Eksplorasi Airtanah Dengan Metode Tahanan Jenis Menggunakan Software Ipi2win Di Desa Nagrak Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

1

EKSPLORASI AIRTANAH DENGAN METODE TAHANAN
JENIS MENGGUNAKAN SOFTWARE IPI2WIN DI DESA
NAGRAK KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

BANGUN PARINATA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi airtanah
dengan metode tahanan jenis menggunakan software IPI2Win di Desa Nagrak
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015

Bangun Parinata

3

ABSTRAK
BANGUN PARINATA. Eksplorasi Airtanah Dengan Metode Tahanan Jenis
Menggunakan Software IPI2Win Di Desa Nagrak Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO.
Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Jenis air yang paling
aman untuk dikonsumsi manusia adalah airtanah. Metode penyelidikan air dalam
tanah yang banyak digunakan adalah metode geolistrik. Prinsip kerja metode
geolistrik adalah mengukur tahanan jenis dengan mengalirkan aliran listrik ke

dalam tanah melalui elektroda arus yang kemudian arus listrik akan diterima oleh
elektroda potensial lainnya. Metode pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan software IPI2Win. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kedalaman lapisan tanah yang mengandung akuifer, mengetahui pola aliran
airtanah, dan untuk mengetahui efektifitas software IPI2Win dalam mengolah data.
Setelah dilakukan pengambilan dan pengolahan data didapatkan kurva cross section
dari empat titik pengukuran. Dari hasil tersebut adpat diketahui bahwa lapisan tanah
di Desa Nagrak banyak mengandung air, karena pada kedalaman 0 – 5 m terdapat
lapisan akuifer dangkal yang dibatasi oleh lapisan kedap air. Dari data dugaan
lapisan tanah, dapat diperkirakan lokasi – lokasi yang tepat untuk melakukan
pengeboran sumur.
Kata kunci: airtanah, akuifer, Desa Nagrak, geolistrik, IPI2Win

ABSTRACT
BANGUN PARINATA. Groundwater Exploration based on Resistivity Methods
Using IPI2Win Software in Nagrak Village Bogor Regency, West Java. Supervised
by ROH SANTOSO BUDI WASPODO.
Fresh water is a basic needs of human being. The safest water that can be
consumed by human is a groundwater. But, Indonesia naturally face a problem to
fulfill the needs of fresh water. Generally groundwater exploration was done using

geoelectrical methods. It works by measuring the resistivity by flowing the electric
current inside the ground trough the current electrode then the electric current would
be received by the other potencial electrode. Processing methods was done using
IPI2Win. The purpose of this research are to know the depth of aqueous ground
layer, to know the flow pattern of groundwater, and to know the effectivity of
IPI2Win software. After collecting and processing data was finished, the cross
section curve can be obtained that the soil formation in Nagrak village contained a
lot of water because in the depth of 0 – 5 m was found unconfined aquifer and
bordered on impermeable layer. By soil layers data it can predicted the precise
location to make drilled well.
Keywords: aquifer, groundwater, geoelectrical method, IPI2Win software, Nagrak
village

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

5

EKSPLORASI AIRTANAH DENGAN METODE TAHANAN
JENIS MENGGUNAKAN SOFTWARE IPI2WIN DI DESA
NAGRAK KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

BANGUN PARINATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga
skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak tanggal 23
Maret 2015 hingga 23 April 2015 ini berjudul Eksplorasi Airtanah dengan Metode
Tahanan Jenis menggunakan Software IPI2Win di Desa Nagrak Kabupaten Bogor.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1 Kedua orang tua penulis, Dr. Ir. Hendro Prasetyo M.Si dan Dr. Diah Karmiyati
yang selalu memberikan dukungan, baik dukungan moral hingga dukungan
material, sehingga penulis dapat melaksanakan kegiatan penelitian dengan
baik.
2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo M.T, sebagai dosen pembimbing akademik
serta Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan Dr Chusnul Arif, S.Tp, M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan bimbingan yang bermanfaat dalam

penyusunan laporan ini.
3. Pengki Irawan S.T, M.T dan Dimas Ardi P. S.T yang telah membantu penulis
dalam berkonsultasi dan melakukan penyusunan laporan ini.
4. Cahyo Edi Nugroho, Cindo Riskina E.S., Ardilla Ayu dan M. Mauldy Bhagya,
selaku teman seperjuangan selama menjalani penelitian dan selalu memberikan
bantuan dan semangat dalam penyusunan laporan ini.
6. Seluruh teman-teman Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan
48/2011 dan Atikah Ayu Arum atas segala semangat dan kerjasamanya.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
oleh karena itu penulis sangat menghargai saran dan kritik dari pembaca demi
perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, September 2015

Bangun Parinata

ii

DAFTAR ISI
PRAKATA


i

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penetilian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Airtanah

3

Geolistrik

4

a. Konfigurasi Wenner

5

b. Konfigurasi Schlumberger


5

METODOLOGI PENELITIAN

6

Waktu dan Tempat

6

Alat dan Bahan

7

Tahapan Penelitian

7

HASIL DAN PEMBAHASAN


15

Hasil Uji Geolistrik

15

Dugaan Lapisan Tanah

16

Pola Aliran Airtanah

21

SIMPULAN DAN SARAN

22

Kesimpulan

22

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

42

iii

DAFTAR TABEL
1 Data ringkasan hasil pengujian Geolistrik
2 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 2
3 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 3
4 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 4
5 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 5

15
17
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1 Akuifer bebas dan akuifer tertekan pada potongan cekungan air tanah
(Sutandi, 2012)
2 Susunan elektroda menurut aturan Wenner (Mutowal 2008)
3 Lokasi penelitian : Desa Nagrak
4 Peralatan pengukuran geolistrik
5 Susunan elektroda beberapa aturan (Milsom 2003)
6 Tabel pemasukan data mentah
7 VES point setelah terisi data
8 Kurva apparent resistivity pada tahap forward modelling
9 Tahap iterasi data pada invers modelling
10 Pemilihan tipe data
11 Nilai Tahanan Jenis Batuan (Mutowal 2008)
12 Diagram Alir Pengukuran Geolistrik
13 Diagram Alir Pengolahan Data Geolistrik
14 Bentuk cross section gabungan dari data GL 2 dan GL 3
15 Bentuk cross section dari GL 4 dan 5
16 Bentuk cross section dari data GL 2 hingga GL 5
17 Penampang tegak tahanan jenis
18 Denah pola aliran airtanah

3
5
6
7
8
10
10
11
11
12
13
14
14
16
18
20
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data Pengukuran GL 2
2 Data Pengukuran GL 3
3 Data Pengukuran GL 4
4 Data Pengukuran GL 5
5 Proses input data GL 2
6 Proses input data GL 3
7 Proses input data GL 4
8 Proses input data GL 5
9 Kurva Apparent resistivity GL 2
10 Kurva apparent resistivity GL 3
11 Kurva apparent resistivity GL 4
12 Kurva apparent resistivity GL 5
13 Kurva tahanan jenis setelah inversi GL 2
14 Kurva tahanan jenis setelah inversi GL 3
15 Kurva tahanan jenis setelah inversi GL 4

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39

iv

16 Kurva tahanan jenis setelah inversi GL 5
17 Peta Hidrogeologi Lembar Bogor

40
41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai
ketersediaan air yang cukup. Namun secara alamiah Indonesia menghadapi kendala
dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata, sehingga air
yang dapat disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam kuantitas
maupun kualitasnya. Air dikendalikan dan diatur untuk berbagai tujuan yang luas,
seperti pengendalian banjir dan penyediaan air bersih (Linsley dan Franzini 1985).
Air bersih merupakan kebutuhan dasar bagi hajat hidup manusia. Jenis air
yang paling aman untuk dikonsumsi manusia adalah airtanah (Kirsch 2006). Seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air minum juga semakin
meningkat. Peningkatan kebutuhan air minum tersebut tidak diiringi dengan
ketersediaan air baku yang memadai. Keterbatasan air baku baik air permukaan, air
hujan maupun airtanah diakibatkan antara lain oleh pembangunan dan perubahan
tata guna lahan yang sering kurang mepertimbangkan kelestarian ekosistem di
sekitarnya.
Beberapa metode penyelidikan bawah permukaan tanah yang dapat
dilakukan, diantaranya metode geologi, metode gravitasi, metode magnit, metode
seismik, dan metode geolistrik. Dari metode-metode tersebut, metode geolistrik
merupakan metode yang banyak sekali digunakan dan hasilnya cukup baik (Bisri
1991). Perbedaan dari metode tersebut terletak pada metode dan alat bantu
pelaksanaan penyelidikan permukaan tanahnya, pada metode seismik
menggunakan gelombang mekanik buatan untuk menyelidiki lapisan bawah tanah
dan pada metode magnit menggunakan arah kutub magnetik yang terekan pada
batuan beku, juga bisa dengan gelombang elektromagnetik. Pendugaan geolistrik
ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai lapisan tanah di bawah
permukaan dan kemungkinan terdapatnya air tanah dan mineral pada kedalaman
tertentu. Pendugaan geolistrik ini didasarkan pada kenyataan bahwa material yang
berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda apabila dialiri arus listrik. Air
tanah mempunyai tahanan jenis yang lebih rendah daripada batuan mineral.
Prinsip kerja pendugaan geolistrik adalah mengukur tahanan jenis (resistivity)
dengan mengalirkan arus listrik kedalam batuan atau tanah melalui elektroda arus
(current electrode), kemudian arus diterima oleh elektroda potensial. Beda
potensial antara dua elektroda tersebut diukur dengan volt meter dan dari harga
pengukuran tersebut dapat dihitung tahanan jenis semua batuan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Todd 1980):


= 2 � ∗ ..........................................................................................................(1)


ρ adalah tahanan jenis (Ωm), 2π adalah konstanta, V adalah beda potensial (V), I
adalah kuat arus (A) dan a merupakan jarak elektroda dengan satuan m.
Menurut Bisri (1991) Ada beberapa macam aturan pendugaan lapisan bawah
permukaan tanah dengan geolistrik ini, antara lain : aturan Wenner, aturan
Schlumberger, aturan ½ Wenner, aturan ½ Schlumberger, dipole-dipole dan lain

2

sebagainya. Metode resistivitas dengan konfigurasi Schlumberger dilakukan
dengan cara mengkondisikan spasi antar elektrode potensial adalah tetap sedangkan
spasi antar elektrode arus berubah secara bertahap dengan jarak yang sudah
ditentukan sebelumnya (Sheriff 2002).
Penelitian ini dilakukan dengan melihat pada penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Wakid Mutowal pada tahun 2008 tentang metode tahanan jenis,
konfigurasi Schlumberger ini memiliki kelebihan yaitu waktu dan biaya yang
efisien karena tidak memerlukan biaya yang banyak dan waktu yang lama.
Penyelidikan awal di atas permukaan tanah ini dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya lapisan pembawa air (akuifer). Aquifer atau lapisan pembawa air, secara
geologi merupakan suatu lapisan batuan yang mengandung air, dimana batuan pada
lapisan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas yang memiliki permeabilitas dan
porositas air yang cukup baik. Biasanya berupa lapisan pasir (Sandstone) atau
lapisan lainnya yang mengandung pasiran (Bowen 1986).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Analisis nilai tahanan jenis lapisan tanah dan konstanta menurut konfigurasi
Schlumberger.
2. Jenis dan lapisan tanah apa yang ada di titik pengujian.
3. Penentuan titik pengeboran tanah yang tepat berdasarkan lapisan tanah yang
telah diketahui
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui kedalaman lapisan bawah permukaan tanah yang
mengandung airtanah menggunakan software IPI2Win yang ada di wilayah Desa
Nagrak, Kabupaten Bogor.
2. Untuk mengetahui sebaran dan pola aliran airtanah di Desa Nagrak, Kabupaten
Bogor.
3. Untuk mengetahui efektivitas software IPI2Win dalam menduga susunan lapisan
bawah permukaan tanah.
Manfaat Penetilian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
kepada warga Desa Nagrak dalam mengelola airtanah dan titik – titik yang
memungkinkan untuk pembuatan sumur bor atau kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan airtanah.
Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian ini terbatas pada interpretasi nilai resistivitas
berdasarkan hasil pengukuran geolistrik dengan konfigurasi schlumberger, serta
perhitungan dan pengolahan data menggunakan software IPI2Win.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Airtanah
Airtanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruangruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retak-retak dari
batuan (Sosrodarsono dan Takeda 1993). Menurut Todd (1995), airtanah adalah air
yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah
yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang
disebut akuifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh airtanah disebut lapisan
permeabel, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan
yang sulit dilalui airtanah disebut lapisan impermeabel, seperti lapisan lempung
atau geluh. Lapisan impermeabel terdiri dari dua jenis yakni lapisan kedap air dan
lapisan kebal air. Lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut
lapisan kebal air (aquifuge), sedangkan lapisan yang sulit dilalui airtanah seperti
lapisan lempung disebut lapisan kedap air (aquiclude).

Gambar 1 Akuifer bebas dan akuifer tertekan pada potongan cekungan air tanah
(Sutandi, 2012)
Akuifer (aquifer) adalah suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi
satuan geologi yang permeabel baik yang terkonsolidasi (misalnya lempung)
maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir) dengan kondisi jenuh air dan mempunyai
suatu besaran konduktivitas hidrolik (K) yang berfungsi menyimpan airtanah dalam
jumlah besar sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam jumlah
yang ekonomis. Dengan demikian, akuifer pada dasarnya adalah kantong air yang
berada di dalam tanah. Aquiclude (impermeable layer), adalah suatu lapisanlapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan
nilai konduktivitas hidrolik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air
melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah
suatu confined aquifer. Aquitard (semi impervious layer), adalah suatu lapisanlapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan
nilai konduktivitas hidrolik yang kecil namun masih memungkinkan air melewati

4

lapisan ini walaupun dengan gerakan yang lambat. Dapat dikatakan juga merupakan
lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi confined aquifer.
Geolistrik
Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk mengetahui
perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara
mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke
dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus A dan B
yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak
elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan
lebih dalam.
Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan
listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur
dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah elektroda
tegangan M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila
posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang
terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang
ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.
Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh
arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila
digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran
arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2. Umumnya metode
geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang
terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah
elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) di bagian
dalam.
Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah
elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN
yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan
Schlumberger (Damtoro 2007). Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan
tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah
permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit
yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah
permukaan dengan biaya survei yang relatif murah. Umumnya lapisan batuan tidak
mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran
geolistrik. Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah
kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada
permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi
perubahan jarak elektroda MN/2. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada
lapisan, faktor ketidak-seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang
terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang
bisa menghantar arus listrik.
Pada penelitian ini digunakan konfigurasi Schlumberger yang idealnya jarak
MN dibuat sekecil - kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah.
Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif
besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak

5

lebih besar dari 1/5 jarak AB. Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah
pembacaan tegangan pada elektroda MN hasilnya lebih kecil terutama ketika jarak
AB relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai
karakteristik high impedance dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay
tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Bila digunakan cara lainnya
diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang
sangat tinggi.
a. Konfigurasi Wenner
Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB.
Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN
tetap sepertiga jarak AB (Damtoro 2007).
Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan
tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena
elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bias digunakan alat
ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Sedangkan
kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat
permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat
dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non
homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.

Gambar 2 Susunan elektroda menurut aturan Wenner (Mutowal 2008)
b. Konfigurasi Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil - kecilnya,
sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan
kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN
hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5
jarak AB.
Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan
pada elektroda MN hasilnya lebih kecil terutama ketika jarak AB relatif jauh,

6

sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik high
impedance dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa memperlihatkan tegangan
minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Bila digunakan cara lain diperlukan
peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.
Keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi
adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan
membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda
MN/2.
Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika
jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar.
Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu
ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil,
misalnya 1.0 milliVolt. Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah
tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20.
Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat
utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar,
misalnya 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada
elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai bulan Agustus 2015
di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 (Wikimapia, 08 Agustus 2015).

Gambar 3 Lokasi penelitian : Desa Nagrak

7

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Earth Resistivity
Metre tipe SAZ 3000 G100. Alat ini menggunakan input power dari accu 12 V, 45
A dengan output yang dihasilkan mulai dari 5 – 500 A.Peralatan penunjang yang
dipergunakan untuk keperluan penggunaan geolistrik antara lain :
1. Geolistrik Earth Resistivity Metre type SAZ 3000 G100, Model BD 1000,
Serial Number M422002.
2. Seperangkat komputer beserta perlengkapannya dan software (IPI2Win).
3. Kabel sepanjang 500 m sebanyak 2 unit untuk elektroda arus.
4. Kabel sepanjang 300 m sebanyak 2 unit untuk elektroda potensial.
5. Elektroda stainless stell sebanyak 4 unit.
6. AVO meter 1 unit.
7. Kompas Geologi 1 unit.
8. Rol Meter sepanjang 50 m sebanyak 4 unit.
9. Palu sebanyak 4 unit.
10. Handy Talky sebanyak 3 unit.
11. GPS.

Gambar 4 Peralatan pengukuran geolistrik
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Pengumpulan data
Data yang dibutukan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan dengan cara melakukan uji geolistrik di empat titik berbeda yang
dinamakan titik GL 2, GL 3, GL 4, dan GL 5 di wilayah Desa Nagrak, Kabupaten
Bogor. Data yang diambil adalah data nilai jarak AB dan MN, nilai beda

8

potensial (V), dan arus listrik (I), sedangkan data yang akan diolah adalah data
nilai resistivitas atai tahanan jenis dari lapisan tanah. Dilakukan juga observasi
di sekitar titik pengujian dan sumur – sumur warga sekitar serta ditemukan mata
air yang dapat digunakan sebagai bahan pendukung hasil penelitian. Data
sekunder dikumpulkan untuk melengkapi informasi yang ada di Desa Nagrak
yaitu Peta lokasi Desa Nagrak dan peta hidrogeologi dalam daerah Bogor.

Gambar 5 Susunan elektroda beberapa aturan (Milsom 2003)
Pengukuran resistivitas secara umum adalah dengan cara menginjeksikan
arus kedalam tanah melalui 2 elektroda arus (A dan B), dan mengukur hasil beda
potensial yang ditimbulkannya pada 2 elektroda potensial (M dan N). Dari data
harga arus (I) dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (
menggunakan rumus konfigurasi Wenner seperti pada persamaan (2).

=

4

∆�




................................................................................................(2)

2. Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data primer maupun sekunder dilakukan untuk
memperoleh data gambaran sebaran akuifer dangkal. Setelah data AB, MN, V,
dan I didapat, pada tahap forward modelling dapat dihitung nilai tahanan jenis
atau resistivitas semu (ρ) menggunakan rumus konfigurasi WennerSchlumberger, yang menyebabkan beda potensial pada elektroda MN dengan
persamaan (3), (4), (5) dan (6).

∆� = �

− � ............................................................................................(3)

9

∆� =



= 2 [

[





Sehingga :

=�

∆�










]....................................................(4)



] ..................................................(5)

.........................................................................................................(6)

Dengan I adalah arus (A), ∆� adalah beda potensial (V) adalah tahanan
jenis semu (Ωm) dan k merupakan faktor geometri elektroda (m).

�=







........................................................................................(7)

+

Nilai k ini adalah faktor yang tergantung pada konfigurasi aliran pada
elektroda pengukur (Patra HP, Nath SK 1999), yang kemudian dilanjutkan pada
proses invers modelling yang dilakukan oleh software dengan tujuan untuk
mengurangi besarnya nilai RMS yang muncul pada tahap interpretasi data
(persamaan (8)).


�− =





...........................................................................(8)

AM, AN, BM, dan BM adalah jarak elektroda dalam konfigurasi WennerSchlumberger dengan satuan panjang (m). Dari hasil perhitungan tersebut dapat
diperoleh nilai resistivitas semu (ρ) yang memiliki satuan Ωm. Nilai ini bukan
merupakan nilai resistivitas bawah permukaan yang sebenarnya, namun
merupakan nilai semu dari bumi yang dianggap homogen yang yang
resistansinya sama pada susunan elektroda yang sama pula. Tahanan jenis semu
ini bergantung pada faktor geometri dan tahanan jenis lapisan tanah yang
mendasari hasil yang diberikan (Patra dan Nath 1999). Pada konfigurasi
Schlumberger ini nilai k telah ditetapkan berdasarkan persamaan (9)

� = 0.

5

+�



−�

.................................................................................(9)

Untuk menentukan nilai resistivitas yang sebenarnya diperlukan alat bantu
perhitungan secara inversi dengan menggunakan bantuan software komputer
yaitu IPI2Win. Hasil pengukuran dari empat titik ini diolah dengan
menggunakan software IPI2Win. Pengolahan data ini dimulai dengan
memasukkan data terlebih dahulu kedalam table Vertical Electrical Sounding
(VES) point. Pada konfigurasi Schlumberger di software ini, yang perlu
diperhatikan adalah pemasukan data V dan I karena harus menekan tombol yang

10

bersimbol U,I terlebih dahulu karena jika tidak, data tersebut tidak akan bisa
dimasukkan.

Gambar 6 Tabel pemasukan data mentah
Data hasil pengukuran pada Gambar 6 yang meliputi data AB/2, MN, V dan
I dimasukkan kedalam tabel VES point. Nilai arus (I) didapat dari perhitungan
dengan menggunakan kombinasi dari rumus untuk mencari nilai ρ atau tahanan
jenis semu. Tahap ini sangat mempengaruhi hasil keluaran pada tahap iterasi
data karena pada tahap ini akan terlihat titik – titik hasil pengukuran yang berada
jauh dari titik – titik data yang lain pada kurva perbandingan awal antara nilai
tahanan jenis semu dengan jarak pengukuran (matching curve). Maka dari itu,
titik yang berada jauh ini bisa dihilangkan atau diatur sedemikian rupa agar tetap
dekat dengan titik – titik yang lain agar pada saat proses iterasi data diperoleh
nilai RMS yang kecil sehingga tidak memerlukan pengulangan inversi.

Gambar 7 VES point setelah terisi data

11

Gambar 8 Kurva apparent resistivity pada tahap forward modelling
Setelah data dimasukkan akan muncul nilai tahanan jenis semu atau
apparent resistivity (ρ) pada tabel dan grafik perbandingan antara nilai tahanan
jenis semu dan spacing atau jarak AB/2 seperti pada Gambar 8. Dikatakan
Apparent resistivity atau resistivitas semu karena nilai resistivitas yang
terdeteksi oleh elektroda potensial merupakan nilai resistivitas dari campuran
lapisan batuan yang ada di bawah permukaan tanah sehingga belum bisa
dipastikan nilai resistivitas yang sebenarnya dari masing – masing jenis lapisan
tanah. Data tersebut merupakan data hasil pengukuran dari titik GL 2. Dalam
langkah ini dapat dilihat terjadinya kesalahan dalam pengukuran seperti pada
titik nomor 15 pada Gambar 7 yang ada di posisi yang tidak sejalur dengan titik
nomor 14 dan 16. Kasus seperti ini sering terjadi dalam pengukuran karena
beberapa faktor seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kesalahan ini
mempengaruhi nilai RMS (Root Mean Square) yang ada menjadi lebih besar.
Pemecahan masalah RMS ini dapat diselesaikan pada tahap pengolahan data
selanjutnya yaitu tahap iterasi.

Gambar 9 Tahap iterasi data pada invers modelling

12

Gambar 10 Pemilihan tipe data
Tahap iterasi pada Gambar 9 merupakan proses pengecilan nilai RMS
dengan cara menekan tombol inversion dan sedikit mengubah nilai ρ yang
terlihat menyimpang jauh seperti kasus kesalahan yang telah disebutkan
sebelumnya. Setelah dilakukan iterasi pada semua titik, didapat nilai RMS pada
GL 2 yang sebelumnya 7.13 % menjadi 4.56 %. Pada GL 3, nilai RMS sebesar
8.65 % sebelum dilakukan iterasi, menjadi 5.87 % setelah dilakukan iterasi. Pada
GL 4 yang mempunyai nilai RMS sebelum iterasi sebesar 9.74 %, setelah
dilakukan iterasi menjadi sebesar 7.21 %. Hal ini juga terlihat pada GL 5 yang
mempunyai nilai 7.78 % sebelum iterasi, setelah dilakukan iterasi menjadi
sebesar 4.72 %. Nilai RMS ini dapat dilihat di lampiran 14 – lampiran 16.
Setelah didapat nilai RMS terendah, keempat data tersebut akan disatukan
agar terlihat perbandingan lapisan tanah di tiap titik pengukuran. tujuan
penggabungan data ini adalah untuk membandingkan perbedaan maupun
persamaan nilai tahanan jenis pada tiap lokasi pengukuran dan kedalaman
lapisan – lapisannya.
Gambar 10 merupakan pemilihan tipe data yang akan dijadikan kurva cross
section dan disesuaikan dengan metode geolistrik apa yang dilakukan dalam
penelitian, yaitu konfigurasi Schlumberger. Pada kurva cross section ini,
ditampilkan nilai tahanan jenis dan kedalaman lapisan tanahnya. Nilai tahanan
jenis lapisan tanah di tampilkan dalam warna – warna yang berbeda dengan
satuan Ωm dan nilai kedalaman dalam satuan meter. Nilai tahanan jenis ini
kemudian di implikasikan dengan tabel nilai tahanan jenis batuan yang ada pada
halaman metodologi sehingga dapat diketahui jenis lapisan tanah dari nilai
tahanan jenis yang tertera pada setiap indikator warna.

13

3. Analisis Data
Setelah diperoleh nilai resistivitas, dapat diketahui jenis dan lapisan tanah
penyusun dari tiap titik dengan mengacu pada tabel nilai tahanan jenis batuan
(Gambar 11). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software
IPI2Win dengan pendekatan harga resistivitas antara kurva lapangan dan kurva
teori yang paling cocok.

Gambar 11 Nilai Tahanan Jenis Batuan (Mutowal 2008)
Dengan bantuan software IPI2Win ini dihasilkan dua kurva yaitu resistivity
cross-section dan pseudo cross-section yang merupakan kurva distribusi tahanan
jenis sebenarnya terhadap penampang melintang yang terdapat di bawah
permukaan tanah di masing – masing titik pengukuran. Pada kurva tersebut,
terdapat perbedaan nilai resistivitas yang ditunjukkan dengan warna yang
berbeda pada tiap kedalaman lapisan tertentu yang berbeda pula.
4. Studi Pustaka
Metode studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan dalam menganalisis permasalahan yang diteliti. Studi pustaka ini
dapat diperoleh dalam bentuk publikasi ilmiah atau jurnal, laporan penelitian
yang berkaitan dengan permasalahan, dan buku-buku yang menerangkan tentang
aspek yang digunakan dalam menganalisis permasalahan.

14

5. Diagram Alir Penelitian

Gambar 12 Diagram Alir Pengukuran Geolistrik

Gambar 13 Diagram Alir Pengolahan Data Geolistrik

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Geolistrik
Pengujian geolistrik ini dilakukan di empat titik berbeda dengan bentangan
maksimal elektroda AB yang juga berbeda tergantung pada kondisi lahan
pengukuran. Jarak maksimal bentangan elektroda AB ini akan bertambah jauh jika
lokasi pengukuran adalah lahan kosong karena bentangan elektroda harus segaris
dari elektroda satu ke elektroda lainnya. Pengukuran yang dilakukan di empat titik
lokasi disajikan dalam Tabel 1
Tabel 1 Data ringkasan hasil pengujian Geolistrik
GL.2
AB/2
No.
1

M
2.5

GL.3
ρ–A
Ωm

GL.4
AB/2

19.2

m
2

ρ–A
Ωm
21.00
10.60

AB/2

GL.5
AB/2

m

ρ–A
Ωm

m

ρ–A
Ωm

1.5

14.6

1.5

27.8

2

4

13.2

3

2.5

13.6

2.5

20.6

3

6

8.5

4

9.20

4

10.8

4

16.6

4

8

6.5

6

8.00

6

9.2

6

10.4

5

8

5.20

8

8.4

8

14.2

4.96

5

10

6

12

5.12

10

10

5.4

10

16.44

7

15

4.6

12

4.40

12

2

12

14.4

8

15

4.7

15

3.50

15

1

15

11.8

5

15

1.40

15

6.8

15

7.12

0.96

9

20

10

25

3.5

20

20

9.1

20

3.8

11

30

2.6

25

1.00

25

6.4

25

2.8

12

30

2.98

30

0.40

30

4

30

3.2

1.56

30

3.60

30

2.4

30

2.6

3.60

40

1.98

13

40

14

50

1.48

40

40

2.24

15

60

1.84

50

5.20

50

0.5

16

70

1.12

60

3.00

60

0.4

17

75

2.80

18

75

2.24

19

100

1.00

Dari data Tabel 1 terlihat data pengukuran pada titik GL 3 lebih banyak
karena lahan pengukuran di titik GL 3 merupakan tempat yang lapang sehingga
jarak bentangan elektroda AB dapat dibentangkan sejauh 100 meter. Data
pengukuran geolistrik ini mengandung beberapa kesalahan data. Kesalahan data
tersebut berupa nilai tahanan jenis yang terlalu rendah seperti pada titik GL 2 pada
bentangan 20m dan 30m. Kesalahan data ini tentunya berpengaruh terhadap
interpretasi data lebih lanjut kedalam software IPI2Win untuk memperkirakan
lapisan tanah dan lapisan pembawa airtanah (akuifer). Besarnya nilai kesalahan ini
dinyatakan dengan Root Mean Square (RMS).

16

Kesalahan dalam pengambilan data ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu kesalahan jarak penancapan elektroda kedalam tanah yang terlalu panjang
ataupun terlalu pendek, kondisi tanah yang terdapat timbunan sampah yang dapat
menghalang arus listrik, dan belum optimalnya injeksi arus listrik kedalam tanah
serta kurangnya sumberdaya listrik yang menjadi komponen utama dalam
pengujian geolistrik ini.
Dugaan Lapisan Tanah
Setelah dilakukan analisis data dengan menggunakan software IP2Win ini,
dihasilkan dua bentuk kurva cross section yaitu kurva Pseudo cross section dan
resistivity cross section seperti pada Gambar 14. Kedua kurva ini menunjukkan
nilai tahanan jenis lapisan tanah dengan perbedaan warna pada masing – masing
titik dan kedalaman. Kurva pseudo cross section memperlihatkan lapisan tanah
secara detail dengan perbedaan warna yang lebih banyak daripada kurva resistivity
cross section yang memperlihatkan perbedaan warna dan nilai tahanan jenis secara
secara garis besar atau memperlihatkan lapisan tanah yang benar benar berbeda
jenisnya dilihat dari nilai tahanan jenisnya.

Gambar 14 Bentuk cross section gabungan dari data GL 2 dan GL 3
Gambar 14 adalah kurva gabungan dari data GL 2 pada bagian kiri dan data
GL 3 pada bagian kanan. Pada kurva GL 2, terdapat sususan 4 macam warna yang
artinya adalah terdapat 4 lapisan berbeda pada titik pengukuran GL 2 ini. Lapisan
paling atas adalah lapisan dengan warna merah muda yang memiliki nilai tahanan
jenis sebesar 62.7 Ωm yang merupakan lapisan pasir dan batu pasir yang terletak
pada kedalaman 0 – 1.86 m. Lapisan selanjutnya merupakan lapisan serpih keras,
pasir dan batu pasir, serta gamping poros pada kedalaman antara 1.67 m hingga

17

1.74 m. Lapisan ketiga merupakan lapisan pasir dan kerikil jenuh air pada
kedalaman 1.74 m hingga 14 m. Lapisan terakhir adalah lapisan lempung dan serpih
lunak yang terdeteksi pada kedalaman 14 m hingga 75 m. Lapisan kedap air ini
pada titik ini mempunyai ketebalan sebesar 61 m di bawah permukaan tanah (bmt).
Untuk lebih jelasnya ditampilkan pada Tabel 2.

No
1

2

3
4

Tabel 2 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 2
Kedalaman Nilai Tahanan
Lapisan Tanah
(m)
Jenis (Ωm)
Dugaan gabungan antara
0 – 1.6
62.70
Pasir dan Batu Pasiran
Dugaan gabungan antara
Serpih Keras, Pasir dan
1.6 – 1.7
148.00
Batu Pasir serta Gamping
Poros
Dugaan Pasir atau
1.7 – 14.0
14.80
Kerikil Jenuh Air
Lempung dan Serpih
14.0 – 75.0
2.03
Lunak

Konfigurasi
Warna
Oranye

Merah Muda

Hijau Pucat
Biru

Berdasarkan kedalamannya akuifer dibedakan menjadi dua yaitu akuifer
dangkal dengan kedalaman kurang dari 50 m dibawah permukaan tanah dan akuifer
dalam yaitu akuifer yang terletak di kedalaman lebih dari 50 m (Mutowal 2008).
Pada titik pengukuran GL 2 ini terdapat akuifer dangkal yang yang lapisan tanahnya
adalah lapisan pasir, batu pasir serta lapisan kerikil jenuh air pada kedalaman 14 m
bmt. Kemudian, dibatasi oleh lapisan kedap air (impermeable layer) yaitu tanah
lempung hingga kedalaman 75 m bmt sehingga tidak teridentifikasi adanya lapisan
akuifer dalam sampai kedalaman 75 m bmt.

No
1

2
3
4
5

Tabel 3 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 3
Kedalaman Nilai Tahanan
Lapisan Tanah
(m)
Jenis (Ωm)
Dugaan gabungan antara
0 – 1.0
79.90 Pasir, Batu Pasir dan
Gamping Poros
Dugaan gabungan antara
1.0 – 4.7
12.10 Lempung, Lanau dan
Lempung berpasir
Dugaan Lempung dan
4.7 – 10.9
5.13
Serpih Lunak
Tanah Lempung, Serpih
10.9 – 65.3
6.60
Keras, Serpih Lunak
65.3 – 75.0
0.03 -

Konfigurasi
Warna
Oranye

Hijau Pucat
Hijau Tua
Hijau Muda
Hitam

Pada titik pengukuran GL 3, terdapat 5 lapisan tanah yang berbeda nilai
tahanan jenisnya. Lapisan pertama adalah lapisan kerikil dan lempung berpasir
kering yang terletak pada kedalaman 1 m bmt, lapisan kedua yaitu lapisan lempung,
lempung berpasir dan lanau yang terletak pada kedalaman 1 hingga 4.76 m bmt.

18

Lapisan pertama dan kedua ini diduga merupakan lapisan akuifer dangkal. Lapisan
ketiga yang terdiri dari lempung dan serpih lunak pada kedalaman 4.76 m hingga
10.9 m bmt, lapisan keempat yaitu lapisan lempung serpih keras dan serpih lunak
pada kedalaman 10.9 m hingga 65.3 m bmt, dan lapisan terakhir yang merupakan
error karena memiliki nilai tahanan jenis yang tidak masuk dalam tabel nilai
tahanan jenis batuan.
Titik pengukuran GL 3 ini terlihat tidak memiliki lapisan akuifer dalam
hingga kedalaman 75 m bmt karena susunan lapisan tanahnya yang didominasi oleh
tanah lempung yang merupakan lapisan kedap air (impermeable layer). Lapisan
pasir dan batupasir hanya ada pada kedalaman 1 m bmt dan terdapat lapisan
campuran antara lempung dan pasir atau lempung berpasir yang juga dapat diduga
sebagai lapisan pembawa airtanah yaitu akuifer dangkal.

Gambar 15 Bentuk cross section dari GL 4 dan 5

No

Kedalam
an (m)

1

0–3

2

3 – 21

3

21 – 23

4

23 - 25

Tabel 4 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 4
Nilai Tahanan
Lapisan Tanah
Jenis (Ωm)
Pasir, Batupasir, Serpih
62.50
keras
Tanah Lempung, Serpih
9.73
Keras, Serpih Lunak
Tanah Lempung, Serpih
8.36
Keras, Serpih Lunak
0.03 -

Konfigurasi
Warna
Merah Muda
Kuning Pucat
Kuning Muda
Hitam

Dari Gambar 15 yang merupakan kurva cross section hasil gabungan dari data
GL 4 dan GL 5, data GL 4 ditunjukkan oleh gambar sebelah kiri yang berwarna
merah muda, kuning dan hitam. Pada bagian yang berwarna merah muda
mempunyai resistivitas sebesar 62.5 Ωm yang merupakan lapisan batu berpasir dan
diduga sebagai akuifer bebas dengan kedalaman 0 – 3 meter, lapisan lempung

19

serpih lunak dengan kedalaman 3.5 – 21 m yang mempunyai resistivitas sebesar
9.73 Ωm dan ditunjukkan oleh warna kuning pucat. Lapisan kuning muda yang
mempunyai resistivitas sebesar 8.36 Ωm mempunyai jenis lapisan tanah yang
hampir sama dengan lapisan atasnya yaitu lapisan lempung serpih keras dan serpih
lunak pada kedalaman 21 – 23 meter, dan lapisan berwarna hitam merupakan error
atau kesalahan pengukuran sehingga tidak terdefinisi.
Lapisan tanah pada GL 4 ini memiliki lapisan pembawa air pada kedalaman
0 hingga 3 m bmt yang kemudian langsung dibatasi oleh lapisan lempung yang
kedap air (impermeable layer) hingga kedalaman 25 m bmt. Data GL 5 yang berada
disebelah kanan pada Gambar 15 menunjukkan lapisan berwarna oranye pada
kedalaman 0 – 1.5 m yang mempunyai resistivitas sebesar 21.8 Ωm dan termasuk
lapisan pasir, batupasir dan serpih keras, lapisan berwarna kuning muda merupakan
lapisan lempung serpih lunak yang mempunyai resistivitas sebesar 4.97 Ωm dan
berada di kedalaman 1.5 - 3 m. Kemudian terdapat lapisan berwarna oranye tua
pada kedalaman 3 – 5 m yang mempunyai nilai resistivitas sebesar 34.2 Ωm dan
merupakan lapisan pasir, batupasir dan serpih keras. Lapisan terakhir yang
berwarna biru muda merupakan lapisan lempung dan serpih lunak yang mempunyai
resistivitas sebesar 1.62 Ωm dan berada pada kedalaman 5 – 25 m.
No
1
2
3
4

Tabel 5 Hasil dugaan lapisan tanah pada titik 5
Kedalaman Nilai Tahanan
Lapisan Tanah
(m)
Jenis (Ωm)
Pasir, Batupasir, Serpih
0 – 1.5
21.80
Keras
Tanah Lempung, Serpih
1.5 – 3.0
4.97
Keras, Serpih Lunak
Pasir, Batupasir, Serpih
3.0 – 5.0
34.20
Keras
6.0 – 25.0
1.61 Lempung, Serpih Lunak

Konfigurasi
Warna
Oranye
Kuning
Muda
Oranye Tua
Biru Muda

Titik pengukuran GL 5 ini memiliki lapisan akuifer dangkal hingga
kedalaman 5 m bmt yang sedikit dibatasi oleh lapisan kedap air yaitu lapisan
lempung pada kedalaman 1.5 m hingga 3 m bmt kemudian terdapat lagi lapisan
akuifer hingga kedalaman 5 m bmt, yang dibatasi oleh lapisan lempung hingga
kedalaman 25 m bmt. Pada titik ini pengukuran teridentifikasi hanya sampai
kedalaman 25 m bmt disebabkan kondisi lahan pada titik pengukuran yang sudah
padat oleh rumah penduduk dan jalan aspal sehingga bentangan kabel dan
penancapan elektroda menjadi kurang optimal.
Pada Desa Nagrak ini dapat diketahui dari 4 titik pengukuran yaitu GL 2, GL
3, GL 4, dan GL 5, jenis lapisan tanah yang mengandung air adalah lapisan yang
mengandung pasir atau berpasir. Lapisan tanah tersebut terdapat pada kedalaman 0
hingga 5 m bmt yang diduga sebagai akuifer dangkal. Selanjutnya lapisan tanah
berubah menjadi lapisan kedap air (impermeable layer) dengan campuran pasir
yang membatasi lapisan akuifer dengan kedalaman yang bervariasi antara 3 m
hingga 20 m. Gambar 16 merupakan kuva cross section gabungan dari GL 2 hingga
GL 5. Setelah diketahui jenis lapisan tanah dan kedalamannya pada tiap titik, dapat
dibuat gambar penampang tegak tahanan jenis.

20

Gambar 16 Bentuk cross section dari data GL 2 hingga GL 5

Gambar 17 Penampang tegak tahanan jenis

21

Akurasi pendugaan lapisan tanah dengan metode tahanan jenis ini dapat
dikatakan cukup baik karena penelitian ini juga didukung dengan observasi dan
wawancara singkat dengan penduduk sekitar lokasi pengukuran mengenai sumur
yang mereka miliki. Dari hasil wawancara tersebut, kedalaman sumur yang ada di
sekitar lokasi pengukuran tidak lebih dari 5 m dan belum pernah mengalami
kekeringan. Di Desa Nagrak juga terdapat mata air yang sudah dikelola oleh warga
setempat untuk keperluan sehari – hari sehingga tidak semua warga mempunyai
sumur sendiri. Hal ini secara tidak langsung merupakan langkah positif dari warga
untuk menjaga kualitas dan kuantitas air yang ada. Sebaran lapisan akuifer yang
lebih jelas dapat dilihat pada resistivity log di Gambar 17. Penggunaan software
IPI2Win dalam proses pengolahan data dapat dibilang cukup efektif karena mampu
meminimalisasi nilai RMS yang muncul sehingga menambah akurasi pendugaan
lapisan tanah.
Pola Aliran Airtanah
Pola aliran airtanah di Desa Nagrak ini dapat diinterpretasikan dengan melihat
hasil resistivity log pada Gambar 17. Litologi pasiran yang paling dalam diantara
empat lokasi pengukuran adalah pada GL 5, sehingga berdasarkan gradien hidrolik
airtanah maka airtanah di Desa Nagrak ini cenderung mengalir ke arah GL 5
(Gambar 18). Pola aliran airtanah ini didasarkan pada kedalaman lapisan akuifer
dangkal yang paling dalam dengan kedalaman 5 m.

Gambar 18 Denah pola aliran airtanah

22

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan seluruh rangkaian penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Lapisan akuifer dangkal (unconfined aquifer) pada titik pengukuran GL 2
terletak pada kedalaman 0 – 1.67 m dan 1.74 – 14 m bmt. Lapisan akuifer
dangkal (unconfined aquifer) pada titik pengukuran GL 3 terletak pada
kedalaman 1 m hingga 4.76 m bmt. Lapisan akuifer dangkal (unconfined
aquifer) pada titik pengukuran GL 4 terletak pada kedalaman 0 – 3 m. Lapisan
akuifer dangkal (unconfined aquifer) pada titik pengukuran GL 5 terletak pada
kedalaman 0 – 1.5 m dan pada kedalaman 3 – 5 m bmt.
2. Airtanah di Desa Nagrak ini mengalir ke titik pengujian GL5 berdasarkan pada
kedalaman akuifer dangkal yang paling dalam dengan kedalaman 5 m bmt.
3. Software IPI2Win efektif dalam mengurangi nilai RMS pada pengolahan data
yaitu terendah 4.56 % pada GL 2 dan 7.21 % pada GL 4, namun belum bisa
memprediksi langsung jenis lapisan tanah secara spesifik.
Saran
Berdasarkan seluruh rangkaian penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disarankan :
1. Pembuatan sumur bor dapat dilakukan di salah satu titik pengukuran geolistrik.
2. Pengeboran untuk pembuatan sumur bor hendaknya dilakukan di salah satu titik
pengukuran geolistrik untuk membandingkan akurasi data pendugaan geolistrik
dengan hasil pengeboran.
3. Untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang geolistrik ini
sebaiknya menggunakan sumber listrik dengan voltase yang besar karena
sumber listrik mempengaruhi penyaluran arus oleh elektroda ke dalam tanah
serta meningkatkan akurasi perolehan data.

DAFTAR PUSTAKA
Ali MN, Za’ari, Supoyo. 2003. Eksplorasi, eksploitasi sumber daya mineral air
bawah tanah studi kasus di kawasan industri Pasuruan Jawa Timur.
Proceedings of Joint The 32 nd IAGI dan The 28 th HAGI Annual Convention
and Exhibition
Azhar HG. 2004. Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger untuk
Penentuan Tahanan Jenis Batubara. Jurnal Natur Indonesia. 6(2):122-126.
Bowen R. 1986. Groundwater. London (UK) and New York (US). Elsevier Applied
Science Publisher.
Broto S, Afifah SR. 2008. Pengolahan data geolistrik dengan metode
Schlumberger. TEKNIK. 29(2): 120-128.

23

Damtoro J. 2007. metode geofisika [internet]. [diunduh 2015 Agustus 22]. Tersedia
pada http://www.bravo3x.com/Damtoro/Geofisik.htm.
Halik G, Widodo S, Jojok. 2008. Pendugaan potensi airtanah dengan metode
geolistrik konfigurasi Schlumberger di kampus Tegal Boto Universitas
Jember. Media Teknik Sipil. 109-114.
Hendrayana H. 1994. Pengantar Hidrogeologi. Laporan Kursus Singkat
Pengelolaan Airtanah Angkatan I Yogyakarta, 6-15 Juli 1994. Yogyakarta
(ID). UGM Pr.
Kashef AAI. 1987. Groundwater Engineering. Singapura (SG): Mc Graw-Hill
Book Co.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451K/10/MEM/2000,
2000. Pedoman Teknis Penyelenggaraaan Tugas Pemerintah Di Bidang
Pengelolaan Air Bawah Tanah. Jakarta : Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kodoatie RJ. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta(ID) : ANDI Pr
Kohlbeck F, Mawlood D. 2009. Computer program to calculate resistivities and
layer thickness from schlumberger soundings at the surface, at lake bottom
and with two electrodes down in the surfaces. Computers & Geosciences. 35
(2009):1748-1751.
Mays LW. 2006. Water Resources Enginnering. Ed ke-2. Amerika(US): John
Wiley & Sons.
Mutowal W. 2008. Penentuan sebaran akuifer dan pola aliran airtanah dengan
metode Tahanan Jenis (Resisitivity Method) di Desa Cisalak, Kecamatan
Sukmajaya, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Nostrand RG, Van and Kenneth LC. 1966. Interpretation of Resistivity Data: a
presentation of mathematical potential theory and practical field application
for the direct-current methods of electrical resistivity prospecting.
Washington (US). Goverment Printing Office.
Patra HP, Sankar KN. 1999. Schlumberger Geoelectric Sounding in Ground Water.
Rotterdam (NL): AA Balkema.
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada
Pr.
Sheriff RE. 2002. Encyclopedic Dictionary of Applied Geophysics, 4th Edition.
Oklahoma (US). SEG Tulsa.
Singh SB, Stephen J. 2006. Deep resistivity sounding studies in detecting shear
zones a case study from The Southern Granuline Terrain of India. Journal of
Asian Earth Sciences. 28(2006): 55-62.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta (ID):
Pradnya Paramita.
Supriyanto. 2012. Interpretasi pola sebaran airtanah di kawasan perumahan Tepian
Samarinda dengan Metode Geolistrik Tahanan Jenis. Mulawarman Scientifie.
11(2).
Suripin. 2001. Pelestarian Sumberdaya Air dan Tanah. Yogyakarta(ID) : Andi Pr
Sutandi , Maria Christine. 2012. Air tanah [Penelitian]. Bandung (ID) :Universitas
Kristen Maranatha
Todd DK. 1995. Groundwater Hydrology. Ed ke-2. Singapore (SG). John Wiley &
Sons.
Ward AD, Elliot WJ. 1995. Environmental Hydrology. Florida(US): CRC Press Inc.

24

Wilson EM. 1993. Hidrologi Teknik. Ed ke-4. Bandung(ID): Institut Teknologi
Bandung Pr.

25

LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Pengukuran GL 2

26

Lampiran 2 Data Pengukuran GL 3

27

Lampiran 3 Data Pengukuran GL 4

28

Lampiran 4 Data Pengukuran GL 5

29

Lampiran 5 Proses input data GL 2

30

Lamp