Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Jakarta

l Sebagai tempat konservasi satwa dan tanaman lain; m Sarana penelitian dan pendidikan; n Sebagai pelembut, pengikat, dan pemersatu bangunan; o Meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar ruang terbuka hijau, apabila jenis tanaman yang ditanam bernilai ekonomi; p Sarana untuk bersosialisasi antar warga masyarakat; q Sebagai media pengaman antar jalur jalan; r Pengaman dan pembatas antara jalur lintasan kereta api dengan pemukiman penduduk, mengeraskan tanah yang terkena lintasan kereta api sehingga melancarkan arus transportasi lalu lintas kereta, menyerap Karbon dioksida CO2 dan polutan lain yang dikeluarkan bersamaan asap, meredam kebisingan yang dihasilkan oleh mesin lokomotif, serta merupakan pemandangan yang indah bagi penumpang; s Memberikan perlindungan terhadap penduduk di sekitar GITET Gardu Induk Tegangan Tinggi dari medan listrik terutama pada waktu terjadi hujan yang disertai petir. Ruang terbuka hijau di sekitar GITET berfungsi secara tidak langsung dalam menangkap petir dan memasukkan unsur Nitrogen N2 dalam tanah sebagai unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Petir akan menyambar sesuatu yang lebih tinggi dari sekitarnya, sehingga masyarakat di sekitar GITET akan lebih aman. Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penyelenggaraan ruang terbuka hijau di kota sesuai dan tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang RUTR kota masing-masing; 2. Bagi daerah yang telah memiliki Ruang Terbuka Hijau, maka harus mengadakan penyesuaian dengan peraturan instruksi ini; 3. Melaksanakan pengelolaan dan pengendalian fungsi serta peranan Ruang Terbuka Hijau dengan melarangnya untuk penggunaan dan peruntukan ruang yang lain; 4. Melaksanakan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan.

C. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Jakarta

Secara fisik, kota Jakarta yang berdiri sejak 1527 ini merupakan bagian fisiografi Jakarta – Bogor dimana sebagian wilayahnya masuk dalam lajur Bogor dan sebagian lainnya masuk dalam lajur dataran rendah alluvial Jakarta. Morfologi Jakarta dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian selatan, tengah dan utara. Topografi Jakarta amat beragam dari landai hingga datar. Kemiringan lahan kurang dari 5. Kota ini merupakan daerah kipas alluvial yang berkembang dari endapan alluvial yang sebagian besar tersusun oleh batuan yang kurang padu sampai lepas, separti jenis tanah lempung, pasir halus, pasir lempungan, sebagian lignit, dan fragmen-fragmen cangkang hewan kapur. Hal ini yang menyebabkan Jakarta memiliki kepekaan tinggi terhadap banjir maupun instrusi air laut , sehingga dengan rendahnya tingkat infiltrasi air ke tanah dapat memperbesar run off. Sampai dengan saat ini wilayah Jakarta terbagi dalam 9 Wilayah Pengembangan SK Gubernur DKI Jakarta No. 4048 Tahun 1984, tanggal 30 Desember 1984, yaitu : 1. Wilayah Pengembangan Barat Laut, seluas 75,92 km2; 2. Wilayah Pengembangan Utara, seluas 88,19 km2; 3. Wilayah Pengembangan Tanjung Priok, seluas 33,90 km2; 4. Wilayah Pengembangan Timur Laut, seluas 85,55 km2; 5. Wilayah Pengembangan Barat, seluas 74,93 km2; 6. Wilayah Pengembangan Pusat, seluas 76,92 km2; 7. Wilayah Pengembangan Timur, seluas 92,34 km2; 8. Wilayah Pengembangan Selatan, seluas 121,71 km2; 9. Wilayah Pengembangan Kepulauan Seribu, seluas 11,8 km2. Pengembangan dan pembangunan ruang terbuka hijau di Jakarta pun seharusnya disesuaikan pada kesembilan wilayah pengembangan tersebut. Hal ini diprioritaskan pada program sebagai berikut : a Penanganan daerah pantai barat laut Jakarta yang diamankan sebagai daerah penahan intrusi air laut dan abrasi pantai. Intrusi air laut adalah merembesnya air laut masuk ke daratan, sedangkan abrasi adalah erosi yang disebabkan oleh gelombang air laut; b Wilayah pengembangan selatan difungsikan sebagai daerah resapan air, hal ini disebabkan karena bagian selatan Jakarta adalah dataran tinggi. Pembangunan di wilayah pengembangan selatan harus menyisakan 10 sampai dengan 25 dari luas jalan; c Daerah hijau pertanian di wilayah pengembangan barat, timur dan tenggara; d Program pengembangan ruang terbuka hijau yang dilakukan di sepanjang sungai, waduk pengendali banjir, jalur jalan, tepi rel kereta api, di bawah jalur listrik tegangan tinggi GITET, pembuatan taman kota dan tempat rekreasi. Apabila dikaitkan dengan Rencana Umum Tata Ruang RUTR Jakarta tahun 1985-2005, maka pembentukan ruang terbuka hijau dimaksudkan sebagai berikut : 1. Ruang terbuka hijau diutamakan pada daerah-daerah yang secara alami sedah kritis dan menimbulkan dampak negatif yang luas, seperti daerah jalur pantai, daerah resapan air, dan pengaman jalur listrik tegangan tinggi; 2. Mengusahakan secara maksimal alternatif tata guna tanah yang sesuai dengan maksud penyediaan ruang terbuka hijau dan menunjang pelestarian lingkungan; 3. Pembangunan ruang terbuka hijau harus disesuaikan dengan standar perencanaan kota; 4. Melaksanakan dengan ketat peraturan ketentuan untuk menciptakan lingkungan hijau yang lebih merata. Pengelolaan ruang terbuka hijau di Jakarta dapat dilakukan oleh perorangan, swasta, serta pemerintah. Ruang terbuka hijau perorangan biasanya berbentuk tanah pertanian, pedagang tanaman, dan masyarakat yang secara pribadi atau swadaya mengadakan ruang terbuka hijau. Swasta mengelola ruang terbuka hijau di sekitar kantor, kampus, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi dan kawasan pabrik. Sementara pihak pemerintah sebagai pengelola ruang terbuka hijau adalah dinas pertamanan, pertanian, dan kehutanan. Dinas pertamanan mengelola ruang terbuka hijau yang berbentuk taman kota, jalur hijau, jalur hijau jalan, dan tepian air. Dinas kehutanan lebih banyak mengelola ruang terbuka hijau yang berbentuk hutan kota, kawasan lindung dan konservasi. Dinas pertanian mengelola ruang terbuka hijau yang sengaja dibudidayakan untuk diambil hasilnya berupa komoditas pertanian. Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja dinas pertamanan DKI Jakarta menyebutkan bahwa ruang terbuka hijau adalah bagian dari kota yang tidak didirikan bangunan atau sedikit mungkin unsur bangunan, terdiri dari unsur alami antara lain vegetasi dan air, serta unsur binaan produksi budidaya, pemakaman, pertamanan kota, tempat satwa, rekreasi ruang luar, berbagai upaya pelestarian lingkungan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Jadi ruang terbuka hijau adalah suatu ruang yang didominasi oleh tanaman, terdapat sedikit bangunan yang berupa lingkungan alami atau binaan yang sifatnya berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Dinas Pertamanan DKI Jakarta mengelompokkan tanaman berdasarkan fungsinya, yaitu tanaman pelindung, tanaman penutup tanah, serta tanaman hias. Tanaman pelindung adalah tanaman yang berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi manusia yang ada disekitarnya, baik dari sengatan sinar matahari, hujan, keamanan, serta memberikan kenyamanan. Sedangkan tanaman penutup tanah dipergunakan sebagai pembatas antar tanaman. Apabila dikaitkan dengan kondisi Jakarta yang sudah tercemar berat, maka ruang terbuka hijau diharapkan dapat memperbaiki kondisi tersebut melalui interaksi dua arah yang saling mempengaruhi antara pencemaran udara dan ruang terbuka hijau. Polutan udara yang masih berada di bawah baku mutu dapat dinetralisir oleh tanaman dalam ruang terbuka hijau. Tetapi sebaliknya konsentrasi polutan udara yang telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan juga dapat melambatkan pertumbuhan atau mematikan tanaman dalam ruang terbuka hijau. Soemarwoto 1988 menyatakan bahwa polusi udara disebabkan oleh satu atau lebih kontaminan dan kombinasinya debu, asap, gas, dan uap air di atmosfer yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan semua makhluk hidup. Hal ini ditambahkan oleh Bianpoen 1999 bahwa udara kotor akan memperpendek hidup manusia melalui keracunan Timbal Pb bahkan mempengaruhi perkembangan mental. Miller 1979 dalam Soeharsono 1994 membagi bahan pencemar udara menjadi 11 macam, yaitu : karbondioksida CO2, belerang SO2, nitrogenoksida NOx, hidrokarbon CxHy, oksidasi fotokimia, partikulat, senyawa organik lain, zat radioaktif, bahang, dan kebisingan. Dari ke-11 bahan pencemar tersebut yang paling banyak dijumpai di Jakarta berdasarkan penelitian adalah belerang SO2, nitogenoksida NOx, NH3 amoniak, logam berat Pb, Cd, debu, CO serta CO2. Sumber utama pencemaran udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor 70. Jumlah kendaraan bermotor di Jakarta menurut Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2000 adalah 4.159.442 buah yang terdiri dari 1.237.778 mobil penumpang, 311.627 bus, 397.076 mobil barang, serta 2.212.961 sepeda motor. Biasanya polutan udara yang dilepaskan oleh asap kendaraan bermotor berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar baik bensin maupun solar, namun demikian terdapat perbedaan antara gas buangan kendaraan bermotor yang berbahan bakar bensin dan solar. Hal ini dapat diamati pada tabel berikut : Kendaraan bermotor selain menghasilkan polutan juga limbah sampingan, yaitu suara bising dan bau tak sedap serta debu. Kendaraan berbahan bakar solar lebih banyak mengeluarkan belerang SO2, dibandingkan yang memakai bensin. Kadar belerang maksimum dalam solar seharusnya 0,5 berat, sehingga apabila melebihi dari 0,5 akan mengakibatkan bau tidak sedap. Dampak dari polusi udara yang sudah parah juga terlihat pada kualitas air hujan pH air hujan; hasil pengukuran debu melalui TSP Total Suspended Particulate; serta kadar nitrogenoksida dan belerang. Data dari Badan Meteorologi dan Geofisika menunjukkan bahwa pada tahun 1981 pH Jakarta masih berada di titik 5,7 namun sejak tahun 1995 mengalami penurunan dari 5,32 sampai dengan pengukuran terakhir tahun 1999 telah mencapai titik 4,59. Hasil tersebut menggambarkan bahwa kota Jakarta sudah terpolusi berat. Sifat asam air hujan berasal dari unsur nitrogenoksida dan belerang yang terlarut dan terbawa bersama air hujan. Hujan asam akan mengakibatkan matinya tanaman, korosi pada logam, pelapukan pada batuan, jalan, dan bangunan. Hasil pengukuran nitrogenoksida, belerang, dan debu TSP dapat diamati pada tabel berikut : Baku mutu untuk ketiga jenis polutan udara tersebut berbeda-beda. belerang SO2 adalah 0,1 ppm24 jam; nitrogenoksida Nox 0,05 ppm24 jam, sedangkan debu TSP adalah 0,26 mgm3. Pada Tabel 2 terlihat bahwa baku mutu TSP di sebagian besar lokasi telah berada di ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan. Namun demikian polutan udara sebagai aerosol juga berperan sebagai inti kondensasi yang dibutuhkan dalam pembentukan awan dan hujan. Jones et.all 1994 mengemukakan bahwa aerosol sulfat merubah gaya radiasi -0,3 sampai dengan -0,9 Wm2 melalui pengaruh langsung, dan sekitar -1,3 Wm2 melalui pengaruh tidak langsung. Hal ini menunjukkan bahwa sifat aerosol adalah mendinginkan dan sebagai penyeimbang gas rumah kaca yang bersifat memanasi bumi. Disisi lain ruang terbuka hijau juga dapat dipergunakan untuk memperbaiki lingkungan lainnya, seperti : banjir, kuantitas air tanah, dan intrusi air laut. Sudarmadi 1981 mengelompokkan tanaman berdasarkan daya tahannya terhadap genangan air. Jenis tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk penghijauan di daerah rawan banjir maupun di daerah tepi pantai maupun pesisir yang sering terkena pasang surut air laut, sebagai berikut : a. Tanaman tahan genangan sampai 60 hari lebih tergenang mencakup tanaman Albizzia lebbeckioodes, A. procera, Adenanthera microsperma, Sesbania sesban, Anacardium occidentale, Havea brasiliensis karet, Coffea robusta kopi, Pinus mercusii pinus, Canarium commune kenari, Ceiba petandra; b. Tanaman agak tahan genangan sampai 40 hari tergenang seperti jenis tanaman Albizzia falcataria, Imperata cylindrical alang-alang, Artocarpus integrifolia nangka, Cinnamomum burmanii, Crotalaria juncea, Leucaena glauca, Tephorisa maxima, Aleurites mollucana, Camellia sinensis teh, Indigofera galegoides, Mimosa pudica sikejut, Clitoria laurifolia, Eugenia jamboloides jambu bol; c. Tanaman tidak tahan genangan tergenang hanya sampai dengan 20 hari adalah jenis tanaman Tephrosia vogwlii, T. candida, Albizzia montana, Nicotiana tabacum tembakau, Tectona grandis jati, Crotalaria anagyroides, Agathis ioranthifolia damar, Eupatorium palescent, Lantana camara cemara laut, Piper aduncum, Ageratum conyzoides, Zea mays jagung. Sedangkan masalah intrusi air laut secara umum disebabkan karena air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah atau pengambilan air tanah yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan air tanah di dalam aquifer kosong. Kekosongan ini kedudukannya digantikan oleh air laut yang menyusup ke daratan. Intrusi air laut menyebabkan air tanah menjadi asin dan berbau serta tidak dapat dikonsumsi sebagai air minum; merusak konstruksi bangunan, pipa-pipa, maupun bangunan bawah tanah lainnya yang terbuat dari besi menjadi rusak dan berkarat. Selain itu intrusi tersebut juga mengakibatkan amblasan tanah land subsidence, dan menyebabkan tanaman mengalami defisit air, kecuali tanaman yang memiliki evapotranspirasi rendah serta tahan terhadap air asin. Ruang terbuka hijau memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam menyerap air apabila dibandingkan dengan ruang terbuka, hal ini disebabkan karena ruang terbuka permukaannya hanya berupa tanah tanpa atau dengan sedikit tanaman, sehingga akan memperbesar limpasan dan bagian tanah yang tererosi. Besarnya bagian tanah yang tererosi akan berbanding lurus dengan jumlah sedimen yang diendapkan di sungai. Tanaman dalam ruang terbuka hijau akan menurunkan energi kinetik air hujan sehingga memperkecil limpasan dan erosi tanah. Ruang terbuka yang berupa danau atau situ juga berperan dalam menampung air hujan dalam jumlah besar. Apabila permukaan tanah berbentuk aspal atau beton, maka air hujan tidak dapat meresap kedalamnya, sehingga air tersebut akan terus mengalir menjadi aliran permukaaan limpasan menuju ke laut.

D. Permasalahan Ruang Terbuka Hijau Jakarta