Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN
KAYU DI AREAL IUPHHK-HA PT WAPOGA MUTIARA
TIMBER UNIT II PAPUA

RESTU DWI ATMOKO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerusakan Tegakan
Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara
Timber Unit II Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Restu Dwi Atmoko
NIM E14100042

ABSTRAK
RESTU DWI ATMOKO. Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu
Di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua. Dibimbing
oleh ELIAS
PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua melakukan pemanenan kayu
jenis Merbau (Intsia sp.) yang merupakan salah satu jenis kayu komersil dengan
harga jual yang tinggi. Aktivitas pemanenan yang dilakukan secara konvensional
berdampak pada terjadinya kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal,
sehingga penelitian terkait kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal perlu
dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan, tipe kerusakan, dan keterbukaan
areal yang terjadi. Penelitian dilakukan menggunakan plot berbentuk jalur dengan
ukuran 20 meter x 500 meter sebanyak 5 plot. Pengukuran dilakukan terhadap
semua jenis pohon dengan diameter ≥ 10 cm yang berada di dalam jalur
pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kerusakan tegakan
tinggal yang terjadi akibat pemanenan sebesar 24.60% yang termasuk pada

kerusakan tingkat ringan. Tipe kerusakan terbesar yang dialami tegakan tinggal
adalah tipe kerusakan pohon roboh/miring sebesar 36.80%. Berdasarakan tingkat
keparahan luka, lebih dari separuh populasi pohon yang rusak termasuk kategori
luka berat. Keterbukaan areal rata-rata yang terjadi yaitu sebesar 1774.64 m2 /
hektar. Pemanenan kayu menyebabkan penurunan nilai INP jenis Merbau.
Kata kunci: keterbukaan areal, pemanenan, tegakan tinggal, tingkat kerusakan.

ABSTRACT
RESTU DWI ATMOKO. Damages of the Remaining Stands due to Timber
Harvesting in the IUPHHK-HA Area of PT Wapoga Mutiara Timber Unit II
Papua. Supervised by ELIAS
PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua had harvested Merbau (Intsia sp)
tree species, one kind of high-priced commercial timber. Conventional method of
timber harvesting had caused damages to the remaining stands and created open
areas. Therefore, it is necessary to conduct a study to learn about the damages
level, damages types, and the open areas. The research was carried out using 5
strip-shaped plots measuring 20 m x 500 m. Measurements were performed on all
species of trees with a diameter of ≥ 10 cm within the observation plots. The
research result showed that the damages of the remaining stands were 24.60%,
and categorized as low damages. The most severe type of damages was in form of

fallen or tilted trees reaching 36.80%. More than half of the tree population were
seriously injured. The average open area was 1774.64 m2 / hectare. The wood
harvesting has decreased the important index value of Merbau species.
Keywords: damages level, harvesting, open area, remaining stand.

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN
KAYU DI AREAL IUPHHK-HA PT WAPOGA MUTIARA
TIMBER UNIT II PAPUA

RESTU DWI ATMOKO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Judul Skripsi : Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Di Areal
IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua
Nama
: Restu Dwi Atmoko
NIM
: E14100042

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Elias
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MScFTrop
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi dengan judul Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan
Kayu Di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Elias selaku pembimbing,
yang telah banyak memberi saran, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Ibu Susan Liliyanti Sunarti selaku Direktur PT Wapoga Mutiara Timber
Unit II Papua, Ir Hengki Rumfabe selaku Kepala Cabang Kantor di Jayapura,
Bapak Raden Jusmanto, Bapak Yance Kamelane, Bapak Agus Suryanto dan
seluruh staf PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua yang telah membantu
selama kegiatan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak (Darto), Ibu
(Sutriandayani), Kurneliza Arifiawan, Desiana Rahmawati dan Risty Nurtyarti
atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terimakasih penulis ucapkan
juga kepada teman-teman seperjuangan PKL (M Izzudin Faisal, Maya Rianasari,
Marni Sumarningtias, dan Dwi Anjarsari) serta keluarga besar Manajemen Hutan
angkatan 47 yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Restu Dwi Atmoko

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat


2

Alat dan Bahan

2

Jenis dan Sumber Data

2

Desain Petak Penelitian

3

Prosedur Penelitian

4

Pengolahan Data


5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi dan Struktur Tegakan

8
8

Volume Pohon yang Ditebang

10

Kerusakan Tegakan Tinggal

11

Hubungan Intensitas Penebangan dengan Kerusakan Tegakan Tinggal dan
Keterbukaan Areal

15


Uji-T Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Areal Akibat
Perbedaan Intensitas Penebangan
SIMPULAN DAN SARAN

16
16

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17


LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon yang mendominasi di plot
penelitian
2 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon setelah dilakukan kegiatan
pemanenan kayu
3 Jumlah pohon sebelum dan setelah pemanenan
4 Volume pohon yang ditebang dan potensi volume pohon masak tebang
pada plot penelitian
5 Derajat kerusakan tegakan tinggal pohon diameter ≥ 10 cm
6 Tipe kerusakan pohon akibat kegiatan pemanenan
7 Keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenanan
8 Data intensitas penebangan, kerusakan tegakan tinggal, dan
keterbukaan areal
9 Uji-T tingkat kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat
perbedaan intensitas penebangan

9
9
10
11
12
13
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Desain petak penelitian
Desain jalur pengambilan data
Komposisi jenis pohon pada plot penelitian
Kurva struktur tegakan plot penelitian sebelum pemanenan (▲) dan
setelah pemanenan (● )
5 Tingkat kerusakan pohon berdasarkan besarnya luka
6 Grafik hubungan antara intensitas penebangan dengan kerusakan
tegakan tinggal dan keterbukaan areal

3
4
8
10
12
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel rekapitulasi jumlah pohon pada plot penelitian
2 Jumlah pohon sebelum dan setelah penebangan berdasarkan kelas
diameter
3 Tabel Indeks Nilai Penting (INP) pohon di plot penelitian
4 Tabel Indeks Nilai Penting (INP) pohon setelah pemanenan kayu
5 Tingkat kerusakan berdasarkan besarnya luka
6 Tipe kerusakan pohon
7 Tabel jenis pohon di areal PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua
8 Dokumentasi kerusakan tegakan tinggal
9 Peta sebaran pohon kegiatan ITSP

18
18
19
19
20
20
20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang
merubah pohon dan biomassa lain menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke
lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan dan ekonomi masyarakat (Elias
2008). Kegiatan pemanenan perlu mempertimbangkan berbagai aspek agar
pemanenan dapat dilakukan secara efisien, ekonomis, dengan tingkat kerusakan
lingkungan yang minimal. Pemanenan yang tidak dilakukan secara baik dan benar
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Kerusakan lingkungan yang paling dominan akibat kegiatan pemanenan
kayu adalah kerusakan tanah dan kerusakan vegetasi (tegakan tinggal). Kerusakan
tanah dapat menyebabkan menurunnya kapasitas penyerapan air oleh tanah
sehingga memicu terjadinya erosi, dalam jangka panjang dapat menyebabkan
menurunnya kesuburan tanah dan produktivitas lahan hutan. Teknik Reduce
Impact Timber Harvesting (RITH) merupakan salah satu teknik yang didesain
untuk merencanakan kegiatan pemanenan kayu dengan tujuan meminimalkan
dampak kerusakan baik kerusakan tanah maupun vegetasi. Elias (2002)
menyatakan bahwa penerapan teknik RITH sangat penting untuk kelangsungan
pengusahaan hutan, industri perkayuan, dan untuk menjaga kelestarian hutan.
Perencanaan pemanenan kayu yang baik dan benar diharapkan mampu
meminimalkan tingkat kerusakan tegakan tinggal dalam kegiatan pemanenan.
Tingkat kerusakan tegakan tinggal perlu diperhatikan secara baik terkait dengan
upaya penyelamatan permudaan untuk regenerasi tegakan setelah dilakukan
kegiatan pemanenan kayu. Kegiatan pemanenan kayu dapat berlangsung secara
berkelanjutan apabila tegakan tinggal jenis komersil maupun non komersil dapat
dipertahankan. Penyelamatan jenis permudaan komersil memungkinkan agar tidak
terjadi penurunan produktivitas penebangan pada siklus tebang berikutnya pada
sistem tebang Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) yang diterapkan oleh
pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHKHA) di Indonesia.
Semakin sedikitnya jumlah pemegang IUPHHK-HA saat ini dapat
disebabkan karena tidak tercapainya kelestarian produksi kayu. Salah satu faktor
yang menyebabkan menurunnya produksi adalah berkurangnya luas hutan dan
kualitas hutan akibat dampak pemanenan kayu. Sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui data komposisi dan struktur tegakan yang dapat
digunakan dalam menentukan tindakan-tindakan pembinaan tegakan guna
meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan pada siklus tebangan berikutnya.
Selain itu, hasil penelitian yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan dalam
menentukan tindakan silvikultur yang tepat, dalam rangka penyelamatan
permudaan jenis pohon komersil dan non komersil untuk mendukung pengelolaan
hutan lestari.

2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghitung tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu.
2. Mengidentifikasi tipe-tipe kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu.
3. Mengukur luas keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan kayu.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
kerusakan tegakan tinggal yang terjadi akibat aktivitas kegiatan pemanenan kayu.
Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai pertimbangan
perusahaan dalam penentuan sistem pemanenan serta menyusun rencana
pemanenan agar dapat meminimalkan kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan
pemanenan kayu.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara
Timber Unit II Kabupaten Sarmi, Papua pada bulan Februari hingga April 2014.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, pita ukur, tali
tambang, patok kayu, tally sheet, kertas milimeter blok, label, kompas, kamera,
planimeter, dan software Microsoft Word dan Microsoft Excel 2010. Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah tegakan hutan di petak tebang PT Wapoga
Mutiara Timber Unit II yang merupakan obyek kajian dalam penelitian ini.

Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer yang diperoleh
dari hasil pengukuran langsung di lapangan, dan data sekunder yang diperoleh
dari pihak perusahaan PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua. Data primer
yang dikumpulkan antara lain adalah data Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan (ITSP), data Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT), dan keterbukaan
areal akibat kegiatan pemanenan kayu. Adapun variabel yang diukur pada
pengumpulan data primer diantaranya adalah jenis pohon, diameter pohon, luas
keterbukaan areal, dan jenis kerusakan tegakan tinggal. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data Laporan Hasil Cruising (LHC) untuk

3
mengetahui data pohon layak tebang, peta areal pengusahaan hutan, dan data
pengelompokkan jenis kayu.

Desain Petak Penelitian
Plot penelitian yang digunakan adalah 5 plot ukur berbentuk jalur dengan
luasan masing-masing jalur 1 hektar. Pengamatan dilakukan secara systematic
sampling dengan ukuran jalur 20 meter x 500 meter dan jarak antar jalur
sepanjang 200 meter berdasarkan kegiatan pemanenan yang dilakukan. Jalur
pengamatan dibuat di dalam petak tebang yang telah ditentukan sebelumnya
secara purposive sampling. Desain pembuatan petak penelitian yang digunakan
dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Desain petak penelitian
Pengambilan data pada petak penelitian menggunakan sistem jalur dengan
panjang 500 meter yang terbagi ke dalam sub petak berukuran 20 x 20 meter,
sehingga dalam satu jalur pengamatan terdapat 25 sub petak berukuran 20 x 20
meter. Pembuatan sub petak ini bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilan
data dan pemetaan posisi pohon di dalam jalur. Secara lebih jelas sistem jalur
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

4
G

Gambar 2 Desain jalur pengambilan data
Keterangan: nomor 1,2,3 dst adalah nomor sub petak 20 x 20 m di dalam jalur pengamatan/survey.

Prosedur Penelitian
1. Survey Penentuan Lokasi atau Pembuatan Petak Penelitian
Petak penelitian dibuat pada petak tebang dimana dalam petak tersebut
akan dilakukan kegiatan pemanenan kayu. Dalam petak tebang yang terpilih
kemudian dibuat plot penelitian dan jalur pengambilan data sebagaimana
disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)
Data ITSP yang diambil pada plot penelitian sebelum penebangan
diantaranya adalah jenis pohon, diameter pohon yang diukur pada setinggi
dada (1,3 meter) dengan diameter ≥ 10 cm, koordinat pohon, dan keadaan
lapangan lain di sekitar jalur penelitian. Pohon yang di inventarisasi adalah
pohon-pohon yang berada di dalam jalur pengamatan. Pohon yang lokasinya
terkena garis jalur pengamatan dihitung setengah pohon.
3. Inventarisasi Kerusakan Tegakan Tinggal
Inventarisasi tegakan tinggal (ITT) dilakukan terhadap pohon-pohon
yang berada di dalam jalur pengamatan. Pohon yang lokasinya terkena garis
jalur pengamatan dihitung setengah pohon. Kegiatan inventarisasi pada tahap
ini dapat dibedakan menjadi 3 kegiatan yaitu:
a. Inventarisasi jenis dan jumlah pohon yang rusak.
b. Menentukan tipe kerusakan pohon yang dikelompokkan ke dalam
beberapa tipe, yaitu kerusakan tajuk, kerusakan batang dan kulit,
kerusakan banir dan akar, kerusakan batang utama patah, kerusakan pohon
roboh, dan pohon miring.
c. Menentukan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal berdasarkan
besarnya luka setiap individu pohon yang terkena dampak pemanenan.
Menurut Elias (2008) tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tingkat kerusakan berat:
a. Batang pohon patah
b. Pecah batang
c. Roboh/tumbang atau miring dengan sudut < 450 dari permukaan
tanah

5
d. Rusak tajuk > 50%
e. Rusak banir > ½ banir rusak atau perakaran rusak
f. Luka batang (rusak kulit) > ½ keliling batang
2. Tingkat kerusakan sedang:
a. Rusak tajuk 30% - 50%
b. Luka batang (luka kulit) ¼ sampai ½ dari keliling batang
c. Rusak banir ¼ sampai ½ banir rusak
d. Batang pohon miring > 450 dari permukaan tanah
3. Tingkat kerusakan ringan:
a. Rusak tajuk < 30%
b. Rusak batang/rusak kulit < ¼ keliling batang dengan panjang luka
< 1 ½ meter
c. Rusak banir < ¼ banir
Apabila pada pohon yang rusak terdapat lebih dari satu tipe kerusakan,
maka tingkat kerusakan dapat dinilai sebagai berikut:
1 rusak ringan + 1 rusak ringan = rusak sedang
1 rusak ringan + 1 rusak sedang = rusak sedang
1 rusak sedang + 1 rusak sedang = rusak berat
1 rusak sedang + 1 rusak berat = rusak berat
4. Pengukuran Keterbukaan Areal akibat Kegiatan Pemanenan Kayu
Pengukuran keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan kayu
dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap arah sudut (azimuth) dan
jarak antar titik pada garis batas areal yang terbuka di dalam jalur pengamatan.
Luas keterbukaan areal dihitung menggunakan planimeter pada kertas
milimeter blok dengan skala 1 : 100.

Pengolahan Data
Komposisi dan Struktur Vegetasi
Struktur tegakan dianalisis dengan membuat grafik struktur tegakan (kurva J
terbalik) untuk mengetahui perbedaan struktur tegakan masing-masing jalur
pengamatan. Komposisi dan struktur vegetasi pada plot penelitian dihitung
menggunakan rumus Sorianegara dan Indrawan (1988) sebagai berikut:
a

era atan s at

b

era atan re ati s at

c

re

ensi s at

in ivi s at enis
as eta contoh

enis
enis

ot item an s at enis
m ah se r h ot

enis

re ensi re ati s at

era atan s at enis
100
era atan se r h enis

enis

re ensi s at enis
re ensi se r h enis

100

6
e

ominasi s at

as bi an

enis

ominasi re ati s at

enis

asar b s s at
as eta contoh

ominasi s at enis
ominasi se r h enis

enis
100

n e s i ai entin
Pemetaan Pohon Sebelum dan Setelah Pemanenan
Pemetaan pohon sebelum dan setelah pemanenan menggunakan data hasil
kegiatan ITSP dan ITT yang telah dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam melihat perubahan komposisi pohon di dalam jalur
pengamatan dan menghitung jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan.
Pembuatan peta pohon dilakukan di kertas milimeter blok dengan skala 1 : 100.

Potensi Tegakan
Potensi tegakan pada plot penelitian dilakukan dengan pendekatan
perhitungan volume pohon menggunakan persamaan alometrik volume yang
disusun oleh Krisnawati et al. (2012). Pendugaan potensi tegakan digunakan
untuk mengetahui jumlah volume pohon dengan diamater ≥10 cm di dalam jalur
pengamatan, dan mengetahui volume tegakan yang hilang/rusak akibat kegiatan
pemanenan. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Kelompok Meranti Volume = 0.0000129D3.229
b. Kelompok Rimba Campuran dan Kayu Indah Volume = 0.0004179D2.2079
c. Jenis Merbau Volume = 0.0000762D2.5792

Besar Kerusakan Tegakan Tinggal
Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan dianalisis dengan
menggunakan perhitungan parameter sebagai berikut:
1. Persen Kerusakan Tingkat Populasi
Besarnya tingkat kerusakan tegakan tinggal tingkat populasi dalam petak
penelitian digunakan rumus berikut (Elias 2008):
∑b r
× 100%
K = ∑b
a
Keterangan:

r = m ah ohon ber iameter ≥10 cm yan r sa sete ah eneban an

a = m ah ohon ber iameter ≥10 cm yan sehat sebe m penebangan

2. Tingkat Keparahan Kerusakan
Menurut Elias (2008) berdasarkan jumlah populasi pohon, kerusakan
tegakan tinggal dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tingkat kerusakan ringan (50%)

7
3. Persen Keterbukaan Areal
Keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan kayu dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (Elias 2008):
10 000 m

100

Keterangan:
K = Keterbukaan areal dalam jalur pengamatan 20 m x 500 m (%)
L = Luas areal yang terbuka karena pemanenan (m2)

Hubungan Intensitas Penebangan dengan Tingkat Kerusakan Tegakan
Tinggal dan Keterbukaan Areal
Hubungan antara intensitas penebangan dengan kerusakan tegakan tinggal
dan keterbukaan areal dapat diperoleh dengan analisis regresi sederhana dengan
persamaan sebagai berikut:
y = b0 + b 1 x
Keterangan:
y
= Kerusakan tegakan tinggal atau keterbukaan areal (%)
b0
= Koefisien regresi
x
= Intensitas penebangan (pohon/hektar)
Uji –T Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Areal Akibat
Perbedaan Intensitas Penebangan
Perbedaan kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal yang
diakibatkan oleh intensitas penebangan, dianalisis menggunakan analisis statistika
Uji-T. Hipotesis uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan tegakan tinggal
H0: intensitas penebangan tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan
tegakan tinggal
H1: intensitas penebangan berpengaruh nyata terhadap kerusakan tegakan
tinggal
2. Keterbukaan areal
H0: intensitas penebangan tidak berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal
H1: intensitas penebangan berpengaruh nyata terhadap keterbukaan areal
Kriteria Uji:
Thitung < Ttabel, terima H0
Thitung ≥ Ttabel, terima H1

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi dan Struktur Tegakan
Kelompok jenis pohon di areal PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Jenis Meranti yang
terdiri dari jenis Celtis (Celthis spp.), Mersawa (Anisoptera polyandra), Matoa
(Pometia spp.), Nyatoh (Palaqium spp.), Kenari (Canarium indicum), Pulai
(Alstonia scholaris), Resak (Vatica papuana), dan Merbau (Intsia spp.).
Kelompok Jenis Rimba Campuran yang terdiri dari jenis Ketapang (Terminalia
spp.), Terentang (Camnosperma sp.), Binuang (Octomeles sumatrana), Terap
(Artocarpus spp), Pala Hutan (Myristica spp.), Medang (Alseodaphone sp.), dan
jenis lain. Kelompok Kayu Indah terdiri dari jenis Dao (Dracontomelon edule)
dan Lingguwa (Pterocarpus indicus). Jenis kelompok pohon yang mendominasi
pada plot penelitian adalah jenis Rimba Campuran dengan jumlah rata-rata 350
pohon/hektar atau 57.53%, kemudian kelompok jenis Meranti dengan jumlah ratarata 251 pohon/hektar atau 41.29%, dan kelompok Kayu Indah dengan jumlah
rata-rata 7 pohon/hektar atau 1.18%. Komposisi jenis pada plot penelitian tersaji
pada Gambar 3.
60

57.53 %

Jumlah Pohon (%)

50
41.29 %
40
30
20
10
1.18 %
0
Kel. Meranti

Kel. Rimba
Campuran

Kel. Kayu Indah

Gambar 3 Komposisi jenis pohon pada plot penelitian
Susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) tegakan dapat diketahui
dengan melakukan analisis vegetasi. Dominasi suatu jenis suatu tegakan dapat
dilihat menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan jumlah dari
kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif (Sorianegara dan Indrawan
1988). Berdasarkan hasil pengukuran analisis vegetasi pada plot penelitian,
beberapa jenis yang mendominasi berdasarkan nilai INP dapat dilihat pada Tabel
1.

9
Tabel 1 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon yang mendominasi di plot
penelitian
Jenis
Kelat
Kenari
Matoa
Merbau
Mersawa
Pala Hutan

Jalur 1
34.62
32.63
29.09
19.50
18.06
29.17

Indeks Nilai Penting (INP)
Jalur 2
Jalur 3
Jalur 4
38.45
35.64
31.90
33.78
30.51
31.04
26.32
25.14
21.23
13.67
18.01
25.44
5.14
15.05
14.49
37.13
31.37
35.40

Jalur 5
34.27
28.92
22.87
26.13
10.59
34.15

Kegiatan pemanenan kayu dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada
susunan dan bentuk suatu tegakan. Berkurangnya individu dalam satu jenis
tertentu menyebabkan bergesernya nilai INP suatu jenis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, terjadi perubahan nilai INP pada jenis pohon Merbau setelah
dilakukan pemanenan kayu seperti yang disajikan pada Tabel 2. Penurunan nilai
INP jenis ini dapat menunjukkan bahwa permudaan pohon jenis Merbau perlu
mendapatkan pengayaan jenis, agar ketersediaan permudaan dapat terus terjaga
sehingga kelestarian produksi dapat tercapai. Penurunan nilai INP jenis Merbau
disebabkan karena perusahaan hanya memanen jenis tersebut. Jenis-jenis komersil
lainnya hanya ditebang untuk membuat prasarana PWH, tidak dipanen untuk
dipasarkan. Mawazin dan Subiakto (2012) menyatakan bahwa jenis-jenis yang
memiliki nilai INP tertinggi berpeluang lebih besar untuk mempertahankan
pertumbuhannya dan kelestarian jenisnya.
Tabel 2 Indeks Nilai Penting (INP) jenis pohon setelah dilakukan kegiatan
pemanenan kayu
Jenis
Kelat
Kenari
Matoa
Merbau
Mersawa
Pala Hutan

Jalur 1
39.58
35.78
30.47
0.00
20.91
29.94

Indeks Nilai Penting (INP)
Jalur 2
Jalur 3
Jalur 4
39.77
37.22
35.45
34.04
31.49
33.32
26.72
26.21
24.04
10.68
6.35
9.42
5.22
16.83
12.81
37.07
31.50
40.91

Jalur 5
30.19
29.35
31.04
7.75
14.28
39.11

Gambar 4 menunjukkan bahwa struktur tegakan pada plot penelitian
didominasi oleh pohon dengan kelas diameter 10-19 cm dengan persentase
60.72%, sedangkan kelas diameter 20-39 cm sebanyak 19.30%, kelas diameter
40-49 cm sebanyak 5.39%, kelas diameter 50-59 cm sebanyak 2.01%, dan kelas
diameter lebih dari 60 cm sebanyak 1.97%. Setelah dilakukan kegiatan
pemanenan terjadi perubahan bentuk kurva struktur tegakan. Kurva setelah
pemanenan terletak di bawah kurva struktur tegakan sebelum pemanenan. Hal ini
menunjukkan bahwa setelah dilakukan kegiatan pemanenan terjadi perubahan
komposisi atau jumlah individu pohon setiap kelas diameter.

Jumlah Pohon

10
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
10-19

20-29 30-39 40-49
Kelas Diameter

50-59

>60

Gambar 4 Kurva struktur tegakan plot penelitian sebelum pemanenan (▲) dan
setelah pemanenan (●)
Jumlah pohon diameter ≥ 10 cm pada penelitian ini berkisar antara 554-687
pohon/hektar. Jumlah kerapatan pohon yang diperoleh dari plot penelitian ini
lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai kerapatan hasil penelitian Pradata
(2012) di areal IUPHHK-HA PT Mamberamo Alas Mandiri Papua. Kerapatan
tegakan di areal IUPHHK-HA PT Mamberamo Alas Mandiri berkisar antara 234463 pohon/plot atau sekitar 284 pohon/hektar. Jumlah kerapatan pohon per hektar
pada penelitian ini sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan pemanenan tersaji
pada Tabel 3.
Tabel 3 Jumlah pohon sebelum dan setelah pemanenan
Plot
penelitian

Sebelum pemanenan
(pohon/ha)

Setelah pemanenan
(pohon/ha)

1
2
3
4
5

597
687
576
554
627

452
556
467
339
375

Volume Pohon yang Ditebang
Berdasarkan dokumen Rencana Kerja Umum (RKU) PT Wapoga Mutiara
Timber Unit II Papua periode 2012-2021, sistem silvikultur yang diterapkan pada
areal kerja yaitu sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Sistem
silvikultur TPTI merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan alam tropika
Indonesia pada hutan tidak seumur yang bertujuan untuk mewujudkan hutan
dengan komposisi dan struktur yang optimal dan sesuai dengan sifat biologi dan
keadaan tempat tumbuh aslinya.
PT Wapoga Mutiara Timber hanya melakukan pemanenan pohon pada jenis
Merbau, sedangkan jenis kayu komersil lain akan dipanen apabila terdapat
kebutuhan pemakaian kayu untuk perbaikan fasilitas Pembukaan Wilayah Hutan
(PWH), sehingga pada penelitian ini volume pohon produksi yang dihitung hanya

11
jenis Merbau. Berdasarkan hasil kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan (ITSP) pada plot penelitian, diperoleh data potensi pohon yang dapat
dipanen yaitu 218.38 m3/hektar, dengan jumlah rata-rata pohon masak tebang
(pohon berdiameter ≥ 40 cm) adalah 56 pohon/hektar yang terdiri dari jenis-jenis
komersil antara lain adalah jenis Bintangur, Celtis, Ketapang, Kenari, Matoa,
Merbau, Mersawa, Nyatoh, Pala Hutan, Resak dan Terentang sebanyak 34
pohon/hektar dan jenis-jenis non komersil sebanyak 22 pohon/hektar. Berdasarkan
hasil penelitian ini diperoleh data volume rata-rata yang dipanen pada plot
penelitian sebanyak 50.97 m3/hektar. Secara lebih jelas data volume yang dipanen
setiap plot penelitian disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Volume pohon yang ditebang dan potensi volume pohon masak tebang
pada plot penelitian
Plot
penelitian
1
2
3
4
5
Rata-rata

Volume
total (m3)*
226.23
204.57
208.43
173.50
279.18
218.38

Jumlah pohon
ditebang (phn/ha)
9
7
6
10
13
9

Volume dipanen
m3
persen
60.92
26.93
46.30
22.64
31.17
14.95
52.23
30.11
64.23
23.00
50.97
23.53

Keterangan : *volume diameter 40 cm up semua jenis pada plot penelitian

Kerusakan Tegakan Tinggal
Sistem pemanenan yang digunakan pada areal PT Wapoga Mutiara Timber
adalah pemanenan secara konvensional. Menurut Elias (2008), sistem pemanenan
secara konvensional dapat didefinisikan sebagai sistem pemanenan yang ditandai
dengan perencanaan yang kurang, penggunaan teknik pemanenan yang kurang
tepat dan kurang terkontrol, serta kurang menerapkan teknik pemanenan kayu
yang berpedoman pada TPTI. Sistem pemanenan konvensional dapat
menyebabkan kerusakan tegakan tinggal yang lebih besar jika dibandingkan
dengan sistem pemanenan ramah lingkungan.

Derajat Kerusakan Tegakan Tinggal
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, kerusakan tegakan
tinggal paling banyak dialami oleh pohon dengan kelas diameter 10-19 cm dengan
presentase 45.41% atau sekitar 93 pohon/hektar kemudian diikuti oleh kelas
diameter berikutnya yaitu sebesar 14.14% pada kelas diameter 20-29 cm atau
sekitar 31 pohon/hektar. Besarnya kerusakan tegakan tinggal dari pohon
berdiameter 10 cm ke atas berdasarkan tingkat populasi pada plot penelitian tersaji
pada Tabel 5.

12
Tabel 5 Derajat kerusakan tegakan tinggal diameter ≥ 10 cm
Plot
Jumlah pohon
Intensitas
penelitian sebelum pemanenan penebangan
1
597
9
2
687
7
3
576
6
4
554
10
5
627
13

Jumlah pohon
rusak
136
124
103
145
239

Kerusakan
(%)
22.78
18.05
17.88
26.17
38.12

Tabel 5 menjelaskan bahwa kerusakan tegakan tinggal terkecil terdapat pada
plot penelitian ke-3 dengan intensitas penebangan 6 pohon/hektar dengan
kerusakan sebesar 17.88%, sedangkan kerusakan terbesar terdapat pada plot
penelitian ke-5 dengan intensitas penebangan 13 pohon/hektar dengan kerusakan
tegakan tinggal sebesar 38.12%. Dari hasil tersebut maka diperoleh rata-rata
kerusakan tegakan tinggal di PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua adalah
24.60% yang termasuk ke dalam tingkat kerusakan ringan karena masih kurang
dari 25%. Hasil penelitian Elias (1995) dalam Elias (2008) di areal HPH PT
Narkata Rimba dan PT Kiani Lestari Kalimantan Timur besarnya kerusakan
tegakan tinggal paling besar berasal dari intensitas penebangan 17 pohon/hektar
dengan kerusakan tingkat populasi sebesar 35.43% dengan jumlah pohon sebelum
pemanenan 748 pohon/hektar dan jumlah pohon yang rusak sebesar 259
pohon/hektar. Sedangkan pada intensitas penebangan 6 pohon/hektar
menghasilkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 21.13%. Hasil penelitian yang
diperoleh tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Elias (1995), sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi intensitas
penebangan yang dilakukan maka akan semakin tinggi pula tingkat kerusakan
tegakan tinggal dan semakin rendah intensitas penebangan maka kerusakan
tegakan tinggal yang diakibatkan akan semakin kecil pula.

Tingkat Kerusakan Pohon Berdasarkan Besarnya Luka
Kerusakan yang dialami oleh pohon akibat kegiatan pemanenan dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkat besarnya luka yang terjadi. Menurut Elias
(2008), tingkat kerusakan pohon berdasarkan besarnya luka dibagi ke dalam tiga
jenis yaitu kerusakan berat, sedang, dan kerusakan ringan.

Rusak
berat
53.95 %

Rusak
ringan
19.81 %

Rusak
sedang
26.24 %

Gambar 5 Tingkat kerusakan pohon berdasarkan besarnya luka

13
Gambar 5 menunjukkan bahwa kerusakan tingkat berat yang terjadi pada
plot penelitian sebesar 53.95%, kerusakan tingkat sedang sebanyak 26.24%, dan
kerusakan tingkat ringan sebanyak 19.81%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda
dengan penelitian Andina (2013) di PT Sarmiento Parakantja Timber di
Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil penelitian Andina (2013) tingkat
kerusakan pohon di PT Sarmiento Parakantja Timber yaitu kerusakan tingkat
berat sebesar 49.30%, kerusakan tingkat sedang sebesar 20.88%, dan kerusakan
tingkat ringan sebesar 29.82%. Menurut Elias (2008), kerusakan yang dialami
oleh pohon dapat diminimalkan dengan adanya rencana sistem pemanenan yang
baik sehingga kerusakan tingkat berat dapat dikurangi. Pohon yang mengalami
kerusakan tingkat berat dapat diprediksikan tidak akan mampu tumbuh kembali
secara normal karena mengalami kerusakan patah batang utama, pecah batang,
pohon roboh dengan sudut > 450 dari permukaan tanah, mengalami rusak tajuk
lebih dari 50%, dan luka batang atau banir dengan keliling lebih dari setengah
keliling batang pohon tersebut.

Tipe Kerusakan Pohon
Kegiatan pemanenan kayu menyebabkan perbedaan jenis atau tipe
kerusakan yang dialami oleh pohon di dalam populasi. Tipe kerusakan yang
dialami pohon dapat dibedakan menjadi beberapa tipe diantaranya adalah
kerusakan tajuk, kerusakan pada batang dan kulit, kerusakan pada banir dan akar,
patah batang utama, dan pohon miring atau pohon roboh.
Tabel 6 Tipe kerusakan pohon akibat kegiatan pemanenan
Tipe Kerusakan (%)
Plot
Banir
Patah batang
Pohon
penelitian Tajuk Batang dan
kulit
dan akar
utama
roboh/miring
1
33.97
14.74
6.41
5.77
39.10
2
28.28
15.17
15.17
3.45
37.93
3
28.91
20.31
10.16
7.03
33.59
4
30.73
16.76
9.50
6.70
36.31
5
31.80
17.05
9.84
4.26
37.05
Rata-rata 30.74
16.81
10.21
5.44
36.80
Tabel 6 menunjukkan bahwa tipe kerusakan terbesar yang dialami pohon
pada plot penelitian adalah tipe kerusakan pohon roboh atau pohon miring dengan
rata-rata sebesar 36.80%, kemudian tipe kerusakan tajuk sebesar 30.74% dan tipe
kerusakan terkecil terjadi karena patah patang utama. Tipe kerusakan terbesar
merupakan kerusakan pohon roboh atau pohon miring dapat disebabkan karena
adanya kegiatan penebangan dan penyaradan yang dilakukan saat pemanenan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tinal dan
Palenewan tahun 1974 dalam Elias (2008), tipe kerusakan terbesar yang dialami
pohon akibat kegiatan pemanenan adalah tipe kerusakan pohon roboh sebesar
28.60%. Menurut Elias et al. (1993) dalam Elias (2008) tipe kerusakan yang
paling umum akibat kegiatan penebangan adalah rusak tajuk dan patah batang
karena tertimpa pohon yang roboh. Sedangkan tipe kerusakan pohon yang paling

14
umum ditemukan akibat kegiatan penyaradan adalah pohon roboh karena
penyingkiran pohon untuk pembuatan jalan sarad.

Keterbukaan Areal Akibat Pemanenan Kayu
Elias (2008) menjelaskan bahwa keterbukaan tanah hutan adalah permukaan
tanah kehilangan perlindungannya, antara lain dari tajuk-tajuk pohon, semak
belukar, tumbuhan bawah lain, dan serasah yang menutupi tanah. Sebagai akibat
dari keterbukaan tanah, maka akan terjadi penurunan intersepsi dan transpirasi
dari tegakan, yang selanjutnya akan meningkatkan aliran permukaan dan
peningkatan erosi tanah. Kegiatan pemanenan yang dilakukan pada plot penelitian
menyebabkan keterbukaan areal yang berbeda karena intensitas penebangan setiap
plot penelitian berbeda. Besar keterbukaan areal pada plot penelitian disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7 Keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan
Plot
penelitian
1
2
3
4
5
Rata-rata

Intensitas penebangan
(pohon/ha)
9
7
6
10
13

Areal terbuka
(m2/ha)
1652.3
1540.4
1283.6
1665.9
2731.0
1774.64

Persen (%)
16.52
15.40
12.84
16.66
27.31
17.75

Tabel 7 menunjukkan bahwa luas keterbukan areal akibat kegiatan
pemanenan tertinggi terdapat pada plot penelitian 5 dengan intensitas penebangan
13 pohon/hektar dengan luas areal terbuka sebesar 27.31% atau seluas 2731 m2.
Sedangkan keterbukaan areal terkecil terdapat pada plot penelitian 3 dengan
intensitas penebangan 6 pohon/hektar dengan luas areal terbuka seluas 1283.6 m2
atau sebesar 12.84%. Rata-rata keterbukaan areal pada plot penelitian adalah
sebesar 17.75% atau seluas 1774.64 m2/ha. Penelitian Muhdi (2001) yang
dilakukan di PT Suka Jaya Makmur Kalimantan Barat mendapatkan besar
keterbukaan areal dari intensitas penebangan 6 pohon/hektar adalah 32.47%.
Sedangkan hasil penelitian Elias (1993) dalam Elias (2008) di PT Narkata Rimba
Kalimantan Timur mendapatkan keterbukaan areal sebesar 27.79% dari intensitas
penebangan 2-16 pohon/hektar. Jika dibandingkan dengan penelitian tersebut
maka keterbukaan areal akibat pemanenan kayu di PT Wapoga Mutiara Timber
Unit II Papua lebih kecil, hal ini dapat disebabkan karena perbedaan bentuk plot
penelitian yang digunakan. Pada penelitian sebelumnya bentuk plot adalah persegi
dengan ukuran 100 m x 100 m, sedangkan pada penelitian ini bentuk plot adalah
jalur dengan ukuran 20 m x 500 m. Pengamatan hanya dilakukan pada batas jalur
selebar 20 meter sehingga apabila terdapat pohon yang ditebang dengan arah
rebah keluar jalur maka keterbukaan areal yang dihasilkan akan menjadi lebih
kecil. Begitu pula keterbukaan areal yang diakibatkan oleh kegiatan penyaradan,
data keterbukaan areal hanya diambil di sepanjang jalur pengamatan yang masuk
ke dalam plot penelitian sehingga hasil keterbukaan areal akibat penyaradan pun

15
menjadi lebih kecil. Perencanaan arah rebah dan jalan sarad yang baik di lapangan
dapat meminimalkan tingkat keterbukaan areal yang terjadi.

Hubungan Antara Intensitas Penebangan dengan Kerusakan Tegakan
Tinggal dan Keterbukaan Areal
Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara intensitas
penebangan dengan dampak yang ditimbulkan, baik terhadap kerusakan tegakan
tinggal maupun keterbukan areal. Plot penelitian ke-5 memiliki intensitas
penebangan paling besar yaitu 13 pohon/hektar, dampak yang ditimbulkan juga
paling besar dibandingkan dengan plot penelitian lainnya. Kerusakan tegakan
tinggal pada plot penelitian ke-5 mencapai 38.12% dan keterbukaan areal sebesar
27.31%. Plot penelitian ke-3 dengan intensitas penebangan 6 pohon/hektar
menghasilkan kerusakan sebesar 17.88% dan keterbukaan areal sebesar 12.84%.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa intensitas penebangan berkorelasi
positif terhadap kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal yang dihasilkan.
Semakin tinggi intensitas penebangan maka akan semakin tinggi pula tingkat
kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal yang terjadi. Besarnya kerusakan
tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan pemanenan berdasarkan
hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Data intensitas penebangan, kerusakan tegakan tinggal, dan keterbukaan
areal
Plot
Intensitas penebangan
Kerusakan tegakan
Keterbukaan areal
penelitian
(pohon/hektar)
tinggal (%)
(%)
1
9
22.78
16.52
2
7
18.05
15.40
3
6
17.88
12.84
4
10
26.17
16.66
5
13
38.12
27.31
Persamaan regresi sederhana yang menunjukkan hubungan antara besar
kerusakan tegakan tinggal (y) dengan intensitas penebangan (x) dinyatakan dalam
persamaan y = 2.9634x - 2.20695 dengan nilai R2 = 95.26%. Nilai koefisien
determinasi hubungan antara intensitas penebangan dan kerusakan tegakan tinggal
sebesar 95.26% yang menunjukkan bahwa 95.26% kerusakan tegakan tinggal
dapat dijelaskan oleh intensitas penebangan. Sedangkan persamaan regresi
sederhana yang menunjukkan hubungan antara antara besar keterbukaan areal (y)
dengan intensitas penebangan (x) dinyatakan dalam y = 188.61x + 77.15, dengan
nilai koefisien determinasi sebesar 86.25% yang menunjukkan bahwa sebanyak
86.25% keterbukaan areal dapat dijelaskan oleh intensitas penebangan yang
dilakukan. Grafik hubungan antara intensitas penebangan dengan kerusakan
tegakan tinggal dan keterbukaan areal disajikan pada Gambar 6.

45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00

y = 2.9634x - 2.0695
R² = 0.9526

38.12

26.17
22.78
18.05
17.88

Keterbukaan areal (m2)

Persen kerusakan (%)

16
3000
y = 188.61x + 77.15
2731.0
R² = 0.8625

2500
2000

1665.9
1652.3
1540.4
1283.6

1500
1000
500
0

0

0

5
10
15
Intensitas penebangan (phn/ha)

5
10
15
Intensitas penebangan (phn/ha)

Gambar 6 Grafik hubungan antara intensitas penebangan dengan kerusakan
tegakan tinggal dan keterbukaan areal

Uji-T Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal dan Keterbukaan Areal Akibat
Perbedaan Intensitas Penebangan
Berdasarkan Uji-T kerusakan tegakan tinggal dan keterbukan areal yang
terjadi akibat perbedaan intensitas penebangan dalam kegiatan pemanenan, nilai T
hitung ≥ T tabel yang berarti bahwa perbedaan intensitas penebangan berpengaruh
nyata pada tingkat kepercayan 95%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Muhdi (2001) dan Andina (2013) yang menyatakan bahwa perbedaan intensitas
penebangan akan berpengaruh nyata terhadap kerusakan tegakan tinggal dan
keterbukaan areal yang terjadi. Perbedaan kerusakan tegakan tinggal dan
keterbukaan areal yang dialami oleh kelima plot penelitian yang digunakan dapat
dijelaskan dengan Uji-T seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Uji-T tingkat kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat
perbedaan intensitas penebangan
Jenis kerusakan
Kerusakan tegakan
tinggal
Keterbukaan areal

Rata-rata
kerusakan (%)

T hitung

T tabel*

Kriteria
uji

24.60

7.76

3.18

Tolak Ho

17.75

4.33

3.18

Tolak Ho

*taraf kepercayaan 95%

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat kerusakan tegakan tinggal rata-rata berdasarkan jumlah populasi
pohon berdiameter ≥ 10 cm akibat pemanenan kayu di PT Wapoga Mutiara
Timber Unit II termasuk kerusakan tingkat ringan, tetapi berdasarkan tingkat
keparahan luka lebih dari separuh populasi pohon yang rusak termasuk kategori

17
luka berat. Keterbukaan areal yang terjadi akibat penebangan satu pohon sebesar
197.18 m2. Kerusakan tegakan tinggal dan luas keterbukaan areal dipengaruhi
oleh intensitas penebangan dimana semakin tinggi intensitas penebangan maka
kerusakan dan keterbukaan areal akan semakin besar.
Pemanenan kayu yang hanya terfokus pada jenis Merbau, menyebabkan
penurunan nilai INP Merbau yang nyata. Hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya potensi Merbau pada siklus tebang berikutnya.

Saran
1.

2.
3.

Kegiatan pemanenan harus memperhatikan aspek lingkungan, agar
kerusakan tegakan tinggal dapat diminimalkan, oleh karena itu disarankan
melakukan perencanaan pemanenan kayu yang baik agar kegiatan
pemanenan dapat berjalan secara lebih efektif dan efisien.
Pengayaan jenis Merbau perlu dilakukan setelah pemanenan kayu untuk
meningkatkan potensi Merbau pada siklus tebang berikutnya.
Pemanenan kayu diusahakan dari banyak jenis, jangan hanya jenis Merbau.

DAFTAR PUSTAKA
Andina D. 2013. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan
kayu di PT Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah [skripsi].
(ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Elias. 2002. Reduced Impact Logging. Bogor (ID): IPB Press.
Elias. 2008. Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Press.
Krisnawati H, Adinugroho WC, Immanudin R. 2012. Monograf Model-Model
Alometrik untuk Pendugaan Biomassa Pohon pada Berbagai Tipe
Ekosistem Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Puskonser, Balitbang
Kementrian Kehutanan Indonesia.
Mawazin, Subiakto A. 2012. Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan
alam hutan rawa gambut bekas tebangan di Riau. Indonesian Forest
Rehabilitation Journal. 1(1): 59-73.
Muhdi. 2001. Studi kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan
teknik pemanenan kayu berdampak rendah dan konvensional di hutan alam
[tesis]. (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pradata AA. 2012. Kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan pohon di PT
Mamberamo Alas Mandiri Papua [skripsi]. (ID): Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
PT Wapoga Mutiara Timber Unit II. 2012. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam Periode 2012-2021. Kabupaten
Sarmi. Papua.
Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel rekapitulasi jumlah pohon pada plot penelitian
Pengelompokkan Jenis
Plot Penelitian
Kelompok Meranti
Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5
Cheltis
35
47
32
34
46
Mersawa
24
8
18
18
17
Matoa
52
40
43
33
41
Nyatoh
35
23
25
19
34
Kenari
88
108
81
76
73
Pulai
3
6
8
1
1
Resak
30
27
13
8
24
Merbau
9
8
17
24
27
Jumlah
276
267
237
213
263
Kelompok Rimba
Campuran
Ketapang
22
37
24
25
30
Terentang
2
4
8
9
1
Binuang
0
0
5
0
0
Terap
0
1
2
2
3
Pala Hutan
80
122
83
95
98
Medang
1
1
6
2
2
Lain-Lain
211
248
201
202
223
Jumlah
316
413
328
335
357
Kelompok Kayu Indah
Dao
3
5
5
4
3
Lingguwa
2
2
6
2
4
Jumlah
5
7
11
6
7
Jumlah total (pohon/ha)
597
687
576
554
627

Lampiran 2 Jumlah pohon sebelum dan setelah penebangan berdasarkan kelas
diameter
Kelas
Jumlah pohon
diameter
Sebelum pemanenan
Setelah pemanenan
(cm)
(pohon/ha)
(pohon/ha)
10-19
369
276
20-29
117
86
30-39
65
50
40-49
33
27
50-59
12
9
>60
12
11

19
Lampiran 3 Tabel Indeks Nilai Penting (INP) pohon di plot penelitian
Indeks Nilai Penting (INP)
Jenis
Jalur 1
Jalur 2
Jalur 3
Jalur 4
Jalur 5
Celtis
Jambu Hutan
Kelat
Kenari
Ketapang
Labu
Malas
Manggis
Marindom
Matoa
Merbau
Mersawa
Nyatoh
Pala Hutan
Resak

16.86
8.39
34.62
32.63
11.34
6.09
14.14
9.49
7.16
29.09
19.50
18.06
17.82
29.17
13.20

18.39
5.51
38.45
33.78
17.85
6.29
11.49
7.49
3.87
26.32
13.67
5.14
9.58
37.13
11.90

16.69
5.45
35.64
30.51
17.40
7.57
14.59
4.43
4.11
25.14
18.01
15.05
14.56
31.37
6.65

17.24
10.08
31.90
31.04
16.14
17.19
10.95
12.32
4.63
21.23
25.44
14.49
11.61
35.40
6.47

19.12
6.93
34.27
28.92
15.91
16.29
11.97
6.01
0.72
22.87
26.13
10.59
19.57
34.15
13.55

Lampiran 4 Tabel Indeks Nilai Penting (INP) setelah pemanenan kayu
Indeks Nilai Penting (INP)
Jenis
Jalur 1
Jalur 2
Jalur 3
Jalur 4
Jalur 5
Celtis
19.19
20.40
17.08
17.19
20.32
Jambu Hutan
10.87
5.12
5.90
10.28
6.27
Kelat
39.58
39.77
37.22
35.45
30.19
Kenari
35.78
34.04
31.49
33.32
29.35
Ketapang
11.81
18.27
17.45
12.43
19.34
Labu
5.97
6.36
8.68
19.47
19.12
Malas
13.44
11.46
17.47
12.50
9.30
Manggis
7.53
6.64
4.64
13.85
5.61
Marindom
7.49
4.45
4.46
3.58
1.07
Matoa
30.47
26.72
26.21
24.04
31.04
Merbau
0.00
10.68
6.35
9.42
7.75
Mersawa
20.91
5.22
16.83
12.81
14.28
Nyatoh
17.09
9.43
17.58
13.75
18.23
Pala Hutan
29.94
37.07
31.50
40.91
39.11
Resak
15.25
12.81
7.35
6.77
14.63

20
Lampiran 5 Tingkat kerusakan berdasarkan besarnya luka
Tingkat kerusakan

JL1

JL2

JL3

JL4

JL5

Ringan
Sedang
Berat

31
31
74

20
41
63

21
28
54

31
34
80

45
62
132

Jumlah Persen
148
196
403

19.81
26.24
53.95

Lampiran 6 Tipe kerusakan pohon
Tipe Kerusakan

JL1

JL2

JL3

JL4

JL5

Rekap

Tajuk
Batang dan kulit
Banir dan akar
Patah batang
Pohon roboh/miring
Jumlah (pohon/ha)

53
23
10
9
61
156

41
22
22
5
55
145

37
26
13
9
43
128

55
30
17
12
65
179

97
52
30
13
113
305

283
153
92
48
337

Lampiran 7 Tabel jenis pohon di areal PT Wapoga Mutiara Timber Unit II Papua
Nama Lokal Pohon
Nama Latin
Famili
Bintangur
Calophyllum brasli
Guttiferae
Bipa
Pterygota horsfieldii
Spercuciaceae
Celtis
Celthis spp.
Spercuciaceae
Dao
Dracontomelon edule
Annacardiaceae
Jabon
Anthocephalus cadamba
Rubiaceae
Jambu Hutan
Eugenia anomala
Myrtaceae
Kelat
Euginia spp.
Myrtaceae
Kenari
Canarium indicum
Burceraceae
Ketapang
Terminalia spp.
Combretaceae
Labu
Endospermum sp.
Euphorbiaceae
Lingguwa
Pterocarpus indicus
Papilionaceae
Medang
Alseodaphone sp.
Lauraceae
Malas
Araucaria cuninghamii
Araucariaceae
Marindom
Macaranga spp
Euphorbiaceae
Matoa
Pometia spp.
Sapindaceae
Merbau
Intsia spp.
Fabaceae
Mersawa
Anisoptera polyandra
Dipterocarpaceae
Nyatoh
Palaqium spp.
Sapotaceae
Pala Hutan
Myristica spp.
Myrtaceae
Pulai
Alstonia scholaris
Apocynaceae
Resak
Vatica papuana
Dipterocarpaceae
Suren
Toona sureni
Meliaceae
Terentang
Camnosperma sp.
Anacardiceae
Sumber : Daftar nama pohon pada Petak Ukur Permanen (PUP) PT WMT-II

21
Lampiran 8 Dokumentasi kerusakan tegakan tinggal

Rusak kulit

Rusak banir

Rusak tajuk

Patah batang utama

Pohon miring

22
Lampiran 9 Peta sebaran pohon kegiatan ITSP

S

T

B

U

Skala 1: 2000

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cilacap, pada tanggal 7 November 1991. Penulis
merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Darto dan Ibu
Sutriandayani. Penulis menempuh pendidikan jenjang menengah atas di Sekolah
Menegah Atas Negeri 1 Sidareja Kabupaten Cilacap Jawa Tengah tahun 20072010. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasisiwa di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) pada Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di kegiatan organisasi maupun
kegiatan karya tulis ilmiah. Penulis menjadi pengurus Forest Management Student
Club (FMSC) dalam divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM)
periode tahun 2011-2012. Pada tahun 2012 penulis kembali aktif di FMSC
sebagai penanggung jawab Kelompok Studi (KS) Pemanfaatan Sumber Daya
Hutan periode tahun 2012-2013. Penulis juga aktif dalam organisasi ektra kampus
dengan menjadi Pengurus Pusat Sylva Indonesia periode 2012-2014 sebagai
sekretaris Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa Kehutanan
(PSDMK) Indonesia. Dalam kegiatan ilmiah, penulis aktif dalam berbagai
kegiatan yang diselengggarakan oleh departemen maupun fakultas. Pada tahun
2012 penulis mengikuti kegiatan Ecological Social Mapping (ESM), dan Bina
Hutan Rakyat (BHR). Pada tahun 2012 penulis mengikuti lomba Pekan Ilmiah
Mahasiswa Kehutanan Nasional (Piknas) dan penulis juga berkesempatan
mengikuti kegiatan Pekan Imliah Mahasiswa Nasional (Pimnas) yang
diselenggarakan di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun
2011. Penulis juga pernah aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Pemanenan
Hutan pada tahun 2013.
Penulis melaksanakan praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di jalur
Pangandaran-Gunung Sawal Ciamis pada tahun 2011. Pada tahun 2012 Penulis
melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat Sukabumi. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang
(PKL) di PT Wapoga Mutiara Timber Unit II di Kabupaten Sarmi Provinsi Papua.
Penulis juga pernah melaksanakan kegiatan magang mandiri di Perhutani KPH
Banyumas Barat tahun 2011. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan pada program studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB,
en is menye esai an s ri si en an
“ er sa an Te a an Tin a A ibat
Pemanenan Kayu di Areal IUPHHK-HA PT Wapoga Mutiara Timber Unit II
a a” ibawah bimbin an ro
r r E ias