PENDAHULUAN Perbedaan Perilaku Moral dan Religiusitas Siswa Berlatar Belakang Umum dan Siswa Sekolah Berlatar Agama.

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah
Pada zaman sekarang ini, kemajuan melaju pesat diberbagai bidang
khususnya bidang IPTEK. Hal ini membuat berbagai informasi baik dari
dalam maupun luar negeri mudah diakses oleh setiap individu, khususnya
remaja. Informasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai budaya yang berbeda
disetiap negara dan dapat memberikan dampak secara positif maupun negatif
bagi remaja yang mengaksesnya. Bagi seorang remaja yang sedang mencari
jati diri dan tidak dibentengi dengan pedoman agama yang baik, sangat mudah
sekali terpengaruh oleh budaya yang tidak baik. Tugas perkembangan yang
penting dalam masa remaja awal adalah untuk mengerti apa yang diharapkan
oleh kelompok darinya dan untuk mau merubah sikap-sikapnya sesuai dengan
harapan-harapan kelompok tanpa selalu dibimbing, diawasi, dan diancam oleh
orang-orang dewasa, seperti dalam masa kanak-kanak. Untuk mencapai hal
tersebut remaja harus memiliki pengawasan dari dalam atau”internal control”.
Apabila pada masa kanak kanak sudah tertanam konsep konsep kesusilaan
atau dalam istilah lain sering disebut dengan moral.

Pentingnya

peran

keluarga,

sekolah

dan

lingkungan

dalam

mengajarkan nilai-nilai moral dan agama kepada remaja sebagai bekal dalam
menjalani masa remajanya. Keluarga, sekolah dan lingkungan hendaknya
mendampingi dan membimbing remaja agar tidak terpengaruh oleh budayabudaya negatif

yang membuat remaja terjebak kedalam pergaulan bebas.


1

2

Namun terkadang tidak adanya perasaan saling percaya membuat hubungan
antara orang tua dan anak menjadi renggang. Orang tua yang cenderung
bersikap keras kepada remaja dan remaja yang merasa bingung dengan jati
dirinya membuat remaja memberontak terhadap orang tuanya dan memilih
untuk

bertindak

serta

meniru

perbuatan

sesuai


dengan

apa

yang

diinginkannya.
Keinginan untuk diakui oleh lingkungannya terkadang membuat
remaja bertindak melanggar norma yang ada. Moral dan agama menjadi suatu
pegangan dan hal yang sangat penting bagi remaja. Dengan memiliki dan
menanamkan nilai moral serta agama, remaja akan berlaku sesuai dengan
tuntunan-tuntunan norma sehingga tingkah lakunya tidak bertentangan dengan
kehendak dan pandangan masyarakat. Masalah moral dan agama pada saat
sekarang ini menjadi sebuah perhatian yang besar bagi semua kalangan
masyarakat, baik yang hidup diperkotaan maupun dipedesaan. Hal ini karena
kerusakan moral seseorang akan menggangu ketentraman orang lain. Jika
dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat terdapat banyak orang yang
memiliki moral dan agama yang tidak baik, maka keadaan dalam masyarakat
itu akan mengalami kegoncangan. Salah satu penyebab meningkatnya
kenakalan remaja (Sarwono,1994) karena tidak adanya moral. Karena Perilaku

moral yang baik bila terus dibiasakan akan melekat dalam diri individu dan
menjadi refleks emosi yang baik dan lingkungan sekitar (Haidt,2003).

3

Menurut Kartono (1997), definisi perilaku moral adalah kondisi
individu yang hidupnya delingment (nakal, jahat), yang senantiasa melakukan
penyimpangan perilaku dan bertingkahlaku asosial atau anti sosial dan amoral.
Ciri-ciri orang yang mengalami defisiensi moral cenderung psikotis dan
mengalami regresi, dengan penyimpangan-penyimpangan relasi kemanusiaan,
sikapnya dingin, beku, tanpa afeksi, emosinya labil, munafik, jahat, sangat
egoistis, self centered, dan tidak menghargai orang lain. Tingkah laku orang
yang mengalami defisiensi moral selalu salah dan jahat (misconduct), sering
melakukan penyimpangan perilaku, bisa berupa menindas, suka berkelahi,
mencuri, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Ia selalu
melanggar hukum, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Rogers
(dalam Ali, 2004) mengatakan moralitas merupakan pencerminan dari nilainilai dan idealitas seseorang. Sedangkan menurut Ali (2004) moral merupakan
aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitanya dengan
kehidupan sosial secara harmonis, adil dan seimbang.
Religiusitas dapat didefinisikan sebagai kekuatan hubungan atau

keyakinan seseorang terhadap agamanya. (King, 1996). Atau, secara
sederhana dapat dikatakan bahwa tingginya keyakinan seseorang.Selain itu
religius dapat diartikan sebagai internalisasi nilai-nilai agama dalam diri
seseorang internalisasi disini berkaitan dengan ajaran-ajaran agama baik
didalam

hati

maupun

didalam

ucapan

kepercayaan

ini

kemudian


diaktualisasikan dalam perbuatan dan tingkah laku sehari hari. Menurut Glock
dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2001) religiusitas berasal dari bahasa

4

latinreligio yang berarti mengikat, ini mengandung makna bahwa religi atau
agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang
harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya. Semua itu berfungsi untuk
mengikat seseorang atau sekelompok orang dengan tuhan, sesama manusia
dan alam sekitarnya. Jika seseorang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi
akan memandang agamanya sebagai tujuan utama hidupnya, sehingga ia
berusaha menginternalisasikan ajaran agamanya dalam perilaku sehari-hari.
Seorang yang memiliki religiusitas tinggi akan membatasi dirinya dari
perilaku tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Maria, (dalam ritandiyono &
Adisti,2008).
Salah satu perkembangan yang terjadi pada masa remaja adalah
perkembangan

moral


dan

ketaatan

beragama.

Banyak

faktor

yang

mempengaruhi perkembangan perilaku moral dan agama dari remaja, salah
satunya ialah latar belakang pendidikan yang diterima oleh remaja tersebut.
Lembaga pendidkan serta lembaga agama adalah suatu sistem yang
mempunyai pengaruh dalam pebentukan perilaku karena berfungsi sebagai
peletak dasar tentang pengertian dan konsep moral dalam diri individu,
pemahaman akan baik buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan
tidak boleh dilakukan, diperoleh dari lembaga pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran ajaranya. Namun tidak semua lembaga pendidikan

berhasil merubah perilaku individu menjadi baik seperti pada sekolah umum
cukup banyak tindak kedisiplinan yang dilanggar seperti terlambat sekolah.
Kemudian pada tanggal 14 februari 2017 terjadi tawuran pelajar antara SMA

5

Adiluhur dan SMK Bina kandung dengan korban 1 orang siswa meninggal
(detik.com)

kurikulum sekolah di indonesia sendiri

terdapat beberapa macam

dimana salah satunya adalah yang bermuatan umum biasa dan agama.
Perbedaan ini terjadi pada muatan agamanya dimana Pendidikan berlatar
belakang umum dan agama seperti SMP, MTS, SMU dan MAN memiliki
perbedaan dalam penerapan kurikulum. Sekolah berlatar belakang umum
seperti SMP, SMA yang dikelola langsung oleh kementrian pendidikan
menerapkan pembelajaran atau kurikulum dengan keahlian dan program
khusus seperti pada umumnya, sedangkan berlatar belakang agama seperti

MTS, MAN memiliki muatan agama yang berbeda. Dalam sekolah yang
berlatar belakang agama sendiri terdapat muatan agama lebih dari satu, seperti
ilmu fiqih, aqidah akhlak, sejarah kebudayaan islam, serta kajian al quran dan
hadist. Dimana sekolah berlatar belakang umum lebih pada ketrampilan
ketrampilan dan pelajaran umum biasa dan berlatar belakang

6

agama lebih pada sekolah yang bernuansa islam dengan beberapa ajaran
ajaranya.
Darajat, (1994) mengatakan, konsep moral dan ajaran agama
menentukan sikap individu terhadap suatu objek yang dihadapi. Oleh karena
itu nila-nilai yang terkandung dalam ajaran agama, tanpa adanya rasa
kesadaran beragama yang tinggi maka individu tersebut tidak dapat
membedakan mana perbuatan yang pantas menurut agama dan mana yang
dilarang. Bagi orang yang beragama, kendatipun ia hidup dalam masyarakat
serba modern, ia tetap berusaha mengendalikan dirinya sesuai dengan tuntutan
ajaran agama.
Perilaku yang terbentuk dari latar belakang pendidikan yang berbeda
akan secara otomatis berbeda pula. Siswa yang bersekolah dilatar belakang

agama memiliki pengetahuan dan pemahaman yang dalam terhadap ajaran
agama, dan menjalankan ajaran agamanya dengan taat, maka ia akan menolak
dan bersikap negative terhadap perilaku-perilaku yang menyalahi dari ajaranajaran agamanya. Sebaliknya siswa yang memiliki pengetahuan dan
pemahaman agama yang rendah terhadap ajaran agama maka pelaksanaan
ajaran agamanya pun tidak setaat siswa yang memahami ajaran agamanya.
Sehingga ia menerima dan bersikap positif terhadap hal-hal yang melanggar
ajaran agamanya.
Mengacu pada konsep diatas dimana siswa yang belajar disekolah
bermuatan agama lebih banyak mendapatkan pengetahuan agama sehingga
memungkinkan perilaku moral dan religiusitasnya lebih baik dari siswa yang

7

belajar disekolah umum karena pengetahuan agamanya lebih sedikit. Namun
berbeda dengan fakta dilapangan karena banyak ditemukan perilaku moral dan
religiusitas yang bersekolah agama tidak lebih baik dari perilaku siswa yang
belajar disekolah umum.diantara fenomena tersebut seperti.
Adegan video porno pada 4 april 2012 dikota Bogor Jawa Barat yang
dilakukan siswi Madrasah tsanawiyah dengan staf tata usaha disekolah
tersebut (tempo.co,2012). Kemudian dari hasil wawancara peneliti kepada

guru BK Madrasah Aliyah tempat penelitian juga banyak kasus kenakalan
siswa seperti membolos pelajaran, tidak mengikuti sholat jama,ah, tidur ketika
mata pelajaran. Dari fenomena-fenomena tersebut menunjukan bahwa siswa
“yang memiliki latar belakang pendidikan agama juga banyak melakukan
pelanggaran dan religiusitas yang kurang, berbeda dengan teori yang peneliti
paparkan diawal. Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat diperoleh
rumusan masalah penelitian, apakah ada perbedaan religiusitas dan perilaku
moral pada siswa berlatar belakang umum dan agama. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul perbedaan religiusitas dan
perilaku moral pada siswa bersekolah di sekolah berlatar belkang umum dan
agama.
B. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Perbedaan perilaku moral dan religiusitas pada siswa yang bersekolah berlatar
belakang umum dan berlatar belakang agama.

8

2. Perbedaan religiusitas siswa sekolah berlatar belakang umum dan berlatar
belakang agama.
C. Manfaat penellitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pihak sekolah untuk dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dan meningkatkan
mutu pelajaran agama.
2. Subjek diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi sehingga
dapat menjadi pertimbangan dalam memilih sekolah agar dapat membentuk
kecerdasan dan perilaku moral yang baik..
3. Orang tua untuk selalu memberi contoh yang baik dan menanamkan nilai
religiusitas didalam keluarga.
4. Guru bimbingan konseling untuk selalu menegakan peraturan yang ada
disekolah
5. Peneliti, dapat menjadikan motivasi untuk meningkatkan religiusitas serta terus
memperbaiki perilaku moral.