Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung

HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN
RENDEMEN INDIVIDU MELALUI CORE SAMPLER
DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG

HILDA WAHYUNI
A24090152

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Brix
Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII
Unit Usaha Bungamayang, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Hilda Wahyuni
NIM A24090152

ABSTRAK
HILDA WAHYUNI. Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen
Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung.
Dibimbing oleh PURWONO.
Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dengan pabrik
gula (PG) adalah rendemen. Core sampler merupakan alat pengambilan contoh
tebu untuk menetapkan rendemen individual. Kegiatan magang ini bertujuan
untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan brix core sampler, brix kebun
dan rendemen core sampler, serta brix core sampler dan rendemen core sampler.
Kegiatan magang dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung
selama empat bulan yakni dari Februari hingga Juni 2013. Pengamatan dilakukan
terhadap tebu petani yang bermitra dengan PG. Hubungan antara brix kebun dan
brix core sampler menunjukkan hubungan yang sangat lemah dan tidak nyata (r =

0.170). Hubungan antara brix core sampler dengan rendemen core sampler
menunjukkan hubungan positif yang kuat dan nyata (r = 0.723), sedangkan
hubungan antara brix kebun dengan rendemen core sampler hubungannya sangat
lemah dan tidak nyata (r = 0.180).
Kata kunci : bagi hasil, brix, rendemen

ABSTRACT
HILDA WAHYUNI. The Correlation between Field Brix and The Individual
Sucrose Measuring through Core Sampler at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang,
Lampung. Supervised by PURWONO.
The main variable of calculation for production sharing between sugarcane
farmers and sugar factory is sucrose. Core sampler is a sampling machine to
decide the individual sucrose. The aimed of this intership was to analyze the
correlation between field brix and core sampler brix, field brix and core sampler
sucrose, and core sampler brix and core sampler sucrose. The internship activities
was conducted at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung and was carried
out on four months from February to June 2013. The observation concerned to
sugarcane from farmers who cooperated with sugar factory. The correlation
between field brix and core sampler brix showed very weak and not significant (r
= 0.170). The correlation between core sampler brix and core sampler sucrose

showed strong positive and significant (r = 0.723), whereas correlation between
field brix and core sampler sucrose showed very weak and not significant (r =
0.180).
Keywords : brix, production sharing, sucrose

HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN
RENDEMEN INDIVIDU MELALUI CORE SAMPLER
DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG

HILDA WAHYUNI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu
melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang,
Lampung
Nama
: Hilda Wahyuni
NIM
: A24090152

Disetujui oleh

Dr Ir Purwono, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu
melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang,
Lampung
Hilda Wahyuni
Nama
NIM
: A24090152

Disetujui oleh

Dr Ir Purwono, MS
Pembimbing

Tanggal Lulus:

.2 9 JAN 2014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia,
kemudahan, dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Topik
yang dipilih dalam magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni
2013 ini ialah aspek pasca panen, dengan judul Hubungan antara Brix Kebun dan
Pengukuran Rendemen Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang, Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1.
Mamah, papah, kedua adik laki-laki tercinta (Rizal dan Rifky), nenek, kakek,
om sam, tante kur, serta seluruh keluarga di Lampung atas doa, dukungan,
cinta dan kasih sayangnya selama ini,
2.
Dr Ir Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak bimbingan, nasihat, dan arahan selama pelaksanaan tugas akhir,
3.
Dr Ir Suwarto, MSi dan Ibu Anggi Nindita, SP MSi selaku dosen penguji
dalam ujian skripsi penulis yang telah memberikan banyak nasihat, saran,
dan kritik yang membangun,
4.
Ibu Maryati Sari, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan banyak nasihat dan saran selama program studi,
5.
Ir Sukarnoto, MM selaku Manajer PTPN VII Unit Usaha Bungamayang,
dan Ir Syukur selaku Kepala Tanaman PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
sekaligus pembimbing lapang yang telah banyak memberikan kemudahan
dan dukungan selama pelaksanaan magang,
6.
Seluruh staff dan karyawan (Pak Agustinus, Pak Arif, Pak Her, Pak Hon,
Pak Krisna, Pak Amin, Pakde Sutris, Pak Trisman, Pak Darman, Pak Dedit,
Ibu Fita, Ibu Pita, Ibu Win, mandor afdeling 5 dan 20, karyawan lab.
analisis kemasakan, karyawan lab.core sampler), serta pihak lainnya di
PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yang telah banyak membantu dan
mendukung selama pelaksanaan magang,
7.
Seluruh staff pengajar dan karyawan departemen AGH (Pak Wasta, Bu Puri,
Pak Kohar, Bu Yuli) yang telah banyak membantu proses menuntut ilmu
dan administrasi di departemen AGH,
8.
Para sahabat tercinta: Socrates 46 (Wahyuningsih, Af’ida, Dea, Ana, Silmi,
Ida, Ires, Singgih, Syahidah), Shahibul ‘Amal, Murabbi, BEM TPB 46,

BEM Faperta 2010-2012, BEM KM IPB 2013, LDK Al Hurriyyah, BP Nas
Jabar FSLDKI, Forsila, CAS, FAmily 46, Sabil, Fatih, GF, Dzulfikar, dan
seluruh sahabat penulis yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu,
namun banyak memberi inspirasi dan ilmu bagi penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, Januari 2014

Hilda Wahyuni

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia

Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula
Rendemen Tebu
Alat Core Sampler
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Metode Pelaksanaan
Analisis Data dan Informasi
KEADAAN UMUM
Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif
Keadaan Iklim dan Tanah
Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Keadaan Tanaman dan Produksi
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Aspek Manajerial
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Kemitraan Tebu Rakyat (TR)
Sistem Bagi Hasil
Penentuan Rendemen Individu Petani dengan Core Sampler

Hubungan antara Brix Kebun dengan Pengukuran Rendemen melalui
Core Sampler
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x
1
1
2
2
2
3
4
5

6
6
6
7
7
7
8
8
9
10
12
12
31
34
34
35
36
40
45
45
46
46
49
61

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Arti nilai korelasi
Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan
Komposisi luas KTG per kategori
Hasil pengamatan brix kebun, brix core sampler, rendemen core sampler
Perbandingan rata-rata brix kebun dengan brix core sampler
Tingkat kandungan kotoran tebu (trash) pada tebu giling
Korelasi antara brix core sampler dan brix kebun dengan rendemen
core sampler
8 Pengamatan angka rendemen efektif dan rendemen core sampler

7
11
14
41
42
42
43
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Provinsi sentra produksi tebu rakyat
Alur proses pembibitan
Sistem overlapping 100 %
Kegiatan pengairan
Serangan hama penggerek batang (kiri) dan hama penggerek
pucuk pada daun (kanan)
Kegiatan klentek
Kegiatan kultivasi (penggemburan)
Model pelaksanaan aplikasi ZPK
Kegiatan aplikasi ZPK
Hasil penebangan sistem tebang 4:2:4
Sistem muat pada bundle cane
Sistem muat pada loose cane
Alat core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
Aplikasi bore core sampler
Aplikasi shredder
Aplikasi hydraulic press
Alat XDS Rapid Liquid Analiyzer
Grafik perbandingan rendemen efektif dan rendemen core sampler

2
14
16
17
18
20
21
23
24
25
27
28
37
38
38
39
39
44

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Jurnal harian kegiatan magang sebagai pekerja harian lepas
Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor
Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten /sinder
Data curah hujan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang th. 2003 – 2012
Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayanng
Peta areal perkebunan HGU PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
Denah pabrik gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
Data produksi dan produktivitas PTPN VII Unit Usaha Bungamayang

51
52
54
56
57
58
59
60

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tebu adalah salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan
produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam
bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Oleh karena itu, adanya
industri gula sebagai pusat pengolahan tebu menjadi gula sangat penting dan vital
peranannya khususnya dalam menyediakan kebutuhan pangan penduduk (Susila
et al 2005). Dalam industri gula banyak pihak yang terkait dan memiliki peranan
penting bagi berlangsungnya kinerja industri, salah satunya adalah peran dari para
petani tebu dalam memasok dan memproduksi bahan baku gula melalui bentuk
kemitraan yang dibangun antara petani tebu dan pabrik gula (PG).
Salah satu bentuk kemitraan antara petani tebu dengan PG adalah bagi hasil
gula. Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dan PG adalah
rendemen. Hubungan kemitraaan antara petani tebu dan PG adalah hubungan bagi
hasil berdasarkan rendemen yang merupakan turunan dari Inpres No 9 tahun
1975 terkait proses produksi gula menjadi terdisintegrasi yakni kegiatan usaha
tani dilakukan oleh petani tebu dan pengolahan gula dilakukan oleh PG (LRPI
2005).
Masalah penetapan rendemen tebu di lapangan sering menjadi potensi
konflik karena petani tebu tidak percaya dengan hasil yang diperoleh. Petani
masih mengganggap rendemen yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi
tanaman yang telah diusahakan selama satu tahun. Perhitungan yang saat ini
masih dilakukan di sebagian besar PG di Indonesia adalah berdasarkan rendemen
rata-rata atau rendemen kolektif. Beberapa PG bahkan berlaku perhitungan bagi
hasil dengan rendemen kesepakatan.
Kekurangan dari penentuan rendemen menggunakan rendemen kolektif
adalah tebu yang masuk ke PG seluruhnya dicampur di dalam emplasemen
sehingga secara otomatis tebu berkualitas baik akan tercampur dengan tebu
berkualitas buruk. Selain itu, angka rendemen juga diperoleh setelah tebu masuk
ke meja tebu dan diolah menjadi hablur gula. Hal inilah yang menyebabkan petani
cenderung mananam tebu dengan mementingkan bobot tebu tanpa mempedulikan
mutu tebu. Perhitungan seperti ini juga dinilai belum mampu memberikan
penghargaan terhadap potensi petani tebu yang berkualitas baik dan cenderung
mengakibatkan ketidakadilan bagi hasil antara petani yang kualitas tebunya baik
dengan petani yang kualitas tebunya kurang baik. Oleh karena itu sesuai dengan
rekomendasi Panja Gula Komisi VI DPR RI, rendemen tebu petani seharusnya
diukur sebelum proses pengolahan dengan metode yang tepat dan secara individu
sehingga petani memperoleh rendemen sesuai dengan mutu tebu yang dihasilkan.
Salah satu penetapan rendemen secara individu dan diperoleh sebelum tebu masuk
ke pabrik adalah menggunakan teknik core sampler (Puslitbangbun 2012).

2
Tujuan
Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk memperluas wawasan dan
pengalaman kerja secara nyata di perusahaan dengan berbagai jenjang karir.
Tujuan khususnya adalah untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan
brix core sampler, brix kebun dan rendemen core sampler, serta brix core sampler
dan rendemen core sampler.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah salah satu anggota familia
rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah namun
masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika. Tebu dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1 400 m
diatas permukaan laut (dpl).
Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan
dan tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan
tegalan dan 35% pada lahan sawah. Sampai saat ini wilayah pengembangan tebu
sawah dan beberapa tegalan masih terfokus di pulau Jawa yakni Jawa Timur, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat, sedangkan usahatani tebu khusus pada
lahan tegalan pengembangannya diarahkan ke luar Jawa seperti di Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo (Ditjenbun 2012).
Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) (2011) dari Direktorat Jenderal
Perkebunan, perkebunan rakyat mendominasi luas areal tebu, diikuti oleh
perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Luas areal tebu Indonesia
mencapai 457 615 ha pada tahun 2011. Sentra produksi utama gula perkebunan
rakyat terdapat di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa
Barat, dan DI Yogyakarta (lihat Gambar 1), dengan kontribusi sebesar 99.28%
terhadap total produksi gula perkebunan rakyat Indonesia (Ditjenbun 2013).

Gambar 1 Provinsi sentra produksi tebu rakyat

3
Pada dekade terakhir, industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai
masalah serius baik karena faktor internal maupun eksternal. Permasalahan
industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) Inefisiensi di tingkat
usaha tani, (2) Inefisiensi di tingkat PG, (3) Belum efektifnya kebijakan
pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia, dan (4)
Industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif.
Sedangkan masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas
dan rendemen yang berdampak pada pendapatan usaha tani (LRPI 2012).
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi industri gula nasional adalah
inefisiensi di tingkat usaha tani dan PG. Rata-rata produktivitas usaha tani tebu
Indonesia dinilai masih rendah, baik karena rendahnya produktivitas ton tebu/ha
maupun rendemen yang dihasilkan oleh tebu (Sutrisno 2009). Rata-rata tingkat
produktivitas tebu Indonesia adalah sekitar 5-6 ton/ha (Ditjenbun 2013). Angka
ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tebu dunia yang mencapai ± 70.5
ton/ha (FAOSTAT 2011).
Inefisiensi juga tercermin dari nilai rendemen yang berfluktuasi dari sekitar
8% pada tahun 1980-an menjadi sekitar 6-7% pada 10 tahun terakhir. Rendahnya
kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi sekitar 60-75% terhadap
rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik.
Rendahnya rendemen yang bersumber dari teknik budidaya tebu yang kurang
benar disebabkan oleh tingkat kebersihan tebu dan kemasakan tebu. Mutu tebu
yang baik adalah: (1) Bersih, tebu tidak mengandung kotoran berupa pucuk, bung
(sogolan), klaras, tanah dan kotoran lain, (2) Manis, tebu pada saat ditebang
berada pada tingkat kemasakan optimal yaitu selisih brik atas dan bawah < 1%,
(3) Segar, tebu saat ditebang dari kebun sampai dengan digiling maksimal tidak
lebih dari 36 jam (Sutrisno 2009).

Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula
Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pabrik gula (PG) mulai
dari pengadaan bahan baku, pasca panen hingga proses produksi, saling berkaitan
satu sama lain sehingga setiap tahap kegiatan harus diarahkan sedemikian rupa
untuk memperoleh produksi maksimal dengan tingkat kehilangan seminimal
mungkin (Tumanggar 2005). Oleh karena itu, adanya sistem pola kemitraan antara
petani tebu dan PG saat ini merupakan upaya yang menguntungkan sehingga
petani tebu lebih terpacu untuk mengelola proses produksi dengan baik. Selain itu,
adanya kemitraan juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan kontinuitas
produksi di PG (Amir 2010)
Hubungan kemitraaan antara petani tebu dan PG adalah hubungan bagi hasil
berdasarkan rendemen tebu yang dihasilkan. Hal ini merupakan turunan dari
Inpres No 9 tahun 1975 terkait proses produksi gula menjadi terdisintegrasi yakni
kegiatan usaha tani dilakukan oleh petani tebu dan pengolahan gula dilakukan
oleh PG (LRPI 2005). Walaupun demikian, sistem bagi hasil antara PG dan petani
justru tidak mendukung upaya peningkatan produktivitas. Sistem bagi hasil yang
berlaku yakni 65% dari total produksi gula untuk petani dan 35% untuk PG
sebagai upah pengolahan masih sering menimbulkan perdebatan (Susila et al
2005).

4
Bagi hasil tersebut didasarkan pada rendemen yang dicapai dimana semakin
besar rendemen maka semakin besar pula gula yang diperoleh petani maupun PG
dari setiap ton tebu. Padahal pada prinsipnya, penentu besarnya rendemen adalah
prestasi petani dan prestasi PG. Prestasi petani tercermin pada mutu tebu
sedangkan prestasi PG dilihat dari efisiensi teknis yang ditunjukkan oleh besarnya
overall recovery (OR), yaitu persentase gula yang dapat diperah dari gula yang
ada pada tebu (LRPI 2005).
Penentuan rendemen tebu yang dilakukan saat ini juga masih memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya adalah (1) Sampling tebu individual tidak akurat
terutama untuk PG yang besar (kapasitas giling > 4 000 ton tebu/hari) sehingga
banyak tebu petani tercampur satu sama lain, (2) Nilai Nira Perahan Pertama
(NPP) sebagai salah satu kriteria kualitas tebu ditetapkan sama untuk semua tebu
petani dalam 1 periode giling (15 hari giling) (Bahri dan Santoso 2008).
Pengukuran rendemen saat ini juga tidak memisahkan kinerja PG dengan
kinerja petani sehingga hasil rendemen yang didapat menjadi tidak akurat karena
tidak menyertakan prestasi individual. Hasil penetapan rendemen tersebut justru
kurang mencerminkan kualitas tebu individu petani dan prestasi kerja individu
petani. Pada akhirnya, petani lebih mengutamakan bobot tebu dibandingkan
kualitas tebu.
Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan yang harmonis antara PG dan
petani tebu maka diperlukan beberapa syarat: (1) Adanya kontribusi bersama dari
masing-masing pihak, (2) Adanya pembagian hak dan kewajiban secara adil, (3)
Penetapan jadwal tanam panen terencana dengan baik, (4) Penetapan harga gula
dan transparansi penetapan rendemen merupakan daya tarik bagi petani untuk
menanam tebu (Wahyuni et al. 2009).
Rendemen Tebu
Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari
pertumbuhannya terdapat timbunan sukrosa di dalam batang tebu (Sutardjo 2009).
Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula (sukrosa) di dalam batang tebu yang
dinyatakan dalam persen (Bahri dan Santoso 2008). Rendemen tebu merupakan
pertimbangan utama bagi produksi gula (Suryantoro 2005). Oleh karena itu,
penetapan rendemen tebu sangat penting bagi petani sebagai pemasok tebu
maupun PG sebagai pengolah tebu menjadi gula (Bahri dan Santoso 2008).
Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula
adalah berdasarkan rendemen efektif yaitu rasio antara hasil gula kristal (hablur)
dengan bobot tebu yang digiling. Perhitungan rendemen efektif yang diperoleh
berdasarkan rumus:
Rendemen efektif =

Bobot hablur
Bobot tebu

x 100 %

Berdasarkan perhitungan ini, dapat dijelaskan bahwa gula yang diperoleh
adalah hanya gula yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode
proses (FP2SB 2012). Rendemen tebu seharusnya ditetapkan berdasarkan

5
perhitungan rendemen sementara (KPP BUMN 2012). Hal ini dilakukan untuk
menghindari petani dirugikan jika kinerja PG buruk. Rendemen sementara
memperhitungkan faktor rendemen (FR) yang menunjukkan efisiensi pabrik
dalam menggiling dan mengolah tebu. Rendemen sementara dapat dihitung
dengan rumus :
RS = FR x NN NPP
FR = KNT x HPB total x PSHK x WR
Keterangan :
RS
: Rendemen Sementara
FR
: Faktor Rendemen
NN NPP : Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama. yang dihitung berdasarkan
rumus : NN NPP = Pol – 0.4 (Brix – Pol), dimana Pol adalah
kadar gula dalam nira perahan pertama dan Brix adalah kadar
bahan padat terlarut dalam nira perahan pertama.
KNT
: Kadar Nira Tebu
HPB
: Hasil Pemerahan Brix
PSHK : Perbandingan Setara Harkat Kemurnian
WR
: Winter Rendemen
Dalam penetapan rendemen, nira tebu yang diukur biasanya adalah nira tebu
perahan pertama, artinya nira tebu dihasilkan dari gilingan pertama atau biasanya
disebut sebagai Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama (NN NPP) (Trisnobudi et al
2001). NN NPP diukur dengan mengambil contoh nira pada gilingan pertama,
kemudian pol dan brix diukur untuk menghitung NN NPP berdasarkan rumus
diatas. Faktor rendemen ditetapkan berdasarkan FR minimum sesuai SK Mentan
No 126 tahun 1978 (LRPI 2005).
Alat Core Sampler
Sistem pengambilan contoh tebu dalam penetapan rendemen ada banyak
cara. Beberapa yang banyak dilakukan oleh PG di Indonesia antara lain : (1)
Pengambilan secara acak pada lori/truk, (2) Pengambilan secara acak pada meja
tebu, dan (3) Pengambilan menggunakan teknologi yang baru diterapkan di
Indonesia yaitu dengan teknik core sampler.
Alat core sampler merupakan alat pengambil contoh tebu untuk menetapkan
rendemen individual yang akurat. Teknik core sampler telah diperkenalkan di
dunia sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan antara petani dengan
pabrik gula. Metode ini pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di Lousiana,
USA (Partowinoto 1996). Saat ini pabrik gula di semua negara menggunakan
sistem ini. Data dari alat core sampler ini juga dapat digunakan oleh manajemen
pabrik untuk mengevaluasi kinerja pabrik (Birkett 1998).

6

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan dari Februari hingga Juni
2013 di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Desa Bungamayang, Kecamatan
Sungkai Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Metode Pelaksanaan
Metode yang dilakukan adalah bekerja langsung di lapangan dan menjadi
satu bagian dari sistem kerja di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Selama satu
bulan pertama penulis berperan sebagai pekerja harian. Pekerjaan yang dilakukan
pekerja harian meliputi pemupukan, pengendalian gulma dan HPT (Hama
Penyakit Tanaman), dan pemeliharaan. Selama dua bulan yaitu pada bulan kedua
dan ketiga, penulis ditempatkan sebagai pendamping mandor. Tugas sebagai
pendamping mandor adalah mengawasi pekerjaan beberapa pekerja harian agar
berjalan sesuai instruksi perusahaan. Selama satu bulan terakhir yaitu pada bulan
keempat, penulis berperan sebagai pendamping sinder. Kegiatan pendamping
sinder meliputi mengawasi dan mengkoordinir seluruh mandor di divisi serta
membuat perencanaan operasional kegiatan. Jurnal harian pelaksanaan magang
yang dilakukan penulis sebagai pekerja harian, pendamping mandor, dan
pendamping sinder dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.
Selain bekerja sebagai karyawan perusahaan, penulis juga melakukan
pengambilan data sebagai bahan penelitian terhadap aspek khusus yang diamati.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan yang
meliputi aspek teknis, aspek manajerial, dan aspek khusus. Aspek khusus yang
diamati meliputi kegiatan pengukuran nilai brix kebun dan aplikasi alat core
sampler di laboratorium core sampler.
Kerangka sampling yang digunakan pada kegiatan pengukuran brix kebun
berupa pengambilan 10 sampel petani yang menggiling tebunya pada periode
giling yang sama. Kemudian pada tiap kebun sampel petani, diambil lima titik
sampel tebu contoh. Setiap batang sampel tebu diambil niranya pada tiga titik
yakni bagian atas (pucuk), bagian tengah, dan bagian bawah. Kemudian masingmasing bagian diamati nilai brixnya mengggunakan alat handrefraktrometer dan
dirata-rata.
Pengamatan di laboratorium core sampler dilakukan dengan mengambil dua
sampel truk yang menyatakan per kepemilikan kebun petani contoh. Kemudian
dilakukan pengamatan terhadap nilai brix dan hasil rendemen sementara
individunya. Penetapan rendemen sementara individu pada laboratorium core
sampler meliputi beberapa proses kerja yakni pengeboran, pencacahan, dan
pemerahan nira. Nira hasil perah yang didapat kemudian diolah secara matematis
dan komputerisasi oleh pihak laboratorium sehingga didapat nilai rendemen
sementara individu.

7
Analisis Data dan Informasi
Data yang telah terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis korelasinya
antara: (1) Brix kebun dan brix core sampler, (2) Brix core sampler dan rendemen
core sampler, (3) Brix kebun dan rendemen core sampler. Pengolahan data
korelasi menggunakan analisis pearson correlation pada Software SAS 9.1.3
portable. Model persamaan yang digunakan dalam analisis korelasi ini adalah
sebagai berikut :

Keterangan :
r = nilai koefesien korelasi (lihat Tabel 1)
� = variabel korelasi 1
� = variabel korelasi 2
� = rata-rata variabel korelasi 1
� = rata-rata variabel korelasi 2
Tabel 1 Arti nilai koefisien korelasi
Nilai koefisien korelasi
Keterangan
0.00 – 0.199
Sangat rendah
0.20 – 0.399
Rendah
0.40 – 0.599
Cukup
0.60 – 0.799
Kuat
0.80 – 1.000
Sangat kuat
Sumber: Sudjana (1982)

KEADAAN UMUM

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif
PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan salah satu unit usaha yang
masuk dalam wilayah operasional distrik way seputih provinsi Lampung yang
bergerak dalam budidaya tanaman tebu dan pabrik gula. PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang terletak di Desa Negara Tulang Bawang, Kecamatan Bungamayang,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Lokasinya berada pada ± 157 km
utara kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung), dan ± 45 km dari
Kotabumi (Ibukota Kabupaten Lampung Utara).

8
Letak geografis PTPN VII Unit Usaha Bungamayang berada pada 104° 57°
Bujur Timur dan 4° 22° Lintang Selatan. Batas-batas wilayahnya meliputi:
Utara : Negeri Besar
Selatan : Kecamatan Sungkai Selatan
Timur : Kecamatan Muara Sungkai
Barat : Kecamatan Kotabumi Utara
Areal kerjanya berada pada ketinggian 10-50 meter di atas permukaan laut
(dpl). Kondisi topografi secara umum datar hingga bergelombang dengan tingkat
kemiringan yaitu 0-8 %.

Keadaan Iklim dan Tanah
Sebagian besar jenis tanah di areal perkebunan PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang adalah podzolik merah kuning (PMK). Tanah ini memiliki tekstur
lempung berpasir dengan struktur menggumpal. Kesuburan tanah jenis ini rendah
hingga sedang dan warnanya merah hingga kuning.
Derajat kemasaman (pH) tanah antara 4.5-5.0. Ketebalan top soil sekitar 515 cm dan kedalaman air tanah mencapai 40-50 cm. Kelembaban udara rata-rata
81%. Rata-rata curah hujan tahunan yaitu ± 2 500 mm per tahun dengan jumlah
hari hujan rata-rata ± 200 hari per tahun. Tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson,
wilayah PTPN VII Unit Usaha Bungamayang termasuk ke dalam tipe B (Basah).
Data curah hujan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan
Areal perusahaan secara keseluruhan memiliki luasan sebesar 22 823 ha.
yang digunakan untuk perkebunan, pabrik, perkantoran dan fasilitas perusahaan
lainnya, serta rawa-rawa atau lebung tempat pembuangan limbah pengolahan.
Luas areal perkebunan seluas 7 578.11 ha yang terdiri dari areal tanaman Kebun
Tebu Giling (KTG) seluas 6 400.50 ha, area pembibitan seluas 1 132.55 ha dan
kebun percobaan seluas 45.06 ha.
Sebagian besar areal perkebunan merupakan perkebunan HGU, namun
perusahaan juga memiliki perkebunan plasma inti yang bekerja sama dengan
masyarakat sekitar perusahaan atau disebut juga dengan Tebu Rakyat (TR) dan
Tebu Rakyat Bebas (TRB). Tebu Rakyat (TR) merupakan jenis kemitraan dengan
petani tebu yang menerapkan sistem paket kredit pada proses budidaya tebu mulai
dari penanaman hingga panen melalui bentuk bantuan pemenuhan fasilitas sarana
dan prasarana produksi seperti kebutuhan bibit, pupuk, alat panen, dan lain-lain.
sedangkan Tebu Rakyat Bebas (TRB) merupakan jenis kemitraan dengan petani
tebu yang keseluruhan sistem budidaya dilakukan secara mandiri atau tanpa
bantuan perusahaan kecuali proses pengolahan tebu menjadi gula.
Luas areal tanaman KTG seluas 14 312 ha, terdiri dari luas areal HGU
atau lebih sering disebut sebagai Tebu Sendiri (TS) seluas 7 855 ha, areal Tebu
Rakyat (TR) seluas 4 074 ha dan areal Tebu Rakyat Bebas (TRB) seluas 2 381 ha.
Areal kebun produksi di PTPN VII UU Bungamayang dibagi menjadi tujuh rayon
meliputi rayon 1,2,3, dan 4 untuk kebun Tebu Sendiri (TS) rayon 5 untuk kebun

9
Litbang, serta rayon 6 dan 7 untuk kebun Tebun Rakyat (TR). Data luas areal
perkebunan HGU milik PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada
Lampiran 6, sedangkan denah PG Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 7.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Tanaman tebu yang dibudidayakan terdiri dari dua kategori yaitu plant cane
(PC) dan ratoon cane (RC) atau tebu keprasan. Plant cane adalah tanaman tebu
baru yang ditanam pada areal yang pernah ditanam sebelumnya. Ratoon cane
(tebu keprasan) merupakan tanaman tebu yang berasal dari sisa tanaman yang
ditebang sebelumnya dan kemudian dipelihara kembali menjadi tanaman baru.
Tebu keprasan dapat dilakukan hingga 2-3 kali tahun tanam tergantung dengan
karakter varietas yang ditanam.
Sistem tanam yang digunakan adalah sistem overlapping 100%. Jarak tanam
antar baris menggunakan jarak dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m.
Produktivitas tanaman rata-rata adalah 70 ton/ha. Data produksi dan produktivitas
tebu dan gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang periode 2008-2013 dapat
dilihat pada Lampiran 8.
Beberapa varietas yang telah dikembangkan di PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang antara lain BM 9044, BM 9514, BM 9605, BM 2104, BM 2201.
dan BM 2203. Masing-masing varietas tersebut dikategorikan berdasarkan sifat
kemasakan tebu yang berpengaruh pada ketepatan masa tanam. Hal ini sangat
diperlukan untuk merencanakan masa tanam optimal dari tiap varietas tebu,
karena masa tanam yang optimal turut menentukan produksi baik dari segi bobot
tebu maupun rendemen. Pengkategorian varietas berdasarkan sifat kemasakan
dibagi menjadi tiga yakni masak awal, masak tengah, dan masak akhir.
Varietas masak awal merupakan varietas yang memiliki karakter waktu
kemasakan lebih cepat. Masa tanam optimal untuk varietas masak awal adalah
bulan Mei-Juni dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar 10-30%.
Varietas yang termasuk dalam kategori ini seperti BM 9044, BM 2201, BM 2203,
dan PS 881. Varietas masak tengah merupakan varietas yang memiliki karakter
waktu kemasakan diantara awal dan lambat. Masa tanam optimalnya adalah pada
periode bulan Juli-Agustus dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar
30-35%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini meliputi BM 2104 dan BM
9514. Varietas masak akhir merupakan varietas yang memiliki karakter waktu
kemasakan lebih lambat. Masa tanam optimalnya adalah sekitar bulan SeptemberOktober dengan persentase komposisi tanam di KTG 30-35%. Varietas yang
termasuk dalam kategori ini adalah BM 9605.
PTPN VII Unit Usaha Bunga Mayang mengelola komoditas produk gula
mulai dari usaha penanaman tebu, pengolahan, pengepakan (packaging), hingga
penjualan. Selain produk utama gula, hasil sampingan dari olahan tebu merupakan
tetes tebu yang biasa dipakai untuk bahan campuran penyedap rasa. Selain itu
kedepan, tetes tebu juga dapat dipakai sebagai bahan bakar alternatif (bioethanol).
Selain tetes, hasil sampingan berupa blotong dimana merupakan hasil olah limbah
padat pabrik gula juga dipakai untuk pupuk organik.

10
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan perusahaan persero milik
negara yang bergerak pada komoditas tebu. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang
manajer. Manajer memimpin seorang kepala tanaman dan empat bagian. Bagian
yang dipimpin langsung oleh manajer meliputi Bagian Penelitian dan
Pengembangan (Litbang), Bagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik,
Bagian Pengolahan, dan Bagian Pelayanan Teknik. Setiap bagian ini dipimpin
oleh seorang sinder kepala (sinka) dan setiap sinder kepala memimpin beberapa
sinder yang bertanggung jawab secara langsung di lapangan.
Kepala tanaman secara langsung bertanggung jawab atas dua bagian yakni
Bagian Rayon dan Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Bagian Rayon
dibagi menjadi 4 rayon Tebu Sendiri (TS) yakni Rayon I, Rayon II, Rayon III,
Rayon IV dan 2 rayon Tebu Rakyat (TR) yakni TR I dan TR II. Struktur
organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 5.
Bagian Rayon yang dipimpin langsung oleh kepala tanaman merupakan
bagian yang memiliki peran sangat penting dalam menentukan produktivitas dan
kualitas tanaman tebu. Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengelolaan
seluruh kegiatan budidaya tanaman, mulai dari pengolahan lahan, penanaman,
perawatan, hingga persiapan panen. Bagian Tebu Rakyat (TR) merupakan bagian
yang bertanggung jawab atas pengelolaan kemitraan program tebu rakyat dengan
petani di sekitar perusahaan sekaligus bertanggung jawab terhadap pengelolaan
dan pengawasan seluruh kegiatan budidaya dari pengolahan hingga panen. Bagian
Tebang, Muat, dan Angkut (TMA) merupakan bagian yang bertanggung jawab
terhadap penanganan panen mulai dari penebangan, muat, dan pengangkutan,
hingga tebu sampai cane yard.
Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) merupakan bagian yang
bertanggung jawab terhadap proses pengembangan varietas serta pengelolaan
laboratorium tanah, laboratorium proteksi tanaman, laboratorium analisis
kemasakan, laboratorium pabrik, dan laboratorium core sampler.
Bagian Administrasi dan Keuangan merupakan bagian yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan dan pengawasan tugas pekerjaan kebun/proyek di bidang
tata usaha dan keuangan. Selain itu, pengelolaan terhadap bidang pengembangan
sumber daya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan juga merupakan tanggung
jawab bagian ini.
Bagian Teknik merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan di bidang teknik baik di
pabrik maupun di kebun. Bagian ini bertanggung jawab terhadap mesin dan
peralatan/instrumen pabrik seperti mesin penggiling (miller/diffuser) dan boiler,
pengadaan listrik, dan workshop.
Bagian Pengolahan merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap
proses pengolahan tebu menjadi gula di pabrik. Bagian Pelayanan Tehnik
merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pelayanan bidang
teknik baik di pabrik maupun di kebun yang meliputi perawatan peralatan dan
mesin panen, angkutan panen , dan irigasi.
Tenaga kerja dibedakan atas karyawan tetap dan non tetap. Karyawan tetap
dibagi menjadi karyawan staff dan non staff. Pembagian jabatan untuk karyawan
tetap disesuaikan dengan besarnya golongan. Karyawan dengan golongan IV C

11
dan D menyandang strata pembina atau setingkat dengan jabatan manajer dan
kepala tanaman. Karyawan dengan golongan IV A dan B menyandang strata
penata atau setingkat dengan jabatan sinder kepala (sinka). Karyawan dengan
golongan III A, B, C, dan D menyandang strata pengatur atau setingkat dengan
jabatan sinder. Karyawan dengan golongan II A, B, C, dan D menyandang strata
penyelia atau setingkat dengan jabatan mandor besar, mandor lapang, krani,
kepala satpam, wakil kepala satpam, kepala laboratorium, kepala gudang, dan
jabatan lainnya yang setingkat. Karyawan tetap biasanya hanya sampai golongan
II saja, sedangkan golongan dibawahnya adalah karyawan non tetap.
Karyawan staff adalah karyawan yang bergolongan dari III hingga IV atau
setingkat dengan jabatan dari sinder hingga manajer, sedangkan karyawan non
staff adalah karyawan bergolongan II atau setingkat dengan jabatan mandor besar,
mandor, kepala krani, krani, dan jabatan setingkat lainnya. Karyawan tetap berhak
terhadap seluruh fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan mulai dari tempat
tinggal (perumahan), tunjangan perusahaan, santunan sosial, tunjangan hari raya
keagamaan, jaminan sosial, kesehatan, hingga santunan masa pensiun. Gaji atau
pendapatan pokok per bulan setiap karyawan tetap juga berbeda-beda, disesuaikan
dengan golongan.
Karyawan non tetap terbagi menjadi tiga jenis pekerja yakni pekerja
kampanye, pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT/out sourcing), dan pekerja
borongan. Pekerja kampanye merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem
kontrak musiman. Pekerja ini biasanya bekerja hanya pada saat dibutuhkan atau
hanya pada saat musim giling saja. Pekerja kampanye biasanya memegang jabatan
sebagai operator, mekanik, juru tulis, tukang, dan jabatan yang setingkat itu.
Pembayarannya dilakukan oleh Bagian Administrasi dan Keuangan perusahaan.
Pekerja PKWT/out sourcing merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem
kontrak selama waktu tertentu. Pekerjaannya tidak harian lepas atau musiman
melainkan satu musim penuh dapat bekerja. Hanya saja mereka dikontrak untuk
batas waktu tertentu, tidak seperti karyawan tetap yang masa kerjanya hingga
pensiun (umur 55 tahun). Pekerja out sourcing biasanya juga bekerja pada jabatan
seperti operator, mekanik, juru tulis, pramubakti, dan jabatan yang setingkat itu.
Pembayarannya dilakukan oleh koperasi perusahaan.
Pekerja borongan merupakan pekerja yang dikontrak secara harian lepas
untuk melakukan pekerjaan di lapang seperti tebangan, klentek, semprot herbisida,
tebar pupuk, dan pekerjaan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan atas
tanggung jawab pihak kontraktor, bukan tanggung jawab dari perusahaan.
Komposisi jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan
Bagian
Gol I
Gol II Gol III Gol IV
Total
Kantor
22
45
3
2
93
Pengolahan
43
23
6
189
Teknik
107
189
15
1
312
Tanaman
56
102
24
7
72
Jumlah
249
359
48
10
666
Sumber: Data bagian SDM perusahaan (2013)

12

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis
Budidaya tebu lahan kering di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
merupakan suatu rangkaian tahapan yang berurutan. Tahapan tersebut meliputi
persiapan lahan, pembibitan dan persiapan bahan tanam, persiapan tanam dan
penanaman, pengairan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT),
pemupukan, serta pemanenan.
Persiapan lahan (land preparation)
Persiapan lahan dilakukan pada areal kebun untuk ditanami tanaman
baru/plant cane (PC). Pertimbangan suatu petakan siap dibongkar dan ditanami
tanaman baru yaitu apabila tanaman sudah tidak mampu menghasilkan hasil yang
optimal pada musim selanjutnya. Biasanya tanaman segera dibongkar ketika telah
mencapai kategori ratoon 3 atau keprasan ketiga.
Persiapan lahan bertujuan untuk mempersiapkan media tanam dengan
sebaik-baiknya demi mendukung pertumbuhan tanaman. Kondisi media tanam
yang diharapkan adalah tanah yang dalam dan gembur sehingga dapat membantu
proses perkembangan akar, infiltrasi air, dan aerasi. Kegiatan ini juga diharapkan
mampu memutus siklus perkembangan organisme pengganggu tanaman seperti
hama, penyakit, dan gulma.
Langkah-langkah dalam proses persiapan lahan meliputi pembajakan
(ploughing), penggaruan (harrowing), pembuatan kairan/alur tanam (track
marking), dan pembuatan headline/jalan infield. Rangkaian kegiatan ini
membutuhkan waktu 2-3 minggu hingga siap tanam.
Pembajakan (ploughing) I dan II. Kegiatan pembajakan merupakan kegiatan
memecah dan membalik tanah. Kegiatan ini dilakukan dua kali. Pembajakan
pertama (bajak I) bertujuan untuk meratakan lahan bekas guludan lama, membalik
dan mencacah tunggul tebu lama, serta memberikan kesempatan proses oksidasi.
Pembajakan kedua (bajak II) dilakukan untuk memecah sisa-sisa tunggul yang
masih tersisa oleh bajak I agar mati sehingga memperkecil daya tumbuh yang
akan mengganggu pertumbuhan tebu tanaman baru. Implemen yang digunakan
dalam kegiatan ini adalah disc plow 32 inci yang ditarik dengan traktor medium
berdaya 120-150 HP. Implemen ini memiliki 4-5 buah mata yang masing-masing
berukuran 32 inci. Kedalaman olah bajak yang diharapkan adalah > 30 cm, namun
hal ini juga tergantung dengan kondisi top soil tanah. Pembajakan pertama (bajak
I) dilakukan dengan arah bajak 45° dari alur tanaman yang dibongkar. Kegiatan
ini dilakukan selama ± 7 hari. Setelah itu dilakukan pembajakan kedua (bajak II)
dengan arah kerja tegak lurus dari hasil kegiatan bajak I. Kapasitas kerja alat
mencapai ± 0.6 ha/jam.
Penggaruan (harrowing). Penggaruan merupakan kegiatan menghancurkan,
menghaluskan, dan meremahkan tanah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah
pertumbuhan akar pada tanaman tebu. Kegiatan ini dilakukan selama 4-7 hari

13
setelah pembajakan. Implemen yang digunakan adalah finishing harrow 28 inci
yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Implemen ini memiliki 28
mata yang masing-masing berukuran 28 inci. Kedalaman tanah yang diharapkan
mencapai 35 cm. Arah penggaruan 30° dari arah bajak II. Kapasitas kerja alat
mencapai ±1 ha/jam. Kegiatan ini tidak boleh dioperasikan pada lahan-lahan yang
masih basah karena tanah akan menjadi berat dan mempersulit kegiatan
penggaruan.
Pembuatan kairan/alur tanam (furrowing). Pembuatan kairan merupakan
pembuatan alur untuk penanaman bibit. Kairan dibuat memanjang dengan jarak
antar baris dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m dan kedalaman kairan ± 40 cm.
Arah kairan harus memotong kemiringan tanah. Kegiatan ini menggunakan
implemen furrower mata 3 siap pakai dengan ukuran PKP 1.20-1.35 m yang
ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Kapasitas kerja alat mencapai ±
0.6 ha/jam.
Pembuatan headline. Pembuatan headline merupakan kegiatan membuat petak
kebun dan jalan infield yang bertujuan untuk mempermudah pemanenan.
perawatan dan pengontrolan kebun. Petak kebun dibuat dengan ukuran 50 m x 50
m. Jalan infield dibuat setiap 50 m panjang baris/row. Lebar jalan infield sekitar 34 m. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat motor grader atau
implemen wheel blade yang ditarik dengan traktor kecil berdaya 90 HP.
Implemen wheel blade berada di depan traktor yang digerakkan oleh remote
control sebagai pengatur naik turunya blade. Kegiatan ini merupakan tahapan
terakhir dalam pengolahan lahan sehingga lahan siap untuk ditanami tebu.

Pembibitan dan persiapan bahan tanam
Kegiatan pembibitan merupakan kegiatan yang memerlukan pengelolaan
yang baik. Kegiatan inilah yang menentukan kualitas kebutuhan pasok bibit untuk
ditanam di lahan Kebun Tebu Giling (KTG). Proses pembibitan dilakukan dengan
beberapa tahap, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP) hingga Kebun Tebu Giling
(KTG) (lihat Gambar 2).
Kebun Bibit Pokok (KBP) merupakan kebun bibit tingkat I yang
menyediakan bibit untuk Kebun Bibit Nenek (KBN). Bahan tanam untuk KBP
merupakan varietas yang berasal dari laboratorium kultur jaringan. Waktu tanam
KBP dilakukan 2 tahun sebelum KTG. Kebun Bibit Nenek (KBN) merupakan
kebun bibit tingkat II yang menyediakan bahan tanam untuk Kebun Bibit Induk
(KBI). Kebun Bibit Nenek (KBN) seluruhnya ditanami tanaman baru/plant cane
(PC) dengan komposisi 100%. Waktu tanam KBN dilakukan 1.5 tahun sebelum
KTG. Kebun Bibit Induk (KBI) merupakan kebun bibit tingkat III yang
menyediakan bahan tanam untuk Kebun Bibit Dasar (KBD). Waktu tanam di KBI
dilakukan 1 tahun sebelum KTG. Kebun Bibit Dasar (KBD) merupakan kebun
bibit tingkat IV yang menyediakan bahan tanam untuk ditanam di KTG.
Komposisi bahan tanam yang ditanam di KBD terdiri dari 30% tanaman
baru/plant cane (PC) dan 70% tanaman keprasan/ratoon cane (RC). Waktu tanam
di KBD dilakukan 6 bulan sebelum KTG. Bahan tanam yang berasal dari KBD

14
harus memenuhi komposisi luas KTG sesuai kategori tanaman yakni seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi luas KTG per kategori
Kategori tanaman
Komposisi luas
Plant cane (PC)
30 %
Ratoon 1
30 %
Ratoon 2
25 %
Ratoon 3
15 %
Sumber: Data litbang perusahaan

Proses seleksi bertingkat yang dilakukan dari satu tingkat kebun bibit ke
tingkat berikutnya (lihat Gambar 2) diharapkan dapat menghasilkan bibit yang
akan ditanam di KTG dengan kualitas baik. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang
berumur 6-7 bulan, tidak tercampur dengan varietas lain, bebas dari hama dan
penyakit, serta tidak mengalami kerusakan fisik.

Kebun Bibit Pokok
(KBP)

Kebun Bibit Nenek
(KBN)

Kebun Bibit Induk
(KBI)

Kebun Bibit Datar
(KBD)

Kebun Tebu Giling
(KTG)

Gambar 2 Alur proses pembibitan

Kebun pembibitan yang berada di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
dibagi menjadi tiga wilayah afdeling yang secara struktural dikelola oleh bagian
litbang yakni (1) Afdeling rayon I untuk menyediakan kebutuhan bibit di areal
rayon 1 dan 2, (2) Afdeling tangkil untuk menyediakan kebutuhan bibit di rayon 3
dan 4, dan (3) Afdeling mayangsari untuk menyediakan kebutuhan bibit Tebu
Rakyat (TR). Luas kebun bibit tiap afdeling sekitar 200-300 ha.
Kegiatan budidaya dalam pembibitan umumnya hampir sama dengan
kegiatan budidaya di areal tanam KTG. Hanya saja yang membedakan adalah

15
pada kebun pembibitan tidak dilakukan kegiatan klentek. Hal ini bertujuan untuk
menjaga agar mata bibit tetap terlindungi hingga siap ditanam.
Hal terpenting dalam pembibitan adalah menjaga kemurnian varietas. Hal
ini dikarenakan kemurnian varietas akan memberikan peluang waktu kemasakan
yang seragam. Kegiatan paling penting dalam menjaga kemurnian varietas adalah
kegiatan dongkel tebu liar (tunggak) dan seleksi tebu di kairan. Tujuan kegiatan
ini adalah menjaga kemurnian varietas atau meminimalisir pencampuran varietas
di lahan. Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan.
Kebun pembibitan seluas 1 ha mampu mencukupi kebutuhan bibit di areal
tanam KTG seluas 5 ha. Pemanenan bibit dilakukan saat tanaman telah berumur
6-8 bulan, namun umur yang optimal adalah saat berumur 7 bulan. Hal ini
diharapkan agar persentase daya tumbuh mencapai 100%. Pemanenan bibit
dilakukan sesuai permintaan kebun afdeling KTG yang telah siap tanam.
Penebangan bibit 100% dilakukan secara manual. Sistem tebangannya sama
seperti sistem bundle cane pada tebu giling namun perbedaannya adalah daun
tidak dibersihkan.
Saat ini, pihak perusahaan juga telah mengembangkan teknik pembibitan
baru yang telah diperkenalkan baru-baru ini oleh P3GI yaitu teknik bud sheet.
Penerapan teknik ini juga bisa memotong alur proses pembibitan yang selama ini
dipakai dimana alur proses seleksi bertingkat (lihat Gambar 2) ini membutuhkan
waktu yang lama dan panjang.
Beberapa kelebihan teknik bud sheet yang berbeda dengan teknik bagal
antara lain: (1) Perlakuan stressing pada polybag membuat anakan dapat muncul
bersamaan, (2) Tingkat mortalitas dan seleksi alam kecil dengan persentase
peluang daya tumbuh 95%, (3) Pertumbuhan anak tunas dapat mencapai jumlah
banyak dengan perkiraan taksasi, jika tiap 1 m dapat tumbuh ± 20 batang tunas
tebu (1 meter = 2 polybag) maka produksi KTG dapat mencapai ± 170 ton/ha,
sedangkan pada sistem bagal hanya mampu mencapai taksasi 60-70 ton/ha. Saat
ini, varietas yang sudah dikembangkan dan diperbanyak oleh pihak perusahaan
untuk diterapkan pada sistem baru ini adalah varietas masak awal yakni PS 881
dan BM 2203.

Persiapan tanam dan penanaman
Proses penanaman meliputi beberapa kegiatan yakni kegiatan penurunan/
dropping bibit, ecer bibit, potong bibit, dan urug bibit (kegiatan tutup tanam).
Bibit yang telah ditebang di areal pembibitan, kemudian ditransportasikan ke areal
yang akan ditanam. Bibit diangkut menggunakan truk. Muatan bibit 5 ton/truk.
Kebutuhan bibit disesuaikan dengan luas petakan yang akan ditanam dengan
perbandingan areal bibit ditebang dengan tanam 1:5 yang artinya tiap 1 ha areal
bibit ditebang dapat mensuplai bibit ke areal tanam seluas 5 ha.
Truk pengangkut bibit pertama-tama melakukan dropping bibit di areal
tanam. Truk masuk ke lahan sejauh 15 m pada tiap 8 baris. Kemudian tenaga kerja
yang berada di atas bak truk akan menurunkan 1 ikat bibit tiap jarak 15 meter.
Truk bergerak diantara 4 baris kiri dan 4 baris kanan.
Selanjutnya tenaga kerja di lahan akan mengecer tiap ikat bibit pada alur
tanam yang ada (sebelumnya tanah telah dipupuk) dengan sistem penanaman

16
overlapping 100% yang tersaji pada Gambar 3. Hal ini diharapkan mampu
memenuhi target produksi yang diinginkan perusahaan.
Bibit yang telah diecer pada alur tanam kemudian dipotong dengan
menggunakan golok tebang. Bibit dipotong tiap 2-3 mata. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengurangi dominasi apikal pada batang sehingga tunas akan banyak yang
tumbuh. Kemudian alur ditutup/diurug dengan ditimbun tanah menggunakan hand
tractor yang dioperasikan oleh 1 orang tenaga kerja. Kapastias kerja alat ini dapat
mencapai 3 ha/hari.

Gambar 3 Sistem overlapping 100 %
Pengairan
Kegiatan pengairan (irigasi) merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan air
untuk tanaman tebu. Tanaman tebu memerlukan air lebih banyak pada tahap awal
pertumbuhan karena pada tahap ini aspek vegetatif perlu didukung. Ada dua jenis
sistem irigasi yang diterapkan yakni sistem irigasi springkle dan sistem irigasi
curah/kocor.
Kegiatan pengairan inti hanya dilakukan pada tanaman PC, sedangkan
untuk tanaman keprasan/ratoon dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi cuaca.
Kegiatan pengairan pada tanaman PC dilakukan sebanyak dua kali. Penyiraman
pertama dilakukan setelah bibit ditutup tanah pada saat tanam awal. Sistem irigasi
yang dipakai pada penyiraman pertama adalah sistem irigasi curah/kocor. Hal ini
dikarenakan pada tahap awal diperlukan lebih banyak kebutuhan air untuk tanah
dan tanaman tebu atau biasanya disebut dengan istilah sistem penyiraman
kenyang.
Peralatan yang digunakan adalah mesin pompa Deutcz (engine pump)
berdaya 110 HP untuk memompa air dari sumber air dan pipa-pipa paralon untuk
mengalirkan air. Air yang digunakan berasal dari bendungan/lebung yang
letaknya paling dekat dengan lahan yang akan disiram. Air dihisap oleh pipa hisap
yang kemudian dipo