Efek Kepadatan Kandang Ayam Persilangan Kampung Dan Broiler Terhadap Thi, Kualitas Fisik Serta Dampaknya Pada Mikrobiologi Daging

EFEK KEPADATAN KANDANG AYAM PERSILANGAN KAMPUNG
DAN BROILER TERHADAP THI, KUALITAS FISIK SERTA
DAMPAKNYA PADA MIKROBIOLOGI DAGING

CINTIA AGUSTIN PATRIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Kepadatan
Kandang Ayam Persilangan Kampung dan Broiler terhadap THI, Kualitas Fisik
serta Dampaknya pada Mikrobiologi Daging benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Cintia Agustin Patria
NIM D151140021

RINGKASAN
CINTIA AGUSTIN PATRIA. Efek Kepadatan Kandang Ayam Persilangan
Kampung dan Broiler terhadap THI, Kualitas Fisik serta Dampaknya pada
Mikrobiologi Daging. Dibimbing oleh RUDI AFNAN dan IRMA ISNAFIA
ARIEF.
Ayam kampung merupakan salah satu ternak lokal yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai sumber penghasil daging di Indonesia. Keunggulan ayam
kampung mampu beradaptasi pada lingkungan tropis serta memiliki sistem imun
yang kuat namun kelemahannya yaitu laju pertumbuhan yang lambat. Dilain
pihak, ayam ras pedaging (broiler) adalah jenis ras unggulan hasil persilangan
bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktivitas tinggi terutama dalam
memproduksi daging. Upaya untuk mengembangkan ayam kampung dilakukan
persilangan dengan ayam broiler. Persilangan ini diharapkan menghasilkan
produksi daging dalam jumlah yang besar sekaligus melestarikan ayam kampung
sebagai Plasma Nuftah Indonesia. Manajemen lingkungan yang baik merupakan

prasyarat baik pada pemeliharaan ayam. Ruang kandang dengan tingkat kepadatan
yang tidak sesuai berdampak negatif pada performa produksi dan dapat
mengakibatkan stress yang berdampak pada penurunan produksi.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi cekaman akibat kepadatan
kandang berdasarkan THI dan mengidentifikasi pengaruh kepadatan kandang
terhadap kualitas daging yaitu fisik, mikrobiologi dan organoleptik. Sebanyak 90
DOC KB digunakan dalam penelitian ini. Ayam KB ditempatkan pada 9 petak
(ukuran 1x1 m-2) pada kandang semi closed house dengan 3 perlakuan. Setiap
perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali. Perlakuan kepadatan kandang yang
berbeda yaitu 8, 10 dan 12 ekor m-2 (P1, P2, P3). Kualitas fisik dan mikrobiologi
dianalisis menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda
Duncan. Data organoleptik diuji secara non parametrik (kruskal-walis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan kandang yang tinggi
meningkatkan nilai THI yang berkorelasi dengan meningkatnya cekaman
walaupun tidak mempengaruhi kualitas fisik dan mutu hedonik daging dada ayam
KB sehingga dapat diterima oleh konsumen. Kepadatan kandang tinggi
meningkatkan TPC, E.coli, S.aureus tetapi Salmonella tidak ditemukan. Kualitas
daging masih memenuhi standar hingga kepadatan 10 ekor m-2 berdasarkan BSN
01-3924-2009.
Kata kunci: broiler, kepadatan, kualitas daging, persilangan ayam kampung, THI


SUMMARY
CINTIA AGUSTIN PATRIA. Effect Density of Kampong-Broiler Crossbred
Chicken to THI, Physical Quality and Impact to Microbiological of Meat.
Supervised by RUDI AFNAN dan IRMA ISNAFIA ARIEF.
Kampong chickens are potential in providing meat in Indonesia. Kampong
chickens are adaptable towards tropical climates and have a relatively strong
immune system, but has disadvantage of their slow growth. On the other hand,
broiler chickens are a high-quality breed as the results of carefully selected crossbreeding of chickens with high meat productivity. To improve kampong chicken,
attempts on cross-breeding it with broiler chickens has been made. This process is
aimed to increase the quantity of meat production and also as a preservation mean
of kampong chickens as Indonesian germplasm. Environment managements is
important factor in raising chickens. Chicken with inadequate population density
may negatively affect production and cause stress, which in turn decreases
production.
This study was performed to identify the stress-coop density relationship
based on Temperature Humidity Index (THI) and the effect of coopdensity on
meat quality i.e. physical, microbiological and organoleptic. Anamount of 90
DOC of KB (Kampong-Broiler) were placed into 9 plots sized 1x1 m2 in semi
closed house that consist of 3 different densities 8, 10 and 12 birds m-2 (P1, P2

and P3) and respectively 3 replicates. Physical and microbiology meat quality data
were subjected to analysis of variance and continued to Duncan’s multiple range
test, while organoleptic data were using Kruskal-Wallis test.
The results showed that The higher density could increase the THI value
that correlated to the stress alteration, not affected to the physical and hedonic
quality of breast, nevertheless, thus it can be accepted for consumers. The higher
density could increase TPC, E.coli, and S.aureus but not found on Salmonella.
The meat quality met the standard up to the stocking density of 10 birds m-2 based
on BSN 01-3924-2009.
Keywords: broiler, meat quality, density, crosses Kampong chicken, THI

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


EFEK KEPADATAN KANDANG AYAM PERSILANGAN KAMPUNG
DAN BROILER TERHADAP THI, KUALITAS FISIK SERTA
DAMPAKNYA PADA MIKROBIOLOGI DAGING

CINTIA AGUSTIN PATRIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Niken Ulupi, MS


PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikanNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 ini Efek Kepadatan Kandang
Ayam Persilangan Kampung dan Broiler terhadap THI, Kualitas Fisik serta
Dampaknya pada Mikrobiologi Daging.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Rudi Afnan Msc Agr dan
Ibu Dr Irma Isnafia Arief SPt Msi selaku komisi pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, arahan dan saran mulai dari penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. Terima kasih Penulis ucapkan
kepada Dr Ir Niken Ulupi MS atas kesediaan waktunya menjadi penguji luar
komisi pada ujian tesis serta atas saran dan masukannya pada penulisan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Armen Patria
SE, Ibunda Mainiar SPd, adikku M.Rafsanzani Patria, terkasih Anggi Nugroho
S.Pt dan seluruh keluarga besar atas do’a, kasih sayang dan motivasinya.
Disamping itu penulis juga menyampaikan terimakasih kepada tim penelitian,
keluarga besar Pascasarjana ITP 2014 dan teman-teman lainnya atas bantuan,
kerja sama dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.


Bogor, Agustus 2016

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
3

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Peubah yang Diamati
Analisis Data

3
3
4
5

5
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
THI (Temperature Humidity Index)
Kualitas Fisik Daging Dada Ayam KB Jantan
Uji Orgnoleptik Mutu Hedonik Daging Dada Ayam KB Jantan
Kualitas Mikrobiologi Daging Dada Ayam KB Jantan

9
9
10
14
16

4 DISKUSI UMUM

21

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

22
28

DAFTAR TABEL
1 Rataan THI (Temperature Humidity Index) dalam kandang ayam KB
pada kepadatan kandang yang berbeda
2 Kualitas fisik daging dada ayam KB jantan
3 Rataan uji organoleptik mutu hedonik daging dada ayam KB jantan
4 Kualitas mikrobiologi daging dada ayam KB jantan


9
11
14
16

DAFTAR GAMBAR
1
2

Skema penelitian persilangan ayam kampung dan broiler
THI (Temperature Humidity Index) ayam KB pada kepadatan
kandang yang berbeda

4
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Hasil analisis ragam dan uji Duncan kualitas fisik daging dada ayam
KB jantan pada kepadatan kandang yang berbeda
Hasil Uji Kruskal-Wallis daging dada ayam KB jantan pada
kepadatan kandang yang berbeda
Hasil analisis ragam dan uji Duncan kualitas mikrobiologi daging
dada ayam KB jantan pada kepadatan kandang yang berbeda

28
28
29

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang sering disebut juga
ayam buras. Ayam kampung merupakan komoditas ternak unggas yang paling
dekat dengan kehidupan masyarakat di pedesaan. Sebagian besar masyarakat
memelihara ayam kampung untuk tambahan pendapatan, tetapi pemeliharaanya
secara umum masih dilakukan secara ekstensif (diumbar). Sehingga sangat rentan
terhadap serangan/wabah penyakit yang dapat menimbulkan kematian dalam
jumlah banyak. Menurut (Yaman 2010), laju reproduksi dan pertumbuhan ayam
kampung yang lambat menyebabkan terhambatnya produksi daging. Disisi lain
produk daging dan telur ayam kampung diminati oleh konsumen dengan harga
beli lebih tinggi dibandingkan harga daging dan telur ayam ras.
Ayam ras pedaging (broiler) adalah jenis ras unggulan hasil persilangan
bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktivitas tinggi terutama dalam
memproduksi daging. Ayam ras pedaging dapat dipanen dan dijual sebelum usia 6
minggu dengan berat tubuhnya hampir sama dengan tubuh ayam kampung berusia
sekitar satu tahun. Kartasudjana (2005), Bobot badan ayam ras pedaging pada
umur 4 sampai 5 minggu sekitar 1.2 sampai 1.9 kg ekor-1. Pada bobot yang sama,
karkas ayam kampung memunyai bobot lemak yang lebih rendah dibandingkan
karkas ayam ras (Ahmad dan Herman 1982).
Upaya untuk mengembangkan ayam kampung dilakukan melalui program
pemuliaan. Salah satu program pemuliaan dengan tujuan peningkatan produksi
daging dapat dilakukan melalui persilangan (crossbreeding). Persilangan
merupakan perpaduan sifat unggul yang dimiliki oleh indukan yang akan
diturunkan oleh induk pada anaknya (Gunawan dan Tike 2001). Persilangan ayam
kampung dan ayam ras pedaging dilakukan kombinasi antara kedua genetik yang
dimiliki yaitu pertumbuhan dan masak kelamin yang lebih cepat dari ayam
kampung dan bobot dewasa kelamin yang lebih berat dari ayam kampung.
Persilangan ayam kampung jantan dengan ayam ras pedaging betina
menghasilkan keturunan ayam KB (Pratiwanggana 2014). Persilangan antara
ayam kampung dengan ayam ras pedaging diharapkan mempunyai manfaat ganda
yaitu dapat memproduksi daging dalam jumlah yang besar sekaligus melestarikan
ayam kampung. Pemanfaatan sekaligus pelestarian ayam ini sesuai dengan
kebijakan Komisi Nasional Plasma Nuftah Indonesia (Utoyo 2002). Persilangan
ayam kampung dengan ayam ras pedaging diharapkan menghasilkan produksi
daging dada ayam yang menyerupai daging ayam kampung yang dipelihara dalam
waktu yang singkat.
Manajemen lingkungan yang baik merupakan prasyarat baik pada
pemeliharaan ayam. Salah satu aspek manajemen adalah tata laksana
perkandangan. Ruang kandang dengan tingkat kepadatan yang tidak sesuai
berdampak negatif pada performa produksi dan dapat mengakibatkan stress yang
berdampak pada penurunan produksi. Menurut Iskandar et al. (2009), kepadatan
kandang untuk ayam Wareng-Tangerang sebesar 8 ekor 0.405 m-2 dapat
memberikan ruang yang cukup untuk hidup sesuai dengan potensi genetik.
Standar kepadatan ayam petelur pullet adalah 15 kg m-2 atau setara dengan 6

2
sampai 8 ekor ayam pedaging dan 12 sampai 14 ekor m-2 ayam petelur pullet
(Fadilah dan Fatkhuroji 2013).
Kandang yang terlalu padat membuat ayam tidak nyaman dan
meningkatkan kompetisi dalam mendapatkan pakan, air minum maupun oksigen.
Kompetisi ini memunculkan ayam yang kalah dan menang mengakibatkan
pertumbuhan menjadi tidak seragam terutama pada ayam broiler jantan dan betina
(Zuowei et al. 2011). Hal tersebut dapat mengakibatkan produktivitas ayam tidak
optimal. Menurut Berry et al. (2008), kepadatan kandang yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah berpengaruh terhadap kualitas karkas terutama pada bagian dada
dan paha. Keadaan yang tidak nyaman juga menyebabkan ayam terluka akibat
gesekan dengan sisi-sisi kandang dan saling patuk sesama. Menurut Estevez
(2007) dampak negatif dari kepadatan yang terlalu tinggi akan berpengaruh
terhadap bobot badan, foot pad lesion, memar, perkelahian dan cekaman. Apabila
kepadatan kandang yang terlalu rendah, terjadi pemborosan ruangan dan ayam
banyak bergerak sehingga energi banyak terbuang. Selain itu, kepadatan kandang
merupakan prioritas utama dalam kesejahteraan hewan yang mempengaruhi
produk unggas (Food Marketing Institute and National Council of Chain
Restaurants 2003; Vanhonacker et al. 2008)
Daging yang berkualitas baik berciri segar, warna menarik, empuk, juice
ketika dimasak, memiliki kalori rendah dan memiliki densitas nutrisi yang tinggi
(Abustam 2012). Menurut Nugroho (2005), daging merupakan bahan pangan
yang memiliki potensi bahaya biologi, fisik dan kimia. Daging harus aman dan
terbebas dari bahan-bahan berbahaya tersebut. Cemaran biologi dapat disebabkan
oleh mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam daging dapat
mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga daging
tersebut tidak layak dikonsumsi (Siagian 2002).
Mikroorganisme yang tumbuh pada daging dapat berasal selama
pemeliharaan maupun saat proses pemotongan. Kepadatan kandang yang tinggi
akan menghasilkan ekskreta yang dapat mencemari ayam hidup melalui bulu.
Selain itu, proses pemotongan yang tidak higienis dapat pula mengakibatkan
kontaminasi silang pada daging melalui saluran pencernaan. Menurut Asmorowati
et al. (2014), salah satu aspek yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu
kontaminasi oleh mikroorganisme yaitu higiene dan sanitasi. Pada saat
pemotongan higiene sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan, agar bahan
pangan tidak tercemar. Sedangkan sanitasi tempat pemotongan dilakukan untuk
pengendalian kondisi lingkungan sejak penanganan bahan baku sampai proses
distribusi (Hariyadi dan Ratih 2009).
Ayam ras pedaging mempunyai mempunyai perdagingan yang baik. Daging
ayam kampung mempunyai perlemakan yang lebih rendah dibandingkan dengan
ayam ras. Kepadatan kandang yang berbeda diharapkan menghasilkan perbedaan
kualitas daging yang dihasilkan. Menurut Lawrie (2003), otot yang banyak
melakukan aktivitas akan berpengaruh terhadap kualitas fisik daging. Penilaian
terhadap keberhasilan upaya tersebut dapat diukur melalui informasi kualitas
daging terutama pada kualitas fisik, mikrobiologi dan organoleptik.

3
Perumusan Masalah
Ayam kampung merupakan ternak asli Indonesia yang memiliki beberapa
keunggulan, salah satunya daya tahan tubuh yang baik. Sedangkan ayam broiler
rentan terhadap penyakit. Informasi mengenai persilangan ayam kampung dan
broiler khususnya pada kualitas daging seperti kualitas fisik dan mikrobiologi
serta organoleptik masih sangat terbatas. Oleh karena itu, upaya memperoleh
karakteristik daging ayam persilangan kampung dan broiler dilakukan pada
penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi cekaman panas akibat kepadatan kandang berdasarkan THI
(Temperature Humidity Index).
2. Mengidentifikasi pengaruh kepadatan kandang terhadap kualitas daging (uji
fisik, mikrobiologi dan organoleptik).
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai kualitas daging ayam persilangan
kampung dan broiler serta kepadatan kandang yang optimum untuk menghasilkan
kualitas daging yang terbaik.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kualitas daging meliputi: 1) pengukuran THI
(Temperature Humidity Index), 2) kualitas fisik berupa pH (Potensial Hydrogen),
daya mengikat air (DMA), susut masak (cooking loss) dan keempukan
(tenderness), 3) uji organoleptik mutu hedonik diuji menggunakan 40 panelis
yang tidak terlatih dan 4) kualitas mikrobiologi melalui pengamatan TPC (total
plate count), Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Secara
umum ruang lingkup penelitian disajikan pada Gambar 1.

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 sampai Nopember 2015
melalui pengamatan di lapangan dan uji di laboratorium. Lokasi pemeliharaan di
laboratorium Lapang Unit Unggas Blok B Fakultas Peternakan IPB. Uji kualitas
daging dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Bagian Teknologi Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Ruminansia Besar Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan.

4
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 90 ekor
persilangan ayam kampung dan broiler, pakan BR11, sekam padi, air, formalin,
KMnO4 dan disinfektan. Media tumbuh bakteri menggunakan Plate Count Agar
(PCA), Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), Braid Parker agar (BPA), kalium
tellurit, kuning telur, NaCl, Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA), akuades
dan alkohol 75%.

Persilangan
ayam kampung jantan x ayam broiler

Pengumpulan telur ayam KB
± 180 butir

betina
Penetasan telur ±21 hari
dalam 2 tahap

Pemeliharaan mulai DOC sampai
dengan umur 12 minggu

umur 12 minggu (unsexing)
Kepadatan kandang 8,10 dan 12 ekor dalam petak 1x1 m-2
8
ekor

10
ekor

12
ekor

8
ekor

10
ekor

12
ekor

8
ekor

10
ekor

12
ekor

Pengambilan sampel masing-masing 30% per petak

Proses pemotongan pengambilan sampel bagian dada

Pengamatan kualitas daging ayam KB

Kualitas
fisik

THI (Temperature
Humidity Index)





Uji
Organoleptik

Ph
Daya Mengikat Air
Susut masak
Keempukan






Aroma
Rasa
Tekstur
Warna

Kualitas
mikrobiologi





Total Plate Count
E. coli
S. aureus
Salmonella sp

Gambar 1 Skema penelitian persilangan ayam kampung dan broiler
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penetasan dan pemeliharaan yaitu mesin
tetas, rak telur, termometer, timbangan digital, feedtray, hanging feeder, tempat
minum galon, chick guard, kandang koloni dan lampu pijar. Analisa mikrobiologi
dan fisik menggunakan peralatan antara lain cawan petri, tabung reaksi, rak

5
tabung reaksi, blender, botol schott, labu erlenmeyer, hot plate, autoclave,
waterbath, laminar air flow, pembakar bunsen, vortek, inkubator, bakteri colony
counter, gelas ukur, hockey stick, pengaduk besi, warner-blatzer shear force, pH
meter dan kertas saring.
Prosedur Penelitian
Persilangan dilakukan secara kawin alami antara ayam kampung jantan dan
ayam broiler betina dengan perbandingan 1:5 per kandang. Pengumpulan telur
dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Telur disimpan pada ruangan
tertutup dengan suhu 20 ºC-25 ºC selama ±5 hari. Proses penetesan telur ayam KB
(kampung broiler) dilakukan dalam 2 tahap dengan menggunakan mesin tetas
semi otomatis selama ±21 hari.
Pemeliharaan ayam KB (kampung broiler) dilakukan di dalam kandang
selama 12 minggu. Kandang terdiri dari 9 petak berukuran 1x1 m-2 masingmasing petak berisi satuan percobaan dengan kepadatan kandang 8,10 dan 12 ekor
m-2. Alas kandang menggunakan sekam padi yang dilengkapi dengan tempat
pakan, tempat minum, termometer dan pemanas (lampu pijar). Pemberian pakan
dan air minum dilakukan ad libitum setiap hari dan konsumsinya dihitung setiap
hari. Vaksin yang diberikan adalah vaksin ND (Newcastle Disease) dan IBD
(Infections Bursal Disease). Sampel diambil secara acak masing-masing 30% dari
populasi per petak kandang untuk dipotong. Saat umur pemeliharaan 12 minggu
ayam dipotong di lingkungan sekitar kandang. Sampel diambil pada daging
bagian dada ayam KB jantan tanpa kulit yang diambil untuk uji kualitas fisik
daging, uji mikrobiologi dan uji organoleptik.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian adalah kualitas daging ayam
persilangan kampung dan broiler meliputi THI, kualitas fisik, uji organoleptik dan
kualitas mikrobiologi daging.
Temperature-Humidity Index (THI)
Suhu Basah dan Suhu Kering (Tao and Xin 2003)
Suhu basah dan suhu kering diukur menggunakan termometer kering dan basah
yang dipasang masing-masing petak kandang Pemasangan termometer basah dan
kering dipasang pada ketinggian 50 cm dari lantai kandang. Data diambil 3 kali
dalam sehari, yaitu pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB dan 17.00 WIB. THI
(temperature-humidity index) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:
THI = 0.85 Tdb + 0.15 Twb
Keterangan :
THI = temperature-humidity index (oC)
Tdb = dry-buld termperature (oC)

Twb = wet-buld temperature (oC)

6
Kualitas Fisik Daging
Kualitas fisik daging terdiri dari nilai pH, daya mengikat air, keempukan
dan susut masak yang diuji secara objektif. Pengujian sampel daging dada ayam
KB dilakukan setelah daging mengalami penyimpanan di freezer.
Nilai pH (AOAC 2005). Nilai pH diukur menggunakan pH meter (Hanna
Instruments, USA) dan dikalibrasi dengan larutan buffer dengan nilai pH 4 dan 7.
Katoda pH meter ditusukkan pada sampel dan biarkan hingga angka yang tertera
pada pengukuran digital tidak berubah lagi. Katoda pH meter dibilas dengan
akuades dan dikeringkan sebelum digunakan lagi.
Daya Mengikikat Air (DMA) (Honikel dan Hamm 1994). Sampel daging
seberat 0.3 g diletakkan di atas kertas saring diantara dua plat baja tahan karat,
kemudian diberi beban seberat 35 kg selama 5 menit. Pada kertas saring akan
terlihat suatu area yang tertutup oleh sampel daging yang telah menjadi pipih dan
luas area basah disekelilingnya. Kedua area tersebut digambar pada kertas grafik.
Area basah diperoleh dengan mengurangkan luas kedua area tertutup daging dari
area total yang meliputi area basah pada kertas saring. DMA dihitung berdasarkan
persentase antara area basah dari area total.
mgH2O=

area basah (cm2 )
x 8.0%
0.0948

Susut Masak (Tijare et al. 2016). Sampel daging dada ditancapkan
termometer bimetal hingga menembus ke dalam daging dimasukkan ke dalam air
mendidih hingga termometer menunjukkan angka 76 oC. Sampel daging diangkat
dan dikeringkan pada suhu ruang hingga mencapai berat konstan. Penimbangan
dilakukan setelah sampel dingin. Pengukuran dilakukan berdasarkan
perbandingan antara berat daging sebelum dan sesudah dimasak.
Keempukan (Bowker et al. 2014). Sampel daging dada dibentuk empat
persegi dan arah serabut otot yang jelas. Sampel dibentuk dengan correr
mengikuti arah serat daging. Termometer bimetal ditancapkan hingga menembus
ke dalam bagian daging. Daging dimasukkan ke dalam air mendidih hingga
termometer menunjukkan angka 78 ºC. Sampel daging diangkat dan didinginkan
satu jam sampai tercapai berat konstan. Potongan daging diukur dengan alat
Warner-Blatzer Shear Force untuk menentukan nilai daya putusnya yang
dinyatakan dengan satuan kg cm-2.
Kualitas Mikrobiologi
Analisis mikrobiologi sampel dimulai dengan pengenceran sampel. Daging
ditimbang seberat 25 g dan dimasukkan ke dalam 225 mL buffer pepton water
(BPW) dan dihomogenkan selama 30 menit. Larutan ini merupakan larutan
dengan pengenceran 10-1. Suspensi 1 mL dipindahkan dengan menggunakan pipet
steril ke dalam larutan 9 mL BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2.
Pengenceran dilanjutkan sampai pengenceran 10-6 dengan cara yang sama.
Pengenceran tersebut kemudian digunakan untuk analisis keberadaan total plate
count dengan media tumbuh Plate Count Agar (PCA), Escherichia coli dengan

7
media tumbuh Eosin Methylen Blue Agar (EMBA), Staphylococcus aureus
dengan media tumbuh Braid Parker agar (BPA) yang dicampur dengan 1%
kalium tellurit, 2% kuning telur dan 2% larutan NaCl dan Salmonella sp dengan
media tumbuh Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA).
Analisis Total Plate Count (BAM 2001). Suspensi 1 mL dari pengenceran
10-4 sampai 10-6 dimasukkan ke dalam cawan petri secara duplo. Media Plate
Count Agar (PCA) dituang sebanyak 15 sampai 20 mL ke dalam cawan dengan
suhu 45 °C ± 1 °C. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi
pada suhu 34-36 °C selama 36 sampai 48 jam dengan posisi terbalik.
Analisis Escherichia coli (BAM 2001). Suspensi 1 mL dari pengenceran
10 sampai 10-3 dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara duplo. Media
Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) dituang sebanyak 15 sampai 20 mL ke dalam
cawan. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan diinkubasi pada suhu 34
sampai 36 °C selama 24 sampai 36 jam dengan posisi terbalik.
-1

Analisis Staphylococcus aureus (BAM 2001). Suspensi 1 mL dari
pengenceran 10-1 sampai 10-3 dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara
duplo. Cawan petri tersebut sebelumnya telah diisi dengan media Braid Parker
agar (BPA) + egg yolk 5% dituang sebanyak 15 sampai 20 mL ke dalam cawan.
Suspensi kemudian disebarkan pada permukaan media dengan menggunakan
batang gelas bengkok (hockey stick) dan biarkan meresap selama ±30 menit pada
suhu ruang. Setelah itu, media diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24-36 jam
dengan keadaan cawan petri terbalik. S.aureus mempunyai ciri khas berbentuk
bundar, licin dan halus, cembung, diameter 2 sampai 3 mm, berwarna abu-abu
sampai hitam pekat dan dikelilingi zona luar yang bening (clear zone).
Analisis Salmonella sp (BAM 2001). Suspensi 1 mL dari pengenceran 10-1
sampai 10-3 dipipet secara aseptik ke dalam cawan petri secara duplo. Media
Xylose Lysine Deoxycholate Agar (XLDA) yang telah dingin dituang sebanyak
15-20 mL ke dalam cawan. Cawan didiamkan sampai agar menjadi padat dan
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 sampai 36 jam dengan posisi terbalik.
Uji Organoleptik (Arief et al. 2014)
Penilaian organoleptik yang dilakukan yaitu uji mutu hedonik. Daging
direbus sampai suhu 80 oC diukur menggunakan termometer bimetal. Uji
organoleptik berupa mutu hedonik, terkait dengan aroma, rasa, tekstur, warna
diujikan pada 40 orang panelis tidak terlatih.
Pengujian mutu hedonik untuk aroma (1) sangat amis, busuk, sangat
tengik, (2) amis, agak busuk, tengik (3) agak amis, (4) kurang amis (5) khas
daging, tidak amis. Pengujian rasa (1) tidak gurih (2) kurang gurih, (3) agak gurih
(4) gurih, (5) sangat gurih. Pengujian tekstur (1) sangat kasar (2) kasar (3) agak
kasar (4) lembut, empuk (5) sangat lembut, empuk. Pengujian warna (1) sangat
pucat (2) agak pucat (3) pucat (4) agak cerah (5) cerah khas daging.

8
Performa Produksi
Konsumsi Pakan (g). Penimbangan berdasarkan jumlah pakan yang
diberikan setiap minggu dikurangi jumlah pakan yang sisa pada minggu tersebut.
Konsumsi air minum (ml). Penimbangan berdasarkan jumlah air minum
yang diberikan setiap minggu dikurangi jumlah air minum yang sisa pada minggu
tersebut.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pada saat
pemeliharaan ayam KB dengan 3 perlakuan dan 2 kelompok dengan model linear
yang digunakan:
Yijk = μ + i + j + εijk
Yij
μ
i
j
εij

: Respon yang diperoleh dari pengaruh perlakuan (ayam persilangan
dengan kepadatan kandang yang berbeda) ke-i (8, 10, 12 ekor m-2)
dan kelompok ke-j (1, 2)
: Nilai rataan umum
: Pengaruh perlakuan ke- i (8, 10, 12 ekor m-2)
: Pengaruh kelompok ke-j (periode 1, periode 2)
: Pengaruh galat perlakuan ke-i (8, 10, 12 ekor m-2) dan kelompok
ke-j (1, 2)

Pengujian kualitas fisik dan mikrobiologi menggunakan rancangan acak
lengkap dengan tiga perlakuan dengan model matematika sebagai berikut:
Yij = μ + i + εij
Yij
μ
i
εij

: Respon yang diperoleh dari pengaruh perlakuan (ayam persilangan
dengan kepadatan kandang yang berbeda) ke-i (8, 10, 12 ekor m-2)
dan ulangan ke-j (1, 2, 3)
: Nilai rataan umum
: Pengaruh perlakuan ke-i (8, 10, 12 ekor m-2)
: Pengaruh galat perlakuan ke-i (8, 10, 12 ekor m-2) dan ulangan ke-j
(1, 2, 3)

Kualitas fisik dan mikrobiologi daging dianalisis ragam (ANOVA).
Perlakuan berbeda nyata dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda
menggunakan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2002). Data hasil uji
organoleptik dianalisis dengan uji statistik nonparametrik Kruskal-Wallis (Mattjik
dan Sumertajaya 2002).

9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan kandang menyebabkan kondisi THI meningkat yaitu mencapai
29.33±1.32 oC pada kepadatan kandang 12 ekor m-2. Tingginya kepadatan
kandang tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas fisik dan mutu hedonik daging
dada ayam KB. Dilain pihak, kepadatan kandang memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kualitas mikrobiologi daging dada ayam KB.
THI (Temperature Humidity Index)
THI (Temperature Humidity Index) atau indeks suhu dan kelembaban yang
mulai telah digunakan untuk memperkirakan tingkat stres termal pada ternak
(Bouraoui et al. 2002). Hal ini didukung oleh Purswell et al. (2012) bahwa THI
mulai dikembangkan untuk menilai lingkungan terutama pada termoregulasi
ternak. Pada penelitian ini rata-rata harian THI pada masing-masing kepadatan
kandang yaitu 28.98±1.25 oC pada kepadatan kandang 8 ekor m-2, 29.26±1.27 oC
pada kepadatan kandang 10 ekor m-2 dan 29.33±1.32 oC pada kepadatan kandang
12 ekor m-2 (Tabel 1).
Tabel 1 Rataan THI (Temperature Humidity Index) dalam kandang ayam KB pada
kepadatan kandang yang berbeda
Waktu

Kepadatan
-2

8 ekor m
10 ekor m-2
12 ekor m-2

07.00
27.50±1.44
27.57±1.47
27.71±1.61

12.00
29.63±1.26
30.03±1.28
30.10±1.29

17.00
29.82±1.04
30.19±1.06
30.18±1.07

Rataan Harian
(oC)
28.98±1.25
29.26±1.27
29.33±1.32

Pengukuran THI dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari yaitu pukul
07.00, 12.00, dan 17.00 yang dimulai pada saat ayam KB berumur 2 minggu
hingga umur 12 minggu. Ayam KB yang dipeliharan dengan kepadatan kandang
berbeda menghasilkan THI kisaran 28.98±1.25 oC hingga 29.33±1.32 oC.
Kenaikan THI disetiap pengambilan data mengalami kenaikan dari 2.13 oC-2.46
o
C. Kenaikan THI dapat dilihat pada Gambar 2. Kondisi kandang dengan nilai
THI tersebut menyebabkan kepadatan kandang berbeda tidak berpengaruh nyata
terhadap kualitas fisik daging dada ayam KB jantan. Penelitian yang dilakukan
oleh Purswell et al. (2012) broiler yang dipelihara pada THI melebihi 21 oC
berdampak terhadap pada penurunan produktivitas ayam, dimana suhu tubuh akan
meningkat 1.7 oC diatas suhu tubuh normal untuk broiler (40 oC).
Lingkungan panas merupakan faktor pengendali dalam metabolisme
energi. Kondisi kandang yang tidak nyaman atau terlalu panas akan mendorong
ayam untuk mengeluarkan panas yang berasal dari dalam tubuh melalui painting.
Kepadatan kandang 12 ekor m-2 mampu mencapai suhu 29.33±1.32 oC. THI yang
tinggi disebabkan kondisi kandang yang terlalu padat, sehingga memiliki ruang
gerak sempit dan sedikitnya pertukaran udara. Kondisi sepertinya dapat
menimbulkan adanya kontaminasi silang yang berasal dari udara terhadap

10
mikrobiologi daging dada ayam KB. Menurut Berrang et al. (2011), bakteri yang
terdapat pada karkas berasal dari udara dan feses yang mencemari kulit dan
karkas.
Kepadatan 12 ekor m-2 menghasilkan nilai THI yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kepadatan 8 ekor m-2 dan 10 ekor m-2. Tingginya nilai THI
merupakan akumulasi panas dari dalam ambien ruang kandang. Hal ini
mengakibatkan ayam pada kepadatan kandang 12 ekor m-2 mengonsumsi air
minum yang mencapai 19723 ml per ekor selama pemeliharaan. Ayam KB yang
dipelihara dengan kepadatan tinggi mengonsumsi air minum yang lebih banyak
sebagai akibat terlalu tingginya nilai THI. Panas yang diproduksi oleh ayam pada
kepadatan tinggi menghasilkan suhu lingkungan tinggi yang berdampak pula
terhadap cekaman panas.

30.5
30

THI (0C)

29.5
29

Kepadatan 8 ekor m2

28.5

Kepadatan 10 ekor m2

28

Kepadatan 12 ekor m2

27.5
27
07.00

12.00
Waktu

17.00

Gambar 2 THI (Temperature Humidity Index) ayam KB pada kepadatan kandang
yang berbeda.

Kualitas Fisik Daging Dada Ayam KB Jantan
pH (Potensial Hydrogen)
Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui tingkat keasamaan pada
produk pangan. Nilai pH yang diperoleh pada penelitian ini berkisar 5.43±0.08
sampai 5.49±0.18 (Tabel 2). Persilangan ayam Kampung Broiler (KB) dengan
kepadatan kandang yang berbeda tidak memberikan berpengaruh (P>0.05)
terhadap nilai pH. Menurut Puolanne et al. (2001), nilai rataan pH akhir daging
ayam berkisar 5.4 hingga 6.0. Rata-rata nilai pH pada penelitian ini sebesar
5.46±0.11 (Tabel 2). Perlakuan kepadatan kandang pada ayam persilangan ayam
KB menunjukkan nilai pH daging yang masih dalam kisaran normal. Hasil
penelitian Duna et al. (1993) bahwa rata-rata pH awal otot dada broiler 7.09
kemudian menurun menjadi 5.94 yaitu pada enam jam setelah mati. Hal ini
didukung oleh Suradi (2008), ayam broiler sebelum pemotongan mempunyai pH

11
sekitar 6.31 dan akan menurun menjadi 5.96-5.82 setelah 10 sampai 12 jam
pemotongan.
Nilai pH daging dada ayam KB pada kepadatan kandang 8 ekor m-2 yaitu
sebesar 5.43±0.08. Sedangkan nilai pH pada kepadatan kandang 10 ekor m-2 yaitu
sebesar 5.49±0.18. Janisch et al. (2011) melaporkan nilai pH pada dada ayam
broiler dengan tiga strain berbeda berkisar antara 5.91 sampai 5.93. Daging ayam
kampung memiliki nilai pH 5.10 sampai 5.40 (Dewi 2013). Pada penelitian ini,
ayam persilangan KB memiliki nilai pH lebih rendah dari daging dada ayam
broiler tetapi lebih tinggi dari nilai pH ayam kampung. Hal ini menunjukaan nilai
pH daging ayam KB berada antara pH broiler dan ayam kampung. Perbedaan ini
diduga akibat persilangan dan perbedaan genetik pada ayam kampung dan broiler.
Stres sebelum pemotongan, spesies, individu ternak dan jenis otot, yang
mempengaruhi glikolisis adalah faktor-faktor yang dapat menghasilkan variasi pH
daging.
Tabel 2 Kualitas fisik daging dada ayam KB jantan
Kepadatan
8 ekor m-2
10 ekor m-2
12 ekor m-2
Rataan

pH

DMA (%)

5.43±0.08
5.49±0.18
5.46±0.08
5.46±0.11

27.17±2.71
27.88±1.60
28.74±3.09
27.93±2.47

Peubah
Susut masak
(%)
42.60±2.57
40.53±1.79
40.94±5.22
41.36±3.19

Keempukan
(kg cm-2)
4.00±1.83a
2.78±0.88b
2.50±0.30b
-

Menurut Ockerman (1983), otot dada unggas sebagian besar tersusun atas
serabut putih yang sifat kontraksinya cepat, metabolisme oksidatif rendah,
metabolisme glikolitik dan kadar glikogen relatif tinggi. Terjadinya kontraksi
cepat pada otot dada dan metabolisme glikolitik yang tinggi berkaitan dengan
pembentukan asam laktat yang besar pada otot daging. Adanya asam laktat dalam
daging disebabkan perubahan metabolisme aerob menjadi anaerob.
Kemampuan dalam penanganan karkas ayam sebagian besar dipengaruhi
oleh pH akhir daging (Sheard et al. 2012). Nilai pH dapat menunjukkan
penyimpangan kualitas daging karena berkaitan dengan keempukan, warna daya
ikat air dan masa simpan. Menurut Buckle et al. (1985), daging dengan pH rendah
(pH 5.1 sampai 6.1) lebih disukai untuk mempertahankan faktor kualitas daging
diantaranya keempukan.
Daya Mengikat Air (DMA)
Daya mengikat air (DMA) daging merupakan kemampuan protein daging
mengikat air di dalam daging sehinga DMA akan menggambarkan tingkat
kerusakan protein daging. Menurut Agus et al. (2010), daya mengikat air
menunjukkan kemampuan daging untuk mengikat air dalam persen. Persentase
DMA semakin besar menyebabkan semakin rendah kemampuan daging dalam
mengikat air. Menurut Soeparno (2009), daya mengikat air dipengaruhi oleh
umur, spesies, bangsa, jenis kelamin dan perlakuan sebelum dan setelah
pemotongan. Tabel 2 menunjukkan rataan daya mengikat air (DMA) berkisar
27.17% sampai 28.74%. Kepadatan kandang berbeda pada ayam persilangan

12
kampung broiler (KB) tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap daya mengikat air
daging dada ayam KB jantan.
Samuel et al. (2011) menyatakan kemampuan daging untuk
mempertahankan air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, produksi
asam laktat dan oksidasi protein. Rendahnya nilai pH daging mengakibatkan
struktur daging terbuka sehingga menurunkan daya ikat air, dan tingginya nilai pH
daging mengakibatkan struktur daging tertutup sehingga daya ikat air tinggi
(Buckle et al. 2009). Kisaran nilai pH pada penelitian 5.43 sampai 5.49 yang
dihasilkan masih pada standarnya. Titik minimal daya mengikat air daging
bersamaan dengan pencapaian pH terendah pada fase rigormortis yaitu antara pH
5.0 sampai 5.1.
Kepadatan kandang 12 ekor m-2 memiliki nilai DMA sebesar
28.74±3.09%. Daya mengikat air mengalami peningkatan dengan adanya
kepadatan kandang. Menurut Khasrad (2010), daging yang mempunyai daya
mengikat air yang tinggi sangat cocok untuk produk olahan, sebab daging yang
mempunyai DMA yang tinggi akan sedikit mengalami penyusutan selama
pemasakan.
Rata-rata nilai DMA pada penelitian ini sebesar 27.93±2.47%. Nurwantoro
et al. (2011) menyatakan penurunan nilai pH berkaitan erat dengan DMA daging.
Penurunan DMA disebabkan karena perubahan dari pH protein aktin dan miosin
yang mendekati titik isoelektrik daging setelah postrigor sehingga memperkecil
jarak antara filamen-filamen protein maupun mengurangi kemampuan dari protein
untuk mengikat air dan akan menurunkan DMA daging.
Susut Masak
Nilai susut masak pada penelitian ini berkisar 40.53% sampai 42.60%
dengan memiliki nilai rata sebesar 41.36% (Tabel 2). Analasis ragam
menunjukkan persentase susut masak daging dada ayam KB jantan yang
dipelihara pada kepadatan kandang berbeda tidak memperlihatkan berbeda
(P>0.05). Susut masak yang tidak berbeda nyata berkaitan dengan daya mengikat
air oleh protein daging. Daging yang mempunyai daya ikat air rendah akan
banyak kehilangan cairan sehingga terjadi penurunan berat daging. Menurut
Hartono et al. (2013), susut masak dipengaruhi juga oleh nilai pH. Dalam
penelitian ini, nilai pH daging dada ayam KB relatif sama yaitu antara 5.43±0.08
sampai 5.49±0.18 sehingga menghasilkan susut masak yang relatif sama.
Tabel 1 menunjukkan persentase susut masak secara berturut-turut pada
kepadatan kandang 8 ekor m-2 (42.60±2.57%), kepadatan kandang 10 ekor m-2
(40.53±1.79) dan kepadatan kandang 12 ekor m-2 (40.94±5.22%). Menurut Dilaga
dan Soeparno (2007), daging yang berkualitas baik mempunyai susut masak yang
rendah karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Penurunan
susut masak pada bahan pangan setelah perebusan disebabkan berkurang atau
hilangnya kadar air dalam bahan pangan akibat pemanasan. Semakin besar panas
yang diberikan dan semakin lama pemanasan akan mengakibatkan berkurangnya
kadar air pada bahan pangan dalam jumlah banyak. Penggunaan panas dalam
proses pemasakan sangat berpengaruh pada nilai gizi bahan pangan (Sundari et al.
2015).
Daging dada ayam KB yang dipelihara dengan kepadatan kandang berbeda
menghasilkan susut masak yang tinggi karena mengalami pembekuan terlebih

13
dahulu. Zhuang and Savage (2013) menyatakan, daging dada ayam yang
mengalami pembekuan dan thawing meningkatkan nilai susut masak. Pada saat
proses thawing serat otot mengalami pemecahan oleh enzimatik dan hilangnya
struktur integritas yang disebabkan oleh pembekuan kristal es (Leygonie et al.
2012).
Keempukan
Tabel 2 menunjukkan kepadatan kandang berpengaruh nyata (P0.05)
terhadap rasa daging dada ayam.

15
Rasa daging yang hampir sama pada setiap perlakuan kepadatan kandang
disebabkan kepadatan kandang tidak mempengaruhi substansi yang terkandung
pada daging dada. Pengaruh perlakuan tidak nyata terhadap daging dada dapat
juga disebakan oleh keseragaman dalam perlakuan awal pemotongan sampai
proses pemasakan. Menurut Agus et al. (2010), salah satu faktor mempengaruhi
rasa daging adalah cara pemasakan yang dilaksanakan sebelum daging disajikan.
Hal ini sejalan dengan Jayasena et al. (2013) bahwa rasa pada daging dipengaruhi
oleh strain ayam, pakan dan proses pemasakan. Kandungan volatil dalam daging
akan bereaksi dengan reseptor yang ada dalam mulut yang akan menentukan rasa
daging yang berkualitas yang mempunyai rasa yang relatif gurih (Owens 2010).
Tekstur
Nilai mutu hedonik tekstur daging dada ayam KB pada kepadatan 8,10 dan
12 ekor m-2 berturut-turut 3.23±0.89,3.03±0.66 dan 3.25±0.84. Kepadatan
kandang tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap tekstur daging dada ayam KB.
Menurut Abustam (2012), tekstur daging dipengaruhi oleh nilai pH. Pada
penelitian ini, pH daging dada ayam KB berkisar 5.43±0.08 sampai 5.49±0.18.
Menurut Buckle et al. (1985), pH 5.1 sampai 6.1 menyebabkan daging memiliki
struktur terbuka (renggang) sehingga mempengaruhi kemudahan gigi dalam
memotong daging menjadi fragmen yang lebih kecil.
Tekstur daging berdasarkan nilai rataan memiliki nilai mutu hedonik
cenderung kasar hingga agak kasar (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa penampakan
serat daging hampir sama. Tektur daging dipengaruhi oleh jaringan ikat daging
terutama kandungan kolagen yang memiliki peran dalam menentukan kekerasan
atau kealotan pada otot (Abustam 2012). Tingkat kekasaran tekstur meningkat
dengan bertambahnya umur. Otot dengan serabut-serabut otot yang kecil tidak
menunjukkan peningkatan kekasaran tekstur secara nyata dengan meningkatnya
umur (Soeparno 2009). Menurut Jung et al. (2013), daging dada terdiri dari 90%
serabut otot putih.
Tekstur daging dada ayam KB berdasarkan mutu hedonik pada kepadatan
kandang 12 ekor m-2 sebesar 3.25±0.84 dan dengan kepadatan yang sama nilai
daya mengikat air daging dada ayam KB sebesar 28.74±3.09 %. Kepadatan
kandang 12 ekor m-2, meningkatan nilai mutu hedonik yang diiukuti peningkatan
nilai daya mengikat air pada tekstur daging dada ayam KB. Menurut Lawrie
(2003), tekstur daging dipengaruhi oleh daya mengikat air. Peningkatan nilai daya
mengikat air akan meningkatkan tekstur daging sehingga tekstur daging menjadi
lebih kompak.
Warna
Warna merupakan unsur yang dapat memengaruhi penerimaan konsumen
terhadap produk. Warna daging dada ayam KB memiliki nilai rataan penilaian
panelis sebesar 3.58±0.81 untuk kepadatan kandang 8 ekor m-2, 3.43±1.03 untuk
kepadatan kandang 10 ekor m-2 dan 3.15±0.70 untuk kepadatan kandang 12 ekor
m-2. Mutu hedonik menunjukkan warna daging dada ayam KB pada kepadatan
kandang berbeda tidak berbeda (P>0.05).
Warna daging dada ayam KB dengan kepadatan kandang 8 ekor m-2
memiliki warna agak cerah sedangkan kepadatan kandang 12 ekor m-2 memiliki
warna pucat. Permukaan dan bagian dalam daging yang bewarna cerah lebih

16
disukai oleh konsumen (De Marchi et al. 2011). Menurut Kılıç et al. (2014),
perbedaan warna daging disebabkan oleh kadar kandungan mioglobin dan
hemoglobin dalam daging.
pH akan menurun selama post-mortem glikolisis, cahaya meningkat dan
daging menjadi pucat dalam warna (Swatland 2008). Lawrie (2003) menyebutkan
pigmen oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini
hanya terdapat di permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang
diinginkan konsumen.
Kualitas Mikrobiologi Daging Dada Ayam KB Jantan
Hasil penelitian menunjukkan persilangan ayam kampung dan broiler pada
kepadatan kandang yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P