7
2. TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri Asam Laktat
BAL ditemukan pertama kali oleh Pasteur, seorang profesor kimia di University of Lille pada tahun 1878. Pada tahun 1889, Tissier, peneliti Prancis
menemukan bakteri yang mendominasi saluran usus bayi yang minum air susu ibu yaitu Bifidobacterium. BAL berbentuk bulat maupun batang, Gram positif dan
dengan sedikit perkecualian tidak motil, katalase negatif, tidak mempunyai sitokrom, aerotoleran, anaerobik hingga mikroaerofolik, serta membutuhkan
nutrisi yang kompleks seperti asam amino, vitamin B
1
, B
6
, B
12
dan biotin, purin dan pirimidin Surono 2004. Walaupun BAL dapat hidup dengan dan tanpa
oksigen, sumber energi terbesarnya untuk tumbuh adalah fermentasi gula. Bakteri ini mempunyai kapasitas respirasi yang sangat terbatas dan tidak dapat
memperoleh ATP dari proses respirasi Salminen Wright 2004. BAL dibagi menjadi tiga grup berdasarkan pola fermentasinya, yaitu :
a. Grup I : BAL homofermentatif obligatif, yang mengubah heksosa menjadi
asam laktat melalui jalur Embden-Meyerhof, namun tidak bisa memfermentasikan pentosa ataupun glukonat. BAL grup ini termasuk
dalam termobakterium, yang kekurangan glukosa-6 fosfat dehidrogenase dan 6-fosfoglukonat. Sebagian besar BAL grup ini tumbuh pada suhu
45
○
C namun tidak tumbuh pada suhu 15 °C Hopzapfel 1998. b.
Grup II : BAL heterofermentatif fakultatif, yang memfermentasikan heksosa secara homofermentatif namun sebagian galur pada beberapa
kondisi mempunyai metabolisme heterofermentatif dari heksosa menjadi asam laktat, karbondioksida dan ethanol atau asam asetat. Produksi asam
asetat terjadi jika NAD
+
dapat diregenerasi tanpa pembentukan ethanol, misalnya melalui reduksi fruktosa atau molekul oksigen. Pentosa
difermentasi melalui fosfoketolase menjadi asam laktat dan asam asetat. BAL grup ini termasuk dalam streptobakterium, yang mempunyai dua
enzim dehidrogenase tetapi menggunakan jalur Embden-Meyerhof untuk fermentasi glukosa Hopzapfel 1998.
8
c. Grup III : BAL heterofermentatif obligatif, yang memfermantasikan
heksosa menjadi asam laktat, karbondioksida dan etanol atau asam asetat, jika terdapat akseptor elektron alternatif. Pentosa diubah menjadi asam
laktat dan asam asetat. BAL grup ini termasuk dalam betabakterium, yang kekurangan fruktosa 1.6 difosfat aldolase Hopzapfel 1998.
BAL sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pada susu, daging segar, dan sayur-sayuran. Pada proses fermentasi daging
spontan, BAL yang berasal dari bahan mentah atau lingkungan menyebabkan terbentuknya asam laktat dari penggunaan karbohidrat, maupun rendahnya nilai
pH 5.9 sampai 4.6 Surono 2004. Beberapa peneliti berhasil mengisolasi BAL dari berbagai bahan pangan dan non-pangan termasuk di antaranya dari saluran
pencernaan Tabel 2.1. Lactobacillus spp. merupakan genus terbesar dari kelompok BAL
Axelsson 1993. Genus Lactobacillus bersifat Gram positif dan tidak membentuk spora, bersifat anaerob fakultatif, tumbuh optimum pada kisaran suhu 30-40 °C
tapi dapat tumbuh pada kisaran 5-35 °C. Lactobacillus tumbuh optimum pada pH 5.5-5.8, namun secara umum dapat tumbuh pada pH kurang dari 5. Lactobacillus
spp. banyak terdapat pada produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi yoghurt, keju, yakult produk fermentasi daging seperti sosis
fermentasi, serta produk fermentasi sayuran seperti pikel dan sauerkraut. Lactobacillus spp. berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan nutrisi, dan
flavor pada produk fermentasi tersebut Salminen Wright 2004.
9
Tabel 2.1 Hasil isolasi BAL dari berbagai bahan pangan dan non pangan
Jenis BAL Asal isolasi
Peneliti
L. brevis, L. plantarum, L.curvatus, L.brevis, Leuconostoc leuc citreum, Pediococcus
pentosaceus Batang bambu untuk
tempat fermentasi susu
Tamang et al. 2008
Lactococcus lactis subsp.lactis, Enterococcus sp, Lactococcus lactis subsp. lactis biovar
diacetylactis Susu kambing
mentah Algeria Moulay et al.
2006
L. plantarum U201, P.acidilactici U318 Sosis fermentasi
tradisional Bali : Urutan
Antara et al. 2004
L. plantarum, L. farciminis, L. fermentum, Weisella confusa, Pediococcus acidilactici,
Enterococcus faecalis Chili Bo, bumbu dari
Malaysia Leisner et al.
1999
L. plantarum, L. brevis, L. divergens, L. gasseri, L. rhamnosus, L. fermentum, L.viridescens,
L.farciminis, L.buchneri, L.acidophilus Ikan segar dan ikan
beku Nair dan
Surendran 2005
Leuc. Mesenteroides subsp.mesenteroides MCRI1, Lactococcus lactis subsp.lactis MCRI 3,
Leuc.citreum MCRI 4 Produk olahan
daging yang telah dimasak
Hamasaki et al. 2003
L. plantarum Silo rumput
fermentasi Emanuel et al.
2005 Lactococcus lactis subsp.lactis
Usus ikan Takifugu niphobles di perairan
Shimoda, Shizuoka Jepang
Itoi et al. 2008
L. fermentum LBP usus ayam dewasa
Gallus domesticus Reque et al.
2000 Galur BAL tidak teridentifikasi
usus ayam di Bangkok, Thailand
Nitisinprasert et al. 2006
Enterococcus sp, Lactococcus sp, Pediooccus sp, Lactobacillus sp
Usus udang Cai et al. 1999
L. rhamnosus R12, R21, R24 dan A31 Air susu ibu
Nuraida et al. 2010
Enterococcus faecium IS-257526, L. plantarum IS-10506
Dadih, susu fermentasi dari
Sumatera Barat, Indonesia
Surono 2010
10
Probiotik
FAOWHO 2002 telah mengeluarkan panduan untuk mengevaluasi probiotik dalam makanan. Working Group yang dibentuk oleh FAOWHO
menetapkan secara rinci panduan dan kriteria rekomendasi serta metodologi yang digunakan untuk evaluasi probiotik, mengidentifikasi serta menentukan data-data
yang dibutuhkan untuk mengklaim kesehatan probiotik. Kriteria pertama yang harus dipenuhi adalah bahwa galur yang didapatkan harus diketahui
identifikasinya, baik secara fenotipik maupun genotipik, mulai dari genus sampai spesies bahkan sampai tingkatan sub spesies. Kriteria selanjutnya adalah
karakterisasi fungsional, baik secara in vitro maupun in vivo, kemudian dilanjutkan dengan pengujian keamanan secara in vitro dan in vivo, serta studi
fase satu di manusia. Untuk evaluasi pangan probiotik dilakukan studi fase dua di manusia yaitu secara double blind, acak, kontrol placebo DBPC atau desain lain
yang sesuai dengan ukuran sampel dan dampak primer untuk menentukan jika galurproduk berpotensi efikasi dan dikonfirmasi kembali hasil yang didapatkan.
Fase tiga dilakukan untuk menguji efektivitas probiotik pada kondisi spesifik. Kemudian dilakukan aplikasi probiotik ke dalam pangan probiotik yang harus
memenuhi syarat pelabelan antara lain pencantuman isi : genus, spesies, galur; jumlah minimum bakteri hidup pada akhir masa simpan, kondisi penyimpanan
yang sesuai, serta kontak detil perusahaan untuk informasi konsumen FAOWHO 2002.
Di samping itu, beberapa peneliti lain telah mengemukakan jaminan kriteria untuk bakteri probiotik. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Probiotik harus dapat bertahan melewati lambung dan usus halus, sehingga
probiotik harus toleran terhadap suasana asam dan adanya asam empedu Tuomola et al. 2001, Bourlioux et al. 2003, Roberfroid 2000; Sunny-
Roberts Knoor 2008. b.
Probiotik harus mempunyai kemampuan dalam melakukan penempelan ke usus Nitisinprasert et al. 2006; Tuomola et al. 2001; Bourlioux et al.
2003, karena sangat berkaitan dengan beberapa efek kesehatan antara lain pemendekan lama diare, efek imunologik dan eksklusi kompetitif dengan
11
mikroba patogen Tuomola et al. 2001; Herick Levkut 2002; Bourlioux et al. 2003.
c. Probiotik harus mampu bertahan selama proses pengolahan dan
penyimpanan FAOWHO 2002; Sunny-Roberts Knoor 2008, sehingga saat dikonsumsi masih mempunyai viabilitas yang cukup untuk mengatasi
berbagai masalah di saluran pencernaan antara lain dengan meningkatkan pencernaan laktosa, mengontrol infeksi di usus, serta menjaga
keseimbangan barier mukosa usus Tuomola et al. 2001; Agostoni et al. 2004.
Probiotik mempunyai efek kesehatan bagi manusia diantaranya 1 menurunkan risiko lactose intolerance, 2 mengurangi kejadian diare Reid 1999;
Talwalkar Kailasapathy 2004, 3 menurunkan jumlah enzim mikrobial fekal seperti
-glukoronidase, -nitroreduktase, nitroreduktase dan urease yang
berperan dalam aktivasi mutagenesis dan karsinogenesis di kolon, serta berperan dalam efek hipokolesterolemik Roberfroid 2000, 4 meningkatkan respon
sistem imun Perdigon et al. 2001; Bhatia Rani 2008, 5 menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler pada perokok Naruszewics et al. 2002, dan 6 bersifat
hipokolesterolemik Kusumawati 2002; Kimoto-Nira et al. 2007. Kusumawati 2002 melaporkan bahwa pemberian susu yang difermentasi oleh BAL
Lactobacillus acidophilus FNCC 116, Lactobacillus plantarum sa28k dan Lactobacillus casei FNCC262 mampu menurunkan kadar kolesterol darah tikus
percobaan. Beberapa BAL mampu mencegah terjadinya kanker kolon. BAL mampu
mereduksi level enzim di kolon yang mengubah prokarsinogen menjadi karsinogen. Secara spesifik, BAL dapat mereduksi level enzim
-glukuronidase, nitroreduktase dan azoreduktase. BAL juga berperan secara langsung dalam
mereduksi prokarsinogen, contohnya dengan mengikat nitrit dan mereduksi level asam empedu sekunder BC Dairy Foundation 1997; Burns Rowlands 2000;
Brady et al. 2000; Wollowski et al. 1999. Mekanisme yang terjadi sehingga BAL sangat bermanfaat untuk kesehatan
adalah sebagai berikut :
12
a. Mengikat karsinogen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa BAL mampu mengikat secara in vitro senyawa karsinogen, di antaranya adalah heterosiklik amin selama
pemasakan daging, toksin fungi aflatoksin B1, benzoapirene dan makanan yang terkontaminasi aflatoksin AF2. Adsorpsi itu dikaitkan
dengan mekanisme pertukaran kation Burns Rowlands 2000. b.
Efek pada enzim bakteri dan produksi metabolit Peningkatan konsentrasi BAL dalam setiap konsumsi mampu menurunkan
enzim bakteri yang berperanan dalam aktivasi atau sintesis karsinogen, genotoksin dan promotor tumor Burns Rowlands 2000.
c. Stimulasi enzim protektif
Beberapa karsinogen seperti heterosiklik amin dan PAH Polycyclic Aromatic Hydrocarbon dikenal dapat mengkonjugasikan glutation
sehingga menjadi tidak aktif. Enzim glutation transferase GSH berada di hati dan jaringan lain termasuk saluran pencernaan. BAL mampu
meningkatkan enzim GSH Wollowksi et al. 2001; Burns Rowlands 2000.
d. Menurunkan pH kolon
Fermentasi yang dilakukan oleh probiotik mampu menurunkan pH kolon dengan terbentuknya asam-asam organik seperti asam laktat dan SCFA
Short Chain Fatty Acid diantaranya asam butirat, propionat dan asam asetat sehingga mampu menjaga kondisi kolon dari resiko kanker
Augenlicht et al. 1999; Wollowski et al. 1999. e.
Meningkatkan respon imun Probiotik mampu menurunkan respon inflamasi. Hal ini ditunjukkan
dengan studi mencit yang disuntikkan dengan sel tumor dan diberikan yoghurt. Hal tersebut mampu menekan terjadinya inflamasi dengan
meningkatkan imunoglobin A IgA dan sel limfosit T CD 4+. Selain itu juga, studi pada manusia menunjukkan bahwa konsumsi probiotik mampu
meningkatkan aktivitas fagositik dari sel imun monosit dan granulosit serta meningkatkan level antibodi yang disekresikan oleh sel imun limfosit
B Burns Rowlands 2000; Perdigon et al. 2001. Solis et al. 2002
13
melaporkan bahwa
pemberian susu
fermentasi yoghurt
dapat meningkatkan produksi interferon IFN- pada anak-anak yang kekurangan
gizi. Beberapa peneliti melaporkan hasil penelitiannya yang membuktikan bahwa konsumsi BAL mampu meningkatkan sistem imun seluler dan
humoral di antaranya peningkatkan populasi dan proliferasi sel limfosit, produksi sitokin interferon-
IFN- , interleukin-12 IL-12, IL-10, sel imun Th, serta IgA, IgE, IgG, serta IgM Kimura et al. 2006; Segawa et al.
2008; Gackowska et al. 2006; Aattouri et al. 2002.
Ketahanan Bakteri Asam Laktat pada pH Rendah
Roberfroid 2000 menyatakan bahwa probiotik adalah sel mikroba hidup yang dikonsumsi oleh manusia, merupakan mikroflora yang dapat hidup di
saluran pencernaan dan mempunyai efek yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Setelah dapat melewati lambung dan usus halus, bakteri yang termasuk
dalam probiotik dapat bertahan hidup di usus besar. Adanya kapasitas fermentasi pada kolon memungkinkan bakteri probiotik berkembang biak, dan hasilnya,
sering ditemukan sejumlah probiotik yang terikut dalam feses. Oleh karenanya salah satu syarat bakteri termasuk dalam probiotik adalah mampu bertahan hidup
pada kondisi sesuai saluran pencernaan yang meliputi keasaman yang tinggi dan
adanya sekresi garam empedu.
Cotter dan Hill 2003 melaporkan mekanisme homeostatik instrinsik yang menyebabkan BAL mampu bertahan pada kondisi pH rendah atau keasaman yang
tinggi. Mekanisme yang terjadi pada BAL di antaranya adalah sistem Glutamat- dekarboksilase GAD, sistem arginin deiminasi ADI dan pompa proton H+ -
ATP ase. Sistem glutamat dekarboksilase merupakan suatu mekanisme pertahanan
sel sebagian BAL terhadap kondisi pH yang rendah. Beberapa spesies Lactobacillus sp dilaporkan memiliki mekanisme sistem GAD. Adapun
mekanisme sistem GAD adalah sebagai berikut : setelah mengkonsumsi glutamat melalui suatu transporter spesifik, terjadi dekarboksilasi glutamat di dalam
intraseluler, menjadi produk – aminobutyrat GABA yang dikeluarkan dari dalam sel oleh suatu antiporter, sehingga terjadi peningkatan pH intraseluler
14
Cotter Hill 2003. Untuk lebih jelas, mekanisme sistem GAD untuk mempertahankan pH intraseleluler bakteri dapat dilihat pada Gambar 2.1.
a. b
Gambar 2.1 Mekanisme Sistem Glutamat Dekarboksilasi Cotter Hill 2003 Gambar 2.1.a menjelaskan mekanisme homeostatis sel BAL terhadap pH
rendah. Mekanisme ini meliputi adanya perpindahan ion glutamat ke dalam sel dan produk GABA keluar sel yang diiringi oleh malat dekarboksilasi, ion malat
masuk ke dalam sel dan ion laktat keluar sel serta oksaloasetat dekarboksilasi, ion laktat keluar sel dan ion sitrat masuk ke dalam sel mengakibatkan terjadinya
perbedaan potensial elektrogenik dan meningkatkan kondisi alkali sitoplasma. Gambar 2.1.b menjelaskan bahwa sistem GAD berhubungan dengan pompa
proton serta jalur F1F0-ATPase sebagai transporter ion-ion glutamat, malat dan sitrat, serta produk katabolismenya.
Keberadaan glutamat sebagai zat yang dapat mempertahankan kondisi homeostatis pH internal sel BAL menjadi faktor yang penting untuk perlindungan
BAL terhadap kondisi pH rendah. Glutamat dapat diperoleh dari berbagai sumber terutama dari makanan pembawa BAL misalnya makanan kaya protein susu dan
daging, beberapa buah-buahan, ataupun bahan kriogenik yang sengaja
Pompa proton
15
ditambahkan untuk pengawetan BAL selama pengolahan; misalnya monosodium L-glutamat monohidrat MSG,
Arginin deiminasi ADI sistem merupakan suatu mekanisme homeostatis terhadap kondisi pH rendah yang dimiliki beberapa BAL seperti Lactobacillus
casei dan Lactobacillus sanfranciscensis. Kedua bakteri tersebut dapat mengkatabolisme arginin menjadi ornithin, amonia, dan CO
2
. Amonia NH
4
akan meningkatkan pH internal sitoplasma. Hal ini menjadikan kedua bakteri tersebut dapat menyesuaikan hidupnya pada kondisi pH yang rendah. Sistem ADI
ini dikendalikan oleh gen arcA, arcB, arc, dan arcT, sehingga BAL yang tidak mempunyai gen tersebut, tidak memiliki mekanisme homeostatis sistem arginin
deiminasi untuk bertahan pada pH rendah Cotter Hill 2003. Marteau et al. 1997 melakukan penelitian untuk mengetahui ketahanan
hidup BAL pada kondisi saluran pencernaan melalui model dinamis in vitro gerakan peristaltik, perubahan pH, perubahan konsentrasi enzim dan garam
empedu di saluran pencernaan. BAL yang dipakai adalah galur tunggal Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Bifidobacterium bifidum dan
Streptococcus thermophilus. Model saluran pencernaan yang dirancang terdiri dari dua kondisi yang berbeda yaitu simulasi sekresi fisiologis empedu dan sekresi
empedu yang rendah. Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dalam produk
yogurt hanya mampu bertahan selama 20 menit di kompartemen lambung, sedangkan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacteria bifidum dalam produk
Ofilus
®
lebih tahan dibandingkan produk yogurt. Bakteri dalam yogurt akan mengalami kematian populasi nol setelah 110 menit berada dalam kompartemen
lambung, sedangkan produk Ofilus
®
mengalami kematian setelah 180 menit. Setelah memasuki kompartemen usus, BAL dan bifidobakteria mampu hidup dan
melakukan pertumbuhan dan proliferasi, sehingga populasinya meningkat setelah 2 jam berada di kompartemen usus. Peningkatan L. acidophilus dan B. bifidum
pada produk Ofilus
®
lebih tinggi yaitu 60-70 dari populasi saat konsumsi dibandingkan dengan peningkatan populasi L. bulgaricus dan S. thermophilus
pada produk yogurt yang mengalami peningkatan populasi maksimal sebesar 10- 20. Hal ini membuktikan bahwa secara alami, bakteri L. acidophilus dan B.
16
bifidum lebih tahan terhadap lingkungan saluran pencernaan yang meliputi kondisi pH rendah, sekresi pankreatik, garam empedu, serta adanya bikarbonat,
dibandingkan dengan L. bulgaricus dan S. thermophilus Martaeu et al. 1997. Lin et al. 2006 juga melakukan penelitian untuk menguji sifat-sifat
probiotik beberapa produk komersial yogurt, produk granul dan bubuk yang beredar di pasaran yang telah diklaim mengandung BAL probiotik. Sifat-sifat
probiotik yang diuji adalah sifat ketahanan hidup pada kondisi pH rendah dan garam empedu serta uji penempelan pada sel epitel usus. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pada produk komersial yang mengandung BAL terdapat penurunan jumlah populasi bakteri yang mampu bertahan hidup pada pH 2.0.
Populasi BAL pada produk cair sekitar 10
5
cfuml pada pH 2.0, yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk bubuk yaitu 10
4
cfug. Galur BAL yang mampu bertahan hidup pada pH 2.0 juga mampu bertahan hidup pada kondisi garam
empedu 0.3. Zoumpopoulou et al. 2008 juga melakukan penelitian untuk menguji
ketahanan BAL pada kondisi yang disimulasikan seperti kondisi pada saluran pencernaan manusia. Ketahanan hidup galur probiotik pada larutan PBS
Phosphat Buffer Saline pH 2.5 ditentukan setelah inkubasi pada suhu 37 C
selama 0.5, 1, 2 dan 4 jam seperti masa transit makanan di dalam lambung. Toleransi dalam garam empedu ditentukan dengan ketahanan hidup probiotik
pada larutan PBS pH 8 yang mengandung 1 dan 2 wv oxgall Ox-Bile, LP0055, Oxoid setelah inkubasi selama 1, 2 dan 4 jam seperti masa transit
makanan dalam usus halus.
Ketahanan BAL terhadap Garam Empedu
Empedu merupakan cairan kuning kehijauan yang terdiri dari asam empedu, kolesterol, phospolipid dan pigmen biliverdin. Asam empedu primer
asam kholat dan asam khenodeoksikholat disintesis di hati dari kolesterol, yang dapat dimodifikasi oleh enzim bakteri pada usus menjadi bentuk sekunder asam
deoksikholat dan asam lithokholat. Semua asam empedu berkonjugasi dengan glisin atau taurin sebelum disekresikan. Grup karboksil dari asam empedu dan
grup amino dari asam amino terikat dengan ikatan amida ikatan peptida
17
Gambar 2.2. Garam empedu disintesis dalam hepatosit perisentral dalam hati, disimpan dan dikonsentrasikan pada kantong empedu dan dilepaskan ke
duodenum setelah ada makanan masuk ke usus halus Begley et al. 2005
Gambar 2.2 Struktur kimia asam empedu a kolesterol, b ikatan peptida pada garam empedu, c misel Begley et al. 2005
Fungsi biologis garam empedu adalah sebagai detergen yang mengemulsifikasi dan melarutkan lipid. Namun selain itu, garam empedu juga
dapat berfungsi sebagai antimikroba yaitu melalui perusakan membran sel bakteri Begley et al. 2005. Hal inilah yang menyebabkan isolat BAL mengalami
penurunan populasi pada kondisi media yang dipapar oleh 0.5 garam empedu. Bron et al. 2004 menggambarkan kerusakan secara morfologis L.plantarum
pada kondisi dipapar garam empedu 0.05 sampai 0.15 selama 4 jam. Kerusakan dinding sel diamati di bawah Scanning Electron Microscope SEM,
semakin tinggi persentase garam empedu, maka kerusakan dinding sel bakteri semakin besar dan akhirnya sel lisis.
Terdapat dua hipotesis yang menjelaskan BAL mampu bertahan pada kondisi garam empedu. Hipotesis pertama adalah beberapa spesies BAL mampu
mendekonjugasi garam empedu dengan menggunakan asam amino taurin sebagai
kolest erol Ikat an pept ida
misel
18
akseptor elektron. Hipotesis kedua menyatakan bahwa BAL mampu bertahan pada kondisi garam empedu karena sebagian besar galur BAL mempunyai enzim
Bile Salt Hydrolase BSH yang diatur oleh gen bsh. Hipotesis kedua ini lebih banyak dibuktikan oleh beberapa peneliti daripada hipotesis pertama Moser
Savage 2001. L. plantarum WCFS1, L. johnsonii NCC533, B. longum NCC2705, L. acidophilus NCFM ATCC 700396, L. brevis ATCC 367 dan L.
gasseri ATCC 33323 mempunyai gen bsh yang terdiri atas 255-338 asam amino. L. plantarum mempunyai aktivitas enzim BSH berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Begley et al. 2006, yang membuktikan bahwa pada media MRS yang disuplementasi garam empedu dan diinokulasikan L. plantarum terjadi
presipitasi asam empedu tidak terkonjugasi. Enzim BSH menguraikan asam empedu terkonjugasi menjadi asam empedu tidak terkonjugasi dan melepaskan
asam amino glisin atau taurin Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Peranan enzim BSH dalam menguraikan asam empedu: a asam empedu, b peranan enzim BSH, c visualisasi presipitasi asam
empedu di media MRS Begley et al. 2006
Aktivitas Antimikroba BAL
Kelompok BAL merupakan bakteri yang menghasilkan metabolit primer berupa asam laktat. Peran lain dari BAL adalah mampu meningkatkan keamanan
pangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk makanan dan bakteri patogen, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif Robredo
Torres 2000; El-Naggar 2004. Penghambatan yang dilakukan oleh BAL terhadap mikroorganisme yang lainnya dimungkinkan karena BAL menghasilkan produk
19
metabolit yang bersifat antimikroba antara lain diasetil, hidrogen peroksida, asam- asam organik dan bakteriosin Jenie Rini 1995; Surono 2004; Helander et al.
1997; Naidu Clemens 2000. Kemampuan BAL dalam menghasilkan senyawa antimikroba dilaporkan
oleh beberapa peneliti. Nowroozi et al. 2004 menyatakan bahwa L. plantarum mempunyai aktivitas antimikroba lebih besar terhadap S. aureus dan E. coli
dibandingkan dengan beberapa BAL lainnya, seperti Lactobacillus brevis, Lactobacillus casei, Lactobacillus delbruekii dan Lactobacillus acidophilus.
Toksoy et al. 1999 menyatakan bahwa L. plantarum AX5L yang diisolasi dari sosis dapat menghambat E. coli, S. aureus dan B. subtilis karena L. plantarum
AX5L mampu menghasilkan H
2
O
2
, asam laktat sebesar 0.88 dan bakteriosin plantarisin. Streptococcus lactis memiliki aktivitas bakterisidal terhadap bakteri
Gram positif maupun Gram negative, antara lain Enterococcus faecalis, Bacillus subtilis, Salmonella typhimurium dan Eschericia coli Suarsana et al. 2001.
Bakteriosin
Sejumlah galur BAL secara alami mampu menghasilkan substansi protein, biasanya memiliki bobot molekul yang kecil yang mampu menghambat bakteri
lain, secara umum substansi ini dikenal dengan nama bakteriosin. Bakteriosin mempunyai aktivitas antimikroba terhadap patogen pencemar makanan
foodborne dan organisme berspora lainnya Tannock 1999; Karaoglu et al. 2003; Bromberg et al. 2004.
Bakteriosin diproduksi oleh BAL yang menguntungkan bagi kesehatan manusia yang termasuk dalam GRAS yang merupakan pendekatan baru untuk
mengontrol mikroba patogen dalam bahan pangan. Bakteriosin merupakan molekul protein atau peptida ekstraseluler yang mempunyai aksi bakterisidal atau
bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai kekerabatan dekat. Bakteriosin tersebut dapat didegradasi oleh enzim protease dalam saluran pencernaan.
Bakteriosin bersifat irrevesible, mudah dicerna, berpengaruh positif terhadap kesehatan dan aktif pada konsentrasi rendah Savadogo et al. 2006; Meghrous et
al. 1997.
20
Berdasarkan karakteristiknya, bakteriosin dapat dikelompokkan menjadi empat kelas yaitu kelas I adalah grup lantibiotik modified bacteriocins di
antaranya nisin, lactococin, lacticin, carnocin dan cytolysin; kelas II adalah bakteriosin yang mempunyai berat molekul rendah 10 kDa, tahan panas 100-
121 C; kelas III adalah bakteriosin yang mempunyai berat molekul tinggi 30
kDa dan bersifat tidak tahan panas, serta kelas IV yaitu kompleks bakteriosin, proteinnya berikatan dengan lipid dan atau karbohidrat Karaoglu et al. 2003;
Savadogo et al. 2006. Setiap bakteriosin mempunyai reseptor spesifik sel sasaran, dan memiliki
cara kerja yang berbeda-beda dalam menghambat sel sasaran, antara lain sebagai berikut: 1 mengganggu metabolisme sel mikroba, 2 menghambat sintesis
dinding sel mikroba, 3 mengganggu keutuhan membran sel mikroba, 4 menghambat sintesis protein sel mikroba yang berlangsung di ribosom, dan 5
menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Bakteriosin terlebih dahulu masuk ke dalam sel sasarannya, melewati dinding atau membran sitoplasma agar
dapat masuk atau teradsorpsi ke dalam sel sasaran untuk menghambat bakteri Ogunbawo et al. 2003. Bakteriosin membentuk pori di membran sel yang
sensitif dan menurunkan potensial atau gradien pH yang menyebabkan rusaknya material seluler. Efek penghambatan bakteriosin dipengaruhi oleh komposisi
fosfolipid pada galur bakteri target dan pH lingkungan Albano et al. 2007; Pal et al. 2005.
Bakteriosin kelas 1 yang dikenal dengan sebutan lantibiotik membentuk pori pada dinding sel target dengan model ’wedge-like’, sedangkan bakteriosin
kelas II membentuk pori dengan sistem ’barrel-stave’ atau melalui mekanisme ’carpet’ Gambar 2.4. Lantibiotik mengganggu susunan lapisan lipid bilayer
saat terikat pada membran sel. Masuknya lantibiotik ke dalam membran dipromotori oleh gradien trans membran
∆ pH atau trans negatif ∆ ψ. C- terminal dari lantibiotik kemudian dapat masuk ke dalam membran, dan akhirnya
seluruh lantibioik dapat translokasi menembus membran sel, yang juga dipengaruhi oleh ’proton motive force’. Mekanisme ini disebut dengan
pembentukan pori ’wedge-like pore’. Bakteriosin kelas II membentuk pori model ’barrel stave’. Adanya residu asam amino heliks di bagian tengah struktur
21
bakteriosin kelas II memulai insersi masuknya peptida ke dalam membran sel target. Sisi hidrofilik dari ikatan peptida ampifatik
α heliks akan membuka ikatan asam lemak pada lipida membran. Akhirnya seluruh peptida bakteriosin dapat
menembus membran sel Moll et al. 1999.
Gambar 2.4 Mekanisme pembentukan pori oleh bakteriosin a model ’wedge- like pore’, b model ’barrel-stave pore’ Moll et al. 1999.
Asam Organik
Terbentuknya asam laktat dan asam organik oleh BAL dapat menyebabkan penurunan pH, akibatnya mikroba yang tidak tahan terhadap
kondisi pH yang relatif rendah akan terhambat. Akumulasi produk akhir asam yang rendah pH-nya menghasilkan penghambatan yang luas terhadap Gram
positif maupun Gram negatif Naidu Clemens 2000. Efek penghambatan dari asam organik terutama berhubungan dengan
jumlah asam yang tidak terdisosiasi. Asam yang tidak terdisosiasi dapat berdifusi secara pasif ke dalam membran sel. Di dalam sel, asam tersebut terdisosiasi
menjadi proton dan anion lalu mempengaruhi pH di dalamnya Branen Davidson 1993; Jenie 1996. Pada kondisi asam, konstanta disosiasi nilai pKa
dan konsentrasi molar merupakan faktor penentu aktivitas penghambatan asam laktat dan asam asetat. Asam asetat mempunyai aktivitas antimikroba yang lebih
luar sel
dalam sel Asam
Basa
22
tinggi dibandingkan dengan asam laktat. Asam asetat mempunyai nilai pKa 4.756 sedangkan asam laktat mempunyai nilai pKa 3.860. Pada pH usus sekitar 5.8,
sebanyak 8.4 asam asetat dan 1.1 asam laktat berada pada kondisi tidak terdisosiasi Naidu Clemens 2000.
Asam asetat dan asam laktat yang tidak terdisosiasi merupakan asam lipofilik yang pada kondisi tidak terdisosiasi dapat melakukan penetrasi ke
membran sel dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi akan terdisosiasi memproduksi ion hidrogen dan dapat mengganggu fungsi metabolik seperti
translokasi substrat dan fosforilasi oksidatif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa asam laktat dan asam asetat dapat menghambat Staphylococcus aureus
Ratanapibulsawat et al. 2005. Salmonellae dihambat oleh asam laktat pada pH lebih rendah dari 4.4 dan asam asetat pada pH 5.4 Naidu Clemens 2000.
Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida H
2
O
2
merupakan oksidator, bleaching agent dan anti bakteri. Hidrogen peroksida murni tidak berwarna, berbentuk cairan seperti
sirup, dan memiliki bau yang menusuk. Senyawa ini dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Pada suhu ruang dekomposisi H
2
O
2
berjalan lambat. Perubahan kondisi lingkungan seperti pH dan suhu mempengaruhi kecepatan
H
2
O
2
terdekomposisi. Dengan kenaikan suhu, keefisienan dalam menghancurkan bakteri meningkat tetapi kecepatan terdekomposisinya juga semakin cepat
Branen Davidson 1993. BAL memproduksi H
2
O
2
hidrogen peroksida melalui transport elektron via enzim flavin. Dengan adanya H
2
O
2
, bentuk anion superoksida merusak radikal hidroksi. Proses antimikrobanya melibatkan peroksidase lipid membran
dan meningkatkan permeabilitas membran. Hasilnya adalah efek bakterisidal dari metabolit oksigen yang mengakibatkan terjadinya oksidasi sel bakteri dan
akhirnya merusak asam nukleat dan protein sel Naidu Clemens 2000. Fungsi H
2
O
2
sebagai antimikroba tergantung pada kemampuan oksidatifnya. Kemampuan untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap
pada sistem enzim sel mikroba. Kemampuan bakterisidal dari H
2
O
2
beragam tergantung pH, konsentrasi, suhu, waktu, dan tipe serta jumlah mikroorganisme.
23
Pada kondisi tertentu spora bakteri ditemukan paling resistan terhadap H
2
O
2
, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling sensitif terhadap H
2
O
2
adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform Branen Davidson 1993.
Sifat Penempelan BAL pada Sel Epitel Usus
Selain sifat ketahanannya terhadap pH rendah dan garam empedu, sifat ketahanan BAL sebagai probiotik di saluran pencernaan juga ditentukan dengan
uji penempelan. Berbagai model penempelan secara in vitro dilakukan antara lain penempelan ke epitel usus babi oleh Kos et al. 2003, Mishra dan Prasad 2005
yang melakukan uji penempelan Lactobacillus casei secara in vitro ke sel usus tikus dan pemodelan penempelan ke stainless steel serta Blum et al. 1999 yang
menggunakan model penempelan BAL sebagai probiotik secara in vitro ke sel Caco-2.
Penempelan bakteri pada permukaan epitel usus atau yang sering disebut adhesi terjadi melalui beberapa mekanisme. Bakteri dapat berinteraksi dengan sel
epitel usus, matriks ekstraseluler dan lapisan mukus. Lapisan mukus yang menutupi sel epitel merupakan kontak pertama di usus bagi mikroorganisme
untuk melakukan penempelan dan kolonisasi di usus. Jika mukosa rusak, maka sel epitel usus merupakan tempat penempelan bakteri Adlerberth et al. 2000. Mukus
terbentuk dari musin yang merupakan glikoprotein yang menyusun gel tersebut. Karbohidrat penyusun musin adalah galaktosa, fruktosa, N-asetilglukosamin, N-
asetilgalaktosamin dan asam sialat. Karbohidrat tersebut tersusun pada beberapa jenis struktur yang berbeda. Polisakarida yang terbentuk merupakan bagian yang
berinteraksi langsung dengan bakteri dan berfungsi pada proses pengenalan sel cell-cell recognition. Pada struktur glikoprotein yang melekat pada permukaan
membran sel, karbohidrat membentuk glikonjugat dengan protein melalui ikatan nitrogen dengan gula selain manosa. Glikoprotein yang dapat menyebabkan
bakteri melekat, baik secara spesifik maupun secara alami, melalui suatu adhesin yang dimiliki oleh bakteri Bourlioux et al. 2003. Struktur sederhana
glikoprotein ditunjukkan pada Gambar 2.5.
24
Gambar 2.5 Struktur sederhana glikoprotein Bourlioux et al. 2003
Permukaan sel epitel usus diselimuti oleh lapisan yang bersifat visko- elastik yang terdiri dari glikprotein. Gel mukosa dibentuk dari musin yang
disekresikan oleh sel goblet. Musin dan glikoprotein memegang peranan penting pada proses penempelan bakteri. Glikoprotein merupakan sisi tempat penempelan
bakteri seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6. Selain itu, musin dan glikoprotein juga merupakan senyawa nutrien yang digunakan oleh bakteri untuk
pertumbuhannya. Setelah bakteri berhasil menempel dengan adanya interaksi antara adhesin dengan reseptor yang berupa glikoprotein di sel epitel usus, maka
bakteri tersebut akan berkolonisasi dan memanfaatkan musin serta glikoprotein lainnya untuk pertumbuhannya.
Gambar 2.6 Penempelan bakteri ke glikoprotein di sel epitel usus Danone research team 2002
Bakt eri t erikat pada r esept or
Resept or glikokonjugat
Epit el usus
Bakteri
25
Adhesin merupakan suatu protein yang mengenali karbohidrat pada glikoprotein membran sel usus Ouwehand et al. 2001. Pada bakteri Gram
positif, adhesin berada di dinding sel. L. plantarum mengekspresikan adhesin yang mengikat manosa yang lebih baik daripada spesies Lactobacillus lainnya.
Oleh karenanya L. plantarum cenderung memiliki sifat penempelan ke permukaan usus yang baik Adlerberth et al. 2000.
Kompetisi Lactobacillus dengan Bakteri Enteropatogen di Saluran
Pencernaan
Galur Lactobacillus sebagai probiotik mampu mencegah diare yang disebabkan oleh bakteri enteropatogen khususnya EPEC melalui sejumlah
mekanisme. Lu Walker 2001 menyatakan bahwa pencegahan diare yang disebabkan oleh EPEC diawali dengan pencegahan translokasi EPEC ke sel epitel
usus oleh probiotik. Probiotik mampu berkompetisi dengan EPEC dalam memanfaatkan nutrien penting dalam usus lalu mampu tumbuh dan mendapatkan
sisi penempelan pada sel epitel usus. Setelah berhasil menempel dan berkolonisasi pada sel epitel usus, probiotik memproduksi dan mengeluarkan senyawa metabolit
antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen ke usus. Selain itu, sisi penempelan sel epitel usus yang telah digunakan oleh probiotik
menyebabkan EPEC tidak mampu menempel ke sel epitel usus. Kondisi inilah yang menyebabkan bakteri probiotik mampu mencegah pertumbuhan EPEC
sehingga diare tidak terjadi. Untuk lebih jelasnya, kompetisi antara probiotik dengan bakteri patogen dalam usus dapat dilihat pada Gambar 2.7.
26
Gambar 2.7 Kompetisi antara bakteri probiotik flora normal dan bakteri patogen di usus Lu Walker 2001
EPEC merupakan E. coli penyebab diare yang tidak disebabkan oleh toksin namun karena kemampuannya melakukan penempelan yang sangat kuat dan
menyebabkan terjadinya lesiluka pada sel epitel usus Adlberberth et al. 2000, Lu Walker 2001. Penempelan EPEC diinisiasi oleh bundle-forming pilus BFP
fimbrae. BFP merupakan plasmid berukuran 50-70 M Da, sehingga juga dikenal dengan EAF plasmid
EPEC adherence factor
. E. coli bergerak dengan flagella peritrik. E. coli memiliki macam–macam fimbria atau pili sesuai struktur dan
speksitivitas antigen, antara lain membentuk filamen dan berupa protein. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan merupakan organ spesifik yang juga
berfungsi sebagai adhesin reseptor penempelan MacFarlane et al. 2000. Inisiasi
penempelan oleh BFP merupakan model interaksi antara bakteri dengan sel epitel usus Adlberberth et al. 2000. Setelah menempel, mikrovili usus dapat rusak
dan selanjutnya EPEC mensekresikan faktor virulen melalui reseptor Tir dan sisi sekresi tipe III pada dinding sel EPEC ke dalam sel inang yaitu sel epitel usus.
EPEC lalu terikat ke sel epitel melalui outer membrane protein-intimin. Sinyal transduksi terjadi dalam sel epitel usus, termasuk di antaranya aktivasi protein
kinase C PKC, inositol triphosphat IP3 dan pelepasan Ca
2+
. Beberapa protein
Perlindungan t erhadap penyakit gast roent erit idis
Penyakit oleh bakt eri ent eropat ogen
Flora normal
Bakt eri pat ogen
27
sitoskeletal di antaranya aktin juga berperan dalam penempelan EPEC. Akhirnya terjadi perubahan struktur sitoskeletal setelah penempelan Tir-intimin,
menghasilkan bentuk pedestal Lu Walker 2001. Hal inilah yang menyebabkan EPEC mampu menempel lebih kuat daripada bakteri patogen lainnya Gambar
2.8.
Gambar 2.8 Mekanisme penempelan EPEC di sel epitel usus Lu Walker 2001
Identifikasi BAL
Identifikasi BAL sangat diperlukan untuk mengetahui genus, spesies bahkan galurnya. Menurut FAOWHO 2002, untuk dapat diketahui dan didekati
sifat fungsionalnya sebagai probiotik, maka BAL harus diketahui spesies bahkan sampai galur untuk klaim sifat fungsional tertentu. Dalam perkembangannya,
metode identifikasi BAL dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Metode klasik