Identifikasi dan Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor

(1)

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BAHAYA BAKTERI PATOGEN

PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

DI BOGOR

NUR ALLIMAH YUNITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi dan Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015 Nur Allimah Yunita NIM F251120301


(3)

RINGKASAN

NUR ALLIMAH YUNITA. Identifikasi dan Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor. Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU dan SULIANTARI.

Pangan jajanan anak sekolah merupakan salah satu jenis pangan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba. Jenis mikroba patogen yang mungkin mengontaminasi PJAS diantaranya adalah Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Vibrio spp., Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penggunaan bahan baku yang terkontaminasi oleh bakteri patogen yang diikuti dengan pengolahan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan pangan yang dihasilkan tidak aman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bahaya dan menghitung peluang sakit akibat adanya bakteri patogen pada PJAS dan mengidentifikasi titik kendali kritis pengolahan PJAS.

Penelitian dilakukan dalam lima tahap, meliputi persiapan, identifikasi bahaya, identifikasi sumber cemaran, identifikasi titik kendali kritis dan karakterisasi bahaya untuk penentuan model dosis respon serta dilanjutkan dengan penghitungan peluang sakit akibat adanya bakteri patogen per sajian PJAS. Pada tahap persiapan dilakukan penentuan dan pengamatan terhadap tempat pengambilan sampel sedangkan pada tahap identifikasi bahaya dilakukan pengujian terhadap 35 sampel PJAS dari 8 SD di Bogor. Selanjutnya dilakukan identifikasi sumber cemaran yang meliputi lingkungan (udara), peralatan (pisau) dan tangan pedagang PJAS yang sampel PJAS-nya mengandung bakteri patogen. Identifikasi titik kendali kritis pada PJAS pada penelitian ini dilakukan terhadap pengolahan yang dilakukan pada lokasi penjualan. Karakterisasi bahaya bakteri patogen dilakukan dengan melakukan studi literatur untuk memperoleh model dosis respon yang dapat digunakan untuk memperkirakan peluang terjadinya penyakit akibat mengonsumsi PJAS.

Hasil analisis terhadap 35 sampel PJAS yang diperoleh dari 22 pedagang

PJAS menunjukan bahwa tidak ada PJAS yang tercemar oleh mikroba L. monocytogenes, Salmonella spp. dan Vibrio spp. Sampel PJAS yang tercemar

oleh S. aureus adalah masing-masing satu sampel siomai dan satu sampel otak-otak sedangkan yang tercemar terduga E. coli adalah masing-masing satu sampel baso ikan, daging burger, melon, nanas dan semangka serta masing-masing dua sampel selada dan dua sampel mentimun. Selain itu hasil penelusuran sumber cemaran menunjukkan tangan pedagang, pisau dan lingkungan pedagang siomai dan otak-otak seluruhnya tercemar S. aureus sementara untuk penelusuran sumber cemaran E. coli menunjukkan 25 % tangan pedagang dan 67 % pisau yang digunakan tercemar E. coli.

Titik kendali kritis S. aureus pada PJAS berbasis ikan (siomai dan otak-otak) adalah pengukusan, pemotongan dan pengemasan. Titik kendali kritis E. coli pada PJAS berbasis ikan (baso ikan)adalah penggorengan, PJAS berbasis daging dan sayur (burger) adalah bahan baku (sayur), penggorengan, pemotongan (sayur), pembuatan burger dan pengemasan, PJAS berbasis buah (buah potong) adalah bahan baku (buah) dan pemotongan.


(4)

Berdasarkan hasil studi literatur peluang sakit akibat S. aureus per sajian PJAS dapat dihitung menggunakan model eksponensial. Peluang sakit akibat E. coli per sajian PJAS dapat dihitung menggunakan model eksponensial, beta poisson, beta-binomial dan Weibull-Gamma bergantung pada sifat patogenitas E. coli yang akan dihitung peluang sakitnya.

Penghitungan peluang sakit akibat S. aureus setelah mengonsumsi PJAS menggunakan model eksponensial adalah sebesar 0.00103 atau 1 kasus per 972 sajian sedangkan peluang sakit S. aureus pada PJAS berbasis ikan sebesar 0.00180/1 kasus per 554 sajian. Penghitungan peluang sakit akibat E. coli setelah mengonsumsi PJAS menggunakan model eksponensial, beta poisson, beta-binomial dan Weibull-Gamma adalah sebesar 0.00000148-0.604 (1 kasus per 2– 67,500 sajian) sedangkan peluang infeksi E. coli berdasar jenis PJAS berada pada kisaran 0.00000302-0.712 (1 kasus per 2-3.020.000 sajian)

Kata kunci: Pangan jajanan anak sekolah, bakteri patogen, identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, peluang sakit


(5)

SUMMARY

NUR ALLIMAH YUNITA. Identification and Hazard Characterization of Pathogenic Bacteria in Food Consumed by School Children in Bogor. Supervised by WINIATI P. RAHAYU and SULIANTARI.

Food Consumed by School Children (PJAS) is one of the food types that is susceptible to microbial contamination. Microbial pathogens that may contaminate PJAS are Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Vibrio spp., Staphylococcus aureus and Escherichia coli. The use of raw materials contaminated by pathogenic bacteria that are followed by improper processing can result in unsafety food. The aims of this study were to identify hazards and calculate probability of illness from consuming PJAS and determine the critical control points of PJAS processing.

The study was conducted in five steps, including the preparation, hazard identification, identification of contamination sources, identification of critical control points and hazard characterization for determining the dose-response models and continued with calculating probability of illness by pathogenic bacteria from PJAS. During the preparation step, the determination and observation of sampling site were conducted, while during the hazard identification step, testing on 35 PJAS samples in 8 elementary schools in Bogor was also conducted. Furthermore, the identification of contamination sources was conducted to the environment (air), utensil (knife) and hands of PJAS sellers in which their PJAS samples were contaminated by pathogenic bacteria. Identification of critical control points on PJAS in this study was conducted on the processing carried out on the PJAS sales location. Hazard characterization of pathogenic bacteria was conducted by literature study to obtain dose-response model that can be used to estimate the probability of illness by pathogenic bacteria from PJAS.

The analysis results of 35 PJAS samples from 22 PJAS sellers in elementary schools showed that none of the samples were contaminated by L. monocytogenes, Salmonella spp or Vibrio spp. Two samples (one sample of siomai and one sample of otak-otak) were contaminated by S. aureus. Nine samples (one sample of fish meatball, burger patty, melon, pineapple and watermelon, also two samples of lettuce and cucumber) were contaminated by E. coli. The contamination source tracing showed that the hand, knife and environment of the siomai and otak-otak sellers were all contaminated by S. aureus, while on E. coli contamination source tracing it was found that 25% of seller’s hand and 67% of knife were contaminated by E. coli.

Critical control points of S. aureus on fish-based PJAS (siomai and otak-otak) were steaming, cutting and packaging processes. Critical control point of E. coli on fish-based PJAS (fish meatballs) was the frying process, on meat- and vegetable-based PJAS (burgers) were the raw material (vegetables), frying, cutting (vegetables), burger preparation and packaging, while on fruit-based PJAS (fresh-cut fruits) were the raw material (fruits) and cutting process.


(6)

Based on the result of literature study, probability of illness by S. aureus from consuming a PJAS serving can be calculated using the exponential model. Probability of illness by E. coli from consuming a PJAS serving can be calculated using the exponential, beta poisson, beta-binomial and Weibull-Gamma model depends on the pathogenicity of E. coli.

The probability of illness by S. aureus from consuming a PJAS serving was 0.00103 or one case per 972 servings, whereas the probability of illness by S. aureus from consuming a fish-based PJAS serving was 0.0018/one case per 554 servings and 0.00131/one case per 763 servings. The probability of illness by E. coli from consuming a PJAS serving was 0.00000148-0.604 (1 case per 2– 67.500 servings). The probability of illness by E. coli according to the PJAS type ranged from 0.00000302-0.712 (1 case per 2-3.020.000 servings).

Keywords: Food consumed by school children (PJAS), pathogenic bacteria, hazard identification, hazard characterization, probability of illness.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI BAHAYA BAKTERI PATOGEN

PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

DI BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

NUR ALLIMAH YUNITA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada


(9)

(10)

Judul Tesis : Identifikasi dan Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor

Nama : Nur Allimah Yunita NIM : F251120301

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Winiati P. Rahayu Ketua

Dr Dra. Suliantari MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(11)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi pertolongan sehingga dapat terselesaikannya tesis yang berjudul Identifikasi dan Karakterisasi

Bahaya Bakteri Patogen pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Bogor yang

merupakan bagian dari penelitian Kajian Risiko Listeria monocytogenes pada Pangan Jajanan Anak Sekolah yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Program Hibah Kompetensi.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Winiati P Rahayu dan Ibu Dr. Suliantari yang telah memberikan bimbingan, waktu dan perhatian selama penelitian dan penulisan tesis ini. 2. Ibu Dr. Harsi Dewantari Kusumaningrum selaku penguji yang telah

memberikan saran-saran guna menyempurnakan penulisan tesis ini.

3. Seluruh pengajar di Program Studi Ilmu Pangan yang telah memberikan bekal ilmu bagi penulis.

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana selama menempuh studi di program studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Para teknisi di laboratorium SEAFAST Center dan di laboratorium ITP yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

6. Mas Budi Susatiyo yang telah memberi doa, semangat dan dukungan selama menyelesaikan studi S2.

7. Muhammad Saad Rantisi Susatiyo yang telah menemani dan memberi semangat selama menyelesaikan studi S2.

8. Mama dan Bapak, Ibu dan Bapak serta kakak-kakak dan keponakan-keponakan yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

9. Rekan-rekan mahasiswa IPN 2012 atas bantuan dan kerjasamanya selama menempuh studi di program studi Ilmu Pangan.

Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Bogor, Maret 2015 Nur Allimah Yunita


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis

2 TINJAUAN PUSTAKA Listeria monocytogenes Salmonella spp.

Vibrio spp.

Staphylococcus aureus Escherichia coli Kajian Risiko

Kajian Risiko Mikrobiologis 3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Peralatan Penelitian Metodologi

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan Contoh

Identifikasi Bahaya dan Sumber Cemaran Bakteri Patogen pada PJAS Karakterisasi Bahaya Bakteri Patogen pada PJAS

5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP

iv v v 1 1 2 2 2 3 3 7 9 10 11 13 14 16 16 16 16 23 23 25 34 40 40 40 41 47


(13)

DAFTAR TABEL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Gejala klinis terkait infeksi L. monocytogenes

Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan L. monocytogenes

Batas maksimum L. monocytogenes pada beberapa pangan di Indonesia Kriteria mikrobiologi L. monocytogenes pada pangan siap saji

Batas maksimum L. monocytogenes pada pangan di Uni Eropa

Metode sampling dan kriteria L. monocytogenes pada pangan siap saji Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan Salmonella

Batas maksimum Salmonella spp. pada beberapa pangan di Indonesia Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan Vibrio spp.

Batas maksimum Vibrio spp. pada beberapa pangan di Indonesia Batas maksimum S. aureus pada beberapa pangan di Indonesia Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan E. coli

Batas maksimum E. coli pada beberapa pangan di Indonesia

Model dosis respon yang umum digunakan dalam kajian risiko mikrobiologi Jumlah SD dan hasil survei SD tempat pengambilan sampel

Kondisi SD tempat pengambilan sampel PJAS PJAS yang tercemar S. aureus berdasar jenis pangan Hasil penelusuran sumber cemaran S. aureus pada PJAS

Checklist penetapan CCP berbasis ikan (siomai dan otak-otak) di area penjualan Penetapan CCP berbasis ikan (siomai dan otak-otak) di area penjualan

PJAS yang tercemar E. coli berdasar jenis pangan Hasil penelusuran sumber cemaran E. coli

Checklist penetapan CCP berbasis ikan (baso ikan) di area penjualan Penetapan CCP berbasis ikan (baso ikan) di area penjualan

Checklist penetapan CCP berbasis daging dan sayur di area penjualan Penetapan CCP berbasis daging dan sayur di area penjualan

Checklist penetapan CCP berbasis buah (buah potong) di area penjualan Penetapan CCP berbasis buah (buah potong) di area penjualan

Model dosis respon yang dipergunakan

Nilai rata-rata jumlah jumlah cemaran S. aureus, E. coli dan berat PJAS per sajian

Peluang sakit akibat S. aureus dan E. coli pada PJAS

Peluang sakit akibat S. aureus dan E. coli pada PJAS berbasis ikan Peluang sakit akibat E. coli pada PJAS berbasis daging

Peluang sakit akibat E. coli pada PJAS berbasis sayur dan buah

4 4 5 5 6 6 8 8 9 9 10 12 12 15 23 23 27 27 28 28 30 30 31 31 32 33 34 34 36 37 38 38 38 38

DAFTAR GAMBAR

1 2 3 4

Komponen analisis risiko

Langkah kajian risiko mikrobiologi Diagram alir prosedur percobaan Pohon keputusan untuk penetapan CCP

13 15 16 20


(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) berperan penting dalam pemenuhan asupan energi dan gizi anak usia sekolah. Pada umumnya, anak sekolah memperoleh PJAS dari kantin yang ada di sekolahnya maupun penjaja PJAS keliling di sekitar lingkungan sekolah. Bahaya mikrobiologi, kimia, maupun fisik sangat mungkin mencemari PJAS yang dijual di kantin sekolah ataupun oleh penjaja PJAS keliling karena praktek keamanan pangan yang buruk maupun lingkungan yang tercemar. Pangan jajanan anak sekolah rentan terhadap kontaminasi mikroba. Jenis mikroba patogen yang mungkin mengontaminasi PJAS diantaranya adalah Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Vibrio spp., Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Listeria monocytogenes diasosiasikan dengan beberapa kejadian luar biasa keracunan pangan yang terjadi di beberapa negara sepanjang kurun waktu tahun 1979 sampai 2013. Jenis pangan yang berperan sebagai pembawa/sumber L. monocytogenes sangat beragam mulai dari pangan berbasis daging, pangan berbasis ikan, pangan berbasis susu sampai sayur dan buah (Painter and Slustker 2007; Olsen et al. 2005). Infeksi akibat L. monocytogenes disebut listeriosis. Kasus listeriosis jarang terjadi tetapi memiliki tingkat kefatalan yang tinggi, yaitu berkisar 20-30 % (Jeyaletchumi et al. 2010a).

Salmonella spp. merupakan salah satu penyebab penyakit akibat pangan yang paling umum dan terdistribusi secara luas. Diperkirakan terjadi puluhan juta kasus pada manusia di seluruh dunia pada setiap tahunnya dan menyebabkan lebih dari seratus ribu kematian. Salmonella spp. terdapat pada hewan, seperti unggas, babi, sapi; dan pada hewan pelihara Salmonellosis (WHO 2013).

Kolera merupakan penyakit yang disebabkan Vibrio cholerae. Infeksi ditandai dengan diare berair. Rata-rata 5-10 kasus kolera dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat; sebagian besar diperoleh selama perjalanan internasional, namun, rata-rata 1-2 per tahun diperoleh di dalam negeri. Vibriosis disebabkan oleh infeksi dari keluarga Vibrionaceae (tidak termasuk toksigenik Vibrio cholerae O1 dan O139), dengan perkiraan kasus 80.000 dan 300 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Gejala klinis yang paling umum adalah diare berair, septikemia primer, infeksi luka, dan otitis eksterna. Penyebab penyakit diantaranya karena konsumsi kerang, tiram terutama yang mentah, dan kontak tubuh dengan perairan, khususnya perairan laut atau muara.

Gejala keracunan akibat S. aureus biasanya timbul 1-7 jam setelah menelan makanan yang mengandung enterotoksin S. aureus. Gejala yang umum terjadi adalah mual, muntah, kejang perut dan diare. Keracunan biasanya terjadi akibat makanan matang biasanya tercemar oleh S. aureus yang berasal dari manusia dan disimpan selama beberapa jam dalam kondisi hangat (20-40ºC).

Penyakit yang disebabkan oleh E. coli bervariasi tergantung jenis E.coli. Grup EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli) menyebabkan diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Grup EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) menyebabkan diare yang secara klinis menyerupai diare basiler, yang disebabkan oleh Shigella dysentriae. Grup ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli) merupakan diare berair dengan dengan kejang perut, demam, lesu dan muntah.


(15)

VTEC (Verotoksin Escherichia coli) menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam.

Perumusan Masalah

Badan POM melaporkan bahwa hasil uji dengan parameter mikroba terhadap 4.808 sampel PJAS menunjukkan 789 (16.41 %) sampel mengandung angka lempeng total melebihi batas maksimal, 570 (11.86 %) sampel mengandung bakteri coliform melebihi batas maksimal, 253 (5.26 %) sampel mengandung angka kapang-khamir melebihi batas maksimal, 149 (3.10 %) sampel tercemar E. coli, 18 (0.37 %) sampel tercemar S. aureus dan 13 (0.27 %) sampel tercemar Salmonella spp. (Badan POM 2012).

Penggunaan bahan baku yang terkontaminasi oleh mikroba patogen tersebut yang diikuti dengan pengolahan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan mikroba patogen tersebut menyebabkan masalah pada pangan olahannya.

Listeria monocytogenes, Salmonella spp., Vibrio spp., S. aureus dan E. coli merupakan bakteri patogen yang dapat mengontaminasi produk pangan segar maupun pangan siap saji. Bakteri patogen berpotensi mengontaminasi PJAS. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya berupa peluang sakit per sajian untuk memperoleh data dan informasi mengenai prevalensi dan karakter bahaya bakteri patogen pada PJAS serta data mengenai sumber cemaran bakteri patogen pada PJAS dan titik kendali kritis pada PJAS.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bahaya, menghitung peluang sakit bakteri patogen pada PJAS serta mencari sumber cemaran bakteri patogen pada PJAS dan titik kritis pengolahan PJAS. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam penyediaan data dan informasi mengenai prevalensi dan karakter bahaya bakteri patogen pada PJAS serta sumber cemaran bakteri patogen pada PJAS dan titik kendali kritis pengolahan PJAS yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang kebijakan untuk mengambil kebijakan terkait keamanan PJAS.

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian adalah :

1). Belum semua PJAS bebas dari bakteri patogen.

2). Kandungan beberapa jenis bakteri patogen pada beberapa jenis PJAS melebihi standar yang ditetapkan.

3). Sumber cemaran bakteri patogen dapat berasal dari produk mentah, peralatan, lingkungan dan pedagang PJAS.

4). Peluang sakit akibat bakteri patogen pada PJAS bervariasi tergantung jumlah cemaran bakteri pada sampel dan model dosis respon yang digunakan.


(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Listeria monocytogenes

Listeria memiliki ukuran kecil (diameter 0.5 µm dan panjang 1-2 µm), Gram positif, berbentuk batang dengan ujung yang membulat, motil dan memiliki flagella. Sel Listeria ditemukan dalam bentuk tunggal, rantai pendek atau membentuk huruf Y atau V (Rocourt and Bucherieser 2007).

Listeria monocytogenes adalah bakteri psikotropik, fakultatif anaerob, katalase positif, oksidase-negatif. Listeria monocytogenes dapat bertahan hidup dan berkembang berbagai kondisi lingkungan seperti suhu refrigerator, pH rendah dan konsentrasi garam tinggi (Campos et al. 2011). pH pertumbuhan adalah pH 4.5 sampai pH 9.2 dengan pH pertumbuhan optimal pada pH 7.0. Pada konsentrasi NaCl 10 % Listeria masih dapat tumbuh dan tetap dapat bertahan pada konsentrasi NaCl yang lebih tinggi. Batas suhu pertumbuhannya antara 1-2ºC sampai 45ºC (Rocourt and Bucherieser 2007). Suhu optimum untuk pertumbuhan L. monocytogenes adalah 30 – 37ºC (Yousef and Lado 2007)

Listeria umum ditemukan di lingkungan sekitar, seperti di tanah, air, tumbuhan, saluran pembuangan, pakan, lingkungan peternakan dan lingkungan pengolahan pangan (Sauders and Wiedmann 2007). Listeria monocytogenes dapat pula ditemukan pada berbagai jenis pangan mentah dan pangan olahan, susu dan produk olahan susu (Kelss et al. 2004), daging dan produk olahan daging, seperti sosis fermentasi, produk segar seperti lobak, kubis (Jeyaletchumi et al 2010b), makanan laut dan ikan air tawar (Jallewar et al. 2007; Kovacevic et al. 2012).

Listeria monocytogenes dapat menginfeksi semua populasi, tetapi menyebabkan penyakit yang lebih parah pada wanita hamil, orang dengan immunocompromised, orang lanjut usia dan bayi baru lahir (Jeyaletchumi et al. 2010a). Listeria monocytogenes adalah bakteri patogen oportunistik yang sering menyebabkan infeksi fatal seperti meningitis, sepsis, atau infeksi pada janin dan keguguran. Pada orang sehat bakteri ini menyebabkan gastroenteritis dan demam yang akan sembuh dengan sendirinya (Schuppler et al. 2010). Gejala klinis yang terkait infeksi L. monocytogenes dan kasus kejadian luar biasa keracunan pangan akibat L. monocytogenes dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Kebijakan batas maksimum L. monocytogenes pada pangan di Indonesia diatur dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Pada Surat Keputusan tersebut diatur bahwa batas maksimum L. monocytogenes pada produk-produk susu dan analognya, lemak, minyak dan emulsi minyak, produk daging dan olahannya serta makanan untuk keperluan gizi khusus (Tabel 3).

Codex Alimentarius Commission (CAC) menetapkan kriteria

mikrobiologi pada pangan siap saji yang tidak mendukung pertumbuhan L. monocytogenes dan pangan siap saji yang mendukung pertumbuhan L. monocytogenes. Kriteria mikrobiologi yang diterapkan meliputi jumlah sampel

dan batas maksimal L. monocytogenes pada pangan siap saji. Pangan siap saji yang tidak mendukung pertumbuhan L. monocytogenes adalah pangan yang memiliki pH dibawah 4.4, aw kurang dari 0.92 atau kombinasi dari kedua faktor


(17)

tersebut. Detail peraturan yang diterapkan oleh CAC (2007) dalam mengatur keberadaan L. monocytogenes dalam pangan siap saji dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 1. Gejala klinis yang terkait infeksi L. monocytogenes

Populasi Gejala klinis Wanita hamil

Bayi baru lahir (prematur) < 7 hari

≥ 7 hari

Immunosupprension, orang lanjut usia Orang sehat

Demam, mialgia, diare, melahirkan prematur,

keguguran, bayi dilahirkan dalam keadaan meninggal

Sepsis, pneumonia Meningitis, sepsis

Sepsis, meningitis, fecal infection

Diare, demam Sumber : Painter and Slustker (2007)

\

Tabel 2. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan L. monocytogenes Tahun Tempat Jumlah kasus

(kematian)

Pembawa

1979 Massachusetts, USA 20 (5) Sayuran mentah 1981 Nova Scotia, Canada 41 (18) Coleslaw

1983 Massachusetts, USA 49 (14) Susu pasteurisasi 1985 California, USA 142 (48) Keju mexican-style 1983-1987 Switzerland 122 (34) Keju lunak

1988-1989 United Kingdom - Pate

1989 Connecticut, USA 10 (0) Udang

1992 France 279 (85) Pork tounge in jelly

1993 Italy 18 (0) Salad beras

1994 Illinois 48 (0) Susu coklat pasteurisasi 1998 Multiple states, USA 105 Hot dog

1999 Florida, USA 2 Kalkun, ham, roast beef deli meat

1999 Multiple states, USA 11 Pate

1999 Minessota, USA 5 Deli meats

1999 New York, USA 4 Hot dog

1999 New York, USA 6 -

2000 Multiple states, USA 30 Turkey deli meat

2000

North California,

USA 13 Queso fresco (keju segar Mexico) 2001 California, USA 6 Sandwich deli

2002 Multiple states, USA 54 (7) Turkey deli meat

2003 Texas, USA 12 Queso fresco (keju segar Mexico), tidak dipasteurisasi

2003 New York, USA 3

2007 Massachusetts, USA 5 (3) Susu pasteurisasi 2010 Multiple states, USA 14 (2) Hog head cheese

2011 Multiple states, USA 147 (33) Melon 2012 Multiple states, USA 22 (4) Keju 2013 Multiple states, USA 6 (1) Keju


(18)

Tabel 3. Batas maksimum L. monocytogenes pada beberapa pangan di Indonesia

Jenis makanan Batas maksimum

L. monocytogenes

Produk-produk susu dan analognya

susu pasteurisasi (plain atau berperisa) negatif/25 mL susu fermentasi (yogurt) (plain atau berperisa) negatif/25 mL krim pasteurisasi negatif/25 g keju (semua jenis) negatif/25 g

es krim negatif/25 g

Lemak, minyak dan emulsi minyak

mentega negatif/25 g

Daging dan produk daging

sosis masak (tidak dikalengkan, siap konsumsi) negatif/25 g

Makanan untuk keperluan gizi khusus

pangan diet untuk pelangsing dan penurun berat badan negatif/25 g minuman khusus ibu hamil dan atau ibu menyusui berbentuk

bubuk

negatif/25 g

minuman khusus ibu hamil dan atau ibu menyusui berbentuk cair (pasteurisasi)

negatif/25 mL

Sumber: Badan POM (2009)

Tabel 4. Kriteria mikrobiologi L. monocytogenes pada pangan siap saji Kategori pangan Rencana

sampling

Batas maksimum N C m

Pangan siap saji yang tidak mendukung pertumbuhan L. monocytogenes

Pangan siap saji di akhir proses pembuatan atau pelabuhan (produk impor) sampai ke tempat penjualan

5 0 100 cfu/g

Pangan siap saji yang mendukung pertumbuhan L. monocytogenes

Pangan siap saji di akhir proses pembuatan atau pelabuhan (produk impor) sampai ke tempat penjualan

5 0 negatif/25 g (<0.04 cfu/g)

Sumber : CAC (2007)

Uni Eropa mengatur keberadaan L. monocytogenes pada pangan siap saji untuk bayi dan pangan siap saji untuk tujuan medis khusus; pangan siap saji yang mendukung pertumbuhan L. monocytogenes selain yang diperuntukkan untuk bayi dan tujuan medis khusus; dan pangan siap saji yang tidak mendukung pertumbuhan L. monocytogenes selain yang diperuntukkan untuk bayi dan tujuan medis khusus. Detail peraturan yang diterapkan oleh EC (2005) dalam mengatur keberadaan L. monocytogenes dalam pangan dapat dilihat pada Tabel 5.

Kebijakan di Kanada terhadap kontaminasi listeria pada pangan mengacu pada CAC (2007). Tindakan yang diambil apabila L. monocytogenes terdeteksi pada pangan tergantung pada risiko pangan dan pada target konsumen (Tabel 6).


(19)

Tingkatan risiko kesehatan yang digunakan ada tiga tingkatan, yaitu risiko Kesehatan 1: Risiko kesehatan diidentifikasi merupakan situasi di mana ada kemungkinan bahwa konsumsi atau paparan pangan akan menyebabkan gangguan kesehatan yang serius atau mengancam jiwa, atau di mana kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa tinggi. Risiko Kesehatan 2: Risiko kesehatan diidentifikasi merupakan situasi di mana ada kemungkinan konsumsi/paparan pangan akan menyebabkan gangguan kesehatan sementara dan tidak mengancam jiwa. Risiko Kesehatan 3: Ini merupakan situasi di mana ada bahaya kesehatan telah diidentifikasi dan konsumsi/paparan pangan tidak mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan. Situasi yang diidentifikasi mungkin merupakan indikasi dari gangguan dalam Good Manufacturing Practices (misalnya sanitasi, kualitas dan lain-lain) atau beberapa faktor lain yang relevan (misalnya makanan yang mengandung bahan atau bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan, pelanggaran yang berhubungan dengan pelabelan dan lain-lain) yang tidak menimbulkan risiko kesehatan (Kendall 2009).

Tabel 5. Batas maksimum L. monocytogenes pada pangan di Uni Eropa Kategori pangan Rencana

sampling

Batas maksimum

Posisi produk

N C m M Pangan siap saji untuk bayi dan

pangan siap saji untuk tujuan medis khusus

10 0 negatif/25 g Produk di pasar sepanjang umur simpan

Pangan siap saji yang mendukung pertumbuhan L. monocytogenes

selain yang diperuntukan untuk bayi dan tujuan medis khusus

5 0 100 cfu/g Sebelum produk meninggalkan tempat produksi

5 0 negatif/25 g Produk di pasar sepanjang umur simpan

Pangan siap saji yang tidak

mendukung pertumbuhan

L. monocytogenes selain yang diperuntukan untuk bayi dan tujuan medis khusus

5 0 100 cfu/g Produk di pasar sepanjang umur simpan

Sumber : EC (2005)

Tabel 6. Metode sampling dan kriteria L. monocytogenes pada pangan siap saji Kategori Sampling, analisis dan

tipe analisis Risiko kesehatan dan Prioritas pengawasan Batas maksimal (pengambilan tindakan) 1. Pangan siap saji yang

mendukung

pertumbuhan L. monocytogenes

contoh : keju lunak, daging

5 unit sampel (masing-masing minimal 100 g/mL)

Unit analisis 5 x 25g Tipe analisis hanya pengayaan Risiko kesehatan 1 Prioritas pengawasan tinggi Terdeteksi pada 125 g


(20)

Tabel 6. Metode sampling dan kriteria L. monocytogenes pada pangan siap saji (lanjutan) Kategori Sampling, analisis dan

tipe analisis Risiko kesehatan dan Prioritas pengawasan Batas maksimal (pengambilan tindakan) 2. Pangan siap saji yang

mendukung

pertumbuhan L. monocytogenes

contoh : keju lunak, daging

5 unit sampel (masing-masing minimal 100 g/mL)

Unit analisis 5 x 25g Tipe analisis hanya pengayaan Risiko kesehatan 1 Prioritas pengawasan tinggi Terdeteksi pada 125 g

2a. Pangan siap saji yang berpotensi mendukung pertumbuhan

L. monocytogenes

tetapi pertumbuhannya tidak melebihi 100 cfu/g.

5 unit sampel (masing-masing minimal 100 g/mL)

Unit analisis 5 x 10g Tipe analisis hanya plating Risiko kesehatan 2 Prioritas pengawasan sedang sampai rendah >100 cfu/g

2b. Pangan siap saji yang pertumbuhan

L. monocytogenes

tidak melebihi 0.5 cfu/g.

5 unit sampel (masing-masing minimal 100 g/mL)

Unit analisis 5 x 10g Tipe analisis hanya plating Risiko kesehatan 2 Prioritas pengawasan rendah >100 cfu/g

Sumber : Kendall (2009)

Salmonella spp.

Salmonella spp. adalah bakteri Gram negatif, fakultatif anaerob,bersifat motil dengan flagella peritrikus kecuali S. pullorum dan S. Enteritidis. Suhu optimum untuk pertumbuhan Salmonella spp. adalah 35 – 37ºC. Salmonella spp. bersifat katalase positif, oksidase-negatif. Salmonella dapat memecah berbagai jenis karbohidrat menjadi asam dan gas, memproduksi H2S dan

mendekarboksilasi lisin dan ortinin.

Salmonellosis merupakan penyakit yang disebabkan Salmonella spp. Salmonellosis merupakan salah satu penyakit akibat pangan yang paling umum dan terdistribusi secara luas. Diperkirakan terjadi puluhan juta kasus pada manusia di seluruh dunia pada setiap tahunnya dan menyebabkan lebih dari seratus ribu kematian. Spesies Salmonella spp. memiliki lebih dari 2 500 strain yang berbeda (disebut "serotipe" atau "serovars") yang telah berhasil diidentifikasi sampai saat ini. Salmonella spp. merupakan bakteri kuat yang dapat bertahan beberapa minggu di lingkungan yang kering dan beberapa bulan di dalam air (WHO 2013).

Gejala klinis salmonellosis ditandai dengan demam akut, sakit perut, diare, mual dan kadang-kadang muntah. Timbulnya gejala penyakit biasanya terjadi 6-72 jam setelah mengonsumsi pangan yang mengandung Salmonella spp. dan penyakit berlangsung selama 2-7 hari. Gejala salmonellosis relatif ringan dan dalam banyak kasus pasien akan sembuh tanpa pengobatan khusus. Namun, dalam


(21)

beberapa kasus, terutama pada pasien anak–anak dan pasien usia lanjut, penyakit dapat sangat parah dan menyebabkan kematian (WHO 2013).

Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan di Indonesia yang diperkirakan akibat Salmonella spp. sebanyak tiga kasus pada tahun 2011 (BPOM 2012). Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan akibat Salmonella spp. di Amerika Serikat selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan Salmonellaspp.

Tahun Tempat Jumlah kasus (kematian) Pembawa 2014 California, USA 17 (0) Keju kacang mede 2013 Multiple states, USA 634 (0) Ayam

2013 Multiple states, USA 16 (1) Pasta wijen 2013 Multiple states, USA 84 (18) Mentimun 2013 Multiple states, USA 134 (0) Ayam

2013 Multiple states, USA 22 (0) Daging cincang 2013 Multiple states, USA 42 (0) Selai kacang 2012 Multiple states, USA 127 (0) Mangga 2012 Multiple states, USA 261 (3) Melon Sumber : diolah dari CDC

Kebijakan batas maksimum Salmonella spp. pada pangan di Indonesia diatur dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Pada Surat Keputusan tersebut diatur bahwa Salmonella spp. tidak boleh ada pada produk pangan (negatif/25 mL atau negatif/25 g) (Tabel 8).

Tabel 8. Batas maksimum Salmonella spp. pada beberapa pangan di Indonesia Jenis makanan Batas maksimum

Salmonella spp. Produk-produk susu dan analognya negatif /25 mL atau g

Lemak, minyak dan emulsi minyak negatif/25 g

Es untuk dimakan (edible ice) negatif/25 g

Buah dan Sayur negatif/25 g

Kembang gula/permen dan cokelat negatif/25 g

Serealia dan produk serealia negatif/25 g

Produk Bakeri negatif/25 g

Daging dan produk daging negatif/25 g

Ikan dan produk perikanan negatif/25 g

Telur dan produk-produk telur negatif/25 g

Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein negatif/25 g

Makanan untuk keperluan gizi khusus negatif/25 mL atau g

Minuman, tidak termasuk produk susu negatif/ 25 mL atau g kecuali :

minuman berkarbonat (air soda, limun dll) negatif/100 mL minuman isotonik negatif/100 mL minuman teh dalam kemasan negatif/100 mL minuman kopi dalam kemasan negatif/100 mL

Makanan ringan siap santap negatif/25mL atau g Sumber: diolah dari Badan POM (2009)


(22)

Vibrio spp.

Vibrio spp. adalah bakteri fakultatif anaerob, Gram negatif, katalase positif, oksidase-negatif. Natrium klorida merangsang pertumbuhan semua jenis Vibrio spp. dan merupakan persyaratan obligat untuk sebagian jenis Vibrio spp. Vibrio spp. umumnya peka terhadap asam walau pertumbuhan V. parahaemolyticus teramati pada pH 4.5 – 5.0.

Vibrio spp. diasosiasikan dengan beberapa kejadian luar biasa keracunan. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan di Indonesia yang diperkirakan akibat Vibrio spp. sebanyak satu kasus pada tahun 2011 (BPOM 2012). Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan akibat Vibrio spp. di Amerika Serikat selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan Vibrio spp.

Tahun Tempat Jumlah kasus (kematian) Pembawa 2013 Newyork, USA 104 (0) Kerang 2012 Multiple states, USA 8 (0) Kerang 2011 Multiple states, USA 84 (18) Tiram Sumber : diolah dari CDC

Kebijakan batas maksimum Vibrio spp. pada pangan di Indonesia diatur dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Pada Surat Keputusan tersebut diatur bahwa batas maksimum Vibrio spp. pada produk-produk ikan dan perikanan adalah negatif/25 g serta pada produk minuman tidak berkarbonat berperisa negatif/mL (Tabel 10).

Tabel 10. Batas maksimum Vibrio spp. pada beberapa pangan di Indonesia

Jenis makanan Batas maksimum

Vibrio spp.

Ikan dan produk perikanan

ikan, filet ikan dan produk perikanan meliputi moluska, krustase dan ekinodermata yang dibekukan

negatif/25 g

ikan, filet ikan dan hasil perikanan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata berlapis tepung yang dibekukan

negatif/25 g

hancuran dan sari ikan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata yang dibekukan

negatif/25 g

ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustasea dan ekinodermata yang dikukus atau rebus dan atau goreng

negatif/25 g

ikan olahan yang diasap dengan atau tanpa garam negatif/25 g ikan olahan yang dikeringkan dengan atau tanpa garam negatif/25 g ikan olahan yang difermentasi dengan atau tanpa garam negatif/25 g

Minuman, tidak termasuk produk susu

minuman tidak berkarbonat berperisa negatif/mL Sumber: Badan POM (2009)


(23)

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus memiliki ukuran kecil (diameter 0.5 µm dan panjang 1.5 µm), Gram positif, berbentuk kokus, non motil dan tidak membentuk spora. S. aureus fakultatif anaerob, katalase positif. pH pertumbuhan adalah pH 4.0 sampai pH 9.8-10.0 dengan pH pertumbuhan optimal pada pH 6-7. Tumbuh baik pada konsentrasi NaCl 5-7 %.

S. aureus merupakan salah satu bakteri patogen penyebab penyakit akibat pangan. Habitat S. aureus adalah kulit dan alat pernafasan dan umumnya ditemukan pada 20-50 % manusia sehat. S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kejadian luar biasa keracunan. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan di Indonesia yang diperkirakan akibat S. aureus sebanyak dua puluh kasus pada tahun 2011 (BPOM 2012).

Kebijakan batas maksimum S. aureus pada pangan di Indonesia diatur dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Pada Surat Keputusan tersebut diatur bahwa batas maksimum S. aureus pada produk-produk pangan mulai dari negatif/g atau negatif/mL sampai dengan 1.0 x 102 cfu/g tergantung pada jenis pangannya (Tabel 11).

Tabel 11. Batas maksimum S. aureus pada beberapa pangan di Indonesia

Jenis makanan Batas maksimum

S. aureus Produk-produk susu dan analognya 1.0 x 102 cfu /mL atau g

Lemak, minyak dan emulsi minyak 1.0 x 102 cfu /ml atau g

Buah dan Sayur 1.0 x 102 cfu /g

kecuali:

buah dalam kaleng negatif/g

lempok dan analognya yang berbasis buah < 1.0 x 102 cfu /g sayuran dalam kaleng negatif/g

Kembang gula/permen dan cokelat 1.0 x 102 cfu /g

Serealia dan produk serealia

tepung pisang negatif/ g susu sereal bubuk negatif/g bihun, spagetti, mi kering, sohun, mi instan, makaroni,

pasta kering produk akhir

1 x 103 cfu /g mi basah, pasta mentah 1.0 x 103 cfu /g dodol, wingko, yangko berbasis tepung beras ketan dan

wajik

1.0 x 101 cfu/ g sari kedelai 1.0 x 102 cfu /g

Produk Bakeri 1.0 x 102 cfu /g

Daging dan produk daging 1.0 x 102 cfu /g


(24)

Tabel 11. Batas maksimum S. aureus pada beberapa pangan di Indonesia (lanjutan)

Jenis makanan Batas maksimum

S. aureus Telur dan produk-produk telur negatif/g kecuali:

telur asin negatif/25 g

Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein 1.0 x 102 cfu /g kecuali:

produk oles untuk salad (misalnya salad makaroni, salad kentang) dan sandwich, tidak mencakup produk oles berbasis coklat dan kacang

5.0 x 102 cfu/g

Makanan untuk keperluan gizi khusus 1.0 x 102 cfu /g

Minuman, tidak termasuk produk susu negatif/mL kecuali:

minuman tidak berkarbonat berperisa 0 cfu/mL

kopi campur 1.0 x 102 cfu/25g anggur, anggur buah negatif/mL

Makanan ringan siap santap

makanan ringan ekstrudat 1.0 x 102 cfu /g pangan olahan lainnya negatif/g atau mL Sumber: Badan POM (2009)

Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat motil dan memiliki flagella. E. coli secara normal ditemukan di usus besar/kecil anak-anak dan dewasa yang sehat dan jumlahnya dapat mencapai 109 cfu/g. Bakteri ini dikenal sebagai mikroba indikator kontaminasi fekal. E. coli terbagi menjadi kelompok patogenik dan non patogenik. E. coli patogenik penyebab diare terbagi menjadi empat kelompok : 1. EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli)

2. ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli) 3. EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli) 4. VTEC (Verotoksin Escherichia coli)

Penyebab yang diakibatkan oleh grup EPEC adalah diare berair yang disertai dengan muntah dan demam. Diare ini sering bersifat sembuh sendiri, tetapi dapat menyebabkan enteritis kronis berkepanjangan yang mengganggu pertumbuhan. EPEC umumnya dikaitkan dengan bayi dan anak-anak dibawah 3 tahun.

Grup EIEC menyebabkan diare yang secara klinis menyerupai diare basiler, yang disebabkan oleh Shigella. Awalnya diare bersifat akut dan berair disertai demam dan kejang perut, berlanjut sampai fase kolon (usus besar) dengan tinja berdarah dan mukoid. EIEC menyerang mukosa kolon dan berkembangbiak di dalam sel, menyebar ke sel-sel yang berdekatan setelah sel-sel yang terinfeksi mengalami lisis.

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi ETEC merupakan diare berair dengan dengan kejang perut, demam, malaise dan muntah. Infeksi ETEC berat mengakibatkan gejala klinis yang menyerupai diare yang disebabkan oleh Vibrio


(25)

cholerae. ETEC merupakan penyebab utama pada bayi di negara berkembang dan juga diare pada bayi di negara berkembang dan juga diare pada orang yang melakukan perjalanan dari daerah dengan standar hiegene lebih baik ke daerah dengan standar hiegene lebih buruk.

VTEC menyebabkan hemoragik colitis (HC) dan sindroma hemolitik uremik (HUS). Gejala HC dimulai dengan sakit perut dan diare berair, diikuti dengan diare berdarah umumnya tanpa demam. Diare baik berdarah atau tidak, diikuti oleh munculnya HUS. HUS terjadi pada semua kelompok umur tetapi paling umum pada anak-anak.

E. coli diasosiasikan dengan beberapa kejadian luar biasa keracunan. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan di Indonesia yang diperkirakan akibat E. coli sebanyak tiga kasus pada tahun 2011 (BPOM 2012). Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan akibat E. coli di Amerika Serikat selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 12.

Kebijakan batas maksimum E.coli pada pangan di Indonesia diatur dengan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Pada Surat Keputusan tersebut diatur bahwa batas maksimum E. coli pada produk-produk pangan adalah < 3 MPN/mL atau g sampai dengan 10 MPN/g Tabel 13.

Tabel 12. Kasus kejadian luar biasa keracunan pangan E. coli

Tahun Tempat Jumlah kasus (kematian)

Pembawa

2014 Multiple states, USA 19 (0) Raw clover sprout (E O121) 2014 Multiple states, USA 12 (0) Groundbeef (STEC 0157:H7) 2013 Multiple states, USA 33 (1) Salad siap santap (STEC O157:H7) 2013 Multiple states, USA 35 (0) Pangan beku (E O121)

2012 Multiple states, USA 33 (0) Bayam organik dan spring mix

(STEC O157:H7)

2012 Multiple states, USA 18 (1) Sumber tidak teridentifikasi (O145) 2012 Multiple states, USA 29 (0) Raw clover sprout (O36)

Sumber : diolah dari CDC

Tabel 13. Batas maksimum E. coli pada pangan di Indonesia

Jenis makanan Batas maksimum

E. coli

Produk-produk susu dan analognya

keju (semua jenis) 10 MPN/g

Lemak, minyak dan emulsi minyak <3 MPN/g

Buah dan Sayur <3 MPN/g

Kembang gula/permen dan cokelat <3 APM/g

Serealia dan produk serealia <3 MPN/g atau mL kecuali:

tepung tapioka, tepung hunkwee, tepung kacang hijau, tepung singkong, tepung sagu, tepung garut, tepung jagung, tepung gandum, tepung beras, tepung siap pakai untuk kue, tepung aren

10 MPN/g


(26)

Tabel 13. Batas maksimum E. coli pada pangan di Indonesia (lanjutan)

Jenis makanan Batas maksimum

E. coli

bihun, spagetti, mi kering, sohun, mi instan, makaroni, pasta kering produk akhir

10 MPN/g

mi basah, pasta mentah 10 MPN/g

tauco negatif/g

Produk Bakeri

roti dan produk bakeri tawar dan premiks (termasuk tepung panir)

10 MPN/g

produk bakeri istimewa (manis, asin, gurih) <3 MPN/g

Daging dan produk daging <3MPN/g

Ikan dan produk perikanan <3MPN/g

Garam, rempah, sup, saus, salad, produk protein <3MPN/g

Makanan untuk keperluan gizi khusus negatif/g

Minuman, tidak termasuk produk susu <3 MPN/mL

Makanan ringan siap santap

makanan ringan ekstrudat <3 MPN/g kacang garing, kacang sukro, kacang bawang, kacang

telor, kacang bali, kacang goyang

<3 MPN/mL

Sumber: diolah dari Badan POM (2009)

Kajian Risiko

Analisis risiko adalah suatu proses yang sistematis dan transparan dengan mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi ilmiah maupun non-ilmiah yang relevan tentang bahaya pada pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan untuk memilih opsi terbaik berdasarkan berbagai alternatif yang diidentifikasi untuk menangani risiko tersebut. Analisis risiko terdiri dari tiga komponen yaitu kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko (Gambar 1) (FAO/WHO 2011).

Kajian risiko adalah suatu proses penentuan tingkat risiko yang berlandaskan data-data ilmiah. Proses ini terdiri empat tahap : identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan dan karakterisasi risiko (Badan POM 2004; FAO/WHO 2011).

Kajian Risiko

Manajemen Risiko

Komunikasi Risiko


(27)

Manajemen risiko secara prinsip adalah suatu proses yang terpisah dari kajian risiko yang meliputi pembuatan dan penerapan kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen dan mempromosikan perdagangan yang ‘fair’, dan jika diperlukan memilih opsi pencegahan dan pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko (Badan POM 2004; FAO/WHO 2011).

Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak terkait lainnya, seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi. Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko (Badan POM 2004; FAO/WHO 2011).

Kajian risiko merupakan langkah pertama dari proses analisis risiko. Tahapan pertama dari kajian risiko adalah identifikasi bahaya. Pada tahap pertama ini dilakukan identifikasi terhadap bahan biologi, kimia atau fisik yang terdapat dalam pangan yang mempunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan. Tahapan kedua adalah karakterisasi bahaya. Karakterisasi bahaya adalah melakukan evaluasi pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan; dan kajian dosis-respon. Tahapan ketiga adalah kajian paparan. Kajian paparan adalah melakukan evaluasi kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan. Tahapan yang keempat adalah karakterisasi risiko. Karakterisasi risiko adalah integrasi kajian paparan dan karakterisasi bahaya dan perkiraan risiko terhadap kesehatan untuk populasi tertentu, termasuk keragaman (variability) dan ketidakpastian (uncertainty) (Badan POM 2004; FAO/WHO 2011).

Kajian Risiko Mikrobiologi

Kajian risiko adalah suatu proses yang sistematis untuk mengidentifikasi konsekuensi yang merugikan dan probabilitas yang terkait yang timbul dari konsumsi makanan yang mungkin terkontaminasi dengan mikroba patogen dan/atau toksin mikroba (Gambar 2) (Lammerding et al. 2000).

Identifikasi bahaya merupakan tahapan pertama pada kajian risiko mikrobiologi. Pada tahap ini dilakukan proses identifikasi bahaya dari suatu mikroba. Proses identifikasi yang dilakukan dengan cara melakukan pencarian informasi tentang bahaya mikroba tersebut dari sumber-sumber data yang relevan, seperti literatur ilmiah, dari database seperti di industri makanan, instansi pemerintah, dan organisasi internasional (CAC 1999; FAO/WHO 2004; Jouve 2002; Todd 2008) atau dengan pengujian sampel dari lapang.

Karakterisasi bahaya memberikan gambaran kualitatif atau kuantitatif dari tingkat keparahan dan efek samping yang mungkin terjadi karena mengonsumsi pangan yang mengandung mikroba. Model dosis respon digunakan untuk memperkirakan terjadinya penyakit (Buchanan 2000; CAC 1999; FAO/WHO 2004; Jouve 2002; Todd 2008, Mataragas 2010). Model dosis respon yang umum digunakan dalam kajian risiko mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 14.


(28)

Gambar 2. Langkah kajian risiko mikrobiologi (Lammerding et al. 2000)

Tabel 14. Model dosis respon yang umum digunakan dalam kajian risiko mikrobiologi Model dosis

repon

Dosis yang

digunakan Peluang Exponential Dosis rata-rata λ P = 1 – exp(- λp)

Beta-poison Dosis rata-rata λ P = 1- (1 + (λ/β)-α

Beta-binomial Dosis aktual D P = 1- {((Γ (D + β) x Γ (α + β))/ (Γ(α +D + β) x

Γ(β)}

Weibull-Gamma Dosis aktual D P = 1 ( 1 + (Db/β))–α

Keterangan : P=peluang sakit, ,=parameter model, Γ=fungsi gamma, λ=jumlah rata-rata mikroba yang tertelan , D=jumlah aktual mikroba yang tertelan Sumber : Vose (2000)

Kajian paparan dilakukan untuk menentukan jumlah mikroba yang tertelan dalam satu porsi pangan. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada saat kajian paparan meliputi frekuensi kontaminasi pangan oleh mikroba dan jumlah mikroba tersebut dalam pangan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik mikroba, kontaminasi awal bahan baku termasuk pertimbangan perbedaan regional dan musiman produksi, tingkat sanitasi dan proses kontrol, metode pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan makanan (CAC 1999; FAO/WHO 2004; Jouve 2002; Todd 2008).

Karakterisasi risiko merupakan integrasi dari identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan kajian paparan. Hasil dari karakterisasi risiko ini harus meliputi dua komponen yaitu perkiraan dari risiko yang obyektif, realistis, kredibel dan ilmiah serta deskripsi yang menjelaskan tingkat kepercayaan kajian risiko yang dilakukan (Jouve 2002)

Deskripsi masalah keamanan pangan

Identifikasi bahaya

Bahaya yang ada di pangan dan pengaruhnya terhadap kesehatan

Kajian paparan Evaluasi tingkat

paparan

Karakterisasi bahaya Pengaruh buruk terhadap kesehatan Kajian dosis-respon

Karakterisasi risiko

integrasi kajian paparan dan karakterisasi bahaya Estimasi risiko

Kemungkinan dan tingkat keparahan penyakit yang


(29)

3 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen ITP-Fateta IPB/SEAFAST Bogor untuk menguji cemaran bakteri patogen pada PJAS, dimulai sejak bulan Januari hingga September 2014.

Bahan dan Peralatan Penelitian

Penelitian dikerjakan dengan bahan utamanya adalah sampel PJAS yang diambil dari delapan SD di kota Bogor. Sampel PJAS yang dianalisis terdiri dari PJAS berbasis daging, PJAS berbasis ikan, PJAS berbasis susu dan PJAS berbasis buah dan sayur. Bahan untuk menganalisis bakteri patogen pada pangan antara lain: Chromocult® Listeria selective agar acc to Ottaviani and Agosti (ALOA),

Buffered peptone water, Singlepath L’Mono, Brain Hearth-Broth, Lactose Broth

(LB), Rappaport-vassiliadis (RV) Tetrathionate Broth (TTB), Hektoen enteric agar (HE), Xylose lysine deoxycholate agar (XLD) dan Bismuth sulfite agar (BSA), Triple sugar iron medium (TSI), Lysine iron agar (LIA), Alkaline Peptone Water (APW), TCBS, Baird Parker Agar (BPA), Lauryl Tryptose Broth (LTB), EC broth dan Eosin methylene blue (EMB).

Alat-alat yang digunakan antara lain adalah inkubator, laminar flow cabinet blender, autoklaf dan timbangan analitik. Selain itu juga digunakan berbagai jenis alat-alat gelas (cawan petri, mikro pipet, labu ukur dan lainnya).

Metodologi

Penelitian dilakukan dalam lima tahap. Kelima tahapan ini meliputi persiapan, identifikasi bahaya, identifikasi sumber cemaran, karakterisasi bahaya. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram alir prosedur percobaan

Karakterisasi bahaya Studi literatur untuk menentukan model dosis respon yang akan digunakan menghitung risiko bakteri patogen pada PJAS

Persiapan Penentuan lokasi tempat pengambilan sampel PJAS

Pengujian PJAS Identifikasi bahaya

Identifikasi sumber cemaran

Identifikasi titik kendali kritis pada PJAS

Penetapan titik kendali kritis pada PJAS dengan bantuan pohon keputusan

Pengujian lingkungan dan penjual/ penjamah PJAS


(30)

Persiapan

Sampel PJAS diambil dari delapan SD dari enam Kecamatan di Bogor. Jumlah SD tempat pengambilan sampel setiap kecamatan ditentukan secara proposional berdasarkan data referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2012). Tempat pengambilan sampel ditentukan dengan cara melakukan dengan sistem undi.

Pengamatan terhadap tempat pengambilan sampel dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap lingkungan pengambilan sampel. Pengamatan tersebut meliputi letak sekolah, kondisi kebersihan, jumlah sekolah dalam satu lokasi, jenis dan jumlah pedagang PJAS.

Identifikasi bahaya bakteri patogen pada PJAS

Pengujian PJAS dilakukan terhadap sampel PJAS yang meliputi PJAS berbasis daging (burger, nugget, sosis), PJAS berbasis ikan (siomay, otak-otak, pempek, baso ikan), PJAS berbasis susu (susu pasteurisasi) dan PJAS berbasis buah dan sayur (buah potong, es kelapa muda). Pengambilan sampel dari setiap pedagang PJAS di setiap SD dilakukan sebanyak dua kali ulangan

Metode analisis yang dilakukan terhadap sampel PJAS yang diambil adalah:

a. L. monocytogenes (BAM 2011)

Deteksi menggunakan metode BAM 2011. Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL Listeria Enrichment Broth selanjutnya diinkubasi selama 4 jam pada suhu 30ºC. Setelah 4 jam ditambahkan selective agent. Media tersebut kemudian diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam pada suhu 37ºC. Satu ose larutan diambil dari larutan yang telah diinkubasi selama 48 jam tersebut kemudian digoreskan ke media ALOA. Media ALOA tersebut kemudian diinkubasi selama selama 24 - 48 jam pada suhu 37ºC. Semua koloni yang berwarna biru-hijau dengan opaque halo dihitung sebagai koloni yang diduga L. monocytogenes. 1 – 3 koloni + 250 µL brain heart broth didiamkan selama 1 jam pada suhu 37 ºC, diambil 150 µ L, diteteskan ke lingkaran pada singlepath L’mono strip diamati setelah 30 menit. Dua buah garis merah menunjukkan sampel positif mengandung L. Monocytogenes. L. monocytogenes (ISO 11290-2004)

Metode enumerasi. Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL Buffered peptone water. Selanjutnya 0.1 mL larutan disebarkan ke media Listeria selective agar acc to Ottaviani and Agosti (ALOA). Media tersebut kemudian diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37ºC. Selanjutnya dilakukan konfirmasi terhadap koloni yang tumbuh. Semua koloni yang berwarna biru-hijau dengan opaque halo dihitung sebagai koloni yang diduga L. monocytogenes. Konfirmasi dilakukan dengan cara 1 – 3 koloni + 250 µ L brain heart broth didiamkan selama 1 jam pada suhu 37 ºC, diambil 150 µ L, diteteskan ke lingkaran pada singlepath L’mono strip diamati setelah 30 menit. Dua buah garis merah menunjukkan sampel positif mengandung L. monocytogenes.

b. Salmonella spp.(SNI 01-2332.2-2006)

Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL Lactose Broth selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ± 2ºC. Setelah 24 jam


(31)

pindahkan 0.1 mL larutan sampel ke dalam 10 mL Rappaport-vassiliadis (RV) diinkubasi selama 24 jam pada suhu 42 ± 0.2ºC dan 1 mL larutan sampel ke dalam 10 mL Tetrathionate Broth (TTB) diinkubasi selama 24 jam pada suhu 43 ± 0.2ºC. Selanjutnya satu ose larutan digoreskan ke media HE, XLD dan BSA kemudian dinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ± 2ºC. Setelah diinkubasi selama 24 jam selanjutnya koloni khas Salmonella spp. diambil. Koloni Salmonella spp. yang khas adalah sebagai berikut :

- HE agar, kolini hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam. Umumnya kultur Salmonella spp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau hampir seluruh koloni terlihat berwana hitam.

- XLD agar, koloni merah jambu (pink) dengan atau tanpa inti hitam. Umumnya kultur Salmonella spp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau hampir seluruh koloni terlihat berwana hitam.

- BSA, koloni coklat, abu-abu atau hitam, kadang-kadang metalik. Biasanya media sekitar koloni pada awalnya berwarna coklat, kemudian berubah menjadi hitam (halo effect) dengan makin lamanya waktu inkubasi.

Koloni khas Salmonella spp. tersebut kemudian digoreskan pada permukaan agar miring TSI dan LIA serta ditusukkan pada media tersebut. TSI dan LIA dinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ± 2ºC dengan membiarkan tutup sedikit kendur untuk mencegah terbentuk H2S berlebih. Pada TSI, kultur

Salmonella spp. yang khas memberikan reaksi alkalin (merah) pada goresan agar miring dan asam (kuning) pada tusukan agar tegak. Pada LIA, kultur Salmonella spp. yang khas memberian reaksi alkalin (ungu) pada keseluruhan tabung

c. Vibrio spp.(BAM 2004)

Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL Alkaline Peptone Water selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 ± 2ºC. Setelah 24 jam satu ose larutan digoreskan ke media TCBS kemudian diinkubasi selama selama 24 jam pada suhu 35 ± 2ºC. Koloni V. parahaemolyticus pada TCBS berbentuk bundar, diameter 2 -3mm, berwarna hijau atau hijau kebiruan sedangkan koloni V. cholerae besar, permukaan halus agak datar, bagian tengah buram dan bagian pinggir terang, dan berwarna kuning.

d. S. aureus (SNI 2332.9:2011)

Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL KH2PO4.

selanjutnya disiapkan pengenceran 102 dengan cara 1 mL larutan tersebut ditambahkan ke dalam 9 mL KH2PO4., dilakukan sampai pengenceran 103.

Satu mL dari tiap pengenceran dipindahkan ke dalam tiga cawan yang berisi media Baird Parker Agar, Egg yolk dan Tellurit masing-masing 0.4, 0.3 dan 0.3 mL. Inokulum diratakan dengan menggunakan batang gelas bengkok. Cawan dinkubasi selama 48 jam pada suhu diinkubasi pada suhu 35 ± 1ºC. Koloni S. aureus mempunyai ciri-ciri koloni bundar, licin/halus, cembung diameter 2-3 mm, warna abu-abu hingga hitam, disekeliling tepi koloni bening (terbentuk halo). Selanjutnya dilakukan konfirmasi dengan cara inokulasi terduga S. aureus ke dalam 2 mL BHI broth dan inkubasi 18-24 jam pada suhu 35 ± 2ºC. Sebanyak 0.2 – 0.3 mL inokulum tersebut dipindahkan ke dalam tabung steril dan ditambahkan 0.5 mL koagulase plasma kemudian diaduk. Inkubasi dilakukan pada suhu 35 ± 2ºC. Pengamatan dilakukan tiap jam untuk


(32)

4 jam pertama dan dilanjutkan hingga 24 jam untuk melihat terbentuknya koagulan. Koagulan yang terbentuk secara padat/solid dan tidak jatuh apabila tabung dibalik dinyatakan positif S. aureus.

e. E. coli (SNI 01.2332.1-2006)

Sebanyak 25 g sampel PJAS ditambahkan ke dalam 225 mL KH2PO4.

selanjutnya disiapkan pengenceran 102 dengan cara 1 mL larutan tersebut ditambahkan ke dalam 9 mL KH2PO4., dilakukan sampai pengenceran 104.

Satu mL larutan dari tiap pengenceran dipindahkan ke dalam 3 seri tabung Lauryl Tryptose Broth (LTB) yang berisi tabung durham. Tabung-tabung tersebut diinkubasi selama 48 jam pada suhu diinkubasi pada suhu 35º±1ºC. Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung durham. Uji pendugaan E. coli dilakukan dengan menginokulasi tabung LTB positif ke tabung-tabung EC yang berisi tabung durham. EC Broth diinkubasi dalam waterbath selama selama 48 jam pada suhu diinkubasi pada suhu 48±2ºC. Tabung positif ditandai dengan kekeruhan dan gas dalam tabung durham. Uji penegasan E. coli dilakukan mengambil larutan dari tabung EC positif kemudian digoreskan pada EMB agar. Koloni terduga E. coli memberikan ciri yang khas yaitu hitam pada bagian tengah dengan atau tanpa hijau metalik. Identifikasi sumber cemaran bakteri patogenpada PJAS

Pengujian sumber cemaran dilakukan terhadap lingkungan dan penjual/penjamah PJAS yang sampel PJAS-nya mengandung bakteri patogen. Pengujian sumber cemaran dilakukan sesuai dengan jenis cemaran :

a. Produk mentah/sebelum pemasakan

Metode pengujian terhadap PJAS mentah/sebelum pemasakan sama dengan metode pengujian yang dilakukan untuk menganalisis sampel PJAS matang. b. Udara (Fardiaz dan Jenie 1989)

Cawan berisi media ALOA, HE, XLD, BSA, TCBS, BPA dan EMBA (disesuaikan dengan bakteri yang ditelusuri) diletakkan selama 30 menit di lingkungan tempat pedagang PJAS berjualan dengan kondisi tutup cawan terbuka. Cawan diinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 35-37ºC. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan membandingkan dengan kontrol positif terhadap koloni yang tumbuh.

c. Peralatan (Carpentier dan Barre 2012)

Metode pengujian terhadap peralatan dilakukan dengan teknik swab. Setelah alat swab menyapu seluruh permukaan peralatan selanjutnya alat swab tersebut dimasukkan ke dalam 10 mL KH2PO4. Tahap selanjutnya 0.1 mL

larutan ditambahkan pada cawan yang berisi media ALOA, HE, XLD, BSA, TCBS, BPA dan EMBA (disesuaikan dengan bakteri yang ditelusuri). Cawan diinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 35-37ºC. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan membandingkan dengan kontrol positif terhadap koloni yang tumbuh.

d. Tangan pedagang PJAS (Fardiaz dan Jenie 1989)

Pengujian cemaran pada tangan pedagang PJAS dilakukan dengan cara tiga jari pedagang PJAS ditempelkan pada cawan berisi media ALOA, HE, XLD, BSA, TCBS, BPA dan EMBA (disesuaikan dengan bakteri yang ditelusuri) selama dua detik. Cawan diinkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 35-37ºC.


(33)

Selanjutnya dilakukan pengamatan dan membandingkan dengan kontrol positif terhadap koloni yang tumbuh.

Identifikasi titik kendali kritis pada PJAS

Identifikasi titik kendali kritis (CCP) pada PJAS pada penelitian ini dilakukan hanya terhadap tahapan proses yang dilakukan pada lokasi penjualan, dan hanya bahaya mikrobiologis yang di analisis menjadi penyebab CCP atau bukan CCP, sementara terhadap bahaya fisik dan kimia hanya dilakukan inventarisir kemungkinan bahaya signifikan yang terjadi. Penentuan titik kendali kritis dilakukan dengan bantuan pohon keputusan penetapan titik kendali kritis pengolahan (CCP). Pohon keputusan penetapan CCP dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pohon keputusan untuk penetapan CCP (Schothorst 2004)

Ya Tidak

Bukan CCP

Ya

Bukan CCP Tidak

CCP

Q1: apakah pada bahan baku terdapat bahaya?

Q2: apakah pengolahan dapat mengurangi jumlah bahaya?

Tidak

Bukan CCP Ya

CCP

Q3: apakah formulasi/komposisi atau struktur produk penting untuk mencegah pertambahan jumlah bahaya?

Tidak Ya

Tidak Ya

Bukan CCP

Tidak Q4: apakah pada tahap ini terjadi pertambahan jumlah bahaya?

Q5: apakah tahapan selanjutnya dapat mengurangi jumlah bahaya?

Q6:apakah tahapan proses ini dapat mengurangi jumlah bahaya?

Ya


(34)

Karakterisasi bahaya

Pengkajian karakterisasi bahaya bakteri patogen dilakukan dengan melakukan studi literatur untuk memperoleh model dosis respon yang dapat digunakan untuk memperkirakan risiko terjadinya penyakit akibat mengonsumsi PJAS. Model dosis respon yang dikaji disesuaikan dengan jenis bakteri patogen yang ditemukan pada PJAS. Secara umum model dosis respon yang umum digunakan dalam kajian risiko mikrobiologi, yaitu model eksponensial, beta posion, beta-binomial dan weibull-gamma (Vose 2008).

1. Model eksponensial

Model dosis respon ini merupakan model dosis respon yang sederhana dengan paramater tunggal (FAO/WHO 2004). Probabilitas sakit digambarkan mengikuti persamaan berikut:

Pi = 1- e-rN

Dimana Pi adalah peluang sakit untuk seseorang yang terpapar suatu dosis, r adalah peluang satu sel menyebabkan sakit dan N adalah jumlah mikroba yang tertelan (FAO/WHO 2004).

2. Model Beta poisson

Model dosis respon kedua adalah beta poisson pada model ini probabilitas sakit digambarkan mengikuti persamaan berikut:

Pi = 1- (1 + (N/β)-α

Dimana Pi adalah peluang sakit untuk seseorang yang terpapar suatu dosis,

,  dalah parameter model, dan N adalah jumlah mikroba yang tertelan (FAO/WHO 2004).

3. Model Beta-binomial

Model dosis respon ketiga adalah model Beta-binomial. Probabilitas sakit pada model binomial mengikuti persamaan berikut :

Pi = 1- {((Γ (N + β) x Γ (α + β))/ (Γ(α +N + β) x Γ(β)}

Dimana Pi adalah peluang sakit untuk seseorang yang terpapar suatu dosis,

,  dalah parameter model, Γ adalah fungsi gamma dan N adalah jumlah mikroba yang tertelan (Vose 2008).

4. Model Weibull-Gamma (WG)

Model dosis-respon keempat adalah model Weibull-Gamma (WG) pada model ini probabilitas sakit digambarkan mengikuti persamaan berikut:


(35)

Dimana Pi adalah peluang sakit untuk seseorang yang terpapar suatu dosis,

,  dan b adalah parameter model, dan N adalah jumlah mikroba yang tertelan (Farber et al 1996).

Pengolahan data untuk menghitung peluang sakit per sajian dilakukan dengan menggunakan software @RISK, dengan cara sebagai berikut:

1. Penentuan distribusi yang tepat untuk data jumlah bakteri patogen per gram PJAS diperoleh dari hasil analisis cemaran bakteri patogen pada PJAS. Penentuan distribusi dilakukan menggunakan fitting distribution yang terdapat di software @RISK. Jenis distribusi yang diperoleh selanjutnya digunakan pada langkah 2.

2. Penentuan nilai rata-rata dari data jumlah bakteri patogen per gram PJAS. Nilai rata-rata diperoleh dengan menggunakan jenis distribusi pada langkah 1. Selanjutnya ditentukan batas bawah dari data yaitu 0. Batas bawah 0 dipilih karena jumlah cemaran bakteri patogen pada sampel tidak mungkin berjumlah minus. Pada langkah ini diperoleh rata-rata jumlah cemaran bakteri patogen per gram sampel PJAS (cfu/g).

3. Simulasi Monte-Carlo (10.000 iteration). Simulasi Monte-Carlo dilakukan terhadap nilai rata-rata cemaran bakteri patogen per gram PJAS sehingga diperoleh nilai rata-rata cemaran bakteri patogen per PJAS yang telah disimulasikan.

4. Penentuan nilai rata-rata berat PJAS per sajian yang telah disimulasikan. Nilai ini diperoleh dengan melakukan langkah 1-3 dengan menggunakan data berat PJAS per sajian (g).

5. Penentuan dosis bakteri patogen per sajian PJAS. Dosis bakteri patogen per sajian PJAS diperoleh dengan cara mengalikan antara jumlah bakteri patogen per satu gram PJAS (cfu/g) dengan berat PJAS per sajian (g).

6. Simulasi Monte-Carlo (10.000 iteration). Simulasi Monte-Carlo dilakukan terhadap nilai dosis bakteri patogen per gram PJAS sehingga diperoleh nilai dosis bakteri patogen per PJAS yang telah disimulasikan.

7. Peluang sakit akibat bakteri patogen per sajian PJAS diperoleh dengan cara memasukkan nilai dosis bakteri patogen per sajian PJAS ke dalam model dosis respon yang telah dipilih berdasarkan studi literatur.

8. Simulasi Monte-Carlo (10.000 iteration). Simulasi Monte-Carlo dilakukan terhadap peluang sakit bakteri patogen per sajian PJAS sehingga diperoleh peluang sakit bakteri patogen per PJAS yang telah disimulasikan.


(1)

Crockett CS, Haas CN, Fazil A, Rose JB, Gerba CP. 1996. Prevalence of shigellosis in the US: Consistency with dose-responsi information. Int J Food Microbiol. 30:87-99.

Dennis SB, Miliotis MD, Buchanan RL. 2002. Hazard characterization/dose-response assessment. Di dalam: Brown M and Stringer M.Microbiological risk assessment in food processing. Boca Raton: CRC Press.

Donnenberg MS, Tzipori R, McKee ML, O’Brion AD, Alroy J, Kaper JB. 1993. The role of eae gene of Enterohemorrhagic Escherichia coli in intimate attachment in vitro and in a porcine model. J Clin Invest. 92:1418-1424. DuPont, HL, Hornick RB, Dawkins, AT, Snyder MJ, Formal SB. 1969. The

response of man to virulent Shigella flexneri.J Infect Dis. 119: 296-299. DuPont HL, Formal SB, Hornick RB, Snyder MJ, Libonati JP, Sheahan DG,

LaBrec EH, Kalas JP. 1971. Pathogenesis of Escherichia coli diarrhea. Engl J Med. 285(1):1-9.

[EC] The Commission of the European Communities. 2005. Commission Regulation (EC) No 2073/2005 of 15 November 2005 on microbiological criteria for foodstuffs.

Ekandari SE. 2009. Kajian tingkat keamanan susu ultra high temperature (UHT) impor terhadap Listeria monocytogenes [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Enger KS. 2013. Escherichia coli: Dose response models. [internet] [diacu 2014 September 22]. Tersedia: http://qmrawiki.msu.edu/index.php?title= Escherichia_coli%3A_Dose_Response_Models

[FAO/WHO] Food and Agriculture Organization of United Nation/World Health Organization. 2004. Microbiological Risk Assessment Series: Risk Assessment of Listeria monocytogenes in ready-to-eat-foods. Intepretative summary. Rome.

[FAO/WHO] Food and Agriculture Organization of United Nation/World Health Organization. 2011. Joint FAO/WHO standards programme Codex Alimentarius Commission procedural manual. 20th ed. Rome.

Farber, JM, Ross, WH, Harwig J. 1996. Health risk assessment of Listeria monocytogenes in Canada. Int J Food Microbiol. 30:145–156.

Fardiaz S dan Jennie BSL. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.

Forsythe SJ. 2002. The microbiological risk assesstment of food. Osney Mead Oxford OX2 0EL UK: Blackwell Science Ltd. 212 p.

Fretz KA. 2006. Engineering-based probabilistic risk assessment for food safety with application to Escherichia coli O157:H7 contamination in cheese. [dissertation]. Maryland : University of Maryland.

Graham DY, Estes MK, Gentry LO. 1983. Double-blind comparison of bismuth subsalicylate and placebo in the prevention and treatment of enterotoxigenic Escherichia coli induced diarrhea in volunteers. Gastroenterology. 85(5):1017-1022.

Haas CN. 1983. Estimation of risk due to low doses of microorganisms: A comparison of alternative methodologies. Am. J. Epidemiol. 118:573–582. Haas CN, Rose JB and Gerba CP. 1999. Quantitative Microbial Risk Assessment,


(2)

[HC] Health Canada. 2011. Policy on Listeria monocytogenes in ready-to-eat foods. Canada

Hitchins AD and Jinneman K. 2011. Bacteriological Analytical Manual: Detection and Enumeration of Listeria monocytogenes. Di dalam: Jackson et al., United State of America: Food Drug Administration.

Ifedieka CO, Ironkwe OC, Adogu POU, Emelumadu OF, Nwabueze SA, Ubajaka CF. 2012. Prevalence and pattern of bacteria and intestinal parasites among food handlers in the federal capital territory of Nigeria. Niger Med J. 53(3):166-171.

Ivanek R, Grohn YT, Wiedmann M, Wells MT. 2004. Mathematical model of Listeria monocytogenes cross-contamination in a fish processing plant. J Food Prot. 67(12):2688-2697

[ISO] International Standardisation Organisation. 2004. Microbiology of food and animal feeding stuffs – Horizontal method for the detection and enumeration of Listeria monocytogenes. Part 1 : Detection method – amandement 1. ISO 11290:2004.

[ISO] International Standardisation Organisation. 2004. Microbiology of food and animal feeding stuffs – Horizontal method for the detection and enumeration of Listeria monocytogenes. Part 2 : Enumeration method – amandement 1. ISO 11290:2004.

Iswan H. 2009. Kajian tingkat keamanan keju impor ditimjau dari pencemaran Listeria monocytogenes [tesis]. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Jallewar PK, Kalorey DR, Kurkure NV, Pande VV, Barbuddhe SB. 2007. Genotypic characterization of Listeria spp. isolated from fresh water fish. Int J Food Microbiol. 114:120-130. doi:10.1016/j.ijfoodmicro.2006.09.034 Jeyaletchumi P, Tunung R, Margaret SP, Son R, Farinazleen MG, Cheah YK.

2010a. Detection of Listeria monocytogenes in foods. Food Res Int.. 17:1-11. Jeyaletchumi P, Tunung R, Margaret SP, Son R, Farinazleen MG, Cheah YK,

Mitsuaki N, Yoshitsugu N, Pradeep KM. 2010b. Listeria monocytogenes in raw salad vegetables sold at retail level in Malaysia. Food Control. 21:774– 778.doi:10.1016/j.foodcont.2009.09.008

Jouvie JL. 2002. Microbiological risk assessment (MRA): an introduction. Di dalam: Brown M and Stringer M. Microbiological Risk Assessment in Food Processing. Boca Raton: CRC Press.

June RC, Ferguson WW, Worfel MT. 1953. Experiments in feeding adult volunteers with Escherichia coli 55, B5, a coliform organism associated with infant diarrhea. Am J Hyg. 57(2):222-236.

Kadariya J, Smith TC, Thalapiya D. 2014. Staphylococcus aureus and Staphylococcal Food-Borne disese: an ongoing challenge in public health. Biomed Res Int. 2014:9 hal. Doi:10.1155/2014/8227965

Kaysner CA and De Paola Jr A. 2004. Bacteriological Analytical Manual: Vibrio. Di dalam: Jackson et al., United State of America: Food Drug Administration.

Kells J, Gilmour A. 2004. Incidence of Listeria monocytogenes in two milk processing environments, and assessment of Listeria monocytogenes blood agar for isolation. Int J Food Microbiol. 91:167-174. doi:10.1016/S0168-1605(03)00378-7


(3)

[Kemendikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Data referensi. [internet] [diacu 2014 Februari 1]. Tersedia: referensi.data.kemendikbud.go.id/index1.php?kode=026100&level=2.

Kendall, PRW. 2009. Listeria outbreak: review and recommendation for food safety in facilities. Office of the Provincial Healt Officer. British Columbia. Kovacevic J, Mesak LR, Allen KJ. 2012. Occurrence and characterization of

Listeria spp. in ready-to-eat retail foods from Vancouver, British Columbia. Int J Food Microbiol.30:372-378. doi:10.1016/j.fm.2011.12.015

Lammerding AM, Fazil A. 2000. Hazard identification and exposure assessment for microbial food safety risk assessment. Int J Food Microbiol. 58:147-157. Levine MM, DuPont HL, Formal SB, Homick RB, Takeuchi A, Gangarosa EJ,

Snyder, M.J. and Libonati, J.P. (1973) Pathogenesis of Shigella dysenteriae 1 (Shiga) Dysentery. J Infect Dis. 127:261-269.

Levine MM, Bergquist EJ, Nalin DR, Waterman DH, Hornick RB, Young CR, Sotman S. 1978. Escherichia coli strains that cause diarrhoea but do not produce heat-labile or heat-stable enterotoxins and are non-invasive. Lancet. 1(8074):1119-1122.

Mataragas M, Zwietering MH, Skandamis PN, Drosinos EH. 2010. Quantitative microbiological risk assessment as a tool to obtain useful information for risk managers — Specific application to Listeria monocytogenes and ready-to-eat meat products. Int J Food Microbiol. 141:170-179. doi:10.1016/ j.ijfoodmicro.2010.01.005

Nurjannah S. 2006. Kajian sumber cemaran mikrobiologis pangan pada beberapa rumah makan di lingkar kampus IPB Darmaga, Bogor. JIPI. 11(3):18-24 Oliveira MAD, Ribeiro EGA, Bergamini AMM, Martinis ECP. 2010.

Quantification of Listeria monocytogenes in minimally processed leafy vegetables a combined method based on enrichment and 16S rRNA real-time PCR. Int J Food Microbiol. 27:19-23. doi:10.1016/j.fm.2009.07.003.

Olsen SJ, Patrick M, Hunter SB, Reddy V, Kornstein L, MacKenzie WR, Lane K, Bidol S, Stoltman GA, et al. 2005. Multistate Outbreak of Listeria monocytogenes Infection Linked to Delicatessen Turkey Meat. Clin Infect Dis. 40:962-967.

Painter J and Slustker L. 2007. Listeriosis in Humans. Di dalam: Ryser ET and Marth EH. Listeria, Listeriosis and Food Safety. 3th ed. Boca Raton: CRC Press.

Primajati SE. 2011. Deteksi bakteri patogen Salmonella sp. dan Listeria monocytogenes pada karkas ayam segar yang beredar di kota Malang [skripsi]. Malang : Universitas Brawijaya.

Public Health Agency of Canada. 2012. Escherichia coli. [internet] [diacu 2015 Februari 6]. Tersedia: http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/ escherichia-coli-eng.php

Rocourt J and Bucherieser C. 2007. The Genus Listeria and Listeria monocytogenes: Phylogenetic Position, Taxonomy and Identification. Di dalam: Ryser ET and Marth EH. Listeria, Listeriosis and Food Safety. 3th ed. Boca Raton: CRC Press.

Rose JB and Haas CN.1999. A risk assessment framework for the evaluation of skin infections and the potential impact of antibacterial soap washing. Am J Infect Control. 27(6):S26-S33.


(4)

Sanjaya AW, Sudarwanto M and Robert K. 2009. Detection of Listeria monocytogenes in pasteurized milk sold in Bogor and its relationship with human health. Microbiol Indones. 3(1):33-36

Sauders and Wiedmann. 2007. Ecology of Listeria Species and L. monocytogenes in Natural Environment. Di dalam: Ryser ET and Marth EH. Listeria, Listeriosis and Food Safety. 3th ed. Boca Raton: CRC Press.

Schothorst MV. 2004. A Simple Guide to Understanding and Applying The Hazard Analysis Critical Control Point Concept. 3th ed. Washingthon DC: ILSI Press.

Schuppler M, Loessner, MJ. 2010. The opportunistic pathogen Listeria monocytogenes: Pathogenicity and Interaction with mucosal immune system. Int Journal Inflamm. 2010:1-12. doi:10.4061/2010/704321

Shi Y, Tang J, Yue T, Rasco B, Wang S. 2014. Pasteurizing cold smoked salmon (Onchorynchus nerka): thermal inactivation kinetics of Listeria monocytogenes and Listeria innocua. J Aqua Food Prod T. Doi: 10.1080/10498850.2013.808303

Silva, FVM and Gibbs PA. 2012. Thermal pasteurization requirements for the inactivation of Salmonella in foods. Food Res Int. 45:695-699. Doi:10.1016/ j.foodres.2011.06.018

Singh G, Marples RR, Kligman AM. 1971. Experimental Staphylococcus aureus Infections in Humans. J Inves Dermatol. 57:149-162.

Smith BA, Fazil A, Lammerding AM. 2013. A risk assessment model for Escherchia coli O157:H7 in ground beef and beef cuts in Canada: Evaluating the effects of interventions. Food Control. 29:364-381

Strachan NJC. Doyle MP, Kasuga F, Rotariu O, Ogden ID. 2005. Dose response modeling of Escherichia coli O157 incorporating data from foodborne and environmental outbreaks. Int J Food Microbiol. 103:35-47.

Susilawati A. 2002. Keamanan mikrobiologi dan survei lapangan sayuran di tingkat petani dan pasar tradisional di daerah Bogor [skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Tacket CO, Sztein MB, Losonsky G, Abe A, Finlay BB, McNamara BP, Fantry GT, James SP, Nataro JP, Levine MM, Donnenberg MS. 2000. Role of EspB in experimental human enteropathogenic Escherichia coli infection. Infect Immun. 68(6):3689-3695.

Tamrakar, S. 2013. Staphylococcus aureus: Dose response models. [internet] [diacu 2014 September 22]. Tersedia: http://qmrawiki.msu.edu/ index.php?title= Staphylococcus_ aureus %3A_ Dose_Response_Models Tan, SL, Lee HY, Abu Bakar F, Abdul Karim MS, Rukayadi Y, Mahyudin NA.

2013. Microbiological quality on food handler’s hands at primary schools in Hulu Langat District, Malaysia. Food Res Int. 20(5):2973-2977

Tandisole IP. 2011. Deteksi bakteri Listeria monocytogenes pada daging sapi di beberapa pasar tradisional di Surabaya [skripsi]. Surabaya : Universitas Airlangga.

Teixeira P, Silva S, Aranjo F, Azeredo J, Oliveira. 2007. Bacterial adhesion to food contacting surfaces. Formatex. 8p.

Todd ECD. 2007. Listeria: Risk Assessment Regulatory Control and Economic Impact. Di dalam: Ryser ET and Marth EH. Listeria, Listeriosis and Food Safety. 3th ed. Boca Raton: CRC Press.


(5)

Vose D. 2008. Risk Analysis : a quantitaive guide. 3th ed. England: John Wiley & Sons, Ltd

[WHO] World Health Organization. 2013. Salmonella (non-thypoidal). [internet] [diacu 2014 September 22]. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/ fs139/en/

Widowati R. 2008. Keberadaan bakteri Vibrio parahaemolyticus pada udang yang dijual di rumah makan kawasan pantai Pangandaran. Vis vitalis. 1(1):9-14 Yousef AE and Lado BH. 2007. Characteristics of Listeria. monocytogenes

important to food processors. Di dalam: Ryser ET and Marth EH. Listeria, Listeriosis and Food Safety. 3th ed. Boca Raton: CRC Press.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 12 Juni 1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari orang tua Bapak Ir. Pipih Suhendi Daud dan Ibu Pepen Karwati. Penulis menikah dengan Budi Susatiyo SE, MSM pada tanggal 3 Oktober 2009. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Sukajadi 8 Bandung, pendidikan menengah di SMPN 5 Bandung dan SMAN 3 Bandung. Penulis menempuh pendidikan S1 di program studi Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Penulis bekerja di Badan Pengawas Obat dan Makanan, mulai tahun 2006 sampai dengan sekarang. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Ilmu Pangan IPB diperoleh pada tahun 2012 dengan beasiswa dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.