8 tidak lagi berorientasi proses, tetapi kebutuhan pemustaka. Dari paradigma koleksi
berubah ke paradigma komputer dengan jaringan internet atau berbasis web internet Saleh, 2007
2.3 Standar Kompetensi
Salah satu tujuan diberlakukannya standar kompetensi di Indonesia adalah untuk mengantisipasi persaingan bebas AFTA, APEC dan sebagainya,
khususnya bagi pasar tenaga kerja antar negera. Seperti kita ketahui pada era global setiap negara harus membuka kesempatan dan kerjasama seluas-luasnya
antar negara. Hal ini membawa konsekuensi bahwa tenaga kerja Indonesia harus mempunyai daya saing tinggi untuk memenangkan persaingan pasar tenaga kerja.
Standar kompetensi ini akan meningkatkan daya saing SDM Indonesia di pasar bebas Saleh, 2010.
Harmawan 2008 menyatakan bahwa untuk mengetahui seorang pustakawan mempunyai kompetensi atau tidak, seberapa tingkat kompetensinya
diperlukan adanya acuan atau standar kompetensi pustakawan. Paling tidak ada tiga pihak yang mempunyai kepentingan terhadap standar kompetensi
pustakawan. Pertama adalah perpustakaan. Bagi perpustakaan,
standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk merekrut
pustakawan dan mengembangkan program pelatihan agar tenaga perpustakaan mempunyai kompetensi atau meningkatkan kompetensinya. Kedua adalah
lembaga penyelenggara sertifikasi pustakawan. Bagi lembaga sertifikasi pustakawan, standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai acuan
dalam melakukan penilaian kinerja pustakawan dan uji sertifikasi terhadap pustakawan. Sedangkan pihak ketiga adalah pustakawan. Bagi pustakawan
standar kompetensi pustakawan dapat dipergunakan sebagai acuan untuk mengukur kemampuan diri untuk memegang jabatan pustakawan.
Standar kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini masih dalam proses penyusunan. Namun demikian agar tenaga perpustakaan dan pustakawan
dapat mempersiapkan diri sambil menunggu terbitnya standar kompetensi pustakawan, maka dipandang perlu mengetahui kompetensi apa yang seharusnya
dipenuhi oleh seorang pustakawan. The Special Library Association pada tahun
9 2003 telah merumuskan kompetensi pustakawan. Walaupun rumusan tersebut
sebetulnya di peruntukan bagi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus, namun dapat dipergunakan sebagai acuan sementara dan tentunya memerlukan
sedikit penyesuaian. Seperti sudah disebutkan di atas bahwa The Special Library Association membedakan kompetensi menjadi dua jenis, yaitu kompetensi
profesional dan kompetensi personalindividu. Dalam Semiloka Kompetensi Pustakawan dan Kurikulum Pendidikan Ilmu
Perpustakaan, yang diselenggarakan oleh Universitas Yarsi, pada tanggal 5-6 Juli 2011 dinyatakan bahwa banyak perpustakaan di Indonesia masih belum
berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah masih banyaknya sumberdaya manusia di bidang perpustakaan yang belum
mampu memenuhi kebutuhan informasi masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu Standar Kompetensi Pustakawan di Indonesia agar pustakawan dapat menjadi
sebuah profesi yang memiliki nilai manfaat yang tinggi bagi masyarakat. Hasil yang disepakati dalam semiloka ini antara lain adalah profil pustakawan, yaitu
Library and Information Services Provider, Manajer, Pengkaji Informasi, Agent of Change, Pengelola Informasi dan Pendidik.
2.4 Sertifikasi Pustakawan