KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS (DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

(1)

commit to user

i

KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM

MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS (DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Disusun Oleh :

SASMIYANTO

Disusun Oleh :

SASMIYANTO

S-540809215

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

i TESIS

KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM

MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS

(DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

Disusun oleh : SASMIYANTO

S-540809215

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal 21 April 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. DR.Bhisma Murti, MPH, MSc, Ph.D DR. Nunuk Suryani, M.Pd

NIP.195510211994121001 NIP. 196611081990032001

Mengetahui, Ketua

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Prof. DR. Didik Tamtomo, dr, M.Kes., MM, PAK NIP. 194803131976101001


(3)

commit to user


(4)

commit to user

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti : Nama : SASMIYANTO

NIM : S-540809215

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul KEEFEKTIFAN

FOCUS GROUP DICUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia menerima sanksi akademik.

Surakarta, 16 April 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

iv ABSTRAK

SASMIYANTO, NIM: S-540809215. JUDUL: KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Latar belakang; focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen. Tujuan dari tesis ini adalah mengetahui keefektifan focus group discussion

dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause. Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya meningkatkan perilaku hidup sehat. Metode; desain penelitian ini menggunakan randomized control trial yang digunakan untuk mengetahui keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas (konsistensi internal) dengan: item total correlation dan alpha Crohnbach. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 wanita menopause, yang diambil dengan teknik simple random sampling.

Hasil; analisis yang digunakan adalah t–test dengan p value perbedaan rerata kemampuan koping pada kelompok dengan pendidikan kesehatan dengan dan tanpa

focus group discussion sebesar 0,007, yang berarti ada perbedaan yg signifikan antara kedua kelompok perlakuan. Hasil uji menunjukan nilai mean (posttest - pretest) masing – masing kelompok, kelompok pendidikan kesehatan tanpa focus group discussion sebesar6,3 sedangkan kelompok pendidikan kesehatan dengan focus group discussion sebesar8,7.

Kesimpulan; penelitian ini adalah metode focus group discussion efektif dalam meningkatkan kemampuan koping wanita menopause. Rekomendasi penelitian ini

focus group discussion sangat tepat diterapkan dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause.


(6)

commit to user

v ABSTRACT

SASMIYANTO, NIM: S-540809215. TITLE: THE EFFECTIVENESS OF FOCUS GROUP DISCUSSION IN OPTIMIZING COPING MECHANISM OF MENOPAUSE WOMEN’S WHO FACING SEXUALITY AT PUSKESMAS NANGKAAN BONDOWOSO DISTRICT. Thesis: Masters Programs in Family Medicine, Post Graduate Program Of Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.

Introduction; Focus group discussion is a kind of group discussion which is held to the special importance for discussing a certain issue through brainstorming among focused participants and homogeny. This study aimed to know the effectiveness of focus group discussion in maximizing menopause women’s coping mechanism. Health education is one part of the whole health efforts (promotive, preventive, curative, rehabilitative) which emphasize on healthy life attitudes.

Method; This study was conducted by using randomized control trial which is used to examine the effectiveness of focus group discussion in maximizing menopause women’s coping mechanism. This study used a questionnaire which is examined validity and reliability (internal consistency) with using: item total correlation and alpha Crohnbach and taken 30 menopause women as the sample by using simple random sampling technique.

Result; The analysis that used in this study is t-test with p value average difference of coping ability towards a group between health education and without focus group discussion is 0,07. It means that there is a significant different between the two groups’ attitudes. The result indicates the score mean (posttest - pretest) of each group is that; the health education without focus group discussion group is 6,3, while the health education with focus group discussion group is 8,7.

Conclution; This study concludes that focus group discussion method is effective in improving menopause women’s coping. This study recommends that focus group discussion method is very appropriate to be implemented in maximizing menopause women’s coping mechanism


(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan kemampuan, akal, dan kesempatan untuk berbuat. Hanya karena izin-NYA penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis dengan judul ” Keefektifan

Focus Group Discussion Dalam Mengoptimalkan Mekanisme Koping Wanita Menopause Dalam Menghadapi Perubahan Pola Seksualitas Di Wilayah Kerja Puskesmas Nangkaan Kabupaten Bondowoso”.

Penulis dalam penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Prof. DR. Ravik Karsidi, M.S, Selaku Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

3. Prof. DR. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. pembimbing I dalam penyusunan penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan.

4. DR. Nunuk Suryani, M.Pd. selaku pembimbing II dalam penyusunan penelitian ini yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan.

5. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Kedokteran Keluarga Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu. Kami dalam penyusunan tesis ini, namun penulis menyadari masih ada hal-hal yang belum sempurna, untuk itu penulis mengharap saran serta kritik yang membangun.

Jember, April 2011


(8)

commit to user

vii DAFTAR ISI

Halaman

Judul ………...………….. i

Lembar Persetujuan... ii

Lembar Pengesahan... iii

Lembar Pernyataan... iv

Abstrak………... v

Abstract……….. vi

Kata Pengantar ………. vii

Daftar Isi …..……….. viii

Daftar Gambar ………... x

Daftar Tabel ……… xi

Daftar Lampiran……… xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Perumusan Masalah………. 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

D. Manfaat Penelitian……….. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori……….…………. 8

1. Konsep focus group discussion……….. 8

2. Konsep pendidikan kesehatan……… 16

3. Konsep koping individu……….……… 23

4. Konsep menopause…………..……….. 36

5. Konsep seks dan seksualitas.………. 46

B. Penelitian yang Relevan…………..………. 53

C. Kerangka Berpikir………..……….. 55

D. Hipotesis Penelitian.……… 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian...……….……. 56

B. Tempat dan Waktu Penelitian………..……. 56

C. Populasi dan Sampel... 56

D. Rancangan Peneltian... 57

E. Variabel Penelitian... 58

F. Definisi Operasional... 58

G. Instrumen Penelitian... 59

H. Teknik Pengumpulan Data... 59

I. Analisis Data... 61


(9)

commit to user

viii

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian….. ……….. 62

1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian…………. 62

2. Data Khusus……… 63

B. Pembahasan………..……….. 67

C. Keterbatasan Penelitian...……….. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.……….. 73

B. Implikasi……… 73

C. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ………. . 75 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.2 Kerangka Berpikir……...………. 55

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian………...………… 57

Gambar 4.1 Perbandingan skor kemampuan koping sebelum dan

sesudah pendidikan kesehatan tanpa FGD.……... 64 Gambar 4.2 Perbandingan skor kemampuan koping sebelum dan

sesudah pendidikan kesehatan tanpa FGD.……... 64 Gambar 4.3 Perbedaan mean peningkatan skor kemampuan koping


(11)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Distribusi Karekteristik Responden……….... 62 Tabel 4.2 Hasil uji t mekanisme koping sebelum dan sesudah

perlakuan pada masing – masing

kelompok dengan atau tanpa FGD... 65 Tabel 4.3 Hasil uji t tentang beda mean peningkatan kemampuan

koping sebelum dan sesudah perlakuan antara kelompok pendidikan kesehatan tanpa maupun


(12)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ganchart Kegiatan Penelitian

Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 4 Instrumen Penelitian

Lampiran 5 Satuan Acara Pendidikan Kesehatan Lampiran 6 Panduan Focus Group Discussion

Lampiran 7 Tabulasi Data

Lampiran 8 Print Out Analisis Data Lampiran 9 Surat Ijin Penelitian


(13)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia 40-55 tahun merupakan usia wanita mengalami masa perimenopause.

Masa perimenopause merupakan masa perubahan antara premenopause dan

menopause. Pada masa ini terjadi perubahan - perubahan kadar hormon reproduksi

yang dapat menyebabkan berbagai perubahan psikis dan rasa tidak nyaman. Keadaan

ini sebenarnya bukan suatu keadaan patologis, melainkan suatu proses yang menjadi

bagian dalam perjalanan hidup wanita, walaupun demikian beberapa wanita dapat

merasa terganggu bahkan hingga depresi dalam menghadapi berbagai perubahan

tersebut, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus. Menurut arti katanya,

menopause berasal dari kata “men” berarti bulan, “pause, pausis, paudo” berarti

periode atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebagai berhentinya secara

definitif menstruasi. Menopause secara teknis menunjukkan berhentinya menstruasi,

yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium secara gradual, yang disebut

klimakterium (Kartono, 2002).

Ketidakberanian individu dalam menghadapi suatu masalah dan ditambah

dengan adanya kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas merupakan tanda-tanda

kecemasan pada individu. Pengertian kecemasan menghadapi menopause (Burn,

1988), bahwa kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan

kecemasan dimana kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia atau tidak

bisa tidur. Setiap orang mempunyai keyakinan dan harapan yang berbeda-beda. Karena

perbedaan itu maka tidak ada dua orang yang akan memberikan reaksi yang sama,


(14)

commit to user

yang membuat cemas adalah situasi yang mengandung masalah tertentu yang akan

memicu rasa cemas dalam diri seseorang dan tidak terjadi pada orang lain (Tallis,

2005).

Depresi pada masa transisi menopause merupakan hal yang bersifat mandiri. Artinya sedikit sekali dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan usia awitan terjadinya gangguan depresi yang biasanya lebih muda. Penelitian yang bersifat potong lintang ataupun berbasis masyarakat juga menyimpulkan adanya hubungan antara masa transisi menopause dengan terjadinya gejala-gejala gangguan depresi. Terdapat dua teori tentang terjadinya peningkatan gangguan depresi pada masa transisi menopause.

Pertama adalah teori estrogen withdrawal yang searah idenya dengan teori aksis hipothalamus pituitary gonadal (HPG) yang menyebabkan gangguan depresi. Estrogen dipercaya memiliki kualitas sebagai antidepresan, yang meningkatkan fungsi serotonergik. Peningkatan insiden depresi dan gangguan vasomotor pada wanita yang mengalami penurunan estrogen akibat pembedahan mendukung teori ini. Beberapa penilitian bahkan menerangkan adanya hubungan antara fungsi ovarium dengan perbaikan suasana perasaan (mood).

Teori yang kedua disebut teori Domino, wanita yang mengalami menopause mengalami banyak keluhan somatik seperti hot flashes, keringat malam, gangguan tidur yang mengarah ke ketidakstabilan mood dan depresi. Akan tetapi depresi seperti yang disebutkan di atas terkadang tidak disertai dengan gejala vasomotor, dan penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa estrogen dapat memperbaiki mood pada wanita yang tidak mengalami hot flashes. Gangguan cemas juga seringkali meningkat pada masa transisi menopause yang kadang disertai serangan panik. Terkadang gejala ini sulit dibedakan dengan hot flash. Secara umum wanita mempunyai resiko dua kali


(15)

commit to user

lipat dibandingkan pria untuk mengalami gangguan depresi di dalam hidupnya. Hal ini disebabkan faktor genetik maupun sosial. Secara psikososial wanita lebih banyak mengalami tekanan psikososial dibandingkan dengan pria. Wanita yang mengalami

depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih

karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya

tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan

harus menghadapi masa tuanya.

Wanita yang mengalami menopause, kehilangan daya tarik seksualnya dan

menurun aktivitas seksualnya. Beberapa wanita yang beranggapan sesudah

menopause, tidak bisa memberi kepuasan seksual bagi suaminya sehingga tidak dapat

menikmati hubungan intim dengan suaminya, karena jaringan genitalnya berkurang

elasitisitasnya. Bahkan ada anggapan wanita yang sudah menopause seyogyanya tidak

melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan munculnya penyakit.

Keyakinan ini menggiring wanita untuk mengurangi atau menghindari aktivitas

seksual, yang akan berpengaruh pada berkurangnya keharmonisan hubungan suami

istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem suami-istri yang lebih komplek.

Berdasarkan penelitian Indriyani dan Widada (2009) dalam studi fenomenologi tentang

pengalaman seksualitas pada wanita menopause didapatkan beberapa keluhan antara

lain: berkurangnya gairah atau tidak ada gairah seksual, vagina terasa kering dan ada

kendala tidak mampu mencapai orgasme.

Wanita dilahirkan dengan sejumlah besar sel telur yang secara bertahap akan

habis terpakai. Ovarium tidak mampu membuat sel telur baru, sehingga begitu sel telur

yang dimiliki sejak lahir habis, maka ovulasi akan berhenti sama sekali. Jadi terdapat


(16)

commit to user

di sekitar menopause, yang berkembang sesudahnya. Ada tiga macam hormon penting

yang diproduksi oleh ovarium, yaitu estrogen, progesteron, dan testosteron, dimana

setelah mencapai menopause hormon-hormon ini tidak diproduksi. Menopause adalah

suatu fase dari kehidupan seksual wanita, dimana siklus menstruasi berhenti. Dalam

hidup wanita, faktor estrogen berperan dalam pengaturan siklus menstruasi. Penurunan

kadar hormon ini pada masa perimenopause menyebabkan wanita mengalami sindrom

defisiensi estrogen, yaitu keadaan yang meliputi gangguan vasomotor, perubahan

metabolik, osteoporosis, penyakit jantung koroner, maupun gangguan psikologis.

Gejala psikologis yang sering timbul antara lain depresi, ansietas, sakit kepala,

insomnia, mudah lelah, gangguan gairah seksual, dan penurunan fungsi kognitif

terutama fungsi memori. Dalam menilai seberapa berat gejala yang dialami wanita

pada masa menopause, perlu diperhatikan juga faktor psikososial dan endogen

(biologik dan genetik).

Kegiatan komunikasi yang terjadi pada pasangan suami istri dalam masa

pramenopause ini adalah komunikasi antar pribadi, terjadinya komunikasi antar pribadi

ini melalui bentuk percakapan, di dalam percakapan dimulai dari keterbukaan istri

kepada suami mengenai kondisi yang dialaminya kemudian ditanggapi suami melalui

tindakan dan sikap yang diberikan kepada istri. Berdasarkan hasil penelitian

keterbukaan dari masing - masing pihak ini menciptakan peranan komunikasi antar

pribadi yang baik.

Adapun peranan komunikasi antar pribadi yang baik ini dihasilkan dare

kompetensi komunikasi antar pribadi (kompetensi suami) dalam tiga aspeknya yaitu,

aspek pengetahuan, aspek kemampuan dan aspek motivasi. Hasil penelitian secara


(17)

commit to user

sesuai dengan kondisi yang dialami oleh istri, sehingga masa pramenopause yang

dialami istri ini tidak membawa pengaruh dan gangguan komunikasi di dalam

hubungan suami istri. Komunikasi antar pribadi yang terjadi pada pasangan suami istri

ini bersifat dua arah, dimana sang istri sebagai komunikator menyampaikan pesan atau

informasi (kondisi masa pramenopause yang dialaminya) kepada suami sebagai

komunikan. Pada komunikasi antar pribadi posisi ini bisa berpindah tempat.

Berdasarkan hasil penelitian setelah suami mendengarkan keluhan istri maka

suami memberikan feed back berupa saran, ajakan, motivasi serta memberikan respon

berupa empati kepada istri untuk dapat melewati masa pramenopause tersebut.

Pelaksanaan komunikasi pada wanita menopause dan klimakterium ini adalah pertama,

pemberian penjelasan tentang pengertian, tanda menopause. Kedua, deteksi dini

terhadap gangguan yang terjadi pada masa ini. Ketiga pemberian informasi tentang

pelayanan kesehatan yang dapat dikunjungi.

Keempat, membantu klien dalam pengambilan keputusan. Kelima, pemakaian

alat bantu dalam pemberian KIE. Keenam, melakukan komunikasi dengan pendekatan

biologis, psikologis dan sosial budaya. Prinsip komunikasi pada masa menopause

adalah Pertama, fungsi kognitif terdiri dari: kemampuan belajar (learning),

kemampuan pemahaman (comprehension), kinerja (performance), pemecahan masalah

(problem solving), daya ingat (memory), motivasi, pengambilan keputusan,

kebijaksanaan. Kedua, fungsi afektif, fenomena kejiwaan yang dihayati secara

subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan. Ketiga,

fungsi konatif (psikomotor), fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang


(18)

commit to user

Dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan teknik pendikan kesehatan,

serta focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan

untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah

pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen (Munir 2004:

35). Dengan demikian diharapkan pendidikan kesehatan dan focus group discussion

dapat memaksimalkan mekanisme koping wanita dalam menopause menghadapi

perubahan pola seksualitas.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Apakah focus group discussion efektif dalam memaksimalkan mekanisme koping

wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola seksualitas?

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan

mekanisme koping pada wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola

seksualitas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme koping wanita menopause

dalam menghadapi perubahan pola seksualitas setelah dilakukan pendidikan

kesehatan tanpa focus group discussion.

b. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme koping wanita menopause

dalam menghadapi perubahan pola seksualitas setelah dilakukan pendidikan


(19)

commit to user

c. Menganalisis keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan

mekanisme koping pada wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola

seksualitas.

D. Manfaat Penelitian

1. Teori

Memberikan bukti – bukti empiris tentang manfaat focus group discussion bagi

wanita menopause dalam pengunaan koping individu. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan acuan perkembangan materi keperawatan khususnya dibidang keperawatan komunitas dan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi kepada wanita menopause.

b. Bagi instansi terkait, masukan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan pada wanita menopause.

c. Bagi responden, memberikan informasi dan motivasi kepada wanita untuk memilih dan menerapkan koping yang tepat dalam menghadapi fase menopause.

d. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan landasan dan pengembangan


(20)

commit to user

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Focus Group Discussion

Focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen (Munir, 2004)

1.1 Beberapa prinsip focus group discussion:

Pertama, peserta diskusi terdiri 6-12 orang, kelompok terdiri 6-12 orang untuk memungkinkan setiap anggota memperoleh kesempatan mengeluarkan pendapatnya dan mendapat tanggapan dari anggota lain. Lebih dari 12 dikhawatirkan ada anggota kelompok yang tidak sempat mengeluarkan pendapatnya dan bersembunyi di balik anggota kelompok yang dominan.

Kedua, peserta tidak saling mengenal, idealnya anggota focus group discussion

tidak saling mengenal, asalkan mempunyai kesamaan dalam hal tertentu seperti kesamaan dalam kompetensi atau pengetahuan dan pengalaman sehubungan dengan topik yang akan didiskusikan. Kriteria tidak saling mengenal dimaksudkan agar diperoleh masukan yang valid bukan ikut-ikutan meskipun pada kenyatannya sulit menemukan situasi dimana peserta focus group discussion betul-betul tidak saling mengenal, mengingat peserta focus group discussion biasanya orang-orang yang bekerja di institusi atau tinggal di satu wilayah penelitian tertentu dan besar kemungkinannya mereka sudah saling mengenal. Sebagai jalan keluarnya adalah pilih mereka yang tidak memiliki kerja langsung, bukan atasan dan bawahan, yang


(21)

commit to user

setidaknya dapat dikondisikan dalam dinamika kelompok sehingga situasi mereka menjadi cair.

Ketiga, focus group discussion merupakan suatu proses pengumpulan data yang bertujuan mengumpulkan data mengenai persepsi tidak mencari konsensus, tidak mengambil keputusan mengenai tindakan apa yang harus diambil oleh kelompok.

Keempat, focus group discussion dimanfaatkan dalam pengumpulan data kualitatif. Focus group discussion diharapkan terkumpul data kualitatif yang cukup mendalam mengenai persepsi, pandangan peserta. Oleh karena itu pertanyaan yang diajukan dalam focus group discussion bersifat terbuka dan terstruktur sehingga peserta bisa memberikan jawaban disertai dengan penjelasan yang diperlukan.

Kelima, focus group discussion menggunakan diskusi yang terfokus. Artinya topik diskusi ditentukan terlebih dahulu, sesuai dengan kebutuhan informasi yang ingin diperoleh, pertanyaan diatur secara berurutan dan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti oleh peserta diskusi.

1.2 Penggunaan focus group discussion,

Diawal program misalnya untuk membuat hipotesa suatu penelitian, merancang kuesioner pengumpulan data, ditengah pelaksanaan program misalnya untuk memperoleh informasi yang mendalam mengenai pengetahuan, sikap dan persepsi dan diakhir pelaksanaan program misalnya untuk mengklarifikasi data yang diperoleh dengan metode pengumpulan data lain, memperoleh informasi tambahan dari peserta. 1.3 Tujuan focus group discussion.

Pertama, memperoleh masukan mengenai kompetensi atau kemampuan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas, organisasi, kesan atau persepsi peserta. Kedua, memperoleh masukan tentang kesenjangan yang terjadi dalam organisasi. Ketiga,


(22)

commit to user

memperoleh masukan mengenai cara-cara mengatasi kesenjangan menurut peserta

focus group discussion.

1.4 Waktu Pelaksanaan focus group discussion,

Waktu yang digunakan biasanya berlangsung 60 – 90 menit

1.5 Tempat Pelaksanaan focus group discussion.

Focus group discussion sebaiknya dilaksanakan disuatu tempat yang netral dan nyaman agar peserta dapat secara bebas tidak merasa khawatir dalam mengemukakan pendapatnya. Waktu pelaksanaan focus group discussion sebaiknya disesuaikan dengan kondisi peserta, namun rata-rata maksimal 2 jam, jika materi belum selesai namun kondisi tidak memungkinkan untuk meneruskan diskusi lebih baik membuat kesepakatan untuk mengatur lanjutan.

1.6 Tim focus group discussion.

Fasilitator, notulis, moderator, pengamat. Tim fasilitator terutama yang berperan sebagai pengamat sebaiknya memperhatikan reaksi dan bahasa tubuh dari para peserta, untuk menjadikan masukan yang akan memperkaya hasil focus group discussion.

1.7 Langkah – langkah pelaksanaan focus group discussion

1. Fasilitator menyiapkan diri dengan pengetahuan tentang kondisi wilayah, minimal dari data sekunder atau hasil social mapping, serta menentukan targetfocus group discussion yang hendak dicapai berkaitan dengan topik .

2. Fasilitator menciptakan suasana yang nyaman bagi semua peserta untuk berdiskusi, bertegur sapa dan bersilaturahmi dengan semua peserta.

3. Fasilitator/ moderator meminta kesepakatan dari peserta tentang topik yang akan dibahas.


(23)

commit to user

4. Mederator meminta peserta untuk menceritakan tentang kondisi dan memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta. Sebagai moderator, fasilitator mengatur jalannya diskusi agar peserta tidak saling berebut bicara.

5. Selanjutnya, moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban dari peserta. 6. Moderator memberikan pertanyaan kunci berikutnya dengan berdasarkan pada

jawaban peserta, bagaimana karakteristik menurut pendapat peserta. 7. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta. 8. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

9. Moderator mengajukan pertanyaan kunci, dimana lokasi dan penduduk yang termasuk golongan miskin menurut pendapat peserta.

10. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta. 1.8 Persiapan focus group discussion

1. Mempersiapkan undangan

Penting dalam penyelenggaraan focus group discussion untuk menghadirkan peserta yang homogen, sesuai dengan informasi yang ingin digali artinya memiliki kesamaan tingkat pendidikan, pekerjaan, profesi, jenis kelamin dan sebagainya. Dalam undangan perlu dijelaskan tentang identitas lembaga yang mengadakan focus group discussion dan tujuan, rencana focus group discussion mengenai tanggal, jam, tempat dan lamanya pertemuan, meminta pada calon peserta untuk berpartisipasi dalamfocus group discussion dan jelaskan pentingnya kontribusi mereka dalam pertemuan ini.


(24)

commit to user

2. Mempersiapkan fasilitator

Penting bagi fasilitator untuk mempersiapkan petunjuk diskusi agar lebih terarah dan terfokus berupa sejumlah daftar pertanyaan yang bersifat terbuka, terstruktur dan mengalir teratur dari awal sampai akhir. Peranan fasilitator adalah: a. Menjelaskan tujuan dan topik focus group discussion

Fasilitator tidak perlu seorang ahli mengenai substansi dari topik tertentu. Yang penting adalah dia harus memahami topik diskusi untuk dapat menguasai pertanyaan, selain itu dia harus mampu memancing dan mendorong peserta agar dapat mengeluarkan pendapatnya.

b. Mengarahkan kelompok bukan diarahkan oleh kelompok.

Tugas utama fasilitator adalah mengajukan pertanyaan dan harus netral terhadap jawaban peserta. Tekankan bahwa tidak ada penilaian benar atau salah terhadap jawaban peserta. Fasilitator menampung jawaban peserta tidak boleh menimpali dengan kata setuju atau tidak setuju terhadap jawaban peserta.

c. Amati peserta atau tanggap terhadap reaksi peserta.

Mendorong peserta untuk berpartisipasi secara aktif dalam diskusi dan jangan dibiarkan ada peserta yang mendominasi.

d. Ciptakan hubungan baik dengan peserta agar dapat menggali jawaban dan memberi komentar lebih dalam.

e. Bersikap fleksibel dan terbuka terhadap saran dan perubahan.

f. Amati komunikasi non verbal antar peserta dan tanggap terhadap hal tersebut. g. Pelihara nada sura dalam mengajukan pertanyaan agar selalu terkesan


(25)

commit to user

3. Mempersiapkan petugas pencatat (notulen)

Tugas notulen selain mencatat hasil diskusi secara deskriptif apa adanya tanpa dicampuri pikiran dan kesimpulan notulis sendiri, juga mengamati proses diskusi berlangsung dan mencatat proses diskusi berlangsung sehubungan dengan komunikasi nonverbal diantara peserta diskusi. Hal-hal yang perlu dicatat notulen: a. Tanggal pertemuan dan waktu mulai dan berkhirnya diskusi.

b. Nama dan jumlah peserta diskusi, jenis kelamin, umur, pendidikan serta identitas dan informasi lain yang mungkin bisa berpengaruh terhadap aktivitas peserta.

c. Deskripsi umum mengenai suasana pertemuan, tingkat partisipasi peserta, adakah peserta yang mendominasi kelompok atau peserta yang kurang berpartisipasi dan sebagainya.

d. Deskripsi mengenai tempat dan ruangan pertemuan, apakah suasana ruangan cukup nyaman dan mendukung keefektifan pertemuan ataukah sebaliknya. e. Notulen juga perlu mengingatkan fasilitator bila ada pertanyaan yang

terlupakan atau juga mengusulkan pertanyaan baru sesuai dengan situasi yang bekembang dalam diskusi.

1.9 Pelaksanaan focus group discussion

1. Persiapan penyelenggaraan focus group discussion, fasilitator dan notulis harus datang tepat waktu sebelum peserta datang dan sebaiknya berbincang secara informal dengan peserta. Ambillah kesempatan ini untuk mengenal nama peserta dan yang menjadi perhatian mereka. Fasilitator menyiapkan tempat duduk peserta secara melingkar bersama fasilitator, sehingga peserta merasa samarata dan terdorong untuk mau berbicara. Notulis biasanya duduk di luar lingkaran,


(26)

commit to user

fasilitator menjaga agar tidak ada interupsi dari luar forum focus group discussion. Semua perlengkapan focus group discussion dipersiapkan misalnya kaset, baterai, petunjuk diskusi dan sebagainya.

2. Pembukaan focus group discussion

Pada waktu membuka diskusi fasilitator memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Jelaskan tujuan diadakan focus group discussion serta perkenalkan nama

fasilitator serta notulis dan peranannya masing-masing.

b. Minta peserta memperkenalkan diri dan fasilitator harus cepat mengingat nama peserta dan menggunakannya pada waktu berbicara dengan peserta. c. Jelaskan bahwa pertemuan terebut tidak bertujuan untuk memberikan

ceramah tetapi untuk mengumpulkan pendapat dari peserta. Tekankan bahwa fasilitator ingin belajar dari peserta.

d. Tekankan bahwa waktu fasilitator mengajukan pertanyaan jangan berebutan menjawabnya pada waktu yang sama.

e. Mulailah pertemuan dengan mengajukan pertanyaaan yang sifatnya umum yang tidak berkaitan dengan topik.

1.10 Teknik pengelolaanfocus group discussion

1. Klarifikasi, sesudah peserta menjawab pertanyaan fasilitator dapat mengulangi jawaban peserta dalam bentuk pertanyaan untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Misalnya apakah saudara dapat menjelaskan lebih lanjut tentang hal tesebut.

2. Reorientasi, agar supaya diskusi hidup dan menarik. Teknik reorientasi harus efektif. Fasilitator dapat menggunakan jawaban seorang peserta untuk ditanyakan kepada peserta lain, serta peserta yang kurang aktif.


(27)

commit to user

3. Kehadiran orang ahli atau orang berpengaruh, usahakan agar focus group discussion

tidak dihadiri oleh ahli atau orang yang berpengaruh, tetapi jika tidak dapat dihindari mohon kepada mereka untuk diam dan mendengarkan diskusi dan jika ada ide atau saran bisa dikemukakan kepada fasilitator setelah selasai diskusi.

4. Terhadap peserta dominan, apabila ada peserta dominan maka fasilitator harus lebih banyak mengalihkan perhatian kepada peserta lain agar lebih berpatisipasi sehingga tidak mendorongnya untuk memberikan jawaban terus menerus. Kalau tidak berhasil maka secara sopan fasilitator dapat menyatakan kepadanya untuk memberikan kesempatan kepada peserta lain berbicara.

5. Terhadap peserta yang diam, agar peserta yang diam mau berpartisipasi maka sebaiknya memberikan perhatian yang banyak kepadanya dengan selalu menyebutkan namanya dan mengajukan pertanyaan.

6. Penggunaan gambar dan foto, dalam melakukan focus group discussion fasilitator dapat menggunakan foto atau gambar. misalnya foto anak kurang gizi dan menanyakan “Bagaimana keadaan anak tersebut? Apa yang harus ibu lakukan?” 1.11 Penutupan focus group discussion

Untuk menyimpulkan pertemuan focus group discussion ini, fasilitator sebaiknya memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1. Jelaskan bahwa pertemuan sudah selesai. Tanyakan pada peserta apakah masih ada lagi sesuatu yang ingin disampaikan. Komentar yang sesuai masih dapat digali lebih mendalam lagi.

2. Ucapkan terimakasih kepada peserta untuk partisipasinya dan nyatakan bahwa ide-ide mereka sangat berguna utuk penyusunan program atau untuk merancang materi pendidikan dan pelatihan. Sesudah focus group discussion selesai fasilitator


(28)

commit to user

dan notulis harus bertemu untuk melengkapi dan mengklarifikasi catatan hasil diskusi.

1.12 Keuntungan teknik focus group discussion

1. Kekuatan

a. Sinergisme dan Social Support, suatu kelompok mampu mengahasilkan informasi, pandangan yang lebih luas sehingga mampu memberikan motivasi antar anggota kelompok dalam menyampaikan perasaan dan pikiran.

b. Snowballing/ Social Cohesivness, pendapat yang muncul secara acak dari seorang peserta dapat memacu reaksi berantai dari peserta lain sehingga menghasilkan ide baru.

c. Stimulation/ Social Cohesiveness, pengalaman dalam kelompok sendiri merupakan sesuatu yang menyenangkan dan mendorong partisipasi.

d. Ventilasi (Pelepasan) dan Security, secara individu peserta merasa aman di dalam kelompok dan merasa bebas mengutarakan perasaan dan pikirannya. e. Spontanitas, tidak diharuskan setiap individu untuk menjawab setiap

pertanyaan, siapa saja yang secara spontan mempunyai ide jawaban dipersilakan menyumbangkan idenya, sehingga jawaban yang diperoleh lebih memiliki arti, karena melalui suatu proses kelompok secara spontan.

2. Konsep Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup. Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu,


(29)

commit to user

kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri.

Dalam keperawatan pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok atau masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.

2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Menurut Green (1972) yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa kombinasi dan kesempatan pembelajaran. Nyswander (1947) yang dikutip Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah perubahan proses perilaku yang dinamis, bukan proses pemindahan materi dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat secara individu, kelompok atau masyarakat serta merupakan komponen dari program kesehatan (Suliha et al., 2002).

2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Pada dasarnya Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman individu, kelompok dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai, mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat, serta dalam


(30)

commit to user

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Suliha et al., 2002).

2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang Lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, tempat pelaksanaan pendidikan, dan tingkat pelayanan pendidikan kesehatan.

2.3.1 Sasaran pendidikan kesehatan

1. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu. 2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok. 3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2.3.2 Tempat pelaksananaan pendidikan

1. Pendidikan kesehatan di sekolah.

2. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan. 3. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.

2.3.3 Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan

Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) :

1. Promosi kesehatan (Health Promotion).

2. Perlindungan Kesehatan (Spesific Protection).

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).

4. Pembatasan cacat (Disability Limitation). 5. Rehabilitasi (Rehabilitation).


(31)

commit to user

2.4 Pendidikan Kesehatan sebagai Proses Perubahan Perilaku

Pengubahan perilaku mencakup tiga ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan ketrampilan memalui proses pendidikan kesehatan. Hasil perubahan pengubahan perilaku yang diharapkan melalui proses pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah perilaku sehat. Perilaku sehat dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat (Suliha et al., 2002).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat

Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa pengetahun, sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik. Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal, dan diklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku sehat, yaitu faktor predisposisi

(predispossing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor pendorong ( reinforcing factors).

Faktor predisposisi merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi dan keakinan.

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku, karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan ketrampilan.

Faktor penguat merupakan faktor yang menguatkan perilaku, seperti sikap dan ketrampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua dan majikan (Suliha et al., 2002).


(32)

commit to user

2.6 Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan untuk penyampaian pesan kepada sasaran pendidikan. Suatu metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan sasaran, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan pendidikan kesehatan, ketersediaan fasilitas pendukung.

2.6.1 Metode Ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan seorang pembicara di depan sekelompok orang. Metode ceramah digunakan pada sasaran belajar yang mempunyai perhatian selektif, sasaran belajar mempunyai lingkup perhatian yang terbatas, sasaran belajar memerlukan informasi yang katagoris atau sistematis, sasaran belajar perlu menyimpan informasi, sasaran belajar perlu menggunakan informasi yang diterima.

2.6.2 Metode Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin diskusi. Metode diskusi kelompok digunakan bila sasaran pendidikan kesehatan diharapkan: 1. Dapat saling mengemukakan pendapat.

2. Dapat mengenal dan mengolah problem kesehatan yang dihadapi. 3. Mengharapkan suasana informal.

4. Diperoleh pendapat dari orang – orang yang tidak suka bicara. 5. Agar problem kesehatan yang dihadapi lebih menarik untuk dibahas.


(33)

commit to user

2.6.3 Metode Panel

Panel adalah pembicaraan yang direncakana didepan peserta tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin. Metode panel digunakan bila :

1. Pada waktu mengemukakan pendapat yang berbeda tentang suatu topik. 2. Jika tersedia panelis dan moderator yang memenuhi persyaratan.

3. Jika topik pembicaraan terlalu luas untuk didiskusikan dalam kelompok.

4. Jika peserta tidak diharapkan memberikan tanggapan secara verbal dalam diskusi.

2.6.4 Metode Forum Panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya peserta perpartisipasi dalam diskusi. Metode forum panel digunakan bila:

1. Jika ingin menggabungkan penyajian topik dengan reaksi peserta. 2. Jika anggota kelompok diharapkan memberikan reaksi pada diskusi. 3. Jika tersedia waktu yang cukup.

4. Jika peserta mengajukan pandangan yang berbeda-beda.

2.6.5 Metode Permainan Peran

Permainan peran adalah pemeranan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan analisis oleh kelompok. Metode ini digunakan apabila:

1. Peserta perlu mengetahui pandangan yang berlawanan.

2. Peserta mempunyai kemampuan untuk melakukan metode tersebut. 3. Pada waktu membantu peserta memahami suatu masalah.

4. Jika akan mengubah sikap, pengaruh emosi dapat membantu dalam penyajian masalah.


(34)

commit to user

5. Untuk pemecahan masalah. 3. Metode Simposium.

Symposium adalah serangkaian pidato pendek di depan peserta dengan seorang pemimpin. Pidato tersebut mengemukanan aspek yang berbeda dari topik tertentu. Metode simposium digunakan bila:

1. Untuk mengemukakan aspek yang berbeda dari topik tertentu. 2. Pada kelompok besar.

3. Kelompok itu memerlukan keterangan ringkas. 4. Jika ada pembicara yang memenuhi syarat. 5. Jika tidak memerlukan reaksi peserta.

6. Ketika pokok pembicaraan sudah ditentukan. 4. Metode Demonstrasi.

Metode demonstrasi adalah pembelajaran yang menyajikan suatu p;rosedur atau tugas, cara menggunakan alat, cara beinteraksi. Demonstrasi dapat dilakukan langsung atau menggunakan media seperti video dan film. Metode demonstrasi digunakan apabila:

1. Jika memerlukan contoh prosedur atau tugas dengan benar. 2. Apabila tersedia alat – alat peraga.

3. Bila tersedia tenaga pengajar yang terampil. 4. Membandingkan suatu cara dengan cara yang lain.

5. Untuk melihat serta kebenaran sesuatu, bila berhubungan dengan mengatur sesuatu, dan proses mengerjakan atau menggunakan sesuatu (Suliha et al., 2002).


(35)

commit to user

3. Koping Individu

3.1 Definisi Mekanisme Koping

Koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stres termasuk upaya dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dari masalah (Stuart dan Sundeen, 2005). Menurut Keliat (1999), koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respons terhadap situasi yang mengancam. Lazarus (2000) mendefinisikan koping sebagai perubahan kognitif dan perilaku secara tetap untuk mengatasi tuntutan internal ataupun ekternal yang melebihi sumber individu.

Dari definisi tersebut maka yang disebut koping adalah suatu cara yang digunakan individu untuk menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi secara kognitif dan perilaku. Koping tidak selalu berarti reaksi dalam menyelesaikan masalah, namun juga meliputi upaya menghindari, mentoleransi, meminimalkan atau menerima kondisi yang penuh dengan tekanan tersebut.

Koping dibagi menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan maladaptif (Kozier, et al. 2004). Koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan (Stuart dan Sundeen, 2005), seperti relaksasi, berbicara dengan orang lain, latihan dan aktifitas yang konstruktif serta memecahkan masalah secara efektif. Koping ini berfokus pada masalah dan bersifat aktif (Lazarus, 2000). Koping maladaptif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Yang termasuk koping maladaptif yaitu tidak makan ataupun makan berlebihan, menghindar, bekerja berlebihan. Koping


(36)

commit to user

maladaptif yang dilakukan wanita menopause dapat membawa dampak yang cukup serius seperti terjadinya stres dan depresi pada wanita.

3.2 Beberapa sumber koping pada wanita menopause (Kozier, et al, 2004)

3.2.1 Sumber Internal.

Sumber internal dipengaruhi oleh karakter seseorang, meliputi kesehatan dan energi, sistem kepercayaan, komitmen atau tujuan hidup, dan perasaan seseorang seperti: harga diri, pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.

3.2.2 Sumber eksternal

Sumber eksterna meliputi tiga kategori yaitu: Pertama, kategori informasi yang membuat orang percaya bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai (dukungan emosional). Kedua, kategori informasi yan membuat seseorang merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai (dukungan harga diri); Ketiga kategori informasi yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling ketergantungan.

Fiset dan Rees (2006), mengatakan bahwa hipnosis, akupuntur, hidroterapi, aromaterapi, terapi cahaya, terapi musik, massage, support group, dapat digunakan sebagai cara dalam mengatasi gangguan emosional saat menopause. Gangguan atau keluhan fisik yang timbul saat menopause dapat dikurangi dengan berbagai cara seperti self help, terapi komplementer ataupun pengobatan medis (terapi sulih hormon) (Stoppard, 2002).

National Institute of Health (2005) dan Stoppard (2002) menyatakan bahwa hot flushes dapat dikurangi dengan menggunakan pakaian yang berwarna terang dan berbahan katun, menggunakan kipas angin, diet, latihan secara teratur, konsumsi


(37)

commit to user

vitamin E, relaksasi. Gangguan tidur dapat dikurangi dengan mandi air hangat, minum susu sebelum tidur, menggunakan baju tidur dari katun, latihan setiap hari. Pencegahan osteoporosis dapat dilakukan dengan olahraga, konsumsi vitamin D dan kalsium, diet yang tepat. Sedangkan untuk mencegah penyakit jantung dapat dilakukan dengan diet, olahraga, konsumsi vitamin E dan C, menghindari rokok, dan mempertahankan berat badan agar stabil. Penggunaan lotion berbahan dasar air dapat mengurangi nyeri saat

intercourse (Leventhal, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Reynold tahun 2000 menyatakan bahwa wanita bekerja mengenakan pakaian yang terang dan berlapis, berbicara dengan teman, dan membawa kipas angin mini dalam tasnya sebagai cara mengatasi keluhan hot flushes. Wanita Cina menggunakan pengobatan herbal untuk mengontrol keluhan yang dialami saat menopause (Zhao, 2003). Pengobatan herbal dilakukan juga oleh wanita Q’eqchi Maya (Michel, et al. 2007).Zhao (2003) menemukan bahwa wanita Cina mengunjungi dokter dikarenakan mereka tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya ketika menopause bukan dikarenakan karena mengalami keluhan yang berat. Penelitian lain yang dilakukan oleh Nagata (2004), menyatakan bahwa konsumsi kacang-kacangan atau fitoestrogen dapat mengurangi keluhan saat menopause.

3.3 Konsep Stres

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari akan perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stres, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif juga dapat menimbulkan stres, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta.


(38)

commit to user

Mekanisme perlindungan diri otomatis dan segera aktivasi sistemm syaraf dan endokrin fight dan flight responss mekanik, kimia dan termal: selular, humoral/ endokrin, saraf.

3.3.1 Tahapan stres

1. Alarm reaction: reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor.

2. Stage of resistance: tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung, tekanan darah dan curah jantung kembali normal.

3. Stage of exhaustion: terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres dan energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi menipis.

4. Tipe stresor

a. Stresor internal misalnya tumor, cacat bawaan, hipertensi.

b. Stresor eksternalmisalnya marah kepada teman, konflik dengan orang tua. c. Stesor fisik misalnya overdosis, virus, luka, suhu.

d. Stesor psikologis misalnya takut operasi, cemas terhadap operasi, dan berduka karena kematian orang tua.

(Stuart dan Sundeen, 2005) menyatakan dalam mengatasi stresor pada dapat dilakukan dengan cara:

1. Individu

a. Kenali diri sendiri. b. Turunkan kecemasan. c. Tingkatkan harga diri. d. Persiapan diri.


(39)

commit to user

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)

a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif.

b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi dengan anggota keluarganya.

c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga. d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling.

5. Homeostatis dan faktor-faktornya.

Homeostatis yaitu mekanisme fisiologis yang bervariasi dalam tubuh individu untuk memelihara keseimbangan dalam lingkungan internal, dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah ini: faktor genetik, fisik dan kimiawi, mikroorganisme dan parasit, psikologik, faktor kultural, migrasi, ekologik, pekerjaan.

6. Mekanisme pertahanan ego/ mekanisme koping individu.

Mekanisme pertahanan ego yang sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut: a. Kompensasi, proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri

dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki.

b. Penyangkalan (denial), menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah yang paling sederhana dan primitif.

c. Pemindahan (displacement), pengalihan emosi yang ditujukan pada seorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.


(40)

commit to user

d. Disosiasi, pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya.

e. Identifikasi, proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang dikagumi berupaya dengan mengambil/ menirukan pikiran-pikiran, perilaku, dan selera orang tersebut.

f. Intelektualisasi, pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya,

g. Introyeksi, suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil atau melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.

h. Isolasi, pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat bersifat sementara atau dalam jangka waktu yang lama.

i. Proyeksi, pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak dapat ditoleransi.

j. Rasionalisasi, mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.

k. Reaksi formasi, pengembangan sikap dan pola perilaku yang dia sadari, yang bertentangan dengan yang sebenarnya dirasakan atau ingin dilakukan. l. Regresi, kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan cirri

khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.

m. Represi, pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang;


(41)

commit to user

merupakan pertahanan yang primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain.

n. Pemisahan (splitting), sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif dan negatif dalam diri sendiri.

o. Sublimasi, penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal.

p. Supresi, suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi sebetulnya merupakan suatu analog represi yang disadari.

Mekanisme koping pada keadaan gangguan seksualitas, dikategorikan sebagai koping adaptif adalah fantasi, sedangkan koping maladaptif adalah proyeksi, penyangkalan dan rasionalisasi (Stuart dan Sundeen, 2005).

7. Faktor – faktor yang memengaruhi efek stresor

a. Sifat stresor, stresor yang sama memberikan arti yang berbeda bagi seseorang.

b. Jumlah stresor pada waktu yang bersamaan, sehingga yang kecil dapat menjadi berat.

c. Lamanya stresor. Semakin lama seseorang terpapar stresor maka orang tersebut mengalami penurunan kemampuan dalam mengatasi masalah karena kelelahan.

d. Usia dan perkembangan e. Jenis kelamin


(42)

commit to user

g. Status kesehatan secara umum

h. Support system (Stuart dan Sundeen, 2005). 8. Metode koping

Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah psikologis, dua metode tersebut antara lain:

a. Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun waktu yang lama, misalnya berbicara dengan orang lain, mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi situasi, mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.

b. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk digunakan dalam jangka panjang, misalnya menggunakan alkohol atau obat, melamun dan fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis, beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.


(43)

commit to user

8.1.1 Faktor yang mengubah pengalaman stres

Beberapa faktor yang dapat mengubah pengalaman stres seseorang antara lain: 1. Variabel individu yang meliputi umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,

temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik.

2. Karakteristik kepribadian: introvert–ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kepribadian ketabahan, kekebalan, ketahanan.

3. Variabel sosial - kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan; hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial, serta strategi koping yang digunakan.

3.4 Strategi Koping

Seseorang dalam beradaptasi terhadap stresor akan menggunakan berbagai macam koping. Taylor (1991) mengungkapkan 8 strategi koping yang berbeda antara lain: konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah dikaitkan dengan problem - focused coping, kontrol diri, membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima tanggung jawab, menghindar. Strategi koping menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku bertujuan untuk memperoleh rasa aman dalam dirinya.


(44)

commit to user

3.5 Jenis Strategi koping

Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh individu yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres dan emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan (Stuart dan Sundeen, 2005).

Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya akan cenderung menggunakan strategi

emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau AIDS.

Hampir senada dengan penggolongan jenis koping seperti dikemukakan di atas, dalam literatur tentang koping juga dikenal dua strategi koping, yaitu active and avoidant coping strategy. Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping


(45)

commit to user

dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada

avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan. Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap ancaman.

3.6 Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.

1. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang penting karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

2. Keyakinan atau pandangan positif, keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe: problem-solving focused coping 3. Keterampilan Memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk

mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.


(46)

commit to user

4. Keterampilan sosial, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.

5. Dukungan sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

6. Materi, dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

3.7 Tinjauan teoritis the roy adaptation model (Manusia sebagai adaptif system)

Roy (1991), mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem yang dapat menyesuaikan diri (adaptif system). Sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai input (masukan), control, feedback processes dan output (keluaran/ hasil). Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistemm yang dapat menyesuaikan diri dengan aktifitas kognator dan regulator untuk

mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu: fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.

Dalam model adaptasi keperawatan menurut Calista Roy (1991) manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada dilingkungan. Sebagai sistem yang dapat menyesuikan diri manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistemm, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau beberapa unit fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu sistem


(47)

commit to user

manusia dapat juga dijelaskan dalam istilah input, kontrol dan proses umpan balik dan output yang akan diuraikan di bawah ini :

1. Input (stimulus) pada manusia sebagai suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri: yaitu dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus yang masuk, dimana umpan baliknya dapat berlawanan atau responsnya yang berubah dari suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.

2. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 2005). Manusia sebagai suatu sistemm yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasikan yaitu: subsistem regulator dan subsistem kognator

3. Output dari manusia sebagai suatu sistemm adaptif adalah respons adaptif (dapat menyesuaikan diri) dan respons inefektif (tidak dapat menyesuaikan diri). Respons yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan respons respons yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik, respons-respons itu selanjutnya akan menjadi input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistemm. Koping yang tidak konstruktif/ tidak efektif berdampak terhadap respons sakit/ maladaptif, jika klien masuk pada zona maladaptif maka klien mempunyai masalah keperawatan adaptasi (Nursalam, 2003).


(48)

commit to user

4. Menopause

Kata “ menopause” terdiri dari dua kata yang berasal dari kata Yunani yang berarti “bulan” dan “penghentian sementara” yang lebih tepat disebut dengan “menocease”. Secara medis istilah menopause berarti “menocease” karena berdasarkan definisinya maka menopause itu berarti berhentinya masa menstruasi (Wirakusumah, 2004). Menurut Manuaba (2005) menopause di bagi dalam beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Pre menopause (klimakterium)

Pada fase ini seorang wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/ kejiwaan, terjadi perubahan fisik berlangsung selama antara 4- 5 tahun pada usia 48-55 tahun.

2. Fase menopause

Terhentinya menstruasi, perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol, berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 56-60 tahun.

3. Fase pasca menopause (senium)

Terjadi pada usia diatas 60 -65 tahun, wanita beradaptasi terhadap perubahan psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang.

Usia dari hari ke hari akan terus berjalan dan setiap orang seiring dengan bertambahnya usia tidak akan lepas dari predikat tua. Bertambahnya usia maka tingkah laku, cara berpakaian dan bentuk tubuh mengalami suatu perubahan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa nonproduktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron


(49)

commit to user

seiring dengan bertambahnya usia. Sehubungan dengan terjadinya menopause pada lansia maka biasanya hal itu diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi aspek fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lansia tersebut.

4.1 Fisik

Ketika seseorang memasuki masa menopause fisik mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba-tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar. Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu:

1. Ketidakteraturan siklus haid

Tanda paling umum adalah fluktuasi dalam siklus haid, kadang kala haid muncul tepat waktu, tetapi tidak pada siklus berikutnya. Ketidakteraturan ini sering disertai dengan jumlah darah yang sangat banyak, tidak seperti volume pendarahan haid yang normal. Normalnya haid akan berakhir setelah tiga sampai empat hari, namun pada keadaan ini haid baru dapat berakhir setelah satu minggu atau lebih.

2. Gejolak rasa panas

Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti. Munculnya hot flashes ini sering diawali pada daerah dada, leher atau wajah dan menjalar ke beberapa daerah tubuh yang lain. Hal ini berlangsung selama dua sampai tiga menit yang disertai pula oleh keringat yang banyak. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu


(50)

commit to user

tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi (Reed, et al. 2007).

3. Kekeringan Vagina

Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir, penyebabnya karena kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. Keadaan ini membuat hubungan seksual akan terasa sakit. Keadaan ini sering kali menimbulkan keluhan pada wanita bahwa frekuensi buang air kecilnya meningkat dan tidak dapat menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa atau orgasme.

4. Perubahan Kulit

Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit di bagian bawah mata menjadi mengembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas.

5. Keringat di Malam Hari

Berkeringat malam hari, bangun bersimbah peluh. Sehingga perlu mengganti pakaian dimalam hari. Berkeringat malam hari tidak saja menggangu tidur melainkan juga teman atau pasangan tidur. Akibatnya diantara keduanya merasa lelah dan lebih mudah tersinggung, karena tidak dapat tidur nyenyak.


(51)

commit to user

6. Sulit Tidur

Insomnia (sulit tidur) lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam hari, wajah memerah dan perubahan yang lain.

7. Perubahan Pada Mulut

Pada saat ini kemampuan mengecap pada wanita berubah menjadi kurang peka, sementara yang lain mengalami gangguan gusi dan gigi menjadi lebih mudah tanggal. 8. Kerapuhan Tulang

Rendahnya kadar estrogen merupakan penyebab proses osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur, paling banyak menyerang wanita yang telah menopause. Biasanya kita kehilangan 1% tulang dalam setahun akibat proses penuaan (mungkin ini yang menyebabkan nyeri persendian), tetapi kadang setelah menopause kita kehilangan 2% setahunnya. Hutton (1984:3 5) memperkirakan sekitar 25% wanita kehilangan tulang lebih cepat daripada proses menua. Menurunnya kadar estrogen akan diikuti dengan penurunan penyerapan kalsium yang terdapat dalam makanan. Kekurangan kalsium ini oleh tubuh diatasi dengan menyerap kembali kalsium yang terdapat dalam tulang, dan akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh. 9. Badan Menjadi Gemuk

Banyak wanita yang menjadi gemuk selama menopause. Rasa letih yang biasanya dialami pada masa menopause, diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan. Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause, hal ini disebabkan oleh faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga. 10. Penyakit


(52)

commit to user

Ada beberapa penyakit yang seringkali dialami oleh wanita menopause. Ada 2 (dua) perubahan paling penting yang terjadi pada waktu menopause yaitu meningkatnya kemungkinan terjadi penyakit jantung, pembuluh darah serta hilangnya mineral dan protein di dalam tulang (osteoporosis). Penyakit jantung dan pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan seperti stroke atau serangan jantung. Selain itu penyakit kanker juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia lanjut. Semakin lama kehidupan maka semakin besar kemungkinan penyakit itu menyerang. Misalnya kanker payudara, kanker rahim dan kanker ovarium. Kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita yang telah melampaui masa menopause.

4.2 Respons Psikologis Wanita Terhadap Menopause

Respons psikologis wanita terhadap menopause bervariasi, tergantung dengan budaya tempat dimana wanita tersebut tinggal dan jenis menopause (Liao, et al. 2000). Penelitian pada wanita pedesaan di Irish menunjukkan bahwa menopause merupakan suatu hal yang alami dari proses penuaan, perasaan puas telah berhasil mengantarkan keluarganya pada masa dewasa, dan tidak diikuti oleh kesakitan (Carolan, 2006).

Reynold (2000) menggambarkan bahwa wanita yang bekerja merasakan malu, kacau, perasaan tenggelam di tempat bekerja karena hot flushes yang dialami, perasaan tersebut terutama dirasakan pada suasana formal (meeting) dan didepan kolega pria. Hal ini disebabkan wanita beranggapan pria memiliki persepsi negatif terhadap wanita menopause. Penelitian yang dilakukan oleh Bromberger, et al. (2003) menyatakan wanita menopause mengalami gejala mood (gampang marah, sedih, dan gelisah), dimana gejala mood tersebut ditemukan lebih tinggi pada wanita bukan ras Hispanik Kaukasia dibandingkan dengan wanita Afrika-Amerika, Jepang-Amerika, dan Cina-Amerika. Selain mengalami gejala mood diatas, wanita menopause di Kota Puebla,


(53)

commit to user

Meksiko juga merasakan perasaan tidak menarik, yang lain mengatakan merasa lengkap, penting, dan berhasil (Sievert dan Hernandez, 2003).

Penelitian lain pada wanita di Australia menyatakan bahwa wanita Australia mengalami kesulitan dalam proses penuaan, dimana wanita mengalami depresi, ketakutan menjadi tua, tidak bahagia, mood swings, kesepian, kehilangan rasa hormat, harga diri, dan kebanggaan (Berger dan Wenzel, 2001). Wanita Hispanik juga mengalami depresi dan perasaan sedih saat menopause, hal ini disebabkan karena wanita memiliki self image untuk melayani keluarganya tanpa boleh mengeluh mengenai gejala menopause (Peapack, 2003). Masyarakat Asia juga menganggap mengeluh saat menopause merupakan sesuatu yang negatif (Papini, et al. 2002).

Pada wanita yang mengalami menopause sebelum berumur 40 tahun dilaporkan memiliki tingkat stres dan depresi yang lebih tinggi, harga diri yang rendah, dan kepuasan hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita yang mengalami menopause alami (American Nurses Association, 2001). Wanita yang mengalami menopause karena operasi memiliki perilaku lebih negatif dibandingkan dengan wanita perimenopause dan wanita paska menopause (Papini, et al. 2002).

Sulit tidaknya wanita memasuki masa transisi perimenopausal ditentukan oleh sistemm suport sosial, budaya, harapan, perilaku wanita terutama self image, pendidikan, keyakinan (Sievert dan Hernandez, 2003). Wanita yang memiliki keyakinan religius dan spiritual yang negatif memiliki risiko lebih besar untuk terjadinya depresi (Herrera, et al. 2002). Masa transisi menopause dipengaruhi oleh harapan dan pengalaman keluarga (Mansfield dan Voda, 1993). Wanita belajar dari pengalaman ibunya terhadap menopause. Bila ibu tidak mengalami keluhan, maka wanita beranggapan bahwa dirinya demikian pula (Dillaway, 2007).


(1)

commit to user

adanya dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat). Mekanisme koping (Lazarus, 2000) mengatakan bahwa perubahan kognitif dan perilaku secara tetap untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal dengan menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Dalam mekanisme koping dikenal dengan strategi koping dimana cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh cara sumber daya individu salah satunya adalah ketrampilan sosial dan dukungan sosial dan materi. Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan tindakan yang tepat. Ketrampilan ini oleh peneliti dikembangkan dengan menggunakan teknik focus group discussion yang diterapkan pada wanita menopause dalam mendapatkan mekanisme koping yang adaptif.

Hasil penelitian ini melanjutkan studi fenomenologi pada peneliti sebelumnya tentang pengalaman seksualitas pada wanita menopause dengan beberapa masalah berkurangnya gairah dalam seksual, vagina terasa kering dan ada kendala tidak mencapai orgasme. Perubahan yang terjadi pada fisik dan psikologis wanita dengan menopause menimbulkan respon yang berbeda pada setiap wanita yang mengalami, sehingga peneliti mencoba mencari alternatif tindakan dalam membantu wanita menopause melalui metode pendidikan kesehatan dengan atau tanpa focus group discussion, dan dari penelitian yang didapatkan bahwa focus group discussion efektif dalam memaksimalkan mekanisme koping pada wanita menopause.


(2)

commit to user

Oleh karena itu seyogyanya tehnik focus group discussion bisa diterapkan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh wanita menopause khususnya, serta bisa dikembangkan untuk mengatasi masalah – masalah psikologis lain yang memungkinkan seseorang kesulitan dalam mengungkapkan atau eksploitasi permasalahannya, focus group discussion memfasiltasi seseorang untuk bisa mengeksplorasi masalah kepada orang lain sehingga orang lain bisa membantu dalam pemilihan strategi koping adaptif yang sesuai.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berbagai upaya telah dilakukan peneliti untuk mendapatkan hasil maksimal, mulai dari pembuatan intrumendan uji instrumen, penentuan besar sampel dan tehnik pengambilannya.

Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik sampling yang sesuai serta penentuan kriteria inklusi dan eksklusi sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing sampel. Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk kembali memastikan bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar efek dari perlakuan yang diberikan, bukan karena perbedaan karakteristik pada kedua kelompok perlakuan. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan dalam pelaksanaan baik pendidikan kesehatan maupun focus group discussion peneliti terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. peneliti melibatkan team yang benar-benar paham dengan metode


(3)

commit to user

dan konsep menopause serta masalahnya dan koping mekanisme supaya hasil yang didapat sesuai dengan protap tindakan dan maksimal.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil penelitian antara lain:

1.Alat ukur

Salah satu alat ukur pada penelitan ini adalah kuesioner yang hasil pengukurannya bisa dipengaruhi oleh banyak hal terutama dari dari jawaban karena masih memungkinkan subjek penelitianmasih takut menyampaikan sesungguhnya apa yang dia hadapi..

2.Sampel

Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 30 responden. Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.


(4)

commit to user

72

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan koping sebelum dan sesudah serta terjadi peningkatan kemampuan koping setelah dilakukan pendidikan kesehatan tanpa focus group discussion. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan koping sebelum dan sesudah serta terjadi peningkatan kemampuan koping setelah dilakukan pendidikan kesehatan tanpa focus group discussion. Terdapat perbedaan signifikan kemampuan koping pada kelompok pendidikan kesehatan tanpa

focus group discussion dengan kelompok pendidikan kesehatan dengan focus group discussion. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa focus group

discussion efektif dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita

menopause.

B. Implikasi

1. Uji statistik memperlihatkan dengan jelas bahwa pendidikan kesehatan dengan

focus group discussion yang dilakukan pada wanita menopause dalam

memaksimalkan kemampuan koping cukup signifikan. Melalui penelitian ini diharapkan mampu mengenalkan focus group discussion sebagai metode yang terbukti efektif sehingga dapat diterapkan sebagai alternatif metode mengatasi permasalahan kejiwaan.

2. Focus group discussion suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah pendapat (brain storming) memiliki beberapa keunggulan dibandingkan


(5)

commit to user

1

dengan pendidikan kesehatan, salah satu keunggulan dalam focus group discussion mampu mengeksploitasi perasaan lebih dalam dibanding pendidikan kesehatan yang cenderung satu arah, sehingga focus group discussion lebih mudah seseorang membantu orang lain untuk memilihkan strategi koping yang adaptif dengan mendasarkan dari keterbukaan tersebut, dengan demikian focus group discussion cocok dan dianjurkan untuk berbagai kondisi masalah psikologis.

3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi terapis bidang kejiwaan, maupun instansi yang sebelumnya mengalami kebingungan dalam menentukan metode mana yang paling paling tepat dalam membantu masalah-masalah psikologis yang ada di lapangan.

C. Saran

1. Bagi Keluarga dan Responden

Perlu meningkatkan pengetahuan mengenai strategi dalam mengatasi masalah-masalah selama seorang wanita pada masa menopause. Keterlibatan keluarga sangat penting dalam memberikan motivasi dan dukungan terhadap masalah yang mungkin dihadapi wanita pada masa-masa menopause.

2. Bagi Instansi Terkait

Mengingat telah terbukti bahwa focus group discussion efektif dalam memaksimalkan kemampuan koping wanita menopause hendaknya protap

focus group discussion segera bisa diterapkan khususnya di Puskesmas Nangkaan terutama dalam pelaksanaan program kesehatan jiwa.

Walaupun demikian bukan berarti pendidikan kesehatan tidak diperlukan lagi. pendidikan tetap dapat diberikan sebagai penganti focus group discussion bila yang dihadapi wanita menopause sebagai individu bukan dalam


(6)

commit to user

2

kelompok, serta kondisi dimana jumlah tim pelaksana focus group discussion

dalam kondisi minimal.. 3. Bagi Perawat Jiwa

Perlu diadakan sosialisasi pada wanita menopause tentang masalah-masalah psikologis yang mungkin muncul serta strategi mengatasinya, serta menjadikan focus group discussion sebagai alternatif dalam tindakan memberikan asuhan pada pasien dengan masalah kejiwaan.

4. Bagi Peneliti Lain

Perlu diadakan penelitian lain yang lebih dalam tentang tingkat stres strategi pemilihan koping. Selain itu disarankan untuk melakukan penambahan jumlah sampel yang jauh lebih banyak daripada penelitian ini.