Bioecological study of Anopheles spp. as a basic for developing of malaria vector control strategies in the South Halmahera District, North Maluku

(1)

SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI

PENGENDALIAN VEKTOR MALARIA

DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

PROVINSI MALUKU UTARA

AMIRULLAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: “Studi Bioekologi Anopheles spp Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Amirullah


(4)

(5)

malaria vector control strategies in the South

A study on bioecological aspects of Anopheles mosquitos was conducted in Saketa village, South Halmahera District. The research aimed to assess bioecological aspects of mosquito at four different ecosystems, i.e. forests, plantations, bushes, and housings, and to characterizing of mosquito breeding habitats include biting behavior and morning resting behavior of mosquito Anopheles. Mosquitoes were collected by using human landing collection from 6.00 pm to 6.00 am, four times per month. Larvae were collected from various type of habitats using WHO standard dipper (size of 300 ml) and reared until emerge then identified. Resting morning mosquitoes were collected four times a month in the early morning (6.00-7.30 am).

Halmahera District, North Maluku. Under supervisor of UPIK KESUMAWATI HADI, SUPRATMAN SUKOWATI, AUNU RAUF and FX. KOESHARTO.

The research results showed that there were 10 species of Anopheles i.e. Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, and An. vagus. The highest Anopheles distribution was found in plantation ecosystem (35,82%), followed by forest ecosystem (33,78%), bushes ecosystem (24,98%), and housing ecosystem (5,42%). An. indefinitus dominantly found in forest ecosystems, whereas An. kochi dominantly found in plantations, bushes and housing areas. Based on correspodence analysis, Anopheles mosquitoes found spread in three main groups namely, An. farauti and An. tessellatus clustered on the bushes and housing ecosystems, whereas An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus on the forest ecosystem, and An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, and An. punctulatus clustered in plantation.

There were eight types of breeding habitats of Anopheles spp. i.e. mud hole, ground pool, puddles, tire print/animals footprint, artificial containers, unused cans, ditches, and lagoon. There were six species of Anopheles found i.e. Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus and An. vagus. The most abundance spesies is An. indefinitus, followed by An. An. farauti, andAn. kochi and the lowest abundance species is An. punctulatus. Although dominant habitat was puddles but most Anopheles were in mud holes. Substrate of the habitats were generally muds and the water was not flowing. Habitats around settlements, plantation and streets were surrounded by grasses, bushes, shrubs and trees. Kinds of water plants consisted of grasses, mosses, algae and their litters, while kinds of predator were dragonflies, shrimps, ephemeroptera, cyclops, gerris, tadpoles and small fish.

The man biting activity of Anopheles spp. in Saketa took place throughout the month within one year of arrest. An. kochi was the species with the higest MBR value which took place in June in plantation ecosystems. In general, MBR activity peaked in February, March April, May, June and July with different fluctuation in each species and ecosystem types. Species with the highest MHD value was An. tessellatus which occurred at 21:00 to 22:00 on the in plantation. Generally MHD values


(6)

cottage/field for burning coconut fruits, waste piles and piles of leaves dry

Key words: Anopheles, Malaria, North Maluku, vector control


(7)

AMIRULLAH. Studi Bioekologi Anopheles spp. Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI, SUPRATMAN SUKOWATI, AUNU RAUF dan FX. KOESHARTO.

Penelitian tentang aspek bioekologi Anopheles spp. telah dilakukan di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis aspek bioekologi Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu, ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman, dan melakukan karakterisasi habitat perkembangbiakan termasuk perilaku mengisap darah dan perilaku istirahat pagi pada nyamuk Anopheles spp. Pengumpulan nyamuk dilakukan dengan menggunakan metode human landing collection (HLC) dari pukul 18.00-6.00 oleh penangkap terlatih sebanyak empat kali setiap bulan. Pengumpulan larva dilakukan dari berbagai jenis habitat perkembangan dengan menggunakan cidupan standar WHO. Larva yang terkumpul selanjutnya dipelihara dan diidentifikasi setelah menjadi nyamuk. Penangkapan nyamuk istirahat pagi dilakukan antara pukul 6.00-7.30 di kebun dan semak sebanyak empat kali sebulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies Anopheles yaitu Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Anopheles tertinggi ditemukan pada ekosistem perkebunan (35,82%), diikuti oleh hutan (33,78%), semak (24,98%), dan terendah di permukiman (5,42%). An. indefinitus dominan pada ekosistem hutan, sedangkan An. kochi dominan pada ekosistem perkebunan, semak dan permukiman. Hasil analisis korespondensi menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles tersebar dalam tiga kelompok utama yaitu An. farauti dan An. tessellatus mengelompok pada semak dan permukiman, An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus mengelompok di hutan, dan An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, dan An. punctulatus mengelompok di perkebunan.

Perilaku mengisap darah Anopheles menunjukkan bahwa aktivitas mengisap darah Anopheles spp. di Saketa berlangsung sepanjang tahun. An. kochi adalah Habitat perkembangbiakan Anopheles spp. yaitu kobakan, kolam, kubangan, kontainer buatan, kaleng bekas, parit, dan lagun. Jenis Anopheles yang ditemukan terdiri atas enam spesies yaitu, Anopheles farauti, An. indefinitus, An. kochi, An. punctulatus, An. subpictus dan An. vagus. Spesies yang kelimpahannya paling tinggi adalah An. indefinitus, diikuti oleh An. farauti, An. kochi dan yang terendah adalah An. punctulatus. Tipe habitat didominasi oleh kubangan, tetapi Anopheles terbanyak terdapat di kobakan. Sebagian besar habitat substratnya berupa lumpur dan airnya tidak mengalir, terdapat di permukiman, perkebunan dan jalanan yang dikelilingi oleh rumput -rumputan, semak, perdu dan pohon. Habitat mengandung tanaman air berupa rumput-rumputan, lumut dan ganggang serta serasah, sedangkan predatornya adalah nimfa capung, udang-udangan, Ephemeroptera, cyclop, anggang-angang, kecebong dan ikan-ikan kecil.


(8)

Nyamuk Anopheles spp. yang tertangkap istirahat pagi terdiri atas 5 spesies yaitu, An. indefinitus, An. kochi, An. tessellatus, An. vagus dan An. barbumbrosus. Tempat istirahat Anopheles pada ekosistem semak adalah rumpun bambu, batang rumput, dan daun/batang tanaman perdu, sedangkan di perkebunan Anopheles istirahat pada alang-alang, rumpun sagu, tanaman pagar, rumpun bambu, rumpun/batang sagu, kolong pondok/huma, tumpukan sampah dedaunan dan tumpukan daun kering.


(9)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(10)

(11)

MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

PROVINSI MALUKU UTARA

AMIRULLAH

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup

Tanggal 17 Januari 2012 : Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si Dr. drh. Susi Soviana, M.Si

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka

Tanggal 30 Januari 2012 : Dr. Lukman Hakim, M.Si


(13)

Nama : Amirullah

NRP : B 262060021

Program Studi : Entomologi Kesehatan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S

Prof. Supratman Sukowati. Ph.D Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc

Anggota Anggota

Anggota

Dr. drh. FX. Koesharto, M.Sc

Mengetahui :


(14)

“Kupersembahkan Disertasi ini kepada Agamaku, Bangsa dan Negaraku, Kedua Orang Tuaku, Saudara-saudaraku, Isteri dan anak anakku tercinta yang senantiasa memberikan semangan dan motivasi, cinta dan kasih yang tiada henti.

Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan kodratnya dan masing-masing ciptaan-Nya memiliki nilai manfaat.


(15)

Tiada kata yang terindah untuk diucapkan selain ucapan Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat dan rahim-Nya sehingga penulis dapat menyelesasikan disertasi ini. Penelitian ini berjudul “Studi Bioekologi Anopheles Spp. Sebagai Dasar Penyusunan Strategi Pengendalian Vektor Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara”

Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu mulai dari tahap persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian hingga proses penyelesaiannya. Oleh karena itu perkenankanlah penulis pada kesempatan ini menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1 Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S selaku Ketua Komisi, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf. M.Sc, Prof. Supratman Sukowati. Ph.D dan Dr. drh. FX. Koesharto. M.Sc selaku Anggota komisi yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

2 Project Management Unit, The Development and Up Grading of Haluoleo University Project Islamic Development Bank (IDB) Loan 105 & IND-106. Yang telah membiayai studi program Doktor (S3) saya selama 2.5 tahun. 3 Prof. Supratman Sukowati. Ph.D selaku PI project MTC-UNICEF Indonesia

yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.

4 Bpk Prof. Dr. Singgih H. Sigit. M.Sc, Ibu Dr. drh Gunandini, M.Si, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si, bpk DR. drh. Amin. M.Sc, dan sekali lagi kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S, baik sebagai dosen maupun sebagai ketua Program Studi yang selama ini telah memberikan ilmunya secara tulus dan selalu memberi perhatian dan semangat, serta bantuan yang bukan hanya berupa moril, tetapi juga berupa materil dan telah sangat meringankan beban saya dalam memenuhi kewajiban-kewajiban akademik, juga kepada para staf di ENK, Ibu Juju, Pak Herry serta doa untuk Alm. Pak Yunus, bu Een, bu Wiwik dan pak Agus serta para staf lainnya di Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK).

5 Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si, Bapak Dr. Ir. Idham Sakti Harahap, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji di luar komisi pada sidang tertutup saya, serta Ibu Dr. drh Gunandini, M.Si dan Dr. Lukman Hakim hyang telah bersedia untuk menjadi penguji di luar komisi pada ujian terbuka saya.

6 Ibu Drs. Shinta, M.Si, yang mengkoordinasi dan mengakomodasi segala kebutuhan penelitian di lapangan, Bpk IG. Wayan Djana yang telah menemani dan mengidentifikasi nyamuk di lapangan, Pak Sunardi dan Pak Sumardi dik Syafei dan Dik Antonius, Para staf dan adik-adik di Lab. Ekologi Litbangkes yang saat ini masih bercumbu dengan nyamuk di lapangan.

7 Keluarga besar pak Akmal Hamaya di Tabah Hijrah dan para rekan-rekan di lapangan yang selama 1 tahun lebih bersama-sama menangkap nyamuk dan


(16)

9 Dr. Ir. Andi Irwan Nur, MES, seklg Dr. Muh. Ramli, M.Si, seklg Drs. Parakasi, M.Pd. Seklg, Dr. Ir. La Anadi, M.Si. Taswin Munier, S.Pi. MES, Mukhlis Hidayat, S.Pd. M.Kom, Dr. Miswar M.Si, Akhmad Mansur, SP. M.Si. yang telah memberikan berbagai jenis bantuan selama bersama-sama menempuh pendidikan di IPB, juga kepada Bang Oding, Terima kasih atas dukungan logistik, kedekatan dan gurauan yang hangat, memberikan support, doa dan semangat yang tiada henti.

10 Ketua Wacana Sultra Bogor Ibu Ir. Husna Faad, M.Si dan segenap anggota wacana Sultra, terima kasih atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama di Bogor.

11 Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan buat Kakanda H. Nur Alam Sekeluarga yang sekaligus sebagai pengganti kedua orang tua penulis yang selama ini telah mendorong semangat dan mendukung baik secara moril dan materil dalam semua jenjang pendidikan saya sejak SD hingga tahapan penyelesaian S3 saat ini. Demikian pula kepada kakak-kakak dan adik-adik saya, Kakanda Sudirman, Kakanda Hj Nurhudaya sekeluarga, adik Ruslan sekeluarga, serta adik M Yunus sekeluarga.

12 Yang tak pernah saya lupakan keluarga besar paman saya “Om Abbas Saleh, SH” yang selama ini telah menfasilitasi penulis akomodasi di Jakarta dan sarana transportasi selama penulis menyelesaikan proses penulisan, juga kepada keluarga besar Hj. Syamsia Manya S dan adik DR. Ir. H. Idris. MSi, keluarga besar H. Adam Abdullah/H. Ahmad Makkawaru di Makassar.

11 Akhirnya pencapaian ini juga saya persembahkan secara khusus kepada isteri tercinta Hapsah, S.ST serta anak anakku tersayang Annisa Nurul Ilmi, Ahmad Munif Makarim dan Muh. Haritz Faqih yang senantiasa memberikan doa, dorongan semangat, materi dan cinta kasih yang merupakan sumber energi tiada henti.

12 Semua pihak yang telah memberikan dukungan bdan bantuan dengan caranya masing-masing.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tulisan ini.

Bogor, 30 Januari 2012


(17)

Penulis dilahirkan di Sidenreng Rappang pada tanggal 9 Januari 1964 sebagai anak ke 5 pasangan Baharuddin La Odeng dan Hj. Mawar I Tombong. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Makassar dan lulus pada tahun 1987. Penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ekologi Hewan Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1995, dan menamatkannya pada tahun 1998. Pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi Entomologi Kesehatan (ENK) IPB dengan bantuan beasiswa dari Islamic Development Bank (IDB) selama 2,5 tahun.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dari tahun 1988 hingga 1999, dan sejak tahun 1999 hingga sekarang sebagai staf pengajar di jurusan Biologi FMIPA Unhalu Kendari. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah “Studi bioekologi Anopheles spp sebagai dasar penyusunan strategi pengendalian di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara”.

Selama mengikuti program S3, penulis telah menyusun artikel yang saat ini sedang diterbitkan dengan judul

Komunitas Nyamuk Anopheles sppdi Desa Saketa, Daerah Endemik Malaria, Kecamatan Gane Barat Kabupaten Halmahera Selatan” pada jurnal “Berita Hayati” yang diterbitkan oleh LIPI. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxi

DAFTAR GAMBAR ... xxv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxix

1 PENDAHULUAN ... 1

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1 Malaria dan Vektornya ... 5

2.2 Penyebaran dan keragaman nyamuk Anopheles spp. ... 6

2.3 Perilaku nyamuk Anopheles spp. ... 9

2.4 Habitat perkembangbiakan Anopheles spp. ... 12

2.5 Pengaruh iklim global terhadap malaria ... 15

3 KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN NYAMUK Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA ... 17

3.1 Pendahuluan ... 21

3.2 Bahan dan Metode ... 22

3.3 Hasil dan Pembahasan ... 22

3.3.1 Komunitas dan sebaran nyamuk Anlopheles spp. ... 23

3.3.2 Dominasi Anopheles spp. ... 25

3.3.3 Kelimpahan Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem ... 27

3.3.4 Kelimpahan Anopheles spp. berdasarkan spesies ... 28

3.3.4.1 Anopheles punctulatus grup ... 28

3.3.4.2 Anopheles barbumbrosus... 31

3.3.4.3 Anopheles hackeri ... ... 32

3.3.4.4 Anopheles indefinitus... 33

3.3.4.5 Anopheles kochi ... 34

3.3.4.6 Anopheles subpictus... 35

3.3.4.7 Anopheles tessellatus ... 36

3.3.4.8 Anopheles vagus ...... 37

3.3.5 Pengelompokan spesies Anopheles spp. berdasarkan jenis ekosistem ... 38

3.4 Kesimpulan ... 40

Daftar pustaka ... 41

4 KARAKTERISTIK HABITAT LARVA Anopheles spp. DI DESA SAKETA, DAERAH ENDEMIK MALARIA DI KABUPATEN HALMAHERA SELATAN ... 47

4.1 Pendahuluan ... 51

4.2 Bahan dan Metode ... 52

4.2.1 Tempat dan waktu ... 52

4.2.2 Pengumpulan Larva Anopheles ... 53

4.2.3 Analisis Data ... 54

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 54

4.3.1 Habitat perkembangbiakan ... 54


(20)

4.3.3 Jenis-jenis Anopheles spp. yang terdapat pada berbagai

tipe habitat ... 56

4.3.5 Keberhasilan larva menjadi nyamuk ... 58

4.3.6 Habitat Anopheles berdasarkan jarak dari rumah, Ketinggian dan fungsi lahan ... 60

4.3.7. Faktor cuaca dan populasi larva Anopheles spp. pada Berbagai habitat perkembangbiakan di Saketa ... 64

4.4 Karakteristik habitat perkembangbiakan Anopheles spp. di Desa Saketa ... 66

4.4.1 Kobakan ... 66

4.4.2 Kolam ... 67

4.4.3 Kubangan ... 68

4.4.4 Lagun ... 69

4.4.5 Tapak ban/tapak hewan... 71

4.4.6 Parit ... 72

4.5 Diskripsi nyamuk Anopheles spp. berdasarkan karakter habitat perkembangbiakannya di Saketa... 73

4.5.1 Anopheles farauti ...... 76

4.5.2 Anopheles indefinitus ...... 78

4.5.3 Anopheles kochi ... 81

5.5.4. Anopheles punctulatus, An. subpictus dan An. vagus... 85

4.6 Kesimpulan ... 92

Daftar Pustaka ... 95

5 PERILAKU MENGISAP DARAH NYAMUK Anopheles spp. DI DESA SAKETA KABUPATEN HALMAHERA SELATAN ... 101

5.1 Pendahuluan ... 103

5.2 Bahan dan Metode ... 106

5.3 Hasil dan pembahasan ... 108

5.3.1 Aktivitas mengisap darah per malam (Man Biting Rate/MBR) ... 108

5.3.1.1 Grup Anopheles punctulatus ... 110

5.3.1.2 Anopheles barbumbrosus ... 111

5.3.1.3 Anopheles indefinitus ... 112

5.3.1.4 Anopheles kochi ... 113

5.3.1.5 Anopheles subpictus ... 114

5.3.1.6 Anopheles tessellatus ... 115

5.3.1.7 Anopheles vagus ... 116

5.3.2. Aktivitas mengisap darah per jam (Man Hour Demsity/MHD) ... 117

5.3.2.1 Grup Anopheles punctulatus ... 117

5.3.2.2 Anopheles barbumbrosus,. ... 120

5.3.2.3 Anopheles indefinitus ... 121

5.3.2.4 A Anopheles kochi ... 122

5.3.2.5 Anopheles subpictus ... 123

5.3.2.6 Anopheles tessellatus ... 124


(21)

5.3 Perilaku Istirahat ... ... 127

5.4 Kesimpulan ... ... 129

Daftar pustaka ... 131

6 PEMBAHASAN UMUM ... 135

7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

7.1 Kesimpulan ... 146

7.2 Saran ... 147

DAFTAR PUSTAKA UMUM ... 151


(22)

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Sebaran dan indeks keanekaragaman Anopheles pada tiap

jenis ekosistem di Desa Saketa, Kab. Hal-Sel dari September

2010 sampai Agustus 2011... 24 2 Dominasi (D) nyamuk Anopheles spp. pada setiap jenis ekosistem

di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010

sampai Agustus 2011 ... 26 3 Keberadaan habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten

Halmahera Selatan dari bulan September 2010-Agustus 2011.... 55 4 Hasil penghitungan dan analisis data larva Anopheles spp.

di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari

September 2010-Agustus 2011. ... 55 5 Jumlah individu dan persentase Anopheles spp. pada setiap tipe

habitat perkembangbiakan di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September 2010-Agustus 2011... 56 6 Spesies Anopheles spp. yang terdapat pada setiap tipe habitat di Desa

Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari bulan September

2010-Agustus 2011 ... 58 7 Jumlah tipe habitat, rata-rata dan proporsi larva dan nilai kelangsung

hidupan nyamuk pada setiap tipe habitat Anopheles spp. di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus

2011 ... 59 8 Spesies nyamuk Anopheles pada setiap tipe habitat, jarak habitat dari

rumah terdekat, ketinggian (m dpl) dan fungsi lahan tempat habitat berada di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan

September 2010-Agusutus 2011 ... 61 9 Jumlah larva, curah hujan, kecepatan angin, kelembaban (rH) dan

suhu dari Bulan September 2010 hingga Agustus 2011 ... 64 10 Jumlah larva, jumlah cidukan dan densitas larva, frekuensi nisbi dan

kelimpahan nisbi nyamuk An. farauti pada setiap habitat di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari Bulan September

2010-Agustus 2011 ... 74 11 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan Anopheles

farauti di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan ... 76 12 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari rumah

terdekat dan fungsi lahan di sekitar habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles farauti di Desa Saketa dari Bulan

September 2010-Agustus 2011 ... 77 13 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan An. farauti

di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September


(24)

14 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, frekuensi relatif dan kerapatan relatif An. indefinitus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-

Agustus 2011 ... 78 15 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan

Anopheles indefinitus di Desa Saketa kabupaten

Halmahera Selatan ... 79 16 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan nyamuk

An. indefinitus di Desa Saketa dari Bulan September

2010-Agustus 2011 ... 80 17 Karakteristik biologi habitat perkembangbiakan An. indefinites

di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September

2010-Agustus 2011 ... 81 18 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, frekuensi

relatif dan kerapatan relati An.kochi di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010-

Agustus 2011 ... 82 19 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan An. kochi

di Desa Saketa kabupaten Halmahera Selatan ... 83 20 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari

Rumah terdekat dan fungsi lahan di sekitar

habitat perkembangbiakan nyamuk An. kochi di Desa

Saketa dari Bulan September 2010-Agustus 2011 ... 84 21 Karakteristik biologi perkembangbiakan An. kochi di

Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari

September 2010-Agustus 2011 ... 84 22 Jumlah larva, jumlah cidukan, densitas larva, dan frekuensi

relatif An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September

2010- Agustus 2011 ... 85 23 Karakteristik fisik-kimia habitat perkembangbiakan An. kochi

di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September

2010-Agustus 2011 ... 86 24 Kedalaman, luas habitat, elevasi, jarak habitat dari rumah

terdekat dan fungsi lahan di sekitar habitat

perkembangbiakan nyamuk An. subpictus, An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa dari Bulan September

2010-Agustus 2011 ... 87 25 Karakteristik biologi perkembangbiakan An. subpictus,

An. puntulatus dan An. vagus di Desa Saketa Kabupaten

Halmahera Selatan dari September 2010-Agustus 2011 ... 88


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Penyebaran fauna di Indonesia, Garis Wallacea memisahkan fauna

Oriental, Garis Lydekker memisahkan fauna Australasia, dan Garis Weber merupakan daerah transisi ...... 7 2 Kelimpahan (%) nyamuk Anopheles per bulan pada empat jenis

ekosistem di Desa Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011... 27 3. Kelimpahan (%) An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011... 28 4 Kelimpahan (%) An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. ... 30 5 Kelimpahan (%) An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011.. ... . . 31 6 Kelimpahan (%) An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . . ... . . . 32 7 Kelimpahan (%) An. hackeri pada empat jenis ekosistem Desa Saketa,

Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . ... 33 8 Kelimpahan (%) An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 33 9 Kelimpahan (%) An. kochi pada empat ekosistem di Desa Saketa,

Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 34 10 Populasi An. subpictus berdasarkan jenis ekosistem dan bulan

penangkapan di Desa Saketa, Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011.... ... 36 11 Kelimpahan (%) An. tessellatus empat di Desa Saketa, Kabupaten

Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011 ... 37 12 Kelimpahan (%) An. vagus pada empat eskosistem di Desa Saketa,

Kabupaten Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011. . . ... 38 13 Hasil analisis korespondensi (CA) antara jenis ekosistem dan spesies

nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa.. . . ... . 39 14 Cidukan untuk pengambilan larva pada beberapa tipe habitat.... . 54 15 Persentase larva Anopheles pada setiap tipe habitat.... 57 16 Sebaran habitat perkembangbiakan nyamuk Anopeheles


(26)

17 Hasil analisis regresi hubungan antara kelembaban, curah hujan, kecepatan angin dan suhu terhadap populasi larva Anopheles spp. ... 65 18 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 108 19 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 109 20 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011)... 110 21 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 111 22 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 112 23 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. kochi pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 113 24 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. subpictus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 114 25 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. tessellatus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 115 26 Kepadatan mengisap darah perorang per malam (MBR)

An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 116 27 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. punctulatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... ... 117 28 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. koliensis pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 201 0-Agustus 2011) ... 118 29 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. farauti pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... 119 30 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. barbumbrosus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... 120 31 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. indefinitus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa


(27)

32 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk An. kochi pada empat jenis ekosistem di Desa

Saketa (September 2010-Agustus 2011) ... 123 33 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. subpictus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... 124 34 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. tessellatus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... 125 35 Aktivitas menghisap darah per orang per jam (MHD) nyamuk

An. vagus pada empat jenis ekosistem di Desa Saketa

(September 2010-Agustus 2011) ... 126 36 Kondisi lingkungan dan jenis ekosistem yang berpeluang


(28)

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Fluktuasi jumlah penderita malaria selama 5 tahun di Desa

Saketa dari tahun 2007-2010. . . ... 165 2 Peta kabupetan Halmahera Selatan... 165 3 Lokasi titik sampling penangkapan nyamuk

Human landing Collection/HLC (A) titik-titik sampling larva pada habitat nyamuk Anopheles

(bawah) di Desa Saketa (B)... 166 4 Proses penangkapan nyamuk dengan HLC, pada 4 jenis

ekosistem di Desa Saketa, A=kebun, B=hutan,

C = semak, D=permukiman. ... 167 5 Proses koleksi larva di berbagai tiper habitat... 168 6 Predator potensil larva yang sering dijumpai pada habitat

perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa; Copepoda (kiri), Gerridae (kanan) Bawah: tanaman air

(ganggang) di kolam ... 169 7 Habitat untuk istirahat pagi (atas) dan penangkapan nyamuk

istirahat pagi (bawah) ... 170 8 Jumlah individu pada semua jenis Anopheles per

ekosistem per bulan penangkapan di Desa Saketa dari

September 2010-Agustus 2011. ... 171 9 Rekapitulasi hasil tangkapan nyamuk Anopheles perspesies

pada 4 jenis ekosistem ... 173 10 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

kubangan di Saketa ... 174 11 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

kobakan di Saketa... 177 12 Kondisi beberapa parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

kolam di Saketa ... 179 13 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

parit di Saketa ... 180 14 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

tapak ban di Saketa ... 182 15 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat Anopheles jenis

parit ban di Saketa ... 185 16 Peta penyebaran jenis vektor malaria di Indonesia ... 186


(30)

(31)

BAB 1

PENDAHULUAN

Malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia dan merupakan prioritas pertama di antara sepuluh masalah kesehatan di Indonesia (Sukadi & Rogayah 2009), dan upaya pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millenium Development Goals (MDGs). Sekitar 80 % dari 484 kabupaten/kota di Indonesia termasuk kategori endemis dan 45% penduduk berdomisili di desa endemis. Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang kurang baik, sarana transfortasi dan komunikasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan yang kurang, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah serta buruknya perilaku hidup sehat masyarakat (Kemenkes RI 2011).

Angka kesakitan malaria di beberapa wilayah cenderung menurun, namun demikian angka annual malaria incidence (AMI) masih tergolong tinggi, di luar Jawa dan Bali, angka AMI selama 5 tahun dari 2000-2005 menunjukkan nilai yang relatif konstan yaitu berturut-turut 31.1‰, 26.2‰, 22.3‰, 21.8 ‰ 21.2 dan 24.8‰ dari tahun 2000 hingga tahun 2005 (Kemenkes RI 2005). Sejak tahun 2007, upaya penanggulangan malaria dilihat berdasarkan indikator annual parasite incidence (API) dengan dasar bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan darah dan semua kasus posistif harus diobati dengan kombinasi berbasis artemisinin (ACT). Angka API nasional tahun 2008 adalah 2,47‰ dan pada tahun 2009 menurun menjadi 1,85‰, tetapi naik menjadi 1,96 pada tahun 2010 (Kemenkes 2011). Daerah dengan angka API tertinggi adalah Papua barat (28,1‰), diikuti NTT (20,35‰), Papua (18,35‰), Maluku (8,94‰) dan Maluku Utara (8,91‰) (Kemenkes RI 2010).

Provinsi Maluku Utara merupakan wilayah endemis malaria yang tergolong kategori high incidence area (HIA) dengan tingkat endemisitas di atas 50 ‰, dan menduduki peringkat kelima setelah Papua Barat, Papua, NTT dan Sulawesi


(32)

Angka AMI selama tiga tahun dari 2006-2008 berturut-turut adalah 54.50‰, 58.12‰ dan 55.45‰.

Di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan merupakan daerah dengan angka AMI tertinggi. Dari tahun 2006-2008 angka AMI berturut-turut adalah 77.78‰, 62.0‰, dan 57.5‰ (Dinkes Maluku Utara 2008). Angka AMI terakhir (2010) mencapai 54% (Dinkes Kab. Halmahera Selatan 2010), sedangkan angka API tercatat tetap untuk tahun 2008 dan 2009 yaitu 8,91‰ (Kemenkes RI 2011). Angka AMI dan API yang tinggi ini memerlukan perhatian khusus bukan hanya pada masalah penanganan klinis, tetapi juga diperlukan segera kajian entomologi terpadu dalam upaya pengendalian vektornya.

Kabupaten Halmahera Selatan terletak antara 1260 45’-129030’ BT dan 0030’LU – 2000’ LS. Luas wilayah adalah 40.236.72 km2

Tingginya angka insiden malaria di desa ini berkaitan erat dengan keberadaan beberapa jenis vektor di berbagai jenis ekosistem dan tersedianya berbagai jenis habitat perkembangbiakannya di desa Saketa. Selain itu, pekerjaan utama masyarakat adalah berkebun, sementara perkebunan merupakan tempat yang banyak menyediakan habitat untuk perkembangbiakan nyamuk. Vektor lokal

, 22% dari wilayahnya berupa daratan dan 78% merupakan lautan. Keadaan iklim dipengaruhi oleh angin laut terutama yang berasal dari laut Seram dan laut Maluku. Musim barat atau utara berlangsung dari Desember hingga Maret. Bulan April merupakan transisi ke musim selatan atau timur tenggara yang diikuti musim kemarau yang berlangsung dari bulan Mei hingga Oktober (BPS Kab. Halamahera Selatan 2010).

Desa Saketa yang terdapat di Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, merupakan daerah endemis malaria tinggi, sejak tahun 2007 hingga Juni 2010 tercatat sebanyak 1.290 orang penderita, dengan angka annual parasite incidence (API) berturut-turut 225,4‰, 158,3‰, 157,7‰, 106,9‰ masing-masing untuk tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 [PSKGB 2010]. Desa ini merupakan desa pantai, memiliki pelabuhan yang merupakan pintu masuk ke Gane Barat dan Gane Timur dengan mobilitas masyarakat yang tinggi. Sebagian besar wilayah desa yang berada di luar permukiman merupakan areal perkebunan kelapa, tanaman cokelat, hutan dan sebagian berupa semak.


(33)

merupakan determinan penting dalam dinamika penularan, sehingga diperlukan pengamatan vektor untuk menyusun strategi penegendalian dan mengatasi masalah malaria di daerah ini.

Vektor di Maluku Utara merupakan campuran antara beberapa spesies oriental dari bagian barat dan kelompok Australasia yang bermigrasi ke wilayah Halmahera, meliputi spesies Anopheles farauti, An. punctulatus, An. koliensis, An. longirostris, dan An. bancrofti (Depkes 2008). Nyamuk Anopheles spp. yang telah ditemukan dari 15 jenis habitat perkembangbiakan di Kabupaten Halmahera Selatan berjumlah 11 spesies yaitu An. kochi, An. subpictus, An. vagus, An. tesselatus, An. farauti, An. barbumbrosus, An. ramsayi, An. punctulatus, An. hackeri, An. minimus dan An. umbrosus, namun berdasarkan hasil uji ELISA yang positif mengandung parasit (Plasmodium vivax) adalah An. indefinitus, An. kochi dan An. vagus (Sukowati 2010). Sementara itu, Mulyadi (2010) melaporkan lima spesies Anopheles di Desa Doro Halmahera Selatan, yaitu An. kochi, An. vagus, An. farauti, An. punctulatus, dan An. minimus.

Penyebaran nyamuk Anopheles spp. dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, di antaranya lingkungan fisik berupa kondisi cuaca, letak geografis, fungsi lahan dan lingkungan mikro berupa genangan air untuk peletakan telur dan untuk habitat perkembangbiakan. Siklus hidup nyamuk juga sangat dipengaruhi oleh cuaca. Meskipun nyamuk lebih banyak hidup di permukiman, tahap hidup pradewasa lebih banyak hidup di alam. Larva nyamuk sangat rentan terhadap kelembaban udara, suhu udara yang menyimpang dan curah hujan yang berlebihan (Hadi & Koesharto 2006).

Wilayah Saketa memiliki berbagai jenis ekosistem perairan alami berupa ekosistem lotik seperti sungai, kali-kali kecil dan mikroekosistem akuatik seperti genangan, kobakan, kubangan, jejak kaki hewan dan sebagainya yang merupakan habitat alami berbagai jenis nyamuk. Selain itu, terdapat juga habitat buatan atau akibat aktivitas manusia seperti kolam, parit, jejak ban mobil, sampan atau perahu yang tidak terpakai. Sebagaimana halnya dengan habitat lainnya seperti rawa, lagun, celah batuan, air yang mengalir lambat, genangan


(34)

Pengendalian vektor merupakan komponen utama untuk memutus rantai malaria, oleh karena itu pengendalian vektor menjadi elemen dasar keberhasilan program malaria. Vektor malaria sangat berbasis lingkungan dan bersifat spesifik lokal, oleh sebab itu dalam pengendalian vektor malaria diperlukan pemahaman yang rinci tentang spesies, karakteristik habitat serta epidemiologi penyakitnya (Sukowati 2008). Kendala umum yang dijumpai dalam pemberantasan malaria antara lain kualitas pemberantasan belum sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan, serta belum didasarkan pada pengetahuan bionomik vektornya sehingga tidak efektif, tidak efisien, tidak tepat sasaran.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis bioekologi nyamuk Anopheles spp. sebagai dasar penyusunan strategi pengendalian vektor malaria di Halmahera Selatan yang dapat memberikan informasi ilmiah yang bermakna dalam program pengendalian vektor. Kabupaten Halmahera Selatan merupakan wilayah yang sangat representatif sehingga data entomologi sangat diperlukan bagi perumusan kebijakan untuk kepentingan eleminisi vektor.

Tujuan penelitian adalah (1) menganalisis bioekologi vektor malaria khususnya kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu ekosistem hutan, perkebunan, semak dan permukiman, (2) menganalisis karakteristik habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. yang meliputi tipe habitat, faktor lingkungan fisik, kimia dan biologinya, dan (3) menganalisis perilaku mengisap darah dan perilaku istirahat pagi nyamuk Anopheles spp. pada setiap jenis ekosistem.

Berdasarkan tujuan umum penelitian tersebut, maka pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga sub penelitian yaitu :

1 Kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. di Desa Saketa, daerah endemik malaria yang dibahas dalam BAB 3

2 Karakteristik habitat larva Anopheles spp. di Desa Saketa daerah endemik malaria di Kabupaten Halmahera Selatan yang dibahas dalam BAB 4

3 Perilaku mengisap darah nyamuk Anopheles spp. Di desa saketa Kabupaten Halmahera Selatan yang dibahas dalam BAB 5


(35)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria dan vektornya

Pada dekade terakhir malaria muncul kembali dan menyebar luas dengan dampak yang merugikan bagi kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Kemunculan kembali malaria lebih sering terjadi di daerah yang telah melakukan eradikasi atau pada daerah yang insidennya sudah sangat berkurang (WHO 2002). Penyebaran malaria dipengaruhi oleh lima faktor utama yaitu faktor manusia, parasit, vektor, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan yang berinteraksi dalam satu relung ekologi (Sukowati 2008).

Penyebaran malaria juga dipengaruhi oleh meningkatnya mobilitas masyarakat dan hubungan komersil yang berakibat meningkatnya kasus malaria dan menyebabkan terjadinya endemik. Demikian pula halnya dengan perubahan ekologi sebagai akibat kegiatan manusia yang menciptakan kondisi yang cocok bagi nyamuk setempat dan penyakit infeksi yang disebarkannya (Wensdorfer & McGregor 1988).

Di dunia, kecuali benua Antartika terdapat lebih dari 3.000 spesies nyamuk yang tergolong dalam 34 genus dari famili Culicidae (Fusco 2000). Di Indonesia terdapat 18 genus nyamuk yang terdiri atas 457 spesies. Empat genus penting yang sebagian besar spesiesnya berperan sebagai vektor adalah Anopheles (80 spesies), Culex (82 spesies), Aedes (125 spesies) dan Mansonia (8 spesies), sisanya sebagai anggota dari genus yang tidak penting dalam penularan penyakit (O’Connor & Sopa 1999). Dari 80 spesies Anopheles, 22 di antaranya telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria yaitu An. aconitus, An. balabacensis, An. bancroftii, An.barbirostris, An. flavirostris, An. farauti, An. karwari, An.koliensis, An.punctulatus, An. ludlowae, An. letifer, An. leucosphyrus An. maculatus, An. minimus, An. nigerrimus, An. parengensis, An.sundaicus, An. subpictus, An. sinensis, An. umbrosus, An. vagus, dan An. tesselatus (Sukowati 2005; Kandun


(36)

Anopheles sejauh ini dilaporkan berperan sebagai vektor malaria. Jumlah Anopheles yang telah diidentifikasi secara morfologi sebanyak 457 jenis, tetapi dengan ditemukannya spesies sibling yang secara morfologi tidak bisa dibedakan maka diperkirakan jumlahnya mencapai 500 jenis. Distribusi Anopheles, bio-ekologi, dan peranannya sebagai vektor malaria sangat bervariasi dari daerah ke daerah. Oleh karena itu informasi tentang perilaku vektor malaria dan distribusinya harus diamati dengan baik secara individual maupun secara menurut spesies kompleks (WHO 2007).

2.2 Penyebaran dan keragaman nyamuk Anopheles spp.

Indonesia dibagi oleh garis Weber yang memisahkan fauna-fauna oriental dan Australia sehingga diperlukan kunci indentifikasi khusus untuk fauna di sebelah barat garis Weber, demikian pula halnya dengan yang di sebelah timurnya (O’Connor & Soepanto 1999). Dengan demikian pembuatan satu kunci umum untuk identifikasi nyamuk di Indonesia sulit dilakukan.

Penyebaran nyamuk Anopheles spp. di Indonesia mengikuti pola penyebaran fauna yang secara geografi terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu fauna bagian barat Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan fauna bagian timur yaitu Sulawesi dan pulau di sebelah timurnya. Dua kelompok fauna ini mempunyai ciri yang berbeda dan dipisahkan oleh garis Wallace (garis antara Kalimantan dan Sulawesi yang berlanjut di antara Bali dan Lombok). Hamparan kepulauan di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak termasuk kawasan Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah Garis Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada daerah transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah barat dan garis Lydekker di sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan fauna yang dinamakan garis Weber (Gambar 1).


(37)

Gambar 1. Penyebaran fauna di Indonesia, Garis Wallacea memisahkan fauna Oriental, Garis Lydekker memisahkan fauna Australasia, dan Garis Weber merupakan daerah transisi

Spesies Anopheles di bagian barat garis Wallacea adalah spesies oriental di antaranya

Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Jawa juga memiliki keragaman yang berbeda, misalnya di Kokap, Kulonprogo, Barodji et al. (2003) melaporkan bahwa ditemukan delapan spesies Anopheles spp yaitu An. aconitus, An. aconitus, An. sundaicus, An. subpictus, An. balabacensis, An. leucosphyrus, An. minimus dan An. barbirostris. SpesiesAustralasia di antaranya An. farauti, An. punctulatus, An. koliensis, An. longirostris dan An. bancrofti. Beberapa spesies dari kelompok oriental di antaranya ada yang bermigrasi ke timur, sehingga di wilayah Papua ditemukan spesies oriental, demikian pula halnya dengan kelompok Australasia ada yang bermigrasi ke bagian barat garis Lydekker (Sukowati 2008).

Nyamuk Anopheles spp. yang ditemukan di Pulau Sumatera menunjukkan keragaman yang spesifik, Suwito (2010) melaporkan bahwa di Padang Cermin dan Rajabasa, Lampung Selatan terdapat 12 spesies Anopheles spp. yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. tessellatus, An. aconitus, An. subpictus, An. annularis, An. kochi, An. minimus, An. barbirostris, An. maculatus, An. maculatus dan An. hyrcanus grup. Di Ogan Komering Olu (OKU), Sumatera Selatan ditemukan tujuh spesies yaitu An. aconitus, An. annularis, An. kochi, An. schuefneri, An. vagus, An. barbirostris, dan An. nigerrimus (U’din2005).


(38)

melaporkan bahwa di Pelabuhan Ratu dan daerah Cienunteung Gede, Tasikmalaya ditemukan enam spesies Anopheles spp. yaitu An. aconitus, An. annularis, An. maculatus, An. sundaicus, An. vagus dan An. barbirostris. Jumlah spesies Anopheles yang lebih tinggi ditemukan di Sukabumi sebagaimana yang dilaporkan oleh Munif et al. (2008), bahwa terdapat sembilan spesies Anopheles spp. yaitu yaitu An. aconitus, An. annularis, An. baezai, An. barbirostris, An. indefinitus, An. kochi, An. maculatus, An. sundaicus, dan An. vagus. Ndoen et al. 2010 menemukan jumlah spesies Anopheles spp. yang lebih tinggi di Jawa tengah yang terdiri dari sembilan spesies yaitu yaitu An. aconitus, An. subpictus, An. vagus, An. annularis, An. flavirostris, An. indefinitus, An. kiochi, An. maculatus, dan An. tessellatus.

Di Kalimantan Tengah, dilaporkan terdapat dua spesies Anopheles spp. yaitu An. letifer dan An. umbrosus (Juliawati 2008). Di Kabupaten Donggala dan Banggai, Sulawesi Tengah ditemukan empat spesies Anopheles spp. yaitu An. barbirostris, An. subpictus, An. parangensis dan An. flavirostris (Jatsal et al. 2003). Sementara itu, Garjito et al. (2004), melaporkan bahwa di Kabupaten Parigi-Muotng terdapat sepuluh spesies Anopheles yaitu An. barbirostris, An, subpictus, An. parangensis, An. aconitus, An. hyrcanus grup, An. indefinitus, An. kochi, An. maculatus, An. tessellatus dan An. vagus.

Nyamuk Anopheles spp. yang terdapat di Nusa Tenggara Barat terdiri dari sepuluh speises yaitu An. kochi, An. aconitus, An. annularis, An. barbirostris, An. campestris, An. indefinitus, An. subpictus, An. sundaicus, An. tessellatus, dan An. vagus (Soekirno, Ariati & Mardiana 2006). Sementara itu di Nusa Tenggara Timur ditemukan empat spesies Anopheles spp. yaitu An. barbirostris, An. subpictus, An. indefinitus dan An. annularis (Rahmawaty 2010).

Keragaman spesies Anopheles di Maluku Utara lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Sukowati (2010) melaporkan bahwa di Halmahera Selatan terdapat sebelas spesies Anopheles yaitu An. kochi, An. subpictus, An. vagus, An. tesselatus, An. farauti, An. barbumbrosus, An. ramsayi, An. punctulatus, An. hackeri, An. minimus dan An. umbrosus. Mulyadi (2010) melaporkan adanya lima spesies Anopheles di Desa Doro


(39)

Halmahera Selatan, yaitu An. kochi, An. vagus, An. farauti, An. punctulatus, dan An. minimus.

Keragaman nyamuk Anopheles spp di Indonesia bersifat lokal spesifik, di beberapa spesies Anopheles Oriental ditemukan di wilayah Australasia, sebaliknya beberapa spesies Anopheles Australasia ditemukan di wilayah Oriental. Bruce dan Bonne-Wepster (1947) menemukan nyamuk Anopheles yang menjadi vektor pada garis batas yang terletak antara Pulau Seram dengan Irian, terus ke selatan antara P. Timor dan P. Irian. Spesies-spesies dari nyamuk Anopheles vektor malaria di daerah Australia yang mengadakan migrasi ke daerah oriental adalah An. farauti, An. punctulatus, An. longirostris, dan An. bancrofti. Spesies oriental yang mengadakan migrasi ke daerah Australasia adalah An. karwari dan An. subpictus (Boesri 2007).

2.3. Perilaku nyamuk Anopheles spp.

Nyamuk betina memerlukan protein untuk pembentukan telur. Makanan nyamuk adalah madu dan sari buah, yang tidak mengandung protein, nyamuk betina perlu mengisap darah untuk mendapatkan protein yang diperlukan untuk kebutuhan telur-telurnya. Nyamuk betina dari genus Toxorhynchites tidak pernah mengisap darah, larva nyamuk besar ini memenuhi kebutuhan proteinnya dengan cara memangsa jentik-jentik nyamuk yang lain (Depkes 2001).

Nyamuk jantan tidak mengisap darah tetapi madu atau cairan tanaman. Nyamuk dewasa jantan umumnya hanya tahan hidup selama enam sampai tujuh hari, sedangkan yang betina dapat mencapai 2 minggu di alam. Nyamuk-nyamuk di laboratorium yang dipelihara dengan cukup karbohidrat dalam kelembaban yang tinggi dapat mencapai usia beberapa bulan. Nyamuk tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia serta hewan. Hal ini disebabkan oleh perangsangan bau zat-zat yang dikeluarkan hewan terutama CO2 dan beberapa asam amino dan lokalisasi yang dekat pada suhu hangat serta kelembaban (Hadi & Koesharto 2006).


(40)

dalam lingkungan permukiman ataupun dekat dengan hewan. Spesies yang hidup bebeas di alam umumnya hidup dari bahan-bahan yang tersedia di alam, seperti cairan tumbuhan atau sisa-sisa kotoran dari tumbuhan dan hewan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa beberapa jenis nyamuk mencari makan dalam rumah (endofagik) dan istirahat dalam rumah (endofilik), sedangkan spesies lain memasuki rumah hanya untuk mencari makan (endofagik) tetapi istirahat di luar rumah (eksofilik), adapula yang mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan istirahat juga di luar rumah (eksofilik) (Hadi & Koesharto 2006).

Berbagai studi membuktikan terjadinya perubahan perilaku nyamuk vektor malaria di Indonesia dan Afrika, sehingga perlu dipikirkan kembali bentuk pengendalian domestik seperti kelambu dan insektisida. Pemahaman mengenai jumlah nyamuk pada suatu tempat dan waktu tertentu belum cukup, tetapi perlu pula diketahui dimana dan kapan nyamuk mengisap darah manusia (Pates & Curtis 2005, Killeen et al. 2002). Perilaku mencari darah oleh nyamuk dipengaruhi oleh berbagai jenis faktor yang berkaitan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi nyamuk dalam mencari inang untuk menemukan darah adalah suhu, kelembaban, karbondioksida, aroma tubuh dan berbagai jenis faktor visual.

Suhu. Suhu merupakan faktor penting sebagai pengarah dalam penemuan inang dan merupakan daya tarik utama bagi nyamuk untuk memberi reaksi mengisap darah (Bates 1970). Nyamuk dapat mendeteksi panas yang dikeluarkan oleh inang vertebrata dari jarak dekat dan mengarahkannya ke inang untuk mengisap darah, tetapi pada jarak tertentu yang lebih dekat, panas diduga tidak menunjukkan pengaruh terhadap daya tarik nyamuk ke inang (Clements 1999).

Kelembaban udara. Kelembaban mempengaruhi metabolisme dan kelangsungan hidup nyamuk. Kelembaban yang rendah menyebabkan laju penguapan dari dalam tubuh nyamuk tinggi dan sehingga terjadi dehidrasi. Untuk perkembangbiakan nyamuk dibutuhkan kelembaban dengan ambien 60%. Nyamuk akan lebih aktif mencari sumber dan mengisap darah pada kelembaban yang lebih tinggi (Harijanto 2000).

Menurut Epstein et al. 1998, kepadatan nyamuk berbanding lurus dengan kelembaban udara, semakin tinggi kelembaban udara, maka kepadatan nyamuk


(41)

akan semakin tinggi pula. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Juliawati (2008) bahwa kepadatan mengisap darah An. letifer di Nyaru Menteng, meningkat dengan meningkatnya kelembaban dan puncaknya terjadi pada saat kelembaban di atas 83% yang melebihi nilai kelembaban rata-rata (80,3%).

Karbon dioksida (CO2). Nyamuk bereaksi positif terhadap karbon dioksida. Penelitian tentang pengaruh CO2 terhadap respon nyamuk masih terbatas dilakukan. Nyamuk Aedes aegypti merespon konsentrasi CO2 yang cocok, mereka merespon CO2 di udara pada ambang 0,015%-0,03% respon ini sama hingga konsentrasi 0,02%-0,04% CO2 di udara. Responnya menunjukkan indenpendensi dan tidak menunjukkan sensitifitas yang lebih besar terhadap konsentrasi CO2 yang dijumpai sebelumnya (Clements 1999). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Carlson et al. (1992) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara penambahan konsentrasi CO2 dengan daya tarik Ae. aegypti terhadap inang.

Aroma. Willis (1947) menyimpulkan bahwa aroma lengan manusia merupakan rangsangan yang menarik nyamuk Ae. aegypti, dan Ae. quadrimaculatus. An. koliensis menunjukkan lebih banyak mengisap darah pada kaki dan bagian sekitar sendi kaki dari pada di tungkai kaki, dan jika kaki dan bagian sekitar sendi kaki ditutup, maka ia lebih suka mengisap darah pada bagian tungkai yang tidak berbulu daripada yang berbul

An. gambiae yang merupakan vektor utama malaria di Afrika, menggunakan penciuman untuk menanggapi isyarat kimia yang diperlukan untuk makan, preferensi inang, dan pemilihan pasangan. Organ yang malaksanakan fungsi ini adalah reseptor bau (An. gambie olfactory response/AgORs) yang terletak dalam neuron sensorik perifer (Liu et al. 2010). Pada nyaku An. gambiae di Afrika, gerakan mendekati inang dikendalikan oleh berbagai penanda semiokimia yang bersifat olfaktori, yang saat ini dikenal sebagai kairomon spesifik pada manusia (Takken 1999).

Penanda visual. Nyamuk tertarik pada inang yang bergerak, Ae. aegypti mendekati boks transparan yang berisi tikus rusa (Peromyscus) yang telah dibius


(42)

dengan boks yang pertama (Clements 1999). Brown dan Bannet (1981) melaporkan bahwa Ae. aegypti mengisap darah lebih banyak pada lengan umpan yang menggunakan kaos hitam jika dibandingkan dengan yang menggunakan kaos dengan warna lain.

2.4 Habitat perkembangbiakan Anopheles spp.

Jenis habitat perkembanganbiakan nyamuk dikelompokkan berdasarkan dua cara yaitu bedasarkan sifat genangan air dan cara terbentukanya habitat. Berdasarkan sifat genangan air, habitat terdiri dari: 1) habitat dengan air yang menggenang permanen atau sementara seperti rawa yang luas, rawa di sekitar danau, kolam, genangan air dan mata air, 2) kumpulan air tawar yang sifatnya sementara seperti genangan air terbuka dan kumpulan bekas tapak kaki hewan, 3) air yang mengalir permanen seperti sungai dan selokan yang mengalir, 4) penampungan air alami seperti lubang di batu, pohon, lubang buatan hewan dan tempat penampungan air seperti kaleng bekas, ban, tempurung kelapa, dan 5) air payau seperti rawa pasang surut. Sedangkan menurut cara terbentuknya, habitat dibagi menjadi dua kelompok yaitu habitat yang bersifat alamiah seperti danau, rawa, genangan air, dan habitat buatan manusia seperti sawah, irigasi dan kolam (Rao 1981).

Habitat nyamuk dalam pengertian luas didefinisikan sebagai tempat yang cocok untuk istirahat, dimana terdapat inang dan menjadi tempat perkembangbiakan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan nyamuk terhadap habitat utamanya adalah suhu, kelembaban, perlindungan terhadap matahari, angin dan predator (WHO 1975). Penyebaran nyamuk sangat dipengaruhi oleh karakteristik lokal, seperti karakteristik inang, lingkungan, dan karakteristik biotik. Letak geografi, lingkungan ekologi dan sosial budaya masyarakat mempengaruhi penyebarannya. Faktor ekologis berpengaruh dominan sebagai penentu prevalensi dan insidensi malaria pada suatu daerah endemis (Mardihusodo 2001).

Nyamuk merupakan serangga yang sukses dalam memanfaatkan air di lingkungan, termasuk air alami dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer. Danau, aliran air, kolam, air payau, bendungan, saluran irigasi, air berbatuan, septik teng, selokan, kaleng bekas dan lain-lain dapat berperan


(43)

sebagai habitat perkembangbiakan larva nyamuk. Nyamuk dewasa bisa tinggal di sekitar habitat perkembangbiakannya, tetapi dapat juga terbang beberapa kilometer, tergantung spesies dan berbagai faktor lain. Perubahan lingkungan dan aktivitas penduduk seperti perkembangan infrastruktur, pertanian, pembuatan tambak dan irigasi, dapat menyediakan tempat perkembangbiakan bagi Anopheles (Oaks et al. 1992).

Telur nyamuk harus diletakkan di permukaan air yang mengalir lambat atau air yang tenang. Larva mencari makan di bawah permukaan air, dan bernafas dengan udara permukaan (Minakawa et al. 1999). Telur nyamuk diletakkan secara berderet-deret seperti rakit di permukaan air (Culex) dan pada tumbuhan air (Mansonia), atau satu per satu dilekatkan pada dinding bejana yang berisi air (Aedes). Telur nyamuk Anopheles spp. diletakkan satu-per satu di atas permukaan air, menyerupai perahu dengan pelampung dari khorion yang berlekuk-lekuk di sebelah lateral (Hadi & Koesharto 2006).

Berbagai tipe habitat mempengaruhi perkembangan dan keberhasilan larva Anopheles ssp menjadi nyamuk. Penelitian di Kenya menunjukkan adanya hubungan positif antara stabilitas habitat dan keberadaan pupa. Larva Anopheles gambie terutama terdapat pada lubang tanah, jejak kaki sapi, jalur ban, dan saluran drainase (Minakawa et al. 1999). Mikrohabitat ini sangat mendukung perkembangan nyamuk yang bersifat sinantropik karena mikrohabitat tersebut menyatu dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, berbagai jenis ekosistem buatan merupakan sumber ancaman penyakit dari berbagai nyamuk vektor. Hal ini juga terjadi di sepanjang Sungai Santa Ana sampai di lahan basah Prado dan lembah Chino California Selatan yang menunjukkan semakin besarnya ancaman nyamuk vektor dari waktu ke waktu akibat semakin berkembangannya berbagai habitat nyamuk sebagai dampak kegiatan pertanian (Mian 2006).

Nyamuk yang hidup di alam dapat ditemukan pada berbagai ekosistem di antaranya adalah ekosistem hutan, semak, perkebunan dan permukiman, yang masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Berikut ini perbedaan dari masing-masing ekosistem tersebut.


(44)

merupakan suatu areal yang didominasi oleh vegetasi yang rendah dengan banyak cabang yang muncul di atas atau dekat permukaan tanah. Ekosistem perkebunan merupakan areal lahan hasil konversi dari lahan hutan, semak atau dari lahan dengan fungsi lain yang kemudian dikelola secara berkesinambungan dengan memodifikasi vegetasi alaminya dengan tanaman budidaya berupa tanaman kelapa, cokelat, pala dan jenis tanaman komoditas lainnya. Ekosistem semak adalah areal yang terdiri atas vegetasi dengan ukuran tinggi tanaman yang rendah dan dicirikan oleh percabangan pada bagian pangkal pohon. Adapun ekosistem permukiman merupakan areal lahan yang peruntukannya dikhususkan untuk kawasan tempat tinggal atau permukiman.

Beberapa jenis habitat perkembangbiakan nyamuk Anopheles antara lain berupa kobakan yang merupakan lubang kecil yang berisi air, biasanya muncul setelah hujan terbentuk, baik disengaja maupun secara alami oleh erosi percikan atau erosi permukaan yang mengakibatkan munculnya lubang kecil yang dapat menampung air hujan. Di Purworejo, Lestari et al. (2007) menemukan dua spesies Anopheles di kobakan yaitu An. maculatus dan An. balabacensis, sedangkan Muliadi (2010), menemukan An. farauti dan A. kochi pada bebebrapa kobakan di Desa Doro, Halmahera Selatan.

Kubangan merupakan habitat yang berupa lubang atau cekungan dipermukaan tanah yang yang terbentuk secara alami ataupun akibat aktivitas manusia yang dapat menampung air hujan, ukuran dan retensi airnya lebih besar dari kobakan. Muliadi (2010), menemukan An. farauti dan A. vagus pada bebebrapa kobakan di Desa Doro, Halmahera Selatan.

Jenis habitat lainnya adalah tapak ban terbentuk dari jejak roda kendaraan (roda 2 atau roda empat, atau gerobak) yang ditinggalkan dipermukaan tanah, terjadi jika kondisi tanah yang dilewati dalam keadaan lembek, becek dan sering terbentuk setelah hujan, sedangkan tapak hewan merupakan jejak kaki sapi atau kaki kerbau yang potensil menampung air hujan. Parit/Selokan merupakan saluran air yang sengaja dibuat dipermukaan tanah dengan cara dibuat galian secara memanjang untuk mengalirkan air permukaan dan mencegah banjir. Setyaningrum et al. (2008) melaporkan rata-rata kepadatan Anopheles spp. yang ditemukan di Desa Way Muli, Lampung mencapai 12,5 ind/250 ml.


(45)

Jenis habitat yang lebih besar adalah kolam yaitu tempat penampungan air di permukaan tanah yang sengaja dibuat untuk menampung air dalam jangka panjang, sehingga kedalamannya lebih tinggi dibanding habitat lainnya. Kolam biasanya berbentuk persegi panjang atau bentuk lainnya. Mardiana et al. 2002, menemukan An. subpictus dan An. vagus pada beberapa kolam yang terdapat di trenggalek, sedangkan Sukowati (2010) menemukan An. farauti dan An. vagus pada kolam yang terdapat di beberapa desa di Halmahera Selatan.

Habitat yang juga berukuran relatif besar adalah lagun yang terdapat di mulut/muara kali kecil yang alirannya tidak permanen sepanjang tahun, terbentuk akibat hempasan gelombang laut yang membawa pasir ke bibir pantai dan menutup mulut muara secara temporer. Selama beberapa waktu tertentu hubungan dengan air laut terputus sehingga salinitas menurun drastis akibat terus bertambahnya suplai air tawar. Sukowati, 2010 menemukan lima spesies Anopheles pada beberapa lagun yang terdapat di Halmahera Selatan, yaitu An. punctulatus, An. vagus, An. barumbrosus, An. subpictus dan An. tessellatus.

2.5 Pengaruh iklim global terhadap malaria

Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan kondisi iklim yang ditandai oleh perubahan sifat dari rata-rata variabel yang berlangsung lebih dari satu periode. Perubahan iklim merupakan dampak dari meningkatnya suhu global yang mencapai 0.74˚C dalam waktu 100 tahun, dan akan meningkat hingga 5˚C pada tahun 2008. Pengaruh perubahan iklim terhadap kesehatan manusia telah diprediksi secara global. Terdapat hubungan antara variabel iklim, penyakit diare dan malaria serta kisaran faktor bukan iklim dengan kesehatan manusia (Bhandari 2010).

Perubahan iklim global yang berdampak terhadap perubahan cuaca mikro secara global juga berdampak luar biasa terhadap resiko penyakit kevektoran. Penambahan suhu 0,5˚C menyebabkan meningkatnya kelimpahan vektor 3-10%. Efek ini disebut dengan amplifikasi biologis dari perubahan iklim (Pazcual et al. 2006). Alonso et al. (2010) melaporkan bahwa perubahan suhu berperan penting terhadap meningkatnya kasus malaria yang disebabkan oleh semakin


(46)

Selain itu juga ditunjukkan bahwa fluktuasi iklim berperan penting dalam memulai epidemi malaria di daerah tersebut.

Suhu berpengaruh terhadap masa perkembangan dan perbedaan tahapan dalam siklus hidup nyamuk, laju mencari makan, siklus gonotrofik dan usia nyamuk. Kapasitas vektoral dan laju inokulasi entomologi dipengaruhi oleh kelimpahan vektor dalam hubungannya dengan jumlah orang pada suatu tempat, laju kelangsungan hidup harian, laju mencari makan, laju mencari makan dan waktu yang dibutuhkan selama periode siklus sporogoninya. Tahap ini sangat peka terhadap suhu lingkungan (Sukowati 2010).

Patz dan Olson (2006) meneliti hubungan antara waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan parasit Plasmodium falciparum dan P. vivax dalam tubuh nyamuk An. gambiae, yang menunjukkan bahwa setelah melewati nilai suhu 18˚C, maka perkembangan keduanya akansemakin tinggi dengan kenaikan suhu. Masa inkubasi parasit malaria dalam tubuh nyamuk juga dipengaruhi oleh fluktuasi suhu harian. Fluktuasi suhu diurnal dibawah 21°C akan menghambat perkembangan parasit dibandingkan dengan suhu konstan, sedangkan fluktuasi yang melebihi 21°C mempercepat perkembangan parasit.

Nyamuk memerlukan air tergenang untuk habitat perkembangbiakan dan membutuhkan kelembaban untuk viabilitasnya, curah hujan akan menciptakan habitat perkembangbiakan atau menyapu nyamuk fase pradewasa dan menyebabkan vektor lebih infektif, akan tetapi suhu dan kekeringan yang terlalu tinggi akan mengurangi kelangsungan hidup nyamuk.


(47)

BAB 3

KELIMPAHAN DAN KEANEKARAGAMAN

NYAMUK

Anopheles

spp.

DI HALMAHERA SELATAN,

DAERAH ENDEMIK MALARIA

[Abundance and diversity of

Anopheles

spp. mosquito

in South Halmahera, A Malaria Endemic Region]

Abstrak

Penelitian tentang kelimpahan dan keanekaragaman nyamuk Anopheles spp. pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan telah dilaksanakan di Desa Saketa yang merupakan daerah endemik di Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 12 bulan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011 bertujuan untuk mempelajari aspek ekologi Anopheles spp. pada tiap jenis ekosistem. Penangkapan nyamuk dilakukan dengan metode human landing collection dari pukul 18.00-6.00, sebanyak empat kali setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 spesies Anopheles yaitu Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Anopheles tertinggi ditemukan pada ekosistem perkebunan (35,82%), diikuti oleh hutan (33,78%), semak (24,98%), dan terendah di permukiman (5,42%). An. indefinitus dominan pada ekosistem hutan, sedangkan An. kochi dominan pada ekosistem perkebunan, semak dan permukiman. Hasil analisis korespondensi menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles tersebar dalam tiga kelompok utama yaitu An. farauti dan An. tessellatus mengelompok pada semak dan permukiman, An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus mengelompok di hutan, dan An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, dan An. punctulatus mengelompok di perkebunan.

Kata kunci : Anopheles spp, endemik malaria, Halmahera Selatan, keaneka ragaman, kelimpahan


(48)

(49)

Abstract

A research on abundance and biodiversity of Anopheles mosquitoes were done in four different ecosystems, i.e. housings, plantations, bushes, and forests in South Halmahera, the endemic malaria district in North Maluku, started from September 2010 to August 2011. The research aimed to assess ecological aspect of Anopheles in each ecosystem types. Mosquitoes were collected by using human landing collection method from 6.00 pm to 6.00 am, four times per month. The research results showed that there were 10 species of Anopheles i.e. Anopheles barbumbrosus, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, and An. vagus. The highest Anopheles distribution was found in plantation ecosystem (35,82%), followed by forest ecosystem (33,78%), bushes ecosystem (24,98%), and housing ecosystem (5,42%). An. indefinitus dominantly found in forest ecosystems, whereas An. kochi dominantly found in plantations, bushes and housing areas. Based on correspodence analysis, Anopheles mosquitoes found spread in three main groups namely, An. farauti and An. tessellatus clustered on the bushes and housing ecosystems, whereas An. indefinitus, An. hackeri, An. subpictus and An. vagus on the forest ecosystem, and An. barbumbrosus, An. kochi, An. koliensis, and An. punctulatus clustered in plantation.

Key words: abundance, Anopheles spp, biodiversity, malaria endemic, South Halmahera,


(50)

(51)

3. 1. Pendahuluan

Desa Saketa memiliki luas ± 14.000 Ha, 4000 Ha di antaranya dalam bentuk hutan dan semak yang tidak dimanfaatkan, ± 150 Ha merupakan kawasan permukiman, dan selebihnya merupakan lahan perkebunan rakyat (GBDA, 2010) Penduduk Desa Saketa berjumlah 1.993 orang yang terdiri dari 402 KK. Saat ini di Desa Saketa terjadi perluasan wilayah perkebunan, penebangan hutan oleh pemegang HPH dan perubahan fungsi hutan secara drastis. Pembukaan lahan untuk perkebunan telah terjadi sejak lama dan semakin cepat seiiring dengan naiknya harga komoditas perkebunan.

Sebagian besar warga Desa Saketa merupakan petani kebun (49,3%), nelayan (13,2%), dan sisanya bekerja sebagai pengolah kayu di hutan, buruh pelabuhan, pedagang dan pegawai yang sebagian besar di antaranya juga bekerja paruh waktu di kebun (PPDS, 2010). Aktivitas warga yang tinggi di lingkungan perkebunan, diduga telah memicu laju penyebaran malaria dari vektor ke manusia. Hal ini diindikasikan dengan tingginya kasus malaria yang terjadi selama ini.

Desa Saketa merupakan daerah endemis malaria dengan tingkat infeksi tinggi, sehingga untuk daerah ini malaria masih merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat. Berbagai upaya pemberantasan vektor telah dilakukan, akan tetapi angka penderita malaria masih tetap tinggi. Sejak tahun 2007 hingga 2009 tercatat sebanyak 1.296 orang penderita (PSKGB, 2010). Penyebabnya kemungkinan disebabkan terdapatnya berbagai jenis vektor dan habitatnya yang mendukung perkembangan dan pertumbuhannya, sehingga diperlukan pengamatan vektor untuk mengatasi masalah malaria di daerah ini.

Perubahan kompleksitas tanaman akan mempengaruhi komposisi, kelimpahan dan sebaran hewan yang berperan dalam siklus transmisi penyakit pada manusia. Perubahan fungsi hutan dan fragmentasi habitat yang diikut i dengan berkurangnya biodiveristas akan meningkatkan laju kontak antara manusia dengan berbagai jenis patogen dan vektor penyakit (Pongsiri et al. 2009).


(52)

perilaku vektor zoophilik menjadi antropophilik (Walsh et al. 1993). Kerusakan lingkungan dan ekspansi populasi vektor berperan penting dalam meningkatnya penyakit zoonotik secara drastis (Jones et al. 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan, dominasi, dan preferensi nyamuk Anopheles spp. terhadap beberapa jenis ekosistem yang berbeda di Desa Saketa, Halmahera Selatan.

3. 2 Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan selama 12 bulan dari bulan September 2010 hingga Agustus 2011, bertempat di Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan yang merupakan kabupaten dengan kategori transmisi malaria tinggi [DKKHS 2008]. Desa ini terletak di pantai barat sebelah selatan Pulau Halmahera yang merupakan desa pantai yang dikelilingi oleh pegunungan dan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan perkebunan, semak serta hutan.

Penangkapan nyamuk dilakukan pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan. Penangkapan dilakukan setiap jam mulai terbenam hingga terbitnya matahari (pukul 18.00 hingga pukul 06.00) sebanyak empat kali dalam sebulan dengan metode human landing collection (HLC) yang dilakukan oleh 2 orang penangkap terlatih. Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke paper cup dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi di bawah mikroskop stereo dengan buku kunci bergambar nyamuk Anopheles dewasa Maluku dan Papua (O’Connor & Soepanto 2000).

Data yang terkumpul berupa jumlah nyamuk per spesies dari setiap jenis ekosistem dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel disrtribusi kelimpahan dan grafik. Data jumlah Anopheles dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter yaitu: Kelimpahan nisbi dihitung berdasarkan proporsi nyamuk spesies Anopheles tertentu terhadap jumlah total nyamuk Anopheles yang tertangkap dikali 100%. Keanekaragaman spesies dihitung menggunakan indeks Shannon-Wienner, sedangkan dominasi dihitung dengan menggunakan rumus:

D =

Keterangan :

D = Indeks dominasi jenis, ni = Jumlah nyamuk jenis ke-i N = Jumlah seluruh nyamuk ) 1 ( ) 1 ( 1 − −

= N N

ni ni

P


(53)

Hasil analisis variabel ekologi yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram, kemudian dideskripsikan dan dijadikan acuan inferensial. Preferensi spesies terhadap jenis ekosistem dianalisis dengan correspondence analysis/CA (Bengen 1999) menggunakan perangkat lunak Excell stat.2011.

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Komunitas dan Sebaran Nyamuk Anopheles spp.

Jumlah nyamuk Anopheles yang tertangkap pada empat jenis ekosistem yang berbeda yaitu permukiman, perkebunan, semak dan hutan berjumlah 13.642 individu. Nyamuk Anopheles yang tertangkap terdiri dari 10 spesies yaitu, An. barbumbrosis, An. farauti, An. hackeri, An. indefinitus, An. kochi, An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, An. tessellatus, dan An. vagus. Proporsi populasi tertinggi terdapat pada ekosistem perkebunan (35,82%), diikuti oleh ekosistem hutan (33,78%), semak (24,98%), dan terendah di permukiman (5,42%).

An. kochi memiliki kelimpahan nisbi tertinggi (52,17%) diikuti oleh An. indefinitus dan An. tessellatus (35,52% dan 5,15%), serta terendah adalah An. hackeri (0,02%). Proporsi spesies lainnya relatif rendah yaitu 7,13%, dengan persentase per spesies kurang dari 2,5%. An. kochi mendominasi ekosistem perkebunan, semak dan permukiman, sementara An. indefinitus mendominasi hutan. An. indefinitus ditemukan dalam setiap bulan penangkapan pada ekosistem hutan, perkebunan dan semak, sementara An. kochi ditemukan di hutan pada setiap bulan penangkapan. Spesies lainnya memiliki frekuensi kurang dari 1,0 yang menunjukkan keberadaan spesies tersebut kurang dari 100% sepanjang 12 bulan penangkapan. Frekuensi keberadaan An. koliensis, An. punctulatus, An. subpictus, dan An. vagus kurang dari 50%, sedangkan An. hackeri hanya tertangkap di hutan dan semak dengan frekuensi 8%.

Jumlah spesies yang ditemukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Syafruddin et al. (2010) bahwa di Halmahera Selatan selama November 2008 hingga Oktober 2009 tertangkap 28 nyamuk Anopheles dan


(54)

Tabel 1 Sebaran dan indeks keanekaragaman Anopheles spp. pada tiap jenis ekosistem di Desa Saketa, Kab. Halmahera Selatan dari September 2010 sampai Agustus 2011

Spesies Jenis ekosistem total %

Permukiman Perkebunan Semak Hutan

An. barbumbrosus 8 70 38 47 163 1,19 An. farauti 6 48 38 24 116 0,85 An. hackeri 0 0 1 2 3 0,02 An. indefinitus 236 867 1.422 2.321 4.846 35,52 An. kochi 390 3.398 1.599 1.730 7.117 52,17 An. koliensis 13 137 18 146 314 2,3 An. punctulatus 1 15 6 5 27 0,2 An. subpictus 4 21 19 75 119 0,87 An. tessellatus 59 284 212 148 703 5,15 An. vagus 22 47 55 110 234 1,72 Jumlah nyamuk 739 4.887 3.408 4.608 13.642 100

Jumlah spesies 9 9 10 10 - -

Proporsi per ekosistem (%) 5,42 35,82 24,98 33,78 100

Indeks keanekaragaman (H') 1,1 1,2 1,1 1,2 - -

Tabel 1 menujukkan bahwa An. kochi merupakan spesies Anopheles dengan Sebagian besar populasi Anopheles menyebar pada ekosistem perkebunan (An. barbumbrosus, An. farauti, An. kochi, An. punctulatus dan An. tessellatus). Spesies An. hackeri, An. indefinitus, An. koliensis dan An. vagus memiliki jumlah yang lebih tinggi pada ekosistem hutan. Pada ekosistem semak dan permukiman tidak ditemukan spesies dominan sebagaimana halnya pada ekosistem hutan dan perkebunan. Sebaran Anopheles per spesies disajikan pada Tabel 1.

kelimpahan nisbi tertinggi yaitu 52,17% diikuti oleh An. indefinitus (35,52%) dan terendah adalah An. punctulatus (0,2%). Meskipun kelimpahan An.kochi dan An. indefinitus cukup tinggi, tetapi spesies ini bukan vektor di Maluku Utara. An. indefinitus sejauh ini bersifat tidak susceptible (tidak rentan) terhadap parasit, dan belum pernah dilaporkan sebagai vektor malaria, sehingga hanya menyebabkan gangguan terhadap manusia.

Kelimpahan An. kochi yang tinggi tetap perlu mendapat perhatian dalam kaitannya dengan penyakit filariasis, spesies ini merupakan vektor filariasis di Papua yang secara geografis berdekatan dengan Halmahera. An. kochi telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria di Sumatera Selatan dan pada tahun 1993 dilaporkan sebagai vektor Japanese encephalitis di Semarang (Winarno &


(1)

Lampiran 14 Kondisi beberapa jenis parameter fisik pada habitat

Anopheles

jenis

tapak ban di Saketa

1.

Data suhu (

˚C)

, pH, kelembaban, aliran air, dan jenis substrat habitat

Anopheles

jenis tapak ban di Desa Saketa

No

Tapak

suhu

pH

salinitas

kekeruhan

Aliran air

substrat

1

30

7

0

Keruh

Tidak Mengalir

Lumpur

2

28

7

0

Sedang

Tidak Mengalir

Pasir

3

28

7

0

Keruh

Tidak Mengalir

Lumpur

4

29

7

0

Sedang

Tidak Mengalir

Pasir

5

34

7

0

jernih

Tidak Mengalir

Lumpur

6

35

7

0

jernih

Tidak Mengalir

Pasir

7

26

7

0

Keruh

Tidak Mengalir

Lumpur

8

26

7

0

Keruh

Tidak Mengalir

Lumpur

9

35

6

0

Sedang

Tidak Mengalir

Lumpur

10

33

6

0

Sedang

Tidak Mengalir

Lumpur

11

34

7

1

Jernih

Tidak Mengalir

Lumpur

12

26

6

0

Sedang

Tidak Mengalir

Lumpur

13

28

7

0

Jernih

Tidak Mengalir

Pasir

14

29

7

0

Sedang

Tidak Mengalir

Lumpur

15

28

6

0

Jernih

Tidak Mengalir

Pasir

16

26

6

0

Jernih

Tidak Mengalir

Lumpur

17

28

6

0

Jernih

Tidak Mengalir

Lumpur

18

28

6

0

Sedang

Tidak Mengalir

Lumpur


(2)

Tapak ke

Luas tapak

ban (m)

dalam (m)

jarak

(m)

Fungsi

lahan

elevasi (dpl m)

1 2 15 10 Permukiman 8

2 3 5 20 Jalan 16

3 2 10 10 Jalan 15

4 2 5 15 Perkebunan 25

5 3 x 1,5 4 100 Perkebunan 42

6 0,4 x 1 4 10 Jalan 23

7 8x1,5 4 100 Perkebunan 5

8 7x0,5 6 110 Perkebunan 12

9 5x03 7 70 Jalan 26

10 5x03 2 20 Jalan 3

11 3x0.5 5 30 Jalan 20

12 0,4x0,4 7 20 Perkebunan 26

13 0,3x1 5 5 Jalan 3

14 0.3x2 5 300 Perkebunan 27

15 1,5 x 1.5 5 300 Jalan 23

16 0,3X0,6 5 550 Perkebunan 21

17 0,3X0,6 5 550 Perkebunan 21

18 0,3x4 3 500 Perkebunan 15


(3)

3.

Jenis tanaman air, tanaman pelindung, kerapatan tanaman air, dan predator

larva pada habitat

Anopheles

jenis tapak ban/tapak hewan di Desa Saketa

No

tnm air

tnm sekitar

tnm

pelindung

kerapan

tnm air

predator

1 Rumput Rerumputan Tdk ada Tdk ada Ephymeroptera

2 Rumput, Ganggang Rerumputan,

Pohon-pohonan Tdk ada Jarang Tidak Ada

3 Rumput,

Ganggang Tidak ada Tdk ada Sedang Tidak Ada

4 Ganggang Pohon-pohonan Tdk ada Jarang kecebong, Ephemeroptera 5 Tidak ada Rerumputan Tdk ada Tdk ada Tidak ada

6 Tidak ada

Rerumputan Tdk ada Tdk ada

Anggang-anggang, Nimpha Capung, Ephemeroptera

7 Rumput Rerumputan,

Pohon-pohonan Rapat Jarang

Nimpha Capung, Ephemeroptera

8 Rumput Rerumputan,

Pohon-pohonan Rapat Jarang

Kecebong, Nimpha Capung, Anggang-anggang

9 Tidak ada Pohon-pohonan Jarang Jarang Nimpha Capung, Anggang-anggang

10 Tidak ada Tidak ada Tdk ada Tdk ada

Kecebong, Anggang-anggang, Cyclops ,Ephemeroptera 11 Lumut, Ganggang, Rumput Rerumputan, Semak/perdu, Pohon-pohonan

Tdk ada Jarang Kecebong, Anggang -anggang, kumbang air

12 Tidak ada Semak/perdu,

Pohon-pohonan Jarang Tdk ada Nimpha Capung

13 Tidak ada Rerumputan,

Semak/perdu Tdk ada Tdk ada

Nimpha Capung, Anggang-anggang

14 Tidak ada Semak/perdu,

Pohon-pohonan sedang Tdk ada Ikan Kecil, Anggang-anggang

15 Lumut

Rerumputan,

Semak/perdu Tdk ada Jarang

Kecebong, Nimpha Capung, Anggang-anggang

16 Tidak ada Rerumputan,

Pohon-pohonan Jarang Tdk ada

Kecebong, Nimpha Capung, Anggang-anggang

17 Tidak ada Rerumputan,

Pohon-pohonan Jarang Tdk ada

Kecebong, Nimpha Capung, Udang-Udangan, Anggang-anggang

18 Lumut, Ganggang Rerumputan, Semak/perdu sedang Jarang Kecebong, Nimpha Capung, Anggang-anggang

19 Tidak ada Rerumputan,

Semak/perdu Jarang Tdk ada

Kecebong, Nimpha Capung, Anggang-anggang


(4)

perkembang biakan yamuk di Saketa

suhu

pH

salinitas

kekeruhan

Aliran air

substrat

28 7 0 Jernih Tidak Mengalir Pasir

30 7 0 Sedang Lambat Lumpur

27 7 0 Sedang Tidak Mengalir Pasir 28 7 0 Jernih Tidak Mengalir Lumpur 40 7 0 Sedang Tidak Mengalir Lumpur 29 7 0 Jernih Tidak Mengalir Pasir 27 6 0 Jernih Tidak Mengalir Lumpur 27 6 0 jernih tidak mengalir lumpur 31 7 0 Sedang Tidak Mengalir Lumpur

2.

Karakter fisik Parit berupa ukuran luas, kedalaman, jarak dari rumah

terdekat, fungsi lahan dan elevasi habitat parit di Desa Saketa

No Luas kobakan (m) dalam (m) jarak (m) Fungsi lahan elevasi (dpl m)

1 0,5 x 15 10 10 Permukiman 10

2 1.5x 50 50 1000 Jalan 23

3 0,3X3 50 200 Jalan 14

4 1x20 17 15 Permukiman 15

5 5x1 17 50 Jalan di permukiman 0

6 0.3x30 10 20 Permukiman 11

7 0,5X6 10 15 Permukiman,Jalan 1

8 0,5x6 10 15 permukiman, jalan 6

9 0,5x8 10 700 Jalan


(5)

3.

Jenis tanaman air, tanaman pelindung, kerapatan tanaman air, dan predator

larva pada habitat

Anopheles

jenis tapak ban/tapak hewan di Desa Saketa

No

tnm air

tnm sekitar

tnm

pelindung

kerapan

tnm air

predator

1 Rumput tdk ada tdk ada Sedang Ephemeroptera

2 Rumput Rerumputan tdk ada Jarang Udang-Udangan,Anggang-anggang,Cyclops 3 Tidak ada Semak/perdu Rapat tdk ada Kecebong 4 Rerumputan,

serasah

tdk ada tdk ada tdk ada Kecebong, ikan-ikan kecil, udang-udangan,

ephemeroptera

5 Ljumut, rumput Rerumputan, Perdu, pohon sedanga Sedang ikan-ikan kecil, udang2an

6 Lumut, Ganggang, Rumput

tdk ada tdk ada Jarang Kecebong,Nimpha Capung,Anggang-anggang

7 Lumut, Ganggang, Rumput

Rerumputan, Semak/ perdu

tdk ada tdk ada Kecebong,Nimpha Capung,Anggang-anggang

8 lumut, ganggang, rumput

rumput, semak tdk ada jarang kecebong, nimpa, udang-udangan

9 Lumut, Ganggang, Rumput, Serasah

Rerumputan, Semak/ perdu

Jarang Sedang Kecebong,Ikan Kecil,Nimpha

Capung,Udang-Udangan,Anggang-anggang

Lampiran 15. Peta penyebaran jenis vektor malaria di Indonesia

2. An. balabacensis 14 An. minimus. 3. An. bancroftii 15. An. nigerrimus 4.An.barbirostris 16. An. parengensis 5 An flavirostris. 17,An.sundaicus 6. An farauti 18. An.subpictus 7. An.karwari 19. An. sinensis 8. An.koliensis 20.An. umbrosus 9. An.punctulatus 21. An. vagus 10. An.ludlowi 22. An. tesselatus 11. An. letifer

12. An. leucosphyrus . 21 17 2 2 6 8 1 8 18 9 4 4 6 4, 17 17 17 17 17 17 17 14 1 2 17 11 12 13 18 13 1 9 22 2 0 4,17,1 8 7 5 4,14, 17,18 1 3 3 13 1 8 2,11,13, 1 7

DISTRIBUSI VEKTOR MALARIA DI INDONESIA 1

1,17,1 8 11


(6)