Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR
DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

AKBAR SUMIRTO

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis
Kelelawar di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013
Akbar Sumirto
NIM E34070055

ABSTRAK
AKBAR SUMIRTO. Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh
AGUS PRIYONO KARTONO.
Kelelawar merupakan salah satu jenis mamalia yang memiliki peranan
penting bagi masyarakat. Peranan tersebut antara lain sebagai agen penyerbuk
tumbuhan, pemencar biji, penghasil pupuk guano, dan sebagai pengendali
populasi serangga hama tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
jenis kelelawar serta mengukur kesamaan komunitas kelelawar pada habitat
sawah, kebun dan hutan. Jumlah jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama
penelitian sebanyak 11 jenis dari empat famili, yakni: Hipposideridae (1 jenis),
Vespertilionidae (4 jenis), Rhinolophidae (1 jenis), dan Pteropodidae (5 jenis).
Indeks keanekaragaman jenis kelelawar di habitat kebun sebesar 1.80, habitat

hutan sebesar 1.64 dan pada habitat sawah sebesar 1.29. Kesamaan komunitas
kelelawar pada kebun-sawah sebesar 0.72, hutan-kebun sebesar 0.46 dan hutansawah sebesar 0.36.
Kata kunci: keanekaragaman jenis, kelelawar, kesamaan komunitas, kebun

ABSTRACT
AKBAR SUMIRTO. Bats Diversity in Cikarawang Village Dramaga District
Bogor Regency West Java Province. Supervised by AGUS PRIYONO
KARTONO.
Bat is one type of mammals having an important role for human life. The
role consist of plants pollinators agent, plant seed disperser, producing guano for
fertilizer, and as controlling pests insect of plants. This study aims to identify the
bats species and measuring bats community similarity between paddy fields,
garden, and forest habitat. The amount of the successful caught during this studies
about 11 species of four family, namely: Hipposideridae (1 species),
Vespertilionidae (4 species), Rhinolophidae (1 species), and Pteropodidae (5
species). Diversity index of bats in garden habitat is 1.80, forest habitat is 1.64,
and paddy field habitat is 1.29 respectivelly. Similarity of bats community betwee
garden and paddy field habitat is 0.72, between forest and garden habitat is 0.46,
and between forest and paddy field is 0.36 respectivelly.
Keywords: biodiversity, bats, community similarity, garden


KEANEKARAGAMAN JENIS KELELAWAR
DI DEDA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA
KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

AKBAR SUMIRTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang

Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
Nama

: Akbar Sumirto

NIM

: E34070055

Disetujui oleh

Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
Nya sehingga skripsi ini dapat dilaksanakan. Penelitian dan pengumpulan data
lapangan tentang “Keanekaragaman Jenis Kelelawar di Desa Cikarawang
Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat” ini dilaksanakan
mulai Mei 2012 hingga Oktober 2012. Kelelawar memegang peranan penting
sebagai pengendali populasi serangga hama, pemencar biji tumbuhan dan
penyerbuk tumbuhan. Kelelawar dapat ditemukan di berbagai tipe ekosistem, baik
ekosistem hutan dataran rendah maupun areal pertanian. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi jenis-jenis kelelawar dan mengukur kesamaan komunitas
kelelawar antara habitat hutan, kebun dan sawah. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam pelestarian kelelawar.

Bogor, Mei 2013
Akbar Sumirto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Habitat Penelitian
Bahan dan Alat
Jenis Data
Metode Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Identifikasi Jenis Kelelawar
Keanekaragaman Jenis
Kemerataan Jenis
Indeks Dominansi
Kesamaan Komunitas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Kekayaan Jenis
Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Kesamaan Komunitas

Pembahasan
Kekayaan Jenis
Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Kesamaan komunitas

vii
vii
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
4

4
4
5
5
5
8
9
9
9
12
12

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan
Saran

12

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat
2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn

5
9

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11

Ukuran tubuh kelelawar
Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar untuk identifikasi
Ukuran tulang jari tangan kelelawar
Perbandingan jumlah jenis dan individu tiap famili
Jenis kelelawar C. brachyotis
Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili
Akumulasi spesies berdasarkan habitat dan ulangan
Keberhasilan pemerangkapan kelelawar pada setiap tipe habitat
Indeks keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe habitat
Indeks kemerataan jenis (E) kelelawar pada setiap tipe habitat

Indeks dominansi (D) jenis kelelawar pada setiap tipe habitat

2
3
4
6
6
6
7
8
8
9
9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelelawar merupakan anggota kelas mamalia yang dapat terbang. Kelelawar
termasuk kedalam ordo Chiroptera yang memiliki jumlah jenis terbanyak kedua
setelah kelas Rodentia, yang memiliki 188 marga dan 977 jenis. Ordo Chiroptera
dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Sub Ordo Megachiroptera dengan satu famili
yakni Pteropodidae yang memiliki 163 jenis dan Sub Ordo Microchiroptera
dengan 17 famili yang meliputi 814 jenis (Corbet & Hill 1992). Megachiroptera
lebih dikenal sebagai kelelawar pemakan buah. Penyebaran spesies kelelawar
pada Megachiroptera meliputi Afrika, Asia Tropis, India, Australia dan pulaupulau di sekitar samudra. Megachiroptera berukuran relatif besar (20-1,500 g) dan
terutama memakan buah, nektar, serbuk sari, bunga, dan daun. Kelelawar
Microchiroptera dapat ditemukan di hampir semua benua, kecuali Antartika. Jenis
kelelawar dari Sub Ordo Microchiroptera pada umumnya memiliki ukuran tubuh
yang relatif kecil (1,5-150 g) dan menunjukkan kebiasaan makan lebih beragam
sehingga dapat dikelompokkan ke dalam insectivorous, frugivorous,
nectarivorous, ichthyophagous, dan sanguivorous (Altringham 1996). Suyanto
(2001) menyatakan bahwa sebanyak 205 jenis (21%) dari seluruh jenis kelelawar
yang ada di dunia ditemukan di Indonesia. Jumlah jenis ini meliputi 72 jenis
kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan
serangga (Microchiroptera).
Kelelawar memiliki peranan yang penting bagi kehidupan manusia.
Peranan tersebut antara lain sebagai pengendali hama serangga, penyerbuk bunga
tumbuhan, pemencar biji tumbuhan, dan penghasil pupuk guano. Di beberapa
daerah, kelelawar ditangkap oleh manusia untuk digunakan sebagai bahan obat
atau bahkan untuk dikonsumsi. Meskipun memiliki peran yang penting, namun
kelelawar masih dianggap sebagai hama perusak tanaman perkebunan maupun
pertanian oleh sebagian besar masyarakat sehingga sering terjadi pengusiran,
pembunuhan, atau bahkan perusakan habitat kelelawar.
Upaya konservasi kelelawar perlu dilakukan guna melestarikan kekayaan
jenis dan populasi kelelawar, terutama yang terdapat di Indonesia. Upaya
konserasi dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain penyuluhan kepada
masyarakat guna memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang peran penting
kelelawar bagi kehidupan manusia, serta penelitian untuk mendapatkan
pengetahuan tentang ekologi kelelawar. Sebagai langkah awal konservasi
kelelawar maka diperlukan pengetahuan tentang keanekaragaman jenis kelelawar
dan penggunaan habitat oleh kelelawar. Oleh karena itu penelitian tentang
keanekaragaman jenis kelelawar ini perlu dilakukan guna memberikan data dan
informasi dasar mengenai sebaran jenis kelelawar berdasarkan tipe habitat.
Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai keanekaragaman jenis kelelawar di Desa Cikarawang
ini bertujuan untuk:
1) Mengidentifikasi keanekaragaman jenis kelelawar.
2) Mengidentifikasi kesamaan komunitas kelelawar pada habitat sawah, kebun,
dan hutan.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara
lain:
1) Menyediakan data dan informasi mengenai jenis-jenis kelelawar.
2) Menyediakan data dan informasi mengenai kesamaan komunitas kelelawar
pada areal sawah, kebun, dan hutan.

METODE
Habitat Penelitan
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat pada bulan Mei hingga Oktober 2012. Desa
Cikarawang memiliki ketinggian tempat 700 meter diatas permukaan laut. Ratarata curah hujan tehunan berkisar antara 3500-4000 mm/tahun dengan suhu udara
rata-rata berkisar antara 25°C-30°C.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 95% dan air.
Peralatan yang digunakan adalah harp trap (perangkap harpa), mist net (jaring
kabut), tali tambang, sarung tangan wol, kain blacu untuk kantung spesimen,
neraca (100 g), kaliper, jarum suntik, toples spesimen, kapas, kantong plastik,
sarung tangan karet, kertas label dan kamera digital.
Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Ukuran bagian-bagian tengkorak, jumlah gigi seri dan panjang tulang jari
sayap kelelawar mengikuti Corbet & Hill (1992).
2. Karakteristik morfologi mencakup: bobot badan (BB), panjang ekor (E),
panjang badan hingga kepala (PB), panjang kaki belakang tanpa cakar (KB),
panjang telinga (T), panjang lengan bawah sayap/radius-ulna (LB) dan
panjang betis/tibia-fibula (B). Karakteristik tersebut seperti disajikan pada
Gambar 1.

Gambar 1 Ukuran Tubuh Kelelawar
Data penunjang yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi kondisi umum
lokasi penelitian dan kondisi flora yang ada di habitat penelitian.

3
Metode Pengumpulan Data
Kegiatan penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan
perangkap harpa (harp trap) dan jaring kabut (mist net) pada tiga tipe habitat,
yakni habitat hutan, kebun, dan sawah. Penempatan perangkap harpa maupun
jaring kabut dilakukan dengan memperhatikan jalur lintasan terbang kelelawar.
Upaya pemerangkapan pada setiap tipe habitat adalah 30 malam-perangkap, yakni
di setiap habitat dipasang 2 perangkap setiap malam dengan lama pengamatan 15
hari. Perangkap dipasang pada sore hari sekitar pukul 16:00 WIB dan digulung
pada sekitar pukul 07:00 WIB. Pemeriksaan hasil pemerangkapan dilakukan dua
kali setiap malam-perangkap, yakni pada setiap pukul 19:00–21:00 dan pada
pukul 06:00 – 07:00 WIB.
Individu kelelawar yang tertangkap dilepaskan dari perangkap secara hatihati agar tidak mengakibatkan kematian. Individu tersebut selanjutnya dicatat
jenis dan jumlah individu setiap jenis yang tertangkap. Selain jenis dan jumlah
individu, dilakukan juga pengukuran terhadap bobot tubuh, jenis kelamin, serta
ukuran morfologi kelelawar. Identifikasi terhadap jenis dilakukan dengan
menggunakan buku panduan identifikasi kelelawar.
Pengolahan dan Analisis Data
Identifikasi Jenis Kelelawar
Data mengenai ukuran morfologi kelelawar dikumpulkan untuk menentukan
jenis berdasarkan kunci identifikasi pada Buku Panduan Kelelawar Di Indonesia
oleh Suyanto (2001). Identifikasi jenis lebih lanjut dilakukan dengan mengukur
bagian-bagian tengkorak, menghitung rumus gigi seri kelelawar serta mengukur
perbandingan antar tulang jari sayap kelelawar menurut Corbet & Hill (1992)
dalam The Mammals of The Indomalayan Region (Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2 Ukuran tengkorak dan rumus gigi kelelawar
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis kelelawar dihitung dengan menggunakan persamaan
Indeks Shannon (Odum 1971) sebagai berikut:
H’= –∑ pi.Ln(pi)
Notasi H’ = indeks keanekaragaman Shannon, pi = proporsi jenis ke-i, pi=ni/N,
ni=jumlah individu spesies ke-i, N=∑ni.

4

Gambar 3 Ukuran tulang jari tangan kelelawar
Kemerataan Jenis
Kemerataan jenis menunjukan derajat distribusi total individu ke dalam
setiap jenis yang teramati. Kemerataan jenis, dinotasikan dengan E, dapat diukur
dengan menggunakan indeks kemerataan dengan persamaan sebagai berikut:
E = H’/Hmax, dan Hmax = Ln(S)
Notasi E = indeks kemerataan jenis, H’= indeks keanekaragaman Shanon, dan S =
jumlah jenis yang ditemukan. Indeks kemerataan jenis dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga tingkatan sebagai berikut (Odum 1971):
a). Kemerataan rendah, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.10 – 0.30
b). Kemerataan sedang, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.40 – 0.60
c). Kemerataan tinggi, jika indeks kemerataan berkisar antara 0.70 – 1.00
Indeks Dominansi
Dominansi suatu spesies dihitung dengan menggunakan Indeks Simpson’s.
indeks Simpson’s menunjukan ada tidaknya dominansi suatu jenis pada habitat
pengamatan. Persamaan yang digunakan adalah:
=∑

i

dan pi = ni/N

Notasi D = indeks dominansi Simpson’s, ni = jumlah individu spesies ke-i, dan N
= jumlah individu seluruh spesies.
Kesamaan Komunitas
Kesamaan komunitas kelelawar antar tipe habitat hutan dengan kebun serta
sawah dihitung dengan menggunakan indeks Morisita yang dimodifikasi oleh
Horn (1966) dalam Bloom (1981) dengan persamaan:
M jk 



2 x ij.x ik



2
 x ij2   x ik

5
Notasi Mjk = Indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn, xij = jumlah individu
spesies ke-i pada komunitas ke-j, dan xik = jumlah individu spesies ke-i pada
komunitas ke-k.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Kekayaan Jenis
Jumlah keseluruhan jenis kelelawar yang ditemukan adalah 11 jenis.
Berdasarkan tipe habitat maka 8 jenis ditemukan di habitat kebun, 6 jenis di
habitat hutan, dan 6 jenis di habitat sawah (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis-jenis kelelawar yang ditemukan pada tiga tipe habitat
No

Famili

Nama Jenis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hipposideridae Hipposideros diadema
Vespertilionidae Scotophilus kuhlii
Pipistrellus javanicus
Kerivoula hardwickii
Philetor brachypterus
Rhinolophidae
Rhinolophus affinis
Pteropodidae
Cynopterus brachyotis
Cynopterus titthaecheilus
Macroglossus minimus
Rousettus leschenaultii
Cynopterus sphinx
Jumlah Jenis
Jumlah Individu

Tingkat Tropik
Insectivorous
Insectivorous
Insectivorous
Insectivorous
Insectivorous
Insectivorous
Frugivorous
Frugivorous
Nectarivorous
Nectarivorous
Frugivorous

Jumlah individu pada tipe habitat
Kebun
Hutan
Sawah
4
1
0
2
0
2
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
0
7
3
17
8
0
4
6
3
5
0
0
1
1
0
0
8
6
6
30
10
30

Jumlah jenis kelelawar sub ordo Microchiroptera yang ditemukan pada
ketiga habitat sebanyak 6 jenis yang berasal dari 3 famili, yakni: Hipposideridae
(1 jenis), Vespertilionidae (4 jenis), dan Rhinolophidae (1 jenis), sedangkan
kelelawar sub ordo Megachiroptera yang berasal dari famili Pteropodidae
ditemukan sebanyak 5 jenis. Pada penelitian ini terdapat jenis-jenis kelelawar
yang diduga termasuk pada kategori spesialis habitat, yakni: C. sphinx hanya
ditemukan di habitat kebun, K. hardwickii hanya ditemukan di habitat hutan, serta
P. brachypterus dan R. leschenaultii yang hanya ditemukan di tipe habitat sawah.
Famili Pteropodidae merupakan famili yang memiliki jumlah individu yang
paling banyak ditemukan, yakni 55 individu; sedangkan famili Rhinolophidae
merupakan famili yang paling sedikit ditemukan individunya, yakni hanya 2
individu (Gambar 4). Jenis kelelawar yang memiliki jumlah individu paling
banyak ditemukan adalah C. brachyotis (Gambar 5), yakni sebanyak 27 individu.
Jenis kelelawar dengan jumlah individu paling sedikit tertangkap adalah K.
hardwickii, P. brachypterus, R. leschenaultii, dan C. sphinx.
Famili Pteropodidae mendominasi habitat kebun dan sawah. Berdasarkan
tipe habitat maka jumlah jenis yang ditemukan adalah sebagai berikut: a) 4 jenis
di habitat sawah, yakni jenis C. brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan R.
leschenaultii; b) 4 jenis ditemukan di kebun, yakni C. brachyotis, C. sphinx, C.

6
titthaecheilus dan M. minimus, serta c) 2 jenis di habitat hutan, yakni C.
brachyotis dan M. minimus. Jenis C. brachyotis dan M. minimus merupakan jenis
yang dapat ditemukan pada ketiga tipe habitat (Gambar 6).

Rhinolophidae
Hipposideridae
Jumlah spesies
Jumlah individu

Vespertilionidae
Pteropodidae
0

10

20

30

40

50

Gambar 4 Perbandingan jumlah jenis dan individu setiap famili

Gambar 5 Jenis kelelawar C. brachyotis
4
4
2
2
2

2

1
1

Hutan

Kebun

1

0

0

1

Sawah

Gambar 6 Jumlah jenis ditemukan pada setiap famili

60

7
Keberhasilan penangkapan kelelawar diduga berkaitan dengan munculnya
bulan, yakni pada saat bulan purnama atau bulan penuh (full moon) jumlah
individu yang tertangkap cenderung relatif sedikit atau bahkan tidak ada individu
yang tertangkap (Gambar 7). Oleh karena itu pada penelitian ini pemerangkapan
dilakukan pada periode di luar bulan purnama, yakni di luar tanggal 10 – 20.
Keseluruhan

Kebun

Hutan

Sawah

Jumlah individu

75
60
45
30
15
0
1

2

3

4

5

6

7
8
9
Pengamatan

10

11

12

13

14

15

Gambar 7 Akumulasi spesies berdasarkan habitat dan ulangan
Jumlah jenis kelelawar yang tertangkap dengan perangkap harpa adalah
sebanyak 8 jenis dengan jumlah individu tertangkap sebanyak 17 individu;
sedangkan jumlah jenis kelelawar yang dapat tertangkap dengan menggunakan
jaring kabut adalah sebanyak 6 jenis dengan total individu tertangkap sebanyak 53
individu. Berdasarkan jenis kelelawar maka hasil pemerangkapan dapat
dikelompokkan kedalam tiga kategori alat, yakni: a) jenis kelelawar yang hanya
tertangkap melalui perangkap harpa adalah H. diadema, R. affinis, P. javanicus, K.
hardwickeii, dan P. brachypterus; b) jenis kelelawar yang hanya tertangkap
melalui perangkap jaring kabut adalah C. sphinx, C. titthaecheilus, dan R.
leschenaulti, serta c) jenis kelelawar yang dapat tertangkap melalui jaring kabut
maupun perangkap harpa adalah C. brachyotis, M. minimus, dan S. kuhlii.
Perbandingan keberhasilan pemerangkapan kelelawar seperti disajikan pada
Gambar 8.
10
Harp trap

Mist net

Total

8

Jml. Jenis

8

6

6

6

6

5
4

4

4

2
2

1

0

Hutan

Kebun

Sawah

Gambar 8 Keberhasilan pemerangkapan kelelawar pada setiap tipe habitat
Gambar 8 menunjukan bahwa pemerangkapan kelelawar di habitat sawah
menggunakan perangkap harpa memiliki keberhasilan yang lebih rendah
dibanding dengan menggunakan jaring kabut. Selain itu, pemerangkapan

8
kelelawar dengan menggunakan perangkap harpa di habitat sawah menghasilkan
jumlah individu tangkapan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan
perangkap jaring kabut.
Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Keanekaragaman jenis kelelawar tertinggi terdapat di habitat kebun
(H’=1.80), sedangkan terendah adalah di habitat sawah (H’=1.30). Indeks
Shannon untuk keanekaragaman kelelawar berdasarkan perbedaan tipe habitat
disajikan pada Gambar 9. Indeks kemerataan jenis kelelawar tertinggi terdapat di
habitat hutan, sedangkan terendah terdapat di habitat sawah (Gambar 10).
2.50
Harp trap

Mist net

Indeks Shannon

2.00
1.64
1.50

Total

1.80

1.68

1.39
1.21

1.19

1.30

1.00
0.69
0.50
0
0.00
Hutan

Kebun

Sawah

Gambar 9 Indeks keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap tipe habitat
1.1
Harp trap

Mist net

Total

Indeks Kemerataan

0.92
0.87

0.9

0.72
0.7

0.5

0.3
Hutan

Kebun

Sawah

Gambar 10 Indeks kemerataan jenis kelelawar pada setiap tipe habitat
Jenis-jenis kelelawar yang berhasil tertangkap selama penelitian tidak ada
yang mendominasi habitat tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh adanya indeks
dominansi tertinggi yang hanya sebesar 0.37 di habitat sawah, dan terendah adalah
0.19 di habitat kebun. Indeks dominansi Simpson’s jenis-jenis kelelawar
berdasarkan tipe habitat yang diamati disajikan pada Gambar 11.

9
0.37

0.22
0.19

Hutan

Kebun

Sawah

Gambar 11 Indeks dominansi jenis kelelawar pada setiap tipe habitat
Kesamaan Komunitas
Indeks kesamaan komunitas merupakan ukuran seberapa besar kesamaan
spesies-spesies yang menempati komunitas yang diperbandingkan. Indeks
kesamaan memberikan informasi kuantitatif tentang komposisi spesies dari dua
atau lebih pasangan komunitas yang diperbandingkan (Colwell & Coddington
1994). Dalam penelitian ini, indeks kesamaan komunitas mengukur kesamaan
komposisi jenis-jenis kelelawar yang menempati habitat kebun, sawah, dan hutan.
Kesamaan komunitas kelelawar tertinggi adalah antara habitat kebun dengan
habitat sawah, yakni sebesar 0.72 (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai indeks kesamaan komunitas Morisita-Horn
Habitat

Kebun

Sawah

Hutan

Kebun

-

0.72

0.46

-

0.36

Sawah

Pembahasan
Kekayaan Jenis
Jumlah jenis kelelawar yang ditemukan di habitat kebun lebih banyak
dibandingkan dengan habitat sawah maupun hutan. Namun demikian berdasarkan
jumlah individu yang tertangkap, habitat kebun dan sawah memiliki kelimpahan
yang tinggi, yakni masing-masing 30 individu. Kebun memiliki keanekaragaman
tumbuhan yang lebih beragam dibandingkan dengan habitat sawah dan hutan.
Tingginya keanekaragaman tumbuhan diduga berhubungan dengan keragaman
pakan kelelawar sehingga banyak jenis kelelawar yang mencari pakan di habitat
tersebut.
Beberapa jenis kelelawar diduga memiliki kebiasaan mencari pakan hanya
di habitat tertentu. Jenis-jenis tersebut meliputi C. sphinx, K. hardwickii, P.
brachypterus, dan R. leschenaultii. Perilaku mencari pakan berkolerasi dengan
kemampuan terbang dan ekolokasi. Fenton (1990) menyatakan bahwa kemampuan terbang kelelawar ditentukan oleh bentuk sayap serta kemampuan ekolokasi.
Jenis kelelawar Microchiroptera mengandalkan mekanisme echolocation dengan

10
frekuensi yang tinggi. Jenis kelelawar ini lebih banyak mencari pakan di areal
yang terbuka dibandingkan di lorong-lorong hutan. Kelelawar yang memiliki
bentangan sayap yang lebar seperti R. leshenaultii lebih memilih habitat yang
relatif terbuka untuk memudahkan manuver saat terbang, sebaliknya kelelawar
yang mengandalkan ekolokasi dan memiliki bentang sayap yang sempit akan
mudah melakukan manuver terbang di habitat yang rapat.
Famili Pteropodidae memiliki jumlah individu yang paling banyak
tertangkap, yakni sebanyak 55 individu dan terendah adalah Rhinolopodidae
sebanyak 2 individu. Jenis kelelawar Megachiroptera memiliki wilayah jelajah
yang lebih besar dibandingkan dengan jenis Microchiroptera. Selain itu, jenis
kelelawar Megachiroptera memiliki kebiasaan tinggal pada satu pohon yang
berdekatan dengan pohon yang sedang berbuah selama 1-5 hari. Jenis kelelawar
Microchiroptera mencari pakan pada areal dengan luasan yang relatif sempit,
yakni sekitar 400 m2, melakukan terbang singkat selama dua menit untuk
menangkap serangga, dan kembali lagi ke tempat semula untuk mengamati daerah
sekitarnya (Neuweiler et al. 1987).
Habitat kebun memiliki jumlah jenis kelelawar paling banyak (yakni 8 jenis)
tertangkap dibandingkan dengan habitat lainnya. Hal ini diduga karena habitat
kebun memiliki keanekaragaman jenis pohon relatif tinggi sehingga kelelawar
insektivora banyak mencari makan di habitat ini. Selain itu, kerapatan vegetasi di
habitat kebun tidak terlalu rapat sehingga memudahkan kelelawar pemakan buah
menggunakan lorong-lorong yang ada sebagai lintasan terbang.
Jenis kelelawar C. brachyotis merupakan jenis yang paling banyak
ditemukan pada ketiga habitat yang diamati. Kelelawar C. brachyotis mulai
beraktivitas satu jam setelah matahari terbenam dengan luas wilayah jelajah
mencapai 3 km. Tan et al. (1998) menyatakan bahwa C. brachyotis merupakan
jenis kelelawar pemakan buah yang umum dijumpai di Asia Tenggara. Jenis ini
menempati berbagai tipe habitat meliputi hutan primer, hutan bekas terbakar,
hutan bakau, daerah budidaya, kebun buah, dan daerah perkotaan. Kemampuan
yang baik untuk beradaptasi dengan lingkungan menjadi salah satu faktor kunci
jenis ini dapat ditemukan di berbagai tipe habitat. Selain C. brachyotis, dari 11
jenis kelelawar yang dapat tertangkap pada ketiga tipe habitat yang diamati, M.
minimus juga merupakan jenis yang umum ditemukan. Hal ini menunjukkan
bahwa sebagian besar jenis kelelawar yang ditemukan menggunakan tipe-tipe
habitat tertentu untuk aktivitasnya.
Akumulasi spesies kelelawar yang tertangkap menunjukan bahwa perolehan
tangkapan spesies kelelawar terjadi pada saat bulan baru (new moon), yakni
setelah bulan melewati fase penuh (full moon). Menurut Morrison (1978) dalam
Lang et al. (2005), sebagian besar jenis kelelawar memiliki perilaku “lunar
phobia”, yakni aktivitas berperilaku akan menurun selama kondisi bulan purnama
(full moon) untuk menghindari predator seperti ular dan burung hantu. Aktivitas
kelelawar pada saat bulan purnama mengakibatkan terjadinya peningkatan
aktivitas predator sehingga kelelawar mengalami tekanan populasi. Selain itu
kondisi cuaca dan iklim juga berpengaruh terhadap aktivitas kelelawar. Saat
dilakukan pengujian pengamatan selama 1 bulan penuh, kondisi bulan purnama
atau langit dalam keadaan cerah oleh bulan mengakibatkan jumlah kelelawar yang
ditangkap cenderung sedikit atau bahkan tidak ada yang tertangkap sama sekali.
Grindal et al. (1992) menyatakan bahwa iklim memiliki pengaruh yang besar

11
terhadap pasokan makanan bagi kelelawar pemakan serangga karena kepadatan
udara yang menjadi wahana pergerakan serangga tergantung pada suhu
lingkungan dan curah hujan. Saat suhu mengalami penurunan setelah matahari
terbenam maka jumlah serangga yang terbang semakin berkurang sehingga
pasokan makanan yang tersedia untuk kelelawar insektivora semakin sedikit. Pada
kondisi hujan maka aktivitas sebagian besar jenis kelelawar akan berhenti karena
terjadi hambatan dalam manuver terbang. Neuweiler et al. (1987) menyatakan
bahwa kelelawar insektiora akan beraktivitas untuk mencari pakan pada periode
30-60 menit setelah matahari terbenam. Periode selanjutnya, yakni 60-120 menit
setelah matahari terbenam, kelelawar akan kembali untuk beristirahat, dan periode
selanjutnya adalah aktivitas mencari pakan,
Penggunaan perangkap harpa di habitat sawah untuk menangkap kelelawar
menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih rendah dibanding dengan perangkap
jaring kabut. Hal ini diduga karena perangkap harpa kurang sesuai jika digunakan
pada habitat yang terbuka yang mengakibatkan tingkat efisiensinya menjadi
rendah. Efisiensi perangkap harpa akan bernilai tinggi jika diletakan pada pintu
masuk tempat bertengger serta jalur-jalur terbang kelelawar. Habitat sawah yang
tidak berlorong dan berpohon mengakibatkan jumlah individu yang tertangkap
lebih rendah dibandingkan habitat lainnya. Perangkap harpa akan berfungsi
dengan baik pada lokasi kebun dikarenakan habitat kebun lebih mendukung untuk
penempatan perangkap bagi kelelawar yang terbang meyusuri lorong-lorong atau
aliran sungai.
Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis
Tingkat kekayaan jenis pada suatu habitat bisa berbeda dengan habitat
lainya salah satunya dapat disebabkan oleh keragaman dari tumbuhan atau habitat
sebagai penunjang tempat bertengger dan mencari pakan. Keanekaragaman jenis
kelelawar di habitat kebun lebih tinggi dibandingkan dengan habitat hutan. Hal ini
diduga berkaitan dengan tingginya keanekaragaman jenis tumbuhan yang terdapat
di habitat kebun. Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemukan di habitat kebun
diantaranya durian (Durio sp.), rambutan (Nephelium sp.), pala (Myristica sp.),
jambu (Psidium sp.), sengon (Paraserianthes sp.), singkong (Manihot sp.) dan
pisang (Musa sp.); sedangkan di habitat hutan adalah jenis-jenis pinus (Pinus sp.),
meranti (Shorea sp.), dan mahoni (Swietenia sp.). Keanekaragaman tumbuhan
yang tinggi dapat menyediakan sumber pakan yang cukup bagi berbagai jenis
kelelawar frugivorous maupun nectarivorous. Fukuda et al. (2009) menyatakan
jenis kelelawar nectarivorous memiliki kelimpahan yang lebih besar di habitat
kebun dibandingkan habitat hutan karena habitat kebun ditumbuhi oleh jenis-jenis
durian, petai (Parkia sp.) dan pisang. Selain dapat menyediakan buah, jenis
tumbuhan tersebut menyediakan pakan kelelawar pemakan nektar.
Nilai kemerataan jenis pada habitat hutan memiliki nilai paling tinggi
dibandingkan habitat lainya. Hal ini diduga karena tidak ada spesies kelelawar
yang dominan baik dari jenis frugivorous maupun insectivorous. Keragaman
tumbuhan yang rendah juga diduga menyebabkan tidak adanya jenis yang
mendominasi. Namun demikian, berdasarkan derajat klasifikasi nilai kemerataan
maka habitat kebun dan sawah tergolong tinggi karena memiliki E>0.70. Hal ini
diduga karena komunitas kelelawar pada habitat hutan, kebun dan sawah tersebar
secara merata.

12
Kesamaan Komunitas
Kesamaan komunitas kelelawar antara habitat kebun dengan sawah
memiliki nilai paling tinggi yakni 0.72; sedangkan terendah terdapat pada habitat
hutan-sawah dengan nilai 0.36. Hal ini diduga karena jarak antara habitat kebun
dengan sawah yang tidak terlalu jauh. Habitat kebun memberikan sumberdaya
bagi kelelawar seperti bunga dan tanaman buah musiman. Disamping itu, habitat
sawah merupakan areal lintasan bagi kelelawar yang mencari pakan diantara
habitat kebun. Menurut Fenton (1990), jenis kelelawar Macroglossus sobrinus
mencari pakan pada daerah jelajah yang mencapai radius 3 km. Selain itu, pada
habitat kebun-sawah terdapat jenis individu yang sama yaitu C. brachyotis, M.
minimus, dan C. titthaecheilus. Nilai kesamaaan komunitas hutan-sawah yang
rendah diduga karena jarak antara hutan dan sawah yang relatif jauh. Tingkat
keanekaragaman tumbuhan yang rendah mengakibatkan hutan hanya dijadikan
tempat bertengger bagi kelelawar. Hutan yang didominasi oleh pohon meranti,
pinus dan mahoni diduga kurang mampu memberikan areal mencari pakan baik
oleh kelelawar pemakan buah maupun pemakan serangga. Menurut Lookingbill et
al. (2010), aktivitas kelelawar dipengaruhi oleh ketersediaaan habitat memberikan
areal mencari makan dan areal untuk bertengger dimana areal tersebut merupaka
areal campuran yang mendukung di dalam proses mencari makan dan
memberikan tempat bersarang.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Terdapat 11 jenis kelelawar dari 4 famili yaitu pada habitat kebun dihuni oleh
8 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, S. kuhlii, P. javanicus, R. affinis, C.
brachyotis, C. titthaecheilus, M. minimus, dan C. sphinx. Habitat hutan dihuni
oleh 6 jenis kelelawar terdiri dari H. diadema, P. javanicus, K. hardwickii, R.
affinis, C. brachyotis, dan M. minimus. Habitat sawah dihuni oleh 8 jenis
kelelawar terdiri dari S. kuhlii, P. brachypterus, C. brachyotis, C.
titthaecheilus, M. minimus, dan R. leschenaultii.
2. Nilai kesamaan komunitas kelelawar tertinggi pada habitat kebun-sawah
(0.72) dan yang terendah pada habitat hutan-sawah (0.36).
Saran
1. Perlu adanya penambahan alat terkait penelitian ini dikarenakan masih adanya
kemungkinan penambahan jenis kelelawar pada daerah tersebut.
2. Perlu dilakukan secara bersamaan dari 3 habitat yang berbeda dalam satu
wilayah yang sama agar benar-benar terlihat jenis-jenis yang mendominasi
pada areal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Altringham JD. 1996. Bats: Biology and Behaviour. Oxford (UK): Oxford Univ.
Press. 272 pp.

13
Bloom SA. 1981. Similarity indices in community studies: Potential pitfalls.
Marine Ecology 5:125-128.
Colwell RK and JA Coddington. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through
extrapolation. Philosophical Transactions of the Royal Society of London,
Series B 345:101–118.
Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: A
Systematic Review. New York: Oxford Univ. Press.
Fenton MB. 1990. The foraging behavior and ecology of animal eating bats.
Canadian Journal of Zoology 68:411–422.
Fukuda D, Tisen OB, Momose K, Sakai S. 2009. Bat diversity in the vegetation
mosaic around a lowland dipterocarp forest of Borneo. The Raffles Buletin
of Zoology 57(1):213-221.
Grindal SD, Collard TS, Bringham RM, Barclay RMR. 1992. The influence of
precipitation on reproduction by Myotis bats in British Columbia. American
Midland Naturalist 128(2):339-344.
Lang AB, Kalko EKV, Rȍmer H, Bockholdt C, Dechmann DKN. 2005. Activity
levels of bats and katydids in relation to the lunar cycle. Oecologia 146:659666.
Lookingbiil TR, Elmore AJ, Engelhardt KAM, Churchill JB, Gates JE, Johnson
JB. 2010. Influence of wetland networks on bat activity in mixed-use
landscapes. Biological Conservation 143:974-983.
Neuweiler G, Metzner W, Heilmann U, Riibsamen R, Eckrich M, Costa HH.
1987. Foraging behaviour and echolocation in the rufous horseshoe bat (R.
rouxi). Behavioral Ecology and Sociobiology 20:53-67.
Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia: Saunders.
Suyanto A. 2001. Seri Panduan Lapangan: Kelelawar di Indonesia. Bogor:
Puslitbang Biologi-LIPI.
Tan KH, Zubaid A, Kunz TH. 1998. Food habits of C. brachyotis (Muller)
(Chiroptera: Pteropodidae) in Peninsular Malaysia. Journal of Tropical
Ecology 14:299-307.
Tan KH, Zubaid A, Kunz TH. 1999. Fruit dispersal by lesser dog-faced fruit bat,
C. brachyotis (Muller) (Chiroptera: Preropodidae). Malayan Natural
Journal 53:57-62.
Wund M, Myers P. 2005. Chiroptera. Animal Diversity Web. [Internet]. [diunduh
2012 Des 27]. Tersedia pada: http://animaldiversity.ummz.umich.eu/site/
accounts/information/Chiroptera.html.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 22
Desember 1989 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Sukarjo Kasut
dan Murniati.
Pada tahun 2007 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 4
Cimahi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) di
Kelompok Pemerhati Goa “Hira”. Penulis pernah mengikuti kegiatan SURILI
(Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Manupeu Tanah Daru pada
tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis mengikuti kegiatan Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan di KPH Cikeong dan Cagar Alam Gunung
Burangrang, Jawa Barat. Pada tahun 2010 penulis mengikuti Praktek Pengelolaan
Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat. Pada tahun
2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Alas
Purwo. Selain praktek lapang, penulis juga aktif di bidang olahraga dan menjadi
juara pertama di ajang Olimpiade Mahasiswa IPB pada cabang olahraga Voli di
tahun 2009 dan menjadi runner up pada kegiatan yang sama di tahun 2010. Tahun
2011 penulis menjadi peserta dalam acara Indonesia Youth Camp yang
dilaksanakan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia dan pada
tahun 2012 penulis menjadi asisten Praktek Pengelolan Hutan yang dilaksanakan
Fakultas Kehutanan IPB.