dan debitur dengan suatu proses yang adil tanpa pandang bulu dan transparan sebagai salah satu pintu utama perbaikan ekonomi Indonesia.
Semua perkara-perkara di mana BPPN menjadi pihak, termasuk Pengadilan Niaga, diadili oleh hakim-hakim ad hoc di semua tingkat
badan peradilan dari Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung yang diangkat dari kalangan profesi yang kredibel.
c. Ketiga, lakukan pemberdayaan penuh terhadap Komisi Hukum Nasional
untuk membuat suatu prioritas perubahan hukum nasional berdasarkan urutan yang bertujuan mengatasi krisis multidimensi kita, baik krisis
ekonomi, hukum, ancaman disintegrasi sosial serta masalah-masalah otonomi daerah. Komisi Hukum Nasional bukan saja bertugas melahirkan
konsep hukum nasional, melainkan juga diberdayakan secara penuh untuk menjadi pusat perumusan kebijakan publik multisektor.
d. Keempat, lakukan rekonstruksi total badan peradilan dari Pengadilan
Negeri sampai Mahkamah Agung dengan antara lain : a menunjuk hakim-hakim agung ad hoc dengan dua tugas utama, pertama sebagian
ditugasi melakukan rekonstruksi badan peradilan paling lama dalam waktu 1 satu tahun dan kedua, sebagian lainnya mengadili tumpukan perkara -
perkara penting yang berpengaruh terhadap perbaikan sistem hukum nasional dalam waktu paling lama 3 tiga tahun. Hakim-hakim agung
nonkarier yang progresif tentu saja dapat dilibatkan dalam proses ini. Hakim-hakim agung lainnya yang ada sekarang dibiarkan pensiun pada
waktunya, dan mereka hanya bertanggung jawab untuk mengadili perkara- perkara teknis dan rutin yang tidak berpengaruh terhadap perbaikan sistem
hukum nasional.
e. Kelima, lakukan perombakan total yang sama di institusi penegakan
hukum lainnya seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian, serta membiarkan organisasi pengacara menjadi organisasi yang bebas dan
mandiri untuk menentukan nasibnya sendiri, tetapi mengharuskan mereka menegakkan etika profesi setinggi mungkin. Dengan prioritas tadi, mudah-
mudahan masyarakat tidak melanjutkan mimpi-mimpi lamanya, atau