Optimasi Penentuan Lokasi Pemasangan Static Var Compensator(SVC) Pada Sistem Transmisi Sumbagut 150 Kv Berbasis Metode Genetic Algorithm

(1)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Penangsang, Otoseno, “Analisis Aliran Daya pada Sistem Tenaga Listrik”, ITS Press, 2012.

[2] R. Sheeba, Dr. M. Jayaraju, “Identificiation of Optimal location of SVC

through Artificial Intelligence Techniques”, IEEE, 2011.

[3] Padiyar K.R, “FACTS Controllers in Power Transmission and Distribution”,

New Age International Limited Publishers, 2007.

[4] I. Robandi, “Desain Sistem Tenaga Modern”, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 2006, p.434.

[5] Arismunandar, Artono, “Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik”, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.

[6] P. Kundur, N.J. Balu, M.G. Lauby, “Power System Stability and Control”,

McGraw-Hill, Inc., New York, 1994, p.1176.

[7] L. Davis. Handbook of Genetic Algorithms. New York: Van Nostrand. 1991. [8] E.Goldberg. Genetic Algorithm in Search, Optimization, and Machine

Learning. Reading, MA: Addison-Wesley. 1989.

[9] Stevenson, J.William F., “Power System Analysis”, McGraw-Hill, New York, 1984.


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Kegiatan tugas akhir ini akan dilakukan pada jaringan listrik Sumatera Bagian Utara 150 KV yang meliputi provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, yang dikoneksikan perangkat elektronika daya SVC. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu Agustus hingga Desember 2015.

3.2 Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Data Generator bus, load bus, data saluran transmisi PLN Sumbagut 150 KV yang diperoleh dari PT PLN (Persero).

2. Software Program ETAP dan MATLAB.

Simulasi aliran daya menggunakan software ETAP dan metode yang digunakan untuk meneliti lokasi optimum pemasangan SVC dengan metode Algoritma Genetika disimulasikan di Matlab.

3.3 Variabel yang Diamati

Variabel yang di amati pada penelitian tugas akhir ini adalah nilai perubahan aliran daya setelah dipasang SVC (daya reaktif), nilai profil tegangan, faktor daya serta nilai rugi – rugi total pada jaringan transmisi Sumbagut 150 KV.

3.4 Diagram Alir Penelitian

Tahapan awal dalam pelaksanaan penelitian ini adalah dengan mencari data aliran daya yang diperlukan dan diagram satu garis jaringan transmisi sumbagut 150 kV dari data sistem kelistrikan PLN Sumbagut. Dari data yang akan diperoleh akan dicari lokasi optimal pemasangan SVC pada jaringan transmisi dengan menggunakan metode Genetic Algortihm dengan pertimbangan ketidakstabilan tegangan dan sudut penyalaan aliran daya. Selanjutnya dilakukan simulasi aliran daya pada jaringan transmisi sebelum dan sesudah dipasang SVC dengan menggunakan software ETAP. Simulasi sebelum dan sesudah pemasangan


(3)

SVC akan dilakukan dengan menggunakan data pada keadaan beban yang sama. Dari simulasi akan diperoleh aliran daya sistem transmisi sumbagut yang telah diinjeksikan oleh SVC yang selanjutnya akan dilakukan analisis lokasi pemasangan SVC pada jaringan transmisi.

Data yang digunakan untuk melakukan penelitian tugas akhir ini adalah diagram satu garis serta data aliran daya sistem jaringan transmisi PLN SUMBAGUT 150 KV. Peralatan yang akan digunakan selama melakukan penelitian adalah penggunaan software ETAP. Dimana, variabel yang akan diamati adalah daya reaktif yang diinjeksikan oleh SVC, profil tegangan serta sudut daya lokasi pemasangan SVC pada jaringan transmisi.

Adapun diagram alir tahapan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 3.1

dibawah ini : MULAI

Baca data branch

Membuat populasi awal

Mengatur lokasi optimum SVC

Menghitung fitness tiap indiividu

Membuat generasi baru menggunakan : Reproduksi, Crossover (Kawin Silang),

Mutasi

Apakah telah ditemukan individu terbaik?

Pilih individu terbaik

SELESAI YA

TIDAK Masukkan data beban (daya,

tegangan, tahanan) dan diagram satu garis


(4)

Berikut adalah gambar diagram satu garis jaringan transmisi sumbagut 150 KV :


(5)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Umum

Penerapan SVC pada gardu induk tenaga listrik dalam analisis aliran daya dimodelkan sebagai bus PV dengan batas daya reaktif. SVC direpresentasikan sebagai sebuah thyristor-controlled reactor dan thyristor switched capacitor

(TCR-TSC) di dalam sistem aliran daya.

Perangkat SVC mengatur tegangan pada masing-masing terminal dengan mengatur jumlah daya reaktif yang diinjeksikan atau diserap dari sistem daya. Saat tegangan sistem rendah, SVC membangkitkan daya reaktif (SVC Kapasitif). Saat tegangan sistem tinggi, SVC menyerap daya reaktif (SVC Induktif). Pengaturan daya reaktif ini dilakukan dengan switching bank kapasitor dan bank induktor 3 fasa yang terhubung pada sisi sekunder transformator. Kondisi on dan

off kapasitor bank diatur oleh thyristor switch (Thyristor Switched Capacitor or TSC). Kondisi on dan off reaktor diatur oleh Thyristor Switch Reactor (TSR) atau

Thyristor Controlled Reactor (TCR).

Metode optimasi pemasangan dalam sistem aliran daya akan dilakukan dengan bantuan metode genetika algoritma yang dijalankan bersama dengan metode Newton-Rhapson dalam perhitungan aliran daya untuk menentukan parameter letak dan ukuran optimal perangkat elektronika daya pada bus-bus gardu induk tenaga listrik berdasarkan batas tegangan dan rugi-rugi daya terkecil pada saluran transmisi. Jaringan transmisi sumbagut 150 KV akan disimulasikan dalam software ETAP yang dijalankan dengan metode Newton Rhapson untuk menampilkan aliran dayanya. Hasil aliran daya yang sudah disimulasikan akan diamati dan selanjutnya dijalankan program pencarian genetika untuk menentukan lokasi pemasangan SVC yang paling optimal untuk menginjeksikan atau mengabsorbsi daya reaktif dalam jaringan transmisi. Hasil pencarian program GA akan menghasilkan info lokasi pemasangan SVC yang selanjutnya akan dipasang dalam grid (jaringan) Sumbagut. Setelah dipasang akan disimulasikan kembali aliran daya jaringan transmisi dan ditampilkan hasil load flow (aliran daya) setelah


(6)

pemasangan SVC dan dibandingkan dengan aliran daya sistem tanpa pemasangan SVC.

ETAP merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat melakukan penggambaran Single Line Diagram (SLD) secara grafis dan mengadakan bebarapa analisis/studi yakni load flow (aliran daya), short circuit analysis

(hubung singkat), motor starting, harmonisa, transient stability, protective device coordination, dan lain-lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bekerja dengan ETAP adalah :

 One Line Diagram, menunjukkan hubungan antar komponen/peralatan listrik sehingga membentuk suatu sistem kelistrikan.

 Library, informasi mengenai semua peralatan yang akan dipakai dalam sistem kelistrikan. Data elektris maupun mekanis dari peralatan yang detail/lengkap dapat mempermudah dan memperbaiki hasil simulasi/analisis. Standar yang dipakai, biasanya mengacu pada standar IEC atau ANSII, frekuensi sistem dan metode-metode yang dipakai.

 Study Case, berisikan parameter-parameter yang berhubungan dengan metode studi yang akan dilakukan dan format hasil analisis.

Pada skripsi ini fitur ETAP yang digunakan untuk simulasi adalah fitur load flow . Program load flow digunakan untuk menyelidiki stabilitas tegangan dalam aliran daya sistem transmisi selama pemasangan SVC dan tanpa pemasangan SVC. Untuk dapat menggunakan fitur ini dibutuhkan beberapa data, yaitu :

 Generator, berupa rating, impedansi.

 Data parameter saluran transmisi, berupa jenis konduktor, impedansi, jarak konduktor

 Data beban


(7)

4.2 Simulasi Sistem Tenaga Listrik PLN Sumbagut 150 KV PT PLN (Persero)

Simulasi dilakukan dalam jaringan transmisi Sumbagut 150 KV yang mendapat suplai dari berbagai pembangkit yang tersebar dalam jaringan tersebut. Single line diagram digambarkan ke dalam software ETAP yang selanjutnya disimulasikan untuk menampilkan hasil aliran daya. Dalam pengerjaan gambar satu garis diperlukan data-data masukan seperti data generator, data beban, data saluran, dan data transformator yang terpasang diseluruh jaringan PLN Sumbagut 150 KV. Jaringan transmisi ini tersebar disepanjang provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Terdapat kurang lebih 21 pembangkit yang menyuplai energi listrik untuk wilayah Sumbagut pada 45 bus beban yang terpasang melalui data saluran transmisi tegangan 150 KV yang diperoleh dari data PLN (Persero) UPT dan UPB Sumbagut Medan, yang selanjutnya disimulasikan ke dalam software ETAP.

Dalam aliran daya sistem transmisi sumbagut seluruh beban dalam diagram satu garis 45 bus pada ETAP telah di-lumped load kan. Selain itu dalam fitur ETAP menyediakan fitur Typical Data, yaitu sistem generalisasi data masukan sehingga data yang dimasukkan dalam simulasi tidak harus data real. Karena ETAP 12.6 mengacu pada standar IEC dan ANSII sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Berikut aliran daya sistem jaringan sumbagut 150 KV yang disimulasikan dalam ETAP tanpa pemasangan SVC;


(8)

(9)

Proses simulasi di dalam software ETAP ditampilkan nilai losses, faktor daya,

drop voltage dari setiap terminal bus jaringan sumbagut. Secara teori nilai perhitungan faktor daya dirumuskan dalam persamaan :

Dimana, PF : Faktor Daya (cos φ) P : Daya Aktif (Watt) Q : Daya Reaktif (Var)

Sehingga nilai faktor daya untuk bus 1 (Banda Aceh) dengan nilai P = 91 MW dan Q = 72 adalah;

Diperoleh nilai faktor daya Bus 1 Banda Aceh secara perhitungan manual sebesar 0.784, sedangkan nilai standar yang diharapakan nilai faktor daya >= 0.8, untuk itu pada bus ini perlu diinjeksikan daya reaktif untuk memperbaiki nilai faktor daya. Perbaikan faktor daya dalam tugas akhir ini dengan memasang SVC ke dalam sistem jaringan, yang berfungsi menginjeksikan/ mengabsorbsi daya reaktif. Dengan perlakuan yang sama untuk menampilkan nilai faktor daya pada setiap bus terminal disimulasikan dengan software ETAP. Berikut nilai hasil simulasi;


(10)

Gambar 4.2 Hasil Simulasi Aliran Daya pada Software ETAP

Salah satu keunggulan software ETAP, kita bisa eksport data hasil simulasi ke dalam format (bentuk) Microsoft Excel sehingga dapat dilampirkan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1. Beberapa nilai hasil simulasi ETAP;

Tabel 4.1 Hasil Simulasi ETAP pada transmisi Sumbagut 150 KV

No Bus

Rating KVA

Rated

Kv kW kvar Amp % PF

% Voltage 1 Banda Aceh 116039 150 88000 69626 472.6 78.42 91.39 2 Sigli 61612 150 48341 34805 251 81.15 91.33 3 Bireun 58898 150 43480 36716 240.3 76.4 91.16 4 Lhokseumawe 58524 150 47323 30905 238.9 83.73 91.04 5 Idie 30000 150 23172 17379 122.6 80 90.97 6 Langsa 30529 150 25101 15446 124.7 85.17 90.94 7 Tualang cut 27659 150 20270 17374 113.1 75.93 90.9 8 Pangkalan

Brandan 60000 150 46336 34751 245.2 80 90.92 9 Binjai 106508 150 84958 57925 435.2 82.62 90.95

10 Belawan 0 150 0 0 0 0 91.06

11 Labuhan 80994 150 65653 42481 330.9 83.96 90.96 12 Lamhotma 20591 150 17380 9656 84.11 87.42 90.98 13 Paya pasir 58600 150 45338 33762 239.8 80.2 90.73 14 Mabar 195420 150 152324 110868 800.6 80.85 90.58


(11)

15 Paya Geli 176816 150 134997 104140 724.1 79.18 90.63 16 Glugur 121606 150 94468 69404 498.3 80.59 90.54 17 Namurambe 61612 150 48183 34692 252.6 81.15 90.46 18 Titi Kuning 184835 150 144513 104049 758.2 81.15 90.39 19 Gis Listrik 108227 150 84754 60676 444.2 81.31 90.31 20 Berastagi 52431 150 41417 28895 215.2 82.01 90.33 21 Renun 79551 150 63181 43340 326.5 82.46 90.31 22 Sidikalang 18868 150 15409 9631 77.46 84.8 90.29 23 Tele 9434 150 7704 4815 38.73 84.8 90.28 24 Tarutung 20000 150 15408 11555 82.12 80 90.28 25 Porsea 21101 150 16372 12038 86.63 80.57 90.29 26 Pematang

Siantar 93005 150 72199 52946 382.1 80.64 90.18 27 Gunung Para 33287 150 26950 17325 136.8 84.12 90.14 28 Tebing Tinggi 117324 150 93367 63527 482.2 82.68 90.15 29 Perbaungan 63762 150 50078 35536 261.8 81.55 90.29 30 Sei rotan 97026 150 77112 52918 397.6 82.45 90.53 31 KIM 184024 150 143544 104045 755 80.97 90.38 32 Denai 61612 150 48179 34689 252.7 81.15 90.44 33 Tanjung

Morawa 59405 150 46254 33726 243.6 80.8 90.45 34 Kualanamu 60000 150 46246 34684 246.1 80 90.4 35 Kuala

Tanjung 197041 150 153904 110618 810.8 81.2 89.97 36 Kisaran 108167 150 86553 57702 445.3 83.21 89.92 37 Aek Kanopan 18028 150 14426 9617 74.21 83.21 89.92 38 Rantau prapat 54588 150 43284 29721 224.6 82.44 89.96 39 Gunung tua 9862 150 8177 4810 40.57 86.19 90.01 40 Padang

sidempuan 53254 150 42340 28867 219 82.62 90.07 41 Martabe 47170 150 38500 24062 193.9 84.8 90.14 42 Sibolga 17493 150 14445 8667 71.83 85.75 90.27 43 Sipan

Sipahoras 1 0 150 0 0 0 0 90.27

44 Sipan

Sipahoras 2 0 150 0 0 0 0 90.27

45 Labuhan


(12)

Dari hasil simulasi terdapat 4 bus beban yang memiliki nilai faktor daya dibawah 80%. Untuk perbaikan faktor daya tersebut perlu dipasang SVC untuk perbaikan nilai faktor daya.

Gambar 4.3 Grafik power factor dan % voltage hasil simulasi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45

Diagram Power Factor dan Tegangan

% PF % Voltage


(13)

4.3 Optimasi Pemasangan Lokasi SVC dengan metode Genetic Algorithm

Teknik Penyandian disini meliputi penyandian meliputi gen dan kromosom. Gen merupakan bagian dari kromosom. Satu gen biasanya akan mewakili 1 variabel.

Algoritma Genetik khususnya diterapkan sebagai simulasi komputer dimana sebuah populasi representasi abstrak (disebut kromosom) dari solusi-solusi calon (disebut individual) pada sebuah masalah optimisasi akan berkembang menjadi solusi yang lebih baik. Secara tradisional, solusi-solusi dilambangkan dalam biner sebagai string '0' dan '1', walaupun dimungkinkan juga penggunaan penyandian (encoding) yang berbeda. Evolusi dimulai dari sebuah populasi individual acak yang lengkap dan terjadi dalam generasi-generasi. Dalam tiap generasi, kemampuan keseluruhan populasi dievaluasi, kemudian multiple individuals dipilih dari populasi sekarang (current)

tersebut secara stochastic (berdasarkan kemampuan mereka), lalu dimodifikasi (melalui mutasi atau rekombinasi) menjadi bentuk populasi baru yang menjadi populasi sekarang (current) pada iterasi berikutnya dari algoritma.

Pengerjaan program coding optimasi GA pada matlab dijalankan dengan bahasa pemrograman bahasa C yang diadaptasi ke dalam program matlab. Jadi inputan program coding nya menggunakan sistem program yang sama juga seperti halnya yang terdapat pada masukan (perintah) dalam bahasa pemrograman

Bahasa C.

Coding Simulasi :

JumKrom=20; %20 JumGen=45;%19 pcross=0.9; pmut=0.1;

Fit=zeros(JumKrom,1);

Induk=zeros(JumKrom,JumGen,2); jfot=0;

MaxIterasi=100;

best=zeros(1,MaxIterasi); ulang=0;

best(MaxIterasi)=180; %Iterasi

while ulang<160; ulang=ulang+1; if ulang==2


(14)

break end %Kromosom Krom=rand(JumKrom,JumGen,2); for I=1:JumKrom, for J=1:JumGen if Krom(I,J,1)<0.5 Krom(I,J,1)=0; Krom(I,J,2)=0; else Krom(I<J,1)=1; a=rand(1)*40; b=round(a); Krom(I,J,2)=b*10; end end end %Iterasi Iterasi=0; c=0; while Iterasi<MaxIterasi; Iterasi=Iterasi+1; z=0; JFit=0; for l=1:JumKrom,

%DATA SYSTEM 45 BUS

MVAdasar=max(xlsread('data2.xlsx','Sheet1','N4:N48'));%2800 accuracy=0.001;%0.001

maxiter=100; accel=1.2;

% No Kode Teg Sudut Pembebanan Pembangkitan Injeksi

% Bus Bus Mag. Deg. MW MVar MW MVar Qmin Qmax MVar

databus=xlsread('data2.xlsx','Sheet1','E4:O48'); datasaluran=xlsread('data2.xlsx','Sheet2','D3:I85');

%Analisis Aliran Daya Menggunakan Metode Newton-Rhapson j=sqrt(-1);i=sqrt(-1); nl=datasaluran(:,1); nr=datasaluran(:,2); R=datasaluran(:,3); X=datasaluran(:,4); Bc=j*datasaluran(:,5); a=datasaluran(:,6); nbr=length(datasaluran(:,1)); nbus=max(max(nl),max(nr)); Z=R+j*X; y=ones(nbr,1)./Z; %Perulangan for n=1:nbr if a(n)<=0 a(n)=1; else


(15)

end

Ybus=zeros(nbus,nbus); %initialisasi Ybus

% pembentukan elemen off diagonal for k=1:nbr; Ybus(nl(k),nr(k))=Ybus(nl(k))-y(k)/a(k); Ybus(nr(k),nl(k))=Ybus(nl(k),nr(k)); end end

% Pembentukan elemen diagonal for n=1:nbus for k=1:nbr if nl(k)==n Ybus(n,n)=Ybus(n,n)+y(k)/(a(k)^2)+Bc(k); elseif nr(k)==n Ybus(n,n)=Ybus(n,n)+y(k)+Bc(k); else, end end end %Clear Pgg clear Pgg

ns=0;ng=0;Vm=0;delta=0;yload=0;deltad=0; nbus=length(databus(:,1)); for k=1:nbus n=databus(k,1); kb(n)=databus(k,2); Vm(n)=databus(k,3); delta(n)=databus(k,4); Pd(n)=databus(k,5); Qd(n)=databus(k,6); Pg(n)=databus(k,7); Qg(n)=databus(k,8); Qmin(n)=databus(k,9); Qmax(n)=databus(k,10); Qsh(n)=Krom(l,k,2); if Vm(n)<=0 Vm(n)=1.0;V(n)=1+j*0; else delta(n)=pi/180*delta(n); V(n)=Vm(n)*(cos(delta(n))+j*sin(delta(n))); P(n)=(Pg(n)-Pd(n))/MVAdasar; Q(n)=(Qg(n)-Qd(n)+Qsh(n))/MVAdasar; S(n)=P(n)+j*Q(n); end end %Perulangan for k=1:nbus if kb(k)==1, ns=ns+1; else, end if kb(k)==2, ng=ng+1; else,end ngs(k)=ng;


(16)

nss(k)=ns; end Ym=abs(Ybus); t=angle(Ybus); m=2*nbus-ng-2*ns; maxerror=1;converge=1; iter=0; %Clear

clear A DC J DX

while maxerror>=accuracy && iter<=maxiter for i=1:m

for k=1:m

A(i,k)=0; %Initialisasi matriks Jacobian end end iter =iter+1; for n=1:nbus nn=n-nss(n); lm=nbus+n-ngs(n)-nss(n)-ns; J11=0;J22=0;J33=0;J44=0; for i=1:nbr

if nl(i)==n | nr(i)==n if nl(i)==n, l=nr(i); end if nr(i)==n, l=nl(i); end J11=J11+Vm(n)*Vm(l)*Ym(n,l)*sin(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); J33=J33+Vm(n)*Vm(l)*Ym(n,l)*cos(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); % if kb(n)~=1 J22=J22+Vm(l)*Ym(n,l)*cos(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); J33=J33+Vm(l)*Ym(n,l)*sin(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); else end

if kb(n)~=1 && kb(l)~=1

lk=nbus+l-ngs(l)-nss(l)-ns; ll=l-nss(l);

% elemen off diagonal untuk J1

A(nn,ll)=-Vm(n)*Vm(l)*Ym(n,l)*sin(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); if kb(l)==0

% elemen off diagonal untuk J2

A(nn,lk)=Vm(n)*Ym(n)*cos(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); end

if kb(n)==0


(17)

A(lm,ll)=-Vm(n)*Vm(l)*Ym(n,l)*cos(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); end

if kb(n)==0&&kb(l)==0

%element off diagonal untuk J4 A(lm,lk)=-Vm(n)*Ym(n,l)*sin(t(n,l)-delta(n)+delta(l)); end else, end else, end end Pk=Vm(n)^2*Ym(n,n)*cos(t(n,n))+J33; Qk=-Vm(n)^2*Ym(n,n)*sin(t(n,n))-J11; if kb(n)==1 P(n)=Pk;Q(n)=Qk; end

%Swing bus P if kb(n)==2 Q(n)=Qk; if Qmax(n)~=0 Qgc=Q(n)*MVAdasar+Qd(n)-Qsh(n); if iter<=100 if iter>2 if Qgc<Qmin(n), Vm(n)=Vm(n)+0.01; elseif Qgc>Qmax(n), Vm(n)=Vm(n)-0.01; end else, end else, end else, end end if kb(n)~=1

A(nn,nn)=J11; %elemen diagonal untuk J1 DC(nn)=P(n)-Pk;

end

if kb(n)==0

A(nn,lm)=2*Vm(n)*Ym(n,n)*cos(t(n,n))+J22; % elemen diag J2

A(lm,nn)=J33; %elemen diagonal untuk J3 A(lm,lm)=-2*Vm(n)*Ym(n,n)*sin(t(n,n))-J44; %elemen diag J4

DC(lm)=Q(n)-Qk; end end %%% DX=A\DC'; for n=1:nbus nn=n-nss(n); lm=nbus+n-ngs(n)-nss(n)-ns; if kb(n)~=1 delta(n)=delta(n)+DX(nn); end if kb(n)==0 Vm(n)=Vm(n)+DX(lm); end


(18)

end

maxerror=max(abs(DC));

if iter==maxiter && maxerror>accuracy

fprintf('\nSolusi tidak konvergen setelah iterasi')

fprintf('%g',iter),fprintf('iterasi.\n\n') fprintf('Tekan enter dan cetak hasil\n') converge=0;pause, else, end

end

if converge~=1

tech=('SOLUSI TIDAK KONVERGEN');else,

tech=('Aliran Daya menggunakan metode Newton-Rhapson'); end V=Vm.*cos(delta)+j*Vm.*sin(delta); deltad=(180/pi)*delta; i=sqrt(-1); k=0; for n=1:nbus if kb(n)==1 k=k+1; S(n)=P(n)+j*Q(n); Pg(n)=P(n)*MVAdasar+Pd(n); Qg(n)=Q(n)*MVAdasar+Qd(n)-Qsh(n); Pgg(k)=Pg(n); Qgg(k)=Qg(n); elseif kb(n)==2 k=k+1; S(n)=P(n)+j*Q(n); Qg(n)=Q(n)*MVAdasar+Qd(n)-Qsh(n); Pgg(k)=Pg(n); Qgg(k)=Qg(n); end yload(n)=(Pd(n)-j*Qd(n)+j*Qsh(n))/(MVAdasar*Vm(n)^2); end databus(:,3)=Vm';databus(:,4)=deltad'; Pgt=sum(Pg);Qgt=sum(Qg);Pdt=sum(Pd); Qdt=sum(Qd);Qsht=sum(Qsh); disp(tech)

%Cetak Max Power Mismatch

fprintf('Maximum Power Mismatch=%.2g\n',maxerror) fprintf('No Iterasi=%g\n\n',iter)

%Cetak Hasil

head=strvcat('Bus Tegangan Pembebanan

Pembangkitan Injeksi','No. Mag. MW Mvar MW Mvar Mvar');

disp(head) for n=1:nbus

fprintf('%2d',n),

fprintf('\t%6.2f',Vm(n)),

%fprintf('\t%9.1f',deltad(n)), fprintf('\t%6.1f',Pd(n)),

fprintf('%9.1f',Qd(n)), fprintf('%9.1f',Pg(n)), fprintf('%9.1f',Qg(n)),


(19)

fprintf('%10.1f',Qsh(n)), fprintf('\n')

end

%Tampilkan fprintf('\n'), fprintf('Total\t') fprintf('\t%.1f',Pdt), fprintf('\t%.1f',Qdt), fprintf('\t%.1f',Pgt), fprintf('\t%.1f',Qgt), fprintf('\t%.1f\n\n',Qsht)

%Perhitungan Rugi-Rugi Saluran SLT=0;

%Tampilkan fprintf('\n')

fprintf('\t\t\t\tAliran Daya dan Rugi-Rugi\n\n') %fprintf('Saluran Daya pada bus & aliran daya Rugi Saluran Transformer\n')

%fprintf(' dari ke MW Mvar MVA MW Mvar tap\n')

head2=strvcat('Saluran Daya pada bus & aliran daya Rugi Saluran Transformer','dari ke MW Mvar MVA MW Mvar tap');

disp(head2) for n=1:nbus busprt=0; for L=1:nbr;

if busprt==0 %awal %Tampilkan fprintf('\n'),

fprintf('%2d',n),%dari

fprintf('\t%10.2f',P(n)*MVAdasar), %P(n)*MVAdasar

fprintf('\t%10.2f',Q(n)*MVAdasar),

fprintf('\t%10.2f\n',abs(S(n)*MVAdasar)), %fprintf('\n'); busprt=1; else, end if nl(L)==n k=nr(L); ln=(V(n)-a(L)*V(k))*y(L)/a(L)^2+Bc(L)/a(L)^2*V(n); lk=(V(k)-V(n)/a(L))*y(L)+Bc(L)*V(k); Snk=V(n)*conj(ln)*MVAdasar; Skn=V(n)*conj(lk)*MVAdasar; SL=Snk+Skn; SLT=SLT+SL; elseif nr(L)==n k=nl(L); ln=(V(n)-V(k)/a(L))*y(L)+Bc(L)*V(n); lk=(V(k)-a(L)*V(n))*y(L)/a(L)^2+Bc(L)/a(L)^2*V(k); Snk=V(n)*conj(ln)*MVAdasar; Skn=V(k)*conj(lk)*MVAdasar; SL=Snk+Skn; SLT=SLT+SL; else, end


(20)

fprintf('\t%2g',k),

fprintf('\t%9.2f',real(Snk)), fprintf('\t%9.2f',imag(Snk)) fprintf('\t%9.2f',abs(Snk)), fprintf('\t%9.2f',real(SL)), if nl(L)==n & a(L)~=1

fprintf('\t%9.2f',imag(SL)), fprintf('\t%9.2f\n',a(L)), else,fprintf('\t%9.2f\n',imag(SL)) end else, end end end SLT=SLT/2; %Tampilkan

fprintf(' \n'), fprintf(' Total Rugi-Rugi ') fprintf('%9.2f',real(SLT)),fprintf('\t%9.2f

j\n',imag(SLT)) c=c+1; z=z+1; if SLT>160 Fit(l)=0; else Fit(l)=10000/SLT; end JFit=JFit+Fit(l); totloss(z)=SLT; tot(c)=SLT;

clear lk ln SL SLT Skn Snk

end if JFit==0 break end urut=sort(totloss); best(Iterasi)=urut(1); k=0; for i=1:JumKrom, prosen=round(100*Fit(i)/JFit); for j=1:prosen, k=k+1; roulette(k)=i; end end %seleksi for i=1:JumKrom r=round(k*rand); if r==0 r=1; end pilih=roulette(r); for j=1:JumGen Induk(i,j,1)=Krom(pilih,j,1); Induk(i,j,2)=Krom(pilih,j,2); end end sthj=JumKrom/2; anak=Induk; %Kawin Silang for i=1:sthj


(21)

p=rand; if p<pcross

r1=round(JumGen*rand); if r1==0

r1=1; end

r2=round((JumGen-r1)*rand)+r1;

for j=r1:r2 %j merupakan batasan titik kawin silang

anak(2*i-1,j,1)=Induk(2*i,j,1); anak(2*i-1,j,2)=Induk(2*i,j,2); anak(2*i,j,1)=Induk(2*i-1,j,1); anak(2*i,j,2)=Induk(2*i-1,j,2); end

else

for j=1:JumGen

anak(2*i-1,j,1)=Induk(2*i,j,1); anak(2*i-1,j,2)=Induk(2*i,j,2); anak(2*i,j,1)=Induk(2*i-1,j,1); anak(2*i,j,2)=Induk(2*i-1,j,2); end

end end %Mutasi

for i=1 JumKrom; p=rand; if p<pmut

r=round(JumGen*rand); if r==0

r=1; end

anak(i,r,1)=1-anak(i,r,1); if anak(i,r,1)==0

anak(i,r,2)=0; else

a=0;

a=rand(1)*40; b=round(a);

anak(i,r,2)=b*10; end

end end end

for a=1:JumGen

if(Vm(a)<0.95)||(Vm(a)>1.05) best(MaxIterasi)=165; end

end end


(22)

4.4 Aliran daya setelah pemasangan SVC

Pemasangan SVC pada sistem jaringan transmisi berkontribusi memperbaiki nilai faktor daya jaringan, memperbaiki profil tegangan dan mengurangi rugi-rugi daya. Pemasangan satu buah gardu hubung SVC pada lokasi Bus 15 atau Gardu Induk Paya Geli sesuai perhitungan optimasi metoda Genetika Algoritma.

Dari data hasil studi aliran daya pada ETAP dengan pemasangan SVC dipaparkan nilai faktor daya sebelum pemasangan SVC adalah 79.18, dimana nilai tersebut masih berada dibawah nilai ambang batas normal.

Untuk mencapai nilai power faktor normal sebesar 0.85, diperlukan injeksi daya reaktif sebesar:

Tentukan nilai daya semua saat nilai cos α=0.85, adalah:

Saat cos α=0.85, maka nilai sin α adalah arc cos 0.85 yaitu α=31.78 sehingga nilai


(23)

Daya reaktif saat nilai cos 0.85 adalah;

Nilai ∆Q dirumuskan ∆Q=

∆Q=

∆Q=

∆Q=

∆Q=

Dimana nilai ∆Q yang dimaksud dalam perhitungan diatas menjadi acuan rating pengaturan Static Var Compensator yang akan kita masukkan ke dalam simulasi.

Gambar 4.4 Tampilan Input SVC pada ETAP

Selanjutnya program aliran daya yang sudah dipasang SVC coba dijalankan di dalam aliran daya ETAP.


(24)

Gambar 4.5 Hasil Aliran Daya pada ETAP setelah pemasangan SVC

4.5 Perbandingan sebelum pemasangan SVC dengan setelah pemasangan SVC

Perbandingan diagram aliran daya aktif dan daya reaktif serta rugi-rugi daya setelah pemasangan SVC dengan sebelum pemasangan pada jaringan transmisi sumbagut 150 KV.

4.5.1 Daya Aktif

Perbandingan daya aktif sebelum pemasangan SVC dengan setelah pemasangan SVC pada jaringan transmisi sumbagut 150 KV dapat dilihat pada gambar berikut;


(25)

Gambar 4.6 Kurva Aliran Daya Aktif sebelum dan sesudah pemasangan SVC

Dari gambar kurva tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai daya aktif setelah pemasangan SVC cenderung lebih besar karena perubahan daya reaktif saat SVC dipasangkan.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000 180000 B us 1 B us 2 B us 3 B us 4 B us 5 Bus 6 B us 7 B us 8 B us 9 B us 1 1 B us 1 2 B us 1 3 B us 1 4 B us 1 5 B us 1 6 B us 1 7 B us 1 8 B us 1 9 B us 2 0 B us 2 1 B us 2 2 B us 2 3 B us 2 4 B us 2 5 B us 2 6 B us 2 7 B us 2 8 B us 2 9 B us 3 0 B us 3 1 B us 3 2 B us 3 3 B us 3 4 B us 3 5 B us 3 6 B us 3 7 B us 3 8 Bus 3 9 B us 4 0 B us 4 1 B us 4 2 B us 4 5 D a ya A k ti f

Aliran Daya

KW Sebelum KW Sesudah


(26)

4.5.2 Daya Reaktif

Perbandingan daya reaktif sebelum pemasangan dan sesudah pemasangan svc ditampilkan pada gambar berikut;

Gambar 4.7 Gambar Daya Reaktif sebelum dan sesudah pemasangan SVC

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 Bus 1 B us 2 B us 3 B us 4 B us 5 B us 6 B us 7 B us 8 B us 9 B us 1 1 B us 1 2 B us 1 3 B us 1 4 B us 1 5 B us 1 6 B us 1 7 B us 1 8 B us 1 9 B us 2 0 B us 2 1 Bus 2 2 B us 2 3 B us 2 4 B us 2 5 B us 2 6 B us 2 7 B us 2 8 B us 2 9 B us 3 0 B us 3 1 B us 3 2 B us 3 3 B us 3 4 B us 3 5 B us 3 6 B us 3 7 B us 3 8 B us 3 9 B us 4 0 B us 4 1 Bus 4 2 B us 4 5 D a ya R e a k ti f BUS

Aliran Daya

KVAR Sebelum KVAR Sesudah


(27)

62 4. 5. 3 Rugi -r u gi d aya B er ikut ini d ita m p ilk a n nil a i r ug i-rug i da y a se te la h pe m as a n g a n S VC da n s e b e lu m pe m as a n ga n S VC ; (a ) 0

100 200 300 400 500 600 700

Line 1 Line 2 Line 3 Line 4 Line 5 Line 6 Line 7 Line 8 Line 9 Line 10 Line 11 Line 12 Line 13 Line 14 Line 15 Line 16 Line 17 Line 18 Line 19 Line 20 Line 21 Line 22 Line 23 Line 24 Line 25 Line 26 Line 27 Line 28 Line 29 Line 30 Line 31 Line 32 Line 33 Line 34 Line 35 Line 36 Line 37 Line 38 Line 39 Line 40 Line 41 Line 42

Lo

sse

s

(K

W)

S ebel um S V C S es uda h S V C Universitas Sumatera Utara


(28)

(b)

Gambar 4.8 (a) dan (b) Rugi-rugi Daya Aktif

Dari hasil simulasi perhitungan aliran daya aktif pada ETAP diperoleh nilai rugi-rugi sebelum pemasangan SVC sebesar 12.221,2 KW. Sedangakan saat setelah pemasangan SVC nilai rugi-rugi daya aktif menjadi 10.749,9 KW. Artinya total rugi-rugi jaringan mengalami penyusutan sebesar 1.471,3 KW atau dengan kata lain dengan pemasangan SVC nilai rugi-rugi berkurang sebesar 12.04 %.

0 20 40 60 80 100 120 Li ne 4 3 Li ne 4 4 Li ne 4 5 Li ne 4 6 Li ne 4 7 Li ne 4 8 Li ne 4 9 Li ne 5 0 Li ne 5 1 Li ne 5 2 Li ne 5 3 Li ne 5 4 Li ne 5 5 Li ne 5 6 Li ne 5 7 Li ne 5 8 Li ne 5 9 Li ne 6 0 Li ne 6 1 Li ne 6 2 Li ne 6 3 Li ne 6 4 Li ne 6 5 Li ne 6 6 Li ne 6 7 Li ne 6 8 Li ne 6 9 Li ne 7 0 Li ne 7 1 Li ne 7 2 Li ne 7 3 Li ne 7 4 Li ne 7 5 Li ne 7 6 Li ne 7 7 Li ne 7 8 Li ne 7 9 Li ne 8 0 Li ne 8 1 Li ne 8 2 Li ne 8 3

Losses (KW)-Lanjutan

Sebelum SVC Sesudah SVC


(29)

64

(a

)

0

500 1000 1500 2000 2500

Line 1 Line 2 Line 3 Line 4 Line 5 Line 6 Line 7 Line 8 Line 9 Line 10 Line 11 Line 12 Line 13 Line 14 Line 15 Line 16 Line 17 Line 18 Line 19 Line 20 Line 21 Line 22 Line 23 Line 24 Line 25 Line 26 Line 27 Line 28 Line 29 Line 30 Line 31 Line 32 Line 33 Line 34 Line 35 Line 36 Line 37 Line 38 Line 39 Line 40 Line 41 Line 42

Lo

sse

s

(KV

ar

)

S ebel um ad a S V C S es uda h ad a S V C Universitas Sumatera Utara


(30)

(b)

Gambar 4.9 (a) dan (b) Rugi-rugi daya reaktif

Dari hasil simulasi perhitungan aliran daya reaktif pada ETAP diperoleh nilai rugi-rugi sebelum pemasangan SVC sebesar 343.407 KVAR. Sedangakan saat setelah pemasangan SVC nilai rugi-rugi daya reaktif menjadi 283.223,4 KVAR. Artinya total rugi-rugi jaringan mengalami penyusutan sebesar 60.183,6 KVAR atau dengan kata lain dengan pemasangan SVC nilai rugi-rugi berkurang sebesar 17.52 %.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 Li ne 4 3 Li ne 4 4 Li ne 4 5 Li ne 4 6 Li ne 4 7 Li ne 4 8 Li ne 4 9 Li ne 5 0 Li ne 5 1 Li ne 5 2 Li ne 5 3 Li ne 5 4 Li ne 5 5 Li ne 5 6 Li ne 5 7 Li ne 5 8 Li ne 5 9 Li ne 6 0 Li ne 6 1 Li ne 6 2 Li ne 6 3 Li ne 6 4 Li ne 6 5 Li ne 6 6 Li ne 6 7 Li ne 6 8 Li ne 6 9 Li ne 7 0 Li ne 7 1 Li ne 7 2 Li ne 7 3 Li ne 7 4 Li ne 7 5 Li ne 7 6 Li ne 7 7 Li ne 7 8 Li ne 7 9 Li ne 8 0 Li ne 8 1 Li ne 8 2 Li ne 8 3

Losses (KVar)-lanjutan

Sebelum SVC Sesudah SVC


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan dan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini :

1. Hasil optimasi menunjukkan bahwa penerapan SVC bus 15 (Paya Geli) dengan injeksi daya reaktif (-) 21.36 MVAR dapat meningkatkan kinerja sistem dari 0.9063 pu menjadi 0.920 pu.

2. Rugi-rugi daya aktif keseluruhan cabang jaringan transmisi berkurang sebesar 12.04 % dari 12,221 MW menjadi 10,749 MW dan rugi-rugi daya reaktif berkurang sebesar 17.52 % dari 343,407 MW menjadi 283,223 MW.

3. Dengan pemanfaatan metode genetika algoritma yang dioperasikan untuk mengetahui lokasi pemasangan SVC pada sistem aliran daya terbukti berdampak positif dalam pengoptimalan operasional sistem tenaga. Dengan bantuan GA, mempermudah user dalam menentukan lokasi optimal untuk suplai daya reaktif.

5.2 SARAN

Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Menggunakan metode algoritma lain untuk menentukan titik optimum pemasangan lokasi static var compensator pada jaringan transmisi maupun distribusi.

2. Melakukan peninjauan ulang akan hasil penelitian ini dengan meninjau segi ekonomis (biaya).

3. Menganalisis penggunaan peralatan Flexible AC Transmission System lainnya seperti STATCOM (Static Synchronous Compensator), TCSC (Thyristor Controlled Series Capacitor), SSSC (Static Series Synchronous Compensator) dan peralatan FACTS lainnya.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Static VAR Compensator 2.1.1 Teori Dasar

Static VAR Compensator (SVC) adalah perangkat elektronika daya yang disusun secara paralel untuk mengatur aliran daya dan meningkatkan stabilitas transien dari sistem jaringan. Perangkat SVC mengatur tegangan pada masing-masing terminal dengan mengatur jumlah daya reaktif yang diinjeksikan atau diserap dari sistem daya. Saat tegangan sistem rendah, SVC membangkitkan daya reaktif (SVC Kapasitif). Saat tegangan sistem tinggi, SVC menyerap daya reaktif (SVC Induktif). Pengaturan daya reaktif ini dilakukan dengan switching bank kapasitor dan bank induktor 3 fasa yang terhubung pada sisi sekunder transformator. Kondisi on dan off kapasitor bank diatur oleh thyristor switch (Thyristor Switched Capacitor or TSC). Kondisi on dan off reaktor diatur oleh

Thyristor Switch Reactor (TSR) atau Thyristor Controlled Reactor (TCR) [3]. SVC merupakan salah satu jenis perangkat FACTS (Flexible AC Transmission Systems), yaitu perangkat elektronika daya untuk penyaluran sistem arus AC yang dapat digunakan secara fleksibel untuk meningkatkan kualitas penyaluran sistem aliran daya. Perangkat ini bekerja dengan mengkompensasi daya reaktif terhadap jaringan.

Static VAR Compensator (SVC) menyediakan kompensasi fast-acting reactive power pada jaringan transmisi listrik tegangan tinggi. SVC merupakan bagian dari sistem peralatan AC transmisi yang fleksibel, pengatur tegangan dan penstabil sistem. Istilah “static” berdasarkan pada kenyataannya bahwa pada saat beroperasi atau melakukan perubahan kompensasi tidak ada bagian (part) SVC

yang bergerak, karena proses kompensasi sepenuhnya dikontrol oleh sistem elektronika daya [3].

Kebutuhan daya reaktif pada sistem dapat dipasok oleh unit pembangkit, sistem transmisi, reaktor dan kapasitor. Karena kebutuhan daya reaktif pada


(33)

sistem transmisi bervariasi yang disebabkan oleh perubahan beban, komposisi unit pembangkit yang beroperasi, perubahan konfigurasi jaringan, hal ini berdampak pada bervariasinya level tegangan yang paling besar, oleh sebab itu diperlukan sistem kompensasi daya reaktif yang dapat mengikuti perubahan tegangan.

Sistem pengontrolan dan operasi dari perangkat elektronika daya SVC diterangkan dalam diagram blok dibawah ini :

Gambar 2.1 Skema Single Line Diagram dan Diagram Block Sistem Kontrol SVC

Secara umum, SVC terhubung paralel dengan sistem penyaluran (transmisi) namun perangkat SVC tidak langsung terkoneksi dengan tegangan transmisi (tegangan tinggi) melainkan tegangan lebih dulu diturunkan ke level yang lebih rendah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ukuran dan komponen SVC yang akan dipasang. Karena untuk memikul tegangan sistem yang tinggi diperlukan sistem isolasi dan konduktor yang lebih besar sehingga diperlukan biaya yang lebih besar pula. Oleh karena itu, diperlukan trafo sebagai penurun tegangan. Di kondisi lain, misalnya industri, pemasangan secara langsung SVC dengan tegangan sistem dimungkinkan. Hal ini dikarenakan tegangan sistem yang umumnya digunakan pada industri adalah tegangan menengah (20 KV-35 KV). Jadi untuk menghemat biaya para pengguna tidak perlu membeli trafo untuk mengkonversi level tegangan dikarenakan tegangan sistem menengah masih berada pada nilai toleransi perlatan-peralatan SVC. Sehingga perangkat SCV masih mampu untuk memikul tegangan sistem tersebut secara langsung.


(34)

Didalam single line diagram dari sistem kontrol SVC dijelaskan input tegangan dari sistem diukur dengan trafo penurun tegangan yang diukur pada sisi primer dan sisi sekunder trafo. Hasil pengukuran akan dibaca/ dimasukkan ke voltage measurement pada SVC. Hasil pembacaan akan dibandingkan antara Vmeasurement dengan nilai Vref (tegangan referensi) pada voltage regulator, dimana nilai Vref=1. Apabila nilai Vmeas dan Vref tidak sama dengan 1, atau terjadi selisih nilai kedua unit tersebut maka SVC akan bekerja (operasi). Distribution unit akan mengirimkan nilai sudut penyalaan untuk selanjutnya disinkronisasi nilai sekunder dan primer tegangan. Kemudian synchronizing unit akan membangkitkan pulse generator ke thyristor, yang berfungsi mengirimkan sinyal pulsa ke thyristor untuk bekerja mengoperasikan bank kapasitor atau induktor, dan SVC pun bekerja menginjeksikan/ menyerap daya reaktif terhadap sistem.

SVC dipaparkan sebagai suatu konsep baru yang terpadu berdasarkan

switching elektronika daya dan pengendali dinamis untuk meningkatkan pemanfaatan sistem dan kapasitas transfer daya seperti stabilitas, keamanan, keandalan dan kualitas daya sistem interkoneksi AC. SVC akan menginjeksi arus induktif atau menarik arus kapasitif tergantung pada keadaan. SVC sudah digunakan sebagai solusi untuk pengaturan tegangan dan kompensasi daya reaktif secara cepat dengan menaikkan kemampuan transfer daya dalam sistem tenaga. Berikut merupakan gambar dari skema SVC.

Xl

Xc

Thyristor


(35)

SVC merupakan reaktansi variabel terhubung shunt yang membangkitkan atau menyerap daya reaktif untuk mengatur besar tegangan pada titik koneksi. SVC dipersiapkan untuk menyediakan daya reaktif dan pengaturan tegangan dengan cepat yang mana biasanya terhubung dengan bus yang memikul beban besar. Berikut ini merupakan model SVC.

Vk

Isvc

Bsvc

Gambar 2.3 Model SVC

Dari Gambar 2.3 di atas, arus yang ditarik oleh SVC dapat dituliskan dengan persamaan:

ISVC = jBSVCVk (2.1) Di mana: Vk = tegangan terminal pada bus k

BSVC = suseptansi SVC

Sedangkan daya reaktif yang diinjeksi pada bus k adalah:

Qk = - Vk2 BSVC (2.2)

SVC memiliki karakteristik tegangan terminal dan arus yang dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.4 berikut ini.


(36)

Total SVC Current

IL Max IC Max

Vmin Vmax

Vref

Voltage

∆VLMax ∆VCMax

Gambar 2.4 Karakteristik V-I dari SVC Slope dari kurva V-I pada gambar di atas adalah:

Slope =

=

(2.3)

Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa Vref merupakan tegangan SVC

ketika ISVC = 0. Vref tegangan referensi di mana SVC tidak menyerap atau

menginjeksi daya reaktif. Dalam prakteknya, tegangan referensi memiliki toleransi ± 10%. SVC mengakibatkan dampak berupa adanya respon terhadap variasi tegangan, sehingga tegangan terminal VT dapat dituliskan sebagai berikut :

VT = Vref + XSVC ISVC (2.4)

Vmin =

(2.5)

Vmax =

(2.6)

Di mana: VT = tegangan terminal SVC (VSVC)

XSVC = slope reaktansi

ISVC = arus dari simpul SVC


(37)

= –

Dari Gambar 2.4 tersebut, dapat dilihat ada tiga daerah operasi SVC :

i. Control Region

Vmin < VSVC < Vmax , ICmax < ISVC < ILmax

ii. Capasitive Limit

VSVC < Vmin , BSVC = BC

iii. Inductive Limit

VSVC > Vmax , BSVC = – (BL– BC)

Di mana: BL = = max[BTCR]

Ketiga daerah operasi SVC tersebut dapat dimodelkan rangkaian ekivalennya seperti Gambar 2.5 berikut ini:

AC ESVC VSVC

ISVC

Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen SVC

Parameter-parameter pada rangkaian di atas tergantung pada daerah operasi SVC, yang dapat dituliskan sebagai berikut:

Region (i): ̂SVC = VrefϕSVC, XSVC = K (2.7)

Di mana: K merupakan karakteristik kontrol dalam control region


(38)

Region (ii): ̂SVC = 0, XSVC = –

(2.8)

Region (iii): ̂SVC = 0, XSVC =

(2.9)

Sedangkan rangkaian ekivalen dari suatu SVC yang telah dipasang pada jaringan listrik dapat digambarkan sebagai berikut:

AC AC

jXSVC

Zeq

VSVC

ϕ

SVC

ESVC Veq

ISVC

Gambar 2.6.a Rangkaian ekivalen suatu jaringan yang telah dipasang SVC

Dari Gambar 2.6, dapat dihitung arus SVC sebagai:

̂SVC = ̂ ̂

(2.10)

Sedangkan besar tegangan terminal SVC adalah:

VS = | ̂SVC | = | ̂SVC + j ̂SVCXSVC | (2.11)

Dari persamaan (2.8) dan (2.9), tegangan SVC dapat ditulis menjadi:

̂SVC = ( 1 - ̂ ) ̂eq + ̂ ̂SVC (2.12)

Di mana: ̂ =

= Aα (2.13)

SVC dapat dengan cepat memberikan supply daya reaktif yang diperlukan dari sistem sehingga besarnya tegangan pada gardu induk dapat dipertahankan sesuai dengan standar yang diizinkan. Kestabilan tegangan pada gardu induk akan


(39)

meningkatkan kualitas tegangan yang sampai ke konsumen, mengurangi losses

dan juga dapat meningkatkan kemampuan penghantar untuk mengalirkan arus [3]. Produk manufaktur SVC yang ada di pasaran umumnya menampilkan nameplate barang yang berisi spesifikasi produk dari perangkat SVC tersebut. Dalam spesifikasi tersebut ditampilkan besar tegangan sistem berapa saja yang dapat dipikul oleh perangkat SVC, nilai kapasitas daya reaktif yang dapat dihasilkan (-100% - +100%), tercantum juga standar produk yang diakui oleh badan standarisasi seperti ISO9001.

Gambar 2.6.b Contoh Nameplate Produk SVC

Aplikasi pemakaian SVC sudah cukup banyak dipakai dalam sistem kelistrikan dunia di USA, Canada, Australia, Mexico, termasuk Indonesia. Di Indonesia pemakaian SVC sudah ada diterapkan dibeberapa lokasi salah satunya pada kota Jember yang memakai perangkat SVC dengan rating -25/50 MVar dengan tegangan sistem 120 KV.

Gambar 2.6.c Nameplate Produk SVC lokasi Jember

Kondisi pada tugas akhir ini disimpulkan bahwa injeksi daya reaktif 25 MVar pada bus 15 Paya Geli dapat meningkatkan efisiensi aliran daya.


(40)

Secara lebih rinci fungsi SVC adalah [3] : 1. Meningkatkan kapasitas sistem transmisi. 2. Kontrol tegangan.

3. Reaktif kontrol power/ reaktif kontrol aliran power.

4. Penurunan dan atau pembatasan frekuensi overvoltage power disebabkan

load rejection

5. Memperbaiki stabilitas jaringan AC.

6. Mencegah terjadinya ketidakstabilan tegangan.

Berdasarkan penggunaanya sekarang ini dalam sistem jaringan transmisi terdapat 2 tipe SVC :

1. Fixed Capacitor-Thyristor Controlled Reactor (FC-TCR)

2. Thyristor Switched Capacitor-Thyristor Controlled Reactor (TSC-TCR)

Tipe yang kedua lebih fleksibel dibanding tipe 1 dan memerlukan rating yang lebih kecil dan menghasilkan harmonisa yang kecil [3].

2.1.2 Bentuk gelombang dari response dinamik SVC terhadap perubahan tegangan

Bentuk respon dinamik operasi perangkat SVC dapat dijelaskan dengan

simulink matlab, bagaimana SVC menghasilkan nilai B (suseptansi) bergantung pada nilai tegangan termina bus. Saat Vactual turun maka SVC merespon dengan menghasilkan nilai suseptansi positif untuk menjaga nilai tegangan terminal tetap berada pada batas toleransi +5% dan -10%. Dan saat tegangan sistem mengalami kenaikan, SVC akan merespon dengan menghasilkan nilai suseptansi negative agar tegangan sistem dapat turun ke kondisi normal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.


(41)

Gambar 2.7 Blok Menu Diagram daya SVC pada Matlab

(a)


(42)

(c)

Gambar 2.8 (a) Respon Dinamik SVC, (b) Suseptansi (B), (c) Vactual dan Vmeas

Pada Gambar 2.8 dijelaskan respon dinamik perangkat SVC merespon keadaan tegangan sistem yang naik turun. Keterangan nilai Vactual menjelaskan nilai tegangan standar yang menjadi nilai normal tegangan sistem saat tidak mengalami gangguan. Dan nilai Vmeasurement menjelaskan besar nilai tegangan pengukuran yang dibaca oleh perangkat SVC. Pada Gambar 2.8.b ditampilkan bahwa nilai Vactual dan nilai Vmeasurement sedikit berbeda, hal ini disebabkan karena pada alat ukur SVC terdapat alat metering yang memiliki nilai tahanan dalam. Akibat pengaruh tahanan dalam tersebut mengakibatkan nilai pembacaan tegangan dengan nilai tegangan standar nya sedikit berbeda seperti yang ditampilkan pada grafik diatas.

Saat nilai tegangan sistem mengalami penurunan pada saat t=0.1 sekon, maka perangkat SVC merespon dengan membangkitkan nilai SVC bernilai positif untuk menaikkan tegangan sistem yang turun kembali ke keadaan normal ataupun mendekati keadaan normal sesuai nilai toleransi standarnya. Pada saat t=0.4 sekon nilai tegangan sistem mendadak mengalami kenaikan, maka perangkat SVC merespon dengan membangkitkan nilai suseptansi bernilai negative atau dengan kata lain SVC mengabsorbsi daya reaktif dari sistem. Dengan menghasilkan nilai suseptansi bernilai negative mengakibatkan tegangan yang dibaca pada sistem akan mengalami penurunan sehingaa kembali ke keadaan standar atau normalnya.


(43)

Dalam analisis aliran daya, penerapan SVC pada gardu induk tenaga listrik dimodelkan sebagai bus PV dengan batas daya reaktif. SVC dimodelkan sebagai sebuah Thyristor-Controlled Reactor dan Thyristor Switched Capacitor (TCR-TSC), yang dimodelkan sebagai bus PV dengan tiga buah kapasitor dan reaktor paralel, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Sedangkan model SVC controller untuk mengendalikan operasi SVC dalam stabilitas steady state dan dinamik tersebut.


(44)

(45)

Adapun ilustrasi bentuk gelombang dari response dinamik SVC terhadap tahapan perubahan tegangan terminal seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10.

Pada t=0.1 s, secara tiba-tiba tegangan meningkat menjadi 1.025 pu. SVC bereaksi dengan menyerap daya reaktif (Q=-95 Mvar) untuk membawa tegangan kembali ke 1.010 pu. Pada 95% waktu penyelesaian adalah sekitar 135 ms. Pada titik ini semua TSC berada diluar operasi dan TCR hamper pada konduksi penuh (α=94 derajat).

Pada t=0.4 sekon, sumber tegangan secara tiba-tiba diturunkan menjadi 0.93 pu. SVC bereaksi dengan menghasilkan daya reaktif sebesar 256 MVar, sehingga meningkatkan tegangan 0.974 pu. Pada titik ini tiga TSC berada dalam operasi dan TCR menyerap sekitar 40% dari nominal daya reaktif (α=120 derajat).

2.2 Genetic Algorithm

Masalah optimasi akhir-akhir ini berkembang cepat, terutama di bidang kontrol. Untuk membahas masalah ini, penulis akan mengacu ke sebuah metode yang dapat melaksanakan tugas secara optimal. Untuk beberapa masalah, metode optimasi dapat digunakan pada algoritma probabilitas dengan baik. Metode probabilitas tidak menjamin harga optimum, tetapi dengan probabilitas secara acak, kesalahan dapat dibuat sekecil mungkin [4].

Genetic Algorithm (GA) atau dalam bahasa Indonesia Algoritma Genetika adalah teknik pencarian komputerisasi yang digunakan untuk menemukan penyelesaian perkiraan optimasi dan masalah pencarian. Algoritma genetik adalah kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti warisan, mutasi, seleksi alam dan rekombinasi (crossover) [8].

Genetika algoritma memiliki 3 kebiasaan pada masing-masing tahap untuk menciptakan generasi baru dari populasi yang lama :

1. Seleksi Alam : memilih individu, yang disebut induk, yang berkontribusi untuk populasi generasi berikutnya.


(46)

2. Crossover (Kawin Silang) : mengkawinsilangkan 2 individu induk yang berbeda sifat menjadi bentuk turunan yang baru (anak) sebagai generasi berikutnya.

3. Mutasi : menerapkan perubahan secara acak dari sel induk menjadi bentukan berbeda pada sel anak

Algoritma Genetik pertama kali dikembangkan oleh John Holland pada tahun 1970-an di New York, Amerika Serikat. Dia beserta murid-murid dan teman kerjanya menghasilkan buku berjudul "Adaption in Natural and Artificial Systems" pada tahun 1975 [6][7].

Algoritma Genetik khususnya diterapkan sebagai simulasi komputer dimana sebuah populasi representasi abstrak (disebut kromosom) dari solusi-solusi calon (disebut individual) pada sebuah masalah optimisasi akan berkembang menjadi solusi yang lebih baik. Secara tradisional, solusi-solusi dilambangkan dalam biner sebagai string '0' dan '1', walaupun dimungkinkan juga penggunaan penyandian (encoding) yang berbeda. Evolusi dimulai dari sebuah populasi individual acak yang lengkap dan terjadi dalam generasi-generasi. Dalam tiap generasi, kemampuan keseluruhan populasi dievaluasi, kemudian multiple individuals dipilih dari populasi sekarang (current)

tersebut secara stochastic (berdasarkan kemampuan mereka), lalu dimodifikasi (melalui mutasi atau rekombinasi) menjadi bentuk populasi baru yang menjadi populasi sekarang (current) pada iterasi berikutnya dari algoritma [5][7].

Dalam proses optimasi GA terdapat fungsi Fitness, yang merupakan nilai fungsi yang ingin dioptimalkan sebagai standar algoritma yang dikenal sebagai fungsi objektif. Dan toolbox ini dapat diatur untuk mencari nilai fitness function yang paling minimum dalam software Matlab.

Untuk mendapat nilai fitness function terdapat juga nilai individual yang merupakan nilai yang digunakan untuk mencapai fitness function. Sebagai contoh, jika fitness function adalah:

Vektor (2, -3, 1) adalah variabel dari problem diatas yang dinamakan dengan individu, maka total individu dari fungsi fitness adalah 51.


(47)

Suatu individu terkadang dijelaskan sebagai suatu genetika dan nilai vektor masukan suatu individu disebut gen.

GA merupakan teknik optimasi global yang mampu menghitung penempatan dan menentukan ukuran dari bank kapasitor ataupun reactor shunt pada kondisi sinusoidal. GA memulai pembagian populasi dari solusi yang berpotensi. Hal itu memungkinkan eksplorasi dari beberapa harga optimum paralel, dan memperkeci kemungkinan pencarian pada local optimum [8].

Meskipun proses GA bersifat probabilistik, GA tidak melakukan pencarian acak secara total. Operator stokastik yang digunakan pada populasi mengarahkan pencarian pada region hyperspace (menjunjung asas konvergensi) yang akan menghasilkan nilai fitness yang lebih pantas [1].

Algoritma genetik yang umum menyaratkan dua hal untuk didefinisikan: 1. Representasi genetik dari penyelesaian

2. Fungsi kemampuan untuk mengevaluasinya.

Representasi baku adalah sebuah larik bit-bit. Larik jenis dan struktur lain dapat digunakan dengan cara yang sama. Hal utama yang membuat representasi genetik ini menjadi tepat adalah bahwa bagian-bagiannya mudah diatur karena ukurannya yang tetap, yang memudahkan operasi persilangan sederhana. Representasi panjang variabel juga digunakan, tetapi implementasi persilangan lebih kompleks dalam kasus ini. Representasi seperti pohon diselidiki dalam pemrograman genetik dan representasi bentuk bebas diselidiki di dalam HBGA [7].

Fungsi kemampuan didefinisikan di atas representasi genetik dan mengukur kualitas penyelesaian yang diwakili. Fungsi kemampuan selalu tergantung pada masalah. Sebagai contoh, jika pada ransel kita ingin memaksimalkan jumlah benda (obyek) yang dapat kita masukkan ke dalamnya pada beberapa kapasitas yang tetap. Representasi penyelesaian mungkin berbentuk larik bits, dimana tiap bit mewakili obyek yang berbeda, dan nilai bit (0 atau 1) menggambarkan apakah obyek tersebut ada di dalam ransel atau tidak. Tidak setiap representasi seperti ini valid, karena ukuran obyek dapat melebihi


(48)

kapasitas ransel. Kemampuan penyelesaian adalah jumlah nilai dari semua obyek di dalam ransel jika representasi itu valid, atau jika tidak 0. Dalam beberapa masalah, susah atau bahkan tidak mungkin untuk mendefinisikan lambang kemampuan, maka pada kasus ini digunakan IGA [5].

Sekali kita mendefinisikan representasi genetik dan fungsi kemampuan, algoritma genetik akan memproses inisialisasi populasi penyelesaian secara acak, dan memperbaikinya melalui aplikasi pengulangan dengan aplikasi operator-operator mutasi, persilangan, dan seleksi.

Secara sederhana, algoritma umum dari algoritma genetik ini dapat dirumuskan menjadi beberapa langkah, yaitu :

1. Membentuk suatu populasi individual dengan keadaan acak

2. Mengevaluasi kecocokan setiap individual keadaan dengan hasil yang diinginkan

3. Memilih individual dengan kecocokan yang tertinggi

4. Bereproduksi, mengadakan persilangan antar individual terpilih diselingi mutasi

5. Mengulangi langkah 2 - 4 sampai ditemukan individual dengan hasil yang diinginkan.

2.3 Saluran Transmisi

Pusat pembangkit tenaga listrik biasanya letaknya jauh dari tempat-tempat dimana tenaga listrik itu digunakan. Karena itu, tenaga listrik yang dibangkitkan disalurkan melaui penghantar-penghantar dari pusat pembangkit tenaga listrik ke pusat-pusat beban, baik langsung maupun melalui saluran penghubung, yaitu GI.

Saluran transmisi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu : saluran udara (overhead line) dan saluran bawah tanah (underground). Sistem saluran udara menyalurkan tenaga listrik melalui penghantar-penghantar yang digantung pada tiang-tiang transmisi dengan perantaraan isolator-isolator, sedangkan sistem saluran bawah tanah menyalurkan tenaga listrik melalui kabel-kabel bawah tanah.


(49)

Tenaga listrik ini dapat disalurkan dengan beberapa tegangan nominal. Berdasarkan dokumen IEC (International Electrotechnical Commission) 60038, tegangan transmisi dapat dikelompokkan menjadi : tegangan menengah (1kV-35kV), tegangan tinggi (35kV – 230 kV) dan tegangan ekstra tinggi (230kV – 800kV) dan tegangan ultra tinggi (di atas 800kV).

Menurut jenis arus yang dialirkan, saluran transmisi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu sistem arus bolak-balik (AC/alternating current) dan sistem arus searah (DC/direct current). Di dalam sistem AC penaikan dan penurunan tegangan mudah dilakukan yaitu dengan menggunakan transformator. Pada sistem ini terdapat AC satu fasa dan tiga fasa. Sistem tiga fasa mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sistem satu fasa karena daya yang disalurkan lebih besar, nilai sesaatnya konstan dan medan magnet putarnya mudah diabaikan. Berhubungan dengan keuntungan-keuntungannya, sistem AC paling banyak digunakan. Namun, sejak beberapa tahun terakhir ini penyaluran arus searah mulai dikembangkan karena, isolasinya lebih sederhana, daya-guna yang tinggi serta tidak ada masalah stabilitas, sehingga dimungkinkan penyaluran jarak jauh. Penyaluran tenaga listrik dengan sistem DC baru dianggap ekonomis bila jarak saluran udara lebih dari 640 km atau saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km [5].

2.4 Karakteristik Listrik dari Saluran Transmisi

Saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga, yaitu resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi [9]. Parameter-parameter ini merupakan salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan saluran transmisi. Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata disepanjang saluran. Sedangkan konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara penghantar-penghantar dari suatu saluran fasa-tunggal atau di antara sebuah penghantar dan netral dari suatu saluran tiga-fasa membentuk admitansi paralel. Dalam perhitungan, rangkaian saluran ekivalen yang dibentuk dari


(50)

parameter-parameter dijadikan satu meskipun resistansi, induktansi dan kapasitansi tersebut terbagi merata di sepanjang saluran.

2.4.1 Resistansi

Resistansi efektif (R) dari suatu penghantar adalah [9]:

(Ω) (2.14)

Dimana P = rugi daya pada penghantar (Watt) I = arus yang mengalir (Ampere) I

Resistansi efektif sama dengan resistansi dari saluran jika terdapat distribusi arus yang merata (uniform) di seluruh penghantar. Distribusi arus yang merata di seluruh penampang suatu penghantar hanya terdapat pada arus searah, sedangkan tidak pada arus bolak-balik (ac).

Resistansi dc dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini

(Ω)

(2.15)

Dimana, = resistivitas penghantar (Ω.m) = panjang penghantar (m) A = luas penampang ( )

Dengan meningkatnya frekuensi arus bolak-balik, distribusi arus makin tidak merata (nonuniform). Peningkatan frekuensi ini juga mengakibatkan tidak meratanya kerapatan arus (current density), disebut juga efek kulit (skin effect).

Untuk penghantar dengan jari-jari yang cukup besar ada kemungkinan terjadi kerapatan arus yang berisolasi terhadap jarak radial dari titik-tengah penampang penghantar. Fluks bolak-balik mengimbaskan tegangan yang lebih tinggi pada serat-serat di bagian dalam daripada di sekitar permukaan penghantar, karena fluks yang meliputi serat dekat permukaan penghantar lebih sedikit daripada fluks yang meliputi serat di bagian dalam penghantar. Berdasarkan


(51)

Hukum Lenz, tegangan yang diimbaskan akan melawan perubahan arus yang menyebabkannya, dan meningkatnya tegangan imbas pada serat-serat di bagian dalam menyebabkan meningkatnya kerapatan arus pada serat-serat yang lebih dekat ke permukaan penghantar dan karena itu resistansi efektifnya meningkat. Sehingga dapat dikatakan pada arus bolak-balik arus cenderung mengalir melalui permukaan penghantar.

Perhitungan resistansi total suatu saluran transmisi ditentukan oleh jenis penghantar pabrikan, biasanya pabrikan akan memberikan tabel karakteristik listrik dari penghantar yang dibuatnya, termasuk diantaranya nilai resistansi ac penghantar dalam satuan Ω/km (Standar Internasional) atau Ω/mi (American Standart).

Nilai resistansi juga dipengaruhi oleh suhu, ditunjukkan oleh persamaan berikut [5]

(2.16)

Dimana dan adalah resistansi pada suhu dan , dan adalah koefisien suhu dari resistansi, yang nilainya tergantung dari bahan konduktor.

2.4.2 Induktansi

Induktansi adalah sifat rangkaian yang menghubungkan tegangan yang diimbaskan oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan arus [9]. Persamaan awal yang dapat menjelaskan induktansi adalah menghubungkan tegangan imbas dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian. Tegangan imbas adalah

(2.17)

Dimana : tegangan imbas (volt)

banyaknya fluks gandeng rangkaian (weber-turns)

Banyaknya weber-turns adalah hasil perkalian masing-masing weber dari fluks dan jumlah lilitan dari rangkaian yang digandengkannya.


(52)

Jika arus pada rangkaian berubah-ubah, medan magnet yang ditimbulkannya akan turut berubah-ubah. Jika dimisalkan bahwa media di mana medan magnet ditimbulkan mempunyai permeabilitas yang konstan, banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus, dan karena itu tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus [9],

(2.18) Dimana, = Konstanta kesebandingan = induktansi (H)

= Kecepatan perubahan arus (A/s)

Dari Persamaan 2.17 dan 2.18 maka didapat persamaan umum induktansi saluran dalam satuan Henry, yaitu [9]

(2.19)

dengan i adalah arus yang mengalir pada saluran transmisi dalam satuan ampere (A).

Induktansi timbal-balik antara dua rangkaian didefenisikan sebagai fluks gandeng pada rangkaian pertama yang disebabkan oleh arus pada rangkaian kedua per ampere arus yang mengalir di rangkaian kedua. Jika arus menghasilkan fluks gandeng dengan rangkaian 1 sebanyak , maka induktansi timbal baliknya adalah

(2.20)

Dimana, fluks gandeng yang dihasilkan terhadap rangkaian 1 (Wbt)

= arus yang mengalir pada rangkaian kedua.

Pada saluran tiga fasa induktansi rata-rata satu penghantar pada suatu saluran ditentukan dengan persamaan [9]

(H/m) untuk penghantar tunggal


(53)

Dengan √ dan adalah GMR penghantar tunggal dan adalah GMR penghantar berkas. Nilai akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam satu berkas.

Untuk suatu berkas dua-lilitan

√ √ (2.21)

Untuk suatu berkas tiga-lilitan

√ √ (2.22)

Untuk suatu berkas empat-lilitan

√ 1,09√ (2.23)

Persamaan diatas merupakan persamaan untuk saluran yang telah ditransposisikan, yaitu suatu metode pengembalian keseimbangan ketiga fasa dengan mempertukarkan posisi-posisi penghantar pada selang jarak yang teratur di sepanjang saluran sedemikian rupa sehingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula penghantar yang lain pada suatu jarak yang sama, lihat Gambar 2.6

Gambar 2.11 Siklus Transposisi

Persamaan ini juga dapat digunakan untuk saluran tiga fasa dengan jarak pemisah tidak simetris karena ketidaksimetrisan antara fasa-fasanya adalah kecil sehingga dapat diabaikan pada kebanyakan perhitungan induktansi [9].


(54)

2.4.3 Kapasitansi

Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara penghantar, baik antara penghantar-penghantar maupun antara penghantar-tanah. Kapasitansi menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada pelat kapasitor bila terjadi beda potensial di antaranya. Untuk menentukan nilai kapasitansi antara penghantar-penghantar ditentukan dengan persamaan [9].

(F/m) (2.24)

Jika saluran dicatu oleh suatu transformer yang mempunyai sadapan tengah yang ditanahkan, beda potensial antara kedua penghantar tersebut dan kapasitansi ke tanah (kapasitansi ke netral), adalah muatan pada penghantar persatuan beda potensial antara penghantar dengan tanah. Jadi kapasitansi ke netral untuk saluran dan kawat adalah dua kali kapasitansi antara penghantar-penghantar [9].

(F/m) (2.25)

Dimana = kapasitansi antara penghantar a-b (F/m)

= kapasitansi antara penghantar-tanah (F/m)

k = permeabilitan bahan dielektrik

D = jarak antara penghantar (m)

r = jari-jari antara penghantar (m)

Persamaan (2.25) juga dapat digunakan untuk menentukakan kapasitansi saluran tiga-fasa dengan jarak pemisah yang sama. Jika penghantar pada saluran tiga-fasa tidak terpisah dengan jarak yang sama, kapasitansi masing-masing fasa ke netral tidak sama. Namun untuk susunan penghantar yang biasa, ketidaksimetrisan saluran yang tidak ditrasnposisikan adalah sangat kecil, sehingga perhitungan kapasitansi dapat dilakukakan seakan-akan semua saluran itu ditransposisikan. Untuk saluran tiga fasa yang ditransposisikan, nilai kapasitansi fasa ke netral ditentukan dengan persamaan [9]


(55)

(F/m) untuk penghantar tunggal, (2.26)

(F/m)untuk penghantar berkas. (2.27)

Dengan adalah GMR penghantar, r adalah jari-jari penghantar dan

adalah GMR penghantar berkas. Nilai akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam suatu berkas .

Untuk suatu berkas dua-lilitan

√ √ (2.28)

Untuk suatu berkas tiga-lilitan

√ √ (2.29)

Untuk suatu berkas empat-lilitan

√ 1,09√ (2.29)

Untuk menghitung kapasitansi saluran kabel ke tanah perlu menggunakan metode muatan bayangan, lihat Gambar 2.12 Pada metode ini bumi dapat diumpamakan dengan suatu penghantar khayal yang bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar asli di atas bumi. Penghantar semacam itu mempunyai muatan yang sama tetapi berlawanan tanda dengan penghantar aslinya dan disebut penghantar bayangan. Jika kita tempatkan satu penghantar bayangan untuk setiap penghantar atas-tiang, fluks antara penghantar asli dengan bayangannya adalah tegak lurus pada bidang yang menggantikan bumi, dan bidang itu adalah suatu permukaan ekipotensial. Fluks diatas bidang itu adalah sama seperti bila bumi ada tanpa adanya penghantar bayangan. Persamaan untuk menentukan kapasitansi saluran kabel ke tanah adalah [9] :

√ √


(56)

Dimana = kapasitansi saluran kabel ke tanah (F/m)

= jarak antara penghantar 1 dengan penghantar bayangan 2 (m) = jarak antara penghantar 2 dengan penghantar bayangan 3 (m) = jarak antara penghantar 3 dengan penghantar bayangan 1 (m)

= jarak antara penghantar 1 dengan permukaan bumi (m) = jarak antara penghantar 2 dengan permukaan bumi (m) = jarak antara penghantar 3 dengan permukaan bumi (m)


(57)

2.5 Karakteristik Penyaluran Daya

Dalam mempelajari karakteristik penyaluran daya dalam keadaan normal, lazim diandaikan saluran transmisi dengan rangkaian yang konstantanya

didistribusikan atau rangkaian yang konstantanya dikonsentrasikan, yaitu bila salurannya pendek.

2.5.1 Saluran Transmisi Jarak Pendek

Oleh karena pengaruh kapasitansi dan konduktansi bocor dapat diabaikanpada saluran transmisi pendek (kurang dari 80 km), maka saluran tersebut dapat dianggap sebagai rangkaian impedansi yang terdiri dari tahanan dan induktansi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Dengan demikian maka impedansi Z dan admitansinya Y dinyatakan oleh [5] :

= l = (r+jx) = R + jX (2.31)

= l = (g + jb) = G + jB (2.32) Dimana r = tahanan kawat (Ω/km)

x = reaktansi kawat = 2πfL(Ω/km)

g = konduktansi kawat (mho/km)

b = suseptansi kawat = 2πfC (mho/km)


(58)

Bila kondisi pada ujung penerima diketahui, maka hubungan antara tegangan dan arus dinyatakan oleh persamaan [5] :

(2.33)

Dengan regulasi tegangan

(2.34) Sebaliknya bila kondisi pada titik pengirim diketahui maka

(2.35)

Dimana tegangan pada ujung pengirim tegangan pada ujung penerima arus pada ujung penerima

R = jumlah tahanan saluran (Ω) X = jumlah reaktansi saluran (Ω)

faktor daya pada ujung penerima = faktor daya-buta pada ujung penerima

2.5.2 Saluran Transmisi Jarak Mengengah

Saluran transmisi jarak-menengah dapat dianggap sebagai rangkaian

T atau rangkaian π [Aris], perhatikan Gambar 2.14

Dengan merupakan arus yang mengalir pada ujung pengirim, untuk rangkaian

T persamaannya adalah [5] :

(2.36)


(59)

dan rangkaian π persamaannya adalah :

(2.38)

(2.39)

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen untuk saluran transmisi jarak menengah (a) Rangkaian T, (b) Rangkaian π


(60)

2.5.3 Saluran Transmisi Jarak Jauh

Untuk saluran transmisi jarak jauh, konstantanya didistribusikan sehingga persamaannya menjadi [5] :

(2.40)

(2.41)

Dimana impedansi karakterisitik = √ konstanta rambatan = √

2.6 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi Aliran Daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing – masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap line [1].

Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran – besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran daya adalah besar tegangan | |, sudut fasa , daya aktif P, dan daya reaktif Q [1]. Tujuan dari studi ini dilakukan untuk perencanaan dan perancangan kondisi optimal dari sistem dan juga untuk perencanaan perluasan sistem ke masa yang akan datang.

Hasil yang diperoleh dari studi aliran daya dalam sistem tenaga listrik adalah :

a. Profil tegangan pada setiap gardu induk dan unit pembangkit dalam sistem tenaga listrik.


(61)

b. Gambaran aliran daya yang terjadi dalam saluran transmisi, baik besar daya aktif dan daya reaktif.

c. Besarnya daya yang dibangkitkan oleh setiap unit pembangkit. d. Rugi-rugi daya dalam sistem.

Besaran yang diinginkan diperoleh melalui sistem aliran daya pada tiap-tiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [1] :

1. Bus beban.

Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik / generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen). Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi (cos φ).

2. Bus generator

Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Pada bus ini terhubung dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula

(prime mover), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan (V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus.

3. Bus referensi

Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam perhitungan.


(62)

Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut ini [9] :

Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik.

Tipe bus Kode Bus

Nilai yang diketahui

Nilai yang dihitung

Bus beban 3 P, Q V, δ

Bus generator 2 P, V Q, δ

Bus referensi 1 V, δ P, Q

Pada sistem n-bus, penyelesaian aliran daya menggunakan Persamaan aliran daya. Metode yang umum digunakan untuk menyelesaikan aliran daya adalah metode Gauss-Seidel, Newton-Raphson, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada tugas akhir ini adalah Newton-Raphson [1].

Untuk mencari nilai aliran daya pada jaringan, perlu dilakukan iterasi untuk memperoleh nilai tegangan yang konstan. Setelah mencapai nilai tegangan yang konstan, maka dapat dicari nilai daya semu pada jaringan.

Secara ringkas metode perhitungan aliran daya menggunkan metode

Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tentukan nilai-nilai dan yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V) dan sudut fasanya δ untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya.

2. Hitung pada setiap rel.

3. Hitunglah nilai-nilai untuk jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam Persamaan untuk turunan parsial.


(63)

4. Invers matriks jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan dan | | pada setiap rel.

5. Hitung nilai yang baru dari | | dan dengan menambahkan nilai dan | | pada nilai sebelumnya.

6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses itu dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan paling akhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang telah dipilih.


(64)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem tenaga listrik modern direpresentasikan oleh sebuah sistem interkoneksi yang sangat bergantung pada sistem kontrol untuk memanfaatkan secara optimal sumber daya yang ada. Masalah utama yang dihadapi oleh sistem tenaga listrik modern adalah jatuh tegangan atau ketidakstabilan tegangan setelah gangguan terjadi pada sistem aliran daya. Ketidakstabilan steady state

berhubungan dengan ketidakstabilan sudut daya dan kehilangan sinkronisasi antar generator secara perlahan, jatuh tegangan bus beban dibawah kondisi beban tinggi dan batas daya reaktif [4].

Dinamika sistem tenaga menjadi faktor penting untuk memenuhi operasi sebuah sistem. Hal itu dipengaruhi oleh komponen-komponen dinamika sistem seperti ; generator, beban jaringan transmisi, peralatan Flexible AC Transmission System (FACTS), dan peralatan kontrol lainnya. Sifat-sifat dinamik dari sistem tenaga sangat kompleks dan harus dipahami dalam merencanakan sistem operasi yang baik dan aman [4].

Permasalahan untuk menjaga tegangan sistem pada batasan yang ditentukan sangatlah rumit, karena beban yang sangat banyak dan daya yang disuplai diperoleh dari banyak unit pembangkit yang beragam. Dengan beban yang bervariasi, suplai daya reaktif memerlukan sistem transmisi yang bervariasi pula. Sehingga, diperlukan sistem pengaturan (controlling) tegangan menggunakan alat khusus yang dipasang ke dalam sistem (jaringan) aliran daya untuk dapat mengatur/ menjaga tegangan transmisi tetap berada pada ambang batas yang ditentukan (standard). Pemilihan yang tepat dan koordinasi peralatan untuk mengontrol daya reaktif dan tegangan merupakan tantangan besar pada teknik sistem tenaga listrik. Salah satu cara untuk menyuplai daya reaktif pada sistem tenaga listrik dapat dilakukan dengan menginjeksi daya reaktif pada masing-masing bus pada gardu induk (GI) tenaga listrik [6].


(1)

laboratorium Tegangan Tinggi, banyak ilmu dan pelajaran berharga yang saya terima yang lebih mahal daripada sekedar materi. Tetap sehat dan berkarya, doa kami senantiasa untuk bapak.

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.si., selaku Ketua Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen Penguji Tugas Akhir yang telah memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Terimakasih sudah menanamkan jiwa “Engineer” dalam jiwa kami, terkhusus dalam mata kuliah Rekayasa Perencanaan, sehingga kami kelak menjadi engineer yang siap pakai dan beretika.

4. Bapak Yulianta Siregar S.T., M.T., selaku dosen Penguji Tugas Akhir yang telah memberikan masukan demi perbaikan Tugas Akhir ini.

5. Inangboru tercinta, Asnamewati Panggabean, yang selalu mendoakan dan mendukung penulis mulai proses perkuliahan hingga sampai menyelesaikan tugas akhir ini. Terimakasih buat segala dukungan moril maupun materi, nasehat dan saran-saran inangboru. Suksesku adalah bagian dari doa inangboru. God always loves you.

6. Keluarga besar Op. Nando (Opung Tercinta, Tulang Raya, Tante Dai, Kel Op Timothy, Kel Tulang Nando, Kel Pak Tua Mega, Kel Tulang Joni Apul, Kel Tulang Paber) yang telah banyak mendoakan dan memberikan nasehat yang membangun bagi penulis dikala suka maupun duka. Tuhan yang selalu memberkati kita semua.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik serta memberikan pengalaman hidup yang berharga selama masa perkuliahan kepada penulis. 8. Kepada PT PLN Persero baik UPT (Unit Pelayanan Transmisi) dan UPB (Unit Pengaturan Beban) Medan yang telah membantu penulis untuk memperoleh data penelitian jaringan transmisi PLN Sumbagut 150 KV sehingga pengerjaan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Bang Marthin, Kak Ester, Kak Umi, Pak Ponijan dan Bang Dipo, selaku staf pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi.


(2)

10.Teman-teman seperjuangan Yudha, Dedywidya, Youki, Riandi, Ari, Tony, Rizky, Emir, Tidauccy, Riko, Ferro, Yosef, Yoshua, Bill, Risjen, James dan teman-teman 2011 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah memberikan pelajaran hidup, semangat, motivasi, cerita, canda dan ilmu selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. See you on the top mates.

11.Rekan - rekan Asisten Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi dan Asisten Laboratorium Transmisi dan Distribusi Josiah, Memory, Ann Alberth, Andreas, Sakinah, M. Fikri, Syahlan dan Frederik yang telah menjadi teman diskusi serta memberikan masukan selama perkuliahan.

12.Rekan-rekan Asisten Laboratorium Sistem Pengaturan dan Komputer Frans dan Mian yang banyak membantu penulis belajar pemrograman dan belajar software Matlab.

13.Sahabat-sahabat terbaik Lidya, Dian Reh, Daniel, Devis, Dicky, Frits, Yona, Yendra Komeng, dan Abdul Halim yang selalu mendoakan dan mendukung penulis saat suka dan duka hingga proses penyusunan Tugas Akhir ini selesai.

14.Keluarga besar Album Medan seluruhnya yang sudah menjadi keluarga baru tempat penulis bertumbuh dan belajar.

15.Seluruh keluarga besar Departemen Teknik Elektro yang telah memberikan bantuan selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Teknik Elektro.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca yang dapat membuat Tugas Akhir ini lebih baik lagi. Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2016

Sandro Levi Panggabean NIM: 110402110


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penulisan ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Luaran Tugas Akhir ... 4

BAB II ... 5

TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1 Static VAR Compensator ... 5

2.1.1 Teori Dasar ... 5

2.1.2 Bentuk gelombang dari response dinamik SVC terhadap perubahan tegangan ... 13

2.2 Genetic Algorithm ... 18

2.3 Saluran Transmisi ... 21

2.4 Karakteristik Listrik dari Saluran Transmisi ... 22

2.4.1 Resistansi ... 23

2.4.2 Induktansi ... 24

2.4.3 Kapasitansi ... 27

2.5 Karakteristik Penyaluran Daya ... 30

2.5.1 Saluran Transmisi Jarak Pendek ... 30

2.5.2 Saluran Transmisi Jarak Mengengah ... 31

2.5.3 Saluran Transmisi Jarak Jauh ... 33

2.6 Studi Aliran Daya ... 33

BAB III... 37


(4)

3.1 Tempat dan Waktu ... 37

3.2 Bahan dan Peralatan... 37

3.3 Variabel yang Diamati ... 37

3.4 Diagram Alir Penelitian ... 37

BAB IV ... 40

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

4.1 Umum ... 40

4.2 Simulasi Sistem Tenaga Listrik PLN Sumbagut 150 KV PT PLN (Persero) ... 42

4.3 Optimasi Pemasangan Lokasi SVC dengan metode Genetic Algorithm 48 4.4 Aliran daya setelah pemasangan SVC ... 57

4.5 Perbandingan sebelum pemasangan SVC dengan setelah pemasangan SVC ... 59

4.5.1 Daya Aktif ... 59

4.5.2 Daya Reaktif ... 61

4.5.3 Rugi-rugi daya ... 62

BAB V ... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1 KESIMPULAN ... 66

5.2 SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... 6

Gambar 2.2 ... 7

Gambar 2.3 ... 8

Gambar 2.4 ... 9

Gambar 2.5 ... 10

Gambar 2.6. ... 11

Gambar 2.7 ... 12

Gambar 2.8 ... 12

Gambar 2.9 ... 14

Gambar 2.10 ... 15

Gambar 2.11 ... 16

Gambar 2.12 ... 17

Gambar 2.13 ... 26

Gambar 2.14 ... 29

Gambar 2.15 ... 30

Gambar 2.16 ... 32

Gambar 3.1 ... 38

Gambar 3.2 ... 39

Gambar 4.1 ... 43

Gambar 4.2 ... 45

Gambar 4.3 ... 47

Gambar 4.4 ... 58

Gambar 4.5 ... 59

Gambar 4.6 ... 60

Gambar 4.7 ... 61

Gambar 4.8 ... 63


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 ... 35 Tabel 4.1 ... 45