Gambar 32 Aktivitas mengisap darah perorang perjam MHD nyamuk An. kochi
pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010- Agustus 2011
5.3.2.5 Anopheles subpictus
Tampak bahwa di permukiman, puncak aktivitas mengisap darah An. subpictus
berlangsung pada pukul 21.00-22.00 yang terjadi pada ekosistem permukiman, semak dan hutan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, puncak
aktivitas mengisap darah di permukiman jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis ekosistem lainya. Pada awal malam dan tengah malam, tidak
ditemukan adanya aktivitas mengisap darah pada ekosistem perkebunan. An. subpictus
yang terdapat di permukiman dan di hutan menunjukkan pola aktivitas yang meningkat menjelang pergantian dari malam ke siang pukul 5.00-6.00.
Pada ekosistem semak, aktivitas mengisap darah memuncak pada pukul 22.00-23.00. Secara umum, pola aktivitas mengisap darah menunjukkan
penurunan yang rendah dari pukul 22.00 hingga akhir jam penangkapan. Jastal et al.
2003 melaporkan bahwa An. subpictus umumnya berada di daerah pantai, dan lebih banyak mengisap darah di dalam rumah. Garjito et al. 2003
melaporkan bahwa An. subpictus bersifat exofilik dan puncak aktivitas mengisap darahnya berlangsung dari pukul 21.00-03.00. Di Banyuwangi, 73 nyamuk An.
subpictus aktif mengisap darah orang d luar rumah Shinta, Sukowati Mardiana
2003. Fluktuasi mengisap An. subpictus perjam disajikan pada Gambar 33.
0,24
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30
18-19 19-20
20-21 21-22
22-23 23-24
0-1 1-2
2-3
An. kochi
Hutan Kebun
Semak Rumah
M HD
Gambar 33 Aktivitas mengisap darah perorang perjam MHD nyamuk An. subpictus
pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011
Di Sulawesi Tengah, aktivitas mengisap darah berbeda pada wilayah yang berbeda. Di Donggala nyamuk ini aktif mengisap darah pada awal malam baik di
dalam maupun di luar rumah, dan puncaknya terjadi pada 21.00-22.00. Sementara itu di Siboang puncak mengisap darah terjadi pada pukul 19.00-20.00 di luar
rumah dan 03.00-04.00 di luar rumah Jastal et al. 2003.
5.3.2.6
Hasil analisis terhadap aktivitas mengisap darah An. tessellatus disajikan pada Gambar 34. Tampak bahwa di semak, puncak aktivitas mengisap darah An.
tesselatus terjadi antara pukul 21.00-22.00 yang melebihi ke tiga jenis ekosistem
lainnya, turun pada pukul 22.00-23.00 dan kembali naik dan merata dari pukul 00.00 hingga 02.00-03.00. Pada ekosistem permukiman An. tessellatus tidak
ditemukan mengisap darah pada awal dan akhir penangkapan, sepanjang malam nyamuk ini memiliki Garjito et al. 2004 melaporkan bahwa An. tessellatus lebih
menyukai mengisap darah di luar rumah dan pada hewan ternak yang dkandangkan.dan lebih suka istirahat pada dinding-dinding rumah dibanding
tempat lainnya. Perilaku mengisap darah An. tessellatus juga diteliti oleh Munif, Sudomo dan Soekirno 2007 dan melaporkan bahwa aktivitas mengisap darah
An. tessellatus di Kecamatan Lengkong, Sukabumi semuanya dilakukan di luar
rumah dengan nilai MHD 0,04 orang per jam.
Anopheles tesselatus
0,005 0,007
0,009 0,011
0,013 0,015
0,017 0,019
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 0-1
1-2 2-3
3-4 4-5
5-6
An. subpictus
Hutan Kebun
Semak Rumah
MHD
Gambar 34 Aktivitas mengisap darah perorang perjam MHD nyamuk An. tessellatus
pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus 2011
5.3.2.7
Nyamuk An. vagus umumnya bersifat exofilik, Di Purworejo, semua An. vagus
ditemukan di luar rumah Lestari et al. 2007, di daerah pantai
Anopheles vagus
Hasil analisis terhadap aktivitas mengisap darah An. vagus disajikan pada Gambar 33. Tampak bahwa pada ekosistem hutan aktivitas mengisap darah
mengalami puncak ganda yaitu antara pukul 21.00-23.00, berikutnya terjadi antara pukul 00.00-01.00 dan 02.00-04.00. Pada ekosistem perkebunan aktivitas
mengisap darah yang tertinggi terjadi antara pukul 19.00-20.00, sedangkan di semak terjadi puncak ganda yaitu antara pukul 20.00-21.00, 22.00-23.00 dan
02.00-04.00, sedangkan di ekositem permukiman aktivitas mengisap darah tertinggi berlangsung antara pukul 02.00-04.00. Pada akhir jam penangkapan
aktivitas mengisap darah An. vagus tampak meningkat terutama pada ekosistem semak dan hutan.
Meskipun secara umum aktivitas mengisap darah nyamuk An. vagus pada semua jenis ekosistem tidak menunjukkan suatu pola tertentu, namun tetap
menggambarkan adanya kontradiksi antara ekosistem perkebunan, semak dan permukiman di satu sisi dan hutan di sisi lain. Pada beberapa waktu penangkapan,
aktivitas mengisap darah An. vagus memuncak dan pada saat yang sama aktivitas pada ke tiga jenis ekosistem lainnya menurun.
6,00
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00 9,00
10,00
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 0-1 1-2
2-3 3-4
4-5 5-6
An. tessellatus
Semak Hutan
Kebun Rumah
MHD
Banyuwangi An. vagus lebih suka mengisap darah ternak di kandang dibanding mengisap darah umpan orang di luar maupun di dalam rumah Shinta, Supratman
Mardiana, 2003, sedangkan di Kabupaten Parigi, Muotong, lebih banyak ditemukan di luar rumah jika dibandingkan dengan dalam rumah, tempat istirahat
yang paling disukai adalah dinding kandang hewan Garjito et al. 2005. Nyamuk Anopheles terdiri dari berbagai spesies dengan berbagai perilaku
khusus yang berkaitan dengan aktivitas mengisap darah dan penularan malaria. Aktivitas mengisap darah nyamuk yang tinggi di perkebunan menunjukkan
indikasi bahwa nyamuk yang tertangkap tergolong antrozoofilik. Di Desa Saketa, kebanyakan hewan ternak sapi dilepas atau diikat di antara pohon kelapa untuk
mencegah berkeliaran di perkampungan. Di Nigeria, pada perkampungan yang memiliki ternak yang dikandangkan
mempunyai resiko digigit lebih tinggi oleh golongan nyamuk zoofilik dan antropofilik, kelimpahan dan perilakunya juga berbeda dibanding daerah lainnya
yang tidak memiliki ternak Oyewole et al. 2007. Dengan demikian pembiaran sapi di perkebunan merupakan penghalang cattle barrier untuk masuk ke
perkampungan. Fluktuasi aktivitas menggigiti An. vagus perjam disajikan pada Gambar 33.
Gambar 35 Aktivitas mengisap darah perorang perjam MHD nyamuk An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa September 2010-Agustus
2011
0,0087
0,001 0,002
0,003 0,004
0,005 0,006
0,007 0,008
0,009 0,01
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 0-1
1-2 2-3
3-4 4-5
5-6
An. vagus
Hutan Kebun
Semak Rumah
MHD
Penelitian longitudinal yang dilakukan di salah satu kawasan tambang emas di Venezuella berhasil mengungkap kelimpahan, perilaku mengisap darah dan
parous rate Anopheles yang menunjukkan An. marajoara dan An. darlingi yang lebih melimpah di antara 6 species yang ditemukan. Keduanya juga menunjukkan
pola aktivitas mengisap darah yang berbeda; aktivitas mengisap darah An. marajoara
mencapai puncak pada jam 19.00 – 21.00 dan An. darlingi memiliki 2 puncak kecil yaitu pada jam 23.00 dan 03.00 – 04.00 Moreno et al. 2007.
5.4
Pemilihan tempat istirahat oleh nyamuk Anopheles di Saketa berbeda jika dibandingkan dengan tempat istirahat An. sundaicus. Suwito 2010 melaporkan
tempat istirahat An. sundaicus di Padang cermin dan Pesawaran terdiri dari rerumputan, pinggiran atap, tumpukan kayu, dinding luar untuk yang istirahat di
luar rumah. Di dalam rumah, An. sundaicus ditemukan di gantungan jaring, kelambu, pakaian yang digantung, dinding dalam rumah, rak sepatu dan sapu lidi.
Perilaku Istirahat
Perilaku istirahat nyamuk Anopheles disajikan dalam Tabel 9. Dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 177 nyamuk yang terdiri dari 5 spesies yaitu,
An. indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus. Di
ekosistem semak terdapat 3 spesies Anopheles yaitu An, indefinitus, An. kochi, dan An. tessellatus, sedangkan di perkebunan diperoleh 5 spesies yang istirahat
yaitu An. indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus. Nyamuk yang istirahat di semak didominasi oleh An. kochi, sedangkan di
perkebunan didominasi oleh An. indefinitus. Pemilihan tempat istirahat bervariasi tergantung jenis ekosistem dan
spesiesnya. Pada ekosistem semak, An. indefinitus lebih menyukai rumpun bambu, batang rumput, dan daun tanaman perdu, sedangkan di kebun ditemukan
di alang-alang, rumpun sagu dan tanaman pagar. Di semak An. kochi lebih memilih jenis tempat istirahat berupa daun perdu, rumpun bambu, dinding
pondokgudang kopra, dan batang perdu, di kebun An. kochi memilih tempat istirahat berupa rumpun bambu, alang-alang, batang sagu, kolong pondokhuma,
tumpukan sampah dedaunan dan tumpukan daun kering. Di semak nyamuk An. tessellatus
istirahat di rumpun bambu sedangkan di kebun di alang-alang. An. vagus
memilih istirahat di rumpunbatang sagu dan An.barbumbrosus memilih alang-alang untuk istirahat, keduanya hanya ditemukan istirahat di kebun.
Pemilihan tempat istirahat pagi bagi Anopheles di Desa Saketa sesuai dengan yang dilaporkan oleh Tribuwono dan Ristiyanto 2004 terhadap An. maculatus di
Kabupaten Magelang yang cenderung memilih lubang sampah, daun salak dan semak-semak sebagai tempat istirahat pada pagi hari.
Perbedaan pemilihan tempat istirahat terjadi pada spesies yang berbeda atau spesies yang sama yang berbeda lokasi dan jenis tempat pengamatan dilakukan.
Perbedaan yang terjadi dalam pemilihan tempat istirahat di semak dan diperkebunan disebabkan karena pada ke dua jenis ekosistem tersebut terdapat
berbagai pilihan jenis tempat istirahat yang cocok bagi nyamuk. Berdasarkan tempat istirahat Anopheles, maka tempat yang paling berisiko bagi manusia
adalah perkebunan yang jumlah dan keragaman Anophelesnya lebih tinggi. Di perkebunan, penularan parasit ke manusia berpeluang besar terjadi, khususnya
bagi pekerja kopra di pondok dan petani kebun, dan ini dapat berlangsung meski pada siang hari.
Tabel 27 Jenis nyamuk Anopheles dan pemilihan tempat istirahat di Desa Saketa, Halmahera Selatan
Jenis ekosistem
Spesies Jlh
nyamuk Jenis tempat istirahat
Semak An. indefinitus
19 rumpun bambu, batang rumput,
daun tanaman perdu An. kochi
26 daun perdu, rumpun bambu
batang perdu An. tesselatus
1 rumpun bambu
Kebun An. indefinitus
46 alang-alang, rumpun sagu,
tanaman pagar dan tumpukan sampah dedaunan
An. kochi 36
rumpun bambu, alang-alang rumpun sagu, kolong pondok
tumpukan sampah dedaunan tumpukan daun kering,
An. tesselatus 3
alang-alang An. vagus
1 batang sagu
An. barbumbrosus 1
alang-alang
5.5 Kesimpulan
Aktivitas menggigit permalam MBR
Puncak kepadatan mengisap darah permalam MBR beberapa spesies Anopheles
pada beberapa jenis ekosistem, hanya berlangsung dari bulan Februari hingga Juli 2011. Di perkebunan dan hutan, puncak aktivitas mengisap darah
pada An. punctulatus terjadi pada bulan Februari. Pada bulan Maret, aktivitas mengisap darah mencapai puncak pada spesies An. koliensis pada semua jenis
ekosistem dan An. subpictus yang hidup di hutan. Sedangkan An. farauti dan An. indefinitus
yang hidup di perkebunan, An. subpictus yang terdapat di perkebunan, permukiman dan semak, dan An. kochi yang hidup disemak serta An. punctulatus
yang terdapat di permukiman dan semak, aktivitas mengisap darahnya terjadi pada bulan April.
Pada bulan Mei, puncak aktivitas mengisap darah permalam pada An.indefinitus
terjadi di hutan dan pada An. barbumbrosus terjadi di permukiman. Pada bulan Juni, puncak aktivitas mengisap darah pada An. barbumbrosus terjadi
di hutan, perkebunan dan semak, sedangkan An. farauti berlangsung di perkebunan, semak dan permukiman, An. indefinitus terjadi di semak, An. kochi
terjadi di hutan, perkebunan dan semak, dan untuk An. tessellatus terjadi pada semua jenis ekosistem. Pada bulan Juli, hanya spesies An. vagus yang aktivitas
mengisap darahnya mencapai puncak yang berlangsung pada semua jenis ekosistem
Aktivitas mengisap darah per jam MHD
Spesies An. barbumbrosus aktif mengisap darah sepanjang malam, aktivitas tertinggi berlangsung pada jam 22.00-23.00 pada ekosistem perkebunan. An.
farauti aktif mengisap darah sepanjang malam dengan puncak tertinggi
berlangsung pada pukul 24.00-01.00 di ekosistem hutan Secara umum aktivitas mengisap darah An. indefinitus, memuncak sebelum
pukul 23.00 dengan aktivitas tertinggi berlangsung pada pukul 21.00-22.00 di hutan, sedangkan An. kochi lebih banyak aktif di semak dan hanya memiliki satu
puncak dalam aktivitasnya mengisap darah yang berlangsung pada 21.00-22.00. An. koliensis
lebih banyak ditemukan di perkebunan dan puncak aktivitas
mengisap darahnya berlangsung pada pukul 02.00-03.00. Sementara itu An. punctulatus
lebih banyak aktif di semak dengan aktivitas mengisap darah tertinggi berlangsung pada puku 02-00-03.00.
An. subpictus merupakan spesies yang lebih banyak aktif di permukiman
dengan puncak aktivitas berlangsung pukul 21.00-22.00. An. tessellatus aktif mengisap darah sepanjang malam dengan puncak tertinggi pada pukul 21.00-
22.00 pada ekosistem semak. An. vagus aktif mengisap darah sepanjang malam dengan pjuncak aktivitas tertinggi berlangsung pada pukul 20.00-22.00.
Perilaku istirahat pagi Morning resting
Nyamuk Anopheles yang tertangkap istirahat pagi terdiri dari lima spesies yaitu, An. indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus.
Tiga spesies Anopheles ditemukan di semak yaitu An. indefinitus, An. kochi, dan An. tessellatus,
sedangkan di perkebunan terdapat lima spesies yaitu An, indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus
dan An. barbumbrosus. Tempat istirahat Anopheles di ekosistem semak berupa rumpun bambu,
batang rumput, dan daunbatang tanaman perdu. Tempat istirahat di kebun berupa di alang-alang, rumpun sagu dan tanaman pagar rumpun bambu, alang-alang,
rumpunbatang sagu, kolong pondokhuma, tumpukan sampah dedaunan dan tumpukan daun kering.
DAFTAR PUSTAKA
Boewono DT, Ristiyanto. 2004. Studi bioekologi vektor malaria di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Simposium nasional I
Laporan Hasil Penelitian Litbangkes, 2004. Depkes RI. Jakarta. Cooper RD, Frances SP. 2000 Biting sites of Anopheles koliensis on human
collectors in Papua New Guinea. J. Am. Mosq. Ctrl. Assoc
.
16 3:266-7. Depkes RI 2003. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI, Situasi
malaria, data dan informasi malaria . Depkes RI. Jakarta.
Garjito A, Jastal, Wijaya Y, Lili, Chadijah S, Erlan A, Rosmini, Samarang, Udin Y, labatjo Y. 2004. Studi bioekologi nyamuk Anopheles di wilayah pesisir
pantai timur kabupaten Parigi-Muotong, Selawesi Tengah. Bul.Penel.Kes. 322:49-61.
Kaliannagoun K, Jambulingam P, Natarajan R, Shriram AN, Das PK, Sehgal SC. 2005. Altered environment and risk of malaria outbreak in South
Andaman, Andaman Nicobar Islands, India affected by tsunami disaster. J. Malaria.
432:1-9. Lestari EW, Sukowati S, Soekodjo, Wigati RA. 2007. Vektor malaria di Bukit
Menoreh, Purworejo, Jawa Tengah. Med. Lit. Bang. Kes. 121:30-35. Moreno, JEY. Palis R, Paez E., Perez E, Sanchez V. 2007. Abundance, biting
behaviour and parous rate of anopheline mosquito species in relation to malaria incidence in gold-mining areas of southern Venezuela. J. Med.
Vet. Entomol. 21, 339–349.
Munif A, Sudomo, Sukirno, 2007. Bionomik Anopheles Spp. di daerah endemis malaria di Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. Bul. Penel. Kes.
352:57-80. Munif A, Rusmioarto S, Aryati Y, Andris H, Stoop CA. 2008. Konfirmasi status
An. vagus sebagai vektor pendamping saat kejadian luar biasa malaria di
Kabupaten Sukabumi, Indonesia. J. Ekol. Kes. 21:689-696. Oyewole IO, Awolola TS, Ibidapo CA, Oduola AO, Okawa OO, Obansa JA.
2007. Behavior and population dynamic of major anopheline vectors in a malaria endemic area in southern Nigeria. J. Vect. Borne. Dis. 443; 56-
64.
Santoso NB, Upik Kesumawati Hadi, SH Sigit, FX Koesharto. 2004. Karakteristik Habitat Larva Anopheles Maculatus Anopheles Balabacencis Di Daerah
Endemik Malaria, Kecamatan Kokap, Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan lingkungan
dan Sosial, Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bogor.
Service MW. 1976. Mosquito ecology. Applied science publishers Ltd. London. Shinta, Sukowati S, Mardiana. 2003. Komposisi spesies dan dominasi nyamuk
Anopheles di daerah pantai Banyuwangi, Jawa Timur. Med. Lit. Bang. Kes.
133:1-8.
Suwito, Hadi UK, Singgih SH, Sukowati S. 2010. Distribusi spatial dan bioekologi Anopheles spp. di Lampung Selatan dan Pesawaran, Provinsi
Lampung. J. Ekol. Kes. 93:1303-1310. Trung HD, Bortel WV, Sochanta T, Keokencahan K, Briet OJ, Coosemans M.
2005. Behavioural heterogeneity of Anopheles spesies in ecological different localities in Southeast Asia: a cahallenge for vector control. J.
Trop. Med. Int. Hlth . 103: 251-262.
Warrell DA, Gilles HM, 1993. Essential malariology. 3rd ed. Edward Arnold,
Hodder and Stoughton. London. [WHO], 1975. World Health Organization. Manual on Practical Entomology in
Malaria . Part I. Vector bionomics and Organzation of anti-malarial
activity. WHO Geneva. Winarno, Hutajulu B. 2009. Review of National vector control policy in
Indonesia. Directorat of VBDC DG DC EH, MOH Indonesia. Makalah Laporan. Jakarta
PEMBAHASAN UMUM
BAB 6 PEMBAHASAN UMUM
Angka annual malaria incidence AMI di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan yang tertinggi di Provinsi Maluku. Pada tahun 2010 angka AMI
mencapai 54,0‰ Dinkes Kab. Halmahera Selatan 2010. Angka AMI yang tinggi ini memerlukan perhatian khusus dari berbagai aspek, termasuk aspek entomologi
dengan melakukan analisis secara mendalam terhadap vektor dan perilakunya. Desa Saketa merupakan pintu utama untuk akses ke berbagai wilayah di
Gane Barat dan Gane Timur, karena terdapat pelabuhan terbesar di pantai barat Pulau Halmahera bagian selatan, selain itu juga terdapat dermaga khusus untuk
alat transfortasi laut jarak pendek untuk kapal-kapal kecil dan speedboat. Oleh sebab itu Desa Saketa juga berfungsi sebagai Desa transit untuk masuk dan keluar
Gane Barat dan Gane Timur, sehingga mobilitas masyarakat sangat tinggi. Kondisi Desa Saketa secara fisik juga sangat mendukung untuk syarat hidup
sehat. Sebagai ibukota kecamatan, kondisi berbagai prasarana cukup memadai, sanitasi dan drainase cukup baik, sebagain besar jalanan utama desa telah diaspal
dan lainnya merupakan jalan pengerasan sehingga sepintas tidak memberi ruang untuk tersedianya habitat perkembangbiakan nyamuk. Akan tetapi Desa Saketa
masih merupakan daerah endemis malaria tinggi, dengan angka AMI berturut- turut 225,4‰, 158,3‰, 157,7‰, 106,9‰ masing-masing untuk tahun 2007, 2008,
2009 dan 2010. Kenyataan ini menunjukkan bahwa terdapat sumber atau habitat
perkembangbiakan vektor malaria di luar wilayah permukiman. Di Desa Saketa, sebagian besar wilayahnya merupakan areal perkebunan kelapa, sebagian lagi
berupa hutan dan semak. Berbagai tipe habitat perkembangbiakan nyamuk ditemukan terutama menyebar di perkebunan, jalanan dan permukiman. oleh
sebab itu perlu upaya pengendalian berbasis pemahaman vektor untuk mengatasi masalah malaria secara efektif dan efisien di daerah ini. Data dan informasi
tentang bioekologi, karakteristik lingkungan fisik dan kimia pada tipe-tipe habitat perkembangbiakan nyamuk dan perilaku vektor malaria dapat dijadikan acuan
dalam program pengendalian malaria.
Aktivitas utama masyarakat adalah berkebun dan mengelola kopra yang mengharuskan mereka berada selama 24 jam di kebun untuk beberapa hari sampai
proses pengolahan dan pemanenan kopra selesai. Sekitar 63,4 KK di Saketa berprofesi sebagai pengolahpetani kebun yang tiap hari masuk atau tinggal
beberapa hari dalam seminggu di perkebunan, 3,0 pengolah kayu yang lebih banyak tinggal di hutan, dan sisanya berprofesi sebagai PNS, buruh dan nelayan
yang sebagian besar memiliki kebun yang diolah, dan hanya 7,7 sebagai pedagang yang lepas dari aktivitas di kebun PPDS 2011.
Masyarakat yang berprofesi sebagai pengolah kebun, menjadi sangat rentan terhadap malaria. Profesi sebagai pengolah kopra atau pekerja di perkebunan
kelapa dan siklus pengolahan kopra yang pendek serta dan tersedianya berbagai jenis habitat vektor di perkebunan, ditengarai merupakan penyebab rentannya
masyarakat terhadap malaria. Hal ini disebabkan karena tingginya peluang terjadinya kontak antara masyarakat yang bekerja di kebun dengan berbagai
spesies Anopheles di perkebunan. Di Desa Saketa, ditemukan 10 spesies nyamuk Anopheles yaitu An.
barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus,
dan An. vagus. Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa terdapat tiga spesies yang dinyatakan psositif mengandung
Plasmodium vivax yaitu An. indefinitus, An. kochi dan An. vagus. Oleh sebab itu
selain punctulatus grup, ketiga spesies ini perlu diperhatikan lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan kapasitas kevektorannya.
Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Saketa menyebar pada ekosistem
perkebunan dengan proporsi 35,82, ekosistem hutan 33,78, semak 24,98, dan permukiman 5,42. Kondisi lingkungan pada ke empat jenis ekosistem
tersebut sangat berbeda terutama yang berkaitan dengan sumber daya yang diperlukan oleh nyamuk untuk berkembangbiak dan bertahan hidup. Menurut
Bruce-Chwatt 1985, nyamuk hidup di daerah tertentu dengan kondisi habitat lingkungan yang spesifik seperti daerah pantai, rawa-rawa, persawahan, hutan dan
pegunungan. Kondisi lingkungan pada ekosistem perkebunan, hutan dan semak mendukung untuk kehidupan nyamuk Anopheles yang diindikasikan dengan
besarnya populasi di tempat tersebut.
Nyamuk An. kochi memiliki populasi tertinggi dengan proporsi 52,17 diikuti oleh An. indefinitus dan An. tessellatus 35,52 dan 5,15, serta
populasi terendah adalah An. hackeri 0,02. An. subpictus populasinya 0,87. An. kochi
dominan pada di perkebunan, semak dan permukiman, sementara An. indefinitus
dominan di hutan. An. indefinitus ditemukan dalam setiap bulan penangkapan pada ekosistem hutan, perkebunan dan semak, sementara An. kochi
ditemukan di hutan pada setiap bulan penangkapan. Dengan tidak mengabaikan nilai ekologinya, spesies yang perlu memperoleh perhatian khusus adalah
Anopheles punctulatus grup yaitu An. punctulatus, An. koliensis dan An.
subpictus, ketiga spesies ini merupakan vektor malaria di Maluku, Maluku Utara,
dan Papua Sukowati 2009. Anopheles
yang ditemukan di Desa Saketa berjumlah 10 spesies, 8 spesies di antaranya termasuk dalam 22 spesies yang tergolong vektor malaria pada
beberapa daerah di Indonesia. Spesies vektor tersebut adalah, An. farauti, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus,
dan An. vagus Sukowati 2009. An. An. kochi, dan An. barbumbrosus juga merupakan vektor Winarno
Hutajulu 2009. Sejauh ini An. punctulatus, An. farauti, An. koliensis Sukowati 2009, An. subpictus Winarno Hutajulu 2009 dan An. tessellatus Aditama
2009 telah dinyatakan sebagai vektor di Maluku Utara. Hingga saat belum ada laporan yang mengkonfirmasi An. indefinitus dan
An. hackeri sebagai vektor di Indonesia. Meskipun demikian keduanya tetap
berpotensi sebagai vektor. An. indefinitus merupakan vektor di Guam, sedangkan An. hackeri
telah menjadi vektor malaria di Malaysia, Philipina dan Formusa Gratz et al. 2007. Hasil uji ELISA menunjukkan dari sampel
Di Desa Saketa terdapat delapan tipe habitat perkembangbiakan Anopheles yaitu kubangan, kobakan, kontainer buatan, kantong plastik bekas, parit, kolam
dan lagun. Hasil pemeliharaan larva dari berbagai tipe habitat tersebut diperoleh enam spesies yaitu An. indefinitus, An. farauti, An. kochi, An. punctulatus, An.
subpictus dan An. vagus. Tiga spesies Anopheles yaitu An. indefinitus, An. farauti,
dan An. kochi merupakan spesies dengan jumlah populasi yang besar, sedangkan An. indefinitus
di Saketa, menunjukkan adanya sampel yang positif mengandung parasit
Plasmodium vivax Sukowati 2010.
tiga spesies lainnya yaitu An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus memiliki jumlah populasi yang sangat rendah. Kubangan, kobakan dan tapak ban
mengandung jumlah spesies Anopheles yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tiga tipe habitat lainnya.
Konfirmasi vektor dilakukan dengan pembelahan kelenjar ludah untuk memastikan ada tidaknya sporozoit pada tubuh nyamuk atau dengan uji ELISA.
Uji ELISA dilakukan untuk sporozoit dengan menggunakan antibodi monoklonal [WHO 2003]. Hingga saat ini ketiga spesies Anopheles punctulastus grup telah
dinyatakan sebagai vektor di Provinsi Maluku Utara, spesies tersebut adalah An. punctulatus, An. farauti
dan An. koliensis Sukowati 2010, selain itu An. subpictus
juga dinyatakan sebagai vektor Winarno Hutajulu 2009. Keberadaan punctulatus grup di lapangan harus dapat dijadikan sebagai
peringatan dini akan bahaya malaria di masyarakat di Maluku Utara. Pendugaan potensi vektor dapat juga dilakukan dengan melihat beberapa
syarat yaitu, nyamuk dapat diduga sebagai vektor jika mempunyai intensitas kontak dengan manusia nilai MBR cukup tinggi, memiliki jumlah yang cukup
tinggi jika dibandingkan dengan spesies lain dan mempunyai umur yang cukup panjang dalam persen nyamuk, dan telah dikonfirmasi sebagai vektor di tempat
lain Munif et al. 2008. Jika memperhatikan persyaratan untuk pendugaan potensi vektor tersebut, maka nyamuk An. farauti dan An. vagus perlu
diperhatikan secara khusus karena sangat memenuhi untuk syarat pendugaan vektor tersebut. Sementara itu An.kochi yang intensitas keberadaan dan
kelimpahannya sangat tinggi, sejauh ini belum dilaporkan sebagai vektor untuk di Indonesia Sukowati 2009, sehingga dianggap hanya memberi efek gangguan
saja. Provinsi Maluku Utara menempati urutan ke-4 dalam angka kasus baru dan
angka period prevalence malaria di Indonesia Kemenkes RI 2010, dan Halmahera Selatan merupakan kabupaten yang nilai insiden malarinya tertinggi di
Provinsi Maluku Utara Depkes Kab. Halmahera Selatan 2010. Jika dikaitkan dengan rendahnya nilai dominansi dan proporsi punctulatus group An.
punctulatus, An. koliensis dan An. subpictus maka hasil penelitian ini dapat
dijadikan pertimbangan untuk dilakukannya konfirmasi ulang terhadap spesies-
spesies lainnya yang memiliki proporsi, dominansi dan frekuansi kehadiran yang cukup tinggi. Meski dominansi dan proporsi An.punctulatus group cukup rendah,
kehadirannya tetap perlu diwaspadai karena ke tiga anggota group ini telah menjadi vektor di Papua, Maluku dan Maluku Utara Sukowati 2009.
Dalam penelitian ini An. kochi memiliki proporsi tertinggi yaitu 47,74 terdapat di perkebunan, 24,31 di hutan, semak 22,47 dan hanya 5,48 di
permukiman. Nyamuk ini meskipun bukan merupakan vektor di Maluku Utara, tetapi karena intensitas keberadaan dan kelimpahannya yang tinggi menyebabkan
nyamuk tetap perlu diperhatikan karena An. kochi positif sebagai vektor malaria di Sumatera Winarno Hutajulu 2009.
Perilaku mengisap darah yang diamati dengan perhitungan MBR dan MHD, menunjukkan nyamuk Anopheles aktif mengisap darah sepanjang tahun dengan
bulan-bulan puncak berlangsung bulan Februari hingga Juli 2011. Pada bulan Februari, puncak aktivitas mengisap darah pada An. punctulatus terjadi pada
ekosistem hutan dan perkebunan. Aktivitas mengisap darah mencapai puncak tertinggi pada bulan Juni untuk kebanyakan spesies Anopheles pada ekosistem
perkebunan, hutan dan semak. Sedangkan pada bulan Juli, hanya spesies An. vagus
yang aktivitas mengisap darah nya mencapai puncak yang berlangsung pada semua jenis ekosistem.
Nyamuk Anopheles di Desa Saketa aktif mengisap sepanjang malam, dan aktivitas mengisap darahnya umumnya menunjukkan puncak ganda. Aktivitas
mengisap darah mencapai puncak untuk pertama kali sekitar pukul 21.00-23.00 dan puncak kedua terjadi setelah lewat tengah malam sekitar puku jam 01.00-
02.00 dan 02.00-03.00. Aktivitas mengisap darah yang berlangsung hampir sepanjang malam menyebabkan tinggi peluang terjadinya kontak antara vektor
dengan masyarakat yang bekerja malam di perkebunan saat pengovenan kopra. Tidak mengherankan jika morbiditas malaria dalam keluarga petani kebun
menjadi tinggi. Nyamuk memiliki perilaku mencari darah dan perilaku istirahat yang
beragam. Beberapa jenis nyamuk aktif secara kreposkular dan nokturnal, mereka istirahat pada siang hari di tempat tertentu yang cocok. Aktivitas terbangnya
dipengaruhi oleh faktor cuaca, kebutuhan makanan, kawin, istirahat, dan
meletakkan telur. Nyamuk eksofilik lebih banyak mengisap darah di luar ruangan, sedangkan yang endofilik mengisap darah di dalam ruangan tetapi sewaktu-waktu
akan mengisap darah di luar jika terdapat inang. Di desa Saketa, aktivitas nyamuk eksofilik menjadi objek kajian yang
penting. Populasi Anopheles di permukiman jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan di perkebunan, semak dan hutan. Aktivitas mengisap darah berlangsung
sepanjang tahun pada An. farauti, An. kochi dan An. indefinitus. Umumnya puncak aktivitas mengisap darah berlangsung lebih dari satu kali. Pada An.
barbumbrosus, An. tessellatus dan An. subpictus, terdapat dua puncak aktivitas
mengisap darah dimana puncak pertama selalu lebih tinggi daripada puncak kedua. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan WHO, 1975 bahwa aktivitas
nyamuk pada malam hari umumnya memiliki dua puncak yaitu puncak pertama sebelum pukul 22.00 yang merupakan puncak tertinggi dan puncak kedua setelah
tengah malam dengan puncak yang lebih rendah. Hal ini agak berbeda dengan pola aktivitas mencari darah pada spesis An. farauti, An. kochi, An. koliensis, dan
An. puntulatus yang juga memiliki beberapa puncak tetapi umumnya puncak
pertama selalu lebih rendah dinading puncak berikutnya. Nyamuk memiliki preferensi spesifik terhadap pemilihan tempat istirahat
pagi, An. kochi, An. indefinitus dan An. tessellatus ditemukan istirahat baik pada ekosistem perkebunan maupun semak. Sedangkan An. vagus dan An.
barbumbrosus hanya ditemukan istirahat di perkebunan.
Deforestasi dan perubahan penggunaan lahan untuk permukiman, pengembangan komersial, pembangunan jalan, sistem pengendalian air
bendungan, kanal, sistem irigasi, waduk, serta pengaruh perubahan iklim, telah meningkatkan morbiditas dan mortalitas sebagai akibat yang muncul dari penyakit
parasit. Penggantian tanaman hutan dengan perkebunan, pertanian dan peternakan, dapat menciptakan habitat yang mendukung bagi pertumbuhan dan
perkembabiakan parasit dan vektor inangnya Patz et al. 2000. Perkebunan merupakan tempat rutin untuk aktivitas sebagian besar
masyarakat Maluku Utara, khususnya masyarakat Halmahera Selatan. Nyamuk yang istirahat pagi akan terganggu oleh aktivitas manusia dan menjadi tertarik
untuk melakukan aktivitas mencari darah siang hari. Hal ini juga akan
berlangsung di semak yang umumnya terdapat berdampingan atau bercampur dengan lahan perkebunan.
Di Saketa, kontak Anopheles-manusia dengan instensitas tinggi terjadi di perkebunan. Di Saketa, perkebunan dapat beralih fungsi sebagai permukiman
temporer mulai saat berlangsungnya panen kelapa dan selama berlangungnya proses pembuatan kopra hingga habis terjual dan diangkut. Selama masa tersebut,
petani kelapa sering dengan beberapa anggota keluarga akan tinggal beberapa saat di perkebunan. Selama tinggal di perkebunan, maka risiko terpapar vektor
tidak dapat dihindari. Tidak mengherankan jika menurut catatan di Puskesmas Saketa, penderita malaria paling tinggi berasal dari keluarga pengolah kebun.
Nyamuk dikenal sebagai mahluk antropogenik yang aktivitasnya tidak dapat berjauhan dengan manusia. Kegiatan manusia di perkebunan, hutan dan semak
yang juga merupakan tempat berbagai tipe habitat nyamuk akan menjadikan ekosistem tersebut sebagai ekosistem yang selalu membentuk interaksi manusia-
nyamuk yang merugikan manusia. Jumlah Anopheles yang ditemukan di perkebunan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan ke tiga jenis ekosistem lainnya. Tingginya populasi Anopheles
di perkebunan didukung oleh tersedianya beberapa tipe habitat perkembangbiakan dalam kawasan perkebunan. Selain itu terciptanya naungan
oleh rimbunan daun kelapa dan berbagai jenis vegetasi bawah kanopi kebun, serta banyaknya genangan permukaan menciptakan kelembaban tinggi yang sifatnya
mikro. Hal ini sangat mendukung kelangsungan hidup dan perkembangbiakan Anopheles.
Setiap spesies menempati niche ekologi tertentu yang secara genetik dan perilaku akan beradaptasi dengan lingkungan buatan manusia. Dalam
beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan, beberapa vektor merubah perilaku mencari inang dari zoofilik menjadi antrofilik Patz et al. 2000.
Perkembangan larva nyamuk dipengaruhi oleh faktor fisik, biologi dan kimia lingkungan habitatnya. Lingkungan fisik yang mempengaruhi
perkembangan larva adalah tempat bertelur, suhu air dan arus air, sedangkan faktor biologinya berupa keberadaan vegetasi tingkat tinggi maupun tingkat
rendah, dan keberadaan predator larva, sedangkan faktor kimianya berupa pH, salinitas dan endapan lumpur Buwolaksono 2001.
Nyamuk merupakan spesies yang paling peka terhadap perubahan lingkungan karena penggundulan hutan. Kelangsunghidupan, kepadatan dan
sebarannya dipengaruhi oleh perubahan kecil kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan ketersediaan habitat yang cocok. Perubahan ekologi nyamuk dan
pola perilaku masyarakat di daerah yang mengalami deforestasi mempengaruhi penularan beberapa penyakit akibat vektor seperti malaria, Japanes encephalitis
dan filariasis. Secara langsung atau tidak langsung, deforstasi mempengaruhi prevalensi, insiden dan distribusi malaria Yasuoka 2007.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa tipe habitat perkembangbiakan yang terdapat di perkebunan adalah tapak ban, tapak hewan,
kobakan, kubangan, kolam, parit bahkan lagun. Perkebunan mengakomodasi kebutuhan berbagai sumberdaya untuk perkembangbiakan nyamuk Anopheles,
sehingga semua spesies Anopheles yang ditemukan di Saketa juga ditemukan di perkebunan Saketa.
Menurut Sukirno et al. 1983 larva Anopheles lebih menyukai dasar perairan yang cenderung berpasir. Hal ini sesuai dengan dengan kondisi di Saketa
yang struktur tanahnya didominasi oleh pasir. Substrat pasir tidak dapat menahan air sehingga kandungan air di habitat menjadi cepat habis dan mengering, apalagi
jika laju evaporasi lebih tinggi. Lain halnya jika substratnya berlumpur, habitat ini dapat menahan air untuk waktu yang lama. Lapisan lumpur tipis yang menyusun
substrat menutupi bagian tanah berpasir pada lapisan bawahnya sehingga meningkatkan retensi air dan memberi peluang bagi telur nyamuk untuk
berkembang dan menyelsaikan siklus hidupnya. Berdasarkan hal tersebut, faktor fisik seperti tipe habitat, suhu, kelembaban
dan sifar air yang tidak mengalir pada habiatat nyamuk di Desa Saketa menyediakan kondisi yang sangat mendukung untuk perkembangan larva.
Meskipun bersifat temporer karena daya retensi air pada habitat yang rendah, kontinuitas habitat yang mengandung air cukup tinggi, hal ini disebabkan oleh
frekuensi hujan yang cukup tinggi di lapangan. Hal ini menciptakan habitat yang bersifat ephemeral pathcines, yaitu habitat yang hanya dapat dihuni secara singkat
tapi bertambalan secara temporal sehingga secara kolekstif mendukung kontinuitas habitat Soetjipto 1993.
Intensitas curah hujan yang sangat rendah hanya terjadi pada bulan Februari, sehingga ketersediaan air menjadi faktor pembatas pada habitat dangkal dan
berukuran kecil seperti kobakan dan kubangan. Faktor lingkungan ini justru justru menyebabkan terbentuknya habitat baru berupa lagun. Lagun terbentuk dari
terbendungnya muara kali oleh pasir yang dihempaskan oleh ombak ke arah daratan. Lagun dengan cepat mengalami penurunan salinitas akibat semakin
banyaknya air tawar yang tertampung. Berdasarkan pengukuran, salinitas pada semua tipe habitat termasuk lagun
menunjukkan 0‰ yang menunjukkan bahwa semua tipe habitat tersebut termasuk jenis air tawar sehingga untuk tidak diperlukan mekanisme osmporegulasi tertentu
dalam perkembangan larva hingga menjadi nyamuk. Setyaningrum et al. 2008 melaporkan bahwa habitat vektor yang berupa selokan air mengalir, selokan air
tergenang dan rawa di Desa Way Muli Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan memiliki salinitas 0‰ dan tetap mendukung untuk perkembangan larva.
Di Desa Saketa, kubangan dan kolam dapat dianggap sebagai tipe habitat yang bersifat permanen bagi perkembangbiakan nyamuk. Tipe habitat ini dapat
menampung air untuk jangka waktu yang lama dan menjadi habitat permanen sehingga mendukung perkembangbiakan kontinyu untuk nyamuk. Kondisi ini
juga menguntungkan bagi vegetasi tingkat rendah maupun vegetasi tinggi dan juvenil berbagai jenis ikan, larva dan dewasa udang-udangan, larva capung, dan
berbagai serangga lainnya baik larva maupun dewasanya untuk menjadikan kubangan dan kolam sebagai habitat perkembangbiakan dan pertumbuhannya.
Keberadaan flora dan fauna dapat menguntungkan dan sekaligus merugikan larva nyamuk. Penutupan perairan oleh tanaman tingkat tinggi menimbulkan
kesulitan pemilihan oviposisi bagi nyamuk dan menguras ketersediaan oksigen terlarut DO. Larva beradaptasi untuk hidup dan mencari makan di sekitar dan di
permukaan air, respirasi dilakukan dengan mengkonsumsi oksigen bebas dari udara dengan menggunkan sifon. Akan tetapi beberapa jenis larva nyamuk
bernafas dengan oksigen terlarut menggunkan respirasi kulit WHO 1975 dan bagi jenis ini DO yang rendah akan menimbulkan masalah respirasi. Sedangkan
kehadiran berbagai jenis predator akan merugikan larva dan menurunkan angka kelangsungan hidupnya.
Tingginya angka AMI di Desa Saketa, dapat dikaitkan dengan luasnya penyebaran Anopheles. Di perkebunan, kombinasi antara faktor kepadatan,
perilaku vektor, faktor habitat dan faktor profesiperilaku masyarakat menyebabkan Desa Saketa menjadi sebuah desa dengan insiden malaria tinggi.
Kontak antara nyamuk dengan petani di perkebunan sulit dihindarkan, karena sekitar 70 KK di Saketa merupakan petani kebun yang sewaktu-waktu juga
menjadi pengolahpencari kayu di hutan. Secara nasional, 29,8 dari angka baru kasus malaria berasal dari kelompok pekerjaan petanipengolah kebun Riskesdas
2010. Proporsi kelompok kerja untuk kasus malaria baru di Halmahera Selatan bisa mencapai angka yang jauh lebih tinggi, mengingat proporsi petani kebun
yang cukup besar. Berdasarkan paparan di atas, maka di perkebunan, terdapat beberapa kondisi
yang perlu diperhatikan berkaitan dengan potensinya sebagai tempat transmisi malaria yaitu 1. Kelimpahan dan keanekaragaman Anopheles yang tinggi, 2.
Perilaku mengisap darah Anopheles yang berlangsung sepanjang tahun dan dan sepanjang malam, 3. Tersedianya berbagai jenis habitas perkembangbiakan yang
tersedia sepanjang tahun, 4. Jenis profesi dan aktivitas masyarakat yang lebih banyak berlangsung di perkebunan.
Ke empat faktor tersebut menyebabkan intensitas dan ferkuensi kontak antara nyamuk dengan manusia berlangsung lebih sering di perkebunan. Oleh
sebab itu berdasarkan hasil analisis terhadap bioekologi Anopheles spp di Saketa
dapat disimpulkan bahwa “terjadinya transmisi parasit dari vektor ke manusia, tidak hanya berlangsung di rumah atau di lingkungan permukiman
saja, tetapi sesungguhnya juga berlangsung terutama di perkebunan, selain itu juga terjadi di semak dan hutan dengan intensitas yang mungkin
melebihi di permukiman ”. Dengan demikian, maka perlu dirumuskan suatu
kebijakan dan tindakan yang tidak lagi hanya berfokus pada lingkungan permukiman semata-mata, tetapi lebih difokuskan pada pengendalian berbasis
profesi masyarakat dengan mempertimbangkan kegiatan masyarakat di lokasi atau wilayah yang memiliki potensi sebagai tempat habitat perkembang biakan
vektor.
Kondisi lingkungan dan jenis ekosistem yang berpeluang menjadi faktor risiko penularan malaria di Desa Saketa secara garis besar dapat di rumuskan
dalam suatu kerangka sebagai berikut.
Gambar 36 Kondisi lingkungan dan jenis ekosistem yang berpeluang menjadi faktor risiko penularan malaria di Desa Saketa
Anopheles
Kasus malaria
1. PARADIGMA TRANSMISI VEKTOR
2. MANAJEMEN PENGENDALIAN VEKTOR
3. KONFIRMASI SPESIES VEKTOR
Anopheles rendah
• HABITAT BERAGAM • Temporal kontinyu
• Keragaman tinggi
Pengetahuan, Sikap Perilaku PSPdan
Profesi masyarakat
Pencegahan : Anti nyamuk,
Kelambu, Sanitasi
lingk.
Transmisi tdk hanya terjadi di permukiman, ttp juga di :
“Kebun, hutan semak”
Kelimpahan keanekaragaman
Anopeles spp
• Curah hujan tinggi • retensi tanah rndh
• Sanitasidrainase kebun buruk
• Jns alat pengangkutan
• Pelayanan kesehatan
• Perkebunan • Hutan
• Semak • Permukiman
Perilaku istirahat
• Kelembaban • Suhu, angin
• Ketersediaan genangan
6. 1. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.1 Kesimpulan
Di Desa Saketa terdapat 10 spesies Anopheles yaitu An. barbumbrosis, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An.
subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus yang terdapat pada pada empat jenis
ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Jumlah Anopheles
yang tertinggi terdapat pada ekosistem perkebunan, diikuti ekosistem hutan, semak dan permukiman, pada ke empat jenis ekosistem tersebut An. kochi
dan An. indefinitus merupakan dua spesies yang lebih dominasi. Habitat perkembangbiakan Anopheles di Saketa terdiri dari 8 jenis yaitu
kobakan, kubangan, parit, tapak bantapak hewan, kolam, lagun, kontainer bekas dan kaleng bekas, Tipe habitat yang paling banyak ditemukan adalah kubangan
tetapi yang paling banyak mengandung nyamuk adalah kobakan. Jumlah spesies Anopheles yang ditemukan dari berbagai tipe habitat
perkembangbiakan terdiri dari enam spesies yaitu An. indefinitus, An. farauti, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus
dan An. vagus. Anopheles indefinitus
dan An. farauti ditemukan di kobakan, kubangan, kolam, lagun, parit dan tapak ban, An. kochi ditemukan di kobakan, kubangan,
kolam dan tapak ban. Sementara itu An. vagus ditemukan di tapak ban dan kobakan, sedangkan An. subpictus hanya di kubangan dan An. punctulatus hanya
ditemukan di tapak ban. Aktivitas mengisap darah sepanjang tahun yang puncaknya mulai terjadi
pada bulan Februari hingga Agustus 2011, aktivitas mengisap darah tertinggi berlangsung pada bulan April, Mei dan Juni. Aktivitas mengisap darah perjam
menunjukkan pola yang sangat berfluktuasi, tetapi secara umum memiliki puncak ganda yang lebih banyak berlangsung sebelum pukul 21.00-24.00 puncak
pertama yang berlanjut setelah tengah malam puncak II dengan puncak yang lebih rendah jika dibandingkan dengan puncak I.
Nyamuk Anopheles yang istirahat pagi ditemukan lima spesies yaitu, An, indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus
dan An. barbumbrosus. Lima spesies istirahat di perkebunan yaitu An, indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An.
vagus dan An. barbumbrosus dan tiga spesies istirahat pada ekosistem semak
yaitu An, indefinitus, An. kochi, dan An. tessellatus. Pemilihan habitat untuk perkembangbiakan, habitat mencari darah, dan
habitat untuk istirahat nyamuk Anopheles di lakukan paling banyak di perkebunan, diikuti hutan, semak dan permukiman.
6.1.2 Saran
1. Keberadaan spesies punctulatus grup perlu diperhatikan secara khusus karena meskipun kelimpahannya rendah, grup ini merupakan vektor malaria di Papua,
Maluku dan Maluku Utara. 2. Perlu mengubah pola pikir stakeholder untuk lebih memperhatikan situs-situs
terjadinya transmisi parasit bukan hanya di lingkungan rumah dan sekitar permukiman dan juga lebih memperhatikan potensi tular vektor yang
didasarkan pada jenis profesi masyarakat yang lebih berpeluang kontak dengan vektor.
3. Pengendalian malaria perlu melibatkan masyarakat dan pihak terkait dengan lebih memperluas jangkauan bukan hanya di lingkungan permukiman saja,
tetapi juga pada tipe-tipe ekosistem tertentu di sekitar permukiman terutama yang dieksploitasi secara rutin oleh masyarakat lokal.
4. Perkebunan merupakan sumber utama untuk habitat perkembangbiakan, habitat mencari darah dan habitat untuk istirahat nyamuk Anopheles, oleh sebab itu
perlu dilakukan pengendalian fisik secara rutin dengan menimbun kobakan, kubangan dan terutama tapak ban yang sering ditemukan di perkebunan, dan
mengalirkan air parit yang tersumbat. 5. Pembangunan jalan tani yang menjangkau seluruh areal perkebunan mutlak
diperlukan, karena selain memudahkan mobilisasi kebutuhan dan produk perkebunan, juga akan meminimalisir terbentuknya genangan-genangan dari
jejak ban mobil atau motor yang menjadi penyebab utama timbulnya genangan. 6. Perlu upaya untuk mengembangkan perilaku masyarakat untuk mencegah dan
mengurangi kontak dengan vektor terutama yang bekerja hingga malam hari. 7. Perlu pemantauan parasit secara berkesinambungan dengan memperhatikan
bulan-bulan terjadinya waktu puncak mengisap darah nyamuk Anopheles untuk mencegah terjadinya outbreak malaria.