu, maka salah satu alternatif pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh pemerintah demi terjaganya hutan secara lestari adalah perhutanan sosial yang bentuknya terdiri dari hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat (Dephutbun, 1998).

Hutan yang dikelola di lahan milik disebut hutan rakyat, di mana wana tani atau yang sering dikenal dengan agroforestry merupakan salah satu bentuk pengembangannya. Agroforestry merupakan sistem manajemen tanah berkelanjutan yang dapat meningkatkan produktivitas lahan melalui produksi tanaman, termasuk tanaman pohon. Pada penerapan sistem ini terdapat juga praktek manajemen yang sejalan dengan penduduk lokal (Tjodonegoro, 1995).

Dipilihnya Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang dikarenakan adanya terdapat sistem agroforestry yang telah dikembangkan puluhan tahun yang dikenal dengan sebutan reba juma. Sistem

agroforestry ini dilaksanakan di atas tanah milik yang pada awalnya merupakan tanah adat, yang pembagiannya dan penguasaannya dilaksanakan berdasarkan sistem kekerabatan adat setempat yang dikenal dengan daliken sitelu.

Pada akhir pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sekitar tahun 1945, pemerintah Belanda menyerahkan tanah yang selama ini dikuasainya kepada masyarakat setempat, karena akan dibentuk menjadi desa maka dibuat batas-batas


(17)

administrasi. Tanah peninggalan ini kemudian dibagi-bagikan kepada kepala keluarga yang pada saat itu bertempat tinggal di daerah tersebut. Setiap kepala keluarga memperoleh sekitar 1 ha yang dikenal dengan tanah seratus yang kemudian diwariskan secara turun-temurun pada tiap generasi berdasarkan garis keturunan laki-laki.

Sistem agroforestry yang dikenal dengan sebutan reba juma di Desa Kuta Tualah ini tidak hanya memberikan keuntungan dari segi ekonomis tetapi juga sisi ekologisnya dengan tetap terjaganya kondisi lingkungan, oleh karena itu perlu diketahui bagaimana bentuk pengelolaan reba juma meliputi: cara penanaman, cara pemeliharaan, cara pemanenan, dan cara pemasaran dan penguasaan (pemilikan) lahan berdasarkan sistem kekerabatan daliken sitelu. Diharapkan dengan pengembangan sistem agroforestry ini kelestarian hutan tercapai, pendapatan masyarakat juga meningkat dan kelestarian adat juga terjaga.

Perumusan Masalah

Desa Kuta Tualah merupakan desa yang menerapkan sistem pengelolaan hutan pada masyarakat yang dikenal dengan reba juma, dimana sistem pengelolaan ini termasuk agroforestry yang diusahakan di tanah milik.

Agroforestry reba juma ini telah diusahakan puluhan tahun di desa ini, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat setempat, bahkan sebagian besar masyarakat yang tinggal di desa ini menggantungkan hidupnya pada reba juma. Tanaman kehutanan ditanam secara tumpang sari dengan tanaman pertanian. Tanaman pokok pada reba juma yakni duku dan coklat, disamping hasil hutan lainnya seperti : manggis, rambutan, pisang, nenas, kunyit, bambu, dan lain-lainnya. Meskipun telah berpuluh tahun diusahakan diasumsikan ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan :

1. Reba juma yang telah diusahakan mengalami pengalihfungsian lahan menjadi lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian lain, yang dinilai masyarakat lebih menguntungkan secara ekonomis.


(18)

2. Pengusahaan lahan yang semakin sempit dikarenakan pembagian tanah adat secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

3. Penguasaan lahan (tanah adat) pada reba juma yang berada di tangan laki-laki, sementara faktanya di lapangan perempuan lebih besar keterlibatannya dalam pengelolaan reba juma.

4. Harga dari produk yang dihasilkan dari reba juma tidak stabil (dipengaruhi kondisi dan kelimpahan produk).

Permasalahan-permasalahan reba juma diatas menimbulkan pertanyaan berikut : 1. Apa yang menjadi alasan masyarakat tetap mempertahankan reba juma? 2. Bagaimana pengelolaan reba juma di Desa Kuta Tualah termasuk

penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran?

3. Berapa kontribusi dari reba juma terhadap perekonomian rumah tangga ?

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui alasan masyarakat mempertahankan reba juma.

2. Mempelajari pengelolaan reba juma oleh masyarakat termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.

3. Mengetahui kontribusi reba juma terhadap perekonomian rumah tangga.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dan pertimbangan dalam pengembangan agroforestry di daerah lain.

2. Sebagai informasi bagi pembuat kebijakan dalam melaksanakan pembangunan di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang.

Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan menjelaskan secara deskriptif tentang pelaksanaan

agroforestry di Desa Kuta Tualah yang dikenal dengan reba juma. Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini mengenai pengelolaan reba juma, alasan masyarakat mempertahankan reba juma dan kontribusi bagi pendapatan rumah tangga berupa pendapatan bagi petani reba juma dan kesempatan kerja .


(19)

Kerangka Pemikiran

Reba juma merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan dengan sistem

agroforestry di Desa Kuta Tualah, yang telah dilaksanakan sekitar tahun 1945 tepatnya setelah pemerintahan Belanda berakhir di daerah ini. Selama puluhan tahun reba juma tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat untuk dikembangkan karena berbagai faktor yang menjadi latar belakangnya.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui alasan masyarakat untuk mempertahan reba juma, dari aspek ekonomi, lingkungan atau sosial budaya. Disamping itu, melalui penelitian ini juga akan dideskripsikan bentuk pengelolaan reba juma dan kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian rumah tangga. Harapannya, dengan adanya reba juma kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan hutan serta adat tetap lestari. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari bagan alur pemikiran.


(20)

Gambar 1. Bagan Alur Pemikiran Hutan (SDH)

Agroforestry (reba juma)

Bentuk Pengelolaan

-Cara Penanaman -Cara Pemeliharaan -Cara Pemanenan -Cara Pemasaran

Pelestarian Hutan, Adat, dan Kesejahteraan

Masyarakat Alasan

mempertahankan

reba juma

Perekonomian rumah tangga

- Ekonomi - Lingkungan - Sosial Budaya

- Pendapatan


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Agroforestry

Pengertian Agroforestry

Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.

Agroforestry telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya. Penyebarluasan agroforestry diharapkan bermanfaat selain mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatnya mutu pertanian serta menyempurnakan intesifikasi dari diversifikasi silvikultur (Hariah et al, 2003).

Sejarah Perkembangan Agroforestry

Pemikiran tentang pengkombinasian komponen kehutanan dengan pertanian sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pohon-pohon telah dimanfaatkan dalam sistem pertanian sejak pertama kali aktivitas bercocok tanam dan memelihara ternak dikembangkan. Sekitar tahun 7000 SM terjadi perubahan budaya manusia dalam mempertahankan eksistensinya dari pola berburu dan mengumpulkan makanan ke bercocok tanam dan beternak. Sebagai bagian dari proses ini mereka menebang pohon, membakar serasah dan selanjutnya melakukan budidaya tanaman. Dari sini lahirlah pertanian tebas bakar yang merupakan awal agroforestry.

Tradisi pemeliharaan pohon dalam bentuk kebun pada areal perladangan, pekarangan dan tempat-tempat penting lainnya oleh masyarakat tradisional itu dikarenakan nilai-nilainya yang dirasakan tinggi sejak manusia hidup dalam hutan. Menurut Hariah (2003) pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanam


(22)

menjadi tujuan utama. Agroforestry dipraktekkan sebagai sistem pengelolaan lahan. Pada pertengahan 1800-an dimulai penanaman jati di sebuah daerah di Birma oleh Sir Dietrich Brandis. Penanaman jati dilakukan melalui taungya,

diselang-seling atau dikombinasikan dengan tanaman pertanian. Kelebihan sistem ini bukan hanya dapat menghasilkan bahan pangan, tetapi juga dapat mengurangi biaya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman yang memang sangat mahal. Selanjutnya taungya dikenal di Indonesia sebagai tumpangsari. Banyak ahli yang berpendapat bahwa sistem taungya adalah cikal bakal agroforestri modern.

Agroforestry klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan lebih besar manfaatnya bagi masyarakat setempat dibandingkan agroforestry modern.

Agroforestry modern hanya melihat komuninasi antara tanaman keras atau pohon komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestry modern, tidak terdapat lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau juga satwa liar yang menjadi terpadu dari sistem tradisional (Hariah K et al, 2003)

Ruang Lingkup Agroforestry

Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu : kehutanan, pertanian, dan peternakan. Masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa. Menurut Sa’ad (2002) Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi yakni:

1. Agrosilvikultur merupakan kombinasi tanaman dan pohon, dimana penggunaan lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dan kehutanan.

2. Silvopastura merupakan kombinasi padang rumput (makanan ternak dan pohon), pengelolaan lahan hutan yang memproduksi hasil kayu dengan, dan sekaligus pemeliharaan ternak.

3. Agrosilvopastural merupakan kombinasi tanaman, padang rumput (makanan ternak dan pohon) pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi


(23)

hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak.

4. Silvofishery merupakan kombinasi kegiatan kehutanan dan perikanan. 5. Apiculture merupakan budi daya lebah madu yang dilakukan pada

komponen kehutanan.

6. Sericulture merupakan budi daya ulat sutra yang dilakukan pada komponen kehutanan.

Dalam bahasa Indonesia , kata agroforestry dikenal dengan istilah wana tani yang artinya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De foresta dan Michon (dalam Hariah et al.) agroforestry dapat dikelompokkan menjadi dua sistem yakni :

1. Agroforestry sederhana merupakan sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lainnya misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.

2. Agroforestry kompleks merupakan sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan, contohnya hutan dan kebun.

Sasaran dan Tujuan Agroforestry

Agroforestry merupakan bentuk dari sistem pertanian yang orisinil di daerah-daerah yang semula lahannya berupa hutan. Sistem agroforestry memiliki peluang yang menjanjikan dengan produksi tanaman semusim dan tahunan, tetapi juga mengintegrasikan usaha peternakan. Secara ekologis agronomis, ternyata dapat menunjukkan banyak manfaat yang tidak dijumpai pada sistem agroforestry

maka secara umum pohon-pohon akan menyediakan struktur pemanenan di atas dan di bawah tanah bagi sistem tanam (Arief, 2001).

Sebagaimana pemanfatan lahan lainnya, agroforestry dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(24)

Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan sering kali sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem keberlanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan sistem agroforestry menurut Von Maydell (dalam Hariah et al.) yakni : menjamin dan memperbaiki kebutuhan pangan, memperbaiki penyediaan energi lokal khususnya produksi kayu bakar, meningkatkan dan memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi bahan mentah kehutanan maupun pertanian, memperbaiki kualitas hidup daerah pedesaan khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai, memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (Hariah et al , 2003).

Reba juma

Reba juma merupakan tanah adat yang letaknya berada di pekarangan rumah masyarakat (tidak jauh dari tempat tinggal masyarakat). Kata reba juma

bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia bermakna ladang yang letaknya di pekarangan rumah. Dikatakan ladang karena pada umumnya masyarakat menanam beberapa jenis tanaman di tanah adat ini, yakni tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman pertanian, oleh karena itu termasuk salah satu sistem agroforestry (Ginting M, Komunikasi Pribadi 2008).

Sistem Penggunaan Lahan ( Land Tenure System) Pengertian Tenure

Kata tenure berasal dari kata dalam bahasa latin tenere yang mencakup arti memelihara, memilki. Menurut Wiradi (dalam Fauzi dan Dianto) istilah ini biasanya dipakai dalam uraian-uraian yang membahas masalah yang mendasar dari aspek penguasaan sumber daya yaitu mengenai status hukumnya. Pada tenure system, masing-masing hak termasuk setidaknya tiga komponen yakni :Subjek hak, objek hak, jenis haknya (Fauzi, N. dan Dianto, 1999).


(25)

Sistem Penguasaan Lahan (Land Tenure System)

Istilah land tenure system menunjuk pada suatu sistem penguasaan tanah atau lahan dalam suatau masyarakat, dimana lebih menggunakan pendekatan yuridis atau hukum meskipun tidak selalu dalam konteks hukum formal yang tertulis. Dalam menjalankan suatu proyek yang berhubungan dengan pemanfaatan suatu bidang tanah/ lahan atau satu kawasan hutan tertentu menjadi sangat penting untuk menentukan siapakah yang menguasai bidang tanah atau kawasan (atau sebagian dari kawasan) hutan tersebut untuk menghindari terjadinya konflik atau sengketa klaim yang dapat membuat proyek kehilangan materi atau penghargaan tertentu. Dalam hal ini, sistem tenurial setempat umumnya telah menentukan menurut aturan hukum setempat pula (hukum adat) siapa saja yang memilki dan atau menguasai sebidang tanah tertentu, termasuk kawasan-kawasan yang dinyatakan sebagai hutan, baik oleh sendiri maupun pihak lain

(Fauzi dan Dianto, 1999).

Sistem tenurial atas tanah dan sumber daya alam menurut FAO (dalam Ellisworth, 2002) dapat digolongkan ke dalam empat kategori umum kepemilikan yakni :

1. Kepemilikan privat adalah hak yang diberikan kepada yang dapat terdiri dari satu orang (individu), suami-istri dari suatu keluarga, sekelompok orang, suatu lembaga baik perusahaan swasta ataupun lembaga nirbala. 2. Kepemilikan komunal adalah tanah golongan ini dimiliki secara komunal

yang hanya dapat digunakan anggota dari masyarakat tertentu.

3. Open acess yang pada dasarnya tidak ada yang dapat dikatakan sebagai pemilik tanah atau sumber alam tersebut, dengan demikian siapa saja dapat mengambil manfaatnya dari lahan tersebut.

4. Kepemilikan publik atau negara adalah hak-hak yang diklaim oleh negara yang seringkali tanggung jawab kepengurusannya diserahkan pada sektor tertentu dalam pemerintahan.

Penguasaan lahan (property rights) sangat penting dalam pelaksanaan

agroforestry. Apabila tidak ada kepastian penguasaan lahan, maka insentif untuk menanam pohon/agroforestikan menjadi sangat lemah, mengingat sistem


(26)

agroforestry merupakan strategi usaha tani dalam jangka panjang. Investasi yang dilakukan dalam pembukaan lahan dan penanaman pohon akan dinikmati dalam waktu yang lebih panjang. Oleh karena itu diperlukan kepastian penguasaan lahan dan pohon untuk memberikan jaminan kepada petani untuk menikmati hasil panen (Suahardjito et al, 2003).

Penelusuran Masyarakat Sekitar Hutan

Pengertian Masyarakat Sekitar Hutan dan Pedesaan

Menurut Sarjono (2004) masyarakat lokal adalah sekelompok orang, baik yang disebut masyarakat adat maupun pendatang (baik sedaerah ataupun di luar daerah) yang telah turun-temurun bertempat tinggal di dalam dan disekitar hutan sehingga memiliki keterkaitan kehidupan (termasuk teknologi dan norma budaya) serta penghidupan (meliputi subtensi dan pendapatan) bersama atas hasil hutan atau lahan hutan .

Menurut Tjodronegoro (1999) masyarakat pedesaan adalah suatu masyarakat yang bersifat homogen, tertib, dan tentram dalam kehidupan sosialnya menerima keadaan dan hidup tanpa ada perselisihan serta menolak segala bentuk pembaruan, meskipun dalam kenyataannya anggapan-anggapan tersebut tidak selalu benar. Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat tradisional dengan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Jumlahnya kecil, dengan tempat tinggal yang terpencil jauh dari keramaian kota.

2. Relatif bersifat homogen dengan rasa yang kuat.

3. Memiliki sistem sosial yang tertatur dengan perilaku tradisionalnya. 4. Rasa persaudaraan yang sangat kuat.

5. Taat pada ajaran-ajaran agama dan menurut kepada masyarakat

Kultural Masyarakat

Sistem dan Peranan kekerabatan Daliken Sitelu

Kekerabatan adalah serangkain aturan-aturan yang mengatur penggolongan orang-orang sekerabat, yang membedakannya dengan orang-orang yang tidak mempunyai hubungan sebagai kerabat. Ketentuan mengenai siapa yang


(27)

tergolong sebagai kerabat dari ego dibuat berdasarkan atas sistem kekerabatan yang berlaku dalam mastarakat yang bersangkutan dimana ego sebagai seorang warga.

Masyarakat Batak dikenal dengan sistem kekerabatan patrineal atau

patriachal. Menurut Wisadirana (2005) sistem kekerabatan patrineal atau

patrialchal memiliki ciri-ciri :

1. Hubungan kekerabatan diperhitungkan melalui garis ayah, anak menjadi hak ayah dan seorang ayah memegang peranan penting dalam pengaturan kehidupan keluarga.

2. Hak milik diwariskan melalui suatu garis di dalam susunan kekerabatan yang ditentukan oleh para anggota kerabat dari pria.

3. Pengantin baru bertempat tinggal atau hidup menetap pada pusat kediaman kekerabatan dari suami.

4. Para pria mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Dalam masyarakat Karo yang termasuk bagian dari masyarakat Batak, sistem patrineal ini juga berlaku dengan didasari pada prinsip rakut sitelu yaitu :mehamat erkalimbubu, medes ersenina, metami er-anak beru. Mehamat man kalimbubu artinya menghormati, mendengarkan dan menjalankan nasehat-nasehat kalimbubu. Medes ersenina artinya maau memperhatikan senina, menghindari sifat egois, tidak sombong dan angkuh, serta tidak membuat senina-nya sakit hati.

Metami er-anak beru artinya sabar setia membuat anak beru senang bahagia, bangga daan mengayomi tugas-tugas anak beru dan memberikan pujian kepada

anak beru karena pekejaan yang berat telah diselesaikan oleh anak beru, serta mendoakan anak beru (Ginting, 1995).

Hubungan kekerabatan masyarakat karo berdasarkan hubungan darah dan hubungan kerabat istri dan suami, dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis hubungan kekerabat, yaitu: senina, anak beru, dan kalimbubu, ketiga hubungan ini disebut dengan daliken sitelu, sangkep sitelu atau rakut si telu, dalam ketiga hubungan ini terbentuk sebuah sikap dasar masyarakat karo (Ginting, 1995).

Senina (yang termasuk didalam sukut) adalah orang yang masih satu marga dan satu cabang atau masih satu keturunan (satu kakek) dan satu tempat tinggal. Kalimbubu adalah saudara laki-laki dari pihak; istri, ayah, kakek, anak,


(28)

saudara (saudara laki-laki dari istri senina ). Anak beru adalah orang yang menikahi saudara perempuan kita atau keturunan dari saudara perempuan puhak kita (Ginting, 2005).

Daliken sitelu memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat karo, termasuk dalam pembagian harta warisan. Pembagian harta warisan bagi masyarakat karo selalu didasarkan musyawarah di antara pihak-pihak anggota keluarga yang ada pertalian darah dengan pewaris. Tidak ada aturan tertulis dalam pembagian harta warisan pada masyarakat karo, sehingga kadang-kadang menimbulkan perselisihan di antara para keluarga yang bertalian dengan pembagian warisan. Menurut Sembiring (2005), peran daliken sitelu adalah ketika terjadi perselisihan dan menjadi saksi diantara pewaris. Ahli waris yang berhak menerima warisan pada masyarakat karo adalah :

1. Anak laki-laki dari pewaris berhak menerima warisan secara rata atau mempunyai hak yang sama.

2. Anak angkat mempuyai hak sama dalam memperoleh harta warisan sama dengan anak kandung dari pewaris, tetapi termasuk untuk harta pusaka keluarga.

3. Kedua orang tua, saudara laki-laki pewaris apabila pewaris tidak mempunyai keturunan dan anak angkat.

4. Keluarga terdekat kalau tidak mempunyai keturunan dan anak angkat, orang tua dan saudara laki-laki.

5. Persatuan adat, persatuan marga mendapat hanaya warisan kalau tidak mempunyai keturunan (anak laki-laki), anak angkat, orang tua, dan keluarga .

Peranan Agroforestry dalam Kultural Masyarakat

Nilai-nilai kultural dari suatu aktivitas produksi hingga peran berbagai jenis pohon atau tanaman lainnya di lingkungan masyarakat lokal amatlah penting dalam rangka keberhasilan pemilihan desain dan kombinasi jenis pada bentuk-bentuk agroforestry modern yang akan diperkenalkan atau dikembangkan di suatu tempat. Selama berabad-abad masyarakat mengumpulkan informasi secara luas, keterampilan serta teknologi berbagai hal. Aspek pengetahuan tradisional amatlah


(29)

penting dalam agroforestry, karena memang sistem penggunaan lahan ini berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia yang sebagian besar merupakan komunitas tradisional (Widianto et al, 2003).


(30)

METODE PENELITIAN

Lokasi Dan waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang mulai bulan Mei- Juni 2008.

Metodologi Penelitian Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Pada penelitian ini akan dipaparkan dengan jelas bagaimana bentuk pengelolaan reba juma, pemanfaatan dan penguasaan lahannya, dan kontribusinya bagi pendapatan rumah tangga. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif sebagai metode utama dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk pegumpulan data (kuisoner) dan pentabulasian data.

Populasi dan Sampel

Jumlah kepala keluarga di Desa Kuta Tualah 145 kepala keluarga. Populasi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga di Desa Kuta Tualah yang memiliki lahan reba juma yaitu sebanyak 25 kepala keluarga. Jumlah sampel diambil secara sensus. Menurut Arikunto (1996), apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga penelitian merupakan penelitian populasi, namun jika subjeknya besar dapat diambil antara 10 sampai 15 % atau lebih.

Pengumpulan Data

Data yang dkumpulkan dalam penelitian ini adalah : - Data Primer

a. Ciri-ciri keluarga petani : nama, umur, identitas, jumlah anggota keluarga, pendidikan, mata pencaharian.

b. Bentuk pengelolaan : luas lahan, status lahan, pembukaan lahan baru, pembibitan, penanaman, pemeliharaan sebelum berproduksi, perawatan sesudah produksi, pemanenan, dan pemasarannya.


(31)

c. Pendapatan rumah tangga : pendapatan seluruh anggota keluarga dari kegiatan

reba juma dan ditambah dengan pendapatan dari sumber lain seperti gaji, upah, dagang dan jasa.

- Data Sekunder

Data sekunder yang diperlukan adalah data umum yang ada pada instansi pemerintah desa, kecamatan, BPS yang meliputi : letak dan luas desa, jumlah penduduk, mata pencaharian, luas lahan reba juma, pendapatan dari sumber lain.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan studi pustaka.

1. Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk mengkaji ulang dan melengkapi informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Keterbukaan dan kejujuran responden memberikan informasi sangat penting adanya karena wawancara dilakukan seperti pembicaraan secara informal dan bersifat dialogis, terutama dengan membangun kepercayaan antara responden dan peneliti.

2. Observasi

Kegiatan yang dilakukan pada observasi yakni : melihat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, melihat adat istiadat dalam pemanfaatan dan penguasaan lahan dan bercocok tanam, dan melihat kondisi lahan dan cara pengelolaan lahan.

3. Studi Pustaka

Kegiatan yang dilakukan yakni mengumpulkan data sekunder, dokumentasi dan literatur yang tersedia tentang desa Kuta Tualah.

Metode Pengolahan Data

Data yang terkumpul dari hasil wawancara, observasi dan studi pustaka dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mengetahui bentuk pengelolaan reba juma oeh masyarakat setempat. Data yang terkumpul dari hasil kuisioner disiapkan dalam bentuk tabel (tabulasi) frekuensi dari wawancara dan observasi berguna untuk mendukung kuisioner.


(32)

Untuk mengetahui kontribusi reba juma terhadap pendapatan rumah tangga (Rp per tahun) dianalisis dengan menghitung seluruh sumber pendapatan, baik dari kegiatan reba juma maupun sumber pendapatan lainnya. Kontribusi reba juma dilakukan dengan membandingkan persentase besarnya hasil yang diperoleh

reba juma terhadap total pendapatan. Untuk menghitung besarnya persentase pendapatan responden dari komponen reba juma dan dari luar reba juma dihitung dengan cara seperti berikut ini :

Persentase pendapatan : x Ct Ck

100%

Ket :

Ck: Jumlah pendapatan per komponen reba juma

Ct: Total pendapatan (reba juma dan bukan reba juma)

Untuk lebih memudahkan tentang tujuan studi, sumber dan metode data kunci, dan hasil yang diharapkan disajikan dalam matriks metodologi penelitian pada tabel 1.


(33)

Tabel 1. Bentuk matriks metodologi penelitian

No. Tujuan Penelitian Data Kunci Sumber dan Metoda Hasil Yang Diharapkan 1

2

3

Mengetahui pengelolaan

agroforestry reba juma

termasuk penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran

Mengetahui alasan masyarakat

mempertahankan reba juma

Mengetahui kontribusi

reba juma terhadap perekonomian rumah tangga

Data kondisi lokasi meliputi:

Kondisi Alam - Tipe bentang alam - Iklim

- Geologi dan tanah - Topografi - Flora dan Fauna

Sosial Budaya

Tata nilai, kebiasaan adat, budaya masyarakat, teknologi

Ekonomi

- volume produksi tahunan reba juma

- jenis tanaman keras yang ditanam - jenis tanaman

musiman yang dipanen - frekuensi panen/tahun

Lingkungan

Pengaruh keberadaan reba juma terhadap suhu daerah setempat, jenis tanaman yang sesuai, kondisi tanah yang mempengaruhi pola tanam

Sosial Budaya - Status kepemilikan

lahan

- Luas lahan, peran sistem kekerabatan

daliken sitelu dalam penguasaan lahan reba juma

Pendapatan yang diperoleh dari reba juma

dan dari luar reba juma, produktivitas, kesempatan bekerja yang hadir

-Pustaka, data statistik, peta, wawancara, kuisioner

- Kantor pemerintahan daerah

- Observasi lapangan - Dokumentasi

- Pustaka, data statistik, wawancara, kuisioner - Kantor pemerintahan

daerah

- Observasi lapangan - Dokumentasi - Pustaka, data statistik,

peta, wawancara, kuisioner

- Kantor pemerintahan daerah

- Observasi lapangan - Dokumentasi - Pustaka, data

statistik, wawancara, kuisioner

- Observasi lapangan - Dokumentasi

- Pustaka - Kantor

Pemerintahan daerah

- Observasi lapangan

- Pustakan, wawancara, kuisioner

- Observasi lapangan - Adat (sistem

kekerabatan tertulis/tidak tertulis

1. Adanya informasi sejarah agroforestry reba juma

2. Adanya informasi kegiatan pengelolaan

agroforestry reba juma:

- Cara penanaman - Cara Pemeliharaan - Cara Pemanenan - Cara Pemasaran 3. Adanya informasi

tentang kebiasaan masyarakat setempat pada pengelolaan reba juma

1. Adanya informasi tentang

alasan reba juma tetap dipertahankan dari segi ekonomi, lingkungan atau sosial budaya

1. Adanya informasi tentang kontribusi yang didapatkan dari

reba juma 2. Adanya informasi

tentang kesempatan kerja karena adanya


(34)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Fisik Lingkungan Letak dan Luas Desa

Penelitian dilakukan di Desa Kuta Tualah, Kecamatan Namorambe, kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini memilki luas wilayah ± 93 ha. Terletak pada 20050 LU dan 98' 050 BT. Terdiri dari 2 dusun yakni : ' Dusun A dan Dusun B. Desa ini berbatasan dengan :

Sebelah Timur : Desa Kwala Semeimei Sebelah Barat : Desa Sudi Rejo

Sebelah Utara : Desa Deli Tua Sebelah Selatan : Desa Namo Mbelin

Desa ini berjarak 5 km dengan ibu kota kecamatan, 35 km ke Kabupaten Deli Serdang, dan 14 km ke Kota Medan(ibu kota Propinsi Sumatera Utara).

Gambar 2. Kondisi Lokasi Penelitian

Topografi, Keadaan Tanah, Iklim, Flora dan Fauna

Secara umum kondisi topografi dan kemiringan lahan di Desa Kuta Tualah adalah datar, teletak pada ketinggian 1050 meter diatas permukaan laut. Daerah ini sesuai digunakan sebagai areal petanaman pertanian. Desa Kuta Tualah


(35)

memiliki 2 iklim yakni: hujan dan kemarau yang dipengaruhi oleh angin gunung. Curah hujan yang menonjol adalah bulan Agustus–Desember, sedangkan kemarau pada bulan Mei–Juli.

Tabel 2. Pola Penggunaan Lahan Lokasi Penelitian (Desa Kuta Tualah)

Sumber : Data Potensi Kabupaten Deli Serdang, 2005

Sarana dan Prasarana

Sarana perhubungan di Desa Kuta Tualah memiliki arti penting bagi kelancaran perekonomian rakyat yakni berupa jalan desa yang telah diaspal. Jalan ini sudah dapat dilalui alat angkut berbeban berat seperti roda empat seperti truk yang biasanya dipakai untuk mengangkut hasil petanian dan perkebunan penduduk. Hasil dari reba juma sendiri, ada yang dipasarkan langsung ke pasar Deli Tua dan ada juga yang diambil langsung ke desa tersebut oleh pembeli (pedagang pengumpul).

Sarana yang terdapat di Desa Kuta Tualah yakni satu unit posyandu, praktek klinik dokter/bidan dan kantor kepala desa, sementara sarana pendidikan tidak ada si desa ini, karenanya masyarakat setempat harus sekolah ke desa lain atau kecamatan. Untuk sarana lain seperti bank, kantor pos, jasa telekomunikasi tersedia di kecamatan. Desa Kuta Tualah sudah dialiri listrik PLN secara keseluruhan.

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kependudukan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang 2006, jumlah penduduk Desa Kuta Tualah berjumlah 404 jiwa, terdiri dari 190 laki-laki dan 214 jiwa perempuan dengan 145 kepala keluarga. Penduduk Desa Kuta

No. Pola Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 13.90 14.95 2 Ladang 10.60 11.40 3 Kebun 25.70 27.63 4 Pekarangan Pemukiman 6.00 6.45 5 Perikanan 10.00 10.75 6 Bangunan Ibadah dan Pekuburan 0.50 0.54 7 Tanah irigasi 6.45 6.94 8 lain-lain 19.85 21.34


(36)

Tualah heterogen baik dari suku maupun agama. Suku yang mendiami desa ini sebagian besar adalah suku Karo dan beberapa suku lain yang lebih sedikit seperti: Tapanuli Selatan, Nias, Tionghoa. Agama yang dianut oleh penduduk desa ini adalah Protestan, Islam, Katolik dan Hindu.

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa kelompok umur produktif (15-59) merupakan jumlah terbesar, kemudian kelompok umur non prodiktif (0–14), dan kelompok umur tidak produktif (60 tahun ketas).

Tabel 3. Penyebaran Penduduk Menurut Umur di Lokasi Penelitian tahun 2006.

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0 - 4 29 7.18 2 5 - 9 36 8.91 3 10 - 14 40 9.90 4 15 - 19 41 10.15 5 20 - 24 40 9.90 6 25 - 29 40 9.90 7 30 - 34 32 7.92 8 35 - 39 31 7.67 9 40 - 44 29 7.18 10 45 - 49 26 6.44 11 50 - 59 21 5.20 12 55 - 59 20 4.95 13 60 keatas 19 4.70

Total 404 100.00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2006.

Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk di lokasi penelitian bermata pencaharian sebagai petani reba juma dan petani dari sawah atau lading, sebagian kecil lainnya bermata pencaharian dari PNS, berdagang, Buruh, dll. Untuk lebuh jelas mengenai mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Lokasi Penelitian Tahun 2006

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Pertanian 325 83.12 2 Perdagangan 13 3.32

3 PNS 11 2.81

4 Buruh, dll 42 10.74

Total 391 100.00


(37)

Pendidikan

Sebagian besar pendidikan masyarakat di lokasi penelitian adalah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat yaitu sebesar 100 jiwa (24,75%), tamat Sekolah Dasar (SD) 90 jiwa (22,28%), tamat Sekolah Menengah pertama (SMP)/sederajat 88 jiwa (21,28%), dan beberapa ada yang melanjutkan pendidikan ke D2 , Diploma dan perguruan tinggi 27 jiwa (6,19%). Secara lebih rinci mengenai jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Penelitian

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Belum Sekolah 43 10.64 2 Belum Tamat SD 58 14.36 3 Tamat SD 90 22.28 4 Tamat SMP/ Sederajat 88 21.78 5 Tamat SMA/ Sederajat 100 24.75 6 Tamat D2 3 0.74 7 Tamat Diploma 18 4.46 8 Tamat Sarjana 4 0.99

Total 404 100.00


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Reba Juma

Sejarah Reba Juma

Pelaksanaan pengelolaan reba juma di Desa Kuta tualah telah dilaksanakan sekitar 64 tahun lalu. Pada awalnya, lahan yang dipakai untuk reba juma ini merupakan tanah yang diserahkan Belanda kepada masyarakat di daerah ini, setelah Indonesia merdeka. Oleh masyarakat pada saat itu, tanah yang ditinggalkan kemudian dibagikan kepada setiap kepala keluarga yang bertempat tinggal di daerah itu, setiap kepala keluarga mendapat 1 ha tanah (tanah seratus). Karena masyarakat Karo memiliki sistem kekerabatan patrineal, maka tanah diwariskan secara turun–temurun melalui garis keturunan laki–laki.

Tanah warisan kemudian dikelola oleh masing–masing keluarga yang salah satu penggunaannya diperuntukan pada kegiatan agroforestry yang dikenal dengan reba juma berdasarkan garis keturunan laki–laki dalam setiap keluarga, sedangkan untuk pembagian lahan dijalankan melalui sistem kekerabatan daliken sitelu. Ketiga unsur kerabat yakni anak beru, kalimbubu, dan senina turut berperan dalam musyawarah pembagian tanah warisan. Jika ada permasalahan yang timbul pada pembagian dan penguasaan lahan, sistem kekerabatan ini yang akan mengatasi dan memberikan solusi pemecahannya.

Pengelolaan Reba Juma

Pengelolaan di Desa Kuta Tualah dari awal dilaksanakan menggunakan. pola agroforestry agrosilvikultur yakni mengkombinasikan komponen kehutanan dan komponen kehutanan. Pada reba juma, tanaman utama penyusunnya yakni coklat dan duku, dan di sela-selanya ditanami tanaman pertanian lainnya, sehingga dari hasil pengamatan kombinasi penyusunan tanaman tidak teratur.

Reba juma termasuk agroforestry berbasis keluarga (house hold based agroforestry) karena letak reba juma biasanya di pekarangan rumah ataupun letaknya di sekitar tempat tinggal petani. Menurut Agung, dkk (2003)

agroforestry berbasis keluarga merupakan agroforestry yang dikembangkan di pekarangan rumah, biasanya di tanam pohon buah-buahan dan tanaman pangan.


(39)

Untuk lebih jelasnya tentang komponen vegetasi penyusun reba juma dapat dilihat dari gambar berikut ini :

Gambar 3. Komponen Vegetasi Penyusun Reba Juma Terdiri Dari : Duku, Coklat , Pisang, Pepaya

Beragam jenis kegiatan pengelolaan meliputi penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran hasilnya. Kegiatan ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang memiliki reba juma.

Pembuatan Reba Juma

Kegiatan pembuatan reba juma dimulai dengan pembukaan lahan yang merupakan tanah warisan dari masyarakat setempat. Lahan kemudian dibuka oleh masing–masing kepala keluarga dan pada saat sekarang ini tidak dilakukan lagi pembukaan lahan, tetapi hanya memanfaatkan lahan yang sudah ada semaksimal mungkin .

Kegiatan pembukaan lahan meliputi pembersihan lahan yang dulunya banyak terdapat semak belukar dan tumbuhan liar lainnya ditebas, dibakar kemudian dibersihkan. Pekerjaan pembukaan lahan pada umumnya dikerjakan oleh keluarga masing–masing pemilik reba juma.

Di lokasi penelitian pada masa lalu, pekerjaan pembukaan lahan oleh pria dan wanita sesuai dengan adat tradisi suku karo, maka kaum perempuan juga merupakan pekerja yang sangat kuat dan tidak kalah aktifnya dengan laki–laki


(40)

Lamanya waktu untuk persiapan lahan sekitar 1–2 bulan. Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam pembukaan lahan sekitar 2 orang yaitu suami dan istri.

Rata – rata luas lahan yang dibuka sekitar 1 ha dengan waktu 1–2 bulan, walaupun pada masa sekarang luas lahan yang dikelola untuk reba juma

bervariasi, ada yang lebih luas dan lebih sempit dari 1 ha. Proses pembukaan lahan pada masa lalu (sekitar tahun 1945) berlangsung secara alami dan tidak menggunakan peralatan mesin, karena belum tersedia. Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah parang/golok dan cangkul.

Proses pembuatan reba juma ada beberapa tahap yang dilakukan oleh masyarakat setempat yakni :

Tahun ke 1: Pembagian lahan peninggalan Perintah kolonial

Belanda (sekitar tahun 1945) kepada kepala keluarga yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Luas per kepala keluarga 1 ha. Kemudian dilakukan pembabatan semak belukar dan tumbuhan liar lainnya oleh masing–masing keluarga, pembakaran, pembersihan. Setelah itu, masyarakat menanam durian dan duku.

Tahun ke-2–8: Setelah penanaman durian, rambutan dan duku, dilakukan pemeliharaan berupa pembersihan rumput dan pemberian pupuk dan kemudian ditanami tanaman pertanian lain seperti nenas, singkong, pisang, jambu biji, kunyit dan kelapa. Selama menunggu tanaman keras berbuah, masyarakat dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian.

Tahun ke-9: Duku, durian dan rambutan mulai berbunga, dan menghasilkan buah pertama. Tetap dilakukan pemeliharaan pada tanaman yang ada pada reba juma.

Tahun ke–10: Durian, duku dan rambutan mulai dapat dipanen hasilnya. Tahun ke–56: Setelah berumur 56 tahun, pohon durian dan rambutan kurang

produktif. Karena itu pohon–pohon yang kurang produktif ditumbangi. Kemudian lahan yang telah kosong karena penumbangan di coba ditanami coklat.


(41)

Tahun ke–56 ke atas: Coklat telah berproduksi dan hasil pemasarannya dirasakan masyarakat memberikan pemasukan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman rambutan dan durian, karenanya masyarakat memutuskan untuk mengkombinasikan tanaman duku dan coklat sebagai tanaman utama pada reba juma.

Tahapan–tahapan dalam pembukaan lahan yaitu pembagian lahan, pembukaan lahan, penebasan, pembakaran, pembersihan kemudian baru dilanjutkan dengan penanaman. Berdasarkan wawancara dengan beberapa responden, sekitar tahun 1945 biaya yang dikeluarkan Rp. 100.000,-. Tetapi untuk beberapa pemilik lahan yang luasnya lebih dari 1 ha, biaya yang dikeluarkan lebih besar karena menggunakan tenaga upahan di luar anggota keluarga. Tahapan pembukaan lahan

reba juma tidak jauh berbeda dengan persiapan lahan rempong damar di Krui yang juga masih sederhana. Menurut hasil penelitian pengembangan antropologi ekologi, pembukaan hutan diawali dengan menebas, menebang kayu, memotong dahan kayu, membakar dan membersihkan sisa bakaran. Tahapan pembuatan rempong damar berbeda dengan pembuatan reba juma, menurut Maylinda, dkk (2003) Agroforestry damar tersebut awalnya berupa ladang padi, kebun kopi rakyat, dan vegetasi sekunder yang secara bertahap berubah menjadi agroforestry

kompleks yang mirip hutan alam, didominasi pohon penghasil getah damar

Lebih lanjut menurut Maylinda, dkk (2003) proses pembentukan

agroforestry damar secara umum meliputi:

Tahun ke-1 :Pembukaan dan pembakaran vegetasi petak lahan (hutan rimba, belukar, atau alang-alang), dan penanaman padi pertama, sayuran dan buah-buahan seperti pisang dan pepaya.

Tahun ke-2 :Penanaman padi kedua, dan penanaman kopi diantara padi

Tahun ke-3–7 atau 8 :Penanaman bibit damar disela tanaman kopi, buah-buahan, penghasil kayu, dll., dan penanaman padi tidak lagi dilakukan. Panen kopi perrtama


(42)

berlangsung pada tahun ke 4 dengan hasil sekitar 600 kg/ha sampai 3 atau 4 tahun berikutnya, hasilnya menurun menjadi sekitar 100 kg/ha. Tahun ke-8 sampai 20-25 :Pohon-pohon damar berkembang diantara kopi

yang mulai rusak, vegetasi sekunder mulai tumbuh, dan petani mengendalikan pertumbuhannya dengan penyiangan berkala. Buah-buahan (nangka, durian, duku, dll.) dan hasil kayu (kayu bakar, kayu perkakas, kayu bangunan) mulai dipanen seperlunya.

Tahun ke-20 keatas :Penyadapan pertama getah pohon damar. Keadaan ini dikembangkan terus melalui penanaman kembali rumpang dan penganekaragaman alami.

Setelah lahan dibersihkan, maka dibuat lubang – lubang dan jarak tanam. Kemudian pada setiap lubang diberikan pupuk kandang dan didiamkan selama 1 minggu, baru kemudian ditanam. Setelah tanaman keras berumur 8 tahun dan sudah mulai berbunga, tanaman pertanian ditanam di sela-sela tanaman keras, untuk mengisi lahan yang kosong dengan jarak sekitar 5 m dari tanaman keras.

Pada penanaman tanaman coklat, pohon durian dan rambutan yang ditumbangkan, dibersihkan terlebih dahulu bekasnya, kemudian baru ditanami coklat 1- 3 bulan setelah penumbangan karena masih menunggu bibit coklat siap untuk dipindahkan dan persiapan lahan yang akan ditanami dengan pemberian pupuk.

Sumber bibit tanaman durian, rambutan, dan duku di lokasi penelitian merupakan hasil pembibitan yang dilakukan oleh masyarakat setempat sendiri dengan menanam biji dari tanaman sendiri. Setelah ± 6 bulan, bibit tanaman kemudian dipindahkan ke lahan dari tempat pembibitan


(43)

Penanaman

Durian (Durio zibethinus)

Durian ditanam setelah dibibitkan terlebih dahulu oleh petani sekitar 6 bulan. Setelah lahan dibuka, maka dibuat bedengan dan diberi pupuk kandang, kemudian didiamkan selama 2 minggu. Setelah itu ditanam dengan jarak 6 x 6 m.

Duku (Lansium domesticum)

Tanaman duku, ditanam setelah dibibitkan terlebih dahulu sekitar 6 bulan. Awlanya dibuat bedengan yang terlebih dahulu diberi pupuk kandang dan didiamkan selama seminggu, kemudian ditanam ditanam dengan jarak 6x6 m. Penanaman biasanya dilakukan pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.

Coklat (Theobroma cacao)

Tanaman coklat ditanam pada bekas lahan tanaman durian dan rambutan yang telah ditumbangkan karena tidak produktif lagi. Penanaman dilakukan setelah 1-3 bulan, sampai bibit siap untuk ditanam. Tahap awal penanaman sama dengan penanaman tanaman duku dengan jarak tanam 2,5–3 m dengan tanaman coklat dan 3 m dengan tanaman tahunan.

Pisang (Musa parasidiaca)

Pisang ditanam setelah tanaman duku mulai berbunga, karena pisang membutuhkan penaungan dari sinar matahari. Tanaman ini ditanam di sela- sela tanaman duku. Setelah ditanam, pisang disiram secara teratur karena tanaman pisang menyukai daerah yang lembab.

Kelapa (Cocos Nucifera)

Tanaman kelapa ditanam dipinggir reba juma, biasanya dijadikan pembatas antara lahan yang satu dengan lahan yang lain. Kelapa ditanam dengan jarak sekitar 5 m antara yang satu dengan yang lain.


(44)

Pemeliharaan

Duku (Lansium domesticum)

Tanaman duku merupakan jenis tanaman yang tidak membutuhkan perawatan khusus. Setelah ditanam, selama 1–2 minggu harus disiram secara teratur. Kemudian penyiangan rumput atau herba merupakan kegiatan pemeliharaan yang sering dilakukan, agar tidak terjadi persaingan dalam memperoleh makanan. Pemberian pupuk berupa pupuk kandang diberikan 2 kali dalam setahun. Pemupukan dilakikan dengan cara membuat luabang 30–50 cm berbentuk lingkaran di sekeliling tajuk tanaman.

Coklat (Theobroma cacao)

Pemeliharaan coklat dilakukan lebih intensif dari tanaman lainnya yang ada di reba juma. Penyiangan semak dan rumput–rumput yang terdapat di bawah tanaman ini dilakukan rutin, karena jika dibiarkan maka akan terjadi perasingan dalam memperoleh makanan. Pemberian pupuk harus dilakukan sekali dalam dalam sebulan, karena jika sumber makanan bagi coklat kurang, maka akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas buah yang dihasilkan. Tanaman coklat juga rentan dengan hama dan penyakit. Biasanya petani melakukan penyemprotan terhadap hama dan penyakit pada tanaman.

Durian (Durio zibethinus)

Pemeliharaan durian hampir sama dengan duku, tidak memerlukan perawatan khusus. Penyiangan rumput liar disekitar tanaman dilakukan 2 kali dalam setahun, dan juga tanah yang disekeliling tajuk digemburkan untuk mempermudah menyerapan. Pupuk diberikan sebelum durian dipanen sehingga menghasilkan buah yang banyak.

Pisang (Musa Parasidiaca)

Pisang merupakan salah satu tanaman pertanian yang dikombinasikan oleh masyarakat di lahan mereka. Kegiatan pemeliharaan pada pisang berupa penyiangan terhadap rumput dan tanaman liar di sekitarnya agar pertumbuhannya baik. Pemangkasan daun-daun pisang yang telah kering juga dilakukan sesuai


(45)

dengan kebutuhan. Pemupukan dan pengairan juga sangat penting diperhatikan dalam pemeliharaan pisang, karenanya sangat baik bila tanaman ini ditanaman disamping tanaman duku, karena penaungan dari tajuk duku dapat mengurangi penguapan air.

Kelapa (Cocos nucifera)

Kelapa merupakan salah satu spesies yang juga diusahakan dalam Reba juma, pemeliharaan terhadap tanaman kelapa hampir tidak ada jika dibandingkan dengan tanaman lainnya. Tanaman kelapa biasanya ditanam di pinggir lahan sebagai batas dengan lahan milik lainnya

Pemanenan

Duku (Lansium domesticum)

Duku mulai produktif pada umur ± 12 tahun. Hasil penen buah duku beragam, dipengaruhi oleh jenis tanaman, ketersediaan hara dan kondisi lingkungan. Duku biasanya sudah dapat dipanen buahnya 6 bulan setelah berbunnga, biasanya berbunga pada bulan Juni dan dipanen hasinya bulan Desember–Januari.Pemanenan duku dilakukan 1 kali dalam setahun. Pemanenan buah duku dilakukan dengan memanjat pohon dan setiap pohon dapat dipanen 4– 5 kali. Kegiatan pemanenan duku dilakukan oleh 4–5 orang, dan biasanya diupahkan pada orang lain.

Coklat (Theobroma cacao)

Tanaman coklat merupakan tanaman yang harganya paling tinggi dari tanaman lainnya. Pemanenan dapat dilakukan hampir setiap minggu, karena buah coklat yang masak tidak serentak. Pemanenan dilakukan 40 kali dalam setahun, dan hanya berhenti jika coklat mengalami masa trek sekitar 1–2 bulan. Pemanenan biasanya dilakukan sendiri oleh pemilik reba juma, kuantitas yang hasil panen bervariasi, dipengaruhi oleh pemeliharaan tanaman.


(46)

Gambar 4. Pemanenan Buah Coklat (kiri) dan Pengupasan Buah Coklat (kanan)

Durian (Durio zibethinus)

Pemanenan buah durian dilakukan pada bulan Juli dan Agustus dengan masa produktif berbuah 1–2 bulan. Satu kali jatuh buah durian bisa mencapai 100–200 buah. Untuk menggumpulkan durian yang telah jatuh petani membuat rumah – rumah kecil untuk mengumpulkan durian yang telah dipanen untuk dijual keesokan harinya.

Pisang (Musa Parasidiaca)

Pemanenan pisang tidak hanya untuk buah saja, tetapi juga ada yang hanya dipanen khusus daunnya. Pemanenan dilakukan setiap bulan, dan hanya dapat dilakukan sekali saja untuk pemanenan buahnya. Buah pisang yang dipanen tidak dapat dieberikan perkiraan berapa kuantitas yang diperoleh setiap kali pemanenan, dan pemanenan dilakukan oleh pemilik lahan sendiri.

Kelapa (Cocos nucifera)

Kelapa dipanen 6 kali dalam setahun, pemanenan dilakukan dengan memanjat pohon kelapa. Biasanya, pemilik lahan mengupahi orang lain untuk memanjat dengan tarif Rp. 50.000,- / orang.

Pemasaran

Pemasaran hasil reba juma untuk tanaman keras biasanya pedagang pengumpul yang langsung membeli ke lahan reba juma. Jadi petani tidak dikenakan biaya pengangkutan apapun kecuali biaya tenaga kerja sebesar


(47)

Petani duku Pedagang pengumpul

Konsumen Rp. 50.000,- / orang. Sedangkan untuk pemasaran tanaman pertanian, biasanya petani yang menjual ke pasar Deli Tua, dikenakan ongkos angkut becak Rp. 5.000,-

Duku (Lansium domesticum)

Petani menjual duku langsung kepada pedagang pengumpul. Petani biasanya hanya mengeluarkan biaya berupa upah panjat sebesar Rp. 50.000,-/ orang. Biasanya tenaga kerja yang dibutuhkan 4–5 orang. Untuk pengangkutan buah duku ditangggung oleh pedagang pengumpul. Harga duku dijual kepada pedagang pengumpul sekitar Rp. 4000/ Kg.Untuk melihat model pemasaran buah duku, selengkapnya pada gambar 5.

Gambar 5. Rantai Pemasaran Buah Duku

Jika rantai pemasaran duku diperpendek dengan menjual hasil duku langsung kepada konsumen, maka harga jual duku akan naik sekitar Rp.6000/ Kg, tetapi resiko yang diambil juga besar, karena duku hanya tahan 1-2 hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, lebih sulit memasarkan hasil duku langsung kepada konsumen karena tidak memilki pelanggan tetap ditambah lagi kurang efiseien, karena untuk urusan pengangkutan semua ditanggung petani sendiri.

Coklat (Theobroma cacao)

Coklat yang dijual merupakan coklat yang sudah dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menjemur di halaman rumah. Harga coklat yang dijual ke pasar sekitar Rp. 18.000/ Kg. Pemasaran coklat kering ada dua bagian, pertama petani yang langsung menjual ke pasar sedangkan yang kedua dijual kepada pedagang pengumpul yang membeli coklat kepada petani. Pada pemasaran coklat, jika rantai pemasaran diperpendek, harga jual coklat hanya naik Rp. 1.000/ Kg. Menurut hasil wawancara dengan beberapa responden, volume maksimal dari


(48)

tanaman coklat yang diperoleh petani di daerah tersebut setiap kali panen maksimal 100 Kg. Jadi jika diperhitungkan jika petani yang memasarkannya sendiri, hasilnya juga tidak terlalu jauh perbedaannya jika dibandingkan dengan menjual ke pedagang pengumpul. Resiko yang dimiliki petani cukup besar karena menjual sendiri, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu untuk bahan mentah dan secara kuantitas juga hasilnya tidak begitu besar, sehingga kebanyakan petani memutuskan untuk menjual pada pedagang pengumpul. Untuk mengetahui model pemasaran coklat selengkapnya pada gambar 6.

Gambar 6. Rantai Pemasaran Coklat

Durian (Durio zibethinus)

Rantai pemasaran durian tidak terlalu rumit, sama dengan pemasaran duku. Durian yang telah jatuh kemudian dikumpulkan oleh petani pada rumah– rumah kecil yang ada di Reba juma. Hasil yang telah terkumpul kemudian dijual pada pedagang pengumpul atau ada juga yang dibeli langsung oleh konsumen. Durian dijual dengan harga Rp. 1500 sampai Rp.3000 / buah. Pembeli secara langsung menyediakan alat angkut untuk membawa durian. Durian selain dijual juga dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk melihat model pemasaran buah durian terdapat pada gambar 7.

Petani Coklat

Distribusi coklat langsung oleh

petani

Penjual Pada Tingkat Kabupaten

Pedagang Pengumpul di

Kecamatan Pedagang Pengumpul


(49)

Petani duku Pedagang pengumpul

Konsumen

Konsumsi rumah tangga .

Gambar 7. Rantai Pemasaran Buah Durian

Pisang (Musa Parasidiaca)

Pemasaran pisang memilki model yang sama dengan coklat, ada pembeli yang langsung membeli kepada petani dan ada yang dipasarkan sendiri ke pasar di tingkat kecamatan. Harga pisang yang djual oleh pedagang, lebih murah daripada yang dijual sendiri ke pasar. Jika dijual pada pedagang pengumpul harganya sekitar Rp. 500/ tandan sementara jika dijual ke pasar harganya sekitar Rp. 1000/ tandan.

Kelapa (Cocos nucifera)

Petani menjual kelapa langsung ke pasar di tingkat kecamatan. Sebelum dijual, kelapa dibuat dalam 1 ikatan yang terdiri dari 6 butir. Harga kelapa perbutirnya Rp. 1000 sampai Rp. 1500 / butirnya.

Alasan Mempertahankan Reba juma

Pelaksanaan reba juma sebagai salah satu kemampuan masyarakat setempat dalam mengelola lahan telah dilaksanakan selama puluhan tahun, tetap dipertahankan sampai saat ini. Ada berbagai faktor yang meletarbelakangi masyarakat setempat tetap mempertahankannya jika dilihat dari berbagai aspek seperti berikut ini :


(50)

Aspek Ekonomi

Reba juma di Desa Kuta Tualah merupakan salah satu contoh kegiatan

agroforestry yang dalam pengusahaan lahan berdasarkan kemampuan masyarakat setempat dengan menanam berbagai jenis tanaman untuk keperluan perekonomian rumah tangga secara tradisional dan ramah lingkungan. Pengelolaan Reba juma

dimulai sekitar tahun 1945 sampai pada saat ini dirasakan memberikan manfaat bagi masyarakat, salah satu diantaranya dari aspek ekonomi masyarakat setempat.

Reba juma yang merupakan sistem agrroforestry ini, ditanami beberapa jenis tanaman, yang menjadi kombinasi tanaman pokoknya secara dominan yakni duku (Lansium domesticum) dan coklat (Theobroma cacao). Selain kedua jenis ini, ada juga jenis tanaman lain yang dapat digolongkan menjadi tanaman keras yakni : durian (Durio Zibethinus), rambutan (Nephelium lapaceum), mahoni (Switenia mahagoni), dan tanaman pertanian yakni : nenas (Ananas comusus), jambu biji (Psidium guajava), pisang (Musa parasidiaca), kunyit, ubi kayu (Manihot utilisima), kelapa (Cocos nucifera). Pemilihan jenis tanaman yang dikombinasikan dalam reba juma paling besar dipengaruhi oleh harga pasar dan usia produktif tanaman.Oleh karena itu petani mengkombinasikan tanaman keras yang dapat dipanen 1-2 kali dalam setahun dengan tanaman semusim yang frekuensi pemanenannya lebih banyak. Pada repong damar di Krui, pemilihan jenis tanaman tidak berbeda dengan di tempat penelitian. Menurut hasil penelitian Lubis (1996) harga, akses pasar dan usia produktif tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis tanaman. Untuk mengetahui volume produksi yang dihasilkan reba juma tiap tahunnya dapat dilihat dari tabel 5.berikut ini :

Tabel 6. Volume Produksi Reba Juma Desa Kuta Tualah Kecamatan Namorambe Kab. Deli serdang Semester I

No

Jenis

Tanaman Produksi/ Thn Frekuensi/Thn Harga/Satuan (Rp.)

1 Coklat 1640 kg 40 18000 2 Duku 1600 kg 1 4000 3 Durian 330 buah 1 2250 4 Kelapa 1980 butir 6 1250 5 Pisang 300 tandan 12 750 Sumber : Data Primer Penelitian, 2008


(51)

Aspek Lingkungan

Pada lahan reba juma yang merupakan bentuk pengelolaan lahan secara

agroforestry, tanaman semusim disatukan dengan tanaman tahunan pada lahan yang sama. Menurut Rahayu (2005) setiap jenis tanaman yang diusahakan pada satu lahan yang sama akan memberikan pengaruh pada lingkungannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden di lokasi penelitian, petani reba juma, sebanyak 4,4 % berpendapat salah satu manfaat dari reba juma

yakni mempertahankan kondisi tanah agar tidak mudah terbawa jika hujan. Menurut Pulungan, dkk (2003) manfaat ekologis dari agroforestry diantaranya mengurangi laju aliran permukaan, pencucian zat hara tanah dan erosi karena pohon-pohon akan menghalangi terjadinya proses tersebut, perbaikan kondisi iklim makro misalnya penurunan suhu permukaan tanah dan laju evaporasi melalui penutupan oleh tajuk pohon dan mulsa, peningkatan kadar unsur hara tanah karena adanya serasah atau humus, perbaikan struktur tanah karena adanya penambahan bahan organik yang terus menerus dari serasah yang membusuk.

Jenis tanaman yang dibudidayakan pada reba juma, dipilih yang sesuai dengan kondisi setempat, tetapi pengkombinasian sebagian besar berdasarkan tanaman yang mampu menghasilkan nilai komersil paling tinggi. Perubahan kombinasi jenis tanaman sekiatar tahun 1990-an , dikarenakan hasil tanaman duku dan rambutan dinilai tidak produktif lagi. Pengaturan pola tanam pada Reba juma, masih sangat kurang, contohnya saja pada tanaman coklat yang dibudidayakan. Penaungan yang dibutuhkan oleh tanaman coklat berbeda pada setiap umur. Menurut Susanto (1994) tanaman muda membutuhkan penaungan lebih besar (25–35 % cahaya matahari) sedangkan tanaman dewasa membutuhkan penaungan yang lebih rendah (65-75 % cahaya matahari). Oleh karena itu, tanaman duku sebaiknya ditanam diagonal dengan tanaman coklat sehingga memberikan naungan yang merata dan tidak menggangu tanaman coklat lainnya.

Dari hasil observasi di lokasi penelitian, Sebagian besar penanaman tanaman tahunan dan tanaman semusim dilakukan tidak memperhatikan pola tanam. Tanaman semusim ditanam di sela–sela tanaman tahunan biasanya hanya diusahakan agar lahan dapat terpakai secara maksimal. Hanya tanaman pisang


(52)

yang ditanam di sela–sela tanaman yang menurut petani reba juma

dikombinasikan karena tanaman pisang menyukai kondisi lingkungan yang tidak kering, sehingga membutuhkan penaungan dari tanaman lain agar air tidak terlalu cepat menguap.

Aspek Sosial Budaya

Lahan yang digunakan dalam kegiatan reba juma merupakan tanah adat yang diperoleh secara warisan. Kepemilikan lahan tergolong kepimilikan privat karena diberikan kepada kepala keluarga. Menurut Ellisworth (2002) bahwa kepemilikan privat merupakan hak yang diberikan kepada satu orang (individu), suami–istri dari satu keluarga, sekelompok orang, suatu lembaga lembaga baik perusahaan swasta ataupun lembaga nirmala.

Status kepemilikan lahan reba juma dari awal merupakan tanah peninggalan Belanda yang dibagikan secara merata kepada kepala keluarga di daerah ini. Sampai saat ini, dari hasil wawancara dengan beberapa responden, tidak ada sertifikat kepimilikan yang dimiliki oleh petani reba juma, tetapi bukti kepemilikan lahan dapat dilihat dari surat keterangan dari kepala desa. Selama ini, belum ada konflik yang timbul karena status kepemilikan lahan yang masih secara

de facto. Lebih lanjut menurut Ellisworth (2002) banyak konflik yang terjadsi di Indonesia saat ini akibat dari pembenturan konsep kepemilikan tanah secra de jure

(menunjukkan kepemilikan formal yang berdasarkan hukum atau peraturan yang dianggap sah) dan de facto (cara–cara kepemilikan yang dikenal berdasarkan hukum atau aturan yang telah dipraktikkan selama ini). Namun, jika tanah ingin dijual yang akan dipergunakan bagi peruntukkan lain, terlebih dahulu harus diadakan musyawarah (runggu) antara komponen daliken sitelu dengan ahli waris. Setelah diperoleh kesepakatan untuk menjual, maka harus dibuat surat pernyataan yang ditandatangani oleh seluruh ahli waris beserta anak beru dan kalimbubu.

Tanah adat yang dipergunakan pada pengelolaan reba juma ini, awalnya pada sekitar tahun 1945 diberikan 1 ha kepada setiap kepala keluarga (kepala keluarga). Karena pemilikan tanah adat ini berdasarkan adat batak karo, tanah diwariskan pada anak laki–laki secara merata turun–temurun pada setiap generasi. Akhirnya, lahan yang dahulunya 1 ha menjadi semakin sempit luasannya,


(53)

sehingga bila diusahakan harus mempertimbangkan kombinasi tanaman agar mendapatkan hasil yang maksimal meskipun lahannya semakin sempit.

Gambar 8. Kombinasi Tanaman Reba Juma (kiri) dan Pekuburan pada Reba Juma

Agroforestry merupakan salah satu bentuk kegiatan pengelolaan lahan yang sesuai dengan kondisi lahan yang ada di Desa Kuta Tualah karena

Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang mengkobinasikan antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, sehingga meskipun luasan lahan terbatas dari segi ruang, tetapi volume produksi tetap dapat dimaksimalkan. Disamping luas lahan yang semakin sempit, terdapatnya pekuburan keluarga pada reba juma menjadi salah satu alasan kuat bagi masyarakat untuk tetap mempertahankan reba juma. Karena bagi masyarakat Karo, tanah warisan peninggalan orang tua yang telah meninggal (dalam bahasa karo dikatakan tanah tading-tadingen) sangat dijaga agar jangan sampai berpindah tangan kepimilkannya kepada orang lain, apalagi diluar pihak keluarga.

Pembagian tanah yang diwariskan melalui garis keturunan laki – laki ini masih dilaksanakan dengan sistem kekerabatan daliken sitelu. Pada sistem kekerabatan ini, ketiga komponen daliken sitelu yakni : kalimbubu, anak beru dan

senina masing–masing memilki peran yang berbeda dalam pembagian lahan yang akan dibagikan. Kalimbubu merupakan pihak yang memberi istri kepada keluarga tertentu, senina berarti saudara kandung atau saudara satu marga, dan anak beru

merupakan pihak yang mengambil istri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri.


(54)

Anak beru merupakan salah satu komponen daliken sitelu yang banyak berperan dalam pembagian lahan, yang bertugas menjalankan amanat dari pewaris baik pada kondisi pewaris masih hidup atau sudah meninggal. Jika terjadi perselisihan dalam pembagian warisan karena tidak aturan tertulisnya, maka anak beru berperan sebagai penengah dalam perselihan. Kalimbubu merupakan komponen dari daliken sitelu yang paling dihormati, oleh karena itu, kalimbubu

merupakan penasehat jika terjadi perselisihan dalam pembagian lahan. Sementara senina merupakan saksi pada saat ada musyawarah (runggu) dalam pembagian tanah warisan.

Peran daliken sitelu dalam kehidupan masyarakat karo semakin berkurang saat ini. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden, dahulu dalam pengelolaan lahan reba juma , sistem kekerabatan ini memegang peranan penting seperti pada kegiatan penanaman dan pemanenan. Komponen dari daliken sitelu bergotong royong melaksanakan kegiatan ini, biasanya anak beru yang membantu

kalimbubu dalam penanaman atau pemanenan reba juma. Tetapi sekarang ini, kejadian seperti ini, sudah jarang terjadi, hal ini dikarenakan sudah adanya tenaga kerja upahan (aron) dan kesibukan masing – masing komponen daliken sitelu.

.Sekarang ini, aturan pada pembagian tanah warisan di dalam masyarakat Karo ada beberapa yang masih dipertahankan dan ada juga yang berubah secara bertahap. Misalnya, pada perkawinan campuran (bila salah satu calon pengantin bukan suku karo), maka calon pengantin harus disahkan terlebih dahulu menjadi etnis karo dengan cara memberi marga. Hal ini dikarenakan aturan adat dari masyarakat karo, jika belum disahkan menjadi orang karo maka tidak diperbolehkan mewarisi tanah adat yang dimiliki suami atau istrinya jika telah meninggal. Hal ini diperkuat dengan penelitian Affandi dan Harianja (2008) pada masyarakat Karo bahwa keuntungan pemberian klen/ marga berkaitan dsengan warisan yakni : (a) dengan pemberian klen, khususnya bila calon pengantin itu wanita, bila kelak suaminya meninggal dunia, dia berhak mewarisi tanah adat yang dimiliki suaminya dan (b) kedudukan orang yang diberi klen (marga/ beru) menjadi jelas dalam struktur adat karo.

Sementara, untuk aturan adat yang sudah mulai berubah yakni dalam hal subjek penerima warisan. Tidak hanya anak laki-laki saja yang menerima tanah


(55)

warisan, bahkan perempuan juga, kendatipun proporsinya secara umum hanya sekitar 25% dari tanah warisan yang diberikan kepada anak perempuan atau besarnya tanah warisan yang diterima tergantung dari kesepakatan anak laki-laki untuk memberikan kepada saudarinya yang perempuan (turang).

Kebiasaan Masyarakat dalam Mengelola Reba Juma

Desa Kuta Tualah merupakan daerah yang penduduknya hampir seluruhnya merupakan suku batak karo. Pada kegiatan pengelolaan reba juma, peran wanita tidak kalah aktifnya dari pria. Dari hasil wawancara dengan beberapa responden dalam kegitan seluruh kegiatan seperti : pemanenan, pemeliharaan, penanaman, dan pemanenan wanita paling banyak berperan dibandingkan dengan pria. Hasil dari penelitian ITTO (2008) mengenai sitem tenurial dan sistem pengelolaan lahan secara kolaboratif di Desa Tambun Raya dan Sibolangit bahwa berdasarkan pola pemanfaatan waktu oleh masyarakat setempat, kegiatan penanaman dan pemeliharaan secara umum dilakukan oleh perempuan, sementara laki-laki hanya membantu pekerjaan tersebut.Walaupun dalam penguasaan lahan, hak atas tanah ada ditangan pria, tetapi wanita karo dari dulu dikenal sebagai sosok yang ulet dan rajin, hal ini dikarenakan pola kebiasaan hidup sehari-harinya. Wanita berperan lebih bayak dalam kegiatan pengelolaan

reba juma, meskipun harus juga menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Menurut Awang (2005) bagi perempuan bekerja, mereka memiliki peran ganda yakni beban kerja di rumah dan beban pekerjaan di luar rumah.

Tidak ada kebiasaan adat ataupun aturan yang dibuat dalam pengelolaan

reba juma. Setiap harinya petani mulai bekerja pukul 08.00–12.00 WIB dengan kegiatan yang dilakukan yakni penanaman tanaman pertanian dan pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, dan penyemprotan pestisida). Khusus untuk tanaman keras, pemanenan dilakukan juga mulai pagi hingga siang agar hasilnya dapat dipasarkan sore harinya. Kegiatan pengelolaan kemudian dilanjutkan pukul 15.00–18.00 WIB kegiatan yang dilakukan berupa pemanenan untuk tanaman coklat dan tanaman pertanian, kemudian di jual ke pasar pagi berikutnya. Jadwal kegiatan reba juma yang dilakukan di Desa Kuta Tualah dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(1)

(2)

Lampiran 2. Data Identitas dan Pendapatan(per tahun x Rp.1.000,-) Responden Petani Pemilik Lahan Reba Juma, Desa Kuta Tualah, Kec. Namorambe, Kab. Deli Serdang ,

Semester I Tahun 2008

No. Nama Pendidikan

Luas Lahan (Ha)

Pekerjaan

Pendapatan (Rp.)

Total Pendapatan (Rp.) Utama Sampingan Utama Sampingan

1 Tambar Lungun Ginting SMA 0.60 Bertani 15660.0 15660.0

2 Ngarihi Tarigan SMP 2.00 Bertani Perikanan 25680.0 400 26080.0

3 K. Sembiring SMP 1.00 Bertani Beternak 25300.0 3000 28300.0

4 Deli Gintung Tidak sekolah 0.40 Bertani 6000.0 6000.0

5 Ngorati Ginting SD 0.50 Bertani 18120.0 18120.0

6 Ingan Sitepu SD 1.20 Bertani 20790 25590.0

7 Mulyani Ginting SMA 3.50 PNS Bertani 25200.0 42200 67400.0

8 Neisei Sembiring SMA 0.50 Bertani 23640.0 23640.0

9 Rincuh Sembiring SMA 0.80 Bertani 12196.5 12196.5

10 Ngginai Ginting Tidak sekolah 1.00 Bertani 13932.0 13932.0

11 Kartini Sitepu SD 0.40 Bertani Berdagang 3740.0 3600 7340.0

12 Tuti Br Sitepu SMA 1.00 Bertani Perikanan 33600.0 4000 37600.0

13 Lape Ginting SMP 1.50 Bertani Beternak 156980.0 140 157120.0

14 Ngaku Ginting SD 0.20 Bertani 5900.0 5900.0

15 Maria Tarigan Tidak sekolah 0.50 Bertani 36800.0 36800.0

16 Tandang Munte SD 1.00 Bertani 41600.0 41600.0

17 Jenda Ukur Sembiring Tidak sekolah 1.00 Bertani 23200.0 23200.0

18 Marheni Surbakti D2 0.30 Guru Bertani 18000.0 6840 24840.0

19 Thomas Sembiring SD 0.80 Bertani Jasa dan Beternak 44950.0 10560 55510.0

20 Gindawa Ginting D3 1.70 Bertani Kades dan Perikanan 15286.0 12300 24586.0

21 Lenggang Ginting SD 1.00 Bertani 55000.0 800 55800.0

22 Tringet Colia SD 0.50 Bertani 14950.0 14950.0

23 Njalapi Ginting SD 3.00 Bertani Perikanan 62024.0 6000 68024.0

24 Sofi Sitepu SD 0.40 Bertani Berdagang 6680.0 12000 18680.0


(3)

(4)

Lampiran 3. Rincian Rata-rata (per tahun x Rp. 1.000,-) Respon Petani Pemilik Lahan Reba Juma, Desa Kuta Tualah,

Kec. Namorambe, Kab. Deli Serdang, Semester I Tahun 2008

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

IX X

1

2

3

4

5

6

7

1 Tambar Lungun Ginting Bertani 12000 3000 240 300 120

2 Ngarihi Tarigan Bertani Perikanan 9000 12000 4680

3 K. Sembiring Bertani Beternak 400,0 1500 22500 410 250 240

4 Deli Ginting Bertani 6000

5 Ngorati Ginting Bertani 6000 12000 120

6 Ingan Sitepu Bertani 500,0 1750 22500 600 240

7 Mulyani Ginting PNS Bertani 1000,0 8000 1950 250 28000 3000

8 Neisei Sembiring Bertani 3000 8640 12000

9 Rincuh Sembiring Bertani 112,5 9000 3000 24 60

10 Ngginai Ginting Bertani 6000 6000 1404 480 48

11 Kartini Sitepu Bertani Berdagang 60 480 3200

12 Tuti Br Sitepu Bertani Perikanan 1200 21600

13 Lape Ginting Bertani Beternak 300,0 10000 144000 60 2520 100

14 Ngaku Ginting Bertani 300,0 5000 600

15 Maria Tarigan Bertani 800 36000

16 Tandang Munte Bertani 20000 21600

17 Jenda Ukur Sembiring Bertani 4000 14400 4800

18 Marheni Surbakti Guru Bertani 1000 5600 240

19 Thomas Sembiring Bertani Jasa, Beternak 900,0 6000 28000 300 9750

20 Gindawa Ginting Bertani Kades, Perikanan 750,0 2000 8000 1188 300 48 3000

21 Lenggang Ginting Bertani 2400 50400 300 2400

22 Tringet Colia Bertani 150,0 4000 10800

23 Njalapi Ginting Bertani Perikanan 20000 36000 480 5544

24 Sofi Sitepu Bertani Berdagang 800 2880 2400 600

25 Tumtum Sembiring Bertani 960,0 12000 600

Total 5372,5 151510 471950 1080 25646 500 1080 12000 24 3200 1096 300 120 28000 6000 9750 600

Keterangan : Buah I : Durian T.Pert 1 : Daun Singkong Buah II : Duku T.Pert 2 :Pandan Buah III : Coklat T.Pert 3 : Kunyit

No Nama

Pekerjaan

Sumber Pendapatan

Utama

Sampingan

Reba Juma


(5)

Lanjutan lampiran 3.

Beternak (Rp.) Perikanan(Rp.) PNS (Rp.) Jasa (Rp.) Berdagang(Rp.)

1 Tambar Lungun Bertani

2 Ngarihi Tarigan Bertani Perikanan 400

3 K. Sembiring Bertani Beternak 3000 4 Deli Gintung Bertani

5 Ngorati Ginting Bertani 6 Ingan Sitepu Bertani

7 Mulyani Gintin PNS Bertani 25200

8 Neisei Sembirin Bertani 9 Rincuh Sembir Bertani 10 Ngginai Gintin Bertani

11 Kartini Sitepu Bertani Berdagang 3600

12 Tuti Br Sitepu Bertani Perikanan 4000

13 Lape Ginting Bertani Beternak 140 14 Ngaku Ginting Bertani

15 Maria Tarigan Bertani 16 Tandang Munte Bertani 17 Jenda Ukur Sem Bertani

18 Marheni Surbak Guru Bertani 18000

19 Thomas Sembir Bertani Jasa dan Beternak 8400 2160

20 Gindawa Gintin Bertani Kades dan Perikanan 2700 9600

21 Lenggang Ginti Bertani

22 Tringet Colia Bertani 800

23 Njalapi Ginting Bertani Perikanan 6000

24 Sofi Sitepu Bertani Berdagang 12000

25 Tumtum Sembi Bertani

Total 12340 13100 43200 11760 15600

NO Nama

Pekerjaan Sumber Pendapatan

Utama Sampingan

Bukan Reba Juma


(6)

PEMERINTAH KABUPATEN DELI SERDANG

KECAMATAN NAMORAMBE

DESA KUTA TUALAH

No

:

Kuta Tualah, 3 oktober 2008

Sifat : Biasa

Kepada Yth.

Lamp : -

Bapak Ketua Departemen Kehutanan

Hal

: Telah Melaksanakan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Di-

Medan

Sehubungan dengan Surat dari Ketua Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara, perihal permohonan

izin lokasi penelitian, pengambilan data dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian di Desa Kuta Tualah

Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang , yakni mahasiswa yang melakukan penelitian adalah :

Nama

Alamat

NIM

Judul Penelitian

Ade Irma Sembiring

Jl. Universitas No. 20

Asrama Putri USU

041201004

Reba Juma

(Kajian

Agroforestry

di

Desa Kuta Tualah Kecamatan

Namorambe

Kabupaten Deli

Serdang)

Berkenaan dengan hal diatas, maka kami menerangkan bahwa mahasiswa yang tersebut namanya di atas telah

selesai melaksanakan penelitiannya di Desa KutaTualah Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang,

mulai tanggal 28 Mei 2008 s.d. 10 Juni 2008 dan 3 Oktober 2008.

Demikianlah surat ini disampaikan untuk dapat dimaklumi dan dipergunakan seperlunya.

KEPALA DESA KUTA TUALAH

KECAMATAN NAMORAMBE