commit to user
xxxv Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan di dalam
Penjelasan Umum UU Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Rumusan kalimat dalam Pasal 8 UU Kekuasaan Kehakiman 2004,
dan Penjelasan Umum KUHAP,adalah: ”Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,
danatau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya, dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Dalam kovenan internasional, hal tersebut juga telah dinyatakan
dalam International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR, yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005.
Dalam arti, ICCPR tersebut menjamin sepenuhnya hak seseorang untuk tidak dinyatakan bersalah sebelum terbukti secara hukum. Pasal
14 Ayat 3 huruf g ICCPR menyebutkan bahwa, “Dalam penentuan tuduhan pelanggaran pidana terhadapnya, setiap orang berhak untuk
tidak dipaksa memberikan kesaksian terhadap diri sendiri atau
mengaku bersalah non self incrimination”.
B. Kerangka Pemikiran
KUHAP LEX SPECIALIS UU TIPIKOR
Akusator Inkuisitor Terdakwa PT
Pelanggaran Asas Non Self Incrimination
Potensi Penyalahgunaan Asas Non Self Incrimination
Proses Pembuktian
Tindak Pidana Korupsi
Penunutut Umum
commit to user
xxxvi Gambar.1: Skematik kerangka pemikiran
Penjelasan : Tindak pidana korupsi merupakan salah satu extra ordinary crime, dan
sesuai dengan sifatnya yang extra ordinary penanganan tindak pidana inipun sepertinya layak jika sedikit berbeda dengan penanganan tindak pidana pada
umumnya yang bersifat ordinary crime. Salah satu kekhususan dalam penanganan tindak pidana korupsi terletak pada sistem pembuktiannya di
pengadilan yang mengenal sistem pembuktian terbalik terbatas. Sistem pembalikan pembuktian ini dapat dikatakan telah melanggar hak terdakwa
dalam kaitannya dengan Asas non-self incrimination yang seharusnya menjadi suatu hal yang tidak diperbolehkan dilakukan dalam suatu proses peradilan
pidana. Hal itu dapat berupa tindakan atau pernyataan yang diambil atau berasal dari seseorang sehingga dengan tindakan atau pernyataan itu seseorang
menjadi in a crime. Sistem ini lebih memudahkan Penuntut Umum, namun jelas membebani
seseorang terdakwa untuk menyangkal kesalahannya itu, mestinya Seseorang yang menjadi tertuduh tidak dapat dipaksa membantu kewajiban negara untuk
membuktikan kesalahan itu. Tetapi hal ini yang terjadi pada proses pembuktian tindak pidana korupsi, asas akusatorial yang dianut KUHAP
sepertinya melunak dan kembali menganut asas inkuisatorial, karena memaksa terdakwa untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, jika demikian
apakah dalam proses penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah menerapkan sistem pembuktian terbalik? Dan apakah dengan di
berlakukannya sistem pembuktian terbalik ini dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan asas non self incrimination? Hal inilah yang akan dikaji lebih
lanjut dalam penulisan hukum ini untuk memecahkan masalah mengenai polemik penerapan sistem pembuktian terbalik di Indonesia.
Bagaimana Penerapannya
di Indonesia ?
commit to user
xxxvii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN