Consumption of isoflavone foods and other factors to premenstrual syndrome (PMS) in High School Students in Bogor

KONSUMSI MAKANAN SUMBER ISOFLAVON SERTA
FAKTOR-FAKTOR LAINNYA TERHADAP KELUHAN
PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA SISWI SMA DI
BOGOR

CANTIKA ZADDANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konsumsi Makanan
Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual
Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Cantika Zaddana
NIM I151114041

RINGKASAN
CANTIKA ZADDANA. Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta
Faktor-faktor Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada
Siswi SMA di Bogor. Dibimbing oleh HADI RIYADI dan IKEU TANZIHA.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsumsi makanan sumber
isoflavon dan faktor-faktor lainnya terhadap keluhan Premenstrual Syndrome
(PMS) pada siswi SMA di Bogor. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1)
Mengidentifikasi prevalensi PMS; (2) Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi;
(3) Menganalisis tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi
makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin
A, dan vitamin C) dan tingkat stres; (4) Menganalisis hubungan keadaan sosial
ekonomi dengan konsumsi makanan sumber isoflavon; (5) Menganalisis

hubungan tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan
sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin A, dan
vitamin C), dan tingkat stres dengan keluhan PMS; (6) Menganalisis faktor resiko
keluhan PMS pada remaja putri
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Pemilihan tempat dan
responden dilakukan secara purposive pada siswi-siswi di SMAN 1 Dramaga dan
SMAN 2 Bogor. Responden yang diambil berusia 15-16 tahun, sudah mengalami
menstruasi, dapat diukur berat dan tinggi badannya, serta bersedia dan dapat
diwawancarai. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer meliputi karakteristik individu, keadaan sosial ekonomi, tingkat
aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, konsumsi makanan sumber isoflavon,
tingkat kecukupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C, tingkat stres, serta
keluhan PMS sedangkan data sekunder mengenai profil sekolah dan nama siswi.
Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman sedangkan faktorfaktor resiko keluhan PMS dianalisis menggunakan uji Regresi Logistik.
Hasil studi menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami PMS
dimana sebagian besarnya mengalami keluhan yang berat. Tingkat aktivitas fisik
mayoritas responden tergolong ringan dengan rata-rata nilai PAL sebesar 1.47.
Lebih dari separuh responden memiliki pengetahuan gizi tentang PMS dan
isoflavon yang cukup serta hampir seluruh responden juga memiliki status gizi
yang tergolong normal. Makanan sumber isoflavon yang paling sering dikonsumsi

oleh responden adalah tahu dan tempe dengan rata-rata asupan isoflavon dari
berbagai jenis makanan yang dikonsumsi oleh responden adalah 19.16 ± 5.7
mg/hari namun mayoritasnya masih memiliki tingkat kecukupan isoflavon yang
dibawah rata-rata. Asupan Ca, vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C responden
juga masih rendah dan mayoritasnya memiliki kecukupan dibawah rata-rata
asupan seluruh responden. Di dalam penelitian ini juga sebagian besar responden
memiliki tingkat stres sedang walaupun masih terdapat sebagian kecil yang
memiliki stres yang tinggi. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tingkat
stres berhubungan positif dengan keluhan PMS namun stres tersebut tidak cukup
untuk menjadi faktor resiko terjadinya PMS

Kata kunci: remaja putri, isoflavon, zat gizi, premenstrual syndrome

SUMMARY
CANTIKA ZADDANA. Consumption of Isoflavone Foods and Other
Factors to Premenstrual Syndrome (PMS) in High School Students in Bogor.
Supervised by HADI RIYADI and IKEU TANZIHA.
This study was aim to analyze the consumption of isoflavone foods and
other factors to Premenstrual Syndrome (PMS) in high school girl students in
Bogor. The specific objectives of this research were: (1) identified the prevalence

of PMS; (2) identified the socio-economic condition; (3) analyzed the physical
activity level; isoflavone and PMS knowledge, nutritional status, consumption of
isoflavone foods; nutritional adequacy level (Ca, vitamin B6, vitamin A, and
vitamin C) and stress level, (4) analyzed correlation of socio-economic condition
with the consumption of isoflavone foods; (5) analyzed correlations of physical
activity level, isoflavone and PMS knowledge, nutritional status, consumption of
isoflavone foods, nutritional adequacy level (Ca, vitamin B6, vitamin A, and
vitamin C) , and stres level to PMS; (6) analyzed the risk factors of PMS
Design of this study was a cross sectional study. The selection of places and
respondents were purposively on girl students in two high schools. Respondents
were 15-16 years old, had experienced menstruation, can be measured for weight
and height, as well as willing and able to be interviewed. The data collected
consisted of primary data and secondary data. Primary data include individual and
socio-economic characteristics,physical activity level, isoflavone and PMS
knowledge, nutritional status, consumption of isoflavone foods, nutritional
adequacy level of Ca, vitamin B6, vitamin A, and vitamin C, stress level, and
PMS. The secondary data were taken about profile of the school and the student
names. Data were analyzed using the SPSS for windows (version 16.0). The
correlation between variables were analyzed with Spearmans and risk factors of
PMS were examined with logistic regression.

The study showed that the majority of respondents had PMS where most of
the complaints were severe. Most respondents had light activity (84.0%) with the
average of activity level is 1.47. Most of respondents had isoflavone and PMS
knowledge in moderate category and almost all respondents had nutritional status
in normal category. Isoflavone foods consumed most often by respondents were
tofu and tempeh with an average intake of isoflavones from various types of food
consumed was 19.16 ± 5.7 mg/day, but the majority still had isoflavone adequacy
level below average. It is also known that Ca, vitamin B6, vitamin A, and vitamin
C intake were also low and the majority had adequate level below the averages of
all respondents. In this study, majority of respondents had stress leel in moderate
category. Spearman correlation test showed that stress level was positively
associated with PMS but that stress level did not seem to be a risk factor of PMS.
Keywords: adolescent girls, isoflavone, nutrient, premenstrual syndrome

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak

merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

KONSUMSI MAKANAN SUMBER ISOFLAVON SERTA
FAKTOR-FAKTOR LAINNYA TERHADAP KELUHAN
PREMENSTRUAL SYNDROME (PMS) PADA SISWI SMA DI
BOGOR

CANTIKA ZADDANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS

Judul Tesis

Nama
NIM

: Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor
Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS)
pada Siswi SMA di Bogor
: Cantika Zaddana
: I151114041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS
Ketua


Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian :
(25 Februari 2014)

Tanggal Lulus :

Judul Tesis


: Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor
Lainnya terhadap Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS)
pada Siswi SMA di Bogor
Cantika Zaddana
: 1151114041

Nama
NIM

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS
Ketua

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Gizi Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN

Tanggal Ujian :
(25 Februari 2014)

Tanggal Lulus :

1

.R 20 14

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulisan tesis yang berjudul
“Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon serta Faktor-faktor Lainnya terhadap
Keluhan Premenstrual Syndrome (PMS) pada Siswi SMA di Bogor” dilakukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program
Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku komisi pembimbing
atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan tesis;
terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku penguji luar komisi
serta kepada SMAN 1 Dramaga dan SMAN 2 Bogor yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

Cantika Zaddana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

v

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA
Remaja
Keadaan Sosial Ekonomi
Aktivitas Fisik
Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS
Status Gizi
Isoflavon
Stres
Premenstrual syndrome (PMS)
Penyebab Keluhan Menstruasi

1
2
3
3
3
3
4
6
7
8
9
12
14
15

3

KERANGKA PEMIKIRAN

17

4

METODE

20

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah
Prevalensi Premenstrual Syndrome (PMS)
Keadaan Sosial Ekonomi
Tingkat Aktivitas Fisik
Pengetahuan Isoflavon dan PMS
Status Gizi
Konsumsi Makanan Sumber Isoflavon
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Tingkat Stres
Hubungan Antar Variabel
Keadaan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Isoflavon
Tingkat Aktivitas Fisik dengan Keluhan PMS
Pengetahuan Isoflavon dan PMS dengan Keluhan PMS
Status Gizi dengan Keluhan PMS
Tingkat Kecukupan Isoflavon dengan Keluhan PMS

20
20
21
22
26
27
27
28
29
32
33
34
35
37
38
39
39
41
42
43
44

Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Keluhan PMS
Tingkat Stres dengan Keluhan PMS
Faktor Resiko Keluhan PMS
6

SIMPULAN DAN SARAN

45
48
49
51

Simpulan
Saran

50
51

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

56

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Status gizi menurut WHO (2007)
Kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)
Variabel, jenis, dan cara pengumpulan data
Jenis dan kategori pengolahan data
Sebaran responden menurut prevalensi PMS
Sebaran responden menurut keluhan PMS dalam kategori sering
Sebaran responden menurut keadaan sosial ekonomi dan status PMS
Sebaran responden menurut tingkat aktivitas fisik dan status PMS
Sebaran responden menurut pengetahuan isoflavon dan PMS serta
status PMS
Sebaran responden menurut jawaban benar pengetahuan isoflavon dan
PMS serta status PMS
Sebaran responden menurut status gizi dan status PMS
Sebaran responden menurut makanan sumber isoflavon dan status
PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan isoflavon dan status
PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan Ca dan vitamin B6
serta status PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan vitamin A dan vitamin
C serta status PMS
Sebaran responden menurut tingkat stres dan status PMS
Sebaran responden menurut keadaan sosial ekonomi dengan
kecukupan isoflavon
Sebaran responden menurut tingkat aktivitas fisik dengan keluhan
PMS
Sebaran responden menurut pengetahuan isoflavon dan PMS dengan
keluhan PMS
Sebaran responden menurut status gizi dengan keluhan PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan isoflavon dengan
keluhan PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan Ca dengan keluhan
PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan vitamin B6 dengan
keluhan PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan vitamin A dengan
keluhan PMS
Sebaran responden menurut tingkat kecukupan vitamin C dengan
keluhan PMS
Sebaran responden menurut tingkat stres dengan keluhan PMS

8
9
22
23
28
29
30
32
33
34
35
35
36
37
38
39
40
42
43
44
44
45
46
47
48
49

DAFTAR GAMBAR
1
2

Perbandingan struktur metabolit isoflavon equol dan estradiol
menunjukkan kesamaan dalam susunan spasial planar
Bagan kerangka pemikiran

12
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Sebaran responden menurut keluhan PMS
Sebaran responden menurut gejala stres dan status PMS

56
59

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Menurut WHO (2013) seseorang telah memasuki usia
remaja jika berusia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak dan dewasa sehingga terjadi perubahan fisik maupun mental yang
pesat yang merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Pada
masa ini terjadi periode pubertas yang merupakan periode dalam rentang
perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk
seksual yang dimulai antara usia 10sampai 14 tahun dengan puncak rata-rata usia
12.5 tahun. Kriteria yang paling sering digunakan untuk menentukan timbulnya
pubertas adalah menstruasi pada anak perempuan dan timbulnya jakun pada anak
laki-laki. Menstruasi merupakan ciri khas kematangan biologis seorang wanita
yang secara fisik ditandai dengan keluarnya darah dari vagina dan merupakan
salah satu perubahan yang terjadi pada alat reproduksi sebagai persiapan
kehamilan (Lusiana 2008).
Saat menstruasi, remaja putri kerap kali mengalami keluhan premenstrual
syndrome(PMS). Premenstrual syndrome dicirikan dengan sekumpulan gejala
fisik maupun psikis yang biasanya terjadi pada 7-10 hari sebelum datangnya
menstruasi. Perubahan yang biasanya terjadi adalah depresi, emosional (mudah
marah), mood swings, water retention-based symptoms (breast tenderness and
bloating), perubahan selera makan serta ngidam jenis makanan tertentu.
Sebenarnya penyebab PMS belum secara jelas diketahui namun sebagian besar
ahli berpendapat bahwa PMS dipicu oleh perubahan hormonal saat akan
datangnya menstruasi (Shreeve 1989; Freeman et al. 2003; Bryant et al. 2005).
Zat kimia yang terlibat pada proses pramenstruasi dan menstruasi adalah
hormon karena hormon memegang peranan penting dalam mengatur metabolisme
tubuh (Shreeve 1989). Pada wanita, estrogen merupakan hormon yang sangat
berpengaruh dalam menjaga kestabilan metabolisme tubuh dan kadar estrogen
meningkat saat akan terjadi menstruasi. Kadar estrogen yang tinggi tersebut akan
berpengaruh terhadap keadaan fisik dan psikisnya sehingga saat akan menstruasi
wanita akan mengalami gangguan fisik (berat badan bertambah, sakit kepala,
nyeri di payudara) dan psikis (mudah marah, depresi, kurang percaya diri, dll).
Menurut studi-studi yang telah dilakukan, terdapat beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mengatasi keluhan PMS. Tortora & Derrickson (2006)
menyatakan bahwa dengan melakukan aktifitas fisik secara teratur dapat
memperlancar metabolisme tubuh sehingga tubuh lebih bugar dan mengurangi
beberapa keluhan PMS. Kurangnya pengetahuan gizi tentang PMS membuat
remaja putri tidak melakukan penangangan terhadap PMS sehingga dengan
pengetahuan gizi yang baik maka dapat menghindari keluhan PMS yang
berlebihan (Suparman & Ivan 2011). Selain itu, Perez-Lopez et al. (2009)
menyatakan bahwa tingkat stres dapat memperparah keluhan PMS yang muncul
karena seseorang yang mengalami stres juga mengalami keluhan fisik dan psikis
sehingga dapat memperparah keluhan-keluhan PMS yang sudah ada. Pada remaja
putri, sumber stres biasanya berasal dari tekanan atas jadwal sekolah yang padat,

2
tugas sekolah yang menumpuk, persaingan antar sesama teman, serta tekanan
untuk menghadapi ujian akhir SMA dan ujian masuk perguruan tinggi sehingga
dapat menyebabkan semakin tingginya tingkat stres yang dialami. Oleh karena itu
konsumsi makanan sumber antioksidan seperti vitamin A dan vitamin C juga
disarankan agar dapat mengurangi dampak stres terhadap tubuh sehingga lebih
lanjut mengurangi keluhan sindrom pramenstruasi yang terjadi. Hardinsyah
(2004) juga menyebutkan bahwa faktor gizi dapat berperan dalam mengurangi
keluhan PMS dengan cara mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zatzat gizi mikro seperti kalsium dan vitamin B6.
Dari banyak studi yang telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor
yang dianggap dapat mengatasi keluhan PMS, konsumsi isoflavon juga dianggap
dapat membantu mengatasi keluhan tersebut. Hal tersebut terkait dengan peran
isoflavon sebagai fitoestrogen, yaitu suatu zat atau senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang memiliki peran dan aktivitas menyerupai estrogen dalam tubuh.
Konsumsi makanan sumber isoflavon terutama pada produk-produk kedelai dan
turunannya (kacang kedelai, tempe, tahu, oncom, tahu, dll) dianggap dapat
menurunkan gejala PMS karena struktur dan sifat isoflavon yang menyerupai
estrogen memiliki sifat antioksidan, menghambat angiogenesis, memfasilitasi aksi
neurobehavioural, serta mempunyai sifat ganda yaitu estrogenic dan antiestrogenic effects. Hal tersebut yang memungkinkan isoflavon sebagai
fitoestrogen dapat mengurangi PMS dengan menstabilkan siklus alami estrogen
(Bryant et al. 2005).
Beberapa uraian yang telah dipaparkan diatas menunjukkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keluhan PMS pada remaja putri
sebagai murid Sekolah Menengah Atas (SMA). Oleh karena itu berdasarkan
masalah yang telah diuraikan membuat peneliti tertarik untuk menganalisis
konsumsi makanan sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya terhadap keluhan
PMS pada siswi SMA.
Perumusan Masalah
Premenstrual Syndrome (PMS) dicirikan sebagai kumpulan gejala fisik
maupun psikis yang terjadi 7-10 hari sebelum datangnya menstruasi. Menurut
Perez-Lopez et al. (2009) prevalensi PMS diperkirakan antara 75-85% pada
wanita di seluruh dunia dan di Indonesia sendiri prevalensi PMS diperkirakan
mencapai 85% wanita usia reproduktif (Suparman & Ivan 2011) karena sebagian
besar wanita tidak tahu tentang bagaimana mengatasi keluhan PMS sehingga
kejadian PMS tersebut semakin meningkat. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
PMS ini adalah munculnya keluhan fisik maupun psikis sehingga dapat
menganggu aktivitas remaja putri keseharian. Selain itu, rasa nyeri yang biasa
ditimbulkan dapat mengganggu aktivitas belajarnya di sekolah sehingga remaja
putri tidak dapat berkonsentrasi dalam menerima pelajaran atau berkemungkinan
tidak dapat masuk sekolah. Dari studi-studi yang telah dilakukan, terdapat
beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut yaitu
melakukan aktifitas fisik secara teratur, menghindari stres, mengonsumsi makanan
sumber antioksidan (vitamin A, vitamin C), mengonsumsi makanan sumber Ca
dan vitamin B6, serta banyak mengonsumsi makanan sumber isoflavon seperti
pada produk kedelai dan olahannya.

3
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis konsumsi makanan
sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya terhadap keluhan Premenstrual
syndrome (PMS) pada siswi SMA di Bogor.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi prevalensi PMS pada siswi SMA
2. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi pada siswi SMA
3. Menganalisis tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi, pola
konsumsi isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca, vitamin B6, vitamin
A, dan vitamin C) dan tingkat stres pada siswi SMA
4. Menganalisis hubungan keadaan sosial ekonomi dengan konsumsi
makanan sumber isoflavon pada siswi SMA
5. Menganalisis hubungan tingkat aktivitas fisik, pengetahuan gizi, status gizi,
konsumsi makanan sumber isoflavon, tingkat kecukupan zat gizi (Ca,
vitamin B6, vitamin A, dan vitamin C), dan tingkat stres dengan keluhan
PMS pada siswi SMA
6. Menganalisis faktor-faktor resiko keluhan PMS pada siswi SMA

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
konsumsi makanan sumber isoflavon serta faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi keluhan PMS pada remaja putri. Selain itu, hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi keluhan PMS dan pada akhirnya dapat menjadi
masukkan kepada peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
memberikan intervensi dan melakukan uji klinis pada responden.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Remaja

Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Gunarsa 2001). WHO (2013)
mendefisniskan masa remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
manusia setelah masa kanak-kanak hingga sebelum dewasa yang terjadi mulai
usia 10 hingga 19 tahun.
Menurut Gunarsa (2001) pada masa remaja ini terjadi keunikan
pertumbuhan dan perkembangan yang karakteristiknya adalah (1) pertumbuhan
fisik yang sangat cepat; (2) pertumbuhan remaja putra dan remaja putri berbeda
dalam besar dan susunan tubuh sehingga kebutuhan gizinya pun berbeda; (3)
pertumbuhan fisik dan pematangan fungsi-fungsi tubuh adalah proses akhir dari
masa remaja. Keadaan ini menentukan pada waktu dewasa seperti bertambah
tinggi atau pendek, lamban atau energik, ulet atau pasrah; dan (4) terjadinya
perubahan hormon seks.

4
Menurut Bredbenner et al. (2009), proporsi jaringan lemak bebas tertinggi
yaitu pada masa bayi dan anak yang mulai tumbuh. Ketika anak laki-laki maupun
perempuan mulai memasuki masa remaja, perubahan proporsi jaringan lemak
bebas pun dimulai. Laki-laki menghasilkan hormon testosteron yang mendorong
terbentuknya lebih banyak massa otot, menumbuhkan tulang yang lebih padat dan
berat, serta membangun sel darah merah yang lebih banyak dibanding perempuan.
Lain halnya dengan massa otot, kadar lemak tubuh pada perempuan terus
meningkat di masa remaja namun menurun pada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh
tingginya kadar hormon estrogen yang menstimulasi penumpukan lemak subkutan
(lemak bawah kulit) pada perempuan.
Saat seseorang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa akan terjadi periode pubertas. Pada remaja wanita, pubertas ditandai
dengan permulaan menstruasi (menarche). Pada periode tersebut terjadi
perkembangan organ-organ seks wanita yaitu uterus, vagina membesar, dan
payudara yang membesar sehingga hormon estrogen disebut juga hormon
kewanitaan. Estrogen berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan organ seks
kewanitaan sehingga saat mulai pubertas, seorang wanita akan mengalami
perkembangan organ-organ seksnya (Pearce 1992).
Keadaan Sosial Ekonomi
Uang Saku
Menurut Mardayanti (2008) menyatakan bahwa remaja yang memiliki
uang saku berate telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri
cenderung untuk memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri keuangannya dan
cenderung lebih bebas untuk menentukan apa yang dimakan. Rata-rata uang saku
yang diterima untuk makanan sebesar 34,7%, untuk bukan makanan sebesar
60,7%, dan sisanya 4,6%. Alokasi uang saku yang dikeluarkan bukan untuk
makanan tetapi untuk transportasi, membeli hadiah, buku, dan pakaian. Semakin
besar uang saku yang diterima tidak mempengaruhi konsumsi energi dan zat gizi
(Mardayanti 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widjayanti (1989) dalam
Mardayanti (2008) tentang alokasi uang saku pada siswa sekolah di Bogor
menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar
uang saku yang diterima oleh anak.
Besar Keluarga
Menurut Berg (1986) besar keluarga mempunyai pengaruh pada konsumsi
pangan, jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar empat kali
lebih besar jika dibandingkan pada keluarga kecil. Pada keluarga dengan ekonomi
kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih
sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti pangan, sandang,
dan perumahan pun tidak terpenuhi.
Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan gizi
anggota keluarga terutama keluarga miskin. Semakin besar anggota keluarga
maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi akan semakin meningkat, sehingga

5
biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan tinggi (Lumenta
1987).
Pendidikan Ibu
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut
menentukan keadaan gizi anak. Menurut Bastian (2002) menjelaskan bahwa ada
5upaya yang merupakan imbas dari pendidikan ibu dan ayah yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, adalah peningkatan
sumberdaya keluarga, peningkatan nilai dan pendapatan keluarga, peningkatan
alokasi untuk pemeliharaan kesehatan anak, peningkatan produktifitas dan
efektifitas pemeliharaan kesehatan dan peningkatan preferensi kehidupan
keluarga.
Peran ibu biasanya lebih berpengaruh terhadap pembentukan kebiasaan
makan anak. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis makanan
tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan yang disajikan (Suhardjo 1989).
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang
dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang
lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki
menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang
informasi tentang gizi yang memadai (Berg 1986).
Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk
mendapatkan pengetahuan dan informasi khususnya tentang makanan yang baik
untuk kesehatan. Tetapi pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan
pengetahuan yang memadai tentang gizi. Pengetahuan gizi ibu yang baik
diharapkan dapat diwujudkan dalam penyediaan makanan sehari-hari dalam
keluarga dan memberikan pengetahuan kepada anak (Suhardjo 1989).
Pekerjaan Ibu
Menurut Suhardjo (1989) ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu
untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga. Peranan ibu dalam pembentukan
kebiasaan konsumsi pada anak sangat menentukan karena ibu terlibat langsung
dalam penyediaan makanan rumah tangga. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang
bekerja seringkali mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuatkan makanan
untuk anggota keluarganya.
Penelitian yang dilakukan Rohayati (2001) pada anak sekolah di propinsi
NTT, diketahui bahwa pekerjaan ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Hal
ini disebabkan karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga
khususnya penyelenggaraan makan keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis
pangan dan penyusunan menu untuk keluarga.
Pendapatan Orang tua
Menurut Martianto&Ariani (2004) menjelaskan bahwa tingkat pendapatan
seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang
dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka
kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dar

6
perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan
yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya,
rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan
terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi
makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Sehari itu, masyarakat
berpendapatan rendah juga akan mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis
yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti
mengonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.
Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang
menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik, seperti
berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan
energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI
2007).
Menurut Wirakusumah (2003) menyatakan berolahraga secara teratur yaitu
dengan memperhatikan kontinuitas, frekuensi (sebaiknya 3-4 kali seminggu),
durasi (30-45 menit setiap kali berolahraga), intensitas (olahraga harus
menghasilkan keringat tanpa terengah-engah serta tidak menimbulkan perasaan
lelah tetapi menimbulkan perasaan segar), gerakan (kombinasi gerakan yang
dinamis yang tidak telampau cepat, regangan/stretching, gerakan melayukan
lengan serta menggeletarkan jari-jari tangan serta gerakan pernapasan), dan jenis
olahraga (renang atau bersepeda secara perlahan-lahan, treadmill atau jogging,
dan senam). Biasakan berlari kaki sedikitnya 3 kali seminggu selama paling
sedikit 30 menit.
Kendala saat memulai berolahraga biasanya adalah adanya perasaan malu
atau tidak terbiasa karena di sekitar rumah jarang orang yang melakukan aktivitas
olahraga. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh
terhadap kondisi tubuh seseorang (Wirakusumah 2003).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur mempunyai dampak positif
yang dapat dikategorikan menjadi: 1) Fisiologi/Biologi, seperti pengaturan dan
pengurangan berat badan dan lemak tubuh; pemeliharaan lean musle mass;
pengontrolan tekanan darah; perbaikan profil lipid darah; pengontrolan glukosa
darah; peningkatan kapasitas respirasi dan kardiovaskuler; dan perbaikan lainnya
yang terkait dengan penurunan massa tulang, 2) Psikososial, seperti meningkatnya
image dan harga diri; turunnya depresi, stress, dan insomnia; penurunan konsumsi
obat; dan peningkatan sosialisasi dalam populasi, 3) Kognitif, seperti memberikan
hasil yang lebih baik dalam berkonsentrasi, daya ingat, respon, dan aspek kognitif
keseluruhan; serta penurunan resiko penyakit Parkinson’s dementia, senile
dementia dan Alzheimer’s, 4) Sekolah, seperti perbaikan aspek akademik dan
hubungan antara orangtua dan guru; turunnya absensi dan resiko gangguan
perilaku; pencegahan terhadap kenakalan anak, alkoholik, dan penyalahgunaan zat
kimia; serta peningkatan rasa tanggung jawab (Wirakusumah 2003).
Aktifitas fisik direkomendasikan sebagai salah satu cara yang efektif untuk
mengurangi keluhan mestruasi dan sindrom pramenstruasi (Hendrick 2007).
Aktivitas fisik juga terbukti mempengaruhi tampilan fisiologis wanita dengan
meningkatkan kepercayaan diri dan konsentrasi sehingga dapat menurunkan

7
gejala emosional yang ditimbulkan oleh keluhan PMS. Aktivitas fisik juga
dipercaya dapat meningkatkan sistem imunitas sehingga dapat meningkatkan
ketahanan tubuh terhadap stres (Choi & Salmon 1995).
Mekanisme biologis dari pengaruh aktivitas fisik terhadap pengurangan
keluhan menstruasi dijelaskan melalui beberapa cara. Olahraga meningkatkan
produksi endorphin, menurunkan kadar estrogen dan hormon steroid lainnya,
memperlancar transpor oksigen di otot, dan menurunkan kadar kortisol (Kroll
2010).
FAO/WHO/UNU (2001) menyatakan bahwa aktifitas fisik adalah variabel
utama, setelah angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR)
dalam penghitungan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2003) AMB
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Besarnya
aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical
activity (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang
dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan
dengan rumus (FAO/WHO/UNU 2001) sebagai berikut:
PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas)/24 jam
Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap
jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : 1) Sangat
ringan dengan nilai PAL 1,2-1,4; 2) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69; 3)
Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99; 4) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40
(FAO/WHO/UNU 2001).
Seseorang dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak
melakukan kerja fisik, tidak berjalan jauh, umumnya menggunakan alat
transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu
senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak. Pada kategori
sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, namun lebih
banyak mengeluarkan energi dibandingkan yang beraktivitas ringan.
Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan namun
memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur, misalnya
jogging, berlari, aerobik yang dapat meningkatkan PAL dari 1,55 (ringan) menjadi
1,75 (sedang). Kategori berat adalah orang yang tergolong beraktivitas berat bila
orang tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang mengeluarkan
banyak energi seperti berenang dan menari selama 2 jam, mencangkul, berjalan
kaki dengan beban yang berat (FAO/WHO/UNU 2001).
Pengetahuan Tentang Isoflavon dan PMS
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari
pengalaman yang dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh guru,
orang tua, keluarga, teman, buku, surat kabar dan majalah. Berdasarkan
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses untuk
mengetahui sesuatu yang dilakukan oleh manusia berdasarkan pengalaman,
perasaan, pola pikirnya terhadap objek tertentu (Suhardjo 1989).

8
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi,
serta interaksi antar zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan
tentang isoflavon dan PMS adalah pengetahuan PMS yang kemudian dikaitkan
pengetahuannya tentang isoflavon yang akan berdampak pada upaya untuk
mengurangi keluhan PMS dengan pengetahuan tentang isoflavon tersebut.
Pengetahuan tentang isoflavon dan PMS gizi yang baik dapat mendorong
seseorang untuk mengonsumsi makanan sumber isoflavon dan lebih lanjut
menghindarkan terjadinya keluhan PMS yang berlebihan.
Status Gizi
Status gizi seseorang dapat diperoleh menggunakan pengukuran
antropometri. Pengukuran antropometri sangat penting pada masa remaja untuk
mengetahui perubahan pertumbuhan dan kematangan yang dipengaruhi oleh
faktor hormonal. Selain itu, menurut Riyadi (2001), pengukuran antropometri
penting dilakukan pada masa remaja karena pertumbuhannya cukup sensitif
terhadap kekurangan atau kelebihan gizi. Selain itu, kadar hormon dalm tubuh
seseorang juga sangat dipengaruhi oleh status gizinya, jika seseorang memiliki
status gizi yang baik, maka produksi dan aktivitas hormon akan bekerja dengan
baik, begitu juga sebaliknya.
Tabel 1 Status gizi dengan indikator IMT/U menurut WHO (2007)
IMT/U
z-score < -3SD
z-score -3SD - < -2SD
z-score -2SD - 1SD
z-score > 1SD - 2SD
z-score > 2SD

Kategori Status Gizi
Sangat Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

Pengukuran status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut
umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Menurut
Riyadi (2001), pengukuran status gizi menggunakan BB/U dianggap tidak valid
jika tidak disertai dengan informasi mengenai TB/U. Namun pengukuran
menggunakan kombinasi BB/U dan TB/U untuk menilai massa tubuh dianggap
memberikan hasil yang bias. Menurut WHO (2007), untuk anak berusia diatas 10
tahun, BB/U bukanlah indikator yang baik karena tidak dapat membedakan antara
tinggi badan dan berat badan pada masa remaja yang sedang mengalami pubertal
growth spurt. Perubahan komposisi tubuh pada remaja yang mungkin dapat
terlihat adalah adanya penambahan berat badan (BB/U) sedangkan sebenarnya
mereka hanya bertambah tinggi bukan bertambah berat badan. IMT menurut umur
merupakan indikator yang direkomendasikan untuk mengetahui thinness,
overweight dan obesity pada remaja usia 10-19 tahun (Riyadi 2001 dan WHO
2007). Sistem klasifikasi standar yang biasanya digunakan untuk melihat status
gizi remaja adalah z-score atau skor standar deviasi (SD). Sistem klasifikasi ini
direkomendasikan oleh WHO karena kemampuannya dalam menggambarkan
status gizi termasuk pada keadaan ekstrim, serta menunjukkan proses hasil
statistik, seperti mean dan standar deviasi dari z-score. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan serta perluasan penggunaannya dalam bidang

9
klinis, maka sistem klasifikasi untuk mengukur status gizi remaja disajikan dalam
bentuk persentil. Klasifikasi dengan persentil pada dasarnya sama dengan z-score
karena keduanya menggunakan data berat badan dan tinggi badan (WHO 2007).
Isoflavon
Isoflavon merupakan suatu struktur kimia yang mirip dengan estrogen
mamalia. Isoflavon secara alami terdapat dalam bahan pangan nabati dan
termasuk kedalam fitoestrogen. Cincin fenolik pada struktur isoflavon merupakan
elemen struktural utama yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Isoflavon
banyak ditemukan pada tanaman Leguminoceae tropis. Hal itu karena tanaman
tersebut mempunyai enzim kalkon isomerase yang mampu mengubah 2®naringenin menjadi 2-hidroksidaidzein.
Isoflavon juga merupakan senyawa polifenol yang dapat memperlihatkan
peranan seperti estrogen sehingga seringkali disebut sebagai fitoestrogen yaitu
senyawa yang mempunyai aktivitas estrogenik yang berasal dari tanaman.
Kacang-kacangan khususnya kedelai merupakan sumber utama isoflavon bagi
manusia. Terdapat dua bentuk isoflavon dalam makanan yaitu isoflavon dalam
bentuk glikosida (terikat pada molekul glukosa) dan aglikon (tidak terikat/bebas).
Proses pencernaan (hidrolisis enzimatis) atau fermentasi kedelai dan pengolahan
berbagai produk olahan kedelai akan melepaskan molekul gula dari isoflavon
glukosida tersebut menghasilkan isoflavon aglikon sehingga dapat lebih mudah
diabsorpsi (Muchtadi 2012). Oleh karena itu, kandungan isoflavon utama yang
terkandung didalam produk-produk kedelai adalah isoflavon dalam bentuk
aglikon.
Kedelai mengandung dua jenis isoflavon utama yaitu genistein dan daidzein
ditambah satu jenis isoflavon minor yaitu glisitein. Kandungan isoflavon produk
olahan kedelai bervariasi dan dipengaruhi bukan saja oleh jenis (kultivar) kedelai
yang digunakan tetapi juga oleh proses pengolahannya (Muchtadi 2012). Berikut
ini disajikan kadar isoflavon dalam beberapa jenis produk pangan.
Tabel 2 Kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)
Nama Makanan
Mayonnaise yang terbuat dari tofu
Olive oil, extra virgin
Miso soup
Apricot
Cranberries
Anggur
Jus jeruk dari konsentrat
Kismis
Asparagus
Brokoli
Kacang polong
Kacang kedelai
Ubi jalar
Kacang almond

Daidzein
5.50
0.01
0.78
0.00
0.00
0.04
0.01
0.03
0.03
0.04
0.00
62.07
0.00
0.00

Kadar Isoflavon Aglikon
Genistein Glisitein
Total
11.30
0.0
16.80
0.03
0.00
0.04
0.73
0.03
1.52
0.01
0.00
0.02
0.01
0.00
0.01
0.03
0.00
0.06
0.01
0.00
0.01
0.05
0.00
0.08
0.00
0.00
0.03
0.00
0.00
0.04
0.01
0.00
0.01
80.99
14.99
154.53
0.01
0.00
0.01
0.01
0.00
0.01

10
Tabel 2 (lanjutan) kandungan isoflavon dalam produk pangan (mg/100g)
Nama Makanan
Kacang mete
Hazelnut
Kopi
Teh hijau
Teh melati
Miso
Kacang hijau
Oncom
Tahu
Taucho
Selai kacang
Yogurt kedelai
Soybean chips
Soybean flakes full fat
Soybean flakes non fat
Susu kedelai
Tempe
Tofu yogurt
Spaghetti
Bread-whole grain

Daidzein
0.00
0.01
0.03
0.01
0.01
16.43
0.00
6.60
15.59
33.2
0.00
13.77
26.71
21.75
37.47
4.84
22.66
5.70
0.01
0.20

Kadar Isoflavon Aglikon
Genistein Glisitein
Total
0.01
0.00
0.01
0.02
0.00
0.03
0.01
0.00
0.04
0.02
0.00
0.02
0.03
0.00
0.05
23.24
3.00
41.45
0.09
0.00
0.09
3.10
0.00
9.70
16.01
2.77
33.91
37.6
10.5
82.3
0.02
0.00
0.02
16.59
2.80
33.17
27.45
0.00
54.16
39.57
1.12
62.31
91.22
14.23
131.53
6.07
0.93
10.73
36.15
3.82
60.61
9.40
1.20
16.30
0.01
0.00
0.02
0.15
0.00
0.38

USDA. 2008. USDA Database for The Isoflavone Content of Selected Foods

Anjuran asupan isoflavon berbeda-beda menurut para ahli karena
konsentrasi isoflavon dalam tubuh sangat bervariasi dan kondisi individual yang
dikontrol oleh banyak faktor. Menurut Depkes (2001), anjuran asupan isoflavon
untuk meringankan gejala menopause adala 80 mg/hari. Sedangkan menurut
Astawan, anjuran asupan isoflavon adalah 50-90 mg/hari. BPOM (2004)
menganjurkan asupan isoflavon sebesar 50 mg//hari untuk orang dewasa yang
sehat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ishiwata et al. (2003), asupan
isoflavon sebanyak 40mg/hari dapat menurunkan gejala PMS sedangkan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Bryant et al. (2005) menyatakan bahwa asupan
isoflavon 68 mg/hari dapat menurunkan beberapa gejala PMS.
Manfaat Isoflavon
Beberapa manfaat isoflavon untuk kesehatan adalah:
1. Anti aterosklerosis
Anthony et al. (1998) memberikan arahan bahwa mekanisme yang paling
mungkin bagaimana isoflavon dapat mencegah timbulnya aterosklerosis adalah :
(a) mempengaruhi konsentrasi lipida daam plasma darah, (b) berfungsi sebagai
antioksidan, (c) mencegah sel-sel otot halus untuk berproliferasi dan bermigrasi
(antiproliferative and atimigratory effects), (d) mencegah terbentuknya thrombus,
dan (e) memelihara reaktivitas vaskuler yang normal. Wiseman et al. (2000)
menyimpulkan bahwa konsumsi isoflavon sebagai fitoestrogen dapat mengurangi
peroksida lipida in vivo dan meningkatkan ketahan LDL terhadap oksidasi. Efek
antioksidatif ini dapat menurunkan resiko timbulnya aterosklerosis dan penyakit

11
kardiovaskuler. Zhan & Ho (2005) juga menambahkan bahwa protein kedelai
yang mengandung isoflavon tidak hanya secara nyata mengurangi kadar kolesterol
total, LDL, dan trigliserida dalam serum tetapi juga secara nyata meningkatkan
kadar kolesterol HDL. Akan tetapi efeknya tergantung pada dosis dan lamanya
konsumsi produk kedelai serta konsentrasi lipida awal dalam serum subjek
(Muchtadi 2012).
2. Anti osteoporosis
Defisiensi estrogen umumnya tidak dimasukkan kedalam daftar faktor
resiko timbulnya osteoporosis akan tetapi estrogen secara tidak langsung
berhubungan dengan banyak faktor resiko osteoporosis yaitu: wanita, kurus,
menderita amenorrhea (siklus menstruasi yang tidak teratur), berumur lanjut,
pascamenopause, dan pecandu alkohol (Muchtadi 2012).
Menurut penelitian yang dilakukan Lindsay et al. (1984), estrogen sebagai
hormone replacement therapy (HRT) terbukti efektif dalam mencegah kehilangan
massa tulang pada wanita pasca menopause serta mengurangi insiden patah tulang
(Muchtadi 2012).
3. Menurunkan resiko terjadinya kanker
Banyak studi yang mengemukakan bahwa asupan flavonoid berhubungan
dengan penurunan kejadian beberapa kanker dan penyakit kardiovaskuler (Hertog
et al. 1995). Hal itu karena senyawa golongan flavonoid memiliki sifat
antioksidan seperti antimutagenic dan antiproliferative properties. Senyawa
golongan flavonoid khususnya isoflavon dapat menurunkan kejadian kanker
payudara karena sifat nya sebagai anti-estrogenic effects (Peterson et al.
2003).Soet al. (1996) juga mengemukakan bahwa berbagai kategori flavonoid
dilaporkan dapat menghambat replikasi sel kanker payudara, oestrone sulphatase
activity, dan perkembangan sel tumor di kelenjar payudara.
Peterson et al. (2003) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang
terbalik antara asupan flavonoid dengan kejadian kanker payudara. Penelitian
yang dilakukan pada wanita di Yunani tersebut menunjukkan bahwa konsumsi
flavonoid minimal 0.5 mg/hari dapat menurunkan kejadian kanker payudara
sebesar 0.87 kali pada wanita usia reproduktif. Selain itu, penelitian yang
dilakukan pada wanita beretnik Asia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa
konsumsi tofu sebanyak 4 kali seminggu dapat menurunkan resiko terkena kanker
payudara sebesar 0.65 kali dibandingkan kelompok yang tidak mengonsumsinya
(Wu et al. 2002) dan penelitian yang dilakukan oleh Yamamoto et al. (2003)
intake isoflavon sebesar 25.5 ± 2.2 mg per hari dapat menurunkan resiko kanker
payudara sebesar 46%.
4. Mengurangi keluhan PMS
Tidak ada mekanisme yang jelas yang menjelaskan bagaimana isoflavon
dapat mengurangi gejala PMS. Namun diduga karena sifat biologis isoflavon yang
menyerupai estrogen dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Struktur
fenolik isoflavon merupakan determinan utama dalam kemampuannya berikatan
dengan reseptor estrogen. Kesamaan ini memungkinkan isoflavon berikatan
dengan reseptor estrogen.
Isoflavon dapat berperan ganda yaitu menghasilkan efek anti-estrogenik
saat kadar estrogen didalam tubuh tinggi dan efek estrogenik saat kadar estrogen
alami tubuh dalam keadaan yang terbatas.Menurut beberapa hasil penelitian,
isoflavon sebagai fitoestrogen efektif dalam mengurangi beberapa gejala PMS

12
karena kemampuannya untuk berperan sebagai antioksidan, menghambat
angiogenesis, memfasilitasi kerja neurobehavioural, dan dapat berfungsi sebagai
anti-estrogenic effects dan estrogenic effects. Oleh karena itu, isoflavon dapat
mengurangi keluhan PMS dengan menstabilkan fluktuasi siklus alami estrogen.

Gambar 1 Perbandingan struktur metabolit isoflavon equol dan estradiol
menunjukkan kesamaan dalam susunan spasial planar (Setchell &
Cassidy 1999)
Stres
Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu
menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan
selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis, emosional,
kognitif, dan perilaku. Melson (1980) dalam Furi (2006) mendefinisikan stres
sebagai proses yang terjadi saat individu harus menyesuaikan diri dengan suatu
keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh sindrom spesifik. Stres adalah suatu
tuntutan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa &
Gunarsa (2004) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan
ketegangan yang mempengaruhi seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang
timbul dapat bersifat wajar ataupun tidak, tergantung dari reaksi terhadap
ketegangan tersebut.
Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan
eustres. Distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang semakin
meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang sulit dan
mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk menghadapi tuntutan
yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri sehingga mampu
menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut.
Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan
atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa
dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis.
Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian,
jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya pengangguran,
perceraian, perselisihan, dan lain-lain. Terdapat empat stresor yaitu (Gunarsa &
Gunarsa 2004):
1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia,
kematian seseorang.
2. Hubungan sosial seperti persaingan
3. Kebutuhan hidup yang meningkat meliputi peningkatan taraf hidup yang
harus diimbangi dengan peningkatan status ekonomi.

13
4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan
keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada.
Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang harus
dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian yang
pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha, kesulitan,
kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka ragam
keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 2004).
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004) keluhan yang muncul akibat rasa
cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir
diantaranya:
1. Keluhan Fisik, meliputi:
a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit kardiovaskuler
yang sudah ada;
b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung);
c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan
pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala;
d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga
mudah masuk angin, pilek;
e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai
kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi dari
konflik emosi;
f. Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosokgosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya ketegangan;
g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala,
rasa tidak nyaman sebelum haid, serta siklus haid yang tidak teratur.
Selain itu, sindrom ini juga disebabkan terganggunya keseimbangan
hormon,
2. Keluhan Psikologis, meliputi:
a. Perasaan tidak menentu, cemas, dan takut yang tidak jelas dan tidak
terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat
menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau
tempat dan keadaan tertentu;
b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia),
kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif
mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan dorongan
melakukan percobaan bunuh diri;
c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat marah,
emosi cepat meluap, menjadi histeris;
Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh
yang dapat mempengaruhi kesehatan. Oleh karena itu, stres yang dialami
seseorang dapat memperparah keluhan-keluhan PMS yang terjadi (Karyadi 2005).
Hubungan antara rasa stres dengan sakit ditandai dengan proses pelepasan
hormon, khususnya hormon adrenalin yang dilepas oleh rangsangan sistem
kardiovaskuler. Jika pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat
menyebabkan jantung berdebar-debar sangat kencang sehingga dapat
menyebabkan kematian. Perasaan stres juga dapat menyebabkan terjadinya
penyimpangan fisiologis seperti asma, penyakit kepala kronis, arthritis (rematik),

14
beberapa penyakit kulit, hipertensi, CHD (Chronic Heart Disease), dan juga
kanker (Smet 1994).
Vitamin A dan vita