Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur.

(1)

PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN

PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

AYU WANDARISE MARHARINA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa

Timur. Dibimbing oleh RESTI MEILANI dan HARI KUSHARDANTO

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki potensi yang besar untuk melakukan upaya konservasi hutan di Kabupaten Pacitan dengan didasari persepsi yang baik. Persepsi mengenai konservasi hutan dapat dikembangkan melalui mata pelajaran yang berkaitan dengan konservasi hutan, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Namun, belum ada SMP di Kabupaten Pacitan yang melaksanakan PLH. Dengan demikian, diperlukan penelitian terkait persepsi konservasi hutan pada siswa SMP sebagai bahan pertimbangan sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan dan melaksanakan PLH.

Penelitian dilaksanakan di lima sekolah di Kabupaten Pacitan pada bulan Juli - September 2012. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik siswa, persepsi siswa SMP terkait konservasi hutan (pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan), proses pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan dinas terkait. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain kuesioner, wawancara, observasi lapang, dan studi pustaka.

Responden siswa dari kelima sekolah contoh mendapatkan skor

pengetahuan mengenai konservasi hutan berkisar antara 1,3 – 1,8 yang termasuk

dalam kategori cukup. Pengetahuan yang memiliki nilai baik adalah manfaat adanya hutan. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan siswa terkait konservasi hutan adalah intensitas ke hutan dan kondisi sekitar rumah. Responden siswa memiliki sikap yang baik terhadap konservasi hutan, yaitu memiliki tanggapan, partisipasi, dan kemauan melakukan konservasi hutan. Namun sikap mereka terhadap kemampuan diri untuk melakukan konservasi hutan masih tergolong cukup. Faktor yang mempengaruhi sikap siswa terhadap konservasi hutan adalah intensitas pergi ke hutan. Siswa SMP memiliki motivasi yang baik dalam melakukan konservasi hutan, yaitu untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman baru, walaupun beberapa motivasi lain masih berupa motivasi eksternal. Faktor yang mempengaruhi motivasi siswa melakukan konservasi hutan adalah sumber informasi tentang hutan dan mata pelajaran terkait konservasi hutan. Harapan siswa terkait kegiatan konservasi hutan merupakan harapan yang berusaha menjaga kelestarian ekosistem hutan.

Pengadaan materi terkait definisi hutan dan konservasi hutan, manfaat konservasi hutan, jenis kegiatan konservasi hutan, dan peranan siswa dalam konservasi hutan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan mata pelajaran lain untuk menambah pengetahuan siswa. Sekolah perlu melakukan penambahan jenis praktik terkait konservasi hutan untuk meningkatkan keterampilan, seperti kegiatan pembenihan pada pelajaran Biologi, perawatan tanaman di sekitar sekolah, daur ulang sampah pada pelajaran Kesenian dan Keterampilan, atau pembiasaan diri mengelola sampah di sekolah.

Kata kunci: Kabupaten Pacitan, konservasi hutan, persepsi, sekolah menengah pertama, siswa.


(3)

SUMMARY

AYU WANDARISE MARHARINA. Perception of Forest Conservation on

Junior High School’s Students at Pacitan Regency Province of East Java. Under

supervision of RESTI MEILANI and HARI KUSHARDANTO

Junior high school students have high potential to participate in forest conservation efforts at Pacitan Regency. However, their participation should be based on positive perception on forest conservation. Students’ perception of forest conservation could be developed through education about forest conservation at the school, which widely known as environmental education. However, there was not any junior high school in Pacitan Regency that implements environmental education yet. Therefore, research about perception of

forest conservation on junior high school’s student was necessary to provide

consideration for the schools and Department of Education of Pacitan Regency in the development and implementation of environmental education.

This research was conducted at five sample schools at Pacitan Regency on

July to September 2012. The collected data included students’ characteristic,

students’ perception of forest conservation (knowledge, attitude, motivation, and hopes), learning process, school location, and policy of government. Data were collected through questionnaire, observation, literature, and interview.

Students from sample schools had obtained knowledge score ranging from

1,30 – 1,80, which was categorized as sufficient. Factors that influenced students’

knowledge were their intensity in visiting forest, and the condition around their

home. The students’ attitude of forest conservation was categorized as good

attitude. However, the students’ still had low self-confidence toward their

capability in conducting forest conservation efforts. Students’ attitude was influenced by their intensity in visiting forest. The students also had high motivation to participate in forest conservation efforts, mostly due to external motivation. Source of information and experience in learning about forest

conservation were the factors that influenced students’ motivation. The students

hoped that forest ecosystem would be preserved in order to ensure the sustainability of natural resources.

The result also suggested that forest conservation subjects should be

integrated into science lesson in order to improve students’ knowledge about

forest conservation. Lesson should be taught not only in theory, but also in practice, to improve students’ capability in relation to forest conservation activities.

Keywords: Forest conservation, junior high school, Pacitan regency, perception, student.


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Februari 2013

Ayu Wandarise Marharina E34080059


(5)

PERSEPSI MENGENAI KONSERVASI HUTAN PADA

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

DI KABUPATEN PACITAN PROVINSI JAWA TIMUR

AYU WANDARISE MARHARINA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(6)

NIM : E34080059

Menyetujui: Pembimbing I,

Resti Meilani, S.Hut., M.Si. NIP. 19770514 200501 2 001

Pembimbing II,

Ir. Hari Kushardanto, M.Sc.

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji senantiasa dipanjatkan hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat melaksanakan tugas akhir dan memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini berjudul Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur. Penulis mengetahui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun serta bermanfaat bagi penulis sangat diharapkan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Resti Meilani, S.Hut, M.Si. dan Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing serta semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi. Semoga penelitian ini dapat membantu dan berguna bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013


(8)

Penulis dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 16 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sumarjono dan Titik Marhaeni. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu SDN 1 Pacitan (2002), SMPN 1 Pacitan (2005) dan pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pacitan. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis juga mengikuti sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

(HIMAKOVA) tahun 2009-2010, pengurus Kesekretariatan International

Forestry Student Association (IFSA) Fakultas Kehutanan tahun 2009-2010,

panitia The 37th International Forestry Student Symposium (IFSS) tahun 2009,

panitia Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) tahun 2010, panitia Gebyar

HIMAKOVA tahun 2010, dan panitia South East Asia Forest Youth Meeting

(SEAFYM) tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis juga meraih Juara 1 Lomba Tari

Kreasi Tradisional pada ajang IPB Art Contest (IAC).

Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur

Pangandaran – Gunung Sawal pada tahun 2010. Pada tahun 2011 penulis

melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Ekspedisi SURILI di Taman Nasional Kerinci Seblat. Penulis juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran Jawa Timur pada tahun 2012.

Skripsi yang bejudul “Persepsi mengenai Konservasi Hutan pada Siswa

Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Pacitan Provinsi Jawa Timur”

diselesaikan oleh penulis dibawah bimbingan Resti Meilani, S.Hut., M.Si. dan Ir. Hari Kushardanto, M.Sc.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ayah Sumarjono, Ibu Titik Marhaeni, dan Adik Dwija Rahmadi Yogiswara,

yang selalu menjadi penyemangat, dan selalu berdoa untuk keberhasilan penulis.

2. Ibu Resti Meilani, S.Hut., M.Si dan Bapak Ir. Hari Kushardanto, M.Sc. selaku

pembimbing skripsi, atas kesediaan membimbing, memberikan ilmu dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Jajang Suryana, M.Sc selaku dosen penguji sidang

komprehensif dan Bapak Dr. Ir. Harnios Arief, M.Sc selaku ketua sidang komprehensif, atas masukan dan dukungannya.

4. Bapak Drs. Rudi Haryanto, Ibu Drs. Yayuk Susilaningtyas, MM, Bapak

Rahadi, Bapak Wardoyo, S.Hut., MM, Bapak Joko Hariyanto, atas data dan informasi yang telah diberikan.

5. Bapak/Ibu guru dan kepala sekolah SMPN 1 Pacitan, SMPN 1 Punung,

SMPN 1 Tulakan, SMPN 1 Tegalombo, dan SMPN 1 Nawangan, atas data dan informasi yang telah diberikan.

6. Seluruh dosen, staf, dan pegawai Fakultas Kehutanan, khususnya Departemen

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah mengajar, mendidik, dan membantu penulis selama kuliah di IPB.

7. Sahabatku Mba Nurma, Mba Winda, Trimida, Ikha, Azizah, Mba Mega, Fita,

Diah, Gagan, Ismi, Mas Arik, atas semangat dan kasih sayang yang telah diberikan.

8. Teman-teman seperjuangan, Rizka, Dina, Nurika, Davi, Fitriyana, Hapriza,

Septi, Muum, Dwi, Nia, Robinson, Hani, Teko, Ucok, Meyla, atas semangat dan keceriaan yang telah diberikan, Yasri, Tantri, Rey, Dwinda, atas semangat dan bantuannya meraih kemenangan.

9. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweiss”, atas semua dukungannya.

10. Rekan-rekan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih


(10)

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ... 3

2.1.1 Pengertian persepsi ... 3

2.1.2 Faktor-faktor persepsi ... 3

2.1.3 Proses pembentukan persepsi ... 5

2.1.4 Pengukuran persepsi ... 6

2.2 Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 6

2.3 Konservasi Hutan ... 8

2.3.1 Konservasi ... 8

2.3.2 Hutan ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 13

3.2.1 Kuesioner ... 13

3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara ... 16

3.2.3 Observasi lapang ... 17

3.2.4 Studi pustaka ... 17

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 17

3.3.1 Persepsi siswa ... 18

3.5.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah, Letak, dan Luas ... 20

4.2 Kondisi Fisik dan Biologi ... 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 23


(11)

5.1.1 Jenis kelamin ... 23

5.1.2 Usia ... 23

5.1.3 Pekerjaan ayah ... 24

5.1.4 Pekerjaan ibu ... 24

5.1.5 Kondisi sekitar rumah ... 25

5.1.6 Intensitas pergi ke hutan ... 26

5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan ... 26

5.2.1 Pengetahuan ... 26

5.2.2 Sikap ... 29

5.2.3 Motivasi ... 32

5.2.4 Harapan... 35

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(12)

No. Halaman

1 Rincian data penelitian ... 13

2 Metode pengolahan dan analisis data ... 18

3 Kategori rataan skor pengetahuan setiap unsur... 18

4 Skor pertanyaan pada sikap dan motivasi ... 19

5 Kriteria interpretasi skor sikap dan motivasi ... 19

6 Jumlah responden setiap sekolah contoh ... 23

7 Rataan skor pengetahuan siswa SMP tentang konservasi hutan ... 27

8 Rataan skor sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan... 30


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 4

2 Proses persepsi ... 5

3 Usia responden ... 24

4 Pekerjaan ayah ... 24

5 Pekerjaan ibu ... 25

6 Intensitas pergi ke hutan ... 26

7 Rataan skor pengetahuan responden berdasarkan kondisi sekitar rumah .... 29

8 Respon siswa terhadap kemampuan melakukan konservasi hutan ... 31

9 Motivasi melalui menambah pengetahuan dan pengalaman baru ... 33

10 Motivasi melalui pengakuan dan prestasi ... 34


(14)

No. Halaman

1 Validitas dan reliabilitas kuesioner ... 42

2 Penentuan jumlah responden total ... 44

3 Penghitungan interval rataan skor ... 45

4 Pembagian administratif kabupaten pacitan ... 46

5 Histogram sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 47

6 Histogram motivasi siswa SMP terhadap konservasi hutan ... 51


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya dengan luas 138.987,16 ha (Pemkab Pacitan 2008). Luasan kawasan hutan di Kabupaten Pacitan adalah 81.397 ha atau 58,56% dari luas total kabupaten, sedangkan 97% dari luasan hutan tersebut adalah hutan rakyat dan 3% merupakan hutan milik Perhutani (Rizki 2011). Kabupaten Pacitan memiliki kawasan hutan yang cukup luas, namun Pacitan belum memiliki hutan konservasi, yang didefinisikan oleh Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Kabupaten Pacitan sering mengalami bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, karena berkurangnya jumlah vegetasi di kawasan hulu. Pemerintah Kabupaten Pacitan (Pemkab) menanggapi kondisi tersebut dengan melakukan upaya konservasi hutan melalui himbauan (kampanye) dan penghijauan dengan pola tumpangsari sejak tahun 2009 (Rizki 2011). Sampai dengan tahun 2010, jumlah pohon yang telah ditanam mencapai 7 juta batang pohon dari berbagai jenis. Perlindungan terhadap hutan dilakukan agar rakyat tidak merasa dirugikan karena sebagian besar luasan hutan Pacitan adalah hutan rakyat. Upaya tersebut perlu didasari persepsi lingkungan yang baik mengenai konservasi hutan, karena menurut Kusumaatmadja (1993) persepsi lingkungan merupakan hal dasar yang harus dibangun di kalangan masyarakat untuk dapat menangani masalah lingkungan.

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai anggota masyarakat memiliki potensi besar untuk ikut melakukan upaya konservasi hutan, yang menurut Fatimah (2006) memiliki karakteristik unik sebagai anak usia remaja yang sedang mengalami proses kematangan. Piaget (1970) diacu dalam Aesijah (2009) menerangkan bahwa siswa SMP sudah memiliki pola pikir yang berkembang, sehingga dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif


(16)

pemecahan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak, beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi perilaku mereka terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi, pembelajaran, dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara terus-menerus (Robbins 2005). Seperti halnya dengan siswa SMP, persepsi mereka akan mempengaruhi perilaku mereka terhadap konservasi hutan.

Sebagai remaja yang bersekolah, siswa SMP memiliki peluang yang lebih besar untuk mengembangkan persepsi mereka mengenai konservasi hutan melalui pendidikan di sekolah, khususnya pendidikan terkait konservasi hutan. Namun, di Kabupaten Pacitan belum ada SMP yang melaksanakan Pendidikan Konservasi (PK) atau Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Dengan demikian, kajian terhadap persepsi siswa SMP tentang konservasi hutan perlu dilakukan, karena kajian ini menjadi data awal bagi sekolah dan dinas terkait untuk mengembangkan pelaksanaan mata pelajaran PLH yang menunjang pengetahuan siswa SMP dalam bidang konservasi hutan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi persepsi siswa SMP mengenai konservasi hutan melalui pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan siswa terkait konservasi hutan, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai persepsi siswa SMP dalam menanggapi isu-isu atau informasi mengenai konservasi hutan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, sehingga dapat mendorong berbagai pihak untuk ikut serta dalam upaya konservasi hutan melalui jalur pendidikan terutama pendidikan konservasi. Selain itu, kajian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan SMP di Kabupaten Pacitan dalam penyusunan kurikulum mata pelajaran PLH, sehingga dapat menunjang pengetahuan siswa SMP dalam bidang konservasi hutan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian persepsi

Persepsi atau perception menurut Partanto dan Barry (2001) didefinisikan

sebagai pengamatan, penyusunan dorongan-dorongan dalam kesatuan, hal mengetahui, melalui indera, tanggapan, dan daya memahami. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera (Walgito 2002). Hal tersebut sesuai dengan Sarwono (1976) yang mengungkapkan bahwa kemampuan manusia untuk membedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan yang ada di lingkungan sekitar mereka disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi.

Wibowo (1987) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu gambaran pengertian serta interpretasi seseorang mengenai suatu objek, terutama bagaimana orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan lingkungan ia berada. Dengan persepsi, individu dapat menyadari serta dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang terdapat di sekitarnya, dan juga tentang keadaan diri individu yang bersangkutan (Davidoff 1981 diacu dalam Walgito 2002).

Persepsi terhadap pelestarian lingkungan hidup mencakup aspek yang lebih luas, tidak sekedar persepsi sensoris individual seperti yang dilihat dan didengar, melainkan mencakup pula kesadaran dan pemahaman manusia terhadap lingkungan (Surata 1993). Dengan demikian, persepsi merupakan suatu proses menanggapi stimulus dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor persepsi

Faktor yang dapat mempengaruhi persepsi menurut Surata (1993) dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah


(18)

faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, antara lain kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, kapasitas alat indera, dan jenis kelamin. Faktor eksternal adalah karakteristik dari lingkungan dan objek-objek yang terlibat di dalamnya, antara lain pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu, dan perbedaan latar belakang sosial budaya.

Menurut Robbins (2005), terdapat tiga jenis faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu terdapat pada karakteristik subjek, karakteristik objek persepsi, dan situasi ketika persepsi dibuat. Karakteristik subjek atau individu yang mempersepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan. Karakteristik objek meliputi latar belakang, ukuran, warna, intensitas, dan kekuatan. Kondisi ketika persepsi dibuat meliputi waktu, cahaya, lokasi, dan panas. Prinsip-prinsip menurut teori Gestalt diacu dalam Rakhmat (2008) yaitu suatu hal harus dipersepsi sebagai satu keutuhan, bukan melihat bagian-bagiannya. Seseorang dapat dipahami dengan melihat ke dalam konteksnya, lingkungannya, serta dalam masalah yang dihadapinya.

Objek/Sasaran Kebaharuan

Pergerakan Suara Ukuran Latar belakang

Kedekatan Kemiripan

Individu Sikap Motif Minat/keinginan

Pengalaman Harapan

PERSEPSI

Situasi Waktu Lokasi Kondisi sosial


(19)

5

Robbins (2003) menguraikan bahwa motif/motivasi, sikap, dan harapan merupakan bagian dari faktor individu yang mempengaruhi terbentuknya persepsi. Dengan demikian, persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan dapat diidentifikasi berdasarkan motif/motivasi, sikap, dan harapan siswa itu sendiri. Persepsi dipengaruhi oleh pendidikan (Surata 1993), begitu pula dengan persepsi siswa terhadap konservasi hutan. Salah satu komponen pendidikan adalah kurikulum pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa dapat diidentifikasi berdasarkan metode pembelajaran dan kurikulum yang digunakan di sekolah, sehingga nantinya digunakan sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan pelaksanaan PLH di SMP yang bersangkutan.

2.1.3 Proses pembentukan persepsi

Surata (1993) menjelaskan tentang proses terbentuknya persepsi yang terdiri dari seleksi, organisasi, dan interpretasi. Stimulus yang masuk mula-mula diseleksi dan hanya stimulus yang relevan atau menarik perhatian diubah menjadi kesadaran. Stimulus yang diterima disusun dalam bentuk sederhana dan terpadu pada tahapan organisasi. Penilaian dan pengambilan keputusan dilakukan dalam tahap interpretasi.

Proses persepsi juga dijelaskan oleh Ivancevich et al (2007) sebagai proses

merasionalkan stimulus lingkungan melalui pengamatan, pemilihan, dan penerjemahan. Masing-masing dari ketiga jenis aktivitas ini dipengaruhi oleh berbagai jenis faktor hingga terbentuk respon (Gambar 2).

Gambar 2 Proses persepsi (Ivancevich et al. 2007).

Proses Persepsi: Pengamatan, Pemilihan, Penerjemahan Stimulus

Lingkungan

•Bentuk

•Gerakan

•Suara

•Warna

•Keunikan

Pengamatan

•Penglihatan

•Pembelajar an

•Pengecapan

•Penciuman

Pemilihan

•Intensitas

•Ukuran

• Ketidaksa-baran

Penerjemah an

•Stereotip

•Konsep diri

•Emosi

Respons

•Sikap

•Perasaan

•Motivasi


(20)

Persepsi sebagai suatu proses menginterpretasikan kesan sensori dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu hal dengan didasari sikap yang dimilikinya. Seorang individu memasuki komunitas dengan sekumpulan sikap yang sudah dimilikinya. Dengan sikap tersebut, mereka akan mampu menginterpretasikan lingkungannya (persepsi) melalui pembelajaran dan pengalaman, dan akhirnya akan menjadi perilaku mereka (Robbins 2005).

2.1.4 Pengukuran persepsi

Penelitian ini menggali persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang dibatasi pada pengetahuan, sikap, motivasi, dan harapan terhadap konservasi hutan. Pengukuran persepsi dapat dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran untuk mengukur perilaku sosial dan kepribadian (Sugiyono 2010). Menurut Sugiyono (2010), pada dasarnya skala pengukuran dapat digunakan dalam berbagai bidang. Perbedaan terletak pada isi dan penekanannya, utamanya lebih menekankan pada pengembangan intrumen untuk mengukur sikap dan perilaku manusia. Skala yang dapat digunakan dalam pengukuran persepsi antara

lain Skala Likert, Skala Guttman, Skala Semantict Differential, Rating Scale, dan

Skala Thurstone.

Skala yang sering digunakan dalam pengukuran persepsi adalah Skala Likert, karena jawaban setiap item instrumennya memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Selain itu, skala ini juga memiliki bentuk yang ringkas, sehingga memudahkan responden dalam menjawab setiap item instrumen (Sugiyono 2010).

2.2 Karakteristik siswa sekolah menengah pertama

Peserta didik atau siswa merupakan komponen penting dalam pendidikan. Nizar (2002) menjelaskan bahwa siswa adalah orang yang belum dewasa yang mempunyai sejumlah potensi dasar yang masih bisa berkembang, siswa adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi pertumbuhan dan perkembangan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyebutkan siswa SMP adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jenjang pendidikan formal dasar yaitu SMP.


(21)

7

Masa SMP termasuk masa yang sangat menentukan, karena pada masa ini siswa sedang dalam usia remaja yang mengalami berbagai macam perubahan pada psikis dan fisiknya (Gunarsa 1996).

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja juga

dikenal dengan masa storm dan stress dimana terjadi pergolakan emosi yang

diiringi pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas atau jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat dia hasilkan untuk orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang

disebut Identity Reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami

kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas) (Yusuf 2004).

Awal mula masa remaja menurut Hurlock (1980) berlangsung kira-kira dari usia 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Fase masa remaja (pubertas)

menurut Monks et al (2002) yaitu antara umur 12 - 21 tahun, dengan pembagian

12 - 15 tahun termasuk masa remaja awal, 15 - 18 tahun termasuk masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Oleh karena itu, siswa SMP dapat dikategorikan sebagai anak usia remaja awal yang mengalami perubahan-perubahan perkembangan yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan.

Siswa SMP memiliki karakteristik perkembangan dan pertumbuhan yang merupakan tahap awal memasuki usia dewasa. Menurut Hurlock (1980), pada siswa SMP terjadi berbagai macam perubahan antara lain pertumbuhan fisik, perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap, perkembangan sosial, perkembangan moral, dan perkembangan kepribadian. Perkembangan kognitif siswa SMP merupakan periode terakhir dan tertinggi

dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations), yaitu

perkembangan kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu

secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkrit atau


(22)

Definisi berfikir menurut Santrock (2004) adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori yang sering dilakukan untuk membentuk konsep, bernalar, dan berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif, dan memecahkan masalah. Kemampuan berpikir siswa SMP berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya (Piaget 1970 diacu dalam Aesijah 2009). Pemecahan masalah menurut Santrock (2004) adalah mencari cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.

Piaget (1970) diacu dalam Aesijah (2009) juga mengungkapkan bahwa kapasitas berpikir secara logis dan abstrak siswa SMP berkembang, sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Siswa SMP tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, siswa SMP mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

2.3 Konservasi Hutan 2.3.1 Konservasi

Konservasi berasal dari kata conservation yang terdiri atas kata con

(together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya

memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara

bijaksana (wise use) (Indrawan et al. 2007). Konservasi dalam pengertian

sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource

(pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).

Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam

beberapa batasan sebagai berikut (Indrawan et al. 2007):

1. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme

hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survey,


(23)

9

penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).

2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang

optimal secara sosial (Randall, 1982).

3. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi

keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).

4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga

dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, konservasi adalah pengelolaan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa, konservasi meliputi kegiatan perlindungan sumber daya alam, pengawetan plasma nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. Konservasi atau pelestarian lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lain (Manalu 2010), termasuk salah satunya hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup.

2.3.2 Hutan

Hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media


(24)

hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo & Brodjonegoro 2000). Keberadaan hutan semakin mutlak diperlukan dengan adanya pendapat yang diungkapkan oleh Zain (1996), bahwa eksistensi hutan sebagai subekosistem global menempati posisi penting sebagai paru-paru dunia.

Hutan dalam konsep biofisik didefinisikan oleh Sharma (1992) sebagai sebuah komunitas tumbuhan yang didominasi oleh pohon dan tumbuhan berkayu lainnya, yang sebagian besar atau kecil tumbuh secara bersamaan. Pengertian hutan dalam konsep ekologi menurut Departemen Kehutanan (1989) adalah suatu ekosistem yang bercirikan liputan pohon dengan cakupan yang luas, baik lebat maupun kurang lebat. Hutan untuk kegiatan tertentu didefinisikan oleh FAO (1958) sebagai seluruh lahan yang berhubungan dengan masyarakat tumbuhan yang didominasi oleh pohon dari berbagai ukuran, dieksploitasi atau tidak, dapat menghasilkan kayu atau hasil hutan lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap iklim atau siklus air, atau menyediakan perlindungan untuk ternak atau satwa liar.

Hutan sebagai bagian dari sumberdaya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan lingkungan hidup. Hutan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan dunia, harus dikonservasi dari berbagai tindakan yang berakibat rusaknya ekosistem dunia. Hutan memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan yang akan diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumberdaya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan (Reksohadiprojo & Brodjonegoro 2000).

Pemerintah membentuk kawasan hutan sebagai bentuk pengelolaan terhadap hutan yang dijabarkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 sebagai wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Pembagian kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya ditetapkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagai berikut:


(25)

11

a. Hutan Konservasi yang terdiri dari kawasan suaka alam (cagar alam dan

Suaka Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), dan Taman Buru.

b. Hutan Lindung

c. Hutan Produksi

Kegiatan konservasi yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan antara lain konservasi air dan lahan sekitar DAS yang juga merupakan tujuan sektor kehutanan (Rachman 2012). Selain itu, kawasan hutan juga memiliki berbagai macam spesies flora dan fauna yang perlu perlindungan dengan membangun kembali habitat mereka yang rusak (Rinaldi 2012). Peran siswa sebagai anggota masyarakat dalam konservasi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Indrawan et al (2007) menyatakan bahwa kegiatan konservasi dapat

dilakukan dengan memperkenalkan kegiatan konservasi di lingkungan sekolah dan mempraktekkannya dalam proses kegiatan belajar mengajar. Upaya konservasi langsung misalnya siswa melakukan penanaman pohon di hutan gundul atau lahan kritis, mengenali berbagai macam satwa dan serangga, dan mengenali berbagai jenis flora. Upaya konservasi tidak langsung dapat dilakukan melalui penggunaan kertas secara hemat, mengenali sejarah suatu tempat untuk

memahami lingkungannya, dan melakukan kegiatan pentas seni dan story telling


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 5 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada bulan Juli sampai dengan September 2012.

Pemilihan sekolah contoh yang menjadi objek adalah menggunakan Cluster

Random Sampling dengan pertimbangan jarak lokasi sekolah dengan hutan. Kriteria jauh dekatnya lokasi sekolah dengan hutan ditentukan dengan pemetaan lokasi sekolah terhadap hutan. Lokasi sekolah dikatakan jauh apabila tidak berbatasan langsung dengan hutan, sedangkan dikatakan dekat apabila berbatasan langsung dengan hutan. Hal ini dilakukan mengingat tidak adanya kerangka sampel (daftar nama seluruh siswa SMP di Kabupaten Pacitan) dan keberadaan hutan di Kabupaten Pacitan cukup merata di seluruh kecamatan

Pengambilan sekolah contoh pada setiap lokasi dilakukan dengan metode

quota sampling (Prasetyo dan Jannah 2005). Quota sampling adalah teknik menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Quota ditetapkan dengan menggunakan nilai terkecil perbandingan antara jumlah sekolah yang berbatasan dengan jumlah sekolah yang tidak berbatasan hutan, sehingga didapatkan jumlah sekolah sampel yang lebih kecil namun dengan perbandingan sama. Hal ini dilakukan agar sampel yang diambil dapat mewakili seluruh SMP yang ada di Kabupaten Pacitan.

Hasil perbandingan terkecil antara SMP yang tidak berbatasan dengan yang berbatasan hutan adalah 1 : 4 sekolah, sehingga didapatkan jumlah sekolah contoh sebanyak lima SMP. Penentuan sekolah yang akan dijadikan sekolah contoh

menggunakan metode random sampling. Hasil yang didapatkan adalah sebagai

berikut:

1. SMP Negeri 1 Pacitan 2. SMP Negeri 1 Punung 3. SMP Negeri 1 Tulakan 4. SMP Negeri 1 Tegalombo 5. SMP Negeri 1 Nawangan.


(27)

13

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, wawancara, observasi, dan daftar pustaka. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik dan persepsi siswa terhadap konservasi hutan, proses pembelajaran, kondisi umum sekolah, dan kebijakan-kebijakan Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan Kabupaten Pacitan terkait pelaksanaan PLH di sekolah (Tabel 1).

Tabel 1 Rincian Data Penelitian

Parameter Variabel Metode Pengumpulan Data

Karakteristik siswa 1. Usia

2. Jenis kelamin

3. Latar belakang orang tua 4. Pengalaman terkait hutan

Kuesioner

Persepsi siswa terhadap konservasi hutan

1. Pengetahuan terhadap konservasi hutan

2. Sikap terhadap konservasi hutan 3. Motivasi untuk melakukan konservasi

hutan

4. Harapan terkait konservasi hutan

Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner

Proses pembelajaran 1. Kurikulum (materi, metode, media) pembelajaran

2. Sumber informasi tentang hutan

Kuesioner

Kondisi umum sekolah

1. Lokasi sekolah

2. Kebijakan kegiatan belajar-mengajar di SMP

Observasi dan Studi Pustaka Wawancara dengan panduan Kebijakan dinas

terkait

Kebijakan terkait pelaksanaan Pendidikan Konservasi (PK)/PLH.

Wawancara dengan panduan

3.2.1 Kuesioner

Kuesioner yang digunakan adalah gabungan antara pertanyaan terbuka dengan pilihan jawaban, pertanyaan terbuka, dan pernyataan tertutup. Pertanyaan terbuka dengan pilihan jawaban, digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa tentang konservasi hutan dan faktor yang mempengaruhi persepsi. Pertanyaan terbuka disajikan dalam bentuk pertanyaan sederhana, digunakan untuk mengidentifikasi harapan siswa terkait konservasi hutan. Pernyataan tertutup disajikan dalam bentuk pernyataan dengan menggunakan skala tipe Likert yang dilengkapi dengan 6 respon jawaban, digunakan untuk mengukur sikap dan motivasi. Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Karakteristik siswa, meliputi usia, jenis kelamin, dan latar belakang siswa


(28)

2. Persepsi siswa terhadap konservasi hutan, meliputi:

a. Pengetahuan siswa terhadap konservasi hutan:

- Pengertian konservasi hutan. - Kegiatan konservasi hutan. - Peran dalam konservasi hutan.

b. Sikap terhadap konservasi hutan:

-Tanggapan terhadap konservasi hutan.

-Partisipasi dalam konservasi hutan.

-Kemampuan melaksanakan konservasi hutan.

-Kemauan melaksanakan konservasi hutan.

c. Motivasi untuk melakukan konservasi hutan:

-Tujuan melakukan konservasi hutan.

-Alasan melakukan konservasi hutan.

d. Harapan terkait konservasi hutan.

3. Faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan

meliputi:

a. Pengalaman siswa terkait hutan dan konservasi hutan.

b. Cara guru mengajar di kelas.

c. Materi konservasi yang pernah diberikan.

d. Media pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar.

Kevalidan dan kesahihan data kuesioner yang diberikan kepada responden diuji menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas (Lampiran 1).

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen memiliki validitas yang tinggi, apabila butir-butir yang membentuk instrumen tersebut tidak menyimpang dari fungsi instrumen tersebut. Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pertanyaan dengan skor total (Idrus 2009).

Pengujian validitas dilakukan berdasarkan jawaban kuesioner 30 orang responden. Kuesioner terdiri dari 6 pertanyaan mengenai pengetahuan konservasi hutan, 10 pernyataan mengenai sikap terhadap konservasi hutan, 10 pernyataan mengenai motivasi melakukan konservasi hutan, dan 6 pertanyaan mengenai


(29)

15

faktor yang mempengaruhi persepsi konservasi hutan. Hasil pengujian suatu butir

pertanyaan dikatakan valid jika nilai thitung > dari ttabel. Selang kepercayaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Jika nilai thitung untuk setiap

pernyataan lebih dari ttabel, yaitu 1,701 maka pernyataan tersebut dinyatakan

valid. Terdapat empat pernyataan yang tidak valid dari 26 pernyataan persepsi konservasi hutan, yaitu 7, 9, 15 dan 19. Pertanyaan terkait faktor yang mempengaruhi persepsi dinyatakan valid seluruhnya.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Idrus 2009). Suatu alat pengukuran

dikatakan reliable, jika alat tersebut memiliki hasil pengukuran yang konsisten

setelah dua kali pengukuran pada gejala yang sama. Teknik yang digunakan

untuk mengukur reliabilitas adalah teknik Cronbach (Idrus 2009).

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden. Pada uji reliabilitas, diperoleh nilai α cronbach lebih besar dari 0,6 untuk semua butir pernyataan. Berdasarkan hasil pengolahan, variabel persepsi konservasi hutan diperoleh nilai

α cronbach sebesar 0,890, dan variabel faktor yang mempengaruhi persepsi

diperoleh nilai α cronbach sebesar 0,579. Kesimpulannya adalah bahwa

kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila menyebarkan kuesioner secara berulang kali dalam waktu yang berlainan.

Jumlah responden dari lima SMP yang telah diambil secara acak, ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Prasetyo dan Jannah 2005) sebagai berikut:

Keterangan:

e : Persentase kelonggaran ketidaktelitian (presepsi) karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (0,1).

n : Jumlah sampel


(30)

Hasil perhitungan dengan rumus Slovin menunjukkan jumlah responden yang diambil dari 3.103 siswa sebanyak 97 siswa (Lampiran 2).

Penentuan jumlah responden siswa untuk setiap sekolah contoh dilakukan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

ni : Jumlah sampel ke-i

Ni : Jumlah populasi ke-i

N : Jumlah populasi n : Jumlah sampel

Hasil yang diperoleh dari penghitungan jumlah responden siswa untuk setiap sekolah, yaitu: SMP Negeri 1 Pacitan sebanyak 27 siswa, SMP Negeri 1 Punung sebanyak 25 siswa, SMP Negeri 1 Tulakan sebanyak 18 siswa, SMP Negeri 1 Tegalombo sebanyak 13 siswa, dan SMP Negeri 1 Nawangan sebanyak 17 siswa (Lampiran 2). Penentuan responden siswa pada setiap sekolah dilakukan dengan secara acak karena anggota sampel dianggap homogen dan tersebar merata.

3.2.2 Wawancara terstruktur dengan panduan wawancara

Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan kepala dinas. Panduan tersebut berisi sejumlah pertanyaan terbuka yang berkaitan dengan karakteristik guru, teknik mengajar yang digunakan oleh guru, kebijakan kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar, dan kebijakan kepala dinas terkait Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Data yang akan dikumpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Kebijakan kepala dinas terkait pelaksanaan PLH.

2. Kebijakan kepala sekolah terkait kegiatan belajar mengajar.

3. Karakteristik guru dan kepala sekolah, meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan

formal terakhir, pengalaman dalam konservasi hutan (pelatihan/penataran/ kursus tentang konservasi hutan).


(31)

17

a. Teknik mengajar yang digunakan oleh guru.

b. Materi konservasi hutan yang pernah diberikan oleh guru.

c. Media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.

Wawancara dengan panduan ditujukan kepada guru, kepala sekolah, dan kepala dinas. Responden guru yaitu guru yang mengajar mata pelajaran Biologi atau mata pelajaran yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Responden pada Dinas Pendidikan adalah kepala bagian SM/SMA, dan Dinas Kehutanan adalah kepala bagian konservasi hutan.

3.2.3 Observasi lapang

Data yang dikumpulkan adalah keadaan umum sekolah yang meliputi luasan sekolah, kondisi fisik dan biologi sekitar sekolah, sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah.

3.2.4 Studi pustaka

Data yang dikumpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Daftar seluruh SMP Negeri di Kabupaten Pacitan.

2. Kurikulum pembelajaran, meliputi GBPP, SAP/RPP yang digunakan di

sekolah.

3. Kebijakan Dinas Pendidikan dan Dinas Kehutanan terkait pelaksanaan PLH di

SMP.

4. Laporan-laporan penelitian, laporan-laporan kegiatan, dokumen-dokumen

pembelajaran dan sebagainya yang berkaitan dengan kegiatan PK/PLH di sekolah yang bersangkutan.

3.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini, antara lain program Microsoft Excel 2010, metode deskriptif kuantitatif, deskriptif

kualitatif, dan statistik non-parametrik (Tabel 2). Statistik non-parametrik yaitu

teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya tidak diberlakukan untuk umum atau generalisasi. Kesimpulan yang diberikan


(32)

untuk populasi berdasarkan data sampel tersebut kebenarannya bersifat peluang (Sugiyono 2010).

Tabel 2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data Metode Pengolahan Metode Analisis

Karakteristik siswa Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif Persepsi siswa (Pengetahuan,

Sikap, Motivasi)

Statistik Deskriptif Deskriptif kuantitatif Persepsi siswa (Harapan) Statistik Deskriptif Deskriptif kualitatif Faktor yang mempengaruhi

persepsi

Statistik Deskriptif Mann-Whitney Test Kruskal-Wallis Test Kondisi umum sekolah

Kebijakan

Deskriptif kualitatif Deskriptif kualitatif

3.3.1 Persepsi siswa 3.3.1.1 Pengetahuan

Pengolahan data dari kuesioner responden dimulai dengan skoring terhadap

jawaban yang dipilih responden. Setiap jawaban yang benar akan diberikan skor 1 sedangkan jawaban yang salah diberikan skor 0. Pada setiap soal, skor maksimal yang akan diberikan bila semua jawaban benar adalah 3. Setelah dibuat skor dari jawaban tersebut, kemudian dibuat 5 kategori dari sangat buruk sampai sangat baik dengan nilai interval sebesar 0,6 (Lampiran 3). Dengan kategori tersebut dapat diketahui tingkat pengetahuan dan letak penilaian respon terhadap pernyataan (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori Rataan Skor Pengetahuan Setiap Pernyataan

No. Kategori Skor

1. 2. 3. 4. 5.

Sangat buruk Buruk Cukup Baik Sangat baik

0.0 – 0.6 0.7 – 1.2 1.3 – 1.8 1.9 – 2.4 2.5 – 3.0 3.3.1.2 Sikap dan motivasi

Data mengenai sikap dan motivasi diolah dan dianalisis menggunakan skala pengukuran variabel Likert (Idrus 2009). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial. Masing-masing dibuat dengan menggunakan skala 1–6 kategori jawaban,


(33)

19

Tabel 4 Skor Pertanyaan pada Sikap dan Motivasi

No. Tanggapan Skor

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju

Tidak tahu

5 4 3 2 1 -

Setelah dibuat skor dari jawaban tersebut, kemudian dibuat 5 kategori dari sangat buruk sampai sangat baik dengan nilai interval sebesar 0.8 (Lampiran 3). Dengan kategori tersebut dapat diketahui kriteria kelompok responden terhadap setiap item (Tabel 5).

Tabel 5 Kriteria Interpretasi Skor Sikap dan Motivasi

No. Nilai Interval Tanggapan Kategori

1. 2. 3. 4. 5.

1,00 - 1,80 1,90 - 2,60 2,70 - 3,40 3,50 - 4,20 4,30 – 5,00

Sangat Buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik

3.3.1.3 Harapan

Harapan siswa SMP terkait kegiatan konservasi hutan baik yang telah dilakukan maupun yang belum dilaksanakan, dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan meringkas, memilih, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data yang diperoleh sehingga kesimpulan akhir dapat diambil. Data tersebut kemudian disajikan ke dalam sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

3.3.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Data faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi siswa SMP terhadap konservasi hutan diolah dan dianalisis menggunakan statistika nonparametris, yaitu uji statistik yang kesahihannya tidak bergantung pada harus terpenuhinya banyak asumsi dan sebaran data tidak harus normal (Sugiyono 2010). Uji

nonparametris yang digunakan adalah Mann-Whitney Test dan Kruskal-Wallis

Test, yang digunakan untuk menguji apakah data sebuah sampel yang diambil

menunjang hipotesis yang menyatakan bahwa populasi asal sampel tersebut mengikuti suatu distribusi yang telah ditetapkan.


(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah, Letak, dan Luas

Sejarah Pacitan menurut Qomaruddin (2005), nama Pacitan berasal dari kata “Pacitan” yang berarti camilan, sedap-sedapan, tambul, yaitu makanan kecil yang tidak sampai mengenyangkan. Hal ini disebabkan daerah Pacitan merupakan daerah terpencil, hingga untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya tidak dapat mengenyangkan atau tidak cukup. Adapula yang berpendapat bahwa nama

Pacitan berasal dari “Pace” mengkudu (bentis: Jaka) yang memberi kekuatan.

Pendapat ini berasal dari legenda yang bersumber pada Perang Mengkubumen

atau Perang Palihan Nagari (1746 – 1755) yakni tatkala Pangeran Mangkubumi

dalam peperangannya itu sampai di daerah Pacitan. Dalam suatu pertempuran ia kalah terpaksa melarikan diri ke dalam hutan dengan tubuh lemah lesu. Berkat pertolongan abdinya bernama Setraketipa yang memberikan buah pace masak kemudian menjadikan kekuatan Mangkubumi pulih kembali. Akan tetapi nampaknya nama Pacitan yang menggambarkan kondisi daerah Pacitan yang terpencil itulah yang lebih kuat. Hal itu disebabkan pada masa pemerintahan

Sultan Agung (1613 – 1645) nama tersebut telah muncul dalam babat Momana

(Pemkab Pacitan 2008).

Pacitan merupakan salah satu dari 38 Kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang terletak di bagian Selatan barat daya. Secara astronomis, Kabupaten Pacitan terletak di antara 110º 55' - 111º 25' Bujur Timur dan 7º 55' - 8º 17' Lintang Selatan, dengan luas wilayah 1.389,8716 Km² atau 138.987,16 Ha. Secara administratif, Kabupaten Pacitan dibagi menjadi 12 kecamatan, 166 desa, dan 5 kelurahan (Gambar 3). Pacitan terletak 276 km sebelah barat daya kota Surabaya dengan perbatasan sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):

Sebelah Utara : Kabupaten Ponorogo

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Trenggalek


(35)

21

4.2 Kondisi Fisik dan Biologi

Kabupaten Pacitan 85% berupa perbukitan, dengan kurang lebih 300 buah gunung-gunung kecil dan jurang terjal, yang termasuk dalam deretan Pegunungan Seribu yang membujur sepanjang selatan Pulau Jawa, sedangkan selebihnya merupakan dataran rendah.

Apabila dilihat dari struktur dan jenis tanah, terdiri dari Asosiasi Litosol Mediteran Merah, Aluvial kelabu endapan liat, Litosol campuran Tuf dengan Vulkan serta komplek Litosol Kemerahan yang ternyata di dalamnya banyak mengandung potensi bahan galian mineral. Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan adalah bagian dari pegunungan kapur selatan yang bermula dari Gunung Kidul, Yogyakarta dan membujur sampai daerah Trenggalek yang tanahnya relatif tandus (Pemkab Pacitan 2008).

Pacitan merupakan daerah pegunungan yang terletak pada ujung timur Pegunungan Seribu dan juga berada pada bagian selatan Pulau Jawa dengan rentangan sekitar 80 km dan lebar 25 km. Tanah Pegunungan Seribu memiliki ciri khas yang tanahnya didominasi oleh endapan gamping bercampur koral dari kala

Milosen (dimulai sekitar 21.000.000 – 10.000.000 tahun silam). Endapan itu

kemudian mengalami pengangkatan pada kala Holosen, yaitu lapisan geologi

yang paling muda dan paling singkat (sekitar 500.000 tahun silam – sekarang).

Dari aspek topografi menunjukkan bentang daratan Kabupaten Pacitan terdiri dari daerah pegunungan dan berbukit-bukit, sedangkan selebihnya merupakan dataran rendah. Sekitar 63% dari daerah Pacitan adalah daerah yang berfungsi penting untuk hidrologis karena mempunyai tingkat kemiringan lebih dari 40% (Pemkab Pacitan 2008).

Bentang daratan yang bervariasi di Kabupaten Pacitan, memiliki fungsi masing-masing sesuai kemiringannya. Berikut fungsi daratan menurut Pemkab Pacitan (2008):

1. 0 - 2% meliputi 4,3% dari luas wilayah merupakan daerah tepi pantai.

2. 2 - 15% meliputi 6,60% dari luas wilayah, baik untuk usaha pertanian dengan

memperhatikan usaha pengawetan tanah dan air.

3. 15 - 40% meliputi 25,87% dari luas wilayah, baik untuk usaha tanaman


(36)

4. 40% ke atas meliputi 63,17% dari luas wilayah merupakan daerah yang harus difungsikan sebagai kawasan penyangga tanah dan air serta untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Kabupaten Daerah Tingkat II Pacitan.

Apabila diukur dari permukaan laut, ketinggian tempat itu dapat dirinci sebagai berikut (Pemkab Pacitan 2008):

1. Ketinggian 0 – 25 m, seluas 37,76 km atau 2,62 % luas wilayah.

2. Ketinggian 25 – 100 m, seluas 38 km atau 2,67 % luas wilayah.

3. Ketinggian 100 – 500 m, seluas 747,75 km atau 52,68 % luas wilayah.

4. Ketinggian 500 – 1000 m, seluas 517,13 km atau 36,43 % luas wilayah.

5. Ketinggian 1000 m, seluas 79,40 km atau 5,59 % luas wilayah.

Ditinjau dari tutupan lahannya, wilayah Kabupaten Pacitan sebagian besar terdiri atas (Pemkab Pacitan 2008):

1. Tanah ladang : 21,51% atau 29.890,58 ha.

2. Pemukiman Penduduk : 02,27% atau 3.153,33 ha.

3. Hutan : 58,56% atau 81.397 ha.

4. Sawah : 09,36% atau 13.014,26 ha.


(37)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik yang diteliti dari responden siswa meliputi jenis kelamin, umur, pekerjaan orang tua, kondisi sekitar rumah, dan intensitas pergi ke hutan. Total responden sebanyak 97 orang yang terdiri dari berjumlah 26 siswa dari SMP yang tidak berbatasan dengan hutan, dan 71 siswa dari SMP yang berbatasan dengan hutan (Tabel 6).

Tabel 6 Jumlah Responden Setiap Sekolah Contoh

No. Sekolah Contoh Populasi Sampel

1. 2. 3. 4. 5.

SMPN 1 Pacitan* SMPN 1 Punung SMPN 1 Tulakan SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

837 780 558 416 512

26 24 18 13 16

* SMP tidak berbatasan hutan

5.1.1 Jenis kelamin

Jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan responden siswa laki-laki, yaitu 57 siswi dan 40 siswa, dari total lima sekolah contoh. Demikian pula jumlah responden perempuan pada masing-masing sekolah contoh lebih banyak daripada responden laki-laki. Hal tersebut sesuai dengan kondisi di kelima sekolah contoh yang jumlah siswa perempuannya lebih banyak daripada siswa laki-laki.

5.1.2 Usia

Kisaran usia responden dari kelima sekolah antara 12 – 16 tahun, dengan

responden terbanyak (51 responden, atau 52,6% dari total responden) berusia 14

tahun (Gambar 4). Monks et al. (2002) menyatakan bahwa rentang usia 12 – 15

tahun merupakan usia remaja awal yang memiliki kemampuan berpikir kritis untuk memberikan alternatif pemecahan masalah. Dengan demikian, sebagian besar responden termasuk remaja awal yang memiliki potensi untuk dapat memberikan alternatif pemecahan masalah.


(38)

Gambar 3 Usia responden.

5.1.3 Pekerjaan ayah

Pekerjaan ayah responden siswa meliputi swasta (16,50% atau 16 responden siswa), PNS (19,60% atau 19 responden siswa), petani (48,50% atau 47 responden siswa), TNI (2,10% atau 2 responden siswa), buruh (3,10% atau 3 reponden siswa), wiraswasta (7,20% atau 7 responden siswa), dan bidang lainnya (3,10% atau 3 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak adalah petani (Gambar 4). Hal ini dikarenakan Kabupaten Pacitan memiliki 21,51% atau 29.890,58 ha ladang, 9,36% atau 13.014,26 ha sawah, dan hutan seluas 58,56% atau 81.397 ha (Pemkab Pacitan 2008).

Gambar 4 Pekerjaan ayah.

5.1.4 Pekerjaan ibu

Pekerjaan ibu responden siswa meliputi swasta (9,30% atau 9 responden siswa), PNS (13,40% atau 13 responden siswa), petani (39,20% atau 39 responden siswa), buruh (1 responden siswa), wiraswasta ( 7,20% atau 7 responden siswa),

1 27

51

17 1

12 tahun

13 tahun

14 tahun

15 tahun

16 tahun

16

19

47 2 3

7 3

Swasta PNS

Petani TNI

Buruh

Wiraswasta Lainnya


(39)

25

ibu rumah tangga (24,70% atau 24 responden siswa), dan bidang lainnya (5,20% atau 5 responden siswa), dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani (Gambar 5).

Gambar 5 Pekerjaan ibu.

Banyaknya pekerjaan ibu sebagai petani dikarenakan pekerjaan ayah siswa sebagian besar juga sebagai petani. Hal tersebut dibuktikan dengan ibu yang bekerja sebagai petani juga memiliki suami yang bekerja sebagai petani. Kondisi tersebut sesuai dengan kebiasaan masyarakat petani di Pacitan bahwa suami yang bekerja sebagai petani cenderung memiliki istri yang bekerja sebagai petani juga.

5.1.5 Kondisi sekitar rumah

Kondisi sekitar rumah responden digolongkan menjadi 8 tipe sesuai jawaban responden, yaitu berdekatan dengan sawah, kebun, hutan, ladang, kota, perumahan, sungai, atau campuran dari ketujuh kondisi alam tersebut. Persentase paling besar adalah siswa yang memilih jawaban lebih dari 2 campuran kondisi alam, yaitu sebesar 82,47 % atau 80 responden siswa.

Secara keseluruhan, sebagian besar responden siswa memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan sawah dan perumahan, serta sebagian besar responden siswa pula memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan kebun dan perumahan. Hal ini dikarenakan sebagian besar pekerjaan orang tua siswa adalah petani, sehingga mereka lebih memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan lokasi kerja (sawah atau kebun). Selain itu, masyarakat Pacitan memiliki tipe pemukiman yang mengelompok, sehingga hampir setiap warga tinggal di daerah perumahan, baik di kota maupun di desa.

9

13

39 24

1 7 5

Swasta PNS Petani IRT Buruh Wiraswasta Lainnya


(40)

5.1.6 Intensitas ke hutan

Intensitas pergi ke hutan 41,24% atau 40 responden siswa adalah jarang (Gambar 6). Sebesar 30,93% atau 31 responden siswa mengaku kadang-kadang pergi ke hutan. Siswa sebanyak 19,59% atau 19 responden siswa mengaku tidak pernah pergi ke hutan. Intensitas pergi ke hutan 7,22% atau 7 responden siswa adalah sering, dan 1 responden siswa menyatakan sering pergi ke hutan.

Gambar 6 Intensitas siswa pergi ke hutan.

Banyaknya responden siswa yang menyatakan jarang, kadang, dan tidak pernah pergi ke hutan dikarenakan tidak adanya kegiatan sehari-hari yang mendorong mereka untuk pergi ke hutan. Sebagian besar responden siswa mengaku pergi ke hutan hanya untuk bermain, dan waktu bermain mereka lebih sering dihabiskan di dalam rumah dengan permainan modern atau digunakan untuk mengerjakan tugas sekolah.

5.2 Persepsi Siswa SMP mengenai Konservasi Hutan

Persepsi siswa mengenai konservasi hutan yang diukur melalui pengetahuan, sikap, dan motivasi, terkait konservasi hutan, serta diidentifikasi melalui harapan mereka terhadap pelaksanaan konservasi hutan.

5.2.1 Pengetahuan siswa SMP mengenai konservasi hutan

Unsur pengetahuan yang dinilai pada penelitian ini meliputi definisi hutan, manfaat adanya hutan, definisi konservasi hutan, kegiatan konservasi hutan, manfaat konservasi hutan, dan bentuk peranan dalam konservasi hutan. Pengertian konservasi hutan merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

1 6

31

40

19 Selalu

Sering

Kadang

Jarang

Tidak pernah


(41)

27

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu perlindungan sumber daya alam, pengawetan plasma nutfah sumber daya alam, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. Responden siswa dari kelima sekolah contoh memiliki

rataan skor pengetahuan berkisar antara 1,50 – 1,84 (Tabel 7).

Tabel 7 Rataan Skor Pengetahuan Siswa SMP tentang Konservasi Hutan

Sekolah Nomor Pertanyaan

1 2 3 4 5 6 Rata-rata

SMPN 1 Pacitan 2,19 2,15 1,04 1,38 1,46 1,54 1,63

SMPN 1 Punung 2,00 2,21 1,37 1,29 1,79 1,58 1,71

SMPN 1 Tulakan 1,50 2,17 1,61 1,61 1,56 2,06 1,75

SMPN 1 Tegalombo 1,62 2,15 1,00 1,23 1,46 1,54 1,50

SMPN 1 Nawangan 1,50 1,88 1,88 2,00 1,88 1,88 1,84

Rata-rata skor 1,76 2,11 1,38 1,50 1,63 1,72 1,68

Responden yang mendapat total rataan skor tertinggi adalah responden dari SMPN 1 Nawangan dengan rataan skor 1,84, yang termasuk dalam kategori cukup. Responden dari sekolah tersebut hanya dapat menjawab kurang dari 3 pertanyaan, yaitu pertanyaan terkait manfaat hutan dan manfaat konservasi hutan. Hasil penelitian menyatakan bahwa, dari 16 responden siswa, sebanyak 12 responden siswa memiliki pengetahuan yang baik, sedangkan 4 responden siswa memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konservasi hutan. Hal ini dikarenakan, sebagian besar responden siswa menyatakan pernah menerima materi tentang hutan melalui pelajaran Biologi. Metode pengajaran yang dilakukan sebagian besar adalah praktik, sehingga siswa mampu menerima teori lebih baik. Sebagian besar responden memiliki tempat tinggal yang berdekatan dengan hutan, sehingga memungkinkan mereka berinteraksi dengan hutan lebih sering. Sistem pengajaran yang berbeda dari SMP lainnya diduga juga menjadi faktor lebih tingginya rataan skor pengetahuan responden siswa, yaitu sistem siswa berpindah kelas sesuai dengan mata pelajaran yang sedang berlangsung, sehingga menambah suasana baru pada setiap mata pelajaran. Hal tersebut dikuatkan dengan teori Piaget, yang menyatakan bahwa struktur ruang kelas yang berbeda akan meningkatkan minat dan partisipasi belajar siswa (Elkind 1976; Heuwinkel 1996 diacu dalam Santrock 2007).

Sekolah dengan total rataan skor terendah adalah SMPN 1 Tegalombo dengan skor 1,50. Skor tersebut menunjukkan bahwa siswa pada SMPN 1 Tegalombo memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konservasi hutan.


(42)

Pengetahuan cukup ditunjukkan dengan keberhasilan responden siswa menjawab kurang dari 3 pertanyaan, yaitu terkait pengertian hutan dan manfaat adanya hutan. Hasil penelitian menyatakan bahwa, dari 13 responden siswa, sebanyak 8 responden siswa memiliki pengetahuan yang baik tentang konservasi hutan, 3 responden siswa memiliki pengetahuan yang sangat kurang, 1 responden siswa memiliki pengetahuan yang kurang, dan 1 responden siswa memiliki pengetahuan yang cukup. Hasil tersebut menunjukkan bahwa materi yang disampaikan oleh guru belum tersampaikan secara merata, sehingga masih ada beberapa siswa yang memiliki pengetahuan sangat kurang mengenai konservasi hutan. Akibatnya, pengetahuan tentang konservasi hutan yang dimiliki oleh siswa secara umum tergolong dalam kategori cukup. Dari 13 responden siswa, hanya terdapat 2 responden siswa yang menyatakan sering pergi ke hutan, sedangkan 5 responden siswa menyatakan tidak pernah pergi ke hutan.

Unsur yang mendapat rataan skor terbesar adalah manfaat adanya hutan pada item ke dua dengan nilai 2,11 yang menunjukkan bahwa responden siswa memiliki pengetahuan yang baik tentang manfaat adanya hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari 97 responden siswa, sebanyak 56 responden siswa mendapatkan skor 2, 27 responden siswa mendapatkan skor 3, 13 siswa mendapat skor 1, dan 1 siswa mendapat skor 0 pada unsur manfaat adanya hutan. Hal ini dapat disebabkan lokasi tempat tinggal siswa memiliki pengaruh terhadap pengetahuan mereka. Siswa yang tinggal di sekitar hutan, lebih merasakan manfaat adanya hutan, yaitu sebagai sumber kehidupan keluarga. Dari 97 siswa, sebanyak 44 responden siswa menyatakan bahwa mereka terkadang pergi ke hutan untuk membantu orang tua dan sebagian besar orang tua responden siswa bekerja sebagai petani.

Unsur definisi konservasi hutan memperoleh rataan skor terkecil yaitu 1,38 yang berarti siswa memiliki kemampuan yang kurang dalam mendefinisikan konservasi hutan. Dari 97 responden siswa, hanya 6 responden siswa yang dapat menjawab definisi konservasi hutan dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa, definisi konservasi hutan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 belum diketahui oleh siswa SMP, sehingga diperlukan penyampaian yang lebih lengkap oleh guru atau mata pelajaran terkait konservasi hutan. Sebagian besar


(43)

29

siswa menyatakan bahwa teknik mengajar yang digunakan oleh guru adalah teknik ceramah, sehingga diperlukan teknik mengajar yang lebih bervariasi agar siswa mampu memahami materi dengan lebih dalam.

Berdasarkan hasil uji, faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah intensitas pergi ke hutan dan kondisi sekitar rumah. Semakin tinggi intensitas pergi ke hutan, maka semakin sering siswa berinteraksi dengan hutan. Interaksi dengan hutan merupakan pengalaman langsung dalam proses belajar. Dengan pengalaman memungkinkan siswa menggunakan lebih banyak inderanya dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, sehingga informasi yang diberikan lebih melekat dalam ingatan siswa.

Kondisi sekitar rumah responden siswa sebagian besar adalah kombinasi dari sawah, kebun, hutan, ladang, kota, dan perumahan. Semakin dekat tempat tinggal responden siswa dengan hutan, maka semakin tinggi pengetahuan mereka terkait konservasi hutan. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan rataan skor pengetahuan tertinggi adalah responden siswa yang tinggal di dekat hutan (Gambar 7).

Gambar 7 Rataan skor pengetahuan responden berdasarkan kondisi sekitar rumah.

5.2.2 Sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan

Sikap dijelaskan oleh Ivancevich et al. (2007) sebagai bagian dari respon

dalam proses terjadinya persepsi. Menurut Robbins (2005), sikap merupakan dasar yang harus dimiliki seseorang agar suatu persepsi dapat mempengaruhi

3

5.67

15

9.67 9

8.25

10.25

0 2 4 6 8 10 12 14 16


(44)

perilaku mereka. Sikap diidentifikasi melalui unsur tanggapan, partisipasi, kemampuan, dan kemauan melakukan konservasi hutan dalam bentuk pernyataan. Responden dari kelima sekolah contoh memiliki rataan skor sikap berkisar antara

4,18 – 4,41 (Tabel 8).

Tabel 8 Rataan Skor Sikap Siswa SMP terhadap Konservasi Hutan

Sekolah Nomor Pernyataan

Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

SMPN 1

Pacitan 4.77 4.15 3.77 4.50 3.23 4.54 4.54 4.27 3.69 4.35 4.18 SMPN 1

Punung 4.42 4.50 4.00 4.58 2.92 4.79 4.62 4.13 3.63 4.21 4.18 SMPN 1

Tulakan 4.17 4.22 3.67 4.56 3.11 4.83 4.78 4.22 4.00 4.50 4.21 SMPN 1

Tegalombo 4.38 4.54 4.00 4.23 3.61 4.77 4.61 4.23 3.69 4.00 4.21 SMPN 1

Nawangan 4.56 4.56 4.06 4.44 3.81 4.69 4.75 4.37 4.38 4.44 4.41 Rata-Rata 4.46 4.39 3.90 4.46 3.34 4.72 4.66 4.24 3.88 4.30 4.24

SMPN 1 Nawangan memperoleh rataan skor tertinggi yaitu 4,41, yang menunjukkan bahwa responden siswa memiliki sikap yang sangat baik terhadap konservasi hutan (Tabel 8). Hal ini disebabkan rataan nilai sikap responden siswa yang pernah pergi ke hutan (sering, kadang, jarang) lebih tinggi (4,43) daripada responden siswa yang tidak pernah pergi ke hutan (4,32). Pergi ke hutan merupakan pengalaman pribadi yang dimiliki setiap siswa, semakin sering intensitas pergi ke hutan, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki. Tingginya interaksi atau banyaknya pengalaman mampu meningkatkan sikap

siswa terhadap konservasi hutan. Menurut Ivancevich et al. (2007), pengalaman

pribadi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sikap, karena dengan pengalaman pribadi yang melibatkan faktor emosi akan lebih mudah membentuk sikap. Hal tersebut dikuatkan dengan hasil uji yang menunjukkan bahwa intensitas pergi ke hutan merupakan faktor yang mempengaruhi sikap siswa SMP.

Secara keseluruhan sikap yang baik dapat dilihat melalui tanggapan, partisipasi, dan kemauan yang positif terhadap konservasi hutan, yaitu responden siswa menyadari bahwa konservasi hutan merupakan hal yang penting bagi kehidupan mereka di masa depan. Hal tersebut sesuai dengan sikap responden siswa terhadap konservasi hutan yang masuk dalam kategori baik dengan rataan skor sebesar 4,24. Responden siswa juga menunjukkan partisipasi dan kemauan


(45)

31

yang positif terhadap konservasi hutan, yaitu mereka merasa senang melakukan semua bentuk kegiatan konservasi hutan (Lampiran 5).

Kemampuan merupakan bagian dari sikap yang juga perlu mendapat perhatian, karena kemampuan merupakan kesanggupan atau kapasitas dalam melakukan suatu hal. Kemampuan responden siswa melakukan konservasi hutan secara umum masih dalam kategori cukup yang ditunjukkan melalui tanggapan ragu-ragu reponden siswa terhadap pernyataan terkait kemampuan (Gambar 8).

Gambar 8 Respon siswa terhadap kemampuan melakukan konservasi hutan. Pernyataan tersebut memiliki skor terendah yaitu sebesar 3,34, yang menunjukkan bahwa responden siswa masih ragu-ragu terhadap kemampuan dirinya untuk melakukan konservasi hutan. Hal ini diduga karena belum adanya praktik terkait konservasi hutan pada kurikulum sekolah, sehingga mempengaruhi pengalaman atau interaksi siswa dalam konservasi hutan. Sebanyak 52 responden siswa menyatakan keraguan terhadap kemampuan melakukan konservasi hutan, dan sebanyak 19 responden diantaranya berasal dari SMPN 1 Pacitan. SMPN 1 Pacitan merupakan sekolah yang berlokasi di pusat kota dan sebagian besar siswa tinggal di daerah pemukiman, sehingga intensitas mereka ke hutan lebih jarang dibandingkan dengan sekolah yang lain. Selain itu, SMPN 1 Pacitan merupakan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), sehingga pihak sekolah lebih memprioritaskan kegiatan sekolah pada prestasi mata pelajaran wajib untuk mencapai rintisan tersebut.

11.5% 11.5%

73.1%

3.8% 4.2%

20.8%

62.5%

0.0% 0.0%

12.5%

0.0%

44.4% 44.4%

11.1% 23.1%

38.5%

30.8%

0.0% 0.0%

7.7% 18.8%

43.8%

37.5%

0.0% 0.0%

10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0%

Sangat Setuju (10) Setuju (28) Ragu-ragu (52) Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Tidak Tahu (7)

%tase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan SMPN 1 Punung SMPN 1 Tulakan SMPN 1 Tegalombo SMPN 1 Nawangan


(1)

Lampiran 5 Histogram sikap siswa SMP terhadap konservasi hutan (lanjutan)

Pernyataan 10 Saya sedih mengetahui banyak perburuan liar di dalam hutan

42.3%

53.8%

3.8% 41.7%

45.8%

8.3%

0.0%

4.2%

0.0% 50.0% 50.0%

46.2%

38.5%

0.0% 0.0%

15.4%

0.0% 56.3%

43.8%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0%

Sangat Setuju (45) Setuju (46) Ragu-ragu (2) Tidak Setuju (1) Sangat Tidak Setuju (3)

Tidak Tahu

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan


(2)

Pernyataan 1 Saya ingin melakukan konservasi hutan untuk ikut menjaga

kelestarian keanekaragaman hayati

Pernyataan 2 Saya ingin melakukan konservasi hutan semata-mata mengejar nilai

mata pelajaran

Pernyataan 3 “

Saya ingin melakukan konservasi hutan karena teman-teman saya

juga melakukannya

53.8% 42.3% 3.8% 37.5% 45.8% 8.3%

0.0% 0.0%

8.3% 50.0% 50.0%

0.0% 61.5%

23.1%

15.4%

0.0% 0.0% 0.0%

31.3% 62.5% 6.3% 0.0% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Sangat Setuju (45) Setuju (44) Ragu-ragu (6) Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Tidak Tahu (2)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

0.0%

7.7%

38.5% 38.5%

11.5% 3.8% 4.2% 8.3% 45.8% 33.3% 22.2% 38.9% 16.7% 15.4% 0.0% 23.1% 38.5% 23.1% 0.0% 0.0% 37.5% 25.0% 6.3% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0%

Sangat Setuju (4) Setuju (14) Ragu-ragu (26) Tidak Setuju (34) Sangat Tidak Setuju (18)

Tidak Tahu (1)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

3.8%

15.4%

23.1%

46.2%

11.5%

0.0% 0.0%

37.5% 45.8% 16.7% 0.0% 11.1% 16.7% 38.9% 27.8% 5.6%

7.7% 7.7%

46.2% 23.1% 0.0% 0.0% 31.3% 12.5% 50.0% 6.3% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0%

Sangat Setuju (5) Setuju (13) Ragu-ragu (25) Tidak Setuju (42) Sangat Tidak Setuju (12) Tidak Tahu

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan


(3)

Lampiran 6 Histogram motivasi siswa SMP terhadap konservasi hutan (lanjutan)

Pernyataan 4 Saya tidak ingin tahu tentang berbagai macam tanaman di sekitar

rumah saya

Pernyataan 5 Saya tidak ingin melakukan konservasi hutan karena hutan tidak

berhubungan dengan kehidupan saya

Pernyataan 6 Saya tidak tertarik untuk melakukan segala hal yang berhubungan

dengan hutan

3.8% 0.0% 15.4% 19.2% 0.0%

8.3% 8.3%

33.3% 50.0% 0.0% 5.6% 0.0% 61.1% 27.8% 0.0% 7.7% 53.8% 30.8% 7.7% 0.0% 12.5% 50.0% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Sangat Setuju (1) Setuju (5) Ragu-ragu (8) Tidak Setuju (50) Sangat Tidak Setuju (30)

Tidak Tahu (3)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

3.8% 0.0% 15.4% 42.3% 38.5% 0.0% 0.0% 33.3% 62.5% 4.2% 5.6% 0.0% 50.0% 44.4% 0.0%

0.0% 0.0%

7.7%

38.5%

53.8%

0.0% 0.0%

12.5% 25.0% 56.3% 6.3% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Sangat Setuju (1) Setuju (1) Ragu-ragu (7) Tidak Setuju (37) Sangat Tidak Setuju (49)

Tidak Tahu (2)

P

e

rs

e

n

tas

e

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

0.0% 19.2% 46.2% 30.8% 3.8% 4.2% 0.0% 4.2% 41.7% 50.0% 0.0% 5.6% 0.0% 61.1% 0.0% 15.4% 38.5% 46.2% 6.3% 0.0% 18.8% 56.3% 12.5% 6.3% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Sangat Setuju (2) Setuju (1) Ragu-ragu (11) Tidak Setuju (47) Sangat Tidak Setuju (34)

Tidak Tahu (2)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan


(4)

Pernyataan 7 Saya ingin melakukan konservasi hutan untuk mendapat

pengetahuan dan pengalaman baru

Pernyataan 8 Saya mau melakukan konservasi hutan karena Saya ingin luasan

hutan bertambah

Pernyataan 9 Saya ingin melakukan konservasi hutan untuk mendapat pengakuan

dan prestasi

34.6%

65.4% 75.0%

20.8%

0.0%

4.2%

0.0% 0.0% 55.6%

44.4% 53.8%

46.2%

0.0% 0.0% 0.0% 0.0%

43.8%

50.0%

6.3%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0%

Sangat Setuju (51) Setuju (44) Ragu-ragu Tidak Setuju (2) Sangat Tidak Setuju Tidak Tahu

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

38.5%

53.8%

3.8% 3.8%

54.2%

16.7%

0.0% 0.0%

38.9%

61.1%

0.0% 0.0%

38.5%

46.2%

15.4%

0.0% 0.0%

31.3% 31.3%

37.5%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%

Sangat Setuju (34) Setuju (49) Ragu-ragu (13) Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Tidak Tahu (1)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan

11.5%

3.8%

30.8%

46.2%

7.7% 4.2%

12.5%

45.8%

4.2%

0.0% 33.3%

27.8%

33.3%

5.6%

0.0% 30.8%

23.1%

7.7%

23.1%

15.4%

0.0% 18.8%

37.5%

18.8%

25.0%

0.0% 0.0%

10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0%

Sangat Setuju (17) Setuju (18) Ragu-ragu (26) Tidak Setuju (31) Sangat Tidak Setuju (5)

Tidak Tahu

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan

SMPN 1 Punung

SMPN 1 Tulakan

SMPN 1 Tegalombo

SMPN 1 Nawangan


(5)

Lampiran 6 Histogram motivasi siswa SMP terhadap konservasi hutan (lanjutan)

Pernyataan 10 Saya ingin berpartisipasi dalam kegiatan konservasi hutan untuk

menjauhkan Pacitan dari kekeringan”

50.0%

42.3%

3.8% 3.8%

50.0%

33.3%

0.0%

4.2%

12.5% 61.1%

33.3%

5.6% 76.9%

7.7%

15.4% 62.5%

31.3%

6.3%

0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0%

Sangat Setuju (56) Setuju (31) Ragu-ragu (5) Tidak Setuju (1) Sangat Tidak Setuju (3)

Tidak Tahu (1)

P

e

rs

e

nt

ase

Tanggapan

SMPN 1 Pacitan SMPN 1 Punung SMPN 1 Tulakan SMPN 1 Tegalombo SMPN 1 Nawangan


(6)

Test Statistics

a,b

Pengetahuan

Sikap

Motivasi

Chi-Square

8.584

5.739

14.494

df

7

7

7

Asymp. Sig.

.284

.570

.043

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Informasi Hutan

Test Statistics

a,b

Pengetahuan

Sikap

Motivasi

Chi-Square

9.733

10.719

7.919

df

4

4

4

Asymp. Sig.

.045

.030

.095

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Intensitas ke Hutan

Test Statistics

a,b

Pengetahuan

Sikap

Motivasi

Chi-Square

7.672

3.409

15.301

df

4

4

4

Asymp. Sig.

.104

.492

.004

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Mata Pelajaran

Test Statistics

a,b

Pengetahuan

Sikap

Motivasi

Chi-Square

12.542

6.914

3.562

df

6

6

6

Asymp. Sig.

.049

.329

.736

a. Kruskal Wallis Test