Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret

PERBANDINGAN SKALA KONTINU DAN SKALA DISKRET

DAVID PERMADI

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Skala
Kontinu dan Skala Disket adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014

David Permadi
NIM G54061645

ABSTRAK
DAVID PERMADI. Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret. Dibimbing
oleh BUDI SUHARJO dan SISWANDI.
Dalam penelitian sosial, para peneliti sering mengukur karakteristik objek
yang bersifat kontinu dengan menggunakan skala diskret. Sejauh ini skala diskret
dianggap paling populer diantara metode yang biasa digunakan dalam penelitian
karena penggunaannya yang dianggap relatif lebih mudah dan sederhana. Untuk
itu, diperlukan skala yang tepat untuk menempatkan jawaban responden pada
sebuah pilihan tertentu namun memiliki nilai bias yang relatif kecil. Penelitian ini
difokuskan pada pengukuran besarnya bias yang ditimbulkan dari beberapa
jumlah skala yang dikaitkan dengan jumlah sampel, sebaran data dan hubungan
korelasi antar peubah dan akan disimulasikan menggunakan skala kontinu
kemudian mentransformasikannya menjadi enam skala diskret, yaitu skala 2 - 7.
Untuk setiap skala, besarnya ukuran contoh tidak berpengaruhi secara signifikan
terhadap biasnya. Diindikasikan bahwa semakin banyak skala maka semakin kecil
bias yang ditimbulkan. Kategori skala yang memiliki bias paling kecil berada
pada skala 7. Rataan nilai bias yang ditimbulkan sebesar 3.32%.

Kata kunci: Skala, data kategori, korelasi, bias.

ABSTRACT
DAVID PERMADI. Comparison of Continuous and Discrete Scales. Supervised
by BUDI SUHARJO and SISWANDI.
In social studies, researchers often measure the characteristics of
coutinuously measured objects by using discrete scales. So far the discrete scale
are considered among the most popular methods used in the study because it is
easy and simple. For this purpose, we need scale which can put respondents
answers into a particular option, but has a relatively small bias. This study focused
on the measurement of the magnitude of the bias arising from the multiple scale
number associated with the number of samples, the distribution of the data and the
correlation between variables. We than simulated using a continuous scale and
then transformed into a discrete scale with six categories, namely scale 2 - 7. For
each category, the magnitude of the sample size did not significantly affect the
bias. The magnitude of the bias due to the categorization of the scale in this study
indicates that the more categories used the smaller the bias. Category scale that
has the smallest of bias was 7 with the average value of the bias 3.32%.
Keywords: Scale, categories, correlation, bias.


PERBANDINGAN SKALA KONTINU DAN SKALA DISKRET

DAVID PERMADI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret
Nama
: David Permadi
NIM

: G54061645

Disetujui oleh

Dr Ir Budi Suharjo, MS
Pembimbing I

Drs Siswandi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: ... ' andingan Skala Kontinu dan Skala Diskl'et
Nama
: D.:!', , Perm adi

NIM
: G5 - : 6-+5

Disetujui oleh

セ@

Drs Sis-wandi, MSi
Pembimbing II

Dr Ir Budi Suharjo, MS
Pembimbing I

//

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua V
Departemen

Tanggal Lulus: (


0 5 MAR 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak 2011 ini ialah pemodelan
matematika, dengan judul Perbandingan Skala Kontinu dan Skala Diskret.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Suharjo, MS selaku
dosen pembimbing pertama skripsi yang telah meluangkan waktu dalam
memberikan ide, dukungan dan bimbingan yang bermanfaat serta Bapak Drs
Siswandi, MSi dan Bapak Ir Ngakan Komang Kutha Ardana, MSC. Selaku dosen
pembimbing kedua dan dosen penguji atas waktu, ilmu, masukan dan
bimbingannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu serta seluruh
anggota keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Selain itu,
penulis ucapkan terima kasih kepada Shinta Kurniawati yang sudah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini serta teman-teman Matematika M Fardan,
Razon, Devi, Akil, Ibu Susi dan teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan
satu persatu atas segala dukungan dan bantuannya selama penulis mengerjakan
skripsi.

Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2014
David Permadi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN




Latar Belakang



Perumusan Masalah



Tujuan Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA

3

Percobaan Acak




Ruang Contoh dan Kejadian



Ukuran Peluang



Peubah Acak



Peubah Acak Normal



Koofisien Korelasi




Koofisien Korelasi Pearsen



Dekomposisi Cholesky



Algoritma Dekomposisi Cholesky



Nilai Rata-rata Kesalahan Persentase Absolut (MAPE).



Jenis Pengukuran




METODE PENELITIAN



HASIL DAN PEMBAHASAN



Transformasi Data Skala Kontinu Menjadi Skala Diskret



Hasil dan Perbandingan

9

SIMPULAN DAN SARAN

13 

Simpulan

13 

Saran

13 

DAFTAR PUSTAKA

14 

RIWAYAT HIDUP

15

LAMPIRAN

16 

DAFTAR TABEL
1

Simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu dengan data
diskret
 

10 

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Tahapan Penelitian
Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada jumlah sampel contoh
untuk skala kategori yang berbeda
Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada skala kategori untuk
jumlah sampel contoh yang berbeda

 


11 
12 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Transformasi data skala kontinu menjadi skala diskret dengan batas
atas 10 dan batas bawah 0
Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu
dengan data diskret dengan ukuran sampel 30.
Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu
dengan data diskret dengan ukuran sampel 50.
Grafik pergerakan simpangan sudut antar 2 peubah (%) data kontinu
dengan data diskret dengan ukuran sampel 100.

16 
18 
19 
20 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara umum, penskalaan merupakan suatu prosedur penempatan atau
pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau karakteristik objek pada titiktitik tertentu sepanjang suatu garis kontinum. Jika angka-angka itu diperoleh dari
pengukuran yang menggunakan skala fisik (misalnya: timbangan, meteran, dan
stopwatch) maka kontinumnya disebut kontinum fisik. Jika angka-angka itu
diperoleh dari skala-skala psikologis atau dari proses perkiraan subjektif, seperti
intelegensi, minat, sikap, harga diri, motivasi, dan lain-lain, maka kontinumnya
disebut kontinum psikologis.
Pendekatan metodologis dalam penskalaan dikelompokkan menjadi dua,
yaitu pendekatan psikofisik dan pendekatan psikometri. Dalam arti luas yang
dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respons. Pendekatan psikofisik
mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadiankejadian psikologis. Metode psikofisik berusaha mempelajari hubungan antara
sifat-sifat fisik suatu objek atau stimulus dengan sensasi atau rasa yang
ditimbulkannya. Pendekatan psikometri lebih memusatkan perhatiannya pada
masalah perbedaan individual pada karakteristik-karakteristik yang murni bersifat
psikologis. Torgerson (1993) menjelaskan bahwa ada tiga pendekatan dalam
proses penskalaan psikologis, yaitu penskalaan yang berorientasi pada subjek,
penskalaan yang berorientasi pada stimulus, dan penskalaan yang berorientasi
pada respons. Penskalaan yang berorientasi pada stimulus bertujuan meletakkan
stimulus pada kontinum atribut yang bersangkutan. Prosedur penskalaan
berdasarkan stimulus ini angka sekornya ditentukan lewat penskalaan stimulusnya.
Dalam interpretasinya hasil penskalaan dapat bersifat evaluatif apabila
disandarkan pada suatu norma atau suatu kriteria. Hasil tes psikologi seringkali
tidak memiliki satuan ukur maka perlu dinyatakan secara normatif. Penulisan
jawaban yang tidak mengikuti kaidah yang sukar dimengerti oleh responden
karena terlalu panjang ataupun susunan tata bahasanya yang kurang tepat
sehingga mendorong responden memilih jawaban tertentu saja dihasilkan dari
proses penulisan jawaban yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah standar.
Jawaban seperti itu tidak akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
Dalam penelitian sosial, seperti bidang pemasaran dimana, konsumen
sering menjadi sumber informasi (responden) dalam mendapatkan informasi
terhadap suatu kepuasan atau prilaku dalam menggunakan skala psikologis, para
peneliti sering menggunakan skala pengukuran ordinal dan nominal (skala
diskret). Sejauh ini skala diskret dianggap paling populer di antara metode yang
biasa digunakan dalam penelitian karena penggunaannya yang dianggap relatif
lebih mudah dan sederhana dalam penyusunan interpretasinya serta bersifat
fleksibel dalam arti skala yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Telah dijelaskan di atas bahwa atribut psikologis sangat berbeda dengan
atribut fisik. Atribut fisik dapat diukur secara langsung, sedang atribut-atribut
psikologis karena bersifat laten, tidak memiliki eksistensi riil dan tidak dapat
diamati secara langsung, oleh karena itu tak dapat diukur secara langsung.
Pengukuran atribut psikologis harus dilakukan melalui respons yang dibuat oleh
subjek pada saat ia dihadapkan pada stimulus tertentu.

2
Apabila seseorang ditanya seberapa puas ia terhadap suatu produk, maka
ia akan menjawab tidak puas, puas, sangat puas atau lainnya. Pada proses
penempatan nilai jawaban ini terdapat sebuah tata bahasa sebagai perwakilan kata
untuk mewakili yang dirasa, maka dari itu terdapat kata sangat puas, puas, tidak
puas dan sebagainya. Kita dihadapi dengan beragam karakteristik seseorang
sehingga memiliki perbedaan kosakata dalam menjawab serta cenderung tidak
dapat menerapkan jawaban kontinu secara pasti jadi lebih memilih menjawab
secara diskret. Di sisi lain, kebutuhan akan data yang akurat dan relatif lebih
mudah dalam penyusunan interprestasinya, maka dibutuhkan sebuah konversi
jawaban perasaan seseorang ke sebuah perkiraan pilihan jawaban pada suatu
interval atau kategori.
Banyaknya kategori penskalaan yang disediakan untuk meletakan
jawaban, membuat responden sulit untuk memilih respons yang sesuai dengan
keinginannya. Semakin banyak kategori yang digunakan responden akan
cenderung semakin sulit untuk bisa menentukan pilihannya. Untuk itu, diperlukan
skala kategori yang tepat untuk bisa menempatkan jawaban responden pada
sebuah pilihan tertentu namun memiliki nilai bias yang relatif kecil. Artinya
peneliti harus memiliki acuan pengukuran kategori yang tepat dengan pilihan
yang relatif sedikit sehingga diharapkan bisa mendapatkan data yang mampu
mencerminkan data skala kontinu atau data yang sebenarnya.
Pada penelitian ini penulis akan mencoba mensimulasikan proses
pengukuran menggunakan skala kontinu kemudian mentransformasikannya
menjadi skala diskret dengan beberapa pilihan kategori. Transformasi ini untuk
menginterpresentasikan kondisi respons seseorang secara kontinu menjadi diskret,
kemudian membandingkan perilaku keduanya untuk mencoba melihat bias yang
mungkin terjadi. Penulis akan mencoba membandingkan bias dari korelasi antar
peubah yang ditimbulkan oleh respons seseorang yang didapat secara diskret.
Hasil penelitian mengenai perbandingan skala kontinu dan skala diskret ini
diharapkan dalam sebuah penelitian dapat memiliki acuan pengukuran kategori
dengan pilihan atau kategori yang relatif sedikit serta mampu mencerminkan data
skala kontinu atau data yang sebenarnya.
Perumusan Masalah
Menurut Dunn-Rankin et al. (2004), para peneliti telah membuat
konsensus tentang banyaknya kategori atau skala pilihan jawaban yaitu 3 sampai 9
dengan 5 dan 7 adalah banyaknya kategori atau skala yang paling dianjurkan.
Namun belum ada yang menyatakan secara eksplisit bahwa anjuran tersebut
berlaku untuk setiap parameter, sebaran data, maupun jenis uji statistik. Dengan
kata lain, belum terdapat informasi berapakah besarnya bias yang ditimbulkan
akibat pemilihan banyaknya kategori terkait parameter, sebaran data, jenis uji
statistik, serta pengaruhnya terhadap kesimpulan uji statistik yang dilakukan.
Dengan demikian permasalahan dalam karya ilmiah ini adalah berapakah
besarnya bias yang ditimbulkan dari beberapa jumlah pilihan jawaban yang
dikaitkan dengan jumlah sampel, sebaran data dan hubungan korelasi antar
peubah.

3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menghitung besarnya bias dari beberapa jumlah skala yang dikaitkan
dengan jumlah sampel, dan hubungan korelasi antar peubah.

TINJAUAN PUSTAKA
Percobaan Acak
Suatu percobaan yang dapat diulang dalam kondisi yang sama dan semua
kemungkinan hasil yang muncul dapat diketahui, tetapi hasilnya tidak dapat
ditentukan dengan tepat disebut percobaan acak.
(Ross 2000)
Ruang Contoh dan Kejadian
Himpunan semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan acak disebut
ruang contoh, dinotasikan dengan  . Suatu kejadian A adalah himpunan bagian
dari  .
(Ghahramani 2005)
Ukuran Peluang
Suatu ukuran peluang P pada (  ,F ) adalah suatu fungsi P : F  0,1 
yang memenuhi syarat-syarat berikut.
1. P    0 dan P Ω   1 ;
2. Jika A1 , A2   F adalah himpunan yang saling lepas, yaitu A  A   ,
i
j


untuk setiap i, j dengan i  j , maka P U i1A i   i1 P A i .
Pasangan  , F , P  disebut ruang peluang (probability space).
(Ghahramani 2005)





 

Peubah Acak
Misalkan  , F , P  adalah ruang peluang. Peubah acak (Random variable)
 merupakan fungsi Χ : Ω   dimana {ω  Ω : Χ ω   x}  F untuk setiap
   . Peubah acak dinotasikan dengan huruf besar, sedangkan nilai dari peubah
acak tersebut dinotasikan dengan huruf kecil.
(Grimmet & Stirzaker 2001)

4
Peubah Acak Normal
Peubah acak X disebut normal, dengan parameter ߤ dan ߪ, jika fungsi
kepekatan peluangnya adalah
  x  μ 2 
1
,
exp 
f  x,  ,  2  
x
 σ 2π

 2σ 2 
(Ghahramani 2005)
Ragam dan Simpangan Baku
Jika X adalah peubah acak yang kontinu dengan E     , maka
2
Var      dan   yang merupakan ragam dan simpangan baku dari  ,
berturut-turut didefinisikan oleh
2
Var Χ   E Χ  μ   ,


σX 

2
E  Χ  μ  



(Bain 1992)
Peragam
Jika X dan Y adalah peubah acak yang memiliki nilai harapan berturutturut E(X) dan E(Y), maka didefinisikan peragam antara peubah acak X dan
peubah acak Y adalah:
cov(X, Y)  E{[X  E(X)][Y  E(Y)]}
atau
cov(X, Y)  E(XY)  E(X)E(Y)

(Bain 1992)

Koefisien Korelasi
Jika X dan Y adalah peubah acak yang memiliki simpangan baku berturutturut σ X dan σ Y , serta peragam antara peubah acak X dan peubah acak Y adalah

cov X, Y  , maka didefinisikan koefisien korelasi antara peubah acak X dan

peubah acak Y adalah:
ρ XY 

covX, Y 
σXσY

(Bain 1992)

5
Koefisien Korelasi Pearson
Misalkan contoh acak berukuran n berupa data berpasangan
x1 , y1 ,  , x n , y n  maka keeratan hubungan linear antara kedua peubah dapat





diukur oleh koefisien korelasi Pearson bila kedua peubahnya bersifat kontinu dan
dapat dihitung dengan rumus,
 xi  x y i  y
, i  1,2,  , n
r
2
2
 xi  x  y i  y







 





dalam keadaan salah satu x atau y bernilai konstan maka koefisien korelasi r tidak
didefinisikan.
(Aunuddin 2005)
Dekomposisi Cholesky
Dekomposisi cholesky merupakan proses suatu matriks menjadi 2 buah
matriks yang salah satunya adalah matriks segitiga bawah dengan elemen-elemen
diagonal positif. Jika A adalah matriks definit positif simetrik, maka A dapat
difaktorkan menjadi
A  CC T
dimana C adalah matriks segitiga bawah dengan elemen-elemen diagonal positif.
(Leon 2001)
Algoritma Dekomposisi Cholesky
T
Partisi di dalam matriks A  CC sebagai berikut:

 a 11

 A 21

A T21   c11

A 22  C 21

0  c 11

C 22   0

C T21 

C T22 


 c2
c 11 C T21
  11
T
T 
c11 C 21 C 21 C 21  C 22 C 22 
Algoritma untuk orde n-1 :
1
1. Cari C11  a 11 dan C 21 
A 21
c11
2. Hitung C 22 dengan A 22  C 21 C T21  C 22 C T22

(Leon 2001)
Nilai Rata-rata Kesalahan Persentase Absolut (MAPE).
Nilai rata-rata kesalahan persentase absolute (Mean Absolute Percentage
Error) adalah ukuran kesalahan yang termasuk salah satu ukuran standar statistik
untuk menghitung Ketepatan metode peramalan. Berikut adalah rumus untuk
menghitung MAPE:

6
 100%  n
M
  e ,
 n t  1 t
dimana, et merupakan besarnya bias pada percobaan ke-t. Semakin kecil nilai
MAPE maka nilai ramalan dan ketepatan model dikatakan semakin baik.
(Makridakis 1995)

Jenis Pengukuran
Skala pengukuran dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
Skala nominal
Skala nominal merupakan pengukuran yang menyatakan kategori atau
kelompok suatu subyek. Skala nominal mengelompokkan objek-objek ke dalam
beberapa kelompok yang memiliki kemiripan ciri akan berada dalam satu
kelompok. Hasil pengukuran skala nominal tidak dapat diurutkan tetapi bisa
dibedakan. Contoh umum yang biasa dipakai, yaitu jenis kelamin. Dalam hal ini
hasil pengukuran tidak dapat diurutkan (wanita lebih tinggi dari pada laki-laki
atau sebaliknya), tetapi lebih pada perbedaan keduanya. Contoh lainnya yaitu
nomor punggung pemain sepak bola dan nomor STNK.
2. Skala ordinal
Hasil pengukuran skala ini dapat menggambarkan posisi atau peringkat
tetapi tidak mengukur jarak antar peringkat. Statusnya lebih tinggi dari pada skala
nominal. Ukuran pada skala ordinal tidak memberikan nilai absolut pada objek,
tetapi hanya urutan relatif saja. Jarak antara peringkat 1 dan 2 tidak harus sama
dengan jarak peringkat 2 dan 3. Dalam skala ordinal, peringkat yang ada tidak
memiliki satuan ukur. Contoh: status sosial (tinggi, rendah, sedang), hasil
pengukuran yang mengelompokkan masyarakat-masyarakat masuk pada status
sosial tinggi, rendah atau sedang. Dalam hal ini, kita dapat mengetahui
tingkatannya, tetapi perbedaan antar status sosial (tinggi-rendah, rendah-sedang,
tinggi-sedang) belum tentu sama.
3. Skala interval
Skala interval memberikan ciri angka kepada objek yang mempunyai skala
nominal dan ordinal, dilengkapi dengan jarak yang sama pada urutan objeknya.
Skala interval bisa dikatakan tingkatan skala ini berada diatas skala ordinal dan
nominal. Ciri penting dari skala ini yaitu datanya bisa ditambahkan, dikurangi,
digandakan, dan dibagi tanpa mempengaruhi jarak relatif skor-skornya.
Selanjutnya skala ini tidak mempunyai nilai nol mutlak sehingga tidak dapat
diinterpretasikan secara penuh besarnya skor dari rasio tertentu. Pada skala
pengukuran interval, rasio antara dua interval sembarang tidak tergantung pada
nilai nol dan unit pengukuran. Contoh: pengukuran suhu dalam skala Celcius. Bila
bak air berisi penuh dengan suhu 0oC, 50oC, dan 100oC, maka perbedaan antara (0
- 50)oC dan (50 – 100)oC itu sama, tetapi tidak bisa dikatakan bahwa air bersuhu
100 oC dua kali lebih panas daripada air bersuhu 50oC.
4. Skala rasio
Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu sifat yaitu
memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang diukur. Skala rasio
merupakan skala pengukuran yang ditujukan pada hasil pengukuran yang bisa
1.

7
dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan (paling
lengkap, mencakup semuanya dibanding skala-skala di bawahnya). Contoh: bila
kita ingin membandingkan berat dua orang yaitu A dan B. Berat A 50 kg dan B
100 kg. Kita dapat tahu bahwa A dua kali lebih berat daripada B, karena nilai
variabel numerik berat mengungkapkan rasio dengan nilai nol sebagai titik
bakunya. Contoh lain: umur, nilai uang, dan tinggi badan.
(Stevens 1946)

METODE PENELITIAN
Data simulasi disusun berdasarkan besarnya nilai korelasi antar 2 peubah
yang saling bebas dan memiliki sebaran normal baku sebanyak 100 percobaan.
Karena peubah yang disimulasikan saling bebas maka nilai korelasi antar keduanya
bernilai 0. Untuk mendapatkan 2 peubah yang memiliki korelasi ( ρ ) yang bernilai 0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8, penulis melakukan transformasi data dengan rumusan
sebagai berikut :
Untuk mensimulasikan korelasi peubah acak bersebaran normal dengan
Y ~  2 μ, Σ 

dimana Y  Y1 , Y2 
adalah vektor
T
  1 ,  2  adalah vektor rata-rata dan
T

yang ingin disimulasikan,
diberikan matriks peragam

  2  2 
 . Maka diperlukan peubah Z sebaran normal baku yang saling
  
2
2 




bebas sehingga,

Y  CT Z  
nilai C dapat dihitung dengan Dekomposisi cholesky didapat
CT C  


C  
0



   
2

2





maka Y1  σZ 1  μ dan Y2  ρσZ 1  σ 2  ρσ 2 Z 2  μ
Ukuran sampel yang dipakai terdapat 3 jenis yaitu sebesar 30, 50, dan 100
sedangkan simpangan baku yang dipakai berada pada nilai 1.5. Korelasi antar peubah
yang dipakai terdiri dari 6 kondisi yaitu -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8. Dengan
adanya sampel dan nilai korelasi antar peubah yang berbeda-beda maka terdapat 1800
kombinasi (3 jenis ukuran sampel x 6 jenis korelasi antar peubah x 100 percobaan =
1800 kombinasi) data simulasi pada tiap-tiap model pengukuran.
Untuk menyusun data simulasi, penulis menggunakan program Microsoft
Excel melalui menu Random Number Generation. Tahapan penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Membangkitkan data contoh acak sederhana menyebar normal sebanyak 2
pasang data, berukuran 30, 50 dan 100, simpangan baku 1 sebanyak 100
kali percobaan.

8
2. Transformasi data untuk mendapatkan nilai korelasi antar dua peubah
sebesar -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8
3. Setiap data dikonversi menjadi 2 hingga 7 kategori. Kategorisasi dilakukan
menggunakan panjang interval yang sama, kemudian di plotkan ke dalam
grafik untuk melihat perubahan data yang didapat dari pengkategorian data
kontinu.
4. Menghitung korelasi antar peubah antara data kontinu dengan data diskret
dan menggambarkannya ke dalam grafik untuk setiap ukuran data.
5. Membandingkan nilai korelasi antar peubah yang didapat dari setiap nilai
yang dihasilkan oleh tiap kategori skala.
Pembangkitan 100 pasang data kontinu
(Pembangkitan contoh acak menyebar normal, berukuran 30, 50 dan
100, simpangan baku 1.5) menggunakan Software Microsoft Office
Excel 2007

Transformasi data untuk mendapatkan nilai korelasi antar dua
peubah sebesar -0.8; -0.5; -0.1; 0.1; 0.5 dan 0.8

Konversi data menjadi 2 sampai 7 kategori

Penguraian nilai korelasi dan sudut antar peubah untuk
setiap kategori

Hasil berupa tabel dan grafik

Membandingkan tabel dan grafik
Gambar 1. Tahapan Penelitian

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi Data Skala Kontinu Menjadi Skala Diskret
Dalam karya ilmiah ini data skala kontinu ditransformasikan menjadi data
skala diskret dengan beberapa kategori, yaitu :
1. Data dengan 2 kategori skala
2. Data dengan 3 kategori skala
3. Data dengan 4 kategori skala
4. Data dengan 5 kategori skala
5. Data dengan 6 kategori skala
6. Data dengan 7 kategori skala
Pengkategorian data ini menggunakan jarak antar data yang sama dengan
batas atas dan bawah yaitu nilai maksimum dan minimum dari data kontinunya.
Pengelompokan data yang digunakan dalam proses konversi data kontinu menjadi
data diskret dengan beberapa kategori dapat dilihat pada Lampiran 1.
Hasil dan Perbandingan
Menggunakan program Microsoft Excel melalui menu data analysiscorrelation, penulis menghitung nilai korelasi antar peubah sehingga diperoleh hasil
nilai korelasi antar peubah antara data kontinu dan data kategori. Setelah
mendapatkan nilai korelasi antar peubah kemudian dilakukan penguraian nilai
untuk mendapatkan sudut antar peubah sehingga bisa hitung bias antara data
kontinu dengan kategori dari selisih besarnya sudut antara keduanya.
Simpangan sudut peubah antar data kontinu dengan kategori menunjukkan
bias yang semakin kecil maka akan mendekati data kontinu.

Cos   r
ij
θ merupakan sudut antara vektor hi dengan vektor h j dan rij merupakan
korelasi antara peubah ke-i dengan peubah ke-j. Untuk mencari besar sudut antar
peubah digunakan rumus:
  Arc cos( r )
ij
Sudut antar peubah memberikan gambaran tentang korelasi antar dua
peubah. Makin kecil sudut yang dibentuk memberikan gambaran bahwa korelasi
antar dua peubah tersebut makin kuat dan sebaliknya. Posisi individu secara
tumpang tindih dengan peubahnya dapat memberikan gambaran: jika posisi
individu searah dengan arah vektor-vektor menggambarkan bahwa nilai yang
tinggi untuk peubah tersebut, sebaliknya jika berlawanan dengan arah vektorvektor peubah menggambarkan bahwa nilai peubahnya rendah. Apabila posisi
individu di sekitar titik nol menunjukkan bahwa nilai peubahnya di sekitar rataan.
Simpangan sudut antar 2 peubah data kontinu dengan data kategori
menunjukkan bias yang semakin kecil maka akan mendekati data kontinu. Nilai
dari simpangan sudut antar peubah dihitung berdasarkan nilai mutlak selisih sudut
antara sudut antar peubah data yang didapat dari skala kontinu dengan sudut antar

10
peubah tiap data kategori dari skala 2 hingga skala 7 yang dibagi dengan sudut
antar peubah data yang didapat dari skala kontinu.
Perbandingan besarnya bias yang diperoleh dari masing-masing kategori
skala dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata kesalahan persentase absolut
(MAPE), dimana besarnya nilai kesalahan didapat dari besarnya simpangan sudut
antar 2 peubah data kontinu dengan data kategori.
Tabel 1.

Nilai rata-rata kesalahan persentase absolut (MAPE) data kontinu
dengan data diskret

Kategori
Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7

r0.8
50.12
30.50
17.17
12.35
10.14
7.87

r0.5
20.09
10.75
7.28
5.74
4.48
3.97

Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7

52.79
33.78
20.90
14.21
10.28
8.45

18.81
10.91
6.81
5.23
4.13
3.83

Skala 2
Skala 3
Skala 4
Skala 5
Skala 6
Skala 7

53.60
36.81
24.39
15.88
12.68
9.35

19.77
11.16
7.77
5.11
3.70
3.24

N 30
r0.1
9.64
5.47
4.59
3.56
2.68
2.50
N 50

r-0.1
8.10
5.67
4.19
3.10
2.78
2.46

r-0.5
9.81
5.65
3.84
2.40
2.52
2.01

r-0.8
13.23
7.61
5.19
3.35
2.53
2.17

6.59
4.44
3.76
3.09
2.45
1.98
N 100

5.96
4.09
2.95
2.62
2.29
1.97

9.68
5.81
3.86
2.10
2.20
1.83

13.10
8.44
5.50
3.49
2.62
1.93

5.55
3.98
2.91
2.27
1.77
1.56

4.76
3.25
2.61
1.86
1.56
1.38

9.49
5.50
3.88
2.49
1.94
1.34

12.74
9.10
6.14
4.13
2.93
1.93

Untuk mempermudah dalam mengetahui besarnya bias, penulis memplot
nilai rata-rata kesalahan persentase absolut (MAPE) ke dalam grafik berdasarkan
tiap kategori skala dan jumlah sampelnya. Dengan mengelompokkan nilai korelasi
awal dan ukuran sampel berdasarkan besarnya bias pada jumlah sampel contoh,
besarnya bias dari tiap skala kategori terlihat dari Gambar 2.

11

N 30
K0.5

K0.1

K-0.1

K-0.5

K-0.8

K0.8

60

50

50

Bias (%)

60
40
30
20
10

K0.5

K0.1

K-0.1

K-0.5

K-0.8

40
30
20
10

0

0
Skala 2

Skala 3

Skala 4

Skala 5

Skala 6

Skala 7

Skala 2

Skala 3

Skala 4

Skala 5

Skala 6

N 100
K0.8

K0.5

K0.1

K-0.1

K-0.5

K-0.8

60
50

Bias (%)

Bias (%)

K0.8

N 50

40
30
20
10
0
Skala 2

Skala 3

Skala 4

Skala 5

Skala 6

Skala 7

Gambar 2. Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada jumlah sampel contoh
untuk skala kategori yang berbeda.
Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat dijelaskan bahwa untuk ukuran
sampel 30, 50 dan 100 relatif memiliki rataan besar bias yang relatif sama untuk
setiap skala kategori. Besarnya rataan bias untuk seluruh skala kategori dalam
penelitian ini dengan ukuran sampel 30; 50; dan 100 berturut-turut adalah 8.21%;
8.14%; dan 8.29%.
Dengan mengelompokkan nilai korelasi awal dan ukuran sampel
berdasarkan tiap skala kategori, besarnya bias dari setiap ukuran contoh terlihat
dari Gambar 3.
Pada Gambar 3, untuk kategori skala 2 besarnya bias memiliki bias
terbesar dibandingkan skala kategori lainnya yaitu dengan rataan besarnya bias
17.99%, kemudian untuk kategori skala 3 terjadi kenaikan rataan besarnya bias
dari skala sebelumnya yaitu sebesar 11.27%. Rataan besarnya bias untuk kategori
skala 4 yaitu sebesar 7.42%, sedangkan untuk kategori skala 5 dan 6 berturut
adalah 5.16% dan 4.09%. Besarnya bias untuk kategori skala 7 ternyata memiliki
bias yang paling kecil dibandingkan dengan skala kategori sebelumnya yaitu
sebesar 3.32%.

Skala 7

12
Skala 2
N 50

N 100

N 30

60

60

50

50

Bias (%)

Bias (%)

N 30

Skala 3

40
30
20
10

40
30
20
0

R0.8

R0.5

R0.1

R-0.1

R-0.5

R-0.8

R0.8

R0.5

Skala 4
N 30

N 50

R0.1

R-0.1

R-0.5

R-0.8

R-0.5

R-0.8

R-0.5

R-0.8

Skala 5
N 100

N 30

60

60

50

50

Bias (%)

Bias (%)

N 100

10

0

40
30
20
10

N 50

N 100

40
30
20
10

0

0
R0.8

R0.5

R0.1

R-0.1

R-0.5

R-0.8

R0.8

R0.5

Skala 6
N 30

N 50

R0.1

R-0.1

Skala 7
N 100

N 30

60

60

50

50

Bias (%)

Bias (%)

N 50

40
30
20
10

N 50

N 100

40
30
20
10

0

0
R0.8

R0.5

R0.1

R-0.1

R-0.5

R-0.8

R0.8

R0.5

R0.1

R-0.1

Gambar 3. Grafik pergerakan besarnya rata-rata bias pada skala kategori untuk
jumlah sampel contoh yang berbeda.
Pergerakan grafik besarnya bias mulai dari skala 2 hingga skala 7 terlihat
bahwa mulai dari skala 4 besarnya bias mengalami penurunan dibandingkan
dengan skala sebelumnya hingga untuk skala 7 memiliki besar bias yang paling
kecil dibandingkan skala lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak
kategori maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif semakin kecil.
Bias yang ditimbulkan oleh data diskret terlihat dari peragaan grafik pada
Gambar 2 dan Gambar 3, kedua gambar ini mengindikasikan bahwa semakin
banyak kategori maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif semakin kecil.
Semakin banyak jumlah kategori yang digunakan, maka hasilnya akan mendekati
data kontinu atau data yang sebenarnya.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan mengenai perbandingan
skala kontinu dengan skala diskret. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Besarnya bias akibat pengkategorian skala pada penelitian ini
mengindikasikan bahwa semakin banyak kategori maka besarnya bias
yang ditimbulkan relatif semakin kecil. Kategori skala yang memiliki
besarnya bias yang paling kecil berada pada skala 7 dengan rataan nilai
bias yang ditimbulkan sebesar 3.32%.
2. Berdasarkan perbedaan jumlah sampel dengan batasan nilai korelasi
dalam penelitian ini, semakin banyak jumlah sampel maka besarnya
bias yang ditimbulkan relatif sama untuk setiap skala kategori dari 3
jenis ukuran sampel yang dipakai yaitu sebesar 30, 50, dan 100.
3. Berdasarkan perbandingan besarnya nilai korelasi dengan tiap skala
maka besarnya bias yang ditimbulkan relatif sama untuk setiap skala
kategori.
Saran
Dalam penelitian ini, untuk sebaran data dan simpangan baku memiliki
jenis dan nilai yang sama yaitu kedua peubahnya menyebar normal dan
simpangan bakunya sebesar 1.5. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan
terhadap perbedaan sebaran data dan sebaran data peubah campurannya. Simulasi
dalam penelitian ini masih menggunakan simulasi sederhana menggunakan
program Microsoft Excel sehingga kurang efisien (memerlukan proses pengerjaan
yang lama). Untuk pemrograman yang lebih efisien, penelitian selanjutnya
disarankan menggunakan Software Mathematica berbasis fungsional sehingga
dapat diterapkan pula pengerjaannya.

14

DAFTAR PUSTAKA
Aunuddin. 2005. Statistika (Rancangan dan Analisis Data). Bogor (ID):
Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
IPB.
Azwar S. 2012. Penyusunan skala psikologis (2nd Edition). Yogyakarta (ID):
Pustaka Pelajar Offset.
Bain JL, Engelhardt M. 1992. Introduction to Probability and Mathematical
Statistics (2nd Edition). Boston (USA): PWS-Kent.
Ghahramani S. 2005. Fundamental of Probability dengan Stochastic Process.
New Jersey (USA): Pearson Prentice Hall.
Golub, Gene H, et al. 1965. Calculating the singular values and pseudo-inverse of
a matrix. Journal of the Society for Industrial and Applied Mathematics:
Series B, Numerical Analysis 2 (2): 205–224. [Jurnal]
Gower JC, DJ Hand. 1996. Biplot. London (EN): Chapman & Hall.
Grimmet GR, Stirzaker DR. 2001. Probability and Random Processes (3rd
Edition). Oxford (EN): University Press.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1995. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Adriyanto US dan Basith A, penerjemah. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari: Forecasting 2nd Edition.
Purcell EJ, Verberg D. 1999. Kalkulus dan Geometri Analisis (2nd Edition).
Jakarta (ID): Erlangga. [Terjemahan Calculus With Analytic Geometry]
Rankin D, et al. 2004. Scaling Methods (2nd Edition). New Jersey (USA):
Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.
Ross SM. 2000. Stochastic Process. New York (USA): Macmillan Publishing
Company.
Sharma S. 1996. Applied Multivariate Techniques. Canada (AS): John Wiley &
Sons Inc.
Siswadi dan Suharjo B. 1999. Analisis Eksplorasi Data Peubah Ganda dan SPSS
7.5. Bogor (ID): Departemen Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam IPB.
Stevens SS. 1946. On the Theory of Scales of Measurement. Science by American
Association for the Advancement of Science: Vol. 103 (677-680). [Jurnal]
Torgerson WS. 1993. Theory and Methods of Scaling. New York (USA): John
Willey.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta tanggal 15 April 1988, merupakan putra ke empat
dari lima bersaudara pasangan Alm. Bapak Wahyudi Santoso dan Ibu Sri Windari.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Matematika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2003 Penulis
melakukan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 47 Jakarta dan
menamatkannya pada tahun 2006. Kesempatan untuk melanjutkan kuliah di IPB
didapatkan dengan cara PMDK pada tahun 2006.
Selama mengikuti program sarjana penulis menjadi anggota Ikatan Alumni
SMA Se-jakarta Selatan dan menjadi salah satu pengurusnya pada periode 20072008. Selain itu, penulis juga merupakan salah satu anggota kegiatan Gugusan
Matematika (GUMATIKA) pada tahun 2008-2009.

16
Lampiran 1. Transformasi data skala kontinu menjadi skala diskret dengan batas
atas 10 dan batas bawah 0.
2 skala
0
2.5

|

3 skala
0
1.65

|

4 skala
0
1.25

|

5 skala
0
1

|

6 skala
0
0.8

|

7 skala
0
0.7

|

10
7.5

|
5

10
8.35

|
3.75

|
6.25

|
3

|
5

|
2.45

|
7

|
4.15

|
2.1

10
8.75

|
5.8

|
3.5

10
9

|
7.45

|
4.95

10
9.15

|
6.4

|
7.8

10
9.25

Formula untuk fungsi pada program Microsoft Excel untuk setiap kategori dengan
ukuran sampel 30:
2 Kategori
=IF('N30'!A2