Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair
Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis) Fed High Energy Diet and Liquid Nicotine. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nicotine with specific dose has been reported to have an affect to decreased appetite on rodents. Therefore, the objective of this study was to determine the effect of nicotine on body weight, body mass index and blood glucose levels of cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) fed high energy diet given for three months. Ten adult males cynomolgus monkeys were randomly divided into two groups. The first group fed with main ingredient from beef tallow and the second group with commercial monkey chow. In both diets, nicotine liquid were added with final dosage consumed by monkeys of at least 0,75 mg/kg body weight. The design used in this study was complete randomized design in time. Data collected was analyzed to find correlation between time and treatment. Measurement was performed monthly on body weight, body mass index and blood glucose levels. Results showed that weight loss was not significant (P>0,05), however BMI and blood glucose level was decreased significantly in the first group (P<0,05). The conclusion of this study, nicotine intervention given for three months in adult male cynomolgus monkeys with high energy diet from beef tallow reduced blood glucose level and body mass index but not its body weight.
Keywords : Nicotine, cynomolgus monkey, body weight, body mass index, blood glucose.
(2)
PAKAN TINGGI ENERGI DAN NIKOTIN CAIR
SEPTI IRIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(3)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2012
Septi Iriani NIM B04070152
(4)
Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis) Fed High Energy Diet and Liquid Nicotine. Under direction of CHUSNUL CHOLIQ and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nicotine with specific dose has been reported to have an affect to decreased appetite on rodents. Therefore, the objective of this study was to determine the effect of nicotine on body weight, body mass index and blood glucose levels of cynomolgus monkey (Macaca fascicularis) fed high energy diet given for three months. Ten adult males cynomolgus monkeys were randomly divided into two groups. The first group fed with main ingredient from beef tallow and the second group with commercial monkey chow. In both diets, nicotine liquid were added with final dosage consumed by monkeys of at least 0,75 mg/kg body weight. The design used in this study was complete randomized design in time. Data collected was analyzed to find correlation between time and treatment. Measurement was performed monthly on body weight, body mass index and blood glucose levels. Results showed that weight loss was not significant (P>0,05), however BMI and blood glucose level was decreased significantly in the first group (P<0,05). The conclusion of this study, nicotine intervention given for three months in adult male cynomolgus monkeys with high energy diet from beef tallow reduced blood glucose level and body mass index but not its body weight.
Keywords : Nicotine, cynomolgus monkey, body weight, body mass index, blood glucose.
(5)
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nikotin dengan dosis tertentu telah dilaporkan mampu mempengaruhi penurunan nafsu makan pada tikus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh nikotin cair terhadap bobot badan (BB), indeks massa tubuh (IMT) dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan tinggi energi selama tiga bulan.
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan dimulai dari 23 Februari sampai dengan 3 Juni 2009 yang dilakukan di PT IndoAnilab Bogor serta Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB). Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dewasa, umur 6 sampai 8 tahun, BB 4 sampai 5,5 kg sebanyak 10 ekor. Seluruh perlakuan yang berkaitan dengan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Animal Care and Use Committee (ACUC) yang merupakan komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan dari PT IndoAnilab dengan nomor 04-IA-ACUC-09. Monyet ekor panjang yang digunakan dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (I) diberi pakan dengan bahan utama dari lemak sapi dan kelompok kedua (II) diberi pakan komersial monkey chow. Dalam kedua pakan tersebut ditambahkan nikotin cair dengan dosis 0,75 mg/kg bobot badan. Pengkayaan lingkungan diberikan pakan tambahan berupa buah jambu dan pisang sebanyak 10 g/ekor/hari yang sudah dibekukan dan diberikan dalam bentuk beku. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap in time. Selanjutnya dilakukan penimbangan BB, pengukuran IMT, dan pemeriksaan glukosa darah setiap bulan selama tiga bulan. Data yang terkumpul dianalisis untuk menemukan korelasi antara waktu dan perlakuan pakan dari kedua kelompok tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan BB untuk kelompok I dan kelompok II tidak signifikan berdasarkan analisis statistik (P>0,05), namun IMT dan kadar glukosa darah menurun secara signifikan untuk kelompok I (P<0,05), sedangkan kelompok II tidak mengalami penurunan yang berarti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah intervensi nikotin yang ditambahkan ke dalam pakan tinggi energi bersumber dari lemak selama tiga bulan mampu menurunkan IMT dan kadar glukosa darah tapi tidak menurunkan BB secara signifikan. Berdasarkan penelitian ini disarankan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap BB, IMT, dan glukosa darah monyet ekor panjang jantan dengan menggunakan dosis nikotin cair secara bertingkat, pakan yang lebih bervariasi, dan waktu pemberian yang lebih lama.
Kata kunci : Nikotin, monyet ekor panjang, bobot badan, indeks massa tubuh, glukosa darah
(6)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(7)
PAKAN TINGGI ENERGI DAN NIKOTIN CAIR
SEPTI IRIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
(8)
Nama : Septi Iriani
NIM : B04070152
Disetujui
drh. Chusnul Choliq, MS, MM Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
drh. Agus Setiyono, M.Si, Ph.D, APvet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
(9)
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Profil Bobot Badan, Indeks Massa Tubuh, dan Glukosa Darah Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang telah dilakukan sebelumnya selama satu tahun untuk menghasilkan monyet ekor panjang obesitas.
Terima kasih penulis sampaikan ucapan kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing hingga skripsi ini selesai disusun. Ucapan terima kasih ini disampaikan kepada:
1. Keluarga (Papah, Mamah, Johntris, Winti, Philip, Agnes, Gege) dan keluarga besar Bapak Esrom Amung Waang (Bapak, Francis, Dede, Ka Syerlin, Ka Mika, Eri, Robby) atas kasih sayang, perhatian, dukungan dan doanya kepada penulis.
2. Bapak drh. Chusnul Choliq, MS, MM dan Ibu Dr. dr. Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, masukkan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepala pusat beserta staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB) atas kerjasamanya selama penelitian dan penulisan skripsi.
4. Bapak drh. Mawar Subangkit selaku dosen moderator dan Ibu Dr. drh. Anita Esfandiari, M.Si selaku dosen penilai seminar yang telah memberikan saran dan masukan terhadap makalah dan skripsi penulis.
5. Bapak Dr. drh. Koekoeh Santoso, M.Sc dan Ibu drh. Herwin Pisestyani, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan terhadap skripsi penulis.
6. Bapak drh. Supratikno, MSi, PAvet selaku Pembimbing Akademik dan teman-teman satu bimbingan akademik (Endah, Arsih, Nova, Ati, Chacha dan Putra) atas kerjasamanya dengan penulis selama ini
7. Natalina, Dora, Elsye, Ayu, Lidya, Seyla, Arie, Putra, Adit, Rissar, Raditya, Angel, Faiz dan Mikho atas doa, motivasi dan kerjasamanya selama penulisan skripsi.
8. Terakhir, kepada teman-teman Gianuzzi FKH 44 yang memberikan warna-warni dalam kehidupan penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis terbuka terhadap saran dan kritik yang diberikan untuk menambah ilmu pengetahuan. Akhir kata, semoga tulisan ilmiah ini bermanfaat dan menambah ilmu kita. Tuhan senantiasa melimpahkan kasih-Nya kepada kita semua.
Bogor, Februari 2012
(10)
September 1989 dari ayah Wildin Kohon Laman dan ibu Nurhayati SE. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 1 Kurun dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Kurun hingga lulus pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2007 di SMU Negeri 1 Kurun. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).
Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis aktif dalam kegiatan eksternal dan internal kampus, yaitu di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), Persekutuan Fakultas Kedokteran Hewan (PFKH), anggota Himpunan Minat Profesi Ruminansia, serta mengikuti berbagai kepanitiaan di dalam dan di luar kampus.
(11)
DAFTAR TABEL
... ixDAFTAR GAMBAR
... xDAFTAR LAMPIRAN
... xiPENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1Tujuan ... 2
Manfaat ... 2
Perumusan Masalah ... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) ... 4Deskripsi dan Klasifikasi ... 4
Penyebaran dan Klasifikasi ... 5
Pakan ... 5
Obesitas ... 8
Nikotin ... 12
Glukosa Darah ... 17
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ... 21Bahan dan Alat ... 21
Metode Penelitian ... 21
Rancangan Percobaan ... 22
Pembuatan Pakan dan Penambahan Nikotin ... 23
Parameter yang Diukur ... 24
Analisis Data ... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot badan ... 25Indeks Massa Tubuh ... 29
Glukosa Darah ... 32
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 36Saran ... 36
DAFTAR
PUSTAKA
... 37(12)
2 Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa ... 6
3 Kandungan energi dari beberapa bahan makanan... 7
4 Klasifikasi indeks massa tubuh internasional menurut WHO ... 9
5 Klasifikasi indeks massa tubuh untuk orang Asia menurut WHO ... 10
6 Kandungan nutrient formula pakan untuk masing-masing perlakuan ... 23
7 Rerata bobot badan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin ... 27
8 Rerata indeks massa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin cair ... 29
9 Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca facicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin cair ... 32
(13)
2 Aksi hormon leptin ... 11 3 Aksi umpan balik hormon leptin ... 12 4 Jalur metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi ... 19 5 Penimbangan bobot badan dan pengukuran indeks massa tubuh
monyet ekor panjang ... 25 6 Pengambilan darah melalui vena femoralis monyet ekor panjang ... 25 7 Rerata bobot badan dari kedua kelompok perlakuan
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 28 8 Rerata indeks massa tubuh dari kedua kelompok perlakuan
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 30 9 Rerata kadar glukosa darah dari kedua kelompok perlakuan
(14)
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43 2 Rerata indeks massa tubuh (kg/m2) monyet ekor panjang
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43 3 Rerata glukosa darah (mg/dl) monyet ekor panjang
sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair ... 43 4 Uji statistik bobot badan monyet ekor panjang
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 44 5 Uji statistik indeks massa tubuh monyet ekor panjang
sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan ... 44 6 Uji statistik glukosa darah monyet ekor panjang
(15)
Latar Belakang
Memasuki era globalisasi, gaya hidup modern sudah menjadi hal yang biasa bagi sebagian besar masyarakat. Gaya hidup yang tidak memperhatikan pola makan yang sehat dapat menyebabkan peningkatan masalah kesehatan. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2000, diperkirakan 2,1% penduduk di dunia menderita diabetes dan sekitar 60% berada di Asia. Data WHO tahun 2005 melaporkan terdapat 1,6 miliar orang dewasa (15 tahun ke atas) menderita
overweight dan sedikitnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Saat ini
banyak masyarakat di negara berkembang, seperti Indonesia mengalami masalah kegemukan (obesitas) dan diabetes. Pada tahun 2000 dilaporkan bahwa 1,2% sampai 2,3% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas menderita diabetes (WHO 2000).
Obesitas dan diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik, gaya hidup, lingkungan, psikologis, sosial dan budaya (Racette et al. 2003). Obesitas dapat menimbulkan efek yang berhubungan dengan penurunan kualitas hidup dan sebagai faktor pemicu terjadinya berbagai penyakit, antara lain kardiovaskuler, diabetes melitus, dan hipertensi. Obesitas sangat berkorelasi positif dengan level leptin, insulin, dan kadar glukosa darah.
Kejadian obesitas dan diabetes terus meningkat setiap tahun karena adanya perubahan pola makan yang mengandung tinggi karbohidrat, lemak, protein, dan penurunan aktivitas fisik dalam bentuk kerja dan mobilisasi. Perubahan pola makan tersebut dalam jangka waktu lama disertai penurunan aktivitas fisik akan menimbulkan risiko terjadinya obesitas. Hal ini terjadi karena konsumsi makanan yang lebih banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan protein dibandingkan kebutuhan jaringan tubuh, sehingga kelebihan tersebut disimpan dalam bentuk lemak di jaringan adiposa (Guyton 1996).
Upaya untuk menurunkan dan mengatasi kejadian obesitas dengan menggunakan obat-obatan sudah dilakukan, baik menggunakan obat-obatan kimiawi maupun obat-obatan yang berasal dari bahan alami (Susan et al. 2002). Namun, efek samping dan mekanisme dari obat-obat tersebut masih harus
(16)
dipelajari dan pencarian obat untuk mengatasi obesitas masih terus dilakukan. Menurut penelitian Pribadi (2008), senyawa nikotin dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk mengatasi sindroma metabolik yang disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi karbohidrat, protein, dan lemak. Nikotin merupakan cairan kimia organik, dan secara alami terdapat dalam tumbuhan tembakau. Nikotin akan mempunyai efek positif bagi kesehatan apabila digunakan dalam dosis yang tepat dan aman, sedangkan dosis nikotin murni yang fatal menurut Shiffman et al. (1997) adalah 30 sampai dengan 60 mg/kg bobot badan.
Monyet ekor panjang dimanfaatkan sebagai hewan percobaan karena memiliki banyak kemiripan dengan manusia dari segi anatomis dan fisiologis (Roth et al. 2004). Selain itu, gejala obesitas dan diabetes melitus pada monyet ekor panjang memiliki kemiripan dengan gejala obesitas seperti yang terjadi pada manusia, yakni adanya perubahan pada lingkar pinggang, lingkar pinggul, lingkar dada, lingkar lengan dan penimbunan lemak di sekitar perut (Putra et al. 2006).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian nikotin cair terhadap bobot badan, indeks massa tubuh, dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang yang diberi pakan tinggi energi.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang perubahan bobot badan, indeks massa tubuh, dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang yang diberi pakan tinggi energi ditambah nikotin cair.
Perumusan Masalah
Pola makan yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak, karbohidrat, dan protein, serta kurangnya aktivitas fisik dapat memicu terjadinya obesitas dan diabetes sehingga upaya untuk menurunkan dan mengatasi kejadian obesitas melalui obat-obatan terus dilakukan. Penggunaan senyawa nikotin dalam dosis aman diketahui mampu menjadi obat untuk mengatasi sindroma metabolik yang disebabkan oleh konsumsi pakan tinggi
(17)
karbohidrat, protein, dan lemak. Sejalan dengan itu, dilakukanlah penelitian lebih lanjut menggunakan hewan model monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan tinggi energi ditambah nikotin cair dosis rendah untuk mengetahui manfaat nikotin terhadap penurunan bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah.
Hipotesis
H0 : Pemberian nikotin cair dosis rendah pada pakan tinggi energi dari lemak sapi dengan bahan dasar gandum dan pakan komersial monkey chow mampu menurunkan bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
H1 : Pemberian nikotin cair dosis rendah pada pakan tinggi energi dari lemak
sapi dengan bahan dasar gandum dan pakan komersial monkey chow tidak mampu menurunkan bobot badan, indeks massa tubuh, dan glukosa darah pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
(18)
TINJAUAN PUSTAKA
Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Deskripsi dan Klasifikasi
Menurut Lang (2006), taksonomi monyet ekor panjang sebagai berikut :
Kelas : Mamalia
Ordo : Primata Sub Ordo : Anthropoidea Infra Ordo : Catarrhini
Famili : Cercopithecidae Genus : Macaca
Spesies : Macaca fascicularis
Gambar 1 Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (Sumber: http://www.mongabay.com/).
Monyet ekor panjang merupakan satwa primata yang sering dijumpai di Indonesia, terutama di pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Primata ini memiliki panjang tubuh 41,20 cm sampai 64,80 cm untuk jantan dan 38,50 cm sampai 50,30 cm untuk betina. Panjang ekor 43,50 cm sampai 65,50 cm untuk jantan dan 40 cm sampai 55 cm untuk betina. Bobot badan monyet ekor panjang jantan 3,5 kg sampai 8,0 kg, sedangkan betina dewasa memiliki bobot badan 3 kg sampai 6 kg (Rowe 1996). Warna tubuhnya bervariasi, mulai dari abu-abu sampai kecoklatan dengan bagian ventral berwarna putih (Supriatna & Wahyono 2000).
(19)
Penyebaran dan Habitat
Monyet ekor panjang tersebar luas di beberapa daerah di Indonesia, seperti daerah Jawa, Kalimantan, Sumatra, dan Bali. Hutan hujan tropis dan subtropis merupakan daerah yang sangat cocok untuk kelangsungan hidup monyet ekor panjang, karena memiliki sumber makanan yang tidak terbatas dan mampu menyimpan banyak cadangan makanan.
Monyet ekor panjang mampu tinggal di dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Monyet ini hidup dengan cara berkelompok yang terdiri dari beberapa ekor jantan dan beberapa ekor betina. Selain itu, hewan ini sangat aktif bergerak, pemanjat dan pelompat yang handal hingga mampu mencapai jarak 5 m dari tempatnya melompat (Supriatna & Wahyono 2000).
Pakan
Monyet ekor panjang tinggal di dataran rendah dan dataran tinggi sebagai tempat untuk berlindung, bermain, memelihara anak, berkembang biak, dan mencari sumber pakan. Menurut Kemp (2007), monyet ekor panjang mampu mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian hingga 60% sampai 90%. Selain itu, hewan ini juga mengonsumsi pakan lainnya, seperti kulit kayu, dedaunan, bunga, akar pohon, dan telur burung. Kandungan beberapa buah yang dikonsumsi hewan ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan beberapa buah segar per 100 g Nama Buah Energi (kal/g) Protein (%) Karbohidrat (%) Lemak (%) Serat (%) Vit A Vit B6 Vit C Vit E Vit K Apel 52 0,26 13,81 0,17 2,40 54 0,04 4,60 0,18 2,20 Jambu
Biji 68 2,55 14,32 0,95 5,40 624 0,11 228 0,73 2,60 Jeruk 47 0,94 11,75 0,12 2,40 200 0,04 50 0,04 0,10 Mangga 65 0,51 17,00 0,27 1,80 765 0,13 27,70 1,12 4,20 Papaya 39 0,61 9,81 0,14 1,80 1094 0,02 61,80 0,73 2,60 Pisang 89 1,09 22,84 0,33 2,60 64 0,37 8,72 0,10 0,50 Sumber : Kelpiesoft (2011)
(20)
Menurut Junaedi (2001), pakan yang sebaiknya diberikan untuk monyet jantan dewasa sebanyak 160 g/ekor/hari dan untuk monyet muda 80 g/ekor/hari. Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kebutuhan nutrien monyet ekor panjang dewasa
Zat Makanan Kadar
Protein kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak (%)
Essential n-3 fatty acids (%) Essential n-6 fatty acids (%)
Ca (%) P (%) Mg (%) Fe (mg·kg-1) Mn (mg·kg-1) Cu (mg·kg-1) Vitamin A (IU·kg-1) Vitamin D (IU·kg-1) Vitamin K (IU·kg-1) Thiamin (mg·kg-1) Riboflavin (mg·kg-1) Asam pantotenik (mg·kg-1) Niasin (mg·kg-1)
Vitamin B6 (mg·kg-1) Biotin (mg·kg-1) Folasin (mg·kg-1) Vitamin B12 (mg·kg 1) Vitamin C (mg·kg-1) Energi (Kal/kg/hari)
8,00 2,50-8,00 5,00-9,00 0,50 2,00 0,55 0,33 0,04 100,00 44,00 15,00 10.000,00-15.000,00 2.000,00-9.000,00 68,00 15,00-30,00 25,00-30,00 20,00 50,00-110,00 4,40 100,00 1,50 0,01 1,00-25,00 72-120 Sumber : NRC (2003).
Pakan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20% dan konsentrasi serat kasarnya di bawah 18% (McDonald 2002). Energi diperoleh melalui perombakan karbohidrat, protein, dan lemak dalam makanan menjadi asetil koA melalui siklus cREB yang merupakan jalur metabolisme utama (Tillman et al. 1998). Kandungan energi dari beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 3.
(21)
Tabel 3 Kandungan energi dari beberapa bahan makanan
Bahan makanan Energi (kal/kg)
Tallow (lemak hewan) Minyak goreng Gula
Tepung maizena Kuning telur Gandum
90001 80002 45004 36203 36101 31634 Sumber : Winarno (1999), Bogasari (1999).
Beberapa bahan makanan seperti talllow, minyak goreng, dan kuning telur merupakan sumber energi yang mengandung banyak lemak. Kandungan lemak pada tallow meliputi saturated 52%, monounsaturated 32%, polyunsaturated 3%, dan kolesterol 0,68%. Bahan-bahan makanan lain yang juga mengandung banyak lemak, antara lain minyak kelapa, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Bahan makanan yang mengandung banyak lemak sebagai bahan penyusun ransum memiliki keuntungan, antara lain sebagai sumber energi yang disimpan dalam jaringan adiposa dan jaringan intramuskular, sumber asam lemak esensial dan pembawa vitamin larut dalam lemak (Frandson 1993; Almatsier 2003).
Lemak yang berada di dalam jaringan adiposa merupakan bentuk cadangan energi potensial. Trigliserida (triasilgliserol) merupakan sumber utama lemak pada makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan (98-99%). Lemak yang diperoleh dari makanan akan dicerna di dalam lambung di bawah pengaruh enzim lipase lambung, terutama dipengaruhi oleh enzim lipase di pankreas dan hampir seluruh pencernaan lemak terjadi di dalam usus halus (95-99%).
Bila sel tubuh membutuhkan energi, maka enzim lipase akan menghidrolisis triasilgliserol menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian menuju ke pembuluh darah untuk dialirkan ke sel-sel tubuh, komponen-komponen ini akan dibakar dan menghasilkan energi, CO2, dan H2O. Konsumsi lemak yang mengandung tinggi energi dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan energi dan kelebihan tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga memicu terjadinya peningkatan bobot badan (Frandson 1993; Almatsier 2003).
(22)
Protein dapat digunakan sebagai sumber energi untuk sel-sel dalam tubuh apabila karbohidrat tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh untuk menghasilkan energi. Selain itu, protein berfungsi sebagai katalisator (enzim), pendukung sistem kekebalan, pengontrol pertumbuhan, dan pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh. Bahan-bahan makanan seperti telur, susu, daging, ungags, dan ikan merupakan makanan yang mengandung banyak protein. Protein merupakan molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur utama dari protein adalah nitrogen (16% dari berat protein) (Frandson 1993; Almatsier 2003).
Protein dihancurkan untuk menghasilkan asam amino yang kemudian mengalami deaminasi atau pelepasan gugus amino (NH2) di dalam hati untuk menghasilkan asam keton dan amonia (NH3). Asam keton yang dihasilkan masuk ke dalam siklus cREB untuk membentuk energi pada saat karbohidrat banyak terpakai atau dapat membentuk piruvat yang akhirnya menghasilkan glukosa melalui proses glikogenesis, sedangkan amonia akan diubah menjadi urea (Frandson 1993; Almatsier 2003).
Protein dalam keadaan berlebihan akan mengalami deaminase, nitrogen akan dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak kemudian disimpan di tubuh. Dengan demikian, konsumsi protein secara berlebihan dalam jangka waktu lama dapat memicu terjadinya penimbunan lemak di jaringan adiposa (Guyton 1996; Toha 2001; Almatsier 2003).
Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan lemak tubuh yang dapat menyebabkan berbagai efek negatif bagi tubuh. Obesitas dan overweight dapat terjadi pada berbagai usia dan jenis kelamin. Orang yang mengalami kelebihan bobot badan pada usia muda lebih berisiko menderita obesitas dibandingkan dengan orang yang memiliki bobot badan normal. Wanita pasca menopause (mati haid) akan memiliki risiko terkena obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan pria (Sylvia 1998).
Bentuk tubuh untuk orang yang menderita obesitas terdiri atas dua jenis yang dapat ditentukan dari distribusi jaringan lemak. Pertama, bentuk tubuh apel (bentuk android) adalah bentuk tubuh akibat penimbunan jaringan lemak di
(23)
bagian abdomen, pinggul, dan dada. Bentuk ini lazim ditemukan pada pria. Kedua, bentuk pir (bentuk gynecoid) adalah bentuk tubuh akibat penimbunan jaringan lemak di bagian bawah lingkar pinggang, seperti pinggul dan paha. Bentuk ini lazim ditemukan pada wanita (Adam 2006).
Cara yang paling umum dilakukan untuk mengetahui kategori obesitas, yaitu menghitung indeks massa tubuh (IMT). IMT dihitung dengan cara membagi bobot badan (kg) dengan tinggi badan yang dipangkat dua (m2), namun untuk monyet ekor panjang dilakukan modifikasi perhitungan, yaitu membagi bobot badan (kg) dengan tinggi duduk yang dipangkat dua (m2). Klasifikasi IMT internasional menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Klasifikasi indeks massa tubuh internasional menurut WHO
Kategori Indeks Massa Tubuh
Kurus sedang Kurus ringan Normal
Berat badan lebih Pre Obes
Obes Obes kelas I Obes kelas II Obes kelas III
16,00-16,99 17,00-18,49 18,50-24,99 25,04 25,00-29,99 30,00 30,00-34,99 35,00-39,99 40,00 Sumber: WHO (2005)
WHO memberikan klasifikasi yang berbeda untuk IMT populasi orang Asia. Hal ini karena terjadi peningkatan prevalensi diabetes tipe 2 dan peningkatan faktor resiko penyakit kardiovaskular di beberapa bagian benua Asia. Alasan kedua adalah hubungan antara IMT, persentase lemak tubuh dan distribusi lemak berbeda di setiap populasi. Beberapa populasi Asia memiliki persentase lemak tubuh yang lebih tinggi dari populasi Eropa dan juga sebaliknya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara IMT dan persentase lemak tubuh tergantung dari umur, jenis kelamin dan variasi antar kelompok etnis (Barba 2004). Berdasarkan klasifikasi IMT untuk Asia Pasifik pada tahun 2005, maka IMT untuk orang Asia dapat dilihat pada Tabel 5.
(24)
Tabel 5 Klasifikasi indeks massa tubuh untuk orang Asia menurut WHO
Kategori Indeks Massa Tubuh
Normal
Berat badan lebih Pre Obes
Obes kelas I Obes kelas II
18,50 -22,90 23
23-24,90 25-29,90 ≥30 Sumber: WHO (2005)
Monyet ekor panjang yang hidup di kawasan wisata Bali menunjukkan tanda-tanda obesitas dengan IMT sampai 61,57 kg/m2 untuk jantan dan 60,07 kg/m2 untuk betina (Putra et al. 2006). IMT ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IMT yang normal, yaitu 18,50 kg/m2 sampai 23 kg/m2 (WHO 2005). Pada monyet obes, timbunan lemak di daerah perut dapat dilihat dari adanya lipatan kulit yang menggantung bila monyet tersebut berdiri atau berjalan. Timbunan lemak tersebut juga dapat dilihat jelas bila monyet dalam keadaan duduk. Pada posisi tersebut, perut monyet kelihatan membesar sebagai akibat dari adanya timbunan lemak. Bentuk tubuh ini sangat mirip dengan bentuk tubuh pada manusia yang menderita obesitas (Putra et al. 2006).
Pola makan yang tidak normal akan mudah mengakibatkan terjadinya obesitas, seperti makan terlalu banyak dan makan di malam hari yang mengakibatkan kelebihan kalori (Haslam & James 2005). Menurut Yang et al. (2007), faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 6 sampai 85% terhadap BB seseorang tergantung populasi yang diteliti. Ada beberapa gen yang berhubungan dengan obesitas, salah satu gen yang berperan penting yaitu gen obese (ob). Produk gen ob yang penting dalam menurunkan nafsu makan, metabolisme dan fungsi reproduksi adalah leptin.
Leptin merupakan hormon protein yang memiliki pengaruh penting dalam mengendalikan nafsu makan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak, pengeluaran energi, pubertas, dan fertilitas mamalia (Richards et al. 2000). Protein ini memiliki massa 16 kD dan disandi oleh gen obese (ob). Leptin terutama disekresikan oleh lemak di jaringan adiposa. Selain itu, leptin juga disekresikan di epitel lambung dan plasenta dalam jumlah kecil. Pengaruh leptin pada bobot badan terjadi melalui sinyal dari leptin ke pusat hipotalamus yang
(25)
mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh, dan penggunaan energi (Sugiharto 2007).
Leptin yang bekerja di hipotalamus bertujuan untuk mengurangi nafsu makan dan meningkatkan penggunaan energi (Sugiharto 2007). Leptin di organ perifer seperti pankreas, hati dan otot skelet akan mempengaruhi sekresi insulin, produksi glukosa hepatik dan metabolisme glukosa otot (Meler & Gressner 2004).
Peningkatan hormon leptin pada kasus obesitas akan menurunkan nafsu makan, sehingga asupan makanan sebagai sumber energi menjadi terbatas dan berkurang, akibatnya konsentrasi glukosa darah akan menurun dan konsentrasi insulin juga ikut menurun. Mantzoros et al (1999), mengungkapkan bahwa obesitas berhubungan dengan sintesis dan sekresi leptin dari jaringan adiposa, diabetes melitus, dan kadar glukosa darah. Skema aksi leptin disajikan pada Gambar 2.
Hipotalamus
Sekresi leptin Jaringan adiposa
asupan makanan metabolisme
glukosa
pengeluaran
metabolisme energi
lemak fungsi neuroendokrin
Gambar 2 Skema aksi leptin (Mantzoros et al. 1999).
Gambar 3 di atas menunjukkan bahwa leptin bertindak secara langsung atau dengan mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan peningkatan pengeluran energi, peningkatan metabolisme glukosa, dan lemak serta fungsi neuroendokrin (Mantzoros et al. 1999).
(26)
Menurut Mantzoros et al. (1999), bahwa leptin merupakan suatu hormon adiposa, beredar di serum dalam bentuk bebas atau dalam bentuk leptin terikat pada protein, mengakibatkan sel yang spesifik pada hipotalamus dan mengubah ekspresi beberapa neuropeptida dan kemudian mengurangi selera makan, meningkatkan pengeluaranan energi, meningkatan sinyal sistem saraf simpatis dan menurunkan sinyal sistem saraf parasimpatis serta mengubah fungsi neuroendokrin. Peningkatan level leptin mengaktifkan hormon tiroid, hormon pertumbuhan, gonad dan menekan adrenal pituitari. Leptin mempengaruhi hemeostasis dan fungsi kekebalan serta meningkatkan metabolisme glukosa dan lemak, mengubah produksi hormon, dan sitokin, serta produksi leptin pada adiposa. Efek umpan balik leptin ini disajikan pada Gambar 3.
Selera
Gonad Fungsi imun
Hemopoiesis meningkatkan saraf simpatis, menurunkan
Sel langerhans sarafparasimpatis
Kortek adrenal
Sistem IGP Androgen
Estrogen
Katekolamin
Leptin
Gambar 3 Aksi umpan balik hormon leptin (Mantzoros et al. 1999).
(27)
Nikotin
Nikotin adalah suatu senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman tembakau. Nikotin berbentuk cairan tidak berwarna dan merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara. Kadar nikotin dalam tembakau 1 sampai 2% (Gunawan 2007).
Tanaman tembakau merupakan akar tunggang yang panjangnya antara 50 sampai 70 cm. Akar merupakan tempat sintesis zat nikotin sebelum diangkut melalui pembuluh kayu ke daun, sehingga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan akar, seperti kekeringan dan pemangkasan pucuk akan meningkatkan kadar nikotin pada tumbuhan tembakau tersebut (Pribadi 2008).
Nikotin dapat diserap ke dalam tubuh melalui tiga cara, yaitu melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan yang bersuasana basa dan kulit. Penyerapan nikotin melalui kulit membutuhkan waktu yang bervariasi, yakni 3 sampai 5 menit. Apabila terkena tumpahan nikotin pada kulit maka harus segera dibersihkan. Penyerapan nikotin melalui kulit dengan dosis yang berarti dapat menimbulkan efek memabukan, muntah-muntah, meradang, dan gejala-gejala keracunan serius. Keadaan tersebut menyebabkan nikotin perlu ditangani dengan hati-hati sebelum digunakan (Zorin et al. 1999).
Penyerapan nikotin di dalam lambung sedikit sekali karena lambung memiliki pH asam. Di dalam rumen dan retikulum, nikotin tertahan lebih lama karena pengosongan isi rumen dan retikulum terjadi secara berlahan-lahan (Karo Karo 1990). Apabila orang dewasa mengonsumsi nikotin dalam dosis tinggi (30-60 mg/kg BB), maka dapat mengakibatkan keracunan bahkan berefek pada kematian (Zorin et al. 1999). Dosis nikotin yang berefek pada kematian yang dapat membunuh 50% populasi untuk tikus adalah 50 mg/kg BB dan untuk mencit adalah 3 mg/kg BB (IPCS ICHEM 1991). Setelah terabsorbsi, nikotin masuk ke dalam aliran darah pada pH 7,4 dengan kondisi terionisasi (69%) dan tidak dalam kondisi terionisasi (31%) dan kurang dari 5% terikat pada protein plasma, distribusi nikotin tertinggi ditemukan di dalam hati, ginjal, limpa, dan paru-paru, sedangkan yang terendah di dalam jaringan adiposa (Hukkanen et al. 2005).
(28)
Nikotin masuk ke dalam darah melalui sirkulasi pulmonal, tidak melalui vena porta dan vena sistemik. Merokok membuat nikotin secara cepat menuju sirkulasi pulmonal dan bergerak cepat ke bagian kiri dari bilik jantung dan ke arteri sistemik serta masuk ke sirkulasi menuju ke otak (Lunell et al. 2000). Waktu yang diperlukan antara menghisap rokok hingga masuknya nikotin ke dalam otak lebih pendek daripada dimasukkan melewati intravena, yaitu 7 sampai 9 detik. Nikotin masuk secara cepat ke otak, kemudian turun secara cepat setelah beredar ke seluruh tubuh. Kemudian diekskresi melewati ginjal sebanyak 35 sampai 80% berupa metabolisme kotinin dan nikotin-N-oksid (Yano 2005).
Menurut Gunawan (2007), perubahan dalam tubuh setelah pemberian nikotin sangat rumit karena kerja nikotin sangat luas terhadap sistem saraf simpatis maupun sistem saraf parasimpatis. Selain itu, nikotin merupakan suatu senyawa perangsang sistem saraf pusat (SSP) yang kuat dan mengakibatkan kekejangan pada dosis tinggi. Berdasarkan Shao dan Feldman (2001), bahwa reseptor nikotinik asetilkolin memiliki peran dalam kontrol pusat respirasi yang memegang peranan penting dalam pernapasan. Aktivitas dari reseptor nikotinik asetilkolin yaitu meningkatkan kemampuan input sinaptik perasaan senang pada saraf inspirasi (facemaker) dan menghambat hubungan diantara saraf yang memegang peranan dalam membawa perasaan senang.
Nikotin memiliki dampak dengan ciri-ciri yang mirip dengan ketergantungan seperti obat-obatan lainnya, menghirup nikotin menghasilkan perubahan pada otak dan dapat menyebabkan sindrom withdrawal yang diamati pada perokok yang berhenti secara tiba-tiba. Secara farmakologi, nikotin adalah suatu stimulan psikomotor, seperti halnya amphetamine atau kokain. Nikotin juga memiliki efek psikofarmakologi lain, terutama anti depresi dan kegelisahan (Balfour et al. 2000).
Nikotin memiliki efek komplek pada jalur saraf otak dengan merangsang reseptor dari kelompok saraf nikotinik. Efek ini seperti mekanisme saraf pada komplek underfin nikotin dan seperti halnya efek ketergantungan narkoba, khususnya efek psychostimulant yang mirip dengan efek nikotin, yakni dengan merangsang atau meningkatkan pelepasan dopamin utamanya dari terminal sistem mesolimbik, nucleusaccumbens (Balfour 2008).
(29)
Metabolisme nikotin terutama dilakukan di hati. Selain itu, nikotin juga dimetabolisme oleh paru-paru, limpa, ginjal dan terendah terdapat pada jaringan adiposa (Hukkanen et al. 2005). Nikotin di hati akan di ubah menjadi kotinin oleh enzim cytochrome 450Y. Enzim CYP2A6 merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam oksidasi nikotin dan kotinin, enzim ini menurunkan jumlah nikotin dan merupakan enzim yang mengurangi level rasio nikotin dalam aliran darah (Hukkanen et al. 2005; Yano 2005). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metabolisme nikotin antara lain diet makanan, usia, jenis kelamin dan aktivitas fisiologis seperti olah raga dan konsumsi makanan.
Setelah mengalami metabolisme di hati, nikotin secara sistemik didistribusikan kejaringan neuron preganglion autonomic, neuromuscular
junction somatic (N1) dan neural (N2). Kemudian secara langsung menstimulasi
norepinephrin (NE) melalui signal β3 adrenergik dalam sel mitrokondria dan melalui mekanisme siklus cREB (cAMP respons element binding) protein mengekspresikan protein-1 (uncoupling protein-1) bersama derivate proteinase
inhibitor (PAI-1) yang berperan dalam proses aterosklerosis (Blanc et al. 2003).
Berdasarkan penelitian Pribadi (2008), nikotin memiliki efek negatif, yaitu dapat menekan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan pada tikus jantan, namun tidak berpengaruh pada tikus betina pada masa pertumbuhan.Tikus yang diberi pakan kaya protein berserat kasar tinggi dengan panambahan nikotin memiliki daya konsumsi yang lebih rendah dibandingkan tikus yang diberi pakan tanpa penambahan nikotin.
Pengaruh metabolisme nikotin dalam tubuh dapat menurunkan aktivitas konsumsi makanan sehingga bobot badan cenderung menurun (Pribadi 2008). Selain itu, stimulasi nikotin memiliki efek positif, yaitu meningkatkan ingatan, perhatian belajar, dan kemampuan untuk memecahkan masalah (Gunawan 2007). Nikotin juga dapat dijadikan sebagai obat untuk radang usus besar, memperkuat syaraf pada hippocampus (struktur otak) yang berperan dalam proses belajar dan daya ingat (JRHF 2004).
Nikotin dapat digunakan pula sebagai terapeutik pasca merokok akibat ketergantungan. Nikotin sebagai terapeutik tersedia dalam bentuk gum, nasal
(30)
nasal spray akan lebih efektif sebagai terapi untuk berhenti merokok jika ada keinginan dari perokok. Nikotin dalam bentuk nikotin lozenge memberikan manfaat untuk menurunkan ketergantungan terhadap rokok tembakau. Namun dapat berisiko tinggi jika terapi pengganti nikotin gagal dilakukan (Ebbert et al. 2007). Dosis fatal dari nikotin murni adalah 30 sampai 60 mg/kg BB, sedangkan dosis 0,75 mg/kg BB merupakan dosis aman dalam penggunaan dosis nikotin murni (Shiffman et al. 1997).
Nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitter di otak yang berfungsi menurunkan kebutuhan akan asupan energi sehingga terjadi penurunan asupan makanan. Selain itu, molekul dari asam amino yang berpotensi terlibat dengan konsumsi nikotin adalah neuropeptida dan peptida. Leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan, pengeluaran energi, dan hormon (Filozof et al. 2004).
Leptin merupakan hormon protein yang memiliki pengaruh penting dalam mengendalikan asupan makanan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak, pengeluaran energi, pubertas dan fertilitas mamalia (Richards et al. 2000). NeorupeptidaY adalah stimulator yang sangat penting dari perilaku konsumsi makanan. Penurunan rasa lapar dan konsumsi makanan, sebagian terjadi melalui inhibisi sintesis neuropeptida Y. Leptin dan neuropeptida Y merupakan faktor yang mungkin terlibat dalam hubungan antara nikotin dan bobot badan, indeks massa tubuh, serta glukosa darah, walaupun peran mereka sebagai penentu dari hubungan ini masih belum ditentukan (Chatkin & Chatkin 2007).
Berdasarkan penelitian Sanigorski et al. (2002), pemberian nikotin pada tikus yang peka terhadap leptin menunjukkan terjadinya penurunan bobot badan sebagai akibat berkurangnya nafsu makan dan peningkatan pengeluaran energi. Ketika nikotin dikonsumsi maka sistem penyampaian pada neurotransmitter akan mempengaruhi homeostasis energi dan meningkatkan aktivitas leptin untuk mengaktifkan sistem saraf simpatis dan menurunkan nafsu makan. Selain itu, nikotin memberikan pengaruh pada jaringan adiposa coklat yang merupakan sel jaringan adiposa yang penuh dengan trigliserida sebagai cadangan makanan dan cadangan energi.
(31)
BAT (brown adipose tissue) menggunakan trigliserida sebagai cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan panas badan. BAT akan meningkatkan panas badan dengan melepaskan gradien proton dari sintesa ATP di membran mitokondria bagian dalam. Thermogenin adalah protein transmembran di dalam mitokondria sebagai penyebab lepasnya proton dari sintesa ATP, kemudian menghasilkan panas (Permana 2011).
Efek nikotin dalam meningkatkan termogenesis melalui mekanisme stimulasi pada syaraf simpatis yang mengarah pada peningkatan norepinephrin yang memberikan efek langsung pada reseptor nicotinic acetilcholyne (nAChR) dan menstimulasi modulasi secara langsung atau tidak langsung terhadap penurunan suhu tubuh (Razvani & Levin 2004), mengikat sinyal termogenes (panas tubuh) (guanosine 5-diphosphate) di mitokondria sehingga terjadi pelepasan thermogenin (Arai et al. 2001).
Glukosa Darah
Glukosa darah adalah glukosa yang terkandung di dalam darah. Glukosa di dalam darah sangat penting sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi. Glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi dan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Semua jenis karbohidrat baik monosakarida, disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan menjadi glukosa di dalam hati. Glukosa yang telah diserap oleh usus halus akan terdistribusi ke semua sel tubuh melalui aliran darah. Glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati, namun juga dapat tersimpan di plasma darah dalam bentuk glukosa darah (Irawan 2007).
Selain berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, glukosa juga berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak. Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP (adenosinetriphosphate) yang merupakan molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh. Dalam konsumsi keseharian, glukosa menyediakan hampir 50 sampai 75% dari total kebutuhan energi tubuh. Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui
(32)
dua mekanisme utama, yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik. Proses metabolisme secara anaerobik akan berlangsung di dalam sitoplasma sedangkan proses metabolisme aerobik akan berjalan dengan mengunakan enzim sebagai katalis di dalam mitokondria dengan kehadiran oksigen (Irawan 2007).
Tahap awal metabolisme glukosa menjadi energi di dalam tubuh berlangsung secara anaerobik melalui proses yang dinamakan glikolisis. Proses ini berlangsung dengan menggunakan bantuan 10 jenis enzim yang berfungsi sebagai katalis di dalam sitoplasma yang terdapat pada sel eukariotik. Inti dari keseluruhan proses glikolisis adalah untuk mengubah glukosa menjadi produk akhir berupa piruvat. Pada proses glikolisis, 1 molekul glukosa yang memiliki 6 atom karbon pada rantainya (C6H12O6) akan terpecah menjadi produk akhir berupa 2 molekul piruvat yang memiliki 3 atom karbon (C3H3O3). Proses ini berjalan melalui beberapa tahapan reaksi yang disertai dengan terbentuknya beberapa senyawa antara seperti glukosa 6-fosfat dan fruktosa 6-fosfat.
Selain akan menghasilkan produk akhir berupa molekul piruvat, proses glikolisis ini juga akan menghasilkan 2 molekul ATP serta molekul NADH (3 ATP). Molekul ATP yang terbentuk ini kemudian akan diekstrak oleh sel-sel tubuh sebagai komponen dasar sumber energi. Melalui proses glikolisis ini, 4 buah molekul ATP dan 2 buah molekul NADH (6 ATP) akan dihasilkan serta pada awal tahapan prosesnya akan mendapatkan 2 buah molekul ATP sehingga total 8 buah ATP akan dapat terbentuk (Almatsier 2003; Irawan 2007).
Tahap metabolisme energi berikutnya akan berlangsung pada kondisi aerobik dengan menggunakan bantuan oksigen (O2). Bila oksigen tidak tersedia maka molekul piruvat hasil proses glikolisis akan terkonversi menjadi asam laktat. Dalam kondisi aerobik, piruvat hasil proses glikolisis akan teroksidasi menjadi produk akhir berupa H2O dan CO2 di dalam tahapan proses respirasi selular. Proses respirasi selular ini terbagi menjadi 3 tahap utama, yaitu produksi Acetyl-CoA, proses oksidasi Acetyl-CoA dalam siklus asam sitrat dan rantai transpor elektron. Tahap kedua dari proses respirasi selular, yaitu siklus asam sitrat merupakan pusat bagi seluruh aktivitas metabolisme tubuh. Siklus ini tidak hanya digunakan untuk memproses karbohidrat, namun digunakan juga untuk memproses molekul lain seperti protein dan lemak (Irawan 2007).
(33)
(Rantai transpor elektron)
Secara keseluruhan pada kondisi aerobik, proses metabolisme glukosa akan menghasilkan produk samping berupa karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Karbon dioksida dihasilkan dari siklus asam sitrat, sedangkan air (H2O) dihasilkan dari proses rantai transport elektron. Melalui proses metabolisme, energi kemudian akan dihasilkan dalam bentuk ATP dan kalor panas. Terbentuknya ATP dan kalor panas inilah yang merupakan inti dari proses metabolisme energi. Melalui proses glikolisis, siklus asam sitrat dan proses rantai transpor elektron, sel-sel yang tedapat di dalam tubuh akan mampu untuk menggunakan dan menyimpan energi yang dikandung dalam bahan makanan sebagai energi ATP. (Almatsier 2003; Irawan 2007).
Glikolisis C-C-C-C-C-C
C-C-C C-C-C
2 piruvat energi
C-C-C C-C-C 2 KoA
2 CO2
C-C-KoA C-C-KoA 2 Asetil KoA KoA
Koa
C C
C C
energi
energi
energi
Gambar 4 Jalur metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi (Almatsier 2003). Siklus
(34)
Hati merupakan tempat penyimpanan sekaligus sebagai pusat pengolahan glukosa. Ketika kadar insulin meningkat seiring dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh, maka hati akan menimbun dan menyimpan glukosa menjadi glikogen (glikogenesis). Namun, ketika tidak ada makanan yang masuk ke saluran pencernaan dan kadar insulin dalam darah rendah, maka timbunan glikogen dalam hati akan diubah menjadi glukosa kembali dan dikeluarkan ke aliran darah sehingga konsentrasi glukosa di darah tetap normal (Hembing 2008).
Pankreas memiliki sel α yang memproduksi hormon glukagon. Bila kadar glukosa di darah rendah, maka glukagon akan merangsang sel hati untuk memecah glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis). Menurut Hembing (2008), metabolisme glukosa dapat berjalan dengan baik melalui reaksi antara insulin dan glukagon untuk menjaga konsentrasi glukosa tetap normal.
Glukosa darah normal untuk monyet ekor panjang menurut Fortman et al. (2002) adalah 48 mg/dl sampai 69 mg/dl, sedangkan glukosa darah pada manusia normal lebih tinggi dibandingkan monyet ekor panjang, yaitu 80 sampai 90 mg/dl darah. Saat konsentrasi glukosa darah meningkat di atas 100 mg/dl darah, kecepatan sekresi insulin akan meningkat sehingga kadar glukosa di darah kembali normal (Hembing 2008). Menurut Corwin (2007), kadar glukosa saat puasa dalam keadaan normal adalah 80 mg/100 ml sampai 90 mg/100 ml darah. Apabila glukosa darah lebih dari 100 mg/100 ml, maka sekresi insulin dari pankreas meningkat dan kembali normal dalam waktu 2 sampai 3 jam.
(35)
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan dimulai dari 23 Februari sampai dengan 3 Juni 2009. Penelitian ini dilakukan di PT IndoAnilab Bogor serta Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain formula pakan tinggi energi yang berasal dari beef tallow (lemak sapi) dan gandum, pakan komersial
(monkey chow), nikotin cair 0,75 mg/kg BB, air minum ad libitum, buah pisang
dan jambu sebanyak 10 g/ekor/hari, sampel darah (serum), ketamin 10 mg/kg BB, alkohol, dan kapas.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu (0,6x0,6x9 m), timbangan digital untuk pakan dan bobot badan, alat pengukur tinggi duduk, tempat penampungan feses dan urin, tempat makan dan minum hewan, spoit 5ml, tabung penyimpanan sampel darah, dan spektrofotometer.
Hewan Laboratorium
Hewan coba laboratorium yang digunakan untuk penelitian ini adalah monyet ekor panjang jantan dewasa, umur 6 sampai 8 tahun (susunan gigi Molar3/Molar3), bobot badan 4 sampai 5,5 kg sebanyak 10 ekor. Seluruh perlakuan yang berkaitan dengan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Animal Care and Use Committee (ACUC) yang merupakan komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan dari PT IndoAnilab dengan nomor 04-IA-ACUC-09.
(36)
Metode Penelitian Rancangan Percobaan
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama membentuk hewan model obesitas dengan induksi pakan tinggi energi yang dilaksanakan selama 12 bulan (Februari 2008 sampai dengan Februari 2009). Penelitian selanjutnya adalah pemberian nikotin selama tiga bulan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap in time. Waktu pengamatan dilakukan berulang terhadap sampel (hewan coba) yang sama dengan periode tiga bulan dan kondisi sampel percobaan dianggap homogen dengan dua perlakuan pakan yang terdiri dari lima ulangan untuk sampel yang sama. Sebelum intervensi nikotin, dilakukan pengumpulan data untuk semua peubah yang diamati sebagai data base line (data awal). Bulan pertama, kedua dan ketiga dilakukan pengamatan dan pengumpulan data untuk semua peubah selama intervensi nikotin (0,75 mg/kg BB).
Perlakuan pada Hewan
Monyet ekor panjang yang berjumlah 10 ekor dikelompokkan secara acak menjadi dua perlakuan pakan dengan sumber energi yang tinggi, masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor. Perlakuan pertama, diberikan pakan tinggi energi (bersumber dari lemak sapi), sedangkan perlakuan kedua diberikan pakan tinggi energi (bersumber dari protein), yaitu monkey chow komersial. Hewan dikandangkan dalam kandang individu yang ditempatkan pada posisi agar antar individu dapat berinteraksi secara audiovisual. Pemberian minum dilakukan secara ad libitum dan pakan perlakuan diberikan 2 kali sehari, pagi (sekitar pukul 08:00 WIB) dan siang hari (sekitar pukul 14:00 WIB) sebanyak 150 g/ekor/hari. Selain itu, ada pakan tambahan lain yang diberikan sebagai pengkayaan lingkungan, yaitu berupa buah-buahan seperti pisang dan jambu sebanyak 10 g/ekor/hari yang sudah dibekukan, di berikan dalam bentuk beku.
Masing-masing monyet dari setiap perlakuan diamati terlebih dulu (23 Februari-11 Maret 2009) yang dilanjutkan dengan penimbangan BB, pengukuran IMT dan pemeriksaan glukosa darah sebagai data awal sebelum intervensi nikotin (11 Maret 2009). Setelah itu, dilakukan intervensi nikotin (12 Maret-3 Juni 2009) dengan dosis 0,75 mg/kg BB, namun semua pakan yang diberikan tidak habis
(37)
terkonsumsi, sehingga kemungkinan nikotin yang masuk ke dalam tubuh berkisar antara 0,5 sampai 0,75 mg/kg BB. Pada penelitian ini, nikotin diperoleh dari suatu pabrik yang memproduksi nikotin murni dan digunakan dalam bentuk cairan yang sebelumnya dilarutkan menggunakan air bersih. Penambahan nikotin dilakukan dengan cara dicampurkan ke dalam kedua jenis pakan ketika dibuat menjadi padatan. Pemberian nikotin dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan, yaitu pagi dan siang hari. Penimbangan BB, pengukuran IMT dan pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan setiap minggu pertama bulan April, Mei dan Juni.
Pembuatan Pakan dan Penambahan Nikotin
Pembuatan kedua jenis pakan dilakukan setiap minggu. Bahan yang digunakan untuk pakan kelompok pertama (Kelompok I) adalah beef tallow (lemak sapi), gandum, minyak goreng, tepung ikan, gula, dedak padi, agar-agar, tepung maizena, bungkil kedelai, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan campuran mineral yang berasal dari bahan-bahan lokal. Pakan kelompok kedua (Kelompok II) menggunakan monkey chow yang berbentuk biskuit padat, kering dan agak keras yang berasal dari pabrik dan merupakan pakan yang biasa dikonsumsi oleh monyet. Kandungan nutrien formula untuk masing-masing kelompok pakan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kandungan nutrien formula pakan untuk masing-masing perlakuan
Kandungan Nutrien Kelompok I Kelompok II
Protein (%) 12,02 26,82
Lemak (%) 20,80 4,15
Serat Kasar (%) 2,12 2,25
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 53,24 58,12
Bahan Kering (%) 78,02 88,07
Gross Energi (kal/g) 4.479,11 4.492,87
Nikotin Cair (mg/kg BB) 0,75 0,75
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Bogor 2009.
Penambahan nikotin cair ke dalam pakan dilakukan bersamaan dengan pembuatan pakan menjadi padatan. Sebelum dicampur dengan pakan, nikotin terlebih dulu dihitung jumlahnya (dalam setiap ml cairan nikotin yang digunakan mengandung 0,4 mg nikotin). Dosis nikotin cair didasarkan pada rerata umum bobot badan monyet ekor panjang untuk masing-masing kelompok perlakuan.
(38)
Untuk mengetahui dosis nikotin yang harus ditambahkan ke dalam pakan, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah nikotin cair (ml):
Keterangan : x : rerata bobot badan secara umum setiap perlakukan (kg) dp : dosis nikotin cair yang digunakan (0,75 mg/kg BB) jp : jumlah pakan yang dibuat (g)
bp : berat perbiji dari pakan yang dibuat akan menjadi padatan (g)
Pakan Kelompok I dalam sekali pembuatan sebanyak 1,5 kg pakan dengan berat padatan perbiji 30 g, sedangkan untuk pakan kelompok II dibuat sebanyak 5 kg pakan dengan berat padatan perbiji 50 g. Dari formula tersebut dapat diketahui jumlah nikotin (ml) yang digunakan dikalikan dengan 2, hal ini karena dalam setiap 1 ml cairan nikotin mengandung 0,4 mg nikotin, sehingga diperlukan 2 ml cairan untuk kurang lebih setara dengan dosis 0,75 mg/kg BB.
Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur pada penelitian ini adalah BB, IMT, dan glukosa darah. Sebelum pengukuran, hewan sudah dipuasakan minimal 12 jam. Selanjutnya, hewan disedasi menggunakan ketamin dosis 10 mg/kg BB secara intramuskular. Setelah hewan terbius, dilakukan penimbangan BB, pengukuran IMT dan pemeriksaan glukosa darah.
Penimbangan BB untuk masing-masing monyet dilakukan dengan alat timbangan yang sudah disediakan. Setelah itu, dilakukan pengukuran IMT dengan cara bobot badan (kg) yang sudah diketahui dibagi dengan tinggi duduk yang dipangkat dua (m2). Data IMT digunakan sebagai data penunjang untuk mengetahui reaksi dari nikotin cair terhadap bobot badan.
(39)
Gambar 2 Penimbangan bobot badan dan pengukuran indeks massa tubuh monyet ekor panjang. Sumber : Chusnul Choliq (koleksi pribadi).
Pengambilan darah dilakukan setelah penimbangan BB dan pengukuran IMT. Ketika monyet ekor panjang masih dalam keadaan terbius, bagian tubuh yang akan diambil darahnya (v. femoralis) dibersihkan terlebih dulu menggunakan alkohol 70% dan dibiarkan sampai kering. Selanjutnya, pengambilan darah sekitar 5 ml dilakukan dengan cara menyuntikkan jarum pada bagian kulit yang berada di atas v. femoralis menggunakan spoit 5 ml hingga masuk ke lumen v. femoralis, kemudian darah diambil dan dimasukkan ke tabung sampel darah secara perlahan-lahan melalui dinding tabung yang bersih dan kering, tanpa antikoagulan dan didiamkan selama 15 menit dalam suhu kamar.
Gambar 3 Pengambilan darah melalui vena femoralis monyet ekor panjang. Sumber : Chusnul Choliq (koleksi pribadi).
(40)
Darah yang sudah didiamkan selama 15 menit disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk menghasilkan serum, berupa cairan jernih berwarna kuning muda. Kemudian, pemeriksaan glukosa darah dilakukan dengan metode glukosa oksidase (GOD). Tiga buah tabung reaksi 5 ml disiapkan, tabung pertama berisi reagen 1000 µl, tabung kedua berisi reagen 1000 µl dan sampel serum 10 µl, dan tabung ketiga berisi reagen 1000 µl dan larutan standar 10 µl (larutan standar berisi glucose 100 mg/dl) tanpa pengenceran. Ketiga tabung tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 5 menit. Dalam penelitian ini, reagen glukosa darah yang digunakan berasal dari produk Human no. catalog 10-260 dengan komposisi phosphatebuffer (pH 7,5), 4-aminophenazoid (0,25 mmol/l),
phenol (0,75 mmol/l), glucoseoxidase (>15 KU/l), peroxsidase (>1,5 KU/l), dan
mutarotase (>2,0 KU/l). Kemudian nilai kadar glukosa darah dibaca
menggunakan alat spektrofotometer analiser BS 3000P dengan program C/St, panjang gelombang 546 nm dan faktor 36,77.
Analisis Data
Data yang ditampilkan merupakan hasil rerata dari masing-masing parameter (BB, IMT, dan glukosa darah) bagi setiap kelompok perlakuan. Hasil tersebut dianalisis lebih lanjut menggunakan metode General Linear Model (GLM) untuk melihat interaksi dari waktu dan perlakuan yang diberikan.
(41)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Badan
Berdasarkan hasil penimbangan BB monyet ekor panjang, penambahan nikotin cair pada kedua kelompok pakan terdapat kecenderungan penurunan BB dibandingkan sebelum diberi nikotin cair. Selanjutnya, data hasil penelitian terhadap rerata BB monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Rerata bobot badan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II Bobot Badan (kg)
0 4,53 ± 0,69a 4,92 ± 0,19a
1 4,39 ± 0,59a 4,70 ± 0,24a
2 4,42 ± 0,58a 4,84 ± 0,31a
3 4,44 ± 0,59a 5,04 ± 0,45a
Keterangan : Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin.
Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang untuk kelompok I (lemak sapi) dan kelompok II(monkey chow) tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan pakan ditambah nikotin cair (P>0,05), namun nyata dipengaruhi oleh waktu (bulan) intervensi nikotin cair (P<0,05). Semakin lama waktu penambahan nikotin cair dalam pakan perlakuan, maka semakin meningkat pula efek dari faktor-faktor yang menurunkan asupan energi, asupan makanan, dan pengeluaran energi yang diikuti dengan penurunan BB.
Penurunan BB mulai terjadi pada bulan ke-1 setelah intervensi nikotin, namun terjadi peningkatan kembali pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk masing-masing kelompok. Kelompok I mengalami penurunan sebesar 0,11 kg (2,43%) dari 4,53±0,69 kg menjadi 4,42±0,58 kg, sedangkan kelompok II mengalami penurunan sebesar 0,08 kg (1,62%) dari 4,92±0,19 kg menjadi 4,84±0,31 kg. Berdasarkan analisis statistik, rerata BB monyet ekor panjang selama intervensi nikotin mengalami kecenderungan penurunan yang tidak bermakna (P>0,05).
(42)
Peningkatan rerata BB monyet ekor panjang pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk perlakuan kelompok I diakibatkan oleh konsumsi lemak yang tinggi (20,80%) melebihi batas normal kebutuhan jaringan tubuh (5-9%), sehingga terjadi penimbunan lemak di jaringan adiposa dan intramuskular yang memungkinkan terjadinya peningkatan BB. Kelompok II mengalami peningkatan BB lebih tinggi dibandingkan kelompok I pada bulan ke-2 dan ke-3, hal ini diakibatkan oleh konsumsi dan absorpsi protein yang lebih tinggi (26,82%) dari normal (8%) (Frandson 1993; NRC 2003; Almatsier 2003).
Kelebihan protein dapat disimpan dalam bentuk lemak tubuh sebagai cadangan energi. Protein mengalami deaminase, kemudian nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon diubah menjadi lemak dan disimpan di tubuh, sehingga memicu terjadinya peningkatan BB bila dikonsumsi dalam jumlah banyak dan waktu yang lama (Frandson 1993; Almatsier 2003; Grisham & Garret 2005). Peningkatan BB dapat pula disebabkan oleh kandungan serat kasar yang relatif rendah (2,12-2,25%), sehingga penyerapan pakan menjadi lebih tinggi dan memicu terjadinya peningkatan BB. Kandungan serat kasar yang ideal untuk monyet ekor panjang berkisar antara 2,50 sampai 8,00% (NRC 2003). Selanjutnya, profil penurunan rerata bobot badan monyet ekor panjang dari setiap kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 4.
4 4,2 4,4 4,6 4,8 5 5,2
0 1 2 3
Bobot badan
(k
g)
Waktu (bulan)
Gambar 4 Rerata bobot badan dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦).
(43)
Berdasarkan hasil analisis, penurunan rerata BB monyet ekor panjang tidak dipengaruhi oleh perlakuan pakan ditambah nikoin cair (P<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Chatkin dan Chatkin (2007), bahwa pemberian nikotin cair yang memiliki sistem penyampaian pada neurotransmiter di otak hanya menurunkan kebutuhan asupan energi, sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan secara tidak langsung mempengaruhi penurunan BB. Selain itu, penurunan asupan makanan juga diakibatkan oleh meningkatnya efek dari faktor-faktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi.
Pengaruh leptin pada penurunan asupan makanan terjadi melalui sinyal dari leptin ke pusat hipotalamus yang mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh, metabolisme glukosa, dan penggunaan energi (Mantzoros 1999; Sugiharto 2007). Selain itu, penurunan rasa lapar dan konsumsi makanan sebagian terjadi melalui inhibisi (penekanan) aktivitas neuropeptida Y sebagai stimulator yang sangat penting dari perilaku konsumsi makanan.
Indeks Massa Tubuh
Hasil pengukuran indeks massa tubuh (IMT) menunjukkan bahwa pemberian nikotin berpengaruh pada kedua perlakuan pakan. Data hasil penelitian terhadap rerata IMT monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin dapat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rerata indeks masa tubuh (IMT) monyet ekor panjang (Macaca
fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II IMT (kg/m2)
0 23,41±2,23ab 24,71±0,57a
1 22,72±1,91ab 23,60±0,85ab
2 22,87±1,62ab 24,30±1,02a
3 21,60±2,05b 25,06±2,19a
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai berbeda nyata (P<0,05).Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin.
(44)
Berdasarkan hasil analisis ragam, penurunan IMT nyata dipengaruhi oleh perlakuan pemberian pakan (P<0,05). Nilai IMT pada kelompok I sebelum dilakukan intervensi nikotin adalah sebesar 23,41±2,23 kg/m2 dan kelompok II sebesar 24,71±0,57 kg/m2. Berdasarkan klasifikasi IMT untuk orang Asia menurut WHO, kelompok I dan kelompok II tergolong ke dalam kriteria pre obes (23,00-24,90 kg/m2).
Selama 3 bulan intervensi nikotin, IMT untuk masing-masing kelompok monyet mengalami penurunan, namun pada bulan ke-3 terjadi peningkatan IMT untuk kelompok II. Penurunan rerata IMT untuk kelompok I adalah sebesar 1,02 kg/m2 (4,35%) dari 23,41±2,23 kg/m2 menjadi 21,60±2,05 kg/m2, sehingga terjadi penurunan kriteria dari pre obes menjadi normal (18,50-22,99 kg/m2), sedangkan penurunan rerata IMT untuk kelompok II terjadi pada bulan ke-2 sebesar 0,41 kg/m2 (1,70%) dari 24,71±0,57 kg/m2 menjadi 24,30±1,02 kg/m2, kelompok ini masih tetap dalam kriteria pre obes.
Secara keseluruhan, nilai rerata IMT pada monyet ekor panjang mengalami penurunan selama pemberian nikotin cair untuk kedua kelompok perlakuan. Selanjutnya, profil penurunan rerata IMT monyet ekor panjang dari setiap kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 5.
19 20 21 22 23 24 25 26
0 1 2 3
Inde k s m a ss a tubuh ( k g/ m 2) Waktu (bulan)
Gambar 5 Rerata indeks massa tubuh dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦).
(45)
Berdasarkan Gambar 5, penambahan nikotin cair pada kelompok I memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap penurunan IMT dan terus menurun dari bulan ke-1, ke-2, dan ke-3. Sedangkan penambahan nikotin cair pada kelompok II hanya mampu menurunkan IMT pada bulan ke-1 dan meningkat kembali pada bulan ke-2 dan ke-3.
Penurunan IMT monyet ekor panjang kemungkinan besar dipengaruhi oleh hormon leptin dan neuropeptida Y yang terlibat dalam konsumsi nikotin, karena efek dari pemberian nikotin cair adalah meningkatkan aktivitas leptin yang berperan dalam mengendalikan perilaku makan, rasa lapar, suhu tubuh dan penggunaan energi (Filozof et al. 2004; Sugiharto 2007). Selain itu, nikotin juga menghambat aktivitas neuropeptida Y yang merupakan stimulator penting dari perilaku konsumsi makanan sehingga terjadi penurunan rasa lapar dan konsumsi pakan.
Peningkatan IMT pada bulan ke-2 dan ke-3 untuk kelompok II kemungkinan diakibatkan oleh konsumsi protein yang lebih tinggi dibandingkan kelompok I, yaitu sebesar 70,83% berdasarkan penelitian sebelumnya dengan hewan yang sama (Zakariah 2010), sehingga kelebihan protein tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak yang mengakibatkan terjadinya peningkatan IMT (Guyton 1996). Berdasarkan Almatsier (2003), konsumsi makanan yang mengandung tinggi protein dalam jangka waktu lama akan disimpan di jaringan adiposa.
Peningkatan dan penurunan IMT untuk kedua kelompok perlakuan dapat pula disebabkan oleh respon yang berbeda-beda dari masing-masing individu terhadap masing-masing pakan yang diberikan. Faktor yang mengakibatkan terjadinya variasi respon ini adalah gen, seperti yang dikemukakan oleh Yang et al. (2007) bahwa genetik memberikan pengaruh yang besar terhadap IMT dan BB (6 - 80%).
(46)
Glukosa Darah
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin, kedua kelompok perlakuan memberikan gambaran glukosa darah yang berbeda. Data hasil penelitian terhadap rerata kadar glukosa darah sebelum dan selama intervensi nikotin disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebelum dan selama intervensi nikotin
Peubah Bulan Perlakuan
Kelompok I Kelompok II Glukosa Darah (mg/dl)
0 57,20±20,49ab 71,20±28,80a 1 44,80±9,52b 51,60±11,00ab 2 48,60±8,85ab 51,60±11,81ab 3 33,60±17,56b 51,00±11,81ab Keterangan : Hurup superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
nilai berbeda nyata (P<0,05). Bulan 0 = data awal sebelum intervensi nikotin, Bulan 1 = satu bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 2 = dua bulan setelah intervensi nikotin, Bulan 3 = tiga bulan setelah intervensi nikotin.
Berdasarkan hasil analisis ragam, bahwa kadar glukosa darah nyata dipengaruhi oleh waktu (bulan) intervensi nikotin (P<0,05). Rerata kadar glukosa darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin pada kelompok I mengalami penurunan sebesar 23,60 mg/dl (41,30%) dari 57,20±20,49 mg/dl menjadi 33,60±17,56 mg/dl. Glukosa darah pada kelompok II sebelum intervensi nikotin berada di atas normal, namun setelah intervensi nikotin mengalami penurunan sebesar 20,20 mg/dl (28,40%) dari 71,20±28,80 mg/dl menjadi 51,00±11,81 mg/dl. Glukosa darah normal monyet ekor panjang yaitu 48 mg/dl sampai 69 mg/dl (Fortman et al. 2002).
Berdasarkan Tabel 9 di atas, penurunan glukosa darah pada bulan ke-3 terjadi karena adanya pengurangan aktivitas tubuh dan konsumsi pakan. Pengurangan jumlah konsumsi pakan diakibatkan oleh meningkatnya efek dari faktor-faktor hormon seperti leptin dan neuropeptida Y yang berperan dalam asupan makanan dan pengeluaran energi (Filozof et al. 2004).
Penurunan kadar glukosa darah pada bulan ke-1, ke-2, dan ke-3 terjadi karena pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi metabolisme jaringan adiposa untuk menghasilkan hormon seperti leptin. Leptin
(47)
adalah hormon protein yang diproduksi dari lemak di jaringan adiposa yang memiliki pengaruh penting dalam mengendalikan asupan makanan, metabolisme glukosa, metabolisme lemak, dan pengeluaran energi. Leptin mengaktifkan bagian spesifik pada sistem saraf pusat yang mengatur pengurangan asupan makanan, peningkatan pengeluran energi, metabolisme glukosa, dan lemak (Mantzoros 1999; Richards et al. 2000; Sugiharto 2007).
Menurut Chen et al. (2002), leptin menyediakan informasi ke pusat saraf dalam mengatur tingkah laku makan, nafsu makan, dan pengeluaran energi. Selain itu, nikotin memiliki sistem penyampaian pada neurotransmitter di otak yang berfungsi menurunkan kebutuhan akan asupan energi sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan menekan aktivitas neuropeptida Y yang berperan dalam perilaku konsumsi pakan (Chatkin & Chatkin 2007).
Kelompok I pada bulan ke-2 menunjukkan adanya sedikit peningkatan kadar glukosa darah dibandingkan pada bulan ke-1. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan aktivitas tubuh, seperti merawat diri, menggaruk-garuk badan, tangan dan kaki pada penelitian sebelumnya dengan hewan coba yang sama (Zakariah et al. 2010) sehingga diperlukan energi yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan aktivitas tersebut. Peningkatan aktivitas tubuh mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah yang langsung dialirkan ke sel-sel tubuh yang memerlukan glukosa sebagai sumber energi. Selain dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi, glukosa darah juga dihasilkan dari glikogen di dalam hati (Almatsier 2003).
Peningkatan glukosa darah pada bulan ke-2 tidak berlangsung lama dan menurun kembali pada bulan berikutnya. Hal ini terjadi karena peningkatan glukosa darah setelah konsumsi pakan akan merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikkan kadar glukosa darah yang lebih lanjut (Hembing 2008). Selain itu, penurunan glukosa darah juga disebabkan oleh pemberian nikotin cair yang memiliki efek langsung pada stimulasi metabolisme jaringan adiposa untuk menghasilkan hormon leptin yang berfungsi menurunkan asupan makanan, meningkatkan metabolisme glukosa, lemak, dan pengeluaran energi.
(48)
Peningkatan pengeluaran energi mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolisme glukosa yang berperan sebagai sumber energi. Glukosa yang telah diserap oleh usus halus akan terdistribusi ke dalam sel tubuh yang memerlukan glukosa sebagai energi melalui aliran darah sehingga terjadi peningkatan glukosa dalam darah dan menurun kembali secara cepat (Irawan 2007). Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan berlangsung melalui dua mekanisme utama, yaitu melalui proses anaerobik dan proses aerobik.
Proses metabolisme secara anaerobik akan berlangsung di dalam sitoplasma, sedangkan proses metabolisme aerobik akan berjalan dengan menggunakan enzim sebagai katalisator di dalam mitokondria dengan kehadiran oksigen (Irawan 2007). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas leptin akan meningkatkan penggunaan energi diikuti dengan peningkatan metabolisme glukosa untuk menghasilkan energi kemudian dialirkan oleh darah ke seluruh tubuh untuk menghasilkan energi. Selanjutnya, profil penurunan rerata kadar glukosa darah dari setiap kelompok perlakuan dapat disajikan pada Gambar 6.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 1 2 3
G luk os a darah (m g/ dl ) Waktu (bulan)
Gambar 6 Rerata glukosa darah dari kedua kelompok perlakuan sebelum dan selama intervensi nikotin cair 0,75 mg/kg bb selama tiga bulan pada kelompok I (■) dan kelompok II (♦).
Gambar 6 diatas memperlihatkan adanya penurunan dan peningkatan rerata glukosa darah, namun secara umum masih berada dalam kisaran normal (Fortman et al. 2002). Kelompok I yang mendapatkan pakan tinggi lemak memiliki rerata kadar glukosa darah lebih rendah dibandingkan dengan kelompok II yang mendapatkan pakan monkey chow. Hal ini disebabkan oleh jumlah protein pada kelompok II lebih banyak dibandingkan kelompok I, sehingga jumlah lemak
(49)
yang dikonsumsi juga lebih banyak yang mengakibatkan meningkatnya cadangan energi yang disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak. Makanan yang tinggi protein biasanya memiliki kadar lemak yang tinggi, seperti telur, susu, dan daging (Almatsier 2003).
Menurut Almatsier (2003), ketika protein dalam keadaan berlebihan di dalam tubuh, protein akan diubah menjadi lemak dan disimpan di tubuh sebagai cadangan energi. Menurut Guyton (1996), seseorang akan langsung menggunakan protein sebagai energi dan disimpan dalam bentuk lemak apabila jumlah protein dalam makanannya lebih banyak daripada yang ada dalam jaringan. Perubahan protein menjadi lemak dibutuhkan hormon insulin yang akan mengambil glukosa dari protein dan mengubahnya menjadi glikogen dan lemak, kemudian disimpan di otot, hati dan jaringan adiposa untuk digunakan sebagai cadangan energi (Hembing 2008).
Ketika pengeluaran energi meningkat, maka lemak yang tersimpan di dalam tubuh akan diubah menjadi glukosa untuk menghasilkan energi. Akibatnya, lemak yang tersimpan di dalam tubuh digunakan sebagai energi dan glukosa yang dihasilkan dari hati maupun lemak tidak mengalami penurunan karena terdapat cadangan lemak dalam jumlah besar yang digunakan sebagai energi. Secara keseluruhan, pemberian nikotin mampu menurunkan rerata kadar glukosa darah. Masing-masing kelompok perlakuan memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai rerata (58,50 mg/dl), namun masih berada pada kisaran normal (Fortman et al. 2002).
(50)
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanPemberian nikotin cair 0,75 mg/kg bobot badan yang ditambahkan ke dalam pakan tinggi energi selama tiga bulan pada monyet ekor panjang tidak mampu menurunkan rerata bobot badan secara signifikan (P>0,05), namun menurunkan rerata indeks masa tubuh dan glukosa darah secara signifikan (P<0,05). Penurunan indeks massa tubuh untuk kelompok I sebesar 4,35% dan kelompok II sebesar 1,70%, penurunan kadar glukosa untuk kelompok I sebesar 41,30% dan kelompok II sebesar 28,40%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap BB, IMT, dan glukosa darah monyet ekor panjang jantan dengan menggunakan dosis nikotin cair secara bertingkat, pakan yang lebih bervariasi, dan waktu pemberian yang lebih lama.
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Adam JMF. 2006. Obesitas dan Sindroma Metabolik. Bandung: ISBN.
Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Arai K, Kim K, Kaneko K, Iketani M, Otagiri A, Yamauchi N, Shibasaki T. 2001. Nicotine infusion alters and uncoupling protein -1 mRNA ekspression in adipose tissue of rats. Am Physiol Endocrinol Metab 280: 867-76.
Balfour D, Benowitz N, Fagerstom K, Kuunze M, Keil U. 2000. Diagnosis and treatment of nicotine dependence with emphasis on nicotine replacement therapy; A status report. European Heart J 21:438-445.
Barba C. 2004. Appropriate body-mass index for asian populations and its implications for policy and intervention strategies. The Lancet 363:157-163.
Berrettini HW, Lerman CE. 2005. Pharmacotherapy and pharmacogenetics of nicotine dependence. Am J Psychiatry. 162;1441-1451.
Blanc J, Guerra-Alves, Rousset S, Goudry P. 2003. Protective role of UPC-1 in atherosclerosis. Circulation. 388-390.
Bogasari Laboratorium Quality Control. 1999. Analisa Kimia Dedak Gandum. Jakarta: PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills.
Chatkin R, Chatkin JM. 2007. Smoking and changes in body weight: can physiopathology and genetics explain this association. J Bras Pneumonal. 33(6):712-719.
Chen Y, Ono F, Yoshida T, Yoshikawa Y. 2002. Relationship between body weight and hematological and serum biochemical parameter in female cynomolgus monkey (Macaca fascicularis).Exp Anim 51:125-131.
Corwin EJ. 2007. Handbook Of Pathophysiologi. Ed ke-3. Diterjemahkan oleh Subekti Nike Budhi dengan judul Buku Saku Patofisiologi, Ed ke-3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ebbert JO, Dale LC, Seversontt, Clroghan IT. 2007. Nicotine lozenge for the treatment of smokeless tobacco use. Nicotine and Tabacco Res. 9 (2):233-240.
Filozof MC, Fernandez P, Fernandez-Crud A. 2004. Smoking cessation and weight gain. Obesity Rev 5:95-103.
(52)
Fortman DJ, Hewett TA, Bennet BT. 2002. The Laboratory Nonhuman Primate. Florida: CRC.
Frandson RD. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta. Gajah Mada University Pr.
Grisham, Garrett. 2005. Biochemistry. Ed ke-3. California. Thomson Brooks/Cole. Gunawan SG. 2007. Farmakologi Dan Terapi, Ed ke-5. Jakarta: Gaya Baru. Guyton AC. 1996. Human Phsyology and Mechanism of Disease. Diterjemahkan
oleh Andrianto P dengan judul Fisiologi Manusia dan Mekanisme
Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Haslam DW, James WP. 2005. Obesity. Lancet 366 (9492):197-209.
Hembing W. 2008. Bebas Diabetes Melitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara. Hukkanen MC, Jacob P, Benowitz NL. 2005. Metabolism and disposition kinetics
of nicotine. Pharmacol Rev 57:79-115.
IPCS ICHEM. Nicotine. http//www. Inchem.org /documents/ pims/ chemical/ nicotine.htm#PartTitle:7%20toxicology [Jurnal Online]. [7 Februari 2011]. Irawan R. 2007. Glukosa dan metabolisme energi. Pssplab 1:6.
Junaedi. 2001. Pertumbuhan monyet ekor panjang di Unit Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata LP-IPB di Pulau Tinjil dan Darmaga, Bogor. [skripsi]. Bogor. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
[JRHF] June Russell’s Health Facts. 2004. Smoking reported health benefits. http://www.jrussellshealth.com/smokbens.html [7 Februari 2011].
Karo-Karo S. 1990. Efektivitas nikotin ekstrak daun tembakau terhadap cacing tambang (Haemonchus contortus, Rudolphi) pada kambing (Capra hircus Linn) [tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kelpiesoft. 2011. Kenali tubuh kita. http://www.kelpiesoft.com. [24 Juli 2011]. Kemp NJ. 2007. Macaca fascicularis (mammal). Global Invasive Species
Database.http://www.issg.org/database/species/ecology.asp?si=139&fr=1 &sts=&lang=FR [21 Juli 2011].
Lang CKA. 2006. Primate Factsheets: Long-tailed Macaque (Macaca
fascicularis) Taxonomy, Morphology and Ecology.
http://pin.primate.wisc.edu/factsheets/long-tailed_macaque. [19 September 2010].
(1)
Sanigorski et al. 2002. Nicotine treatment decreases food intake and body weight via a leptin independent pathway in psammomys obesus. Diabetes, Obesity and Metabolism 4:5:346-350.
Shao XM, Feldman JL. 2001. Mechanism underlying regulation of respiratory pattern by nicotine in prebotzinger complex. J Neurophysiol 85: 2461-2467.
Shiffman S, Gitchell J, Pinney JM. 1997. Public health benefit of over-the-counter nicotine medications. TobCont. 6:306-310.
Sugiharto. 2007. Leptin hormon anti kegemukan. Kesmas 3:1.
Supriatna J, Wahyono E. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Susan Z, Janoski MD, Jack A. 2002. Drug therapy in obesity. Engl J Med 346:8. Sylvia ES. 1998. Nutrition and Diagnosis-related Care. Ed ke-4. Baltimae,
Maryland.
Tillman AAD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Ledosoekojo S. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Toha AH. 2001. Biokimia Metabolisme Biomolekul. Bandung: Alfabet.
Hembing W. 2008. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa Swara. Winarno FG. 1999. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. [WHO] World Health Organization. 2000. 100 Questions and Answer Diabetes. [WHO] World Health Organization. 2005. Obesity and Overweight.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311 [21 Juli 2011].
Yang W, Kelly T, He J. 2007. Genetic epidemiology of obesity. Epidemiol Rev 29:49-61.
Yano et al. 2005. Structures of human microsomal cytochrome P450 2AI complexed with coumarin and methoxsalem.Issue of the J Nature Structural and Molecular Biology.
(2)
Zakariah LMS. 2010. Analisis hematologi, nilai kecernaan dan tingkah laku monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) jantan obes yang diintervensi nikotin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zorin S, Kuylenstierna F, Thuli H. 1999. In vitro test of nicotine’s permeability
through human skin risk evaluation and safety aspects. Hgy.43 (6):405-413.
(3)
(4)
Lampiran 1 Tabel rerata bobot badan (kg) monyet ekor panjang sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair
Perlakuan Bulan
11 Maret 8 April 6 Mei 3 Juni
Kelompok I 4,53 4,39 4,42 4,44
Kelompok II 4,92 4,70 4,84 5,04
Lampiran 2 Tabel rerata indeks massa tubuh (kg/m2)monyet ekor panjang sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair
Perlakuan Bulan
11 Maret 8 April 6 Mei 3 Juni
Kelompok I 23,41 22,72 22,87 21,60
Kelompok II 24,71 23,60 24,36 25,06
Lampiran 3 Tabel rerata glukosa darah (mg/dl) monyet ekor panjang sebelum dan sesudah intervensi nikotin cair
Perlakuan Bulan
11 Maret 8 April 6 Mei 3 Juni
Kelompok I 57,20 44,80 48,60 33,60
Kelompok II 71,20 51,60 51,60 51,00
Lampiran 4 Uji statistik bobot badan monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan
Hasil analisis data metode GLM untuk melihat interaksi antara waktu dan perlakuan pakan kelompok I dan kelompok II terhadap bobot badan.
Duncan Grouping Mean N Interaksi
A 5,0400 5 3JII
A 4,9200 5 11MII
A 4,8400 5 6II
A 4,7000 5 8II
A 4,5300 5 11I
A 4,4400 5 3I
A 4,4200 5 6I
A 4,3900 5 8I
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda (P<0,05). 11 M I,II = 11 Maret kelompok I dan kelompok II, 8 A I,II = 8 April kelompok I dan kelompok II, 6 M I,II = 6 Mei kelompok I dan kelompok II, 3J I,II = 3 Juni kelompok I dan kelompok II.
(5)
Lampiran 5 Uji statistik indeks massa tubuh monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan
Hasil analisis GLM (General Linear Model) untuk interaksi antara waktu dan perlakuan pakan untuk kelompok I dan kelompok II terhadap indeks massa tubuh.
Duncan Grouping Mean N Interaksi
A 25,058 5 3JII
A 24,712 5 11MII
A 24,296 5 6MII
Ab 23,600 5 8AII
Ab 23,412 5 11MI
Ab 22,866 5 6MI
Ab 22,716 5 8AI
B 21,598 5 3JI
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda (P<0,05). 3J I,II = 3 Juni kelompok I dan kelompok II, 11 M I,II = 11 Maret kelompok I dan kelompok II, 6 M I,II = 6 Mei kelompok I dan kelompok II, 8 A I,II = 8 April kelompok I dan kelompok II.
Lampiran 6 Uji statistik glukosa darah monyet ekor panjang sebelum dan selama intervensi nikotin cair selama tiga bulan
Hasil analisis data metode GLM (General Linear Model) untuk interaksi antara waktu dan perlakuan pakan untuk kelompok I dan kelompok II terhadap glukosa darah
Duncan Grouping Mean N Interaksi
A 71,20 5 11MII
Ab 57,20 5 11MI
Ab 51,60 5 8AII
Ab 51,60 5 6MII
Ab 51,00 5 3JII
Ab 48,60 5 6MI
B 44,80 5 8AI
B 33,60 5 3JI
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai yang berbeda (P<0,05). 3J I,II = 3 Juni kelompok I dan kelompok II, 11 M I,II = 11 Maret kelompok I dan kelompok II, 6 M I,II = 6 Mei kelompok I dan kelompok II, 8 A I,II = 8 April kelompok I dan kelompok II.
(6)
Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang Diberi Pakan Tinggi Energi dan Nikotin Cair. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Nikotin dengan dosis tertentu telah dilaporkan mampu mempengaruhi penurunan nafsu makan pada tikus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh nikotin cair terhadap bobot badan (BB), indeks massa tubuh (IMT) dan kadar glukosa darah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang diberi pakan tinggi energi selama tiga bulan.
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan dimulai dari 23 Februari sampai dengan 3 Juni 2009 yang dilakukan di PT IndoAnilab Bogor serta Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor (PSSP LPPM-IPB). Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah monyet ekor panjang dewasa, umur 6 sampai 8 tahun, BB 4 sampai 5,5 kg sebanyak 10 ekor. Seluruh perlakuan yang berkaitan dengan hewan percobaan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Animal Care and Use Committee (ACUC) yang merupakan komisi Kesejahteraan dan Penggunaan Hewan Percobaan dari PT IndoAnilab dengan nomor 04-IA-ACUC-09. Monyet ekor panjang yang digunakan dibagi secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama (I) diberi pakan dengan bahan utama dari lemak sapi dan kelompok kedua (II) diberi pakan komersial monkey chow. Dalam kedua pakan tersebut ditambahkan nikotin cair dengan dosis 0,75 mg/kg bobot badan. Pengkayaan lingkungan diberikan pakan tambahan berupa buah jambu dan pisang sebanyak 10 g/ekor/hari yang sudah dibekukan dan diberikan dalam bentuk beku. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap in time. Selanjutnya dilakukan penimbangan BB, pengukuran IMT, dan pemeriksaan glukosa darah setiap bulan selama tiga bulan. Data yang terkumpul dianalisis untuk menemukan korelasi antara waktu dan perlakuan pakan dari kedua kelompok tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan BB untuk kelompok I dan kelompok II tidak signifikan berdasarkan analisis statistik (P>0,05), namun IMT dan kadar glukosa darah menurun secara signifikan untuk kelompok I (P<0,05), sedangkan kelompok II tidak mengalami penurunan yang berarti. Kesimpulan dari penelitian ini adalah intervensi nikotin yang ditambahkan ke dalam pakan tinggi energi bersumber dari lemak selama tiga bulan mampu menurunkan IMT dan kadar glukosa darah tapi tidak menurunkan BB secara signifikan. Berdasarkan penelitian ini disarankan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap BB, IMT, dan glukosa darah monyet ekor panjang jantan dengan menggunakan dosis nikotin cair secara bertingkat, pakan yang lebih bervariasi, dan waktu pemberian yang lebih lama.
Kata kunci : Nikotin, monyet ekor panjang, bobot badan, indeks massa tubuh, glukosa darah