Penentuan limit deteksi DNA L. monocytogenes Mutsyahidan et al. 2015

17 10 7 CFUmL dan dikocok hingga homogen. Selanjutnya dari masing-masing larutan sampel tersebut diambil sebanyak 1 mL dan dipindahkan ke dalam microtube ExtraGene, Taiwan untuk dilakukan ekstraksi DNAnya. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode fenol klorofom dan hasil ekstraksi diamplifikasi dengan real-time PCR rt-PCR Swift TM Spectro 48 ESCO, Singapura. Amplifikasi DNA secara otomatis akan digambarkan dalam bentuk grafik amplifikasi dan kurva standar menggunakan software IQ-5 Bio-Rad. Limit deteksi ditentukan berdasarkan nilai threshold cycle C T amplikon. Nilai C T adalah siklus diatas noise background fluorescence dimana akumulasi produk senilai 2n, n ialah jumlah pengulangan siklus amplifikasi terbaca pertama kali pada fase eksponensial. Kurva standar menghasilkan persamaan linear hubungan antara log konsentrasi bakteri dan threshold cycle C T . Persamaan linear kurva standar digunakan untuk menghitung konsentrasi bakteri yang belum diketahui dalam sampel pangan. Konsentrasi L. monocytogenes pada sampel pangan jajanan berbasis ikan dapat dihitung dengan memasukkan nilai C T hasil amplifikasi sebagai nilai y pada persamaan linear y = ax + b, kemudian nilai x yang diperoleh dicari nilai inverse kebalikan dari nilai log konsentrasi bakterinya. Selanjutnya dari masing-masing larutan sampel tersebut sebanyak 1 mL dibuat seri pengenceran hingga diperoleh suspensi dengan konsentrasi bakteri 10 1 -10 6 CFUmL, dan ditumbuhkan 37 C, 48 jam pada media Cromocult ® Listeria Selective Agar Base acc Ottaviani and Agosti ALOA Merck, Jerman. b. Deteksi L. monocytogenes pada sampel pangan jajanan berbasis ikan tanpa perlakuan enrichment Deteksi L. monocytogenes tanpa perlakuan enrichment merupakan pengujian pendahuluan yang dilakukan terhadap 6 sampel pangan jajanan berbasis ikan. Tahapan ini diawali dengan melakukan persiapan sampel. Persiapan sampel mengacu pada BAM 2011 dengan modifikasi. Sebanyak 25 g sampel dimasukkan ke dalam kantong steril secara aseptis, dihancurkan, dan ditambah dengan 75 mL media Listeria Enrichment Broth Base yang mengandung Listeria Selective Enrichment Supplement. Kemudian dilakukan ekstraksi DNA dengan mengambil 1 mL kultur sampel tersebut dan disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 25  C selama 3 menit. Selanjutnya supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 500 L buffer tris-edta TE 1x untuk memisahkan komponen pangan dengan DNA bakteri target. Tahapan berikutnya adalah pelisisan sampel dengan menggunakan 100 L lisozim, 25 L larutan sodium dodecyl sulfate 10 , 50 l NaCl 5M, dan 100 l proteinase K. Pada tahapan ini juga ditambahkan 500 L buffer TE 1x untuk proteksi dan stabilisasi DNA. Kemudian ditambahkan 250 L fenol dan 250 L kloroform, disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 C selama 10 menit untuk memisahkan DNA dari debris sel. Setelah itu dilakukan tahapan presipitasi DNA dengan menambahkan 500 L isopropanol dan 150 L amonium asetat 10 M pH 7.4. Selanjutnya dilakukan pencucian DNA menggunakan 500 L etanol 70 . Pelet yang diperoleh dikering udarakan, ditambah dengan 50 L buffer TE 1x, dan siap untuk dilakukan amplifikasi DNA. Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan alat rt-PCR yang mengacu pada Mutsyahidan et al. 2015. Komposisi bahan dan kondisi running yang digunakan untuk pengujian dengan 18 rt-PCR disajikan dalam Tabel 6 dan 7 Mutsyahidan et al. 2015. Amplifikasi DNA secara otomatis akan digambarkan dalam bentuk grafik amplifikasi grafik sigmoidal. Tabel 6 Komposisi bahan untuk rt-PCR dengan primer DG69DG74 Bahan Jumlah DyNAmo TM ColorFlash SYBR ® Green qPCR Kit 10 µL H 2 O Nuclease Free 6 µL Template DNA 2 µL Primer forward DG69 GTGCCGCCAAGAAAAGGTTA 1 µL 0.5 M Primer reverse DG74 CGCCACACTTGAGATAT 1 µL 0.5 M Tabel 7 Kondisi running rt-PCR dengan primer DG69DG74 Tahap Suhu C Waktu Jumlah Siklus Denaturasi awal 94 5 menit 1 Tahap amplifikasi : 30 Denaturasi 94 45 detik Annealing 55 45 detik Extension 72 45 detik Entension Akhir 72 7 menit 1 Tahap Melting 72 – 94 kenaikan suhu tiap 0.5 C 10 detik tiap kenaikan suhu 0.5 C 1 Deteksi L. monocytogenes secara kualitatif Deteksi L. monocytogenes secara kualitatif dilakukan terhadap 59 sampel pangan jajanan berbasis ikan dengan perlakuan enrichment sebelum diekstraksi DNA-nya. Tahapan ini diawali dengan melakukan persiapan sampel, persiapan sampel mengacu pada BAM 2011 dengan modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah jumlah media Listeria Enrichment Broth Base yang digunakan dari 225 menjadi 75mL, dan modifikasi waktu inkubasi dari 24 menjadi 18 jam. Sebanyak 25 g sampel dimasukkan ke dalam kantong steril secara aseptis, dihancurkan, dan ditambah dengan 75 mL media Listeria Enrichment Broth Base, dikocok hingga homogen. Berikutnya larutan sampel dipindahkan ke dalam botol bertutup steril dan diinkubasi pada suhu 30  C selama 4 jam dan ditambah 1 mL Listeria Selective Enrichment Supplement. Inkubasi dilanjutkan pada suhu 30  C selama 18 jam. Sampel siap diekstrak DNAnya. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode fenol:kloroform yang mengacu pada Mutsyahidan et al. 2015. Sebanyak 1 mL kultur sampel yang telah dikayakan pada media Listeria Enrichment Broth Base disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm pada suhu 25  C selama 3 menit. Selanjutnya supernatan dibuang dan pelet diresuspensi dengan 500 L buffer tris-edta TE 1x untuk memisahkan komponen pangan dengan DNA bakteri target. Selanjutnya dilakukan 19 pelisisan sampel dengan menggunakan 100 L lisozim, 25 L larutan sodium dodecyl sulfate 10 , 50 l NaCl 5M, dan 100 l proteinase K. Pada tahapan ini juga ditambahkan 500 L buffer TE 1x untuk proteksi dan stabilisasi DNA. Kemudian ditambahkan 250 L fenol dan 250 L kloroform, disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4 C selama 10 menit untuk memisahkan DNA dari debris sel. Setelah itu dilakukan tahapan presipitasi DNA dengan menambahkan 500 L isopropanol dan 150 L amonium asetat 10 M pH 7.4. Selanjutnya dilakukan pencucian DNA menggunakan 500 L etanol 70 . Pelet yang diperoleh dikering udarakan, ditambah dengan 50 L buffer TE 1x, dan siap untuk dilakukan amplifikasi DNA menggunakan alat rt-PCR. Komposisi bahan dan kondisi running yang digunakan untuk pengujian dengan rt-PCR disajikan dalam Tabel 5 dan 6. Hasil positif deteksi L. monocytogenes pada sampel ditandai dengan terbentuknya grafik sigmoidal proses amplifikasi seperti dijelaskan pada penentuan limit deteksi. Prediksi peluang listeriosis pada ikan asap Prediksi peluang listeriosis pada ikan asap dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan suatu model kajian risiko kuantitatif yang memperkirakan pemaparan dan risiko listeriosis yang diperoleh akibat mengonsumsi ikan asap. Ikan asap dipilih sebagai model pangan tercemar L. monoytogenes karena ikan asap merupakan produk pangan yang populer sebagai pangan siap saji. Produk ikan asap seringkali diidentifikasi sebagai sumber potensial listeriosis pada manusia. Peluang listeriosis dapat diperkirakan melalui estimasi risiko berdasarkan kajian risiko. Kajian risiko dapat dilakukan berlandaskan data-data ilmiah, seperti data prevalensi L. monocytogenes pada pangan, data tingkat cemaran L. monocytogenes, dan data konsumsi pangan. Distribusi risiko dalam suatu populasi ditentukan dengan melakukan analisis terhadap sebaran distribusi dari nilai-nilai data. Analisis nilai- nilai data dilakukan dengan menggunakan simulasi Monte-Carlo menggunakan software Risk http:www.palisade.comrisk pada komputer. Dalam memprediksi peluang listeriosis, langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan data prevalensi pangan yang tercemar Pv, tingkat cemaran pada pangan, dan dosis patogen per porsi yang diketahui dari kajian paparan. Estimasi peluang listeriosis per porsi pangan yang tercemar Pi dapat dihitung menggunakan model eksponensial, yaitu Pi = 1 – exp -rN. Pi adalah peluang sakit setelah konsumsi per porsi pangan yang terkontaminasi L. monocytogenes. N adalah total mikroba yang dikonsumsi dosis paparan. Dosis paparan diperoleh dari hasil perkalian rata-rata jumlah L. monocytogenes CFUg dengan rata-rata ukuran sajian g per porsi. Nilai r merupakan suatu tetapan konstanta, spesifik untuk setiap patogen pada kurva dosis respon. Tetapan nilai r yang digunakan adalah 1.18x10 -10 untuk bakteri patogen L. monocytogenes Buchanan et al. 1997. Model dosis respon eksponensial dipilih karena model ini merupakan model dosis respon yang sederhana dengan paramater tunggal dan sering digunakan untuk mikroba patogen seperti L. monocytogenes FAOWHO 2004. Perkiraan risiko karena mengonsumsi ikan asap yang tercemar L. monocytogenes dapat diketahui dengan melakukan karakterisasi risiko. Karakterisasi risiko merupakan integrasi identifikasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi bahaya. Estimasi peluang listeriosis per porsi dapat dihitung menggunakan persamaan PI = Pi x Pv Rahayu dan Sparringa 2004. 20 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Survei Konsumsi Pangan Jajanan Berbasis Ikan Survei konsumsi pangan jajanan berbasis ikan di lingkungan sekolah kota Bogor dilakukan untuk mengetahui jumlah konsumsi pangan jajanan berbasis ikan masyarakat siswa dan mahasiswa di lingkungan sekolah tersebut. Selain itu, hasil kegiatan survei juga berguna sebagai dasar dalam penetapan sampel untuk analisis Listeria spp. Berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner terhadap 770 responden, diketahui ada 22 jenis pangan jajanan berbasis ikan yang dikonsumsi yaitu siomay, otak-otak, pempek, bakso ikan, bakso udang, bakso goreng, takoyaki, batagor, ikan goreng, udang goreng, nuget ikan, dimsum, kerang, stik kepiting, cumi goreng, cumi asam manis, ikan bakar, ikan presto, ikan bumbu kuning, ikan pepes, ikan pindang, dan kepiting saus tiram. Kemudian, dipilih pangan jajanan berbasis ikan yang memiliki jumlah responden melebihi 2.5 dari total responden untuk dihitung jumlah konsumsinya ghari. Beberapa jenis dan jumlah pangan jajanan berbasis ikan yang dikonsumsi oleh responden disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8 Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor No Nama pangan jajanan berbasis ikan Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Takoyaki 36.5 4.2-104.2 21 2.7 2 Bakso goreng 34.1 6.7-93.3 34 4.4 3 Siomay 33.4 3.3-180.0 514 66.8 4 Batagor 28.5 2.6-160.0 466 60.5 5 Pempek 27.1 4.2-150.0 426 55.3 6 Otak-otak 22.8 4.2-125.0 292 37.9 7 Bakso Ikan 20.2 2.0-83.3 237 30.8 8 Bakso udang 19.1 3.0-75.0 67 8.7 9 Ikan goreng 18.0 6.7-32.5 33 4.2 10 Udang goreng 17.6 5.0-45.0 33 4.2 11 Nuget ikan 14.6 3.3-20.0 24 3.1 Jumlah total : 770 orang Responden hasil survei jumlah kosumsi pangan jajanan berbasis ikan dapat dikelompokkan menjadi tiga kriteria, yaitu responden berdasarkan jenis kelamin, umur, dan uang saku. Rata-rata jumlah konsumsi harian responden sesuai dengan kriteria tersebut disajikan dalam Tabel 9a, 9b, 10a, 10b, 10c, 11a, dan 11b. 21 Tabel 9a Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan jenis kelamin laki-laki No Nama pangan jajanan berbasis ikan Laki-laki Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Siomay 37.7 3.3-180.0 173 59.2 2 Bakso goreng 33.1 6.7-93.3 12 4.1 3 Pempek 32.0 4.2-150.0 149 51.0 4 Batagor 30.6 2.6-160.0 190 65.1 5 Otak-otak 25.0 4.2-125.0 104 35.6 6 Bakso udang 21.2 3.0-70.0 21 7.2 7 Bakso ikan 21.1 2.2-83.3 88 30.1 8 Udang goreng 19.5 5.0-40.0 11 3.8 9 Takoyaki 18.0 - 1 0.3 10 Ikan goreng 14.7 6.7-20.0 11 3.8 11 Nuget ikan 14.6 3.3-20.0 7 2.4 Jumlah total : 292 orang Tabel 9b 1 Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan jenis kelamin perempuan No Nama pangan jajanan berbasis ikan Perempuan Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Takoyaki 37.4 4.2-104.2 20 4.2 2 Bakso goreng 33.2 6.7-80.0 23 4.8 3 Siomay 30.9 4.2-150.0 345 72.2 4 Batagor 27.1 3.3-150.0 276 57.7 5 Pempek 24.6 5.0-100.0 276 57.7 6 Otak-otak 21.6 4.2-89.0 188 39.3 7 Bakso ikan 19.7 2.0-80.0 148 31.0 8 Ikan goreng 19.5 6.7-32.5 23 4.8 9 Bakso udang 18.2 3.0-75.0 46 9.6 10 Udang goreng 16.6 5.0-45.0 22 4.6 11 Nuget ikan 14.6 3.3-20.0 17 3.6 Jumlah total : 478 orang Berdasarkan jenis kelamin Tabel 9a diketahui bahwa dari 292 responden laki-laki, 59.2 mengonsumsi siomay dengan jumlah rata-rata 37.7 ghari. Jumlah ini merupakan jumlah konsumsi pangan jajanan berbasis ikan terbesar dari jumlah konsumsi pangan jajanan berbasis ikan lainnya. Hal ini disebabkan karena siomay merupakan pangan jajanan berbasis ikan yang pada umumnya selalu ada disetiap 22 lingkungan responden. Responden laki-laki lebih banyak mengonsumsi batagor 65.1 , selanjutnya siomay 59.2 , pempek 51.0 , otak-otak 35.6 , bakso ikan 30.1 , bakso udang 7.2 , bakso goreng 4.1 , udang goreng 3.8 , ikan goreng 3.8 , nuget ikan 2.4 , dan takoyaki 0.3 . Kemudian, rata-rata jumlah konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan responden perempuan Tabel 9b paling banyak adalah konsumsi takoyaki yaitu 37.4 ghari. Akan tetapi, siomay merupakan pangan jajanan berbasis ikan yang banyak dikonsumsi oleh responden perempuan 72.2 dengan jumlah rata-rata konsumsi 37.4 ghari. Produk ini banyak dikonsumsi karena ada di setiap lingkungan sekolah, dan harganya juga terjangkau oleh responden. Tabel 10a Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan umur 5-13 tahun No Nama pangan jajanan berbasis ikan Anak-anak 5-13 tahun Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Bakso goreng 40.8 6.6-93.3 17 4.5 2 Siomay 32.2 4.2-150.0 250 66.6 3 Takoyaki 29.8 4.2-50.0 7 1.8 4 Batagor 28.8 3.3-160.0 250 66.6 5 Pempek 28.3 5.0-150.0 248 66.1 6 Otak-otak 23.7 4.2-125.0 147 39.2 7 Bakso ikan 21.0 3.3-83.3 118 31.4 8 Bakso udang 20.5 3.0-75.0 39 10.4 9 Udang goreng 18.5 5.0-45.0 10 2.6 10 Nuget ikan 14.2 3.3-20.0 15 4 11 Ikan goreng Jumlah total : 375 orang Tabel 10b Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan umur 14-18 tahun No Nama pangan jajanan berbasis ikan Remaja 14-18 tahun Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Takoyaki 41.8 4.2-104.2 13 4.1 2 Siomay 32.9 3.3-180.0 209 65.3 3 Bakso goreng 27.4 6.7-40.0 17 5.3 4 Pempek 25.3 4.2-100.0 145 45.3 5 Batagor 21.9 3.3-120.0 170 53.1 6 Otak-otak 20.5 4.2-83.3 133 41.6 7 Bakso ikan 19.2 2.2-80.0 106 33.1 8 Bakso udang 17.2 3.3-70.0 27 8.4 9 Udang goreng 16.8 5.0-40.0 20 6.2 10 Ikan goreng 16.0 6.7-32.5 15 4.7 11 Nuget ikan 15.2 6.0-20.0 9 2.8 Jumlah total : 320 orang 23 Tabel 10c Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan umur 19-50 tahun No Nama pangan jajanan berbasis ikan Dewasa 19-50 tahun Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Siomay 41.8 3.3-112.4 54 72.0 2 Otak-otak 36.9 4.7-89.0 12 16.0 3 Batagor 33.2 2.6-92.2 46 61.3 4 Pempek 27.6 5.5-78.2 32 42.7 5 Ikan goreng 22.8 10.8-65.0 18 24.0 6 Bakso ikan 20.3 2.0-60.0 13 17.3 7 Udang goreng 20.0 10.0-30.0 3 4.0 8 Bakso udang 19.2 - 1 1.3 9 Takoyaki 13.4 - 1 1.3 10 Bakso goreng 11 Nuget ikan Jumlah total : 75 orang Berdasarkan Tabel 10a diketahui bahwa responden kategori anak-anak banyak menyukai jajanan siomay 66.7 , batagor 66.7 , dan pempek 66.1 . Selain itu, juga dapat diketahui bahwa anak-anak 4.5 mengonsumsi bakso goreng lebih banyak perharinya yaitu 40.8 ghari. Kemudian, jajanan seperti ikan goreng tidak dikonsumsi oleh anak-anak di sekolah, hal ini karena di lingkungan sekolah anak-anak tidak dijual jajanan tersebut. Responden kategori remaja Tabel 10b mengonsumsi takoyaki lebih banyak dibandingkan jajanan lainnya dengan rata-rata konsumsi 41.8 ghari. Namun, dari 320 responden kategori remaja sebesar 65.3 lebih banyak mengonsumsi siomay dengan rata-rata konsumsi 32.9 ghari. Responden kategori dewasa Tabel 10c juga lebih banyak mengonsumsi siomay dengan rata-rata konsumsi 41.8 ghari. Secara keseluruhan responden anak-anak, remaja, dan dewasa lebih banyak mengonsumsi siomay, hal ini karena siomay selalu ada di setiap lingkungan sekolah. Pada Tabel 10c juga diketahui bahwa responden dewasa tidak mengonsumsi jajanan seperti bakso goreng dan nuget ikan, karena kedua jajanan ini tidak dijual di lingkungan sekolah kategori dewasa. Tabel 11a Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan uang saku  Rp. 30000 No Nama pangan jajanan berbasis ikan  Rp. 30000 Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Takoyaki 37.8 4.2-104.2 19 2.7 2 Siomay 33.4 3.3-180.0 467 66.3 3 Bakso goreng 31.4 6.6-93.3 35 5.0 4 Batagor 28.5 2.6-160.0 425 60.4 5 Pempek 26.6 4.2-150.0 393 55.8 6 Otak-otak 22.7 4.2-125.0 267 37.9 7 Bakso ikan 20.6 2.0-83.3 220 31.2 24 Tabel 11a Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan uang saku  Rp. 30000 lanjutan No Nama pangan jajanan berbasis ikan  Rp. 30000 Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 8 Bakso udang 20.5 3.0-75.0 58 8.2 9 Udang goreng 19.1 5.0-45.0 23 3.3 10 Ikan goreng 18.4 6.7-32.5 29 4.1 11 Nuget ikan 17.2 3.3-50.0 22 3.1 Jumlah total : 704 orang Tabel 11b Rata-rata konsumsi harian pangan jajanan berbasis ikan di kota Bogor berdasarkan uang saku ≥ Rp. 31000 No Nama pangan jajanan berbasis ikan ≥ Rp. 31000 Rata-rata konsumsi harian ghari range Jumlah responden 1 Siomay 34.0 3.3-120.0 48 72.7 2 Batagor 28.7 3.3-70.0 42 63.6 3 Pempek 28.4 5.8-98.7 34 51.5 4 Takoyaki 23.3 13.4-33.3 2 3.0 5 Otak-otak 22.8 4.2-78.8 24 36.4 6 Nuget ikan 16.0 12.0-20.0 2 3.0 7 Ikan goreng 15.5 10.8-21.7 5 7.6 8 Bakso ikan 15.1 2.2-45.0 18 27.3 9 Udang goreng 14.6 5.0-25.0 9 13.6 10 Bakso udang 10.1 3.3-24.0 9 13.6 11 Bakso goreng Jumlah total : 66 Tabel 11a menunjukkan rata-rata konsumsi pangan jajanan berbasis ikan responden kategori uang saku  Rp. 30000. Jumlah total responden dengan uang saku  Rp. 30000 adalah 704 orang, dari jumlah ini sebanyak 66.3 responden dengan uang saku  Rp. 30000 mengonsumsi siomay 33.4 ghari. Kemudian, dari Tabel 11b diketahui bahwa siomay juga merupakan produk jajanan berbasis ikan yang dikonsumsi oleh sebagian responden dengan uang saku ≥ Rp. 31000 yaitu 34.0 ghari. Jajanan berbasis ikan yang sama sekali tidak dikonsumsi oleh responden dengan uang saku ≥ Rp. 31000 adalah bakso goreng, hal ini juga sama dengan responden kategori dewasa Tabel 10c yang tidak mengonsumsi bakso goreng. Berdasarkan pengelompokkan responden menjadi tiga kategori yang telah dijelaskan sebelumnya, diketahui bahwa sebagian besar responden cenderung mengonsumsi siomay. Hal ini disebabkan karena siomay merupakan pangan jajanan berbasis ikan yang selalu ada di setiap lingkungan responden. Selanjutnya sampel yang akan dianalisis adalah sampel yang jumlah konsumsinya berada pada 7 urutan terbesar Tabel 8, dan tersedia di lingkungan sekolah. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa 7 urutan terbesar jumlah konsumsi 25 pangan jajanan berbasis ikan adalah Takoyaki 36.5 ghari, bakso goreng 34.1 ghari, siomay 33.4 ghari, batagor 28.5 ghari, pempek 27.1 ghari, otak-otak 22.8 ghari, dan bakso ikan 20.2 ghari. Kemudian, dari hasil survei ketersediaan pangan jajanan berbasis ikan dilaporkan bahwa siomay merupakan pangan jajanan berbasis ikan yang paling banyak dijual 26 , kemudian diikuti oleh otak-otak 19 , satai olahan bakso udang, bakso ikan, dan takoyaki 15 , batagor 14 , pempek 7 , dan bakso goreng 6 Rahayu et al. 2015a. Sampel yang ditetapkan untuk dianalisis adalah siomay, otak-otak, bakso ikan, bakso udang, takoyaki, pempek, dan bakso goreng. Batagor yang jumlah konsumsinya berada pada urutan ke-4 tidak diambil sebagai sampel karena batagor yang ditemukan tidak memenuhi kriteria pangan jajanan berbasis ikan. Berdasarkan observasi dan wawancara pada saat pengambilan sampel, diketahui bahwa batagor yang dijual tidak menggunakan ikan, tetapi terbuat dari bahan seperti tahu dan tepung tapioka yang diaduk menjadi satu. Identifikasi Listeria spp. pada Pangan Jajanan Berbasis Ikan Identifikasi bakteri Listeria spp. dengan metode biokimiawi Berdasarkan hasil uji morfologi dan biokimia pada sampel pangan jajanan berbasis ikan Tabel 12, diketahui prevalensi Listeria spp.nya rendah Tabel 13. L. grayi dan L. innocua yang terdeteksi pada sampel pangan berbasis ikan merupakan spesies Listeria yang tidak berbahaya. Prevalensi L. grayi dan L. innocua pada sampel siomay adalah 5.9 . Prevalensi L. grayi pada sampel bakso udang dan bakso ikan adalah 8.3 dan 9.1 . L. grayi juga terdeteksi pada sampel bakso goreng dengan prevalensi 50 , dan L. innocua pada sampel takoyaki dengan prevalensi 20 . Tabel 12 Konfirmasi uji morfologi dan biokimia Listeria spp. sampel pangan jajanan berbasis ikan Jenis sampel Sifat Gram Bentuk Sel Moti- litas Kata- lase Mani -tol Xylo -sa Rham -nosa Hemo -litik Kesimpulan Siomay Gram +, coccobasil + + + - - - L. grayi Gram +, coccobasil + + - - - - L. innocua Bakso Udang Gram +, coccobasil + + + - - - L. grayi Bakso Ikan Gram +, coccobasil + + + - - - L. grayi Takoyaki Gram +, coccobasil + + - - - - L. innocua Bakso goreng Gram +, coccobasil + + + - - - L. grayi 26 Tabel 13 Prevalensi Listeria spp. pada pangan jajanan berbasis ikan secara biokimiawi Jenis sampel Jumlah sampel Prevalensi jumlah sampel positif L. monocytogenes L. grayi L. innocua Siomay 17 5.9 5.9 Otak-otak 15 Bakso Udang 12 8.3 Bakso Ikan 11 9.1 Takoyaki 5 20 Pempek 3 Bakso goreng 2 50 Total 65 6.2 3.1 L. grayi dan L. innocua yang ada pada sampel siomay mengindikasikan bahwa kemungkinan kontaminasi terjadi dari bahan baku karena penanganan penyimpanan bahan baku yang belum baik, ataupun rekontaminasi selama dan pasca proses pengolahan. Rahayu et al. 2015b melaporkan bahwa pedagang 63.8 belum melakukan penyimpanan bahan segar dengan baik, dan belum mempraktikkan penyimpanan dingin. Rekontaminasi selama dan pasca proses pengolahan dari peralatanperkakas serta pekerja juga dapat terjadi Vogel et al. 2001. Gudbjornsdottir et al. 2004 melaporkan bahwa prevalensi cemaran Listeria spp. dari peralatan pengolahan pangan sebesar 23.8 dan dari pekerja sebesar 8.3 . Sampel bakso udang, bakso ikan dan takoyaki merupakan pangan jajanan berbasis ikan yang diolah dengan cara dibakar. L. grayi yang ada pada sampel bakso udang dan bakso ikan kemungkinan disebabkan karena terjadinya rekontaminasi setelah pengolahan pada tahap penyajian yang dibiarkan terbuka pada suhu ruang 30 C ataupun pada tahap penyimpanan produk yang tidak habis terjual. Bakso udang dan bakso ikan merupakan produk pangan siap saji yang biasanya jika tidak habis terjual disimpan di dalam lemari es yang berisi bahan pangan lainnya untuk dijual keesokan harinya. L. grayi dapat bertahan hidup meskipun bahan disimpan dalam lemari es, karena Listeria spp. ini mampu hidup dalam waktu yang lama pada suhu 4 C.

L. innocua yang ada pada sampel takoyaki mengindikasikan bahwa proses

pengolahan pangan tidak cukup untuk bahan pengisi cumigurita pada jajanan ini. Takoyaki umumnya dimasak setengah matang dengan cara dibakar selama ± 3 menit. Pada sampel bakso goreng yang diolah hingga matang terdapat L. grayi. Rekontaminasi dapat terjadi pada produk yang telah dimasak hingga matang. Jamali et al. 2013 melaporkan bahwa rekontaminasi dapat terjadi pada produk pangan yang telah diolah hingga matang seperti pada produk ikan yang sudah digoreng, terdapat Listeria spp. sebesar 29.4 517. Rekontaminasi yang terjadi pada produk yang telah diolah dapat disebabkan karena lokasi penjualan dan tempat yang kotor, pedagang yang tidak higenis, dan air yang digunakan untuk mencuci tangan dan peralatan. Pada sampel pangan otak- otak dan pempek yang dianalisis tidak terdapat Listeria spp. Hal ini disebabkan karena kedua produk ini selalu dipanaskan atau disajikan dalam kondisi panas. 27 Sampel otak-otak selalu di kukus selama penjualan, dan sampel pempek selalu digoreng matang sesaat sebelum disajikan. Identifikasi L. monocytogenes dengan rt-PCR - Penentuan limit deteksi DNA L. monocytogenes Limit deteksi merupakan jumlah terkecil dalam sampel yang dapat dideteksi, yang menunjukkan sensitivitas dari suatu metode. Limit deteksi dari hasil pengujian menggunakan rt-PCR adalah jumlah terkecil DNA yang masih dapat teramplifikasi yang menunjukkan jumlah mikroba terendah yang masih terdeteksi. Dalam penelitian ini limit deteksi ditentukan untuk mengetahui sensitivitas metode ekstraksi DNA dan rt-PCR, serta dapat digunakan dalam penetapan prosedur persiapan sampel. Berdasarkan hasil analisis limit deteksi DNA L. monocytogenes pada bakso ikan bakar dan otak-otak menggunakan rt-PCR Tabel 14, diketahui bahwa masing-masing sampel memiliki limit deteksi sebesar 8.3x10 2 dan 2.9x10 2 CFUg. Tabel 14 Hasil analisis limit deteksi DNA L. monocytogenes pada sampel bakso ikan bakar dan otak-otak berdasarkan nilai C T menggunakan rt-PCR Nama pangan jajanan berbasis ikan Jumlah koloni CFUg Rerata nilai C T ± SD 1 Bakso ikan bakar 4.9 x 10 6 9.16 ± 0.56 4.0 x 10 5 12.34 ± 1.32 5.8 x 10 4 15.00 ± 0.04 4.1 x 10 3 18.51 ± 0.02

8.3 x 10

2 24.36 ± 0.33 1.0x10 1 - 1.0x10 1 - Otak-otak 5.4 x 10 7 9.24 ± 0.26 2.3 x 10 6 11.82 ± 0.31 2.0 x 10 5 15.62 ± 0.40 3.0 x 10 4 19.84 ± 0.49 2.9 x 10 3 21.04 ± 0.16

2.9 x 10

2 23.96 ± 0.81 1.0x10 1 - 1 n = 2 Limit deteksi DNA L. monocytogenes pada sampel bakso ikan dan otak- otak lebih rendah daripada limit deteksi pempek, yaitu sebesar 6.3x10 3 CFUg Mutsyahidan et al. 2015. Hal ini menunjukkan bahwa pengujian L. monocytogenes pada sampel bakso ikan dan otak-otak dengan rt-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif daripada sampel pempek. Perbedaan ini terjadi karena ekstraksi pada sampel pempek lebih sulit dilakukan dibandingkan ekstraksi pada sampel bakso ikan dan otak-otak. Pempek teksturnya lebih padat, lengket, dan kenyal. Pempek yang dianalisis dibuat dari tepung sagu sedangkan bakso ikan dan otak-otak dibuat dari tepung tapioka. Tepung sagu mengandung amilosa 27 yang lebih besar daripada amilosa pada tepung tapioka 17