Pemanfaatan SIG dalam Pemetaan Potensi Merbau di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua

PEMANFAATAN SIG DALAM PEMETAAN POTENSI
MERBAU DI AREAL IUPHHK-HA
PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER UNIT II PAPUA

HASTUTI DYAH PRAJNA PARAMITHASARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan SIG
dalam Pemetaan Potensi Merbau di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara
Timber Unit II Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Hastuti Dyah Prajna Paramithasari
NIM E14090024

ABSTRAK
HASTUTI DYAH PRAJNA PARAMITHASARI. Pemanfaatan SIG dalam
Pemetaan Potensi Merbau di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber
Unit II Papua. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH.
Merbau merupakan salah satu kayu perdagangan yang sangat terkenal.
Merbau termasuk ke dalam famili Fabaceae yang menyebar mulai dari Sumatera
sampai Papua. Penelitian mengenai pemetaan potensi merbau menggunakan
sistem informasi geografis (SIG) perlu dilakukan untuk mendapatkan data
mengenai potensi merbau. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode
interpolasi spasial yang paling teliti antara metode Inverse Distance Weight
(IDW) dengan metode Kriging, menentukan penggunaan jumlah variabel yang
paling teliti, membuat peta potensi merbau yang ada di areal IUPHHK-HA PT.
Wapoga Mutiara Timber Unit II (PT. WMT-II) Papua. Nilai potensi merbau
dihitung berdasarkan data IHMB PT. WMT-II tahun 2012. Potensi merbau pada
area yang tidak terwakili oleh plot IHMB diestimasi menggunakan interpolasi

spasial. Pembuatan peta potensi merbau untuk tingkat pohon dan tiang dapat
menggunakan metode interpolasi spasial Inverse Distance Weight dengan 4 kelas
potensi yaitu sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi. Penggunaan gabungan
variabel PG-PN-PV dengan metode IDW merupakan metode yang terbaik dalam
pembuatan peta potensi merbau baik tingkat tiang maupun pohon. Peta potensi
merbau terdiri atas 2 jenis peta yang menggambarkan potensi merbau tingkat tiang
dan potensi merbau tingkat pohon pada seluruh areal IUPHHK-HA PT. WMT-II.
Secara umum potensi merbau di areal IUPHHK PT. WMT-II untuk tingkat pohon
masih tersedia di hutan primer dan sekunder. Namun pada hutan sekunder
menunjukkan bahwa potensi merbau rata-rata rendah. Begitu juga pada tingkat
tiang yang menunjukkan bahwa proses regenerasi alami dari jenis merbau yang
sangat rendah.
Kata kunci: IDW, interpolasi spasial, kriging, papua, potensi merbau, SIG.

ABSTRACT
HASTUTI DYAH PRAJNA PARAMITHASARI. GIS Utilization for Potential
Mapping of Merbau at IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber 2nd unit Papua.
Supervised by M. BUCE SALEH.
Merbau is one of famous timber trade. Merbau included in the Fabaceae
family which spread from Sumatera to Papua. Research on merbau potential

mapping use geographical information systems (GIS) need to be conducted to
obtain the data about potential merbau. This research is purposed to explain the
most accuratest spatial interpolation method between inverse distance weight
(IDW) method toward the kriging method, to explain the most accuratest number
of variables, in order to create a map of merbau potential at IUPHHK-HA PT.
Wapoga Mutiara Timber 2nd unit (PT. WMT-II) area. Merbau potential value in
2012 is calculated based on data of IHMB at PT. WMT-II. Unrepresented of

merbau potential in IHMB plot was estimated by spatial interpolation. Potential
map of merbau level of trees and poles are able to use IDW method with 4-classes
that is very low, low, medium, and high. The combination of PG, PN, and PV
variables with IDW is the best method to create potential map of merbau for each
level. Potential map of merbau consist of 2 type map that explain merbau potential
level of poles and tree at IUPHHK-HA PT. WMT-II area. Generally, potential of
merbau in area of IUPHHK-HA PT. WMT-II as yet available for the level of trees
in primary and secondary forest. But, average potential of merbau is low in
secondary forest. It is also happened on the level of poles. It indicates that natural
regeneration process of merbau is very low.
Keywords: GIS, IDW, kriging, merbau potential, papua, spatial interpolation.


PEMANFAATAN SIG DALAM PEMETAAN POTENSI
MERBAU DI AREAL IUPHHK-HA
PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER UNIT II PAPUA

HASTUTI DYAH PRAJNA PARAMITHASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pemanfaatan SIG dalam Pemetaan Potensi Merbau di Areal
IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua

Nama
: Hastuti Dyah Prajna Paramithasari
NIM
: E14090024

Disetujui oleh

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc. F. Trop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
potensi merbau, dengan judul “Pemanfaatan SIG dalam Pemetaan Potensi Merbau
di Areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu
Susan Lilianti Sunarti selaku direktur utama PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II
Papua yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian pada perusahaan
tersebut. Bapak Hengky selaku kepala cabang PT. Wapoga Mutiara Timber Unit
II Papua, Bapak Widi, Bapak Jusmanto, dan Bapak Yance Kamelane yang telah
membantu selama pengumpulan data, serta Bapak Uus yang telah memberikan
arahan selama pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah (Supriyadi), ibu (Hertri Astuti), serta seluruh keluarga, atas segala dukungan,
doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Dilla Faradina, Endita Dwi, Sisca
Widiya, Dinial Lavi, M. Panji, Sofian Hadi, serta teman-teman DMNH angkatan
46 yang selalu memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya karya
ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Penulis


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Data, Software dan Hardware
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Interpolasi Spasial Potensi Merbau
Pengujian RMSPE pada metode Kriging
Analisis Validasi Variabel PG, PN, dan PV
Analisis Visual antara IDW dengan Kriging

Analisis Visual Hasil Peta Terpilih Variabel PG, PN dan PV
Penggabungan Kelas Potensi PG, PN dan PV
Potensi Merbau di areal IUPHHK-HA PT. WMT-II Papua
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
1
2
2
2
2
4

4
4
5
11
11
14
14
16
17
20
20
22
22
22
22
24
37

DAFTAR TABEL
1 Contoh Matrik Kontingensi

2 Interval 4 kelas klasifikasi potensi merbau untuk parameter pohon dan
tiang
3 Interval 6 kelas klasifikasi potensi merbau untuk parameter pohon dan
tiang
4 Hasil perhitungan RMSPE pada metode kriging.
5 Hasil uji validasi metode interpolasi untuk parameter pohon
6 Hasil uji validasi metode interpolasi untuk parameter tiang
7 Hasil klasifikasi dengan pertimbangan 3 variabel PG, PN dan PV

9
14
13
14
15
15
20

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6

Peta lokasi penelitian
Bagan alir tahapan penelitian
Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter G
Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter V
Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter N
Hasil interpolasi dengan metode: (a) IDW dan (b) kriging-exponential
pada tingkat pohon untuk variabel PG
7 Hasil interpolasi dengan metode: (a) IDW dan (b) kriging-exponential
pada tingkat tiang untuk variabel PG
8 Peta model sebaran potensi merbau berdasarkan: (a) PG, (b) PN, dan
(c) PV untuk tingkat pohon
9 Peta model sebaran potensi merbau berdasarkan: (a) PG, (b) PN, dan
(c) PV untuk tingkat tiang
10 Peta potensi merbau tingkat pohon
11 Peta potensi merbau tingkat tiang

4
5
12
12
12
16
17
18
19
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Hasil uji akurasi metode dengan 4 kelas klasifikasi
Hasil uji akurasi metode dengan 6 kelas klasifikasi
Hasil interpolasi metode Pohon-G-4
Hasil interpolasi metode Pohon-N-4
Hasil interpolasi metode Pohon-V-4
Hasil interpolasi metode Pohon-G-6
Hasil interpolasi metode Pohon-N-6
Hasil interpolasi metode Pohon-V-6
Hasil interpolasi metode Tiang-G-4
Hasil interpolasi metode Tiang-N-4
Hasil interpolasi metode Tiang-V-4
Hasil interpolasi metode Tiang-G-6
Hasil interpolasi metode Tiang-N-6
Hasil interpolasi metode Tiang-V-6

24
28
34
34
34
34
35
35
35
35
36
36
36
36

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Papua merupakan bagian barat pulau besar Nugini. Luas wilayahnya
416.129 km2 dan mendukung hutan rimba tropis tua terluas yang masih ada di
Asia Pasifik. (CI 2012). Berdasarkan penafsiran citra landsat BKPH X Jayapura
(2007) yang diacu dalam Kemenhut (2008) persentase luas penutupan lahan papua
terhadap luas total adalah sebagai berikut 66% berupa hutan primer, 10% berupa
hutan sekunder, 17% berupa kawasan non hutan, 2% berupa badan air, dan 5%
berupa tutupan awan. Luasnya kawasan hutan tersebut diikuti dengan
keanekaragaman jenis kayu komersial yang ada di dalamnya. Kayu dari hutan
Papua didominasi oleh merbau (Intsia spp.), matoa (Pometia spp.) dan kayu dari
berbagai jenis lainnya (Dishut Papua 2001 diacu dalam CI 2012).
Merbau merupakan jenis kayu komersial bernilai ekonomi tinggi dan telah
dikenal dengan baik dalam perdagangan kayu dunia. Jenis ini termasuk dalam
famili Fabaceae yang menyebar mulai dari Sumatera sampai Papua. Populasi
merbau kini hanya tersisa di Papua dan sebagian Maluku dengan jumlah yang
terus menurun karena intensitas penebangan yang cukup tinggi (Rimbawanto
2006 diacu dalam Lestari 2011). Penebangan merbau secara besar-besaran
menimbulkan kecemasan akan kelestarian jenis ini. Oleh karena itu, beberapa
pihak mengusulkan untuk memasukkan merbau ke dalam Appendix III CITES
sehingga perdagangan merbau dapat terkontrol dengan baik. IUCN (2013) juga
telah memasukkan jenis merbau (Intsia bijuga dan Intsia acuminata) ke dalam
kategori rentan (vulnerable) sejak tahun 1998.
Berdasarkan fakta tersebut, penelitian mengenai pemetaan potensi merbau
perlu dilakukan. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi dalam pemanfaatan suatu kawasan hutan supaya jenis tersebut tidak
sampai punah. Potensi merbau pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dapat diketahui berdasarkan data
Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang diambil secara systematic
sampling with random start dan menyebar mewakili seluruh areal hutan yang
dimanfaatkan. Pelaksanaan IHMB dengan konsep sampling mengakibatkan
pengukuran hanya dilakukan pada sebagian kecil dari total luas areal. Potensi
merbau pada area yang tidak terwakili oleh plot contoh dapat diestimasi
menggunakan interpolasi spasial.
Menurut Prahasta (2009), SIG sangat membantu pekerjaan-pekerjaan yang
erat kaitannya dengan bidang-bidang spasial dan geo-informasi. SIG dapat
memberikan gambaran yang lengkap dan komprehensif terhadap suatu masalah
nyata terkait spasial permukaan bumi. Semua unsur spasial yang dilibatkan dapat
divisualkan untuk memberikan informasi yang diperlukan. Komponen sistem
yang sangat mendukung untuk pengolahan data spasial sangat diperlukan di
bidang kehutanan.

2
Perumusan Masalah
1.

2.
3.

Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain:
Apakah metode Inverse Distance Weight (IDW) lebih mewakili informasi
dari data sebenarnya jika dibandingkan dengan metode Kriging dalam
penggunaan metode interpolasi spasial?
Apakah dengan menggunakan variabel interpolasi yang lebih dari satu akan
menghasilkan peta potensi merbau yang lebih baik?
Belum adanya peta yang menunjukkan potensi merbau di areal IUPHHKHA PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua.
Tujuan Penelitian

1.

2.

3.

Penelitian ini bertujuan untuk:
Menentukan metode interpolasi spasial yang paling teliti antara metode
Inverse Distance Weight (IDW) dengan metode Kriging untuk menetapkan
kelas klasifikasi potensi merbau di areal IUPHHK-HA PT. Wapoga Mutiara
Timber Unit II Papua.
Menentukan penggunaan jumlah variabel yang paling baik antara
penggunaan variabel PG (proporsi lbds/ha), PN (proporsi N/ha), PV
(proporsi V/ha) dengan gabungan ketiga variabel tersebut untuk
mendapatkan peta potensi merbau terbaik di areal IUPHHK-HA PT.
Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua.
Membuat peta potensi merbau yang ada di areal IUPHHK-HA PT. Wapoga
Mutiara Timber Unit II Papua.
Manfaat Penelitian

1.
2.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi:
Sumber informasi mengenai potensi merbau yang ada di areal IUPHHK-HA
PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua.
Masukan bagi para pengambil keputusan agar dalam menentukan kebijakan
pemanfaatan hutan juga memperhatikan aspek kelestarian jenis merbau.

TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Informasi Geografis
ESRI (1990) dalam Prahasta (2002) menyatakan bahwa, SIG adalah
kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh,
menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua
bentuk informasi yang bereferensi geografi.
Jaya (2002) menyebutkan pada bidang kehutanan, SIG sangat diperlukan
guna mendukung pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah keruangan
(spasial) mulai dari tahap perencanaan, pengelolaan sampai dengan pengawasan.

3
SIG sangat membantu memecahkan permasalahan yang menyangkut luasan
(polygon), batas (line atau Arc) dan lokasi (point).
Konsep IHMB adalah konsep ”sampling” dimana pengukuran dilakukan
hanya pada sebagian (kecil) dari total area yang akan disurvei. Kegiatan ”sensus”
dengan mengunjungi setiap unit contoh ”populasi” untuk melakukan pengukuran
tinggi, diameter dan atau konsentrasi suatu kondisi hutan tertentu merupakan hal
yang sangat sulit, mahal, membutuhkan waktu yang lama serta tidak praktis.
Sebagai gantinya adalah dengan menggunakan data dari lokasi-lokasi titiktitik ”sample” input dari data yang telah diukur secara tersebar areal kerja. Dalam
ilmu, analisis spasial, selanjutnya kondisi titik-titik lainnya yang terletak di antara
titik-titik sampel tersebut diestimasi menggunakan metode ”interpolasi permukaan”
(surface interpolation).
Inverse Distance Weight (IDW) dan Kriging
IDW adalah salah satu teknik interpolasi permukaan (surface
interpolation) dengan prinsip titik inputnya dapat berupa titik pusat plot yang
tersebar secara acak maupun tersebar merata. Metode bobot inverse distance atau
jarak tertimbang terbalik (IDW) memperkirakan nilai-nilai atribut pada titik-titik
yang tidak disampel menggunakan kombinasi linier dari nilai-nilai sampel
tersebut dan ditimbang oleh fungsi terbalik dari jarak antar titik (Li 2008 diacu
dalam Hayati 2012). Secara konseptual, jarak efektif dapat dianggap untuk
memperpendek jarak antara titik contoh dan node diinterpolasi oleh faktor yang
sama dengan rasio anisotropi (Tomczak 1998 diacu dalam Hayati 2012).
Kriging adalah teknik interpolasi geostatistik yang menganggap baik jarak
dan variasi antara data dari titik contoh saat memperkirakan nilai di daerah yang
tidak diketahui. Estimasi yang dibuat oleh metode ini menggunakan kombinasi
tertimbang linier dari nilai data di seluruh titik yang akan diprediksi (Bohling
2005 diacu dalam Hayati 2012). Metode kriging memiliki universal kriging dan
ordinary kriging sebagai pendekatannya. Universal kriging termasuk ke dalam
multivariate yakni metode yang mampu menggunakan informasi sekunder dan
mengacu pada lebih dari satu variabel penjelas, sedangkan ordinary kriging
termasuk ke dalam univariate yakni metode yang tidak menggunakan informasi
sekunder (Li 2008 diacu dalam Hayati 2012).
Potensi Hutan
Potensi hutan adalah jumlah pohon jenis niagawi tiap hektar menurut kelas
diameter pada suatu lokasi hutan tertentu yang dihitung berdasarkan rata-rata
jumlah pohon pada suatu tegakan hutan alam. Jenis niagawi adalah jenis-jenis
pohon yang laku untuk diperdagangkan (Kemenhut 2002).
Merbau
Merbau termasuk ke dalam famili Fabaceae dan subfamili Caesalpinoideae.
Merbau merupakan nama perdagangan untuk genus Intsia spp. Merbau juga
dikenal dengan nama “kwila/menau” di Papua New Guinea, “ipil” di Filipina, dan
“praduu thale” di Thailand (Thaman et al. 2006). Tong et al. (2009) menyatakan
bahwa terdapat 9 spesies merbau yang menyebar di beberapa belahan dunia.

4
Terdapat tiga spesies merbau di Indoneisa yaitu Intsia bijuga, I. palembanica dan
I. acuminata. Ketiga spesies tersebut dapat ditemukan di Papua akan tetapi hanya
jenis I. bijuga dan I. palembanica yang dieksploitasi secara komersial dan
diketahui dengan baik. Jenis I. bijuga adalah yang paling sering ditemukan di
Indonesia.
Jenis I. bijuga dapat tumbuh pada ketinggian 0−450 mdpl. Jenis merbau
secara umum dapat tumbuh baik pada curah hujan tahunan 1500−2300 mm, suhu
17−33oC serta pada tanah yang drainasenya baik dan pH tanah berkisar antara
6.1−7.4. Merbau saat dewasa dapat mencapai tinggi 40 m dengan pertambahan
tinggi kurang dari 1.5 m per tahun. Jenis ini termasuk pada jenis yang
pertumbuhannya lambat dan memasuki masa dewasa setelah berumur 75−80
tahun. Pohon dewasa memiliki banir yang lebar hingga mencapai 4 m. Batang
merbau tumbuh lurus dengan tajuk yang lebar serta memiliki kemampuan selfpruning yang baik. Bunga merbau bersifat biseksual sehingga dalam satu bunga
terdapat bunga jantan dan betina, mahkota bunganya berwarna merah atau
terkadang merah jambu. Jenis ini berbunga sepanjang tahun walaupun memiliki
musim berbunga puncak pada bulan tertentu yang berbeda pada setiap daerah.
Buahnya berbentuk oblong dengan ukuran 8−23 cm x 4−8 cm. Daun merbau
merupakan daun majemuk yang biasanya terdiri dari 4 anak daun dengan panjang
8−15 cm/anak daun. Daun berbentuk elips dan asimetris (Thaman et al. 2006).

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua kegiatan, yakni pengumpulan dan pengolahan
data. Kegiatan pengumpulan data sekunder dilaksanakan pada bulan April 2013 di
PT. Wapoga Mutiara Timber Unit II (PT. WMT-II) Papua. Lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan data dilakukan pada bulan Mei sampai
dengan September 2013 di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS,
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

5
Data, Software dan Hardware
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil IHMB PT.
WMT-II Papua. Luas IUPHHK-HA PT. WMT-II adalah 169170 ha, dengan
kawasan lindung seluas 3978 ha dan luas tidak efektif IHMB lainnya sebesar
4797 ha. Berdasarkan data tersebut, luas efektif IHMB PT. WMT-II adalah
160395 ha. Jarak antar plot dalam jalur sepanjang 1340 meter. Pelaksanaan IHMB
ini dilakukan pada 1214 plot yang berada pada areal efektif (PT. WMT-II 2012).
Data pendukung lainnya yang digunakan yaitu tabel volume, peta petak
kompartemen IHMB, peta titik plot IHMB, peta batas blok RKT, dan peta batas
areal IUPHHK-HA.
Software dan Hardware
Software yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ArcGIS versi 10
dan Microsoft Office 2007 (Word dan Excel). Hardware yang digunakan adalah
seperangkat laptop dan printer.
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian Pemanfaatan SIG dalam Pemetaan Potensi Pohon
Merbau di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Papua ini terdiri dari:
1) persiapan, 2) pengolahan data sekunder, 3) penentuan jumlah kelas dan interval
kelas, 4) penyusunan model interpolasi spasial, 5) analisis nilai tengah, 6) uji
RMSPE, 7) uji akurasi, 8) analisis hasil pengujian, 9) analisis visual hasil
interpolasi, 10) pembuatan peta model, 11) analisis visual peta model, 12)
keputusan perlu adanya penggabungan variabel atau tidak, 13) jika perlu,
penyusunan kelas klasifikasi gabungan, 14) pembuatan peta potensi. Tahapan
penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Bagan alir tahapan penelitian

6
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil data
sekunder dari file elektronik IHMB PT. WMT-II. Data yang diambil berupa tally
sheet hasil IHMB, tabel volume, peta petak kompartemen IHMB, peta titik plot
IHMB, peta batas blok RKT, peta jaringan sungai, dan peta batas areal IUPHHKHA. Data-data tersebut diberikan langsung oleh PT. WMT-II sebagai bahan
penelitian ini.
Pengolahan Data Sekunder
1.
Perapihan data tingkat tiang pada tally sheet IHMB.
2.
Penggabungan data sekunder antara tally sheet IHMB pohon kecil dengan
pohon besar.
3.
Perhitungan nilai variabel dari setiap parameter yang akan dipetakan untuk
seluruh jenis yang ada di dalam plot.
3.1 Kerapatan berdasarkan jumlah pohon per hektar (N)
N=



Keterangan:
N
= kerapatan berdasarkan jumlah pohon (individu/ha)
∑ n = jumlah pohon dalam satu plot (individu)
L
= luas per hektar (ha)
3.2

Luas bidang dasar (lbds) masing-masing individu sering disebut juga
basal area (g), dengan rumus sebagai berikut (Husch et al. 2003):
g=

π

Keterangan:
g
= luas bidang dasar (m2)
= phi (3.141592654)
d
= diameter (m)
3.3

Kerapatan berdasarkan luas bidang dasar per hektar (G)
G =



Keterangan:
G
= kerapatan berdasarkan lbds (m2/ha)
g
= lbds masing-masing individu (m2)
L
= luas plot (ha)
3.4

Volume masing-masing individu
Volume masing-masing individu (y) dihitung menggunakan tabel
volume PT. WMT-II (2012) dengan persamaan sebagai berikut:
Dipterocarpaceae,
y = 0.000178x2.377726
Non Dipterocarpaceae, y = 0.000137x2.457816

7
Keterangan:
y
= volume kayu (m3)
x
= diameter pohon (cm)
3.5

Kerapatan berdasarkan volume per hektar (V)
V =



Keterangan:
Σyi = jumlah volume dalam plot (m3)
LP = luas plot (ha)
4.
5.

6.

Perhitungan nilai variabel N, G, dan V khusus untuk jenis merbau dari
masing-masing plot dengan rumus yang sama.
Perhitungan nilai proporsi merbau sama dengan nilai kerapatan relatif
masing-masing variabel dengan rumus umum sebagai berikut:
Proporsi =























x 100%

Perapihan hasil perhitungan proporsi merbau ke dalam tabel excel serta
penambahan informasi koordinat XY untuk masing-masing plot.

Pembuatan Interval Kelas Klasifikasi Potensi Merbau
Pada masing-masing metode interpolasi akan diklasifikasikan ulang menjadi
4 dan 6 kelas. Penentuan jumlah kelas ditentukan dengan cara purposive.
Perbedaan jumlah kelas tersebut dipakai untuk mengetahui apakah semakin
banyak jumlah kelas akan semakin akurat proses interpolasinya atau berkebalikan.
Klasifikasi 4 kelas memberikan gambaran mengenai sebaran merbau dengan
intensitas potensi merbau sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi. Sedangkan
pada klasifikasi 6 kelas memberikan gambaran mengenai potensi merbau dengan
intensitas merbau sangat rendah sekali, sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi.
Pembuatan nilai interval masing-masing kelas dilakukan berdasarkan 100%
data sekunder dengan metode natural break menggunakan software ArcGIS. Nilai
interval kelas ini akan digunakan sebagai acuan interval kelas potensi merbau.
Hasil interpolasi potensi merbau yang berjumlah 36 peta tersebut kemudian
dikelaskan ke dalam 4 kelas dan 6 kelas dengan interval yang telah ditentukan
tersebut, sehingga hasil dari proses interpolasi tersebut berupa 72 peta model
sebaran merbau. Peta-peta tersebut akan diuji keakurasiannya untuk mendapatkan
satu metode yang paling baik untuk masing-masing variabel potensi pohon dan
tiang.
Penyusunan Model Interpolasi Spasial
Pembuatan peta sebaran potensi merbau menggunakan software ArcGIS
versi 10. Basis data masukan berupa data shp titik yang berisi proporsi merbau
untuk setiap variabel. Data shp yang dipakai sebagai model hanya 604 plot dari
data total, sedangkan 610 plot lainnya dipakai sebagai data validasi dari model

8
yang telah dibuat. Pemisahan plot model dengan plot validasi pada awalnya
masing-masing sebesar 50%, namun jumlah masing-masing plotnya berbeda
karena penentuan plot saling silang. Proses pembuatan peta sebagian besar
menggunakan pengaturan default dari ArcGIS, hanya ukuran selnya yang diubah
yakni sebesar 125 m x 125 m. Model interpolasi yang digunakan pada penelitian
ini terdiri dari 36 metode. Pada masing-masing metode akan diklasifikasikan
ulang menjadi 4 dan 6 kelas.
Rincian 36 metode tersebut sebagai berikut:
1. Parameter Tiang:
2. Parameter Pohon:
1.1. Proporsi N/ha (TN)
2.1. Proporsi N/ha (PN)
1.1.1. IDW
2.1.1. IDW
1.1.2. Kriging-circular
2.1.2. Kriging-circular
1.1.3. Kriging-exponential
2.1.3. Kriging-exponential
1.1.4. Kriging-gaussian
2.1.4. Kriging-gaussian
1.1.5. Kriging-linier
2.1.5. Kriging-linier
1.1.6. Kriging-spherical
2.1.6. Kriging-spherical
1.2. Proporsi Lbds/ha (TG)
2.2. Proporsi Lbds/ha (PG)
1.2.1. IDW
2.2.1. IDW
1.2.2. Kriging-circular
2.2.2. Kriging-circular
1.2.3. Kriging-exponential
2.2.3. Kriging-exponential
1.2.4. Kriging-gaussian
2.2.4. Kriging-gaussian
1.2.5. Kriging-linier
2.2.5. Kriging-linier
1.2.6. Kriging-spherical
2.2.6. Kriging-spherical
1.3. Proporsi V/ha (TV)
2.3. Proporsi V/ha (PV)
1.3.1. IDW
2.3.1. IDW
1.3.2. Kriging-circular
2.3.2. Kriging-circular
1.3.3. Kriging-exponential
2.3.3. Kriging-exponential
1.3.4. Kriging-gaussian
2.3.4. Kriging-gaussian
1.3.5. Kriging-linier
2.3.5. Kriging-linier
1.3.6. Kriging-spherical
2.3.6. Kriging-spherical
Jumlah seluruh model interpolasi yang digunakan sebanyak 72 model.
Selanjutnya, masing-masing variabel PN, PV, dan PG diinterpolasi menggunakan
ke-72 model tersebut. Hasil interpolasi tersebut akan dibandingkan nilai
tengahnya antara nilai aktual dengan prediksi.
Analisis Nilai Tengah Aktual dengan Nilai Tengah Prediksi
Nilai tengah aktual dihitung secara statistik menggunakan software
microsoft excel dengan data input berupa data proporsi hasil pengolahan data
sekunder. Nilai tengah prediksi dapat dilihat melalui software ArcGIS setelah
proses interpolasi spasial dilakukan. Kedua nilai tersebut dibandingkan dan dilihat
besarya gap pada masing-masing metode interpolasi. Metode yang menghasilkan
nilai gap paling kecil dapat dikatakan sebagai metode yang paling mendekati
kondisi aktual. Analisis ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa metode
interpolasi spasial merupakan metode dugaan yang nilainya tidak dapat 100%
sama dengan kondisi aktual. Metode terbaik masih harus ditentukan dengan
menggunakan pengujian akurasi menggunakan uji RMSPE untuk metode kriging
serta uji akurasi menggunakan matriks kontingensi untuk metode kriging terbaik
dan IDW.

9
Pemilihan Bentuk Model Prediksi dari Metode Kriging Menggunakan
Pengujian Root Mean Square Prediction Error (RMSPE)
Pengujian nilai RMSPE hanya dilakukan pada metode interpolasi kriging.
Hal tersebut dikarenakan metode kriging mempunyai sub-metode yang lebih dari
satu. Tujuan dilakukannya pengujian ini untuk mendapatkan satu metode kriging
terbaik. Selain itu, dengan didapatkannya satu metode kriging terbaik akan
mempermudah proses pengujian akurasi pada tahap selanjutnya.
Nilai RMSPE adalah nilai yang dihitung dari nilai validasi silang dimana
nilainya diperoleh melalui akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih
nilai dugaan hasil interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi
terhadap nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSPE maka nilai dugaannya semakin
mendekati akurat.
Berikut rumus RMSPE yang digunakan:

Keterangan :
Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi
Ti(a = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952 dalam hayati 2012)
n
= jumlah plot validasi
Setelah melakukan pengujian RMSPE ini didapatkan 24 hasil interpolasi
terseleksi dengan model IDW dan kriging terpilih. Hasil tersebut yang akan diuji
keakurasiannya untuk mendapatkan model terbaik pada masing-masing variabel.
Uji Akurasi Pemetaan dengan Variabel PG, PN dan PV
Akurasi sering dianalisis menggunakan suatu matriks kontingensi (Tabel 1),
yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasi.
Tabel 1 Contoh matrik kontingensi
Data referensi

A
B
C
D
Jumlah
User’s
accuracy

Diklasifikasi ke kelas
A
X11
X21
X31
X41
X+1
X11/X+1

B
X12
X22
X32
X42
X+2
X22/X+2

C
X13
X23
X33
X43
X+3
X33/X+3

D
X14
X24
X34
X44
X+4
X44/X+4

Jumlah

Producer’s
accuracy

X1+
X2+
X3+
X4+
N

X11/X1+
X22/X2+
X33/X3+
X44/X4+

Menurut Jaya (2010), akurasi yang dihitung yaitu akurasi pembuat
(producer’s accuracy), akurasi pengguna (user accuracy), akurasi keseluruhan
(overall accuracy), dan akurasi kappa (kappa accuracy). Secara matematis rumus
dari akurasi di atas dapat dinyatakan sebagai berikut:

10
Akurasi Pengguna =

x 100%

Akurasi Pembuat =

x 100%

Akurasi Keseluruhan =
Akurasi Kappa =








x 100%
x100%

Keterangan:
Xii
= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
X+i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i
N
= banyaknya piksel dalam contoh
Analisis Hasil Pengujian Akurasi
Berdasarkan hasil uji akurasi tersebut didapatkan nilai overall accuracy dan
kappa accuracy. Nilai overall accuracy menunjukkan nilai akurasi secara
keseluruhan, sedangkan nilai kappa accuracy menunjukkan nilai yang
mempertimbangkan seluruh elemen yang diuji. Nilai kappa accuracy dinilai lebih
reliable karena elemen yang digunakan lebih banyak dari pada nilai overall
accuracy. Semakin tinggi nilai akurasi berarti semakin mendekati nilai
sebenarnya. Model interpolasi terbaik ditunjukkan oleh nilai akurasi yang paling
besar.
Analisis Visual Hasil Interpolasi
Analisis ini dilakukan untuk menambah keyakinan pemilihan metode
terbaik. Hasil interpolasi antara metode IDW dengan kriging terpilih
dibandingkan secara visual, kemudian dilihat metode mana yang paling relevan
dengan kondisi aktual. Setelah melakukan analisis pengujian akurasi dan analisis
visual hasil interpolasi, didapatkan 6 hasil interpolasi yang menggunakan metode
interpolasi terbaik. Hasil tersebut yang akan digunakan untuk membuat peta
model potensi merbau tingkat pohon dan tiang dengan variabel PN, PG, dan PV.
Pembuatan Peta Model Potensi Merbau
Peta model potensi merbau dibuat menggunakan metode interpolasi dan
jumlah kelas terbaik. Hasil dari proses ini berupa 6 peta yang terdiri atas peta
potensi merbau tingkat pohon dengan variabel PN, PG, dan PV, serta peta potensi
merbau tingkat tiang dengan variabel PN, PG, dan PV.
Analisis Visual Peta Model Potensi Merbau
Keenam peta tersebut dianalisis secara visual untuk menentukan tahapan
selanjutnya. Apabila dari hasil analisis didapatkan hasil bahwa dengan
menggunakan ketiga variabel tersebut dihasilkan peta yang sama, maka tahapan
selanjutnya adalah pembuatan peta sebaran potensi merbau menggunakan salah
satu dari variabel tersebut dan penelitian selesai. Namun jika dari hasil analisis
didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan ketiga variabel tersebut dihasilkan

11
peta yang berbeda, maka pada tahapan selanjutnya perlu ada penggabugan ketiga
variabel tersebut. Perbedaan peta yang dihasilkan menunjukkan bahwa masingmasing metode tersebut mempunyai peranan yang penting dalam pembuatan peta
sebaran merbau.
Penggabungan Data Variabel dan Pembuatan Kelas Klasifikasi
Penggabungan data variabel menggunakan software ArcGIS dengan cara
overlay. Setelah proses overlay berhasil, dilakukan pengklasifikasian ulang
dengan melibatkan ketiga variabel tersebut. Proses klasifikasi dilakukan secara
purposive dan variabel PV sebagai dasar klasifikasi. Proses klasifikasi ini
dilakukan dengan cara manual menggunakan software microsoft excel 2007.
Pembuatan Peta Interpolasi Spasial dengan Variabel Gabungan PG-PN-PV
Proses pembuatan ini sama saja prosesnya dengan pembuatan peta
interpolasi sebelumnya yang membedakan hanya proses klasifikasinya yang
dikerjakan manual. Selain itu, data yang digunakan untuk interpolasi spasial
langsung menggunakan 100% dari data sekunder, serta metode yang digunakan
merupakan metode yang paling baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Interpolasi Spasial Potensi Merbau
Nilai Tengah Hasil Interpolasi Spasial
Peta sebaran merbau yang dihasilkan dari 36 metode interpolasi spasial
sebanyak 72 peta. Peta-peta tersebut mempunyai komponen informasi yang
berbeda satu sama lain. Metode interpolasi yang dipakai pun juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari proses interpolasi spasial adalah
kemampuan pendugaan nilai untuk seluruh areal dari data yang diambil dengan
sistem sampling. Hal tersebut menawarkan kemudahan bagi para surveyor karena
tidak perlu melakukan pengambilan data dengan cara sensus. Kekurangan dari
proses interpolasi ini, adanya gap antara nilai tengah aktual dengan pendugaan.
Proses interpolasi spasial adalah proses pendugaan suatu variabel sehingga
hasil yang didapatkan tidak akan 100% sesuai dengan kondisi aktual. Secara
umum, pada pendugaan proporsi masing-masing variabel, nilai tengah yang
dihasilkan pada setiap metode memberikan hasil yang kurang dari nilai aktualnya
(underestimate). Nilai tengah aktual dihitung berdasarkan data plot model. Nilai
tengah prediksi didapatkan dari informasi statistik setelah proses interpolasi dari
data model dilakukan. Informasi proporsi masing-masing variabel dapat dilihat
pada Gambar 3 sampai dengan 5.

Nilai tengah proporsi G (%)

12
9.60
9.40
9.20
9.00
8.80
8.60
8.40
8.20
8.00

9.40

8.50

IDW

8.59

K. Circular

8.59

8.60

K. Exponential K. Gaussian

8.60

8.59

K. Linear

K. Spherical

Metode interpolasi
- - - - - Nilai tengah prediksi
Nilai tengah aktual

Nilai tengah proporsi V (%)

Gambar 3 Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter G

10.70

10.80
10.60
10.40
10.20
10.00
9.80

9.86

9.96

9.96

9.97

9.96

9.96

K. Linear

K. Spherical

9.60
9.40
IDW

K. Circular K Exponential K. Gaussian

Metode interpolasi

- - - - - Nilai tengah prediksi

Nilai tengah aktual

Nilai tengah proporsi N (%)

Gambar 4 Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter V

3.80
3.60
3.40
3.20
3.00
2.80
2.60
2.40
2.20
2.00

3.67
3.08

3.08

3.10

3.08

3.08

K. Linear

K. Spherical

2.91

IDW

K. Circular K. Exponential K. Gaussian

Metode interpolasi
- - - - - Nilai tengah prediksi
Nilai tengah aktual

Gambar 5 Nilai tengah proporsi (%) untuk parameter N

13
Nilai tengah yang dihasilkan metode IDW cenderung lebih underestimate
jika dibandingkan dengan metode kriging. Hasil interpolasi spasial dari metode
IDW dipengaruhi oleh nilai power yang digunakan. Analisis nilai tengah hanya
digunakan untuk menunjukkan adanya gap antara kondisi aktual dengan hasil
interpolasi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan metode terbaik harus melalui
proses selanjutnya yaitu pengujian nilai RMSPE untuk metode kriging serta
pengklasifikasian potensi merbau untuk mempermudah proses pengujian akurasi.
Proses Klasifikasi Potensi Merbau
Proses klasifikasi ini dilakukan supaya pengguna peta lebih mudah dalam
memahami peta potensi merbau yang telah dibuat. Jumlah kelas yang dibuat
mencerminkan kondisi dugaan potensi merbau. Kelas potensi merbau ditentukan
sebanyak 6 kelas dan 4 kelas untuk masing-masing metode interpolasi. Selang
kelas telah dihitung terlebih dahulu menggunakan 100% data sekunder. Nilai dari
masing-masing kelas dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Penggunaan 2 tipe jumlah kelas menjadi salah satu parameter pada
pengujian akurasi. Interval kelas tersebut kemudian digunakan sebagai dasar
pembuatan kelas klasifikasi potensi merbau dengan metode-metode interpolasi
yang telah digunakan. Setelah hasil interpolasi dari model-model tersebut
diklasifikasikan, proses selanjutnya adalah pengujian validasi. Pengujian validasi
dilakukan untuk mendapatkan metode terbaik melalui peta potensi merbau yang
telah dibangun dari data model.
Tabel 2 Interval 6 kelas klasifikasi potensi merbau untuk parameter pohon dan
tiang
Potensi merbau
Variabel

Sangat rendah sekali
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
Sangat rendah sekali
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

PG (%)
PN (%)
PV (%)
Interval kelas untuk parameter pohon
0.00-6.23
0.00-2.34
0.00-7.40
6.23-12.47
2.34-5.85
7.40-15.20
12.47-19.48
5.85-11.30
15.20-23.38
19.48-30.39
11.30-20.26
23.38-34.68
30.39-44.81
20.26-43.25
34.68-49.49
44.81-99.37
43.25-99.37
49.49-98.98
Interval kelas untuk parameter tiang
0.00-0.78
0.00-0.47
0.00-0.44
0.44-2.51
0.78-2.54
0.47-2.52
2.51-6.36
2.54-5.38
2.52-6.62
6.36-11.83
5.38-9.97
6.62-12.45
11.83-19.38
9.97-16.13
12.45-20.64
19.38-37.72
16.13-24.92
20.64-40.18

14
Tabel 3 Interval 4 kelas klasifikasi potensi merbau untuk parameter
pohon dan tiang
Potensi merbau
Variabel

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi

PG (%)
PN (%)
PV (%)
Interval kelas untuk parameter pohon
0.00-6.62
0.00-2.73
0.00-7.79
6.62-14.03
2.73-7.79
7.79-16.76
14.03-28.06
7.79-18.31
16.76-31.95
28.06-99.37
18.31-99.37
31.95-98.98
Interval kelas untuk parameter tiang
0.00-0.89
0.00-0.98
0.00-1.10
0.89-5.03
0.98-4.79
1.10-5.51
5.03-13.76
4.79-12.22
5.51-14.81
13.76-37.72
12.22-24.92
14.81-40.18

Pengujian RMSPE pada metode Kriging
Pengujian nilai RMSPE hanya dilakukan pada metode interpolasi kriging.
Hal tersebut dikarenakan metode kriging mempunyai sub-metode yang lebih dari
satu. Hasil perhitungan RMSPE dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil perhitungan RMSPE pada metode kriging.
Variabel
Metode
PG
PV
PN
TG
TV
TN
kriging
Circular
1.0315 1.0735
0.7652 0.8496
0.8480
0.8528
Exponential *1.0253 *1.0697 *0.7634 *0.8488 *0.8470
0.8528
Gaussian
1.0456 1.0870
0.7799 0.8520
0.8513
0.8528
Linear
1.0327 1.0743
0.7641 0.8499
0.8482
0.8528
Spherical
1.0306 1.0727
0.7640 0.8490
0.8482 *0.8519
Keterangan *: metode kriging terpilih

Berdasarkan hasil tersebut telah terpilih metode kriging terbaik untuk
masing-masing variabel. Metode kriging-exponential merupakan metode terbaik
untuk variabel PG, PV, PN, TG dan TV. Sedangkan untuk variabel TN, metode
kriging-spherical merupakan metode yang terbaik. Peta terbaik dari masingmasing variabel dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai dengan 14. Penentuan
metode terbaik tersebut berdasarkan nilai RMSPE yang paling kecil. Hasil
tersebut yang akan digunakan pada tahapan selanjutnya yaitu pengujian akurasi.
Analisis Validasi Variabel PG, PN, dan PV
Pada penelitian ini, analisis validasi variabel tunggal menggunakan matriks
kontingensi hanya dilihat dari nilai overall accuracy (OA) tanpa melihat nilai
kappa accuracy (KA). Nilai kappa accuracy tidak diperhitungkan karena data
input yang digunakan merupakan data yang diambil dengan cara systematic

15
sampling with random start tanpa adanya proses stratifikasi. Proses pengujian
validasi juga menggunakan sistem cross validation yang menjadikan jarak antar
titik plot semakin jauh sehingga nilai akurasi kappa yang didapatkan sangat kecil,
seperti terlihat pada Tabel 5 dan 6. Proses interpolasi ini juga bersifat estimasi,
sehingga keterlibatan komponen perbandingan yang dipakai cenderung dilihat
secara umum.
Tabel 5 Hasil uji validasi metode interpolasi untuk parameter pohon
Variabel
Metode
4 Kelas potensi
6 Kelas potensi
OA (%) KA (%)
OA (%)
KA (%)
PN
IDW
41.80
2.85
37.87
4.55
Kriging-exponential
37.54
0.49
31.48
-0.76
PV
IDW
40.66
5.74
37.87
4.71
Kriging-exponential
36.39
6.01
33.93
5.54
PG
IDW
39.51
5.04
35.25
3.75
Kriging-exponential
35.41
4.66
33.61
6.36
Tabel 6 Hasil uji validasi metode interpolasi untuk parameter tiang
Metode
4 Kelas potensi
6 Kelas potensi
Variabel
OA (%) KA (%) OA (%)
KA (%)
TN
IDW
73.61
1.10
70.49
0.71
Kriging-spherical
60.66
1.04
60.66
1.04
TV
IDW
74.59
1.07
65.08
0.95
Kriging-exponential
66.39
1.14
60.82
1.34
TG
IDW
72.46
1.38
62.95
0.39
Kriging-exponential
62.30
1.56
60.66
1.04
Berdasarkan hasil tersebut, metode IDW dengan 4 kelas klasifikasi
merupakan metode yang paling baik digunakan dalam interpolasi proporsi merbau
tingkat pohon. Nilai overall accuracy metode IDW untuk variabel PN, PV, dan
PG dengan 4 kelas klasifikasi berturut-turut sebesar 41.80%, 40.66%, serta
39.51%. Nilai overall accuracy metode IDW untuk variabel PN, PV dan PG
dengan 6 kelas klasifikasi berturut-turut sebesar 37.87%, 37.87%, serta 35.25%.
Nilai-nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan metode kriging yang
memiliki nilai overall accuracy lebih rendah dan berbeda tipis satu sama lain.
Berdasarkan hasil tersebut, metode dengan kelas klasifikasi sebanyak 4 kelas
cenderung menghasilkan nilai akurasi yang lebih besar dibandingkan dengan 6
kelas interpolasi.
Metode IDW dengan 4 kelas klasifikasi juga menjadi metode paling baik
dalam interpolasi proporsi merbau tingkat tiang. Terlihat pada Tabel 5, nilai
overall accuracy metode IDW untuk variabel PN, PV, dan PG dengan 4 kelas
klasifikasi berturut-turut sebesar 73.61%, 74.59%, serta 72.46%. Nilai overall
accuracy metode IDW untuk variabel PN, PV dan PG dengan 6 kelas klasifikasi
berturut-turut sebesar 70.49%, 65.08%, serta 62.95%. Hasil uji validasi untuk
metode kriging pada parameter tiang juga menunjukkan nilai overall accuracy

16
yang lebih rendah dari pada metode IDW. Metode interpolasi IDW dengan 4 kelas
klasifikasi merupakan metode yang paling baik untuk tingkat pohon dan juga
tiang merbau. Tabel perhitungan nilai validasi OA dan KA dapat dilihat pada
Lampiran 1 dan 2.
Hasil tersebut menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Fauziah
(2012) dimana secara umum pada interpolasi volume dan biomassa tegakan yang
menggunakan metode IDW memberikan ketelitian sedikit lebih baik
dibandingkan dengan metode Kriging.
Analisis Visual antara IDW dengan Kriging
Berdasarkan pengujian validasi di atas telah terpilih metode IDW yang
memiliki tingkat akurasi paling tinggi. Sebagai dasar penguat hasil pengujian
dilakukan analisis visual yang membandingkan hasil interpolasi antara metode
IDW dengan metode kriging. Jika dilihat dari peta yang dihasilkan, metode IDW
terlihat lebih mendekati kondisi aktual jika dibadingkan dengan metode kriging.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari Gambar 6 dan 7 yang menggambarkan
perbedaan hasil antara IDW dengan kriging pada tingkat pohon dan tiang.

(a)

(b)
Gambar 6 Hasil interpolasi dengan metode: (a) IDW dan (b) krigingexponential pada tingkat pohon untuk variabel PG

17

(a)

(b)
Gambar 7 Hasil interpolasi dengan metode: (a) IDW dan (b) krigingexponential pada tingkat tiang untuk variabel PG
Gambar 6 dan 7 merupakan hasil interpolasi dengan 4 kelas klasifikasi pada
tingkat pohon dan tiang. Titik-titik yang tergambar pada hasil tersebut merupakan
titik plot IHMB yang memiliki nilai PG 0% yang menandakan tidak adanya
merbau pada plot tersebut. Pada Gambar 6(a) terlihat bahwa hasil klasifikasi
menunjukkan relevansi kelas dengan data plot yang tidak ada informasi proporsi
merbau. Sedangkan pada Gambar 6(b) terlihat bahwa klasifikasi yang dihasilkan
kurang relevan dengan data plot yang tidak memiliki informasi proporsi merbau.
Begitu juga dengan Gambar 7 juga menunjukkan hal yang sama. Berdasarkan
analisis visual tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan metode IDW lebih
mencerminkan kondisi aktual dari data yang ada jika dibandingkan dengan
metode kriging.
Analisis Visual Hasil Peta Terpilih Variabel PG, PN dan PV
Berdasarkan analisis hasil uji akurasi dan analisis visual, metode interpolasi
IDW dengan 4 kelas klasifikasi potensi merbau merupakan metode yang paling
baik. Metode ini kemudian digunakan untuk membuat peta model sebaran potensi
merbau untuk tingkat tiang dan pohon. Gambar 8 dan 9 berikut ini merupakan
hasil dari interpolasi potensi merbau untuk masing-masig variabel. Gambar 8
menunjukkan potensi merbau pada tingkat pohon, sedangkan Gambar 9
menunjukkan potensi merbau pada tingkat tiang. Peta tersebut dianalisis kembali
secara visual untuk melihat kesamaan penyebaran potensinya.

18

(a)

(b)

(c)
Gambar 8 Peta model sebaran potensi merbau berdasarkan: (a) PG,
(b) PN, dan (c) PV untuk tingkat pohon

19

(a)

(b)

(c)
Gambar 9 Peta model sebaran potensi merbau berdasarkan: (a) PG,
(b) PN, dan (c) PV untuk tingkat tiang

20
Pengamatan visual berdasarkan Gambar 8 menunjukkan bahwa masingmasing variabel PG, PN, dan PV menghasilkan peta yang berbeda satu sama lain.
Hasil pengamatan pada gambar 9 juga menghasilkan peta yang berbeda satu sama
lain. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa masing-masing variabel ternyata
memiliki peranan yang penting dalam pembuatan peta sebaran potensi merbau,
dan tidak dapat langsung dipilih karena hasilnya yang berbeda. Sesuai dengan
metode yang telah dicantumkan, langkah selanjutnya adalah melakukan
penggabungan variabel PG, PN, dan PV dalam pembuatan peta sebaran potensi
merbau.
Penggabungan Kelas Potensi PG, PN dan PV
Data variabel PG, PN, dan PV yang telah digabungkan kemudian digunakan
sebagai data awal penyusunan peta interpolasi spasial gabungan variabel PG, PN,
dan PV. Peta hasil penggabungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Peta-peta tersebut menggunakan kelas klasifikasi yang telah mempertimbangkan
ketiga variabel penyusunnya. Proses klasifikasi dilakukan secara purposive
dengan pertimbangan prioritas pada variabel PV. Hasil klasifikasi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hasil klasifikasi dengan pertimbangan 3 variabel PG, PN dan PV
Kelas PG
1
Kelas PN 1 2 3 4 1
1 1 2 2 2 2
Kelas 2 2 2 2 2 2
PV
3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4
Keterangan: 1 = Sangat rendah
2 = Rendah

2
2
2
2
3
4

3
3
2
2
3
4

4
2
2
3
4

1
2
2
3
4

2
2
2
3
4

4
3
3
3
3
4

4
3
3
3
4

1
3
3
3
4

2
3
3
4
4

3
3
3
4
4

4
3
3
4
4

3 = Sedang
4 = Tinggi

Potensi Merbau di areal IUPHHK-HA PT. WMT-II Papua
Potensi Merbau Tingkat Pohon
Potensi merbau pada tingkat pohon dapat dilihat pada Gambar 10. Secara
visual dapat dilihat bahwa potensi merbau yang ada di areal IUPHHK-HA PT.
WMT-II Papua sangat kecil pada areal hutan sekunder dan masih cukup banyak di
areal hutan primer. Secara keseluruhan, potensi merbau untuk tingkat pohon
berada pada kelas sangat rendah pada ketiga variabel yang digunakan. Kelas
potensi tidak ada merbau yang sebagian besar tercermin pada areal bekas
tebangan menjadi indikasi bahwa jenis merbau dimanfaatkan secara besar-besaran.
Melalui peta potensi merbau ini menunjukkan hasil yang mendukung penelitian
Lestari (2011), bahwa pola sebaran spasial kedua jenis merbau sangat bergantung
pada kondisi fisik lingkungannya. Pada lokasi yang memiliki ketinggian tempat
lebih rendah, kedua jenis merbau cenderung membentuk pola sebaran seragam,
sedangkan pada tempat yang lebih tinggi akan mengelompok.

21

Gambar 10 Peta potensi merbau tingkat pohon
Potensi Merbau Tingkat Tiang
Potensi merbau pada tingkat tiang dapat dilihat pada Gambar 11. Secara
visual dapat dilihat bahwa potensi merbau tingkat tiang yang ada di areal
IUPHHK-HA PT. WMT-II Papua menyebar di areal hutan sekunder. Potensi
merbau untuk tingkat tiang didominasi oleh kelas potensi merbau sangat rendah.
Kelas potensi sangat rendah yang sebagian besar tercermin pada areal hutan
primer menjadi indikasi bahwa permudaan alami tingkat tiang pada hutan primer
sangat kecil. Pada hutan sekunder mulai ditemukan permudaan tingkat tiang untuk
jenis merbau.

Gambar 11 Peta potensi merbau tingkat tiang

22

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, pembuatan peta potensi merbau untuk
tingkat pohon dan tiang dapat menggunakan metode interpolasi spasial Inverse
Distance Weight dengan 4 kelas potensi yaitu tidak ada merbau, rendah, sedang,
dan tinggi. Penggunaan gabungan variabel PG-PN-PV dengan metode IDW
merupakan metode yang terbaik dalam pembuatan peta potensi merbau baik
tingkat tiang maupun pohon. Peta potensi merbau terdiri atas 2 jenis peta yang
menggambarkan potensi merbau tingkat tiang dan potensi merbau tingkat pohon
pada seluruh areal IUPHHK-HA PT. WMT-II. Secara umum potensi merbau
tingkat pohon di areal IUPHHK PT. WMT-II lebih tinggi di hutan primer jika
dibandingkan dengan potensi merbau tingkat pohon di hutan sekunder. Potensi
merbau pada tingkat tiang menunjukkan bahwa proses regenerasi alami dari jenis
merbau sangat rendah sehingga rawan kepunahan.

Saran
Perlu dibuat kebijakan baru tentang pemanfaatan merbau baik dari pihak
pemerintah maupun perusahaan supaya kelestarian jenis ini tetap terjaga. Melihat
dari nilai akurasi yang masih jauh dari harapan, maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan. Selain itu, perlu juga dilakukan pengawasan yang ketat pada saat
pelaksanaan risalah IHMB supaya data yang dihasilkan benar-benar
menggambarkan potensi sumberdaya hutan yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA
[CI] Conservation International (ID). 2012. Ekologi Papua. Kartikasari SN,
Marshal AJ, Beehler BM, editor. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor
Indonesia
[IUCN] The International Union for Conservation of Nature. 2013. The IUCN Red
List of Threatened Species [Internet]. [diunduh 2013 Februari 8]. Tersedia
pada: http://www.iucnredlist.org/details/full/32310/0.
Hayati FD. 2012. Pengujian teknik interpolasi sediaan tegakan dan biomassa
berbasis IHMB pada hutan lahan kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten
Lamandau, Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Husch B, Thomas WB, John AK. 2003. Forest Mensuration Fourth Edition.
Hoboken (US): John Wiley & Sons Inc. hlm 94-95.
Jaya INS. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan. Bogor
(ID): Laboratorium Inventarisasi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Jaya INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

23
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan (ID). 2002. Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor 8171/Kpts-II/2002 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan
Produksi yang Dapat Diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) pada Hutan Alam. Jakarta: Kemenhut.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan (ID). 2008. Statistik Kehutanan Provinsi
Papua [Internet]. [diunduh 2013 Februari