RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN
BAB I Parodi Kebijakan Kehutanan
Sesuai Pasal 33 UUD 1945: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”. Dalam praktiknya Negara hanya menjalankan sebagian pasal 33, yakni penguasaan Negara atas hutan, namun mengabaikan
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh Negara untuk penyelenggaraan kehutanan yang berkeadilan dan berkelanjutan adalah
pengaturan hak atas hutan.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah alokasi lahan hutan. Alokasi lahan hutan tidak hanya mencerminkan fungsi dan luasan hutan, tetapi lebih dari juga
merefleksikan tanggung jawab dan otoritas atas lahan hutan.
Pengaturan yang baik atas pola kepemilikan hutan, akses dan pengawasan dapat menjadi faktor pendorong
insentive yang cukup efektif untuk pengelolaan hutan yang lestari, namun sebaliknya kesalahan dalam ketiga factor tersebut
dapat mengakibatkan kehancuran sistem hutan. Dari sisi pembangunan wilayah, kegiatan sektor kehutanan memberikan
sumbangan yang nyata dalam pembukaan wilayah terpencil dan peningkatan akses antar daerah melalui pembangunan jaringan jalan dan jembatan.
Selain berperan dalam menyangga fungsi ekologis dan sosial, hutan juga memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Berikut merupakan
gambaran prestasi kehutanan selama tiga dekade Orde Baru :
No .
Tahun Prestasi Kehutanan
1. 1980-an
Memulai sebagai produsen kayu lapis
2. 1988-an
Produk kayu lapis Indonesia menguasai hampir 50 kayu lapis dunia dan menjadi pemimpin pasar
yang sangat sampai dengan dibubarkan Badan Pemasaran Bersama BPB Apkindo awal tahun
1988
3. Awal 1990-an
Memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional kedua terbesar setelah migas
4. Medio 1990-an
Urutan ketiga dibawah migas dan tekstil dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan
nasional
Dampak dari pengerukan manfaat finansial selama lebih dari tiga dekade harus dibayar mahal dengan degradasi hebat kualitas dan kuantitas sumberdaya
hutan.
1
RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN Setelah Orde Lama tumbang, untuk mengatasi kesulitan rezim Orde Baru
berupaya menggenjot perumbuhan devisa melalui eksploitasi sumber daya alam termasuk eksploitasi sumber daya hutan. Kemudian pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 Tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan, hal ini merangsang pertumbuhan usaha bidang
kehutanan khususnya dalam bentuk HPH di Indonesia. Sejak saat itulah sektor kehutanan menjadi “sapi perah” andalan dalam menggenjot devisa Negara.
Sapi perah yang tidak hanya diperas, tetapi juga terawat baik dan sehat, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pemiliknya bangsa Indonesia
secara berkelanjutan.
Setelah kejatuhan rezim Orde Baru, di bidang pengusahaan hutan dikeluarkan beberapa kebijakan. Berikut merupakan gambaran singkat beberapa perubahan
dasar hukum kehutanan di Indonesia dan beberapa kebijakan operasional sektor kehutanan paskar eformasi :
Tahun Capaian Proses
1967 Ditetapkan UU Pokok Kehutanan No.5 Tahun 1967
1990 Berbagai pihak menimbang untuk perlu revisi terhadap UU
Pokok Kehutanan
1993 Menteri Kehutanan Menyerahkan Naskah Akademik
Rancangan UU Pokok Kehutanan No.5 Tahun 1967
1993-1198 Penyusunan konsep Rancangan UU Kehutanan dengan
mempertimbangkan masukan dari berbagai kelompok masyarakat. Selama kurun waktu lima tahun, tidak kurang
dari 11 konsep RUU Kehutanan
1998-1999 Rapat antar department untuk mwnyempurnakan UU
April 1999 RUU Kehutanan diterima Presiden dan disampaikan kepada
DPR
April – Sep 1999
Proses pembahasan di DPR
30 Sep 1999 UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 disahkan
Dibandingkan dengan Undang-Undang Kehutanan No. 5 Tahun 1967 yang hanya menekankan pada aspek produksi, Undang-Undang Kehutanan N0.41 Tahun
1999 juga memberi perhatian yang cukup pada aspek konservasi dan partisipasi masyarakat.
Sebagian kalangan menilai keberpihakan Undang-Undang Kehutanan yang baru terhadap masyarakat hukum adat hanyalah sekadar retorika belaka karena
beberapa ayat berpotensi menjadi “pasal karet”. Misalnya pasal 66 1 dinyatakan bahwa masyarakat hukum adat dapat memperoleh hak-haknya
sepanjang diakui keberadaannnya. Hal ini menjadi masalah karena penilaian akan keberadaan atau eksistensi masyarakat bias jadi subjektif tergantung
bagaimana dan siapa yang memberikan pengakuan, yang dijawab pada pasal berikutnya….”pengukuhan keberadaan dan penghapusan masyarakat hukum
adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah”.
2
RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN Adapun perubahan kebijakan “operasional” penting yang dikeluarkan di era
reformasi:
Kebijakan Operasional
Dampak Positif
Negatif Kebijakan
pertama, Pembatasan
luas kepemilikan
HPH 1. Kebijakan
Pertama, pembatasan
luas kepemilikan HPH. Hal ini
merupakan suatu
disinsentif nontarif bagi pengusahaan hutan skala
besar, yang dikeluarkan untuk
merespon keinginan masyarakat
agar tidak ada monopoli di bidang pengusahaan
hutan oleh beberapa pengusaha besar saja.
2. Memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
1. Dalam jangka panjang, implementasi
dari kebijakan ini sangat
potensial menimbulkan permasalahan
baru seperti kesulitan metode
pengaturan hasil untuk pengelolaan hutan lestari
dan semakin kuat kesan ketidakpastian
iklim berusaha di Indonesia.
Kebijakan kedua,
Pemberian HPH kepada
koperasi dan pengusaha
kecil 1. Pemerataan kesempatan
berusaha dan mendorong pembangunan kekuatan
ekonomi daerah. 1. Terkesan terlalu terburu-
buru karena
kenyataannya banyak diantara koperasi dan
pengusaha kecil banyak penerima HPH yang
sebenarnya belum siap untuk mengelola HPH,
yang
menyebabkan adanya jual-beli saham
yang marak terjadi antara koperasi pengusaha kecil
dan kontraktor yang mayoritas
pengusaha besar, bahkan banyak
diantaranya adalah
pemilik eks-HPH. 2. Ketidakpastian batas areal
HPH akibat kebijakan retribusi HPH akan
mendorong praktik
3
RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN perambahan hutan dan
penebangan kayu illegal semakin bertambah.
Kebijakan ketiga,
Pembubaran Badan
Pemasaran Bersama
1. Pembubaran BPB
memberikan keuntungan bagi
sebagian perusahaan yang bebas
mengekspor produknya tanpa batasan kuota.
1. Sebagian perusahaan
juga menghadapi
kesulitan besar dalam menembus pasar ekspor.
Kebijakan keempat,
pembebasan ekspor kayu
bulat 1. Mampu mendekatkan
harga jual log domestic terhadap harga jual
internasional. 1. Penjualan besar-besaran
kayu bulat ke luar negeri karena harganya jauh
lebih tinggi sehingga industri perkayuan dalam
negeri semakin sulit mendapatkan
bahan baku, yang berarti
lonceng kematian bagi industri pengolahan kayu
dalam negeri.
Produktifitas sektor hulu, terutama pada tahap pemanenan masih jauh dari memuaskan, sementara efisiensi sektor hilir pabrik pada umumnya sudah
cukup baik.
Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas untuk mengatasi kelangkaan kayu, diperlukan suatu tolak ukur silvikultur yang
memastikan permudaan telah berjalan dengan baik, meliputi: pengaturan komposisi jenis-jenis pohon, pengaturan struktur densitas tegakan optimum,
konservasi tanah dan air, dan fungsi hutan secara umum.
Sistem budidaya hutan di Indonesia yang secara teoritis diakui cukup baik bahkan oleh pakar asing ialah sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia TPTI.
Tahap-tahap implementasi dari TPTI ialah penyiapan areal kerja, inventarisasi tegakan sebelum penebangan, pembukaaan wilayah hutan, penebangan,
pembebasan, inventarisasi tegakan tinggal, pembibitanpersemaian, penanamanpengayaan, pemeliharaan, pemeliharaan lanjutan, serta
perlindungan hutan dan penelitian.
Prinsip-prinsip pengelolaan hutan dengan sistem TPTI: rotasi tebang 35 tahun, Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan ITSP, boleh menebang pohon
komersial dengan Ø 50 cm ke atas, menyisakan minimal 25 pohon komersial
4
RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN sebagai pohon inti Ø 20-50 cm, Annual Allowable Cut AAC, kegiatan
paska penebangan ITT, pemeliharaan pohon inti, pemeliharaan anakan, pembebasan, serta penanaman dan pengayaan.
Secara sederhana dapat diperkirakan berapa seharusnya luas areal virgin forest
areal hutan yang sama sekali belum pernah ditebang. Menurut TGHK Tata Guna Hutan Kesepakatan ialah sebagai berikut:
Masa konsesi pengelolaan hutan: 20 tahun Keseluruhan kaw. Hutan
: ± 63 juta Ha Penataan areal kerja
: keseluruhan areal ÷ 35 blok Rencana Karya Tahunan
: 1 blok per tahun Sisa hutan setelah masa konsesi: 35 – 20 = 15 blok
Sisa hutan produksi seharusnya : 1535 x 63 juta Ha = ± 27 Ha Namun kenyataannya jauh lebh kecil dari angka perhitungan ini,
dikarenakan faktor alam dan pembalakan liar.
Kondisi yang terjadi sekarang adalah ketimpangan pasok dan permintaan, di mana permintaan jauh melebihi persediaan.
Persediaan log tidak cukup kecuali dengan menciptakan proyek Izin Pemanfaatan Kayu IPK dan tentu tidak mungkin terus dilakukan karena sangat menggangu
fungsi ekologis.
Membatasi pasok log = membunuh sebagian besar industri kayu –tumpuan devisa Negara = menghentikan napas jutaan tenaga kerja.
5
RESUME STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN
BAB II Pertarungan Kepentingan Atas Hutan