Penapisan dan Identifikasi Bakteri Endofit Cabai Merah Penghambat Colletotrichum capsici.
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOFIT
CABAI MERAH PENGHAMBAT Colletotrichum capsici
LU’LU’ ATUL FITRIYAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan dan
Identifikasi Bakteri Endofit Cabai Merah Penghambat Colletotrichum capsici
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lu’lu’ Atul Fitriyah
NIM G84110033
ABSTRAK
LU’LU’ ATUL FITRIYAH. Penapisan dan Identifikasi Bakteri Endofit Cabai
Merah Penghambat Colletotrichum capsici. Dibimbing oleh SYAEFUDIN, IFA
MANZILA, dan DWI NINGSIH SUSILOWATI.
Cabai merah menjadi salah satu komoditas pertanian penting yang
dibudidayakan di Indonesia. Adanya kenaikan maupun penurunan produksi cabai
merah yang fluktuatif disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. Salah satu agen
biokontrol untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan bakteri endofit.
Bakteri endofit yang mampu memproduksi Asam Indol Asetat (AIA) dapat
meningkatkan pertahanan tanaman terhadap patogen. Penelitian ini bertujuan
mengisolasi, mengarakterisasi, dan mengidentifikasi isolat bakteri endofit
tanaman cabai merah yang memiliki aktivitas sebagai penghasil AIA yang mampu
menghambat patogen Colletotrichum capsici. Sebanyak 109 isolat bakteri endofit
asal BB Biogen dan Hama Proteksi Tanaman IPB telah dianalisis. Isolat dengan
kode B6.2 merupakan isolat yang dapat menghambat C. capsici tertinggi yaitu
75% dan isolat dengan kode A27 mampu menghasilkan AIA tertinggi yaitu 70.41
ppm. Pengujian ke-8 isolat bakteri endofit menunjukkan 3 isolat bakteri endofit
potensial, yaitu A4.2, B6.2, dan D11.1. Berdasarkan hasil sekuensing gen 16S
rRNA diketahui isolat A4.2 termasuk dalam genus Pseudomonas serta isolat B6.2
dan D11.1 termasuk dalam genus Bacillus.
Kata kunci: bakteri endofit, produksi AIA, patogen Colletotrichum capsici
ABSTRACT
LU’LU’ ATUL FITRIYAH. Screening and Identification Endophytic Bacteria
Red Chili that has Inhibit Colletotrichum capsici. Supervised by SYAEFUDIN,
IFA MANZILA, and DWI NINGSIH SUSILOWATI
Red chili is one of the important cultivated comodities in Indonesia. The
fluctuating increase and decrease of red chili production is caused by
Colletotrichum sp. pathogen. One of the biocontrol agents to solve the problem is
endophytic bacteria. Endophytic bacteria that can produce Indole Acetic Acid
(IAA) can increase plant’s defense from the pathogen. This research’s purposes
areto isolate, characterize, and identify endophytic bacteria isolate from red chili
that has AIA-producing activity and can inhibit Colletotrichum capsici. There are
109 endophytic bacteria isolates from BB Biogen and Bogor Agricultural
University Departement of Plant and Protection that have been analyzed. B6.2
isolate is the highest isolate that has inhibit C. capsici which is 75% and A27
isolate produces the most amount of AIA which is 70.41 ppm. After the 8th test
endophytic bacteria isolates, it shows that there are 3 potential endophytic
bacteria isolates which are A4.2, B6.2, and D11.1. Based on the result of
sequencing 16S rRna gene known that isolate A4.2 classified into Pseudomonas
genus, B6.2 and D11.1 isolates are classified into Bacillus genus.
Keywords: endophytic bacteria, IAA production, Colletotrichum capsici pathogen
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOFIT
CABAI MERAH PENGHAMBAT Colletotrichum capsici
LU’LU’ ATUL FITRIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
Penapisan dan Identifikasi Bakteri Endofit Cabai Merah Penghambat
Colletotrichum capsici.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Syaefudin, SSi, MSi, Ibu Dr
Ifa Manzila, MSi, dan Ibu Dwi Ningsih Susilowati, STP, MSi selaku pembimbing
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Jajang, Bapak Ughi, Ibu Aminah, dan Kak Sherly
beserta seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Konservasi Mikroorganisme BB
Biogen yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, sahabat dekat, serta temanteman Biokimia angkatan 48, keluarga HKRB untuk segala doa, kasih sayang dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Lu’lu’ Atul Fitriyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
2
2
2
3
8
8
13
18
18
19
19
22
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Pengujian antagonis bakteri endofit terhadap C. capsici
Analisis kuantitatif AIA isolat bakteri endofit
Analisis kualitatif HCN isolat bakteri endofit
Konsentrasi dan kualitas DNA 8 isolat bakteri endofit pada λ260 nm
dan λ280 nm
Identifikasi isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
10
10
11
11
12
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Skema pengujian antagonis antara bakteri endofit (garis lurus) dengan
patogen C. capsici (bulat abu-abu) dalam cawan petri
Jumlah isolat bakteri endofit cabai merah yang diisolasi dari akar,
batang, dan daun
Pengujian antagonis bakteri endofit (a) mampu menghambat, (b) sangat
menghambat, dan (c) tidak mampu menghambat C. Capsici
Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27 (2)
isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat B1.2
(7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27 (2)
isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat B1.2
(7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Struktur kimia hormon AIA
Lintasan sintesis AIA pada sel bakteri
Standar AIA
6
9
10
12
12
15
16
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Bagan alir penelitian
Delapan isolat bakteri endofit cabai merah penghasil AIA
Hasil seleksi dan karakterisasi 109 isolat bakteri endofit cabai merah
Deret standar AIA dari larutan standar
Pengukuran absorbansi standar AIA λ 530 nm
Analisis kuantitatif AIA 8 isolat bakteri endofit
Sekuens gen 16S rRNA isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
22
23
24
27
27
28
29
PENDAHULUAN
Tanaman cabai, seperti cabai rawit, cabai merah, paprika, dan cabai hias
merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dibudidayakan oleh
petani. Cabai merah (Capsicum annum L.) biasa digunakan sebagai bumbu dapur
atau rempah-rempah. Tanaman cabai merah mengandung kalori, protein, lemak,
kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1, C, dan kapsidiol. Cabai merah juga
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari radikal bebas
dan Lasparaginase serta Capsaicin yang berperan sebagai zat antikanker
(Prajnanta 2001).
Kebutuhan cabai merah pada tahun 2010 sebanyak 317 400 000 kg per
tahun (Kementerian Pertanian 2013). Produksi cabai merah pada tahun 2009
sebesar 7.04 ton/ha, sedangkan tahun 2010 hanya mencapai 3.83 ton/ha (BPS
2011). Produksi cabai merah nasional tahun 2011 sebesar 888 852 ton dan tahun
2012 terjadi kenaikan 7.28% menjadi sebesar 935 557 ton (Kementerian Pertanian
2013). Adanya kenaikan maupun penurunan produksi cabai merah yang fluktuatif
disebabkan oleh gangguan penyakit yang menyerang cabai merah. Salah satu
gangguan penyakit yang menyerang tanaman cabai sejak tanaman disemaikan
sampai dipanen adalah antraknosa (Hidayat et al. 2004).
Penyakit antraknosa disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. Penyakit
ini menyebabkan buah akan gugur sebelum dipanen dan busuk ketika sudah
dipanen sehingga dapat menurunkan produksi cabai merah sebesar 45-60%
(Hidayat et al. 2004). Penggunaan pestisida untuk tujuan pengendalian hama dan
penyakit tanaman masih merupakan cara yang paling disukai oleh petani.
Penggunaan pestisida yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya residu
pada bahan makanan, pencemaran lingkungan, dan munculnya hama dan patogen
yang resisten terhadap suatu pestisida. Pengendalian ramah lingkungan perlu
dikembangkan untuk mengatasi dampak negatif tersebut. Salah satu alternatifnya
dengan pemanfaatan agen biokontrol berupa bakteri antagonis atau bakteri endofit
(Suryadi et al. 2013).
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup dan berasosiasi dengan
jaringan tanaman tanpa memberikan kerugian pada tanaman tersebut. Beberapa
kelebihan bakteri endofit diantaranya mikroorganisme ini banyak terdapat di tanah
atau jaringan tanaman sehat, produksi massal lebih mudah dan lebih cepat
daripada mikroorganisme lain, seperti jamur (Yadi et al. 2013). Bakteri endofit
menguntungkan tanaman inangnya dengan cara menstimulasi pertumbuhan
tanaman, memfiksasi nitrogen, dan meningkatkan sistem pertahanan tanaman
terhadap gangguan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan bakteri endofit mampu
memproduksi senyawa antibakteri, enzim, asam salisilat, etilena, dan senyawa
sekunder yang berperan dalam menginduksi ketahanan tanaman (Marwan et al.
2011).
Tanaman tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam mensintesis
hormon endogenus untuk memicu pertumbuhannya agar optimal, tetapi
persediaan hormon eksogenus dalam tanaman dipengaruhi oleh keseimbangan
hormon endogenus. Beberapa bakteri endofit dapat menghasilkan hormon yang
merangsang pertumbuhan tanaman. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh
2
bakteri endofit yang berperan dalam merangsang hormon pemacu pertumbuhan
tanaman adalah hormon AIA. Bakteri penghasil hormon AIA berpotensi untuk
bergabung dengan beberapa proses fisiologi tanaman dengan cara memasukkan
AIA yang dihasilkannya ke tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Beberapa bakteri endofit pernah diisolasi dari jaringan tanaman pangan,
seperti tanaman padi, jagung, dan tebu (Khairani 2009). Isolasi dan identifikasi
bakteri endofit dari tanaman cabai merah penghasil AIA dalam menghambat
patogen C. capsici belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk menguji keefektifan fitohormon yang dihasilkan cabai merah tersebut.
Penelitian yang dilakukan meliputi isolasi, karakterisasi, dan identifikasi
bakteri endofit tanaman cabai merah yang memiliki aktivitas sebagai penghasil
AIA yang mampu menghambat patogen C. capsici. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan isolat bakteri endofit potensial untuk pengendalian patogen C.
capsici sehingga dapat digunakan sebagai agen biokontrol. Penelitian ini
diharapkan mendapatkan bakteri endofit potensial yang mampu menghambat
patogen C. capsici pada tanaman cabai merah melalui peningkatan pembentukan
AIA sehingga memberikan respon ketahanan tanaman.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu isolat bakteri
endofit cabai merah koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan cabai merah koleksi Hama dan
Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (HPT IPB) dari akar, batang, dan daun,
larutan sodium hipoklorit 5% dan 20%, etanol 70%, Gentian violet, L-triptofan,
reagen Salkowski, lugol iodin, larutan Fuchin, kentang, akuades, dextrose, isolat
Colletotrichum capsici, buffer STE (100 mM NaCl, 10 mM Tris-HCl, 1 mM EDTA
pH 8), kit lisis sel, primer 63F (forward) dan primer 1387R (reverse), DNA
polymerase (Go Taq Green Master Mix-Promega), loading dye 6x, dan marker
ladder 1 kb.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifus Legend
Micro 21R (Amerika Serikat), spektrofotometer UV-visible Hitachi U-2800
(Jepang), kabinet laminar air flow, shaker incubator IKA KS 260 Basic (Jerman),
oven, autoklaf Wiseclave (Jerman), kuvet, cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes,
pipit Mohr, gelas ukur, gelas piala, kaca objek, bunsen, inkubator, kertas saring,
mikroskop cahaya Olympus BX-51 (Jepang), mortar, labu ukur, mesin PCR Esco
(Singapura), freezer, microwave, pengaduk magnetik, vortex, waterbath,
microsyringe, pinset, dan elektroforesis gel agarosa Shasugi (Jepang).
3
Metode Penelitian
Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu
isolasi bakteri endofit cabai merah, uji hipersensitivitas, uji hemolisis, uji
antagonis terhadap patogen C. capsici, pewarnaan Gram, analisis kuantitatif
produksi AIA, uji HCN, isolasi DNA, amplifikasi gen 16S rRNA, dan identifikasi
isolat bakteri endofit potensial.
Pembuatan Media
Media Agar-agar King’s B (Schegel 1993). Sebanyak 20 g protease
pepton, 15 mL gliserol, 1.5 g KH2PO4, 1.5 g MgSO4.7H2O dilarutkan dalam 1000
mL akuades dalam Erlenmeyer. Setelah tercampur secara merata, ditambahkan 20
g bacto agar. Setelah semuanya larut, larutan di autoklaf pada suhu 121oC selama
1 jam. Selanjutnya media yang sudah diautoklaf, dituang secukupnya ke dalam
cawan petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Nutrient Broth (NB) cair (Schegel 1993). Sebanyak 6.5 g Nutrient
Broth (NB) dilarutkan dalam 500 mL akuades dalam Erlenmeyer dan
dihomogenkan sampai merata. Media NB cair tersebut ditambahkan 10 g bacto
agar untuk media NA dan dapat juga dioven sampai larut dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi untuk media agar miring. Setelah itu, media di autoklaf pada
suhu 121oC selama 1 jam.
Media Potato Dextrose Agar (PDA) (Schegel 1993). Komposisi media
PDA terdiri atas campuran air rebusan kentang kentang 200 g, bacto agar 20 g,
dextrose agar 20 g, dan akuades 1000 mL. Sebanyak 200 g kentang direbus
dengan 500 mL akuades. Setelah mendidih, air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan akuades sampai volume akhirnya 1000 mL. Lalu,
ditambahkan 20 g dextrose agar, dan 20 g bacto agar, diaduk sampai merata.
Setelah semuanya larut, larutan di autoklaf pada suhu 121oC selama 1 jam.
Selanjutnya media yang sudah diautoklaf, dituang secukupnya ke dalam cawan
petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Agar Darah (Blood Agar) (Gerhardt et al. 1994). Sebanyak 40 g/
L Blood Agar Base (BBL) dicampurkan dengan 1 L akuades dalam Erlenmeyer.
Setelah tercampur merata, larutan di autoklaf suhu 121oC selama 1 jam. Lalu,
ditambahkan dengan darah domba steril yang telah didefibrinasi sebanyak 70 mL/
L. Selanjutnya media dihomogenkan, lalu dituang secukupnya ke dalam cawan
petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Glisin (Godinho et al. 2010). Sebanyak 3.25 g NB dilarutkan dalam
250 mL akuades dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 1.1 g glisin. Setelah
semuanya tercampur, ditambahkan 5 g bacto agar. Kemudian dioven sampai larut
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup dengan kapas dan
kertas alumunium foil. Tabung reaksi yang sudah berisi media padat di autoklaf
pada suhu 121oC selama 1 jam. Setelah itu, tabung reaksi di miringkan supaya
terbentuk media glisin.
Pembuatan Larutan
Pereaksi Salkowski (Patten & Glick 2002). Pereaksi Salkowski dibuat
dengan melarutkan 10 mL FeCl3.6H2O dalam 500 mL akuades. Lalu,
ditambahkan 200 mL asam sulfat pekat dan ditera menggunakan akuades sampai
4
volume akhirnya 500 mL. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam botol gelap
yang dilapisi alumunium foil dan disimpan di tempat yang gelap.
Larutan Standar AIA (Patten & Glick 2002). Sebanyak 0.1 g standar
AIA dilarutkan ke dalam 100 mL akuades ke dalam gelas piala. Kemudian
ditambahkan 30 mL etanol sedikit demi sedikit hingga homogen. Setelah itu,
larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditera menggunakan
akuades.
Larutan KOH (Chandra & Mani 2011). Sebanyak 1.5311 g KOH
dilarutkan ke dalam 50 mL akuades ke dalam labu Erlenmeyer dan dihomogenkan
hingga merata. Setelah itu, Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil.
Larutan L-Triptofan (Gupta et al. 2012). Sebanyak 2 g L-triptofan
dilarutkan dengan akuades steril hingga mencapai volume akhir 100 mL
kemudian disterilkan dengan autoklaf suhu 121oC. Larutan L-Triptofan disaring
dengan milipore 0.45 μm hingga larutan L-Triptofan berwarna jernih.
Larutan Asam Pikrat (Godinho et al. 2010). Sebanyak 0.5 g asam pikrat
ditimbang dan dicampurkan dengan 2 g Na2SO4. Kemudian dilarutkan dalam 100
mL akuades. Setelah itu, media dihomogenkan dan diautoklaf pada suhu 121oC.
Sterilisasi Sampel (Manurung et al. 2014)
Sampel yang digunakan adalah tanaman cabai merah koleksi Dr Ifa
Manzila, BB Biogen dan koleksi HPT IPB. Jaringan akar, batang, dan daun dari
masing-masing tanaman cabai merah dipotong ± 1 cm. Potongan tersebut dicuci
dengan akuades steril sebanyak 5 kali. Selanjutnya, potongan akar, batang, dan
daun disterilisasi dengan perlakuan yang berbeda. Jaringan daun dan akar
disterilisasi dengan larutan sodium hipoklorit 20% selama 20 menit, lalu
disterilkan dengan alkohol 70%, dan kembali dicuci dengan akuades steril
sebanyak 5 kali. Jaringan batang disterilisasi dengan larutan sodium hipoklorit
20% selama 5 menit, lalu disterilkan dengan alkohol 70%, dan kembali dicuci
dengan akuades steril sebanyak 5 kali.
Isolasi Bakteri Endofit Tanaman Cabai Merah (Munif et al. 2012)
Sebanyak 2.64 g akar, 5.00 g batang, dan 3.10 g daun cabai merah
dihancurkan sampai halus dalam mortar steril dengan penambahan akuades steril
di kabinet laminar air flow. Sebanyak 1 mL masing-masing suspensi akar, batang,
dan daun cabai merah dicampur dengan 9 mL air steril dalam tabung reaksi dan
dihomogenkan dengan vortex. Suspensi akar, batang, dan daun selanjutnya
diencerkan secara seri dengan konsentrasi 101, 102, 103, 104, dan 105. Selanjutnya,
sebanyak 0.1 mL dari masing-masing pengenceran disebar pada medium agaragar King’s B dan diinkubasi selama ± 2 hari pada suhu ruang. Setelah itu, jumlah
koloni bakteri yang terbentuk dihitung dari pengenceran yang paling encer yaitu
105, 104, dan 103.
Peremajaan Isolat Bakteri Endofit (Desriani et al. 2013)
Koloni bakteri endofit yang tumbuh pada media isolasi kemudian
dilakukan pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan menginokulasikan isolat
menggunakan ose steril pada media padat NA dengan metode kuadran dan
diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu ruang. Koloni tunggal yang sudah tumbuh
diremajakan dalam media agar miring. Biakan diinkubasi selama 1-2 hari pada
5
suhu ruang. Pengerjaan dilakukan secara aseptik dalam ruang kabinet laminar air
flow.
Peremajaan Isolat Patogen Colletotrichum capsici (Siregar 2009)
Isolat C. capsici yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari koleksi
IPBCC. Isolat C. capsici ditumbuhkan pada media PDA sebanyak 4 cawan petri
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Isolat C. capsici yang telah
diremajakan siap digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Pengujian Hipersensitivitas (Wulandari et al. 2012)
Pengujian hipersensitivitas dilakukan terhadap semua bakteri yang telah
diisolasi dari jaringan akar, batang, dan daun tanaman cabai merah. Uji
hipersensitivitas dilakukan dengan menyuntikkan suspensi bakteri endofit
sebanyak 1 mL dengan microsyringe ke daun tembakau hingga membasahi ruang
antar sel. Pengamatan dilakukan setelah 48 jam dengan melihat gejala nekrotik
pada daun tembakau. Hasil positif ditunjukkan dengan berubahnya warna hijau
daun menjadi kuning kering.
Pengujian Hemolisis (Akhdiya 2014)
Uji ini dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri endofit ke
permukaan media agar darah. Setelah diinkubasi selama 1-5 hari pada suhu ruang,
dilakukan pengamatan ada atau tidaknya aktivitas hemolisis di sekitar koloni
bakteri. Isolat-isolat yang tidak menunjukkan aktivitas hemolisis dipilih sebagai
bahan percobaan berikutnya.
Pengujian Antagonisme Bakteri Endofit terhadap Patogen C. capsici (Harni
et al. 2014)
Uji antagonis dilakukan dengan pengujian dual culture antara patogen
dengan bakteri endofit dalam cawan petri yang berisi medium PDA, kemudian
dibuat garis tengah. Isolat patogen C. capsici diletakkan di tengah cawan petri dan
isolat bakteri endofit diletakkan 1 cm dari tepi cawan petri yang berdiameter 9 cm
(Gambar 1). Biakan tersebut diinkubasikan pada suhu 25oC. Pertumbuhan jamur
diamati setiap hari selama 7 hari. Kemampuan antagonis bakteri endofit
ditentukan dengan menghitung pertumbuhan miselium patogen C. capsici dengan
rumus:
Keterangan:
I: persentasi zona penghambat pertumbuhan (%)
r1: jari-jari patogen atau miselia hingga tepi zona hambat (cm)
r2: jari-jari patogen atau miselia sampai tepi bakteri endofit (cm)
6
Gambar
1 Skema pengujian antagonis antara bakteri endofit (garis lurus)
dengan patogen C. capsici (bulat abu-abu) dalam cawan petri
Karakterisasi Bakteri Endofit Potensial terhadap Patogen C. capsici
Pendugaan Jenis Gram Bakteri (Chandra & Mani 2011). Larutan
KOH diteteskan secukupnya pada kaca preparat. Satu ose koloni bakteri
dicampurkan ke dalam larutan KOH tersebut dan dilihat pembentukan lendir
dengan cara ditarik berlawanan arah. Adanya lendir menunjukkan jenis Gram
bakteri tersebut adalah negatif, tetapi jika tidak terbentuk lendir maka diduga jenis
Gram bakteri tersebut positif.
Analisis Kuantitatif Kadar AIA (Patten & Glick 2002)
Pembiakan Bakteri pada Media NB Cair. Sebanyak 2 g triptofan
dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 100 mL akuades yang telah
disterilisasi. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer kosong yang
steril dengan menggunakan micropore dan syringe. Sebanyak 1 mL larutan
triptofan dipindahkan ke dalam tabung ulir menggunakan pipet mikro dan
disimpan di dalam inkubator bergoyang selama ± 24 jam.
Pengukuran Standar AIA. Masing-masing larutan standar dibuat dengan
konsentrasi 1, 5, 10, 20, 40, 80, 100 mg/ mL. Kemudian ditambahkan 4 mL
pereaksi Salkowski ke dalam larutan standar tersebut dan dihomogenkan dengan
vortex. Larutan diinkubasi selama 1 jam dan diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer pada λ= 530 nm.
Pengukuran Sampel. Biakan pada media NB cair yang telah disimpan di
dalam inkubator bergoyang, masing-masing dimasukkan ke dalam tiga tabung
mikro steril, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4°C
selama 10 menit. Supernatan diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi menggunakan pipet mikro dan ditambahkan 4 mL pereaksi
Salkowski. Campuran dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 1 jam.
Larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan λ= 530 nm.
Konsentasi IAA dari isolat dapat dihitung dari persamaan regresi kurva standar.
Analisis Kualitatif Produksi HCN (Godinho et al. 2010)
Isolat bakteri uji ditumbuhkan pada media nutrient agar miring berisi 4.4
g/ L glisin. Potongan kertas saring yang telah direndam larutan asam pikrat 0.5%
dalam 2% Na2SO4 ditempelkan di bagian dalam sumbat tabung reaksi, kemudian
tabung di-seal dan diinkubasi selama ± 72 jam. Produksi HCN diindikasikan
dengan perubahan warna kertas strip saring dari kuning menjadi merah.
7
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Isolasi DNA (Kochar et al. 2009). Isolasi DNA dilakukan dengan kit
(Wizard DNA Genome Purification Kit-Promega). Isolat bakteri endofit potensial
diambil dengan ose steril, lalu disuspensikan dalam 10 mL media NB dan
disimpan di dalam inkubator bergoyang selama ± 24 jam. Setelah itu, kultur
dipindahkan ke tabung Eppendorf sebanyak 1.5 mL. Kultur bakteri kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4°C.
Supernatan yang terbentuk dibuang dan peletnya disimpan untuk proses
berikutnya. Pelet yang merupakan bakteri Gram positif ditambahkan EDTA 50
mM sebanyak 480 μL dan lisozim 10 mg/ mL sebanyak 100 μL kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Setelah diinkubasi, campuran
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10000 g selama 6 menit, kemudian
dibuang supernatannya. Pelet dari hasil sentrifugasi disimpan untuk tahap lisis sel.
Bakteri dengan Gram negatif langsung masuk ke tahap lisis sel. Bakteri
Gram positif maupun bakteri Gram negatif ditambahkan nucleid lysis solution
sebanyak 600 μL kemudian dikocok perlahan menggunakan pipet mikro.
Campuran tersebut lalu diinkubasi di atas waterbath suhu 80oC selama 5 menit
dan didiamkan pada suhu kamar. Setelah dingin ditambahkan RNAse solution mix
sebanyak 2 μL dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 45 menit untuk dilanjutkan
ke tahap presipitasi protein.
Sebanyak 200 μL protein precipitation solution ditambahkan pada
campuran tersebut, diinkubasi di penangas es selama 5 menit kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 g selama 6 menit. Supernatan yang
terbentuk dipindahkan dalam tabung Eppendorf baru yang berisi 600 μL
isopropanol absolut lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10000 g selama
6 menit dan diambil supernatannya. Supernatan tersebut ditambahkan etanol 70%
sebanyak 600 μL dan disentrifugasi pada kecepatan 10000 g selama 6 menit.
Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang dan peletnya dikeringkan selama 30
menit kemudian disuspensi kembali dengan 20 μL rehydration solution dan
disimpan dalam freezer.
Analisis Kuantitatif DNA dengan Nanodrop (Thermo Fisher Scientific
2009). Sebanyak 2 μL larutan TE dipipet ke dalam lubang ukur kemudian
nanodrop ditutup dan ditekan tombol read blank pada komputer. Buffer TE yang
tersisa dibersihkan dengan kertas tisu. Sampel DNA dipipet sebanyak 2 μL ke
dalam lubang ukur, kemudian menu read sample diklik. Hasil pengukuran berupa
nilai konsentrasi DNA akan muncul dalam satuan ng/μL. Kemurnian DNA dapat
dilihat berdasarkan nilai nisbah nilai absorbansi DNA pada λ= 260 nm dengan
nilai absorbansi DNA pada λ= 280 nm.
Elektroforesis Hasil Isolasi DNA (Sambrook & Russel 2001).
Pembuatan gel dilakukan dengan cara melarutkan 1.2 % agarosa dalam larutan 1 x
buffer TAE lalu dipanaskan hingga mendidih agar agarosa terlarut. Loading dye
dipipet sebanyak 1 μL dan diletakkan di atas parafilm. DNA hasil isolasi
ditambahkan ke dalam loading dye kemudian diresuspensi. Campuran DNA hasil
isolasi dan loading dye dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel agarosa. Gel
agarosa kemudian dijalankan pada tegangan 110 V selama ± 30 menit. Gel
agarosa yang telah dijalankan kemudian diangkat dan direndam di dalam EtBr
selama 10 menit. Gel agarosa dipindahkan dan direndam kembali di dalam larutan
8
akuades selama 5 menit. Setelah direndam, gel agarosa diangkat dan disimpan di
dalam UV-translluminator untuk dilihat hasilnya.
Amplifikasi Gen 16S rRNA (Jha et al. 2012). Gen penyandi 16S rRNA
diamplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer 63F (forward) dan
primer 1387R (reverse). Primer 63F terdiri atas susunan basa 5’CAGGCCTAACACATGCAAGTC, sedangkan primer 1387R tersusun atas basa
5’- GGGCGGCGTGTACAAGGC. Komposisi reaksi PCR yang digunakan antara
lain Go Taq DNA polimerase 12.5 µL, primer reverse 1 µL, primer forward 1µL,
ddH2O 8.5 µL dan DNA hasil isolasi 2 µL. Campuran pereaksi dan sampel DNA
dimasukkan ke dalam mesin PCR yang telah diprogram dengan 16s rRNA. Mesin
PCR dijalankan selama 1 jam 58 menit terdiri atas tahap denaturasi I pada suhu
94oC selama 5 menit, denaturasi II pada suhu 94oC selama 1 menit 30 detik,
annealing pada suhu 55oC selama 45 detik, dan extention pada suhu 72oC selama
1 menit. Keempat tahap ini dilakukan sebanyak 29 siklus yang dilanjutkan dengan
tahap extention akhir yang dilakukan pada suhu 72oC selama 1 menit. Tahapan
terakhir dilakukan pada suhu 15oC.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi PCR (Sambrook & Russel 2001).
Pembuatan gel dilakukan dengan cara melarutkan 1.2 % agarosa dalam larutan 1 x
buffer TAE lalu dipanaskan hingga mendidih agar agarosa terlarut. Setelah
dipanaskan, agarosa didinginkan beberapa saat lalu ditambahkan EtBr,
selanjutnya dimasukkan dalam cetakan gel dan dibiarkan hingga memadat. Gel
yang sudah terbentuk lalu direndam dengan larutan 1 x TAE buffer dalam alat
elektroforesis. Sebanyak 2 μL loading dye ukuran 1 kb dimasukkan ke dalam sumur
gel urutan pertama sebagai marker. Sampel DNA diambil sebanyak 3 μL dan
dimasukkan ke dalam sumur gel. Sampel dielektroforesis bersamaan dengan 2 μL
marker 1 kb yang telah dicampur dengan loading dye. Elektroforesis dijalankan
dengan tegangan 110 V selama ± 30 menit. Gel agarosa yang telah dijalankan
kemudian diangkat dan direndam di dalam EtBr selama 10 menit. Gel agarosa
dipindahkan dan direndam kembali di dalam larutan akuades selama 5 menit.
Visualisasi DNA dilakukan dengan menggunakan UV Illuminator ChemiDoc
Biorad dan kemudian diambil gambarnya.
Sekuensing Gen 16S rRNA (Modifikasi Jha et al. 2012). Sekuensing
dilakukan melalui jasa perusahaan sekuensing 1st Base Malaysia untuk
mengetahui jenis spesies bakteri yang didapatkan dari hasil isolasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi Bakteri Endofit
Penelitian ini menggunakan bakteri endofit yang diisolasi dari bagian akar,
batang, dan daun tanaman cabai merah. Sampel isolat yang digunakan terdiri atas
2 sampel tanaman cabai merah dari koleksi BB Biogen dan HPT IPB. Isolat dari
masing-masing tanaman cabai merah menghasilkan total isolat yang hampir sama.
9
Total kedua isolat berjumlah 109 isolat (Gambar 2). Sebanyak 57 isolat berasal
dari koleksi BB Biogen terdiri atas 27 isolat dari akar, 12 isolat dari batang, dan
18 isolat dari daun. Sebanyak 52 isolat berasal dari koleksi HPT IPB terdiri atas
11 isolat dari akar, 13 isolat dari batang, dan 28 isolat dari daun. Sebanyak 109
isolat ini memperlihatkan keragaman dari segi morfologi koloni. Bentuk koloni
isolat didominasi oleh bentuk bulat dan berwarna putih, selebihnya berwarna
kuning dan tidak beraturan (Lampiran 2). Tepi koloni bervariasi dengan tipe
cembung dan datar. Selain itu, densitas bakteri endofit tertinggi ditunjukkan oleh
isolat asal BB Biogen berasal dari sampel akar, sedangkan dari HPT IPB berasal
dari sampel daun.
Gambar 2 Jumlah isolat bakteri endofit cabai merah yang diisolasi dari akar,
batang, dan daun
Jenis Gram Isolat Bakteri Endofit
Hasil pendugaan jenis Gram bakteri endofit disajikan dalam Lampiran 3.
Berdasarkan Lampiran 3 dapat dilihat bahwa hasil pendugaan jenis Gram bakteri
menunjukkan hampir keseluruhan bakteri berjenis Gram positif. Terdapat 11
isolat dari 57 isolat koleksi BB Biogen memiliki jenis Gram negatif, sedangkan
dari koleksi HPT IPB terdapat 5 isolat dari 52 isolat berjenis Gram negatif.
Seleksi I Isolat Bakteri Endofit
Seleksi awal bakteri endofit dilakukan dengan uji HR dan uji hemolisis.
Hasil pengamatan uji HR menunjukkan sebanyak 61 isolat terdiri atas 59 isolat
sampel cabai merah dan 2 kontrol positif menunjukkan gejala nekrosis (Lampiran
3). Terdapat 7 isolat yaitu isolat A6, A17, A19, A26, A2.1, A2.2, dan A6.1 sangat
patogen yang ditandai seluruh jaringan daun tembakau yang telah diinokulasi
berubah menjadi coklat kering. Setelah uji HR, isolat bakteri endofit diuji dengan
metode uji hemolisis. Uji hemolisis isolat bakteri endofit disajikan dalam
Lampiran 3. Sebanyak 109 isolat dari sampel cabai merah menunjukkan 44 isolat
bersifat β-hemolisis, 48 isolat bersifat α-hemolisis, dan 17 γ-hemolisis.
Seleksi II Isolat Bakteri Endofit
Hasil pengujian antagonis 21 isolat bakteri endofit terhadap C. capsici
menunjukkan 8 isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan patogen
10
C. capsici dengan baik (Tabel 1), sedangkan 13 isolat, salah satunya D13 (Gambar
3c) tidak mampu menghambat pertumbuhan patogen C. capsici. Bakteri endofit
yang memiliki nilai antagonis tertinggi yaitu isolat B6.2 mampu menghambat
pertumbuhan miselium C. capsici dengan nilai persentase 75% (Gambar 3b).
Isolat A27 merupakan isolat bakteri yang memberikan hambatan tertinggi kedua
setelah isolat B6.2 dengan persentase hambatan 67% (Gambar 3a).
Gambar 3 Pengujian antagonis bakteri endofit (a) mampu menghambat, (b)
sangat menghambat, dan (c) tidak mampu menghambat C. Capsici
Tabel 1 Pengujian antagonis bakteri endofit terhadap C. capsici
Kode isolate
r1 (cm)
r2 (cm)
A27
0.3
0.8
A28
0.1
0.3
A2.1
1.2
2.0
A2.2
0.9
1.2
A4.2
0.1
0.3
B1.2
1.6
2.5
B6.2
0.4
1.1
D11.1
1.0
1.4
Keterangan:
I: persentasi zona penghambat pertumbuhan (%)
r1: jari-jari patogen atau miselia hingga tepi zona hambat (cm)
r2: jari-jari patogen atau miselia sampai tepi bakteri endofit (cm)
I (%)
67.00
20.00
66.67
33.33
20.00
50.00
75.00
40.00
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi AIA
Kemampuan isolat bakteri endofit dalam produksi AIA disajikan dalam
Tabel 2. Analisis kuantitatif produksi AIA dari 8 isolat bakteri endofit
menunjukkan seluruh isolat yang dianalisis mampu menghasilkan AIA dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi AIA tertinggi dimiliki oleh isolat
A27 yaitu 70.41 mg/ mL, sedangkan konsentrasi AIA terkecil dimiliki oleh isolat
D11.1 yaitu 16.21 mg/mL. Konsentrasi AIA tertinggi kedua dan ketiga dimiliki
oleh isolat A2.1 yaitu 68.81 mg/ mL dan isolat A4.2 sebesar 47.61 mg/ mL.
Tabel 2 Analisis kuantitatif AIA isolat bakteri endofit
Kode Isolat
A27
A28
A2.1
A2.2
A4.2
B1.2
B6.2
D11.1
Rataan absorbansi
(A)
0.433
0.293
0.253
0.185
0.319
0.237
0.150
0.162
Rataan konsentrasi
AIA (ppm)
70.41
42.41
68.81
20.67
47.61
31.14
41.22
16.21
Deviasi
0.018
0.008
0.028
0.005
0.015
0.017
0.010
0.018
11
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi HCN
Isolat bakteri endofit dianalisis secara kualitatif dengan pengujian produksi
HCN. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa semua isolat tidak memproduksi
HCN. Hasil negatif ini ditandai dengan tidak terbentuknya perubahan warna
kuning menjadi merah.
Tabel 3 Analisis kualitatif HCN isolat bakteri endofit
Kode Isolat
Perubahan warna
A27
Kuning
A28
Kuning
A2.1
Kuning
A2.2
Kuning
A4.2
Kuning
B1.2
Kuning
B6.2
Kuning
D11.1
Kuning
Keterangan:
+: menghasilkan HCN
-: tidak menghasilkan HCN
Produksi HCN
-
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Sebanyak 8 isolat bakteri endofit dielektroforesis DNAnya (Gambar 4).
Semua isolat dalam Gambar 4 menunjukka adanya pita-pita DNA yang
mengindikasikan keberhasilan isolasi DNA. Pita yang terbentuk dari masingmasing isolat hampir mempunyai ketebalan yang sama, kecuali isolat A2.2. Isolat
A2.2 memiliki pita yang tipis karena DNA yang terisolasi dari isolat tersebut
hanya sedikit. Tabel 4 menunjukkan 8 isolat bakteri endofit memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi yaitu antara 1.93-2.22. Hal ini menunjukkan DNA yang
diisolasi berhasil karena kualitas DNA utuh, murni, dan hanya mengandung
kontaminasi protein maupun RNA yang sedikit.
Delapan isolat bakteri endofit yang telah diketahui hasil pita-pita DNAnya,
diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer 16S rRNA. Elektroforegram
hasil PCR disajikan dalam Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa
isolat A27, A28, A2.1, A2.2, A4.2, B1.2, B6.1, dan D11.1 menghasilkan pita
tunggal DNA yang berukuran ~1400 bp. Ukuran ini terdapat pada rentang ukuran
marker yang digunakan yaitu 1 kb. Hal ini menunjukkan bahwa secara kualitatif,
isolat bakteri endofit cabai merah dapat diidentifikasi menggunakan analisis
molekuler gen 16S rRNA.
Tabel 4 Konsentrasi dan kualitas DNA 8 isolat bakteri endofit pada λ260 nm dan
λ280 nm
Kode isolat
A27
A28
A2.1
A2.2
A4.2
B1.2
B6.2
D11.1
Konsentrasi
(ng/µL)
1294.4
313.5
655.3
668.0
558.6
3484.5
128.5
4813.8
A260
A280
A260/280
A260/230
25.887
6.269
13.106
13.359
11.173
69.689
2.569
96.275
12.450
3.251
6.788
6.769
5.371
32.087
1.160
45.472
2.08
1.93
1.94
1.98
2.08
2.17
2.22
2.12
1.57
2.21
2.23
2.27
1.69
2.51
2.34
2.36
12
Gambar 4 Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27
(2) isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat
B1.2 (7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Gambar 5 Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27
(2) isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat
B1.2 (7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Identifikasi isolat bakteri endofit pada Tabel 5 dipilih berdasarkan seleksi
I, seleksi II, uji antagonis tertinggi dan AIA tertinggi. Terlihat bahwa isolat A4.2
memiliki persentase keidentikan 99.5% dengan spesies Pseudomonas stutzeri (T);
ATCC 17588; AF094748, sedangkan isolat B6.2 dan D11.1 memiliki persentase
keidentikan 100% berturut-turut dengan spesies Bacillus vallismortis (T);
DSM11031; AB021198 dan spesies Bacillus cereus (T); ATCC 14579;
AE016877. Berdasarkan nilai presentase keidentikan ini, maka diketahui bahwa
isolat A4.2 termasuk dalam bakteri genus Pseudomonas, sedangkan isolat B6.2
dan D11.1 termasuk dalam bakteri genus Bacillus.
Tabel 5 Identifikasi isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
Kode isolat
A4.2
Hasil sekuensing
Pseudomonas stutzeri (T); ATCC 17588;
AF094748
% Homologi
99.5
B6.2
Bacillus vallismortis (T); DSM11031; AB021198
100
D11.1
Bacillus cereus (T); ATCC 14579; AE016877
100
13
Pembahasan
Isolasi Bakteri Endofit
Tahap awal sebelum melakukan isolasi bakteri endofit adalah sterilisasi
permukaan. Penggunaan prosedur sterilisasi permukaan yang tepat dan efektif
berfungsi untuk menjamin isolat yang dihasilkan adalah murni bakteri endofit dan
hasil penelitian tidak tercampur oleh bakteri rhizosfer dan filoplan. Pembersihan
akar, batang, dan daun cabai merah dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan
bakteri kontaminan dari permukaan jaringan tanaman sehingga pada tahap isolasi
bakteri endofit akan diperoleh isolat murni bakteri endofit. Sodium hipoklorit
berfungsi untuk menghilangkan kotoran, bakteri, dan cendawan yang ada pada
jaringan tanaman sehingga ketika dikulturkan dalam medium tidak tumbuh bakteri
dan cendawan kontaminan di sekitarnya (Hart 2005).
Isolasi merupakan tahap awal dari suatu eksplorasi bakteri untuk uji
kualitatif untuk memperoleh isolat biakan bakteri murni serta uji kuantitatif,
seperti pengukuran kadar IAA dan isolasi DNA. Hasil isolasi bakteri endofit
menunjukkan tingginya bakteri endofit berasal dari sampel akar. Tingginya
densitas bakteri endofit akar ini disebabkan karena daerah akar di dalam tanah
menyebabkan bakteri di dalamnya relatif lebih terlindung dari fluktuasi suhu
udara dan lebih terjamin ketersediaan airnya (Munif et al. 2012). Menurut
Hallman & Berg (2006), densitas bakteri endofit pada akar kapas, jagung manis,
serta bit dilaporkan mencapai 106 CFU/g, sedangkan pada batang dan daun
densitas bakteri endofit berturut-turut mencapai 104 dan 103 CFU/g. Perbedaan
hasil isolat dari kedua sampel dikarenakan sampel tanaman cabai merah koleksi
BB Biogen sudah layu, sedangkan tanaman cabai merah koleksi HPT IPB masih
muda, sehat, dan segar. Tanaman yang masih muda dan sehat, jaringan
vaskularnya terbentuk sempurna sehingga banyak bakteri endofit. Jaringan
tanaman yang sehat dapat menghasilkan nutrien yang cukup untuk tumbuhnya
bakteri endofit. Sebaliknya, tanaman yang kurang sehat, jaringan tanaman di
dalam batang dan daun sudah ada yang rusak dan tidak dapat menghasilkan
nutrien secara maksimal untuk tumbuhnya bakteri endofit. Nutrien digunakan
sebagai biosintesis dan sumber energi untuk mendukung pertumbuhan bakteri.
Jaringan tanaman yang dikultur memerlukan unsur hara dari dalam media tumbuh
yang berguna untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan sel jaringan
(Pudaritadesantamaria 2004).
Jenis Gram Isolat Bakteri Endofit
Isolat bakteri dikulturkan dalam media NB cair, lalu biakkan dapat
diketahui jenis Gram bakterinya melalui metode KOH string test dengan
menggunakan larutan KOH untuk pengujiannya. Suspensi yang membentuk
lendir, lengket, dan seperti jarum jika diangkat bersama ose menunjukkan jenis
bakterinya adalah Gram negative, tetapi suspensi yang tetap encer pada saat
diangkat dengan jarum ose berarti bakteri Gram positif (Suwanda 2008). Bakteri
selalu menjaga osmolaritasnya melebihi medium. Air akan keluar dari sel jika
tekanan osmotik internal sel turun sampai di bawah tekanan osmotik eksternal
sehingga volume sitoplasma berkurang dan terjadi kerusakan pada membran.
Penambahan KOH yang memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan sel bakteri
akan menyebabkan sel bakteri Gram negatif pecah, cairan selnya keluar dan
14
terjadi osmosis. Pecahnya sel melepaskan materi genetik (DNA) yang melimpah
di dalam sel bakteri. Molekul DNA yang sangat panjang bersifat sticky strings
(menyerupai lendir, getah atau lengket) yang memberikan hasil seperti lendir saat
diangkat dengan jarum inokulum (Simatupang 2008). Menurut Sunatmo (2009),
jenis bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun atas 90%
peptidoglikan dan molekul lain dalam jumlah yang kecil seperti asam tekoat,
sedangkan jenis bakteri Gram negatif hanya 10% dinding selnya tersusun atas
peptidoglikan dan sebagaian besar berupa membran luar yang membentuk
lipopolisakarida (LPS).
Seleksi I Isolat Bakteri Endofit
Penapisan isolat bakteri endofit dalam penelitian ini diawali dengan uji
hipersensitivitas (HR). Wulandari et al. (2012) menyebutkan bahwa respon
hipersensitif diartikan sebagai reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman
menghadapi patogen disertai kematian sel yang cepat pada jaringan yang telah
disuntikkan suspensi bakteri, tetapi keberadaannya tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman inang. Uji HR merupakan metode yang paling baik dan
paling cepat karena bakteri patogen dapat menginduksi reaksi hipersensitif pada
daun tembakau yang disuntikkan bakteri sehingga dapat menimbulkan gejala
nekrosis pada jaringan yang diserang. Gejalanya muncul pada 24 sampai 48 jam
setelah inokulasi. Daun hijau berubah menjadi coklat nekrosis diikuti dengan
mengeringnya jaringan tersebut. Uji HR dapat dijadikan sebagai bagian
praseleksi, tetapi tidak berarti isolat yang lolos seleksi HR adalah nonfitipatogenik
terhadap semua jenis tanaman sehingga perlu dilakukan uji hemolisis dan uji
antagonis untuk menentukan isolat murni bakteri endofit.
Salah satu analisis sifat virulensi dari suatu bakteri dapat diketahui dari
fenotipenya berupa kemampuan bakteri melisiskan eritrosit. Bakteri yang mampu
melisiskan eritrosit bersifat lebih virulen dibandingkan bakteri yang tidak mampu
melisiskan eritrosit. Kemampuan bakteri untuk melisiskan eritrosit ditentukan
oleh substansi berupa protein ekstraseluler yang disebut hemolisin. Bakteri yang
memproduksi hemolisin memperlihatkan perubahan warna zona pertumbuhan
bakteri pada media agar darah. Bakteri yang memiliki kemampuan untuk merusak
eritrosit secara sempurna memperlihatkan zona bening di sekitar pertumbuhan
koloni pada media agar darah dan dikelompokkan sebagai bakteri yang bersifat βhemolisis. Namun, jika di sekitar koloni bakteri hanya memperlihatkan perubahan
warna sehingga media agar berwarna kehijauan sampai kecoklatan dan zona yang
terlihat tidak jernih dikelompokkan sebagai bakteri yang bersifat α-hemolisis serta
bakteri yang tidak memiliki kemampuan untuk merusak eritosit dikelompokkan
sebagai nonhemolisis atau γ-hemolisis (Suardana et al. 2014). Uji hemolisis
disajikan dalam Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 diketahui bahwa sebagian
besar isolat bakteri endofit cabai merah berpotensi patogen terhadap mamalia
sehingga harus dihindari penyebarannya di lapangan. Hanya isolat bakteri yang
bersifat nonhemolisis yang dapat digunakan pada tahap selanjutnya.
Seleksi II Isolat Bakteri Endofit
Menurut Strobel dan Daisy (2003) terbentuknya zona hambat menandakan
bahwa bakteri endofit tersebut kemungkinan mengandung antibiotik sehingga
dapat digunakan untuk pengendalian patogen. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
15
bahwa hanya 8 isolat bakteri endofit yang mampu menghasilkan daya hambat
terhadap patogen C. capsici karena pertumbuhan bakteri endofit lebih aktif
daripada patogen. Selain terbentuknya zona hambat, kompetisi merupakan faktor
yang sangat penting dalam pengendalian jamur patogen oleh bakteri endofit,
kompetisi zona hambat terjadi ketika kedua organisme berada pada tempat yang
sama dan menggunakan nutrisi yang sama (Wulandari et al. 2012).
Kemampuan menginduksi ketahanan tanaman merupakan salah satu
keuntungan adanya bakteri endofit untuk melawan pertumbuhan organisme lain.
Harni & Ibrahim (2011) menyebutkan mekanisme bakteri endofit dalam
menginduksi ketahanan tanaman dilakukan dengan mengkolonisasi jaringan
dalam tanaman sehingga menstimulasi tanaman untuk meningkatkan produksi
senyawa metabolit yang berperan dalam ketahanan tanaman, seperti enzim
peroksidase, peningkatan aktifitas kitinase, dan fitoaleksin. Enzim peroksidase
dibutuhkan oleh tanaman untuk menghasilkan senyawa-senyawa pertahanan
tanaman, seperti lignin, kitin, dan beberapa senyawa penyusun dinding sel.
Fitoaleksin mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen, seperti
Phytopthora citrophthora pada jeruk.
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi AIA
Analisis AIA dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Patten &
Glick (2002) mempunyai beberapa keunggulan, yaitu cepat, mudah, dan dapat
dikerjakan untuk menganalisis sampel dalam jumlah banyak. Isolat bakteri yang
diuji menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi AIA yang dihasilkan. Adanya
perbedaan konsentrasi AIA ini dikarenakan bakteri yang diuji berbeda jenis dan
jumlah koloninya. Bakteri yang berbeda memiliki kemampuan kecepatan yang
berbeda pula dalam mensintesis triptofan menjadi AIA. AIA merupakan hormon
auksin endogen yang dihasilkan oleh bakteri endofit yang memiliki struktur
molekul C10H9O2N (Gambar 6) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan
tanaman. AIA banyak ditemukan di jaringan meristem atau jaringan yang aktif
membelah yaitu ujung akar, pucuk daun, bagian-bagian bunga yang aktif
berkembang, dan benjolan pada tanaman pada fase pertumbuhan aktif. Selain itu,
AIA juga berperan dalam pemanjangan pucuk batang, ujung akar, pematangan
biji, dan peningkatan bobot basah (Khairani 2009).
Gambar 6 Struktur kimia hormon AIA (Rao 1994)
Biosintesis bakteri endofit penghasil AIA distimulasi oleh adanya
triptofan. Penambahan triptofan eksogen ke dalam medium kultur berisi bakteri
dapat meningkatkan biosintesis AIA hingga 2.7 kali. Triptofan diubah menjadi
AIA oleh bakteri endofit melalui 4 jalur yaitu jalur Indole-3-acetamide (IAM),
Indole-3-piruvat (IpyA), Tryptamine (TAM), dan Indole-3-acetonitril (IAN). Jalur
IAM merupakan jalur pembentukan AIA secara langsung, tanpa senyawa
perantara (Spaepen et al. 2007).
16
Tahap pertama pada jalur IAM adalah perubahan senyawa perkursor
(triptofan) menjadi indole-3-acetamide oleh TMO (tryptophan monooxygenase)
yang disandikan oleh gen IaaM dan tahap selanjutnya yaitu perubahan indole-3acetamide menjadi asam indol-3-asetat (AIA) oleh indole-3-acetamide hydrolase
yang disandikan oleh gen IaaH. Adapun enzim kunci pada biosintesis AIA
melalui jalur IAM adalah enzim TMO (Spaepen et al. 2007). Gen IaaM maupun
IaaH telah banyak dikarakterisasi dari bakteri yang simbion pengikat nitrogen,
seperti spesies Rhizobium dan Brandyrhizobium maupun bakteri patogen tanaman,
seperti Agrobacterium tumefaciens, P. savastanoi, dan P. agglomerans (Spaepen
& Vanderleyden 2011). Selain itu, ketika kondisi tertentu, triptofan diubah oleh
bakteri endofit menjadi indol menggunakan enzim triptofanase. Enzim
triptofanase mendegradasi molekul asam amino triptofan menjadi asam piruvat,
ammonia, dan indol. Gugus indol pada AIA dideteksi dengan pereaksi Salkowski
sehingga menghasilkan warna. Reagen ini dapat bereaksi dengan asam indol
piruvat yang terakumulasi dalam filtrat yang diuji hingga menyebabkan
terbentuknya warna merah muda (Yurekli et al 2003).
Pengukuran AIA dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 530 nm. Panjang gelombang tersebut memberi serapan maksimum pada
warna yang dibentuk oleh pereaksi Salkowski. Warna yang terbentuk dari reaksi
antara pereaksi Salkowski dengan sampel memiliki intensitas yang berbeda. Warna
yang pekat seperti merah muda gelap menunjukkan konsent rasi bakteri endofit yang
cukup tinggi dibandingkan dengan larutan yang memiliki warna merah muda
terang. Hasil pengukuran AIA ini dibandingkan dengan standar AIA. Absorbansi
AIA yang melebihi absorbansi standar perlu dilakukan pengenceran 1: 2. Analisis
kuantitatif produksi AIA yang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat
bakteri endofit A2.1 berwarna merah muda gelap dengan nilai absorbansi yang
melebihi nilai absorbansi standar AIA sehingga dilakukan pengenceran 1: 2.
Gambar 7 Lintasan sintesis AIA pada sel bakteri (Spaepen et al. 2007)
17
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi HCN
Menurut Agustiansyah et al. (2013), senyawa HCN merupakan salah satu
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas spp. dan bersifat
antimikrob. Perubahan warna kertas saring terjadi akibat adanya reaksi antara
asam piktat (Na2CO3) dan sianida yang dihasilkan oleh bakteri menjadi bentuk
natrium sianida (NaCN). NaCN terbentuk melalui penyerapan gas sianida oleh
NaOH atau Na2CO3 melalui reaksi antara natrium dan amonia yang awalnya
terbentuk NaNH2 yang akan bereaksi dengan karbon dan akan menghasilkan
natrium sianamida (Na2NCN) dan akhirnya terbentuk NaCN, salah satu jenis dari
sianida. Keuntungan metode ini adalah mampu mendeteksi produksi sianida
sampai tingkat yang paling rendah. Produksi sianida juga dipengaruhi oleh glisin.
Penambahan glisin pada medium mampu meningkatkan produksi sianida. Selain
itu, oksigen juga berpengaruh terhadap pembentukan sianida. Bakteri
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan sianida pada keadaan kadar oksigen
rendah, sedangkan isolat Bacillus cenocipacea tidak mampu menghasilkan sianida
dengan kadar oksigen yang rendah (Ryall et al. 2008). Analisis kualitatif produksi
HCN yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa 8 isolat bakteri endofit
tidak dapat memproduksi HCN.
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Isolasi DNA adalah proses pengeluaran DNA atau ekstraksi yang
dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis
untuk mencegah kerusakan DNA (Yuwono 2006). Hasil isolasi DNA dit
CABAI MERAH PENGHAMBAT Colletotrichum capsici
LU’LU’ ATUL FITRIYAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penapisan dan
Identifikasi Bakteri Endofit Cabai Merah Penghambat Colletotrichum capsici
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lu’lu’ Atul Fitriyah
NIM G84110033
ABSTRAK
LU’LU’ ATUL FITRIYAH. Penapisan dan Identifikasi Bakteri Endofit Cabai
Merah Penghambat Colletotrichum capsici. Dibimbing oleh SYAEFUDIN, IFA
MANZILA, dan DWI NINGSIH SUSILOWATI.
Cabai merah menjadi salah satu komoditas pertanian penting yang
dibudidayakan di Indonesia. Adanya kenaikan maupun penurunan produksi cabai
merah yang fluktuatif disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. Salah satu agen
biokontrol untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan bakteri endofit.
Bakteri endofit yang mampu memproduksi Asam Indol Asetat (AIA) dapat
meningkatkan pertahanan tanaman terhadap patogen. Penelitian ini bertujuan
mengisolasi, mengarakterisasi, dan mengidentifikasi isolat bakteri endofit
tanaman cabai merah yang memiliki aktivitas sebagai penghasil AIA yang mampu
menghambat patogen Colletotrichum capsici. Sebanyak 109 isolat bakteri endofit
asal BB Biogen dan Hama Proteksi Tanaman IPB telah dianalisis. Isolat dengan
kode B6.2 merupakan isolat yang dapat menghambat C. capsici tertinggi yaitu
75% dan isolat dengan kode A27 mampu menghasilkan AIA tertinggi yaitu 70.41
ppm. Pengujian ke-8 isolat bakteri endofit menunjukkan 3 isolat bakteri endofit
potensial, yaitu A4.2, B6.2, dan D11.1. Berdasarkan hasil sekuensing gen 16S
rRNA diketahui isolat A4.2 termasuk dalam genus Pseudomonas serta isolat B6.2
dan D11.1 termasuk dalam genus Bacillus.
Kata kunci: bakteri endofit, produksi AIA, patogen Colletotrichum capsici
ABSTRACT
LU’LU’ ATUL FITRIYAH. Screening and Identification Endophytic Bacteria
Red Chili that has Inhibit Colletotrichum capsici. Supervised by SYAEFUDIN,
IFA MANZILA, and DWI NINGSIH SUSILOWATI
Red chili is one of the important cultivated comodities in Indonesia. The
fluctuating increase and decrease of red chili production is caused by
Colletotrichum sp. pathogen. One of the biocontrol agents to solve the problem is
endophytic bacteria. Endophytic bacteria that can produce Indole Acetic Acid
(IAA) can increase plant’s defense from the pathogen. This research’s purposes
areto isolate, characterize, and identify endophytic bacteria isolate from red chili
that has AIA-producing activity and can inhibit Colletotrichum capsici. There are
109 endophytic bacteria isolates from BB Biogen and Bogor Agricultural
University Departement of Plant and Protection that have been analyzed. B6.2
isolate is the highest isolate that has inhibit C. capsici which is 75% and A27
isolate produces the most amount of AIA which is 70.41 ppm. After the 8th test
endophytic bacteria isolates, it shows that there are 3 potential endophytic
bacteria isolates which are A4.2, B6.2, and D11.1. Based on the result of
sequencing 16S rRna gene known that isolate A4.2 classified into Pseudomonas
genus, B6.2 and D11.1 isolates are classified into Bacillus genus.
Keywords: endophytic bacteria, IAA production, Colletotrichum capsici pathogen
PENAPISAN DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ENDOFIT
CABAI MERAH PENGHAMBAT Colletotrichum capsici
LU’LU’ ATUL FITRIYAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah
Penapisan dan Identifikasi Bakteri Endofit Cabai Merah Penghambat
Colletotrichum capsici.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Syaefudin, SSi, MSi, Ibu Dr
Ifa Manzila, MSi, dan Ibu Dwi Ningsih Susilowati, STP, MSi selaku pembimbing
yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Jajang, Bapak Ughi, Ibu Aminah, dan Kak Sherly
beserta seluruh staf Laboratorium Mikrobiologi Konservasi Mikroorganisme BB
Biogen yang telah membantu selama pengumpulan data penelitian. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, sahabat dekat, serta temanteman Biokimia angkatan 48, keluarga HKRB untuk segala doa, kasih sayang dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Lu’lu’ Atul Fitriyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
2
2
2
3
8
8
13
18
18
19
19
22
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Pengujian antagonis bakteri endofit terhadap C. capsici
Analisis kuantitatif AIA isolat bakteri endofit
Analisis kualitatif HCN isolat bakteri endofit
Konsentrasi dan kualitas DNA 8 isolat bakteri endofit pada λ260 nm
dan λ280 nm
Identifikasi isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
10
10
11
11
12
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Skema pengujian antagonis antara bakteri endofit (garis lurus) dengan
patogen C. capsici (bulat abu-abu) dalam cawan petri
Jumlah isolat bakteri endofit cabai merah yang diisolasi dari akar,
batang, dan daun
Pengujian antagonis bakteri endofit (a) mampu menghambat, (b) sangat
menghambat, dan (c) tidak mampu menghambat C. Capsici
Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27 (2)
isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat B1.2
(7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27 (2)
isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat B1.2
(7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Struktur kimia hormon AIA
Lintasan sintesis AIA pada sel bakteri
Standar AIA
6
9
10
12
12
15
16
28
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Bagan alir penelitian
Delapan isolat bakteri endofit cabai merah penghasil AIA
Hasil seleksi dan karakterisasi 109 isolat bakteri endofit cabai merah
Deret standar AIA dari larutan standar
Pengukuran absorbansi standar AIA λ 530 nm
Analisis kuantitatif AIA 8 isolat bakteri endofit
Sekuens gen 16S rRNA isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
22
23
24
27
27
28
29
PENDAHULUAN
Tanaman cabai, seperti cabai rawit, cabai merah, paprika, dan cabai hias
merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dibudidayakan oleh
petani. Cabai merah (Capsicum annum L.) biasa digunakan sebagai bumbu dapur
atau rempah-rempah. Tanaman cabai merah mengandung kalori, protein, lemak,
kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1, C, dan kapsidiol. Cabai merah juga
mengandung antioksidan yang berfungsi untuk menjaga tubuh dari radikal bebas
dan Lasparaginase serta Capsaicin yang berperan sebagai zat antikanker
(Prajnanta 2001).
Kebutuhan cabai merah pada tahun 2010 sebanyak 317 400 000 kg per
tahun (Kementerian Pertanian 2013). Produksi cabai merah pada tahun 2009
sebesar 7.04 ton/ha, sedangkan tahun 2010 hanya mencapai 3.83 ton/ha (BPS
2011). Produksi cabai merah nasional tahun 2011 sebesar 888 852 ton dan tahun
2012 terjadi kenaikan 7.28% menjadi sebesar 935 557 ton (Kementerian Pertanian
2013). Adanya kenaikan maupun penurunan produksi cabai merah yang fluktuatif
disebabkan oleh gangguan penyakit yang menyerang cabai merah. Salah satu
gangguan penyakit yang menyerang tanaman cabai sejak tanaman disemaikan
sampai dipanen adalah antraknosa (Hidayat et al. 2004).
Penyakit antraknosa disebabkan oleh patogen Colletotrichum sp. Penyakit
ini menyebabkan buah akan gugur sebelum dipanen dan busuk ketika sudah
dipanen sehingga dapat menurunkan produksi cabai merah sebesar 45-60%
(Hidayat et al. 2004). Penggunaan pestisida untuk tujuan pengendalian hama dan
penyakit tanaman masih merupakan cara yang paling disukai oleh petani.
Penggunaan pestisida yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya residu
pada bahan makanan, pencemaran lingkungan, dan munculnya hama dan patogen
yang resisten terhadap suatu pestisida. Pengendalian ramah lingkungan perlu
dikembangkan untuk mengatasi dampak negatif tersebut. Salah satu alternatifnya
dengan pemanfaatan agen biokontrol berupa bakteri antagonis atau bakteri endofit
(Suryadi et al. 2013).
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup dan berasosiasi dengan
jaringan tanaman tanpa memberikan kerugian pada tanaman tersebut. Beberapa
kelebihan bakteri endofit diantaranya mikroorganisme ini banyak terdapat di tanah
atau jaringan tanaman sehat, produksi massal lebih mudah dan lebih cepat
daripada mikroorganisme lain, seperti jamur (Yadi et al. 2013). Bakteri endofit
menguntungkan tanaman inangnya dengan cara menstimulasi pertumbuhan
tanaman, memfiksasi nitrogen, dan meningkatkan sistem pertahanan tanaman
terhadap gangguan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan bakteri endofit mampu
memproduksi senyawa antibakteri, enzim, asam salisilat, etilena, dan senyawa
sekunder yang berperan dalam menginduksi ketahanan tanaman (Marwan et al.
2011).
Tanaman tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam mensintesis
hormon endogenus untuk memicu pertumbuhannya agar optimal, tetapi
persediaan hormon eksogenus dalam tanaman dipengaruhi oleh keseimbangan
hormon endogenus. Beberapa bakteri endofit dapat menghasilkan hormon yang
merangsang pertumbuhan tanaman. Salah satu hormon yang dihasilkan oleh
2
bakteri endofit yang berperan dalam merangsang hormon pemacu pertumbuhan
tanaman adalah hormon AIA. Bakteri penghasil hormon AIA berpotensi untuk
bergabung dengan beberapa proses fisiologi tanaman dengan cara memasukkan
AIA yang dihasilkannya ke tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman. Beberapa bakteri endofit pernah diisolasi dari jaringan tanaman pangan,
seperti tanaman padi, jagung, dan tebu (Khairani 2009). Isolasi dan identifikasi
bakteri endofit dari tanaman cabai merah penghasil AIA dalam menghambat
patogen C. capsici belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk menguji keefektifan fitohormon yang dihasilkan cabai merah tersebut.
Penelitian yang dilakukan meliputi isolasi, karakterisasi, dan identifikasi
bakteri endofit tanaman cabai merah yang memiliki aktivitas sebagai penghasil
AIA yang mampu menghambat patogen C. capsici. Penelitian ini bertujuan
mendapatkan isolat bakteri endofit potensial untuk pengendalian patogen C.
capsici sehingga dapat digunakan sebagai agen biokontrol. Penelitian ini
diharapkan mendapatkan bakteri endofit potensial yang mampu menghambat
patogen C. capsici pada tanaman cabai merah melalui peningkatan pembentukan
AIA sehingga memberikan respon ketahanan tanaman.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu isolat bakteri
endofit cabai merah koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen) dan cabai merah koleksi Hama dan
Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor (HPT IPB) dari akar, batang, dan daun,
larutan sodium hipoklorit 5% dan 20%, etanol 70%, Gentian violet, L-triptofan,
reagen Salkowski, lugol iodin, larutan Fuchin, kentang, akuades, dextrose, isolat
Colletotrichum capsici, buffer STE (100 mM NaCl, 10 mM Tris-HCl, 1 mM EDTA
pH 8), kit lisis sel, primer 63F (forward) dan primer 1387R (reverse), DNA
polymerase (Go Taq Green Master Mix-Promega), loading dye 6x, dan marker
ladder 1 kb.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sentrifus Legend
Micro 21R (Amerika Serikat), spektrofotometer UV-visible Hitachi U-2800
(Jepang), kabinet laminar air flow, shaker incubator IKA KS 260 Basic (Jerman),
oven, autoklaf Wiseclave (Jerman), kuvet, cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes,
pipit Mohr, gelas ukur, gelas piala, kaca objek, bunsen, inkubator, kertas saring,
mikroskop cahaya Olympus BX-51 (Jepang), mortar, labu ukur, mesin PCR Esco
(Singapura), freezer, microwave, pengaduk magnetik, vortex, waterbath,
microsyringe, pinset, dan elektroforesis gel agarosa Shasugi (Jepang).
3
Metode Penelitian
Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu
isolasi bakteri endofit cabai merah, uji hipersensitivitas, uji hemolisis, uji
antagonis terhadap patogen C. capsici, pewarnaan Gram, analisis kuantitatif
produksi AIA, uji HCN, isolasi DNA, amplifikasi gen 16S rRNA, dan identifikasi
isolat bakteri endofit potensial.
Pembuatan Media
Media Agar-agar King’s B (Schegel 1993). Sebanyak 20 g protease
pepton, 15 mL gliserol, 1.5 g KH2PO4, 1.5 g MgSO4.7H2O dilarutkan dalam 1000
mL akuades dalam Erlenmeyer. Setelah tercampur secara merata, ditambahkan 20
g bacto agar. Setelah semuanya larut, larutan di autoklaf pada suhu 121oC selama
1 jam. Selanjutnya media yang sudah diautoklaf, dituang secukupnya ke dalam
cawan petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Nutrient Broth (NB) cair (Schegel 1993). Sebanyak 6.5 g Nutrient
Broth (NB) dilarutkan dalam 500 mL akuades dalam Erlenmeyer dan
dihomogenkan sampai merata. Media NB cair tersebut ditambahkan 10 g bacto
agar untuk media NA dan dapat juga dioven sampai larut dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi untuk media agar miring. Setelah itu, media di autoklaf pada
suhu 121oC selama 1 jam.
Media Potato Dextrose Agar (PDA) (Schegel 1993). Komposisi media
PDA terdiri atas campuran air rebusan kentang kentang 200 g, bacto agar 20 g,
dextrose agar 20 g, dan akuades 1000 mL. Sebanyak 200 g kentang direbus
dengan 500 mL akuades. Setelah mendidih, air rebusannya disaring dan
ditambahkan dengan akuades sampai volume akhirnya 1000 mL. Lalu,
ditambahkan 20 g dextrose agar, dan 20 g bacto agar, diaduk sampai merata.
Setelah semuanya larut, larutan di autoklaf pada suhu 121oC selama 1 jam.
Selanjutnya media yang sudah diautoklaf, dituang secukupnya ke dalam cawan
petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Agar Darah (Blood Agar) (Gerhardt et al. 1994). Sebanyak 40 g/
L Blood Agar Base (BBL) dicampurkan dengan 1 L akuades dalam Erlenmeyer.
Setelah tercampur merata, larutan di autoklaf suhu 121oC selama 1 jam. Lalu,
ditambahkan dengan darah domba steril yang telah didefibrinasi sebanyak 70 mL/
L. Selanjutnya media dihomogenkan, lalu dituang secukupnya ke dalam cawan
petri. Cawan petri yang sudah berisi media padat disimpan pada suhu 4oC.
Media Glisin (Godinho et al. 2010). Sebanyak 3.25 g NB dilarutkan dalam
250 mL akuades dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 1.1 g glisin. Setelah
semuanya tercampur, ditambahkan 5 g bacto agar. Kemudian dioven sampai larut
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi ditutup dengan kapas dan
kertas alumunium foil. Tabung reaksi yang sudah berisi media padat di autoklaf
pada suhu 121oC selama 1 jam. Setelah itu, tabung reaksi di miringkan supaya
terbentuk media glisin.
Pembuatan Larutan
Pereaksi Salkowski (Patten & Glick 2002). Pereaksi Salkowski dibuat
dengan melarutkan 10 mL FeCl3.6H2O dalam 500 mL akuades. Lalu,
ditambahkan 200 mL asam sulfat pekat dan ditera menggunakan akuades sampai
4
volume akhirnya 500 mL. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam botol gelap
yang dilapisi alumunium foil dan disimpan di tempat yang gelap.
Larutan Standar AIA (Patten & Glick 2002). Sebanyak 0.1 g standar
AIA dilarutkan ke dalam 100 mL akuades ke dalam gelas piala. Kemudian
ditambahkan 30 mL etanol sedikit demi sedikit hingga homogen. Setelah itu,
larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditera menggunakan
akuades.
Larutan KOH (Chandra & Mani 2011). Sebanyak 1.5311 g KOH
dilarutkan ke dalam 50 mL akuades ke dalam labu Erlenmeyer dan dihomogenkan
hingga merata. Setelah itu, Erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil.
Larutan L-Triptofan (Gupta et al. 2012). Sebanyak 2 g L-triptofan
dilarutkan dengan akuades steril hingga mencapai volume akhir 100 mL
kemudian disterilkan dengan autoklaf suhu 121oC. Larutan L-Triptofan disaring
dengan milipore 0.45 μm hingga larutan L-Triptofan berwarna jernih.
Larutan Asam Pikrat (Godinho et al. 2010). Sebanyak 0.5 g asam pikrat
ditimbang dan dicampurkan dengan 2 g Na2SO4. Kemudian dilarutkan dalam 100
mL akuades. Setelah itu, media dihomogenkan dan diautoklaf pada suhu 121oC.
Sterilisasi Sampel (Manurung et al. 2014)
Sampel yang digunakan adalah tanaman cabai merah koleksi Dr Ifa
Manzila, BB Biogen dan koleksi HPT IPB. Jaringan akar, batang, dan daun dari
masing-masing tanaman cabai merah dipotong ± 1 cm. Potongan tersebut dicuci
dengan akuades steril sebanyak 5 kali. Selanjutnya, potongan akar, batang, dan
daun disterilisasi dengan perlakuan yang berbeda. Jaringan daun dan akar
disterilisasi dengan larutan sodium hipoklorit 20% selama 20 menit, lalu
disterilkan dengan alkohol 70%, dan kembali dicuci dengan akuades steril
sebanyak 5 kali. Jaringan batang disterilisasi dengan larutan sodium hipoklorit
20% selama 5 menit, lalu disterilkan dengan alkohol 70%, dan kembali dicuci
dengan akuades steril sebanyak 5 kali.
Isolasi Bakteri Endofit Tanaman Cabai Merah (Munif et al. 2012)
Sebanyak 2.64 g akar, 5.00 g batang, dan 3.10 g daun cabai merah
dihancurkan sampai halus dalam mortar steril dengan penambahan akuades steril
di kabinet laminar air flow. Sebanyak 1 mL masing-masing suspensi akar, batang,
dan daun cabai merah dicampur dengan 9 mL air steril dalam tabung reaksi dan
dihomogenkan dengan vortex. Suspensi akar, batang, dan daun selanjutnya
diencerkan secara seri dengan konsentrasi 101, 102, 103, 104, dan 105. Selanjutnya,
sebanyak 0.1 mL dari masing-masing pengenceran disebar pada medium agaragar King’s B dan diinkubasi selama ± 2 hari pada suhu ruang. Setelah itu, jumlah
koloni bakteri yang terbentuk dihitung dari pengenceran yang paling encer yaitu
105, 104, dan 103.
Peremajaan Isolat Bakteri Endofit (Desriani et al. 2013)
Koloni bakteri endofit yang tumbuh pada media isolasi kemudian
dilakukan pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan menginokulasikan isolat
menggunakan ose steril pada media padat NA dengan metode kuadran dan
diinkubasi selama 1-2 hari pada suhu ruang. Koloni tunggal yang sudah tumbuh
diremajakan dalam media agar miring. Biakan diinkubasi selama 1-2 hari pada
5
suhu ruang. Pengerjaan dilakukan secara aseptik dalam ruang kabinet laminar air
flow.
Peremajaan Isolat Patogen Colletotrichum capsici (Siregar 2009)
Isolat C. capsici yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari koleksi
IPBCC. Isolat C. capsici ditumbuhkan pada media PDA sebanyak 4 cawan petri
dan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 hari. Isolat C. capsici yang telah
diremajakan siap digunakan untuk pengujian selanjutnya.
Pengujian Hipersensitivitas (Wulandari et al. 2012)
Pengujian hipersensitivitas dilakukan terhadap semua bakteri yang telah
diisolasi dari jaringan akar, batang, dan daun tanaman cabai merah. Uji
hipersensitivitas dilakukan dengan menyuntikkan suspensi bakteri endofit
sebanyak 1 mL dengan microsyringe ke daun tembakau hingga membasahi ruang
antar sel. Pengamatan dilakukan setelah 48 jam dengan melihat gejala nekrotik
pada daun tembakau. Hasil positif ditunjukkan dengan berubahnya warna hijau
daun menjadi kuning kering.
Pengujian Hemolisis (Akhdiya 2014)
Uji ini dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri endofit ke
permukaan media agar darah. Setelah diinkubasi selama 1-5 hari pada suhu ruang,
dilakukan pengamatan ada atau tidaknya aktivitas hemolisis di sekitar koloni
bakteri. Isolat-isolat yang tidak menunjukkan aktivitas hemolisis dipilih sebagai
bahan percobaan berikutnya.
Pengujian Antagonisme Bakteri Endofit terhadap Patogen C. capsici (Harni
et al. 2014)
Uji antagonis dilakukan dengan pengujian dual culture antara patogen
dengan bakteri endofit dalam cawan petri yang berisi medium PDA, kemudian
dibuat garis tengah. Isolat patogen C. capsici diletakkan di tengah cawan petri dan
isolat bakteri endofit diletakkan 1 cm dari tepi cawan petri yang berdiameter 9 cm
(Gambar 1). Biakan tersebut diinkubasikan pada suhu 25oC. Pertumbuhan jamur
diamati setiap hari selama 7 hari. Kemampuan antagonis bakteri endofit
ditentukan dengan menghitung pertumbuhan miselium patogen C. capsici dengan
rumus:
Keterangan:
I: persentasi zona penghambat pertumbuhan (%)
r1: jari-jari patogen atau miselia hingga tepi zona hambat (cm)
r2: jari-jari patogen atau miselia sampai tepi bakteri endofit (cm)
6
Gambar
1 Skema pengujian antagonis antara bakteri endofit (garis lurus)
dengan patogen C. capsici (bulat abu-abu) dalam cawan petri
Karakterisasi Bakteri Endofit Potensial terhadap Patogen C. capsici
Pendugaan Jenis Gram Bakteri (Chandra & Mani 2011). Larutan
KOH diteteskan secukupnya pada kaca preparat. Satu ose koloni bakteri
dicampurkan ke dalam larutan KOH tersebut dan dilihat pembentukan lendir
dengan cara ditarik berlawanan arah. Adanya lendir menunjukkan jenis Gram
bakteri tersebut adalah negatif, tetapi jika tidak terbentuk lendir maka diduga jenis
Gram bakteri tersebut positif.
Analisis Kuantitatif Kadar AIA (Patten & Glick 2002)
Pembiakan Bakteri pada Media NB Cair. Sebanyak 2 g triptofan
dituangkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 100 mL akuades yang telah
disterilisasi. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer kosong yang
steril dengan menggunakan micropore dan syringe. Sebanyak 1 mL larutan
triptofan dipindahkan ke dalam tabung ulir menggunakan pipet mikro dan
disimpan di dalam inkubator bergoyang selama ± 24 jam.
Pengukuran Standar AIA. Masing-masing larutan standar dibuat dengan
konsentrasi 1, 5, 10, 20, 40, 80, 100 mg/ mL. Kemudian ditambahkan 4 mL
pereaksi Salkowski ke dalam larutan standar tersebut dan dihomogenkan dengan
vortex. Larutan diinkubasi selama 1 jam dan diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer pada λ= 530 nm.
Pengukuran Sampel. Biakan pada media NB cair yang telah disimpan di
dalam inkubator bergoyang, masing-masing dimasukkan ke dalam tiga tabung
mikro steril, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm pada suhu 4°C
selama 10 menit. Supernatan diambil sebanyak 2 mL dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi menggunakan pipet mikro dan ditambahkan 4 mL pereaksi
Salkowski. Campuran dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi selama 1 jam.
Larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan λ= 530 nm.
Konsentasi IAA dari isolat dapat dihitung dari persamaan regresi kurva standar.
Analisis Kualitatif Produksi HCN (Godinho et al. 2010)
Isolat bakteri uji ditumbuhkan pada media nutrient agar miring berisi 4.4
g/ L glisin. Potongan kertas saring yang telah direndam larutan asam pikrat 0.5%
dalam 2% Na2SO4 ditempelkan di bagian dalam sumbat tabung reaksi, kemudian
tabung di-seal dan diinkubasi selama ± 72 jam. Produksi HCN diindikasikan
dengan perubahan warna kertas strip saring dari kuning menjadi merah.
7
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Isolasi DNA (Kochar et al. 2009). Isolasi DNA dilakukan dengan kit
(Wizard DNA Genome Purification Kit-Promega). Isolat bakteri endofit potensial
diambil dengan ose steril, lalu disuspensikan dalam 10 mL media NB dan
disimpan di dalam inkubator bergoyang selama ± 24 jam. Setelah itu, kultur
dipindahkan ke tabung Eppendorf sebanyak 1.5 mL. Kultur bakteri kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit dengan suhu 4°C.
Supernatan yang terbentuk dibuang dan peletnya disimpan untuk proses
berikutnya. Pelet yang merupakan bakteri Gram positif ditambahkan EDTA 50
mM sebanyak 480 μL dan lisozim 10 mg/ mL sebanyak 100 μL kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC selama 60 menit. Setelah diinkubasi, campuran
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 10000 g selama 6 menit, kemudian
dibuang supernatannya. Pelet dari hasil sentrifugasi disimpan untuk tahap lisis sel.
Bakteri dengan Gram negatif langsung masuk ke tahap lisis sel. Bakteri
Gram positif maupun bakteri Gram negatif ditambahkan nucleid lysis solution
sebanyak 600 μL kemudian dikocok perlahan menggunakan pipet mikro.
Campuran tersebut lalu diinkubasi di atas waterbath suhu 80oC selama 5 menit
dan didiamkan pada suhu kamar. Setelah dingin ditambahkan RNAse solution mix
sebanyak 2 μL dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 45 menit untuk dilanjutkan
ke tahap presipitasi protein.
Sebanyak 200 μL protein precipitation solution ditambahkan pada
campuran tersebut, diinkubasi di penangas es selama 5 menit kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 g selama 6 menit. Supernatan yang
terbentuk dipindahkan dalam tabung Eppendorf baru yang berisi 600 μL
isopropanol absolut lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10000 g selama
6 menit dan diambil supernatannya. Supernatan tersebut ditambahkan etanol 70%
sebanyak 600 μL dan disentrifugasi pada kecepatan 10000 g selama 6 menit.
Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang dan peletnya dikeringkan selama 30
menit kemudian disuspensi kembali dengan 20 μL rehydration solution dan
disimpan dalam freezer.
Analisis Kuantitatif DNA dengan Nanodrop (Thermo Fisher Scientific
2009). Sebanyak 2 μL larutan TE dipipet ke dalam lubang ukur kemudian
nanodrop ditutup dan ditekan tombol read blank pada komputer. Buffer TE yang
tersisa dibersihkan dengan kertas tisu. Sampel DNA dipipet sebanyak 2 μL ke
dalam lubang ukur, kemudian menu read sample diklik. Hasil pengukuran berupa
nilai konsentrasi DNA akan muncul dalam satuan ng/μL. Kemurnian DNA dapat
dilihat berdasarkan nilai nisbah nilai absorbansi DNA pada λ= 260 nm dengan
nilai absorbansi DNA pada λ= 280 nm.
Elektroforesis Hasil Isolasi DNA (Sambrook & Russel 2001).
Pembuatan gel dilakukan dengan cara melarutkan 1.2 % agarosa dalam larutan 1 x
buffer TAE lalu dipanaskan hingga mendidih agar agarosa terlarut. Loading dye
dipipet sebanyak 1 μL dan diletakkan di atas parafilm. DNA hasil isolasi
ditambahkan ke dalam loading dye kemudian diresuspensi. Campuran DNA hasil
isolasi dan loading dye dimasukkan ke dalam sumur-sumur gel agarosa. Gel
agarosa kemudian dijalankan pada tegangan 110 V selama ± 30 menit. Gel
agarosa yang telah dijalankan kemudian diangkat dan direndam di dalam EtBr
selama 10 menit. Gel agarosa dipindahkan dan direndam kembali di dalam larutan
8
akuades selama 5 menit. Setelah direndam, gel agarosa diangkat dan disimpan di
dalam UV-translluminator untuk dilihat hasilnya.
Amplifikasi Gen 16S rRNA (Jha et al. 2012). Gen penyandi 16S rRNA
diamplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer 63F (forward) dan
primer 1387R (reverse). Primer 63F terdiri atas susunan basa 5’CAGGCCTAACACATGCAAGTC, sedangkan primer 1387R tersusun atas basa
5’- GGGCGGCGTGTACAAGGC. Komposisi reaksi PCR yang digunakan antara
lain Go Taq DNA polimerase 12.5 µL, primer reverse 1 µL, primer forward 1µL,
ddH2O 8.5 µL dan DNA hasil isolasi 2 µL. Campuran pereaksi dan sampel DNA
dimasukkan ke dalam mesin PCR yang telah diprogram dengan 16s rRNA. Mesin
PCR dijalankan selama 1 jam 58 menit terdiri atas tahap denaturasi I pada suhu
94oC selama 5 menit, denaturasi II pada suhu 94oC selama 1 menit 30 detik,
annealing pada suhu 55oC selama 45 detik, dan extention pada suhu 72oC selama
1 menit. Keempat tahap ini dilakukan sebanyak 29 siklus yang dilanjutkan dengan
tahap extention akhir yang dilakukan pada suhu 72oC selama 1 menit. Tahapan
terakhir dilakukan pada suhu 15oC.
Elektroforesis Hasil Amplifikasi PCR (Sambrook & Russel 2001).
Pembuatan gel dilakukan dengan cara melarutkan 1.2 % agarosa dalam larutan 1 x
buffer TAE lalu dipanaskan hingga mendidih agar agarosa terlarut. Setelah
dipanaskan, agarosa didinginkan beberapa saat lalu ditambahkan EtBr,
selanjutnya dimasukkan dalam cetakan gel dan dibiarkan hingga memadat. Gel
yang sudah terbentuk lalu direndam dengan larutan 1 x TAE buffer dalam alat
elektroforesis. Sebanyak 2 μL loading dye ukuran 1 kb dimasukkan ke dalam sumur
gel urutan pertama sebagai marker. Sampel DNA diambil sebanyak 3 μL dan
dimasukkan ke dalam sumur gel. Sampel dielektroforesis bersamaan dengan 2 μL
marker 1 kb yang telah dicampur dengan loading dye. Elektroforesis dijalankan
dengan tegangan 110 V selama ± 30 menit. Gel agarosa yang telah dijalankan
kemudian diangkat dan direndam di dalam EtBr selama 10 menit. Gel agarosa
dipindahkan dan direndam kembali di dalam larutan akuades selama 5 menit.
Visualisasi DNA dilakukan dengan menggunakan UV Illuminator ChemiDoc
Biorad dan kemudian diambil gambarnya.
Sekuensing Gen 16S rRNA (Modifikasi Jha et al. 2012). Sekuensing
dilakukan melalui jasa perusahaan sekuensing 1st Base Malaysia untuk
mengetahui jenis spesies bakteri yang didapatkan dari hasil isolasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi Bakteri Endofit
Penelitian ini menggunakan bakteri endofit yang diisolasi dari bagian akar,
batang, dan daun tanaman cabai merah. Sampel isolat yang digunakan terdiri atas
2 sampel tanaman cabai merah dari koleksi BB Biogen dan HPT IPB. Isolat dari
masing-masing tanaman cabai merah menghasilkan total isolat yang hampir sama.
9
Total kedua isolat berjumlah 109 isolat (Gambar 2). Sebanyak 57 isolat berasal
dari koleksi BB Biogen terdiri atas 27 isolat dari akar, 12 isolat dari batang, dan
18 isolat dari daun. Sebanyak 52 isolat berasal dari koleksi HPT IPB terdiri atas
11 isolat dari akar, 13 isolat dari batang, dan 28 isolat dari daun. Sebanyak 109
isolat ini memperlihatkan keragaman dari segi morfologi koloni. Bentuk koloni
isolat didominasi oleh bentuk bulat dan berwarna putih, selebihnya berwarna
kuning dan tidak beraturan (Lampiran 2). Tepi koloni bervariasi dengan tipe
cembung dan datar. Selain itu, densitas bakteri endofit tertinggi ditunjukkan oleh
isolat asal BB Biogen berasal dari sampel akar, sedangkan dari HPT IPB berasal
dari sampel daun.
Gambar 2 Jumlah isolat bakteri endofit cabai merah yang diisolasi dari akar,
batang, dan daun
Jenis Gram Isolat Bakteri Endofit
Hasil pendugaan jenis Gram bakteri endofit disajikan dalam Lampiran 3.
Berdasarkan Lampiran 3 dapat dilihat bahwa hasil pendugaan jenis Gram bakteri
menunjukkan hampir keseluruhan bakteri berjenis Gram positif. Terdapat 11
isolat dari 57 isolat koleksi BB Biogen memiliki jenis Gram negatif, sedangkan
dari koleksi HPT IPB terdapat 5 isolat dari 52 isolat berjenis Gram negatif.
Seleksi I Isolat Bakteri Endofit
Seleksi awal bakteri endofit dilakukan dengan uji HR dan uji hemolisis.
Hasil pengamatan uji HR menunjukkan sebanyak 61 isolat terdiri atas 59 isolat
sampel cabai merah dan 2 kontrol positif menunjukkan gejala nekrosis (Lampiran
3). Terdapat 7 isolat yaitu isolat A6, A17, A19, A26, A2.1, A2.2, dan A6.1 sangat
patogen yang ditandai seluruh jaringan daun tembakau yang telah diinokulasi
berubah menjadi coklat kering. Setelah uji HR, isolat bakteri endofit diuji dengan
metode uji hemolisis. Uji hemolisis isolat bakteri endofit disajikan dalam
Lampiran 3. Sebanyak 109 isolat dari sampel cabai merah menunjukkan 44 isolat
bersifat β-hemolisis, 48 isolat bersifat α-hemolisis, dan 17 γ-hemolisis.
Seleksi II Isolat Bakteri Endofit
Hasil pengujian antagonis 21 isolat bakteri endofit terhadap C. capsici
menunjukkan 8 isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan patogen
10
C. capsici dengan baik (Tabel 1), sedangkan 13 isolat, salah satunya D13 (Gambar
3c) tidak mampu menghambat pertumbuhan patogen C. capsici. Bakteri endofit
yang memiliki nilai antagonis tertinggi yaitu isolat B6.2 mampu menghambat
pertumbuhan miselium C. capsici dengan nilai persentase 75% (Gambar 3b).
Isolat A27 merupakan isolat bakteri yang memberikan hambatan tertinggi kedua
setelah isolat B6.2 dengan persentase hambatan 67% (Gambar 3a).
Gambar 3 Pengujian antagonis bakteri endofit (a) mampu menghambat, (b)
sangat menghambat, dan (c) tidak mampu menghambat C. Capsici
Tabel 1 Pengujian antagonis bakteri endofit terhadap C. capsici
Kode isolate
r1 (cm)
r2 (cm)
A27
0.3
0.8
A28
0.1
0.3
A2.1
1.2
2.0
A2.2
0.9
1.2
A4.2
0.1
0.3
B1.2
1.6
2.5
B6.2
0.4
1.1
D11.1
1.0
1.4
Keterangan:
I: persentasi zona penghambat pertumbuhan (%)
r1: jari-jari patogen atau miselia hingga tepi zona hambat (cm)
r2: jari-jari patogen atau miselia sampai tepi bakteri endofit (cm)
I (%)
67.00
20.00
66.67
33.33
20.00
50.00
75.00
40.00
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi AIA
Kemampuan isolat bakteri endofit dalam produksi AIA disajikan dalam
Tabel 2. Analisis kuantitatif produksi AIA dari 8 isolat bakteri endofit
menunjukkan seluruh isolat yang dianalisis mampu menghasilkan AIA dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi AIA tertinggi dimiliki oleh isolat
A27 yaitu 70.41 mg/ mL, sedangkan konsentrasi AIA terkecil dimiliki oleh isolat
D11.1 yaitu 16.21 mg/mL. Konsentrasi AIA tertinggi kedua dan ketiga dimiliki
oleh isolat A2.1 yaitu 68.81 mg/ mL dan isolat A4.2 sebesar 47.61 mg/ mL.
Tabel 2 Analisis kuantitatif AIA isolat bakteri endofit
Kode Isolat
A27
A28
A2.1
A2.2
A4.2
B1.2
B6.2
D11.1
Rataan absorbansi
(A)
0.433
0.293
0.253
0.185
0.319
0.237
0.150
0.162
Rataan konsentrasi
AIA (ppm)
70.41
42.41
68.81
20.67
47.61
31.14
41.22
16.21
Deviasi
0.018
0.008
0.028
0.005
0.015
0.017
0.010
0.018
11
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi HCN
Isolat bakteri endofit dianalisis secara kualitatif dengan pengujian produksi
HCN. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa semua isolat tidak memproduksi
HCN. Hasil negatif ini ditandai dengan tidak terbentuknya perubahan warna
kuning menjadi merah.
Tabel 3 Analisis kualitatif HCN isolat bakteri endofit
Kode Isolat
Perubahan warna
A27
Kuning
A28
Kuning
A2.1
Kuning
A2.2
Kuning
A4.2
Kuning
B1.2
Kuning
B6.2
Kuning
D11.1
Kuning
Keterangan:
+: menghasilkan HCN
-: tidak menghasilkan HCN
Produksi HCN
-
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Sebanyak 8 isolat bakteri endofit dielektroforesis DNAnya (Gambar 4).
Semua isolat dalam Gambar 4 menunjukka adanya pita-pita DNA yang
mengindikasikan keberhasilan isolasi DNA. Pita yang terbentuk dari masingmasing isolat hampir mempunyai ketebalan yang sama, kecuali isolat A2.2. Isolat
A2.2 memiliki pita yang tipis karena DNA yang terisolasi dari isolat tersebut
hanya sedikit. Tabel 4 menunjukkan 8 isolat bakteri endofit memiliki tingkat
kemurnian yang tinggi yaitu antara 1.93-2.22. Hal ini menunjukkan DNA yang
diisolasi berhasil karena kualitas DNA utuh, murni, dan hanya mengandung
kontaminasi protein maupun RNA yang sedikit.
Delapan isolat bakteri endofit yang telah diketahui hasil pita-pita DNAnya,
diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer 16S rRNA. Elektroforegram
hasil PCR disajikan dalam Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa
isolat A27, A28, A2.1, A2.2, A4.2, B1.2, B6.1, dan D11.1 menghasilkan pita
tunggal DNA yang berukuran ~1400 bp. Ukuran ini terdapat pada rentang ukuran
marker yang digunakan yaitu 1 kb. Hal ini menunjukkan bahwa secara kualitatif,
isolat bakteri endofit cabai merah dapat diidentifikasi menggunakan analisis
molekuler gen 16S rRNA.
Tabel 4 Konsentrasi dan kualitas DNA 8 isolat bakteri endofit pada λ260 nm dan
λ280 nm
Kode isolat
A27
A28
A2.1
A2.2
A4.2
B1.2
B6.2
D11.1
Konsentrasi
(ng/µL)
1294.4
313.5
655.3
668.0
558.6
3484.5
128.5
4813.8
A260
A280
A260/280
A260/230
25.887
6.269
13.106
13.359
11.173
69.689
2.569
96.275
12.450
3.251
6.788
6.769
5.371
32.087
1.160
45.472
2.08
1.93
1.94
1.98
2.08
2.17
2.22
2.12
1.57
2.21
2.23
2.27
1.69
2.51
2.34
2.36
12
Gambar 4 Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27
(2) isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat
B1.2 (7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Gambar 5 Elektroforegram hasil isolasi DNA (M) marker 1 kb (1) isolat A27
(2) isolat A28 (3) isolat A2.1 (4) isolat A2.2 (5) isolat A4.2 (6) isolat
B1.2 (7) isolat B6.2 (8) isolat D11.1
Identifikasi isolat bakteri endofit pada Tabel 5 dipilih berdasarkan seleksi
I, seleksi II, uji antagonis tertinggi dan AIA tertinggi. Terlihat bahwa isolat A4.2
memiliki persentase keidentikan 99.5% dengan spesies Pseudomonas stutzeri (T);
ATCC 17588; AF094748, sedangkan isolat B6.2 dan D11.1 memiliki persentase
keidentikan 100% berturut-turut dengan spesies Bacillus vallismortis (T);
DSM11031; AB021198 dan spesies Bacillus cereus (T); ATCC 14579;
AE016877. Berdasarkan nilai presentase keidentikan ini, maka diketahui bahwa
isolat A4.2 termasuk dalam bakteri genus Pseudomonas, sedangkan isolat B6.2
dan D11.1 termasuk dalam bakteri genus Bacillus.
Tabel 5 Identifikasi isolat A4.2, B6.2, dan D11.1
Kode isolat
A4.2
Hasil sekuensing
Pseudomonas stutzeri (T); ATCC 17588;
AF094748
% Homologi
99.5
B6.2
Bacillus vallismortis (T); DSM11031; AB021198
100
D11.1
Bacillus cereus (T); ATCC 14579; AE016877
100
13
Pembahasan
Isolasi Bakteri Endofit
Tahap awal sebelum melakukan isolasi bakteri endofit adalah sterilisasi
permukaan. Penggunaan prosedur sterilisasi permukaan yang tepat dan efektif
berfungsi untuk menjamin isolat yang dihasilkan adalah murni bakteri endofit dan
hasil penelitian tidak tercampur oleh bakteri rhizosfer dan filoplan. Pembersihan
akar, batang, dan daun cabai merah dilakukan untuk menghilangkan kotoran dan
bakteri kontaminan dari permukaan jaringan tanaman sehingga pada tahap isolasi
bakteri endofit akan diperoleh isolat murni bakteri endofit. Sodium hipoklorit
berfungsi untuk menghilangkan kotoran, bakteri, dan cendawan yang ada pada
jaringan tanaman sehingga ketika dikulturkan dalam medium tidak tumbuh bakteri
dan cendawan kontaminan di sekitarnya (Hart 2005).
Isolasi merupakan tahap awal dari suatu eksplorasi bakteri untuk uji
kualitatif untuk memperoleh isolat biakan bakteri murni serta uji kuantitatif,
seperti pengukuran kadar IAA dan isolasi DNA. Hasil isolasi bakteri endofit
menunjukkan tingginya bakteri endofit berasal dari sampel akar. Tingginya
densitas bakteri endofit akar ini disebabkan karena daerah akar di dalam tanah
menyebabkan bakteri di dalamnya relatif lebih terlindung dari fluktuasi suhu
udara dan lebih terjamin ketersediaan airnya (Munif et al. 2012). Menurut
Hallman & Berg (2006), densitas bakteri endofit pada akar kapas, jagung manis,
serta bit dilaporkan mencapai 106 CFU/g, sedangkan pada batang dan daun
densitas bakteri endofit berturut-turut mencapai 104 dan 103 CFU/g. Perbedaan
hasil isolat dari kedua sampel dikarenakan sampel tanaman cabai merah koleksi
BB Biogen sudah layu, sedangkan tanaman cabai merah koleksi HPT IPB masih
muda, sehat, dan segar. Tanaman yang masih muda dan sehat, jaringan
vaskularnya terbentuk sempurna sehingga banyak bakteri endofit. Jaringan
tanaman yang sehat dapat menghasilkan nutrien yang cukup untuk tumbuhnya
bakteri endofit. Sebaliknya, tanaman yang kurang sehat, jaringan tanaman di
dalam batang dan daun sudah ada yang rusak dan tidak dapat menghasilkan
nutrien secara maksimal untuk tumbuhnya bakteri endofit. Nutrien digunakan
sebagai biosintesis dan sumber energi untuk mendukung pertumbuhan bakteri.
Jaringan tanaman yang dikultur memerlukan unsur hara dari dalam media tumbuh
yang berguna untuk merangsang pertumbuhan serta perkembangan sel jaringan
(Pudaritadesantamaria 2004).
Jenis Gram Isolat Bakteri Endofit
Isolat bakteri dikulturkan dalam media NB cair, lalu biakkan dapat
diketahui jenis Gram bakterinya melalui metode KOH string test dengan
menggunakan larutan KOH untuk pengujiannya. Suspensi yang membentuk
lendir, lengket, dan seperti jarum jika diangkat bersama ose menunjukkan jenis
bakterinya adalah Gram negative, tetapi suspensi yang tetap encer pada saat
diangkat dengan jarum ose berarti bakteri Gram positif (Suwanda 2008). Bakteri
selalu menjaga osmolaritasnya melebihi medium. Air akan keluar dari sel jika
tekanan osmotik internal sel turun sampai di bawah tekanan osmotik eksternal
sehingga volume sitoplasma berkurang dan terjadi kerusakan pada membran.
Penambahan KOH yang memiliki viskositas lebih tinggi dibandingkan sel bakteri
akan menyebabkan sel bakteri Gram negatif pecah, cairan selnya keluar dan
14
terjadi osmosis. Pecahnya sel melepaskan materi genetik (DNA) yang melimpah
di dalam sel bakteri. Molekul DNA yang sangat panjang bersifat sticky strings
(menyerupai lendir, getah atau lengket) yang memberikan hasil seperti lendir saat
diangkat dengan jarum inokulum (Simatupang 2008). Menurut Sunatmo (2009),
jenis bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun atas 90%
peptidoglikan dan molekul lain dalam jumlah yang kecil seperti asam tekoat,
sedangkan jenis bakteri Gram negatif hanya 10% dinding selnya tersusun atas
peptidoglikan dan sebagaian besar berupa membran luar yang membentuk
lipopolisakarida (LPS).
Seleksi I Isolat Bakteri Endofit
Penapisan isolat bakteri endofit dalam penelitian ini diawali dengan uji
hipersensitivitas (HR). Wulandari et al. (2012) menyebutkan bahwa respon
hipersensitif diartikan sebagai reaksi pertahanan yang cepat dari tanaman
menghadapi patogen disertai kematian sel yang cepat pada jaringan yang telah
disuntikkan suspensi bakteri, tetapi keberadaannya tidak mempengaruhi
pertumbuhan tanaman inang. Uji HR merupakan metode yang paling baik dan
paling cepat karena bakteri patogen dapat menginduksi reaksi hipersensitif pada
daun tembakau yang disuntikkan bakteri sehingga dapat menimbulkan gejala
nekrosis pada jaringan yang diserang. Gejalanya muncul pada 24 sampai 48 jam
setelah inokulasi. Daun hijau berubah menjadi coklat nekrosis diikuti dengan
mengeringnya jaringan tersebut. Uji HR dapat dijadikan sebagai bagian
praseleksi, tetapi tidak berarti isolat yang lolos seleksi HR adalah nonfitipatogenik
terhadap semua jenis tanaman sehingga perlu dilakukan uji hemolisis dan uji
antagonis untuk menentukan isolat murni bakteri endofit.
Salah satu analisis sifat virulensi dari suatu bakteri dapat diketahui dari
fenotipenya berupa kemampuan bakteri melisiskan eritrosit. Bakteri yang mampu
melisiskan eritrosit bersifat lebih virulen dibandingkan bakteri yang tidak mampu
melisiskan eritrosit. Kemampuan bakteri untuk melisiskan eritrosit ditentukan
oleh substansi berupa protein ekstraseluler yang disebut hemolisin. Bakteri yang
memproduksi hemolisin memperlihatkan perubahan warna zona pertumbuhan
bakteri pada media agar darah. Bakteri yang memiliki kemampuan untuk merusak
eritrosit secara sempurna memperlihatkan zona bening di sekitar pertumbuhan
koloni pada media agar darah dan dikelompokkan sebagai bakteri yang bersifat βhemolisis. Namun, jika di sekitar koloni bakteri hanya memperlihatkan perubahan
warna sehingga media agar berwarna kehijauan sampai kecoklatan dan zona yang
terlihat tidak jernih dikelompokkan sebagai bakteri yang bersifat α-hemolisis serta
bakteri yang tidak memiliki kemampuan untuk merusak eritosit dikelompokkan
sebagai nonhemolisis atau γ-hemolisis (Suardana et al. 2014). Uji hemolisis
disajikan dalam Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3 diketahui bahwa sebagian
besar isolat bakteri endofit cabai merah berpotensi patogen terhadap mamalia
sehingga harus dihindari penyebarannya di lapangan. Hanya isolat bakteri yang
bersifat nonhemolisis yang dapat digunakan pada tahap selanjutnya.
Seleksi II Isolat Bakteri Endofit
Menurut Strobel dan Daisy (2003) terbentuknya zona hambat menandakan
bahwa bakteri endofit tersebut kemungkinan mengandung antibiotik sehingga
dapat digunakan untuk pengendalian patogen. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
15
bahwa hanya 8 isolat bakteri endofit yang mampu menghasilkan daya hambat
terhadap patogen C. capsici karena pertumbuhan bakteri endofit lebih aktif
daripada patogen. Selain terbentuknya zona hambat, kompetisi merupakan faktor
yang sangat penting dalam pengendalian jamur patogen oleh bakteri endofit,
kompetisi zona hambat terjadi ketika kedua organisme berada pada tempat yang
sama dan menggunakan nutrisi yang sama (Wulandari et al. 2012).
Kemampuan menginduksi ketahanan tanaman merupakan salah satu
keuntungan adanya bakteri endofit untuk melawan pertumbuhan organisme lain.
Harni & Ibrahim (2011) menyebutkan mekanisme bakteri endofit dalam
menginduksi ketahanan tanaman dilakukan dengan mengkolonisasi jaringan
dalam tanaman sehingga menstimulasi tanaman untuk meningkatkan produksi
senyawa metabolit yang berperan dalam ketahanan tanaman, seperti enzim
peroksidase, peningkatan aktifitas kitinase, dan fitoaleksin. Enzim peroksidase
dibutuhkan oleh tanaman untuk menghasilkan senyawa-senyawa pertahanan
tanaman, seperti lignin, kitin, dan beberapa senyawa penyusun dinding sel.
Fitoaleksin mampu menghambat pertumbuhan dan perkembangan patogen, seperti
Phytopthora citrophthora pada jeruk.
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi AIA
Analisis AIA dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Patten &
Glick (2002) mempunyai beberapa keunggulan, yaitu cepat, mudah, dan dapat
dikerjakan untuk menganalisis sampel dalam jumlah banyak. Isolat bakteri yang
diuji menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi AIA yang dihasilkan. Adanya
perbedaan konsentrasi AIA ini dikarenakan bakteri yang diuji berbeda jenis dan
jumlah koloninya. Bakteri yang berbeda memiliki kemampuan kecepatan yang
berbeda pula dalam mensintesis triptofan menjadi AIA. AIA merupakan hormon
auksin endogen yang dihasilkan oleh bakteri endofit yang memiliki struktur
molekul C10H9O2N (Gambar 6) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan
tanaman. AIA banyak ditemukan di jaringan meristem atau jaringan yang aktif
membelah yaitu ujung akar, pucuk daun, bagian-bagian bunga yang aktif
berkembang, dan benjolan pada tanaman pada fase pertumbuhan aktif. Selain itu,
AIA juga berperan dalam pemanjangan pucuk batang, ujung akar, pematangan
biji, dan peningkatan bobot basah (Khairani 2009).
Gambar 6 Struktur kimia hormon AIA (Rao 1994)
Biosintesis bakteri endofit penghasil AIA distimulasi oleh adanya
triptofan. Penambahan triptofan eksogen ke dalam medium kultur berisi bakteri
dapat meningkatkan biosintesis AIA hingga 2.7 kali. Triptofan diubah menjadi
AIA oleh bakteri endofit melalui 4 jalur yaitu jalur Indole-3-acetamide (IAM),
Indole-3-piruvat (IpyA), Tryptamine (TAM), dan Indole-3-acetonitril (IAN). Jalur
IAM merupakan jalur pembentukan AIA secara langsung, tanpa senyawa
perantara (Spaepen et al. 2007).
16
Tahap pertama pada jalur IAM adalah perubahan senyawa perkursor
(triptofan) menjadi indole-3-acetamide oleh TMO (tryptophan monooxygenase)
yang disandikan oleh gen IaaM dan tahap selanjutnya yaitu perubahan indole-3acetamide menjadi asam indol-3-asetat (AIA) oleh indole-3-acetamide hydrolase
yang disandikan oleh gen IaaH. Adapun enzim kunci pada biosintesis AIA
melalui jalur IAM adalah enzim TMO (Spaepen et al. 2007). Gen IaaM maupun
IaaH telah banyak dikarakterisasi dari bakteri yang simbion pengikat nitrogen,
seperti spesies Rhizobium dan Brandyrhizobium maupun bakteri patogen tanaman,
seperti Agrobacterium tumefaciens, P. savastanoi, dan P. agglomerans (Spaepen
& Vanderleyden 2011). Selain itu, ketika kondisi tertentu, triptofan diubah oleh
bakteri endofit menjadi indol menggunakan enzim triptofanase. Enzim
triptofanase mendegradasi molekul asam amino triptofan menjadi asam piruvat,
ammonia, dan indol. Gugus indol pada AIA dideteksi dengan pereaksi Salkowski
sehingga menghasilkan warna. Reagen ini dapat bereaksi dengan asam indol
piruvat yang terakumulasi dalam filtrat yang diuji hingga menyebabkan
terbentuknya warna merah muda (Yurekli et al 2003).
Pengukuran AIA dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 530 nm. Panjang gelombang tersebut memberi serapan maksimum pada
warna yang dibentuk oleh pereaksi Salkowski. Warna yang terbentuk dari reaksi
antara pereaksi Salkowski dengan sampel memiliki intensitas yang berbeda. Warna
yang pekat seperti merah muda gelap menunjukkan konsent rasi bakteri endofit yang
cukup tinggi dibandingkan dengan larutan yang memiliki warna merah muda
terang. Hasil pengukuran AIA ini dibandingkan dengan standar AIA. Absorbansi
AIA yang melebihi absorbansi standar perlu dilakukan pengenceran 1: 2. Analisis
kuantitatif produksi AIA yang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat
bakteri endofit A2.1 berwarna merah muda gelap dengan nilai absorbansi yang
melebihi nilai absorbansi standar AIA sehingga dilakukan pengenceran 1: 2.
Gambar 7 Lintasan sintesis AIA pada sel bakteri (Spaepen et al. 2007)
17
Kemampuan Isolat Bakteri Endofit dalam Produksi HCN
Menurut Agustiansyah et al. (2013), senyawa HCN merupakan salah satu
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas spp. dan bersifat
antimikrob. Perubahan warna kertas saring terjadi akibat adanya reaksi antara
asam piktat (Na2CO3) dan sianida yang dihasilkan oleh bakteri menjadi bentuk
natrium sianida (NaCN). NaCN terbentuk melalui penyerapan gas sianida oleh
NaOH atau Na2CO3 melalui reaksi antara natrium dan amonia yang awalnya
terbentuk NaNH2 yang akan bereaksi dengan karbon dan akan menghasilkan
natrium sianamida (Na2NCN) dan akhirnya terbentuk NaCN, salah satu jenis dari
sianida. Keuntungan metode ini adalah mampu mendeteksi produksi sianida
sampai tingkat yang paling rendah. Produksi sianida juga dipengaruhi oleh glisin.
Penambahan glisin pada medium mampu meningkatkan produksi sianida. Selain
itu, oksigen juga berpengaruh terhadap pembentukan sianida. Bakteri
Pseudomonas aeruginosa menghasilkan sianida pada keadaan kadar oksigen
rendah, sedangkan isolat Bacillus cenocipacea tidak mampu menghasilkan sianida
dengan kadar oksigen yang rendah (Ryall et al. 2008). Analisis kualitatif produksi
HCN yang disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa 8 isolat bakteri endofit
tidak dapat memproduksi HCN.
Identifikasi Isolat Bakteri Endofit Potensial berdasarkan Marka 16S rRNA
Isolasi DNA adalah proses pengeluaran DNA atau ekstraksi yang
dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis
untuk mencegah kerusakan DNA (Yuwono 2006). Hasil isolasi DNA dit