Eksplorasi Preferensi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal Di Kabupaten Bogor Jawa Barat Dan Wonosobo Jawa Tengah

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP
PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR
JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH

ARMA ADITYA KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Eksplorasi Preferensi
Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal di Kabupaten Bogor Jawa Barat
dan Wonosobo Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Arma Aditya Kartika
G352140201

ii

RINGKASAN

ARMA ADITYA KARTIKA. Eksplorasi Preferensi Masyarakat Terhadap
Pemanfaatan Ayam Lokal Di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Wonosobo Jawa
Tengah. Dibimbing oleh ACHMAD FARAJALLAH dan KANTHI ARUM
WIDAYATI.
Ayam merupakan salah satu hewan ternak yang telah didomestikasi sejak
6000 tahun sebelum masehi. Ayam lokal yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu (1) ayam asli atau (indigenous) dan (2) ayam
yang didatangkan dari negara lain (introduced) yang telah beradaptasi dengan

baik di Indonesia. Beragam jenis ayam lokal yang ada di Indonesia memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai ternak unggulan. Daya adaptasinya di
lingkungan tropis dengan sistem pemeliharaan tradisional terbukti mampu
memberikan penghasilan tambahan yang cukup besar bagi pemilik ayam. Selain
sebagai sumber pangan, ayam juga memiliki banyak manfaat lain seperti ayam
hias, petarung, sarana dalam kegiatan religi dan mistis. Strategi, kebijakan, dan
program aksi yang sesuai dengan potensi wilayah sangat diperlukan dalam upaya
pengembangan ayam lokal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi preferensi
masyarakat terhadap pemanfaatan ayam lokal serta mengumpulkan informasi
mengenai berbagi tipe ayam yang memiliki manfaat khusus pada kondisi sistem
pemeliharaan tradisional di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ditentukan dengan metode purposive
sampling. Sebanyak 15 desa yang termasuk dalam 13 kecamatan di Kabupaten
Bogor dan 22 desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Wonosobo diperoleh dengan
metode ini. Koleksi data responden dilakukan dengan teknik interview
menggunakan kuesioner dan dikembangkan dengan metode bola salju bergulir
(Snow Ball Method).
Berdasarkan informasi dari keseluruhan responden, diperoleh 7 jenis ayam
lokal di Kabupaten Bogor dan 5 jenis di Kabupaten Wonosobo. Hasil perhitungan

nilai Informant Consensus Factor (ICF) mengindikasikan bahwa konsensus utama
masyarakat dalam pemanfaatan ayam di kedua lokasi penelitian adalah untuk
kepentingan religi. Jenis ayam yang digunakan dalam kategori ini adalah ayam
kampung. Data yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa
ayam kampung memperoleh nilai Use Value (UV) tertinggi. Rata-rata nilai UV
untuk keseluruhan jenis ayam menunjukkan bahwa ayam lokal di wilayah
Wonosobo memiliki nilai kegunaan yang lebih tinggi (UV= 3.40) dibandigkan
dengan ayam lokal di wilayah Bogor (UV= 2.71). Ayam arab yang ada di wilayah
Bogor memiliki produktifitas telur tertinggi. Ayam arab berpotensi dikembangkan
sebagai ternak ayam lokal petelur unggulan. Secara umum pemanfaatan ayam
lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo terbagi dalam empat kategori, yaitu
religi, pangan, ornamental dan niaga.
Kata Kunci: bogor, informan consesensus factor, local chicken uses, use
value,wonosobo.

iii

SUMMARY

ARMA ADITYA KARTIKA. People Preference of Indonesian Native Chicken

Uses in Bogor District, West Java and Wonosobo District, Central Java.
Supervised by ACHMAD FARAJALLAH and KANTHI ARUM WIDAYATI.
The animals that are the result of domestication of the past proven to
provide many benefits for mankind. Chicken is one of the animals that have been
domesticated since 6000 years before century. Indonesian native chickens consist
of indigenous chickens and introduced chickens which are adapted and grow in
Indonesia. Various types of local chickens in Indonesia have the potential to be
developed as livestcok. Adaptability in a tropical environment with traditional
cultur system proved the ability of local chicken to give additional income for the
household. Aside from being a source of food, the chicken also has many other
benefits, such as ornamental, fighter, and as a means in the activities of religious.
Strategies, policies and action programs in accordance with the potential of the
region are indispensable in the development of local chicken.
The purpose of this study was to explore the community's preference on the
local chicken uses and collect information about the various types of chicken
which has a specific advantage in traditional cultur system in Bogor district (West
Java) and Wonosobo (Central Java). The selection of sampling site was
determined by purposive sampling method. Total of 15 villages from 13 sub
districts in Bogor and 22 villages from 12 sub districts in Wonosobo were
obtained by this method. Data collection of respondent was done by using

questionnaire and interview techniques were developed by the Snow Ball Method.
Based on information from all respondents, we found 7 types of local
chickens in Bogor and 5 types in Wonosobo. The value of informant consensus
factor (ICF) showed that the main consensus of the community in the uses of
chickens in the both sites are for religion purposes. Breeds of chickens used in this
category is kampung chicken. Data obtained from both sites showed that the
kampung chicken gain the highest use value (UV). The average of use value for
all chickens showed that local chickens in Wonosobo region has a higher use
value (UV= 3.40) than Bogor (UV= 2.71). Arab chicken in Bogor region has the
highest egg productivity. Arab chicken potentially be developed as quality breed
of local laying chickens. In general, the use of local chickens in Bogor and
Wonosobo divided into four categories, that are religion, food, ornamental, and
commerce purposes.
Key Words: bogor, informant consesensus factor, local chicken uses, use value,
wonosobo.

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

EKSPLORASI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP
PEMANFAATAN AYAM LOKAL DI KABUPATEN BOGOR
JAWA BARAT DAN WONOSOBO JAWA TENGAH

ARMA ADITYA KARTIKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vi

Penguji Luar Komisi: Dr Ir Sri Darwati, MSi

vii

viii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis merupakan
salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Program Studi Biosains Hewan,

Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat dan Kabupaten
Wonosobo Jawa Tengah dari bulan Juni hingga Desember 2015. Analisis data,
penyusunan karya ilmiah dan publikasi jurnal dilakukan dari bulan Januari hingga
Juni 2016.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
berkontribusi terhadap penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada Ayah, Ibu, dan keluarga yang telah memberikan
dukungan baik moral maupun material. Dr Ir Achmad Farajallah, MSi selaku
dosen pembimbing utama dan Dr Kanthi Arum Widayati, SSi MSi selaku dosen
pembimbing anggota yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran
hingga tesis ini selesai. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan
ibu pengajar Program Studi Biosains Hewan (BSH) atas semua ilmu, bimbingan,
pengalaman, dan nasihat selama ini. Ucapan terima kasih untuk teman-teman
BSH 2014 dan Zoocorner atas kebersamaan, semangat, persahabatan dan
keceriaan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, semoga tesis
ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016


Arma Aditya Kartika

ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ..................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Karakteristik Biologis Ayam ..................................................................... 2
Sejarah Domestikasi dan Budaya Pemanafaatan Ayam ............................ 2
Potensi Sumber Daya Genetik Ayam Lokal .............................................. 4
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 5
Waktu dan Tempat ..................................................................................... 5

Jenis Ayam yang Dikaji ............................................................................. 6
Koleksi Data Responden............................................................................ 7
Pengukuran Produktivitas Telur ................................................................ 7
Analisis Data .............................................................................................. 8
HASIL ..................................................................................................................... 9
Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya ...................................... 9
Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal ................. 10
Fidelity Level (FL) .................................................................................. 11
Nilai Kegunaan (Use Value) .................................................................... 11
Produksi Telur ......................................................................................... 12
PEMBAHASAN ................................................................................................... 13
Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya .................................... 13
Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal ................. 14
Fidelity Level (FL) .................................................................................. 16
Nilai Kegunaan (Use Value) .................................................................... 16
Produksi Telur ......................................................................................... 17
SIMPULAN .......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21


x

DAFTAR TABEL

1 Jenis ayam, daerah asal, dan potensi pemanfaatannya
2 Formula yang digunakan untuk menduga ICF, FL, dan UV
3 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Wonosobo
4 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Bogor
5 Nilai ICF untuk kategori pemanfaatan ayam lokal di lokasi penelitian
6 Nilai FL dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian
7 Nila manfaat dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian
8 Rata-rata produksi telur ayam lokal di lokasi penelitian

4
8
9
10
10
11
12
13

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam Jantan (A) Betina (B)
2 Peta lokasi penelitian: Kabupaten Bogor
3 Peta lokasi penelitian: Kabupaten Wonosobo
4 Jenis ayam yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan

3
6
6
7

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar pertanyaan dalam kuisioner (Lembar 1)
2. Daftar pertanyaan dalam kuisioner (Lanjutan)

22
23

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah penyangga Ibu Kota,
merupakan wilayah yang sangat strategis untuk pengembangan ayam lokal.
Provinsi DKI merupakan wilayah dengan tingkat konsumsi daging ayam tertinggi.
Jumlah ayam yang diperdagangkan di Jakarta pada hari biasa mencapai 600 000
ekor per hari (Dinas Peternakan DKI, 2010). Perda No. 4 tahun 2007 yang
melarang budidaya unggas pangan di wilayah DKI Jakarta memberi peluang
tersendiri bagi wilayah Kabupaten Bogor untuk menjadi pemasok produk daging
ayam. Ketersediaan lahan serta kondisi geoagrafisnya merupakan faktor vital yang
sangat mendukung upaya pengembangan ayam lokal. Berbagai inovasi teknologi
pengembangan ayam lokal dari hasil penelitian oleh instansi pemerintah dan
lembaga pendidikan tinggi yang ada di Bogor merupakan modal utama. Dalam
upaya penerapan inovasi teknologi pengembangan ayam lokal diperlukan analisis
mendalam mengenai budaya dan preferensi masyarakat terhadap pemanfaatan
ayam lokal di Kabupaten Bogor. Upaya pengembangan ternak unggas dengan
inovasi teknologi yang tepat dan sinergi dengan budaya masyarakat akan
memberikan hasil yang lebih maksimal.
Berbeda dengan Kabupaten Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta,
Kabupaten Wonosobo terletak jauh dengan jarak mencapai 500 km dari Ibu Kota.
Akan tetapi bila ditinjau dari kondisi geografisnya yang berupa pegunungan dan
dataran tinggi, kedua wilayah ini memiliki kesamaan. Kondisi geografis tersebut
mendukung kedua wilayah ini sebagai wilayah pengembangan ternak ayam lokal.
Wonosobo berbatasan langung dengan Kabupaten Temanggun dan Kota
Magelang. Akses yang strategis menuju wilayah DIY dan Ibu Kota Propinsi Jawa
Tengah memberikan peluang yang sangat tinggi untuk memenuhi permintaan
daging unggas ke wilayah-wilayah tersebut. Berdasarkan data badan pusat
statistik propinsi jawa tengah tahun 2013 produksi daging unggas lokal Kabupaten
Wonosobo mencapai 469 468 kg. Produksi telur untuk ayam kampung mencapai
565 083 kg. Jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan
kabupaten Purbalingga yang mencapai 8.2 juta kg untuk produksi daging dan 4.3
juta kg untuk produksi telur. Upaya peningatan produksi ayam lokal di Kabupaten
Wonosobo sangat diperlukan guna membantu peningkatan produksi daging
unggal lokal.
Upaya pengembangan ayam lokal diperlukan strategi kebijakan dan
program aksi yang sesuai dengan potensi wilayah (Nataamijaya 2010). Salah satu
langkah yang dapat dilakukan untuk mengetahui potensi suatu wilayah yaitu
degan mengkaji preferensi preferensi masyarakat dalam pemanfaatan ayam lokal.
Preferensi pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo
diperlukan sebagai basis data pengembangan dan pelestarian sumber daya genetik
ayam lokal di wilayah tersebut. Perbedaan latar belakang budaya dan kesamaan
kondisi geografisnya merupakan alasan utama dalam pemilihan lokasi tersebut.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi preferensi
masyarakat terhadap pemilihan dan pemanfaatan ayam lokal serta mengumpulkan
informasi mengenai berbagi tipe ayam yang memiliki manfaat khusus dan pada
kondisi sistem pemeliharaan tradisional di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat
dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
preferensi masyarakat terhadap pemilihan dan pemanfaatan ayam lokal, serta
budaya masyarkat dalam beternak ayam sebagai acuan dalam upaya peningkatan
produktivitas dan pelestarian sumber daya genetik ayam lokal di wilayah tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Biologis Ayam
Ayam termasuk dalam anggota dari famili Phasianidae yang merupakan
kelompok dari burung besar yang hidup dan mencari makan di permukaan tanah
(heavy groundliving bird). Ternak ayam yang ada saat ini merupakan hasil dari
proses domestikasi yang berlangsung ribuan tahun (West & Zhou 1988). Spesies
ayam hutan merah (Gallus gallus) merupakan moyang tunggal (monofiletik) dari
ayam domestikasi (G. gallus domesticus) yang ada di Indonesia (Sulandari & Zein
2008). Pada ayam dismorfisme sexual (Gambar 1) atau perbedaan ciri fisik antara
jantan dan betina nampak jelas. Ayam jantan memiliki tubuh besar, berbulu cerah
dengan ujung runcing, berjengger besar dan berpial. Ayam betina relatif lebih
kecil, ujung bulu tumpul, berjengger kecil dan tidak berpial. Ayam lokal memiliki
variasi fenotipik yang cukup tinggi sebagai akibat dari campur tangan manusia
dalam proses seleksinya.
Sejarah Domestikasi dan Budaya Pemanafaatan Ayam
Interaksi antara manusia dan hewan telah berlangsung sejak zaman dahulu.
(Kalof et al. 2007). Bukti-bukti mengenai peradaban manusia dan interaksinya
dengan hewan dapat dilihat dari lukisan-lukisan pada dinding gua yang
menggambarkan aktifitas perburuan hewan oleh manusia pada masa lampau
(Alves et al. 2010). Lukisan gua tertua menunjukkan bahwa interaksi manusia dan
hewan diduga telah berlangsung selama 35000 tahun (Clottes 2003). Pemanfaatan
hewan oleh manusia menunjukkan perbedaan yang dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitar dan kebudayaan yang berlaku. Satu jenis hewan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang berbeda oleh kelompok
masyarakat yang berbeda pula (Alves 2012). Sebagai sumber pangan, pada
umumnya hewan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Reitz
& Wing 2008). Berbagai macam hewan hasil buruan mulai dipelihara untuk

3
dibudidayakan. Kebiasaan memelihara hewan buruan pun terus berkembang
hingga hewan-hewan tersebut terdomestikasi menjadi hewan ternak.
Hewan ternak yang merupakan hasil domestikasi dari masa lampau terbukti
mampu memberikan banyak manfaat bagi manusia. Salah satu hewan ternak yang
telah didomestikasi sejak masa lampau yaitu ayam. Hewan ini pertama kali
didomestikasi di wilayah Asia Tenggara dari ayam hutan merah (Gallu gallus)
sejak 6000 tahun sebelum masehi (West & Zhou 1988). Hasil analisis DNA
mitokondria D-Loop mendukung dugaan bahwa Indonesia merupakan salah satu
lokasi potensial domestikasi ayam bersamaan dengan India dan negara-negara
Asia Tenggara lainnya (Kawabe et al. 2014; Maria et al. 2015). Hingga kini ayam
merupakan satwa domestik yang paling populer dan tersebar luas di seluruh dunia
(Liu et al. 2005).
Sejak awal proses domestikasinya, ayam telah dimanfaatkan untuk berbagai
kepentinggan yang meliputi pangan, sarana aktifitas religi, dan ornamental (seni
dan hiburan) (Liu et al. 2005). Evolusi ayam telah mendukung peradaban
manusia. Para ilmuwan meyakini bahwa pada mulanya ayam dibawa melintasi
benua bukan sebagai sumber pangan. Kebudayaan masyarakat kuno maupun
warisan tradisi yang masih lestari dewasa ini menunjukkan bahwa ayam memiliki
peranan luar biasa dalam hal sosial-spiritual seperti pada ritual keagamaan
(Lawler 2014). Berbeda dengan hewan domestik lainnya, pemanfaatan ayam
dalam hal kultural (sabung ayam) memberikan pengarung penting dalam proses
penyebaran ayam diseluruh dunia (Lui et al. 2005). Perannya sebagai sumber
pangan di era moderen memegang peran penting di dunia (National Research
Council 1993). Perkembangan industri ternak unggas terus meningkat seiring
dengan peningkatan permintaan produk (Mengesha 2011). Unggas merupakan
salah satu ternak yang berkontribusi tinggi sebagai sumber pangan hewani (FAO
2000). Spesies ayam merupakan komposisi terbesar dari populasi unggas (Gueye
2003; Yami 1995) dan ayam lokal merupakan ternak yang terdistribusi luas di
wilayah tropis (Mengesha 2012). Usaha ternak ayam lokal di negara berkembang
juga berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat (Sonaiya
2007).

Gambar 1 Ayam Jantan (A) Betina (B)

4
Potensi Sumber Daya Genetik Ayam Lokal
Di Indonesia dapat ditemukan berbagai jenis ayam yang dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu ayam lokal (bukan ras/buras), dan ayam ras. Ayam lokal
dapat berupa (1) ayam asli atau (indigenous) dan (2) ayam lokal yang didatangkan
dari negara lain yang telah beradaptasi dan berkembang biak dengan baik di
Indonesia (Nataamijaya 2010). Adaptasi ini meliputi adaptasi terhadap faktor
iklim, sistem pemeliharaan ayam, dan jenis pakan yang ada di Indonesia.
Berdasarkan karakteristik morfologi, setidaknya terdapat 32 ayam lokal
Indonesia: Ayunai, Balenggek, Banten, Bangkok, Burgo, Bekisar, Cangehgar
(atau Cukir atau Alas), Cemani, Ciparage, Gaok, Jepun, Kampung, Kasintu, Kedu
(Kedu hitam dan putih), Pelung, Lamba, Maleo, Melayu, Werawang, Nagrak,
Nunukan, Nusa Penida, Olagan, Rintit atau Walik, Sedayu, Sentul, Siem,
Sumatera, Tolaki, Tukung dan Wareng yang masing-masing memiliki manfaat
tersendiri (Nataamijaya 2010) (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis ayam, daerah asal, dan potensi pemanfaatannya
No Nama
Daerah asal
Potensi pemanfaatan
1
Pelung
Cianjur
Daging, suara
2
Sentul
Ciamis
Dwiguna
3
Nagrak
Sukabumi
Daging
4
Banten
Banten
Petarung
5
Ciparage
Karawang
Petarung
6
Siem
Jawa
Dwiguna
7
Wareng
Jawa
Petelur
8
Kedu hitam
Temanggung
Petelur
9
Kedu putih
Temanggung
Petelur
10 Kedu cemani
Temanggung
Obat tradisional
11 Sedayu
Magelang
Pedaging
12 Gaok
Madura
Daging
13 Bangkalan
Madura
Dwiguna
14 Olagan
Bali
Dwiguna
15 Nusa penida
Bali
Petelur
16 Nunukan
Kalimantan Timur
Petelur
17 Ayunai
Merauke
Dwiguna
18 Tolaki
Sulawesi Selatan
Petarung
19 Tukung
Kalimantan Barat
Hias
20 Sumatera
Sumatera Bagian Tengah
Petelur
21 Burgo
Sumatera Selatan
Hias
22 Merawang
Sumatera Selatan
Petelur
23 Kukuak balenggek Sumatera Barat
Suara
24 Melayu
Sumatera Utara
Dwiguna
25 Bangkok
Tersebar
Petarung
26 Bekisar
Madura
Suara
27 Walik/Rintit
Tersebar
Hias
28 Kampung
Tersebar
Dwiguna
29 Galus varius
Jawa, Bali, NTB, NTT
Satwa langka
30 Galus galus
Sulawesi Tengah, Maluku
Satwa langka
Sumber: Nataamijaya (2010)

5
Ayam lokal memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber
ternak unggulan. Keunggulan ayam lokal berupa kemampuan beradaptasi dengan
lingkungan tropis dan dapat berproduksi dengan input rendah telah terbukti
mampu memberikan pendapatan yang cukup besar bagi pemilik ayam
(Dirdjopratono et al.1989). Keanekaragaman genetik ayam lokal juga merupakan
suatu potensi yang sangat baik dalam upaya seleksi dan rekayasa genetik untuk
menghasilkan bibit unggul (Depison 2009). Peran penting lain yang dimiliki ayam
lokal yaitu sebagai sumber pangan dan tabungan bagi masyarakat. Ayam lokal
sebagai sumber pangan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu ayam pedaging dan
petelur. Jenis ayam tertentu yang memiliki keunggulan bentuk tubuh, warna bulu,
karakter suara dan tempramen dapat digunakan sebagai ayam hias maupun ayam
petarung. Jenis ayam yang dapat dimanfaatkan untuk dua kepentingan sekaligus
dapat disebut sebagai ayam dwiguna (Nataamijaya 2010).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Kabupaten
Wonosobo, Jawa Tengah pada bulan Juni hingga Desember 2015. Pemilihan
lokasi pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Sebanyak 15 desa yang termasuk dalam 13 kecamatan di Kabupaten Bogor dan 22
desa dari 12 kecamatan di Kabupaten Wonosobo diperoleh dengan metode ini
(Gambar 2 dan 3). Akses jalan dan pengembangan informasi dari masing-masing
responden juga menjadi acuan dalam pemilihan lokasi pengambilan sampel.
Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan guna mengetahui informasi dasar yang di
perlukan dalam penyusunan kuisioner. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa
Pamijahan dan Desa Cikarawang selama satu minggu. Data yang diperoleh dari
hasil studi pendahuluan berupa jenis ayam lokal yang umum di pelihara
masyarakat beserta budaya pemanfaatannya. Informasi yang diperoleh dari hasil
studi pendahuluan dirangkum secara rinci hingga diperoleh poin-poin utama yang
akan dicantumkan dalam kuisioner penelitian (Lampiran 1). Informasi tersebut
juga digunakan sebagai data dasar yang dikembangkan pada penelitian ini.

6

Gambar 2 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bogor (nomor 1- 13)

Gambar 3 Peta lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Wonosobo (nomor 1-12)
Jenis Ayam yang Dikaji
Penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan ayam lokal oleh masyarakat di
wilayah Kabupaten Bogor dan Wonosobo. Definisi ayam lokal yang digunakan
mengacu pada (Nataamijaya 2010). Jenis ayam lokal yang ditemukan di lokasi
penelitian dan sesuai dengan definisi tersebut (Tabel 1) antara lain ayam arab,
bangkok, kampung, gaga’ (ayam ketawa), kate dan pelung (Gambar 4).

7

Gambar 4 Jenis ayam yang diperoleh dari hasil studi pendahuluan
Koleksi Data Responden
Sebaran jenis, nilai kegunaan, dan konsensus masyarakat terhadap
pemanfaatan ayam lokal merupakan variabel yang dikaji pada penelitian ini. Data
mengenai karakteristik keluarga pemilik ayam (responden) dan opini masyarakat
terhadap sistem pemeliharaan pada lokasi yang berbeda dilakukan sebagai data
pendukung. Tahap awal koleksi data dilakukan melalui wawancara terhadap
kepala desa maupun tokoh masyarakat untuk merekomendasikan pemilik ayam
sebagai responden. Informasi yang diperoleh dari responden pertama
dikembangkan dengan metode bola salju bergulir (Snow Ball Method)
(Albuquerque et al. 2004). Variasi data yang ditemukan selama survei juga
menjadi acuan dalam menentukan jumlah responden. Ketika variasi data yang
diperoleh mulai seragam, survei akan dihentikan. Jumlah responden yang
diperoleh dengan metode ini sebanyak 120 pemilik ayam dari masing-masing
lokasi penelitian. Metode interview yang digunakan yaitu Structured Interview
dengan questioner sebagai instrumennya (Albuquerque et al. 2004).
Pengukuran Produktivitas Telur
Produktifitas telur ayam lokal yang dipelihara pemilik ayam juga diamati
pada penelitian ini. Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mencatat jumlah
telur dari masing-masing ayam betina yang dipelihara. Ayam betina yang dicatat
sebagai sampel harus dalam fase mengeram dengan asumsi ayam tersebut telah
selesai dari satu periode bertelur. Jumlah ayam yang diamati ditentukan secara
acak, bergantung kepada jumlah ayam yang dimiliki pemilik ayam dan memenuhi
kriteria tersebut.

8
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil interview ditabulasikan guna mengetahui:
1.
Sebaran jenis ayam lokal yang dipelihara pemilik ayam dan pemanfaatannya
di Kabupaten Bogor dan Wonosobo.
2.
Nilai konsensus masyarakat terhadap jenis ayam yang ada di wilayahnya
dengan menggunakan pendekatan informant consensus factor (Troter et al.
1986). Informant consensus factor (ICF) Merupakan indikasi untuk
mengukur konsensus masyarakat terhadap preferensi pemanfaatan ayam
lokal berdasarkan sebaran jenis ayam terhadap banyaknya suara (voting)
yang disampaikan masyarakat dari hasil interview.
3.
Fidelity Level (FL) merupaka nilai yang menunjukan kepentingan relatif
berdasarkan konsensus masyarakat (Friedman et al. 1986).
4.
Use Value (UV) digunakan untuk mengukur nilai manfaat dari suatu spesies
(ayam lokal) berdasarkan kategori pemanfaatannya (Prance et al. 1987).
Formula dari masing-masing parameter ditampilkan pada Tabel 1. Data
preferensi masyarakat digunakan untuk mengetahui pola preferensi yang berbeda
dari tiap lokasi yang dipilih. Pola preferensi yang diperoleh dan keterkaitannya
dengan karakter morfologi dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada
berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu yang sesuai dengan topik
penelitian.
Tabel 2 Formula yang digunakan untuk menduga Informant Consensus Factor,
Fidelity Level, dan Use Value
Formula
Keterangan
1. ICF = (nur - nt)/( nur – 1)
Informan Consesus Factor**
2. FL = (Ip /I n)× 100 %

Fidelity level*

3. UV= ∑(A+a)+(B+b)+.....(N+n)

Use Value***

Sumber: *) Friedman et al. (1986) **) Troter et al. (1986) ***) Prance et al. (1987)
Keterangan:

nur
nt
Ip
In
A
a
B
b
N
n

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Jumlah suara responden untuk masing-masing kategori
Jenis ayam yang dimanfaatkan untuk masing-masing kategori
Jumlah suara responden untuk kategori pemanfaatan utama
Jumlah total suara responden untuk seluruh kategori
Pemanfaatan mayor pada kategori ke a
Pemanfaatan minor pada kategori ke a
Pemanfaatan mayor pada kategori ke b
Pemanfaatan minor pada kategori ke b
Pemanfaatan mayor pada kategori ke n
Pemanfaatan minor pada kategori ke n

9
HASIL

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya
Berdasarkan informasi dari keseluruhan responden diperoleh 7 jenis ayam
lokal di Kabupaten Bogor dan 5 jenis di Kabupaten Wonosobo (Tabel 3 & Tabel
4). Ayam kampung merupakan jenis ayam yang paling populer dipelihara di
kedua wilayah penelitian. Hasil survei yang dilakukan juga menunjukan bahwa
tiap pemilik ayam dapat memelihara lebih dari satu jenis ayam. Tiap jenis ayam
yang dipelihara memiliki manfaat yang saling melengkapi. Ayam kampung
menjadi lebih diminati karena cara memeliharanya yang relatif lebih mudah dan
murah karena dapat memanfaatkan limbah organik rumah tangga sebagai pakan.
Pakan yang umum diberikan untuk ayam kampung yaitu dedak padi, nasi aking,
dan menir. Beberapa pemilik ayam juga memberi pakan berupa hijauan berupa
rumput lapang dan limbah sayuran.
Tabel 3 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten
Wonosobo
Jenis
Ayam

Jumlah
Pemilik

Sistem
Pemeliharaan

Tipe
Kandang

Pakan

Kampung

111

Semi-intensif

Baterai,
Postal

Dedak, Nasi
Aking, Menir

Bangkok

11

Intensif

Baterai,
Panggung

Beras Merah,
Gabah, Konsentrat

Kate

4

Semi-intensif

Sangkar

Dedak, Konsentrat

Pelung

5

Intensif

Sangkar

Gaga’

3

Intensif

Sangkar

Beras Merah,
Gabah,
Konsentrat, Dedak
Jagung
Beras Merah,
Gabah,
Konsentrat, Dedak
Jagung

Kategori
Pemanfaatan
Daging, Telur,
Religi, Niaga,
Ornamental
Daging,
Ornamental,
Niaga
Ornamental,
Niaga
Daging, Telur,
Ornamental,
Niaga
Telur,
Ornamental,
Niaga

Sistem pemeliharaan ayam di kedua lokasi juga menunjukkan sedikit
perbedaan. Beberapa pemilik ayam diwilayah Bogor masih menerapkan sistem
pemeliharaan ekstensif terutama pada jenis ayam kampung. Meskipun dalam
skala sederhana, seluruh pemilik ayam kampung di wilayah Wonosobo
menerapkan sistem pemeliharaan semi-intensif. Pemeliharaan ayam dengan cara
tersebut dinilai lebih memudahkan pengawasan ayam yang dimiliki dan lebih
menguntungkan.
Rata-rata kepemilikan ayam di Kabupaten Bogor adalah 11.31 ekor/pemilik
dengan kisaran antara 2 – 25 ekor. Sedangkan di Kabupaten Wonosobo yaitu
10.70 ekor/pemilik dengan rentang antara 2 – 45 ekor. Rata-rata kepemilikan
ayam di Wonosobo lebih rendah dibandingkan Bogor. Data tersebut selaras
dengan hasil sensus pertanian Indonesia tahun 2013 yang menunjukkan bahwa
jumlah populasi ayam lokal di Kabupeten Bogor lebih tinggi daripada Wonosobo.

10
Tabel 4 Sebaran jenis dan sistem pemeliharaan ayam lokal di Kabupaten Bogor
Jenis
Ayam

Jumlah
Pemilik

Sistem
Pemeliharaan
Ekstensif,
Semi-intensif

Tipe
Kandang
Baterai,
Panggung
Baterai,
Panggung

Kampung

95

Bangkok

48

Intensif

Arab

10

Intensif,
Semi-intensif

Kate

16

Semi-intensif

Postal,
Baterai
Sangkar
Besi

Pelung

7

Intensif

Baterai,
Panggung

Gaga’

12

Intensif

Baterai,
Panggung

Birma

4

Intensif

Baterai,
Panggung

Pakan
Dedak, Nasi
Aking, Menir
Beras Merah,
Gabah, Konsentrat

Kategori
Pemanfaatan
Daging, Telur,
Religi, Niaga
Daging, Telur
Ornamental,
Niaga

Konsentrat

Daging, Telur

Dedak, Konsentrat

Ornamental,
Niaga

Beras Merah,
Gabah,
Konsentrat, Dedak
Jagung
Beras Merah,
Gabah,
Konsentrat, Dedak
Jagung
Beras Merah,
Gabah,
Konsentrat, Dedak
Jagung

Daging,
Ornamental,
Niaga
Ornamental,
Niaga

Ornamental,
Niaga

Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal
Secara umum pemanfaatan ayam lokal di Kabupaten Bogor dan Wonosobo
terbagi kedalam 4 kategori besar yaitu religi, pangan, niaga, dan ornamental.
Berdasarkan kalkulasi nila ICF (Tabel 5), kategori religi memperoleh nilai
tertinggi di kedua wilayah tersebut. Pemanfaatan sebagai produksi pangan (daging
dan telur) menempati urutan kedua dan ketiga setelah religi. Preferensi
pemanfaatan ayam lokal sebagai penghasil daging pada umumnya merupakan
produk daging untuk dijual kembali, sedangkan untuk konsumsi keluarga bisanya
hanya dilakukan pada hari-hari tertentu seperti hari raya dan acara spesial bagi
keluarga di luar kategori religi. Ayam lokal juga dipelihara masyarakat atas dasar
kepentingan ornamental (hobi, petarung, kontes penampilan bulu, dan suara).
Sub-kategori petarung memperoleh nilai ICF terbesar diantara sub-kategori lain
dalam kategori ornamental.
Tabel 5 Nilai ICF untuk kategori pemanfaatan ayam lokal di lokasi penelitian
ICF
Kategori Pemanfaatan
Bogor
Wonosobo
Religi
1.00
1.00
Produksi Daging
0.98
0.99
Produksi Telur
0.98
0.97
Niaga
0.94
0.97
Petarung
0.97
0.93
Hobi
0.94
0.87
Kontes
0.92
0.67

11
Fidelity Level (FL)
Jenis ayam yang memperoleh nilai FL tertinggi merupakan ayam yang
umum dikenal masyarakat sebagi jenis ayam yang memiliki satu manfaat spesifik.
Semakin rendah nilai FL maka pemanfaatannya semakin beragam. Bagi
masyarakat Bogor, ayam arab memiliki nilai FL tertinggi (70.96) sebagai
penghasil telur. Ayam bangkok memiliki nila FL terendah (28.87) sebagai ayam
petarung (ornamental) dan penghasil pangan (Tabel 6). Ayam kampung yang
memiliki manfaat religi, penghasil pangan dan niaga memperoleh nilai FL sebesar
38.23. Ayam kampung di wilayah Wonosobo menunjukan kesamaan dengan
wilayah Bogor. Sebagai jenis ayam dengan pola pemanfaatan yang beragam
(FL:30.60) jenis ayam ini sangat diminati pemilik ayam. Daya adaptasi yang
tinggi terhadap lingkungan dan sistem pemeliharaan tradisional merupakan salah
satu keunggulan ayam kampung. Keunggulan tersebut mendukung ayam
kampung untuk menghasilkan produk baik daging maupun telur dengan biaya
produksi yang lebih rendah. Ayam kate sebagai ayam hias memperoleh nilai FL
sebesar 53.57 (Bogor) dan 50.00 (Wonosobo). Nilai tersebut menujukkan bahwa
ayam kate merupakan jenis yang spesifik dimanfaatkan sebagai ayam hias baik di
Bogor maupun Wonosobo.
Tabel 6 Nilai FL dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian
FL (%)
Jenis Ayam
Bogor
Wonosobo
Arab
70.96
Kate
53.57
71.43
Birma
44.61
Gaga’
39.28
42.86
Kampung
38.23
30.60
Pelung
34.78
50.00
Bangkok
28.87
44.00
Nilai Kegunaan (Use Value)
Secara umum telah diketahui bahwa ayam lokal memiliki manfaat besar
bagi masyarakat pemilik ayam. Besarnya manfaat tersebut masih bersifat relatif.
Besar-kecilnya manfaat ayam lokal di suatu daerah dengan daerah lain tidak dapat
dibedakan secara pasti. Analisis mendalam sangat diperlukan untuk ngetahui nilai
kegunaan ayam lokal pada suatu wilayah.
Data yang diperoleh dari kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa ayam
kampung memperoleh nilai UV tertinggi (Tabel 7). Preferensi pemanfaatan ayam
kampung yang sangat beragam menujukkan bahwa ayam ini mampu memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat. Nilai UV pada ayam pelung, bangkok, birma,
gaga’ dan kate cenderung lebih rendah daripada ayam kampung. Kelompok yam
tersebut merupakan jenis ayam eksotis yang pemanfaatannya terbatas pada
kategori ornamental. Ayam arab di wilayah Bogor memperoleh nilai UV rendah.
Faktor yang mempengaruhinya adalah pemanfaatan ayam arab yang spesifik pada
produksi telur dan hanya dipelihara oleh sebagian kecil peternak.

12
Tabel 7 Nila manfaat dari masing-masing jenis ayam lokal di lokasi penelitian
Wilayah

Jenis
Ayam

Bogor

Kontes
0

Use
Value

Daging
1

Pelung

0

0.5

0

0.5

1

1

1

4.00

Bangkok
Gaga'

0
0

0.5
0

1
0

0
0.5

1
0.5

1
1

0
1

3.50
3.00

Kate

0

0

0

0.5

1

0

Kampung

1

0
Rata-rata
1

0

1

0.5

0.5

0

1.50
3.40
4.00

Pelung

0

0.5

0

0.5

0.5

1

1

3.50

Bangkok
Gaga'

0
0

0.5
0

1
0

0
0.5

0.5
0.5

1
1

0
1

3.00
3.00

Birma
Arab

0
0

0
0.5

1
0

0
1

0.5
0

1
0

0
0

2.50
1.50

Kate

0

0
Rata-rata

0

0

0.5

1

0

1.50
2.71

Kampung
Wonosobo

Kategori Pemanfaatan
Petarung Telur Niaga Hobi
0.5
1
1
0.5

Religi
1

5.00

Rata-rata nilai UV untuk keseluruhan jenis ayam menunjukkan bahwa ayam
lokal di wilayah Wonosobo memiliki nilai kegunaan yang lebih tinggi (UV: 3.40)
dari pada ayam lokal di wilayah Bogor (UV: 2.71). Perbedaan nilai kegunaan
dikedua wilayah tersebut diduga dipengaruhi oleh sebaran jenis ayam yang
berbeda.
Produksi Telur
Pada penelitian ini, produksi telur ayam diurutkan dari yang tertinggi hingga
terendah berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan per satu periode bertelur.
Ayam arab yang ada di Bogor merupakan jenis ayam dengan jumlah produksi
tertinggi (Tabel 8) jika dibandingkan dengan ayam lokal lainnya. Berdasarkan
karakter tersebut ayam arab lebih populer dipelihara sebagai ayam petelur. Hasil
penelitian Indra et al. 2013 menunjukkan hasil rata-rata produksi telur ayam arab
sebesar 28.73 butir (gold) dan 28.63 butir (silver) pada kondisi pemeliharaan
intensif selama satu periode bertelur. Produksi telur telur ayam arab tersebut lebih
tinggi jika dibandingkan dengan produksi telur ayam arab yang dipelihara pemilik
ayam di Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang diperoleh di lokasi penelitian (22.50
butir/periode) (Tabel 8). Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan
sistem pemeliharaan dan jenis pakan yang digunakan. Ayam arab di lokasi
penelitian dipelihara secara semi intensif dengan cara digembalakan pada siang
hari dan kembali di kandangkan pada malam hari. Pemberian pakan tambahan
berupa konsentrat hanya dilakukan pada pagi hari sebelum ayam digembalakan.
Hasil uji T menunjukkan tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara
produktivitas ayam lokal di Bogor dan Wonosobo (P-Value: >0.05). Produktifitas
ayam bangkok, pelung, gaga’ dna kate di wilayah tersebut relaif sama. Rata-rata
produksi telur ayam kampung di kedua wilayah tersebut menunjukkan sedikit
perbedaan. Meskipun hasil uji T tidak menunjukkan adanya perbedaan, akan
tetapi ayam kampung yang dipelihara pemilik ayam di Wonosobo memberikan
hasil yang lebih tinggi daripada Bogor.

13
Tabel 8 Rata-rata produksi telur ayam lokal di lokasi penelitian
Jenis Ayam
Ayam Arab
Ayam Bangkok
Ayam Pelung
Ayam Birma
Ayam Kampung
Ayam Gaga'
Ayam Kate

Produksi Telur (Butir/Periode)
Bogor
Wonosobo
22.50
20.43
20.62
20.00
19.57
18.25
17.61
18.32
15.22
16.20
07.47
06.39

PEMBAHASAN

Sebaran Jenis Ayam Lokal dan Pemanfaatannya
Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat perbedaan jumlah ayam yang
ditemukan duwilayah Bogor dan Wonosobo. Dua jenis ayam yang menjadi
pembeda antara kedua wilayah tersebut yaitu ayam arab dan ayam birma. Ayam
arab dan ayam birma kurang dikenal oleh pemilik ayam di wilayah Wonosobo.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena perbedaan akses informasi mengenai
kedua jenis ayam tersebut. Keterbatasan akses distribusi menuju wilayah
Wonosobo juga dapat mempengaruhi rendahnya peminat ayam arab maupun
ayam birma. Jika dilihat dari potensi produksi telur yang cukup tinggi, ayam arab
memiliki prospek yang cukup bagus dikembangkan di wilayah Wonosobo.
Sehingga sosialisasi terhadap pemilik ayam perlu dilakukan guna
memperkenalkan potensi ayam arab.
Perbedaan jumlah pemilik ayam gaga’ antar kedua wilayah tersebut juga
dapat menjadi bukti bahwa akses media informasi dapat mempengaruhi minat
masyarakat dalam beternak. Ayam gaga’ merupakan ayam eksotis yang bersal
dari Sulawesi Selatan. Popularitas ayam gaga’ terus meningkat seiring
perkembangan tradisi kontes. Pemilik ayam gaga’ di Bogor lebih banyak di
banding Wonosobo. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di Bogor lebih mudah
mengakses informasi mengenai ayam gaga’. Selain itu, pergelaran kontes ayam
gaga’ tahunan yang rutin digelar di Bogor juga mendorong minat masyarakat
untuk memelihara ayam gaga’. Berbeda dengan di Wonosobo, akses informasi
terkait ayam gaga’ masih terbatas terutama bagi masyarakat di pedesaan.
Keseluruhan responden yang ditemui memelihara ayam gaga’ di Wonosobo
bertempat tinggal di sekitar ibu kota kabupaten yang lebih mudah memperoleh
informasi.
Orientasi masyarakat dalam beternak juga diduga menyebabkan perbedaan
sebaran jenis ayam di kedua wilayah tersebut. Wilayah Bogor yang dekat dengan
perkotaan mengarahkan orientasi masyarakat dalam memelihara ke arah orientasi
ekonomi. Tingginya tren hobi terhadap suatu jenis ayam akan sangan berpengaruh
terhadap kecenderungan masyarakat dalam memelihara ayam. Sebagai contoh,
ketika tren hobi ayam petarung di wilayah Bogor sedang berada di puncaknya,
ayam bangkok sebagai ayam aduan dapat mencapai harga jutaan rupiah per ekor.

14
Hal tersebut mendorong minat masyarakat dalam memelihara dan beternak ayam
bangkok. Demikian halnya pada ayam birma yang juga termasuk ayam aduan.
Tingginya nilai ekonomi ayam aduan mendorong masyarakat untuk
mendatangkan jenis ayam lain yang dapat menjadi pesaing untuk jenis ayam
bangkok.
Tingginya pengaruh orientasi ekonomi terhadap sebaran jenis ayam di
wilayah Bogor juga terlihat pada jenis ayam arab. Ayam arab memiliki
karakteristik telur yang menyerupai telur ayam kampung, akan tetapi harga telur
ayam arab lebih murah daripada telur ayam kampung. Beberapa peternak ayam
arab di Bogor menganggap kondisi tersebut sebagai peluang. Kemiripan
karatteristik fisik dengan harga yang lebih murah akan menyebabkan persaingan
harga produk antara telur ayam kampung dan ayam arab. Bagi masyarakat awam
yang tidak mempertimbangan jenis telur akan lebih memilih telur ayam arab yang
harganya lebih murah.
Berbeda dengan wilayah Wonosobo, orientasi ekonomi tidak begitu
berpengaruh terhadap minat masyarakat dalam memelihara ayam. Masyarakat
Wonosobo cenderung memelihara ayam sebagai sarana dalam aktifitas religi,
tabungan, dan sumber bahan pangan. Hal ini menyebabkan tingginya minat
masyarakat untuk memelihara ayam kampung yang dapat dimanfaatkan untuk
seluruh kepentingan tersebut. Pemanfaatan jenis ayam lain (bagngkok, pelung,
gaga’ dan kate) lebih mengarah pada orientasi hobi (kesenangan). Terbatasnya
informasi dan kurangnya asosiasi antar penghobi ayam hias di wilayah Wonosobo
menyebabkan rendahnay minat masyarakat untuk mendatangkan jenis ayam lain.
Bila ditinjau dari segi pemanfaatannya, kedua wilayah tersebut tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Secara umum ayam lokal dikedua
wilayah tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan religi, pangan, niaga (jual-beli),
dan ornamental (hobi, kontes dan petarung). Perkembangan teknologi informasi
yang begitu pesat sangat mempengaruhi terjadinya asimilasi budaya antar
masyarakat. Jarak yang jauh tidak lagi menjadi kendala bagi masyarakat untuk
berkomunikasi. Pertukaran dan percampran budaya masyarakat sangat mudah
terjadi. Begitu halnya dalam hal pemanfaatan ayam di Kabupaten Bogor dan
Wobosobo. Budaya masyarakat dalam beternak dan memanfaatkan ayam dikedua
wilayah tersebut tidak jauh berbeda meskipun kedua wilayah tersebut terpisah
jarak cukup jauh. Kemajuan teknologi informasi dan transportasi telah
memfasilitasi terjadinya akulturasi budaya beternak dikedua wilaayah tersebut.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya akulturasi budaya
antara kedua wilayah tersebut adalah perpindahan penduduk antara kedua
wilayah.
Konsensus Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Ayam Lokal
Ayam lokal memegang peranan penting bagi masyarakat karena memiliki
banyak manfaat yang dapat mendukung kebutuhan hidup keluarga. Manfaat
tersebut dapat berupa produk pangan, maupun manfaat lain (Tabel 3). Manfaat
religi memeperoleh nilai ICF tertinggi (1.00) diantara kategori pemanfaatan
lainnya (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa budaya masyarakat dalam
memelihara ayam lokal lebih ditekankan untuk mempersiapkan kebutuhan
menjelang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan aktifitas religi. Aktifitas religi

15
yang dimaksud debedakan ke dalam dua sub kategori yaitu, (1) aktifitas religi
yang berkaitan dengan keagamaan seperti hari raya, peringatan kelahiran Nabi
Muhammad SAW, pernikahan, khitanan, kelahiran anak, upacara kematian,
syukuran pasca panen (bagi keluarga petani) dan (2) aktifitas religi yang berkaitan
dengan hal-hal mistis dan kebutuhan ritual adat setempat. Jenis ayam yang
digunakan dalam kategori ini yaitu ayam kampung.
Produksi danging merupakan ketegori dengan nilai ICF tertinggi ke dua.
Ayam kampung merupakan jenis ayam yang paling umum digunakan masyarakat
pada kategori ini. Jenis ayam ini lebih populer dikalangan masyarakat sebagai
penghasil daging. Sistem pemeliharaan dan kebutuhan pakan ayam kampung
relatif lebih mudah daripada jenis ayam lain (bangkok, pelung, ayam ketawa,
birma). Jenis ayam tesebut membutuhkan perawatan intensif dengan pakan khusus
yang lebih mahal (Tabel 3 dan 4). Ayam kampung merupakan jenis ayam lokal
yang umum dipelihara peternak kecil dengan sistem ekstensif tanpa pemberian
pakan tambahan. Produktivitas ayam kampung pada sistem pemeliharaan
tradisional masih sangat bervariasi. Pada batas tertentu hasilnya sesuai dengan
input yang diberikan dan mampu memberikan manfaat bagi keluarga pemilik
ayam (Nataamijaya 2010).
Selain produksi daging, sebagai sumber pangan ayam lokal juga
dimanfaatkan sebagai penghasil telur. Bagi masyarakat Bogor ayam arab
merupakan ayam yang paling umum dimanfaatkan sebagi penghasil telur.
Terdapat dua tipe ayam arab yaitu ayam arab gold dan silver, perbedaannya
ditentukan berdasarkan warna bulu. Masyarakat pemilik ayam diwilayah
penelitian umumnya menganggap bahwa ayam arab yaitu ayam yang didatangkan
dari wilayah Arab. Akan tetapi, berdasarkan analisis DNA Mitokondria ayam arab
yang ada di Indonesia tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan ayam dari
wilayah Arab, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap penamaan ayam tersebut
(Ulfah et al, 2015). Usaha peternakan ayam arab sebagai penghasil telur sudah
lebih berkembang dibandingkan dengan ayam kampung. Upaya pembibitan ayam
arab untuk menghasilkan final stock penghasil telur sudah mulai dilakukan
pemilik ayam melalui seleksi dan pemurnian. Ayam arab yang dipelihara
masyarakat pada umumnya merupakan produk final stock dan seluruh hasil
telurnya dimanfaatkan untuk telur konsumsi. Selain ayam Arab, ayam kampung
juga dimanfaatkan sebagai penghasil telur. Akan tetapi, preferensi pemanfaatan
ayam kampung sebagai penghasil telur lebih rendah daripada penghasil daging
karena pada umumnya telur yang dihasilkan lebih ditekankan untuk ditetaskan
kembali untuk menghasilkan anak ayam sebagai bibit pengganti.
Ayam lokal juga memiliki manfaat ornamental. Sub-kategori petarung
memperoleh nilai ICF terbesar diantara sub-kategori lain dalam kategori
ornamental. Kegiatan sabung ayam (ayam petarung) merupakan tradisi yang
berkembang di tengah masyarakat sejak zaman dahulu (Ulfah et al. 2015). Tradisi
ini juga memberikan pengarung penting dalam proses penyebaran ayam diseluruh
dunia (Lui et al. 2015). Ayam yang umum digunakan sebagai ayam petarung yaitu
ayam bangkok dan ayam birma. Ayam bangkok dan ayam birma memiliki teknik
bertarung yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan teknik bertarung yang unik
pemilik ayam melakukan persilangan antara ayam bangkok dan ayam birma.
Ayam bangkok merupakan jenis ayam yang didatangkan dari Thailand untuk
keperluan sabung ayam. Seiring dengan perkembangan pembentukan ayam

16
petarung Indonesia, ayam bangkok disilangkan dengan berbagai jenis ayam lokal
lainnya sehingga menyebabkan terkikisnya sumberdaya genetik ayam lokal
Indonesia (Ulfah et al. 2015).
Fidelity Level (FL)
Bila dilihat dari jumlah pemilik ayam (Tabel 3 & 4), data tersebut
menunjukkan adanya kontradiksi antara ayam arab dan ayam kampung. Ayam
arab yang memiliki manfaat spesifik dan berpotensi sebagai penghasil telur justru
kurang diminati pemilik ayam. Sedangkan ayam kampung yang produktivitas
telurnya lebih rendah (Tabel 8) lebih diminati masyarakat karena lebih mudah
dipelihara tanpa perlu menambah biaya pakan yang lebih mahal. Untuk
memperoleh produktivitas maksimal ayam arab membutuhkan pakan yang lebih
berkulitas, sehingga pemilik ayam harus mengeluarkan biaya pakan yang lebih
tinggi. Selain hal tersebut, minat konsumen terhadap produk telur maupun daging
ayam kampung yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam arab juga
memberikan pengaruh terhadap minat pemilik ayam dalam beternak ayam.
Ayam kate merupakan jenis yang spesifik dimanfaatkan sebagai ayam hias,
akan tetapi jumlah pemilik ayam kate tidak sebanyak ayam kampung dan
bangkok. Nilai ekonomisnya yang fluktuatif dan cenderung rendah
mengakibatkan kurangnya minat masyarakat untuk beternak ayam kate dalam
skala besar. Tradisi kontes keindahan bulu dan postur tubuh ayam kate yang mulai
ditinggalkan merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai ekonomis jenis
ayam ini.
Pemanfaatan jenis ayam eksotis seperti ayam bangkok, kate, gaga’, dan
pelung biasanya terbatas pada ketegori ornamental. Tradisi kontes baik suara
maupun penampilan fisik merupakan salah satu sarana untuk mendongkrak
popularitas dan nilai ekonomis untuk jenis ayam tersebut. Bila nilai ekonomis
jenis ayam tersebut dapat ditingkatkan dan terjaga stabilitasnya, minat pemilik
ayam akan meningkat sehingg jumlah populasinya dapat terjaga dan mampu
memberikan pendapatan bagi pemilik ayam.
Nilai Kegunaan (Use Value)
Ayam kampung merupakan jenis ayam dengan nilai UV tertinggi di kedua
lokasi penelitian (Tabel 7). Prefernsi masyarakat dalam pemanfaatan ayam lokal
yang terdiri dari kategori religi, pangan, ornamental dan niaga. Berkaitan dengan
hal tersebut, ayam kampung memiliki peran penting bagi mas