Produktivitas Dan Kualitas Karkas Ayam Persilangan Kampung Dan Ras Pedaging Dengan Kepadatan Kandang Berbeda

PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KARKAS AYAM PERSILANGAN
KAMPUNG DAN RAS PEDAGING DENGAN
KEPADATAN KANDANG BERBEDA

BAYU ADHITYA NUGRAHA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produktivitas dan
Kualitas Karkas Ayam Persilangan Kampung dan Ras Pedaging dengan
Kepadatan Kandang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Bayu Adhitya Nugraha
NIM D151140281

RINGKASAN
BAYU ADHITYA NUGRAHA. Produktivitas dan Kualitas Karkas Ayam
Persilangan Kampung dan Ras Pedaging dengan Kepadatan Kandang Berbeda.
Dibimbing oleh RUDI AFNAN, SRI DARWATI dan TUTI SURYATI.
Perkembangan ayam kampung di Indonesia dari tahun ke tahun belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini disebabkan produktivitas ayam
kampung yang masih rendah dan belum dikembangkan secara optimal. Salah satu
program pemuliaan, dengan tujuan peningkatan produksi daging, dapat dilakukan
melalui persilangan. Persilangan ini dalam jangka pendek diharapkan
meningkatkan rata-rata bobot badan dan bobot potong ayam secara cepat.
Optimalisasi kepadatan kandang harus diperhatikan agar ayam tumbuh secara
normal dan efisien mengkonsumsi pakan. Selain itu mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan dalam perkembangan seperti saling mematuk,
kanibalisme, pertumbuhan bobot badan terganggu, konsumsi pakan berkurang,
stres pada ayam akibat cekaman panas, dan mengakibatkan kematian pada

kandang yang terlalu padat.
Penelitian ini bertujuan mengkaji lingkungan dan fisiologi, produktivitas,
kualitas karkas, dan kolesterol ayam persilangan kampung dengan ras pedaging
pada kepadatan kandang berbeda. Penelitian ini menggunakan 90 ekor ayam
kampung ras pedaging (KB) unsexed untuk analisis produktivitas. Setelah
pemeliharaan 12 minggu ayam jantan sebanyak ± 30% dipotong untuk analisis
malondialdehida, kualitas karkas, dan kolesterol. Persilangan ayam kampung
dengan ras pedaging yang dilakukan di laboratorium Lapang Divisi Pemuliaan
dan Genetika Ternak untuk memperoleh day old chick (DOC) ayam KB dan telur
yang diperoleh ditetaskan di laboratorium Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas
Peternakan IPB.
Percobaan yang digunakan untuk penelitian produktivitas adalah rancangan
acak kelompok (RAK). Pemeliharaan ayam dilakukan pada 2 kelompok periode
berbeda dan setiap kelompok terdiri atas 8, 10, dan 12 ekor ayam. Percobaan
untuk penelitian malondialdehida, kualitas karkas, dan kolesterol daging
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kepadatan
kandang berbeda dengan 3 ulangan. Temperature humidity index (THI) dan
Income over feed and chick cost (IOFCC) dibahas secara deskriptif. Data yang
diperoleh dianalisis ragam ANOVA (Analysis of Variance) dan sebelumnya telah
dilakukan pengujian untuk asumsi syarat pengujian ragam. Perbedaan yang nyata

atau sangat nyata dilanjutkan dengan uji Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan lingkungan dan fisiologi ternak meliputi THI
dan kadar malondialdehida ayam KB pada kepadatan kandang 8, 10, dan 12 ekor
meter-2 relatif sama dan tidak berbeda nyata (P>0.05). Produktivitas meliputi
konsumsi pakan, bobot badan ayam, konversi pakan ayam KB pada kepadatan
kandang 8, 10, dan 12 ekor m-2 tidak berbeda nyata (P>0.05). Secara umum
konversi pakan ayam KB lebih rendah dari ayam kampung. IOFCC pada
kepadatan 10 ekor m-2 memiliki pendapatan lebih besar dari kepadatan kandang 8
dan 12 ekor m-2. Kualitas karkas meliputi persentase bobot karkas, persentase
lemak abdomen, persentase daging, kulit, dan tulang bagian dada, paha atas serta
paha bawah ayam KB pada kepadatan kandang 8, 10, dan 12 ekor meter-2 tidak

berbeda nyata (P>0.05). Persentase bobot karkas, persentase daging, kulit dan
tulang bagian dada, paha atas serta paha bawah ayam KB memiliki nilai lebih
tinggi dari ayam kampung dan persentase lemak abdomen lebih rendah dari ayam
ras pedaging. Kolesterol daging ayam KB pada kepadatan kandang berbeda tidak
berbeda (P>0.05). Kolesterol daging ayam KB lebih rendah dari ayam ras
pedaging dan ayam kampung.
Kata kunci: ayam KB, kepadatan kandang, kualitas karkas, produktivitas


SUMMARY
BAYU ADHITYA NUGRAHA. Productivity and Carcass Quality of Kampung–
Broiler Crossbred Chicken on Different Stocking Density. Supervised by RUDI
AFNAN, SRI DARWATI and TUTI SURYATI.
Development of kampung chickens in Indonesia every years havent
increased significantly yet. This was caused by low productivity of kampung
chicken and its havent developed optimally yet. One of the breeding program,
heading to increase productivity could be done by crossbreeding. This crossing
was expected to be increase the average body weight and slaughter weight of
chicken rapidly in short time. Optimization of stocking density needs must be
considered so the chickens can grow normally and consume feed efficiently.
Beside that it can prevent the occurrence of abberation in the development
chickens such as peck each other among chicken, cannibalism, interrupttion of
body grow, reduced feed intake, stress in chickens due to heat stress, and lead to
death in high stocking density.
This study aimed to analyze the level of stocking density on environment
and physiology, productivity, carcass quality, and cholesterol of kampong-broiler
crossbred chicken (KB). Ninety day old chicks (DOC) of kampong-broiler
crossbred (unsexed) were used for analysis of productivity. Approximately 30%
roosters were taken randomly at week 12 and slaughtered for analysis of

malondialdehyde, carcass quality, and meat cholesterol. The kampung–broiler
crossbred was performed in laboratory of animal breeding and genetic division to
produce DOC of KB chicken and eggs were collected and hatched at Laboratory
of Poultry Production, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University.
Productivity was randomized block designed with two different group
periods, each group consisted of 8,10, and 12 chicken. Malondialdehyde, carcass
composition, and meat cholesterol was completely randomized designed with
different stocking densities treatments and three replicates. Data was analyzed
using analysis of variance (ANOVA) and had previously been tested for
requirement of variance test assumption. The significant treatment was followed
by Tukey test. Data of temperature humidity index (THI) and income over feed
and chick cost (IOFCC) was descriptively explained.
The results showed that the effect of different stocking densities (8, 10 and
12 birds m-2) were not significant (p>0.05) on, THI and malondialdehyde of
kampung–broiler crossbred. The effect of different stocking densities (8, 10 and
12 birds m-2) on productivity, include feed consumption, body weight, feed
conversion of kampong-broiler crossbred were not significant (p>0.05). Feed
conversion of kampong-broiler crossbred was lower than broiler. IOFCC at
densities of 10 chicken m-2 was greater than densities of 8 and 12 chicken m-2.
The different of stocking densities (8, 10 and 12 birds m-2) did not affect carcass

quality reflected by percentage of carcass weight, abdominal fat, meat, skin and
bones to the chest, upper thigh and lower thigh of kampung–broiler crossbred
(p>0.05). Percentage of carcass weight, meat, skin and chest bone, upper thigh
and lower thigh of kampong-broiler crossbred was higher than kampung chicken,
and percentage of abdominal fat of kampong-broiler crossbred was lower than

broiler. The effect of different stocking densities on cholesterol of kampung–
broiler crossbred was not significant (p>0.05). Cholesterol of kampung–broiler
crossbred was lower than broiler and kampung chicken.
Key words: carcass quality, kampong-broiler crossbred chicken, productivity,
stocking density

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KARKAS AYAM PERSILANGAN
KAMPUNG DAN RAS PEDAGING DENGAN
KEPADATAN KANDANG BERBEDA

BAYU ADHITYA NUGRAHA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Niken Ulupi, MS


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2015 ini ialah
produksi ternak dengan judul Produktivitas dan Kualitas Karkas Ayam
Persilangan Kampung dan Ras Pedaging dengan Kepadatan Kandang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr, Dr Ir
Sri Darwati, MSi dan Dr Tuti Suryati, SPt MSi selaku pembimbing yang telah
banyak memberikan arahannya, serta Dr Ir Niken Ulupi, MS selaku dosen penguji
yang telah banyak memberikan saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
Kementerian Keuangan yang telah membantu penulis selama studi dan penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua Bapak
Muhtadi, Ibu Niknik Lesnawati Ningsih, adik Muhammad Dimas Rachmawanto,
dan seluruh keluarga besar penulis atas segala doa dan perhatian yang diberikan
kepada penulis. Tidak lupa terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan
kepada seluruh dosen ITP atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, teman
1 penelitian atas kerjasamanya, rekan-rekan Pasca ITP khususnya angkatan 2014
dan staf administrasi Pascasarjana ITP atas dukungan dan kerjasamanya selama
penulis menyelesaikan studi serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan

satu persatu. Semoga kelak ilmu yang telah diperoleh berguna untuk generasi
berikutnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2016
Bayu Adhitya Nugraha

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Peubah yang Diamati
Prosedur Analisis Data


3
3
3
3
3
5
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Lingkungan dan Fisiologi Ayam Persilangan
Produktivitas Ayam Persilangan
Kualitas Karkas dan Daging
Pembahasan Umum

8
8
10
17
21

SIMPULAN DAN SARAN

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

26

DAFTAR TABEL
1 Nilai THI kandang ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
2 Rataan malondialdehida hati serta ginjal ayam KB pada kepadatan
kandang berbeda
3 Rataan konsumsi pakan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
4 Rataan bobot badan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
5 Rataan konversi pakan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
6 Mortalitas ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
7 Income over feed and chick cost ayam KB pada kepadatan kandang
berbeda
8 Rataan persentase bobot karkas dan persentase lemak abdomen
ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
9 Rataan persentase daging, kulit, dan tulang (dada, paha atas, dan
paha bawah) ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
10 Rataan kadar kolesterol ayam KB pada kepadatan kandang berbeda

8
9
10
12
14
15
16
17
19
20

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan penelitian
2 Kurva laju pertumbuhan ayam KB unsexed

4
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Hasil sidik ragam malondialdehida hati
Hasil sidik ragam malondialdehida ginjal
Hasil sidik ragam konsumsi pakan kumulatif
Hasil sidik ragam bobot badan kumulatif umur 12 minggu
Hasil sidik ragam konversi pakan kumulatif
Hasil sidik ragam persentase bobot karkas
Hasil sidik ragam persentase bobot lemak abdomen
Hasil sidik ragam persentase daging dada
Hasil sidik ragam persentase kulit dada
Hasil sidik ragam persentase tulang dada
Hasil sidik ragam persentase daging paha atas
Hasil sidik ragam persentase kulit paha atas
Hasil sidik ragam persentase tulang paha atas
Hasil sidik ragam persentase daging paha bawah
Hasil sidik ragam persentase kulit paha bawah
Hasil sidik ragam persentase tulang paha bawah
Hasil sidik ragam kadar kolesterol daging

27
27
27
27
28
28
28
28
28
29
29
29
29
29
30
30
30

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia. Penampilan, sifat genetik,
dan penyebaran ayam kampung sangat beragam dan luas. Ayam kampung
mempunyai potensi sangat besar dalam menyumbangkan produksi pangan (daging
dan telur) dan pemenuhan gizi serta tambahan pendapatan bagi peternak. Sebagai
ternak penghasil daging, ayam kampung mempunyai potensi komersial untuk
dikembangkan karena dagingnya sangat digemari oleh sebagian masyarakat
Indonesia.
Perkembangan ayam kampung di Indonesia dari tahun ke tahun belum
mengalami peningkatan yang signifikan. Populasi ayam kampung di Indonesia
mengalami peningkatan 0.60% dari tahun 2014-2015. Peningkatan populasi ayam
kampung masih sangat rendah dibandingkan ayam ras pedaging sebesar 3.76%
pada tahun 2014-2015 (BPS 2015). Hal ini disebabkan produktivitas ayam
kampung yang masih rendah dan belum dikembangkan secara optimal. Efisiensi
pertumbuhan ayam kampung dan ayam ras pedaging sangat berbeda, bobot badan
ayam kampung yang dipanen pada umur 10 minggu sebesar 900 g (Aryanti et al.
2013) sedangkan bobot badan ayam ras pedaging strain Cobb yang dipanen pada
umur 7 minggu mencapai 2 770 g (Daryono et al. 2010).
Usaha peningkatan produktivitas tidak cukup hanya dengan perbaikan pakan
dan manajemen pemeliharaan tetapi perlu ditingkatkan mutu genetiknya melalui
program pemuliaan. Salah satu program pemuliaan, dengan tujuan peningkatan
produksi daging, dapat dilakukan melalui persilangan (crossbreeding). Metode
persilangan ini dalam jangka pendek akan meningkatkan rata-rata bobot badan
dan bobot potong ayam secara cepat (Kgwatalala et al. 2015). Persilangan ayam
kampung dapat dilakukan dengan ayam ras pedaging (broiler) untuk
meningkatkan hasil dari perpaduan kedua rumpun ayam tersebut.
Ayam ras pedaging merupakan salah satu jenis ayam penghasil daging yang
sangat efektif. Ayam ras pedaging memiliki siklus produksi lebih singkat
dibandingkan dengan ternak unggas komersial lain karena sifat genetik yang
semakin baik khususnya untuk karakter pertumbuhan. Ayam ras pedaging
memiliki daging yang empuk, ukuran badan yang besar, tingkat efisiensi pakan
yang tinggi dan pertambahan bobot badan sangat cepat. Meskipun ayam ini
memiliki banyak kelebihan, pemeliharaannya harus tepat agar memperoleh hasil
yang diinginkan seperti bobot daging baik serta keamanan saat mengkonsumsinya.
Optimalisasi kepadatan kandang harus diperhatikan. Ayam tidak dapat
tumbuh secara normal dan konversi pakan tinggi selain itu mengakibatkan
penyimpangan–penyimpangan dalam perkembangan seperti saling mematuk,
kanibalisme, pertumbuhan bobot badan terganggu, konsumsi pakan berkurang,
stres pada ayam akibat cekaman panas, dan mengakibatkan kematian pada
kandang yang terlalu padat. Menurut Asanian (2014), pemeliharaan ayam ras
pedaging pada 3 kepadatan berbeda mempengaruhi pertambahan bobot badan,
konversi pakan, dan persentase bobot karkas. Menurut Kusnadi (2009), cekaman
panas yang diakibatkan perbedaan suhu pada kandang mempengaruhi
malondialdehida pada hati ayam ras pedaging.

2
Ayam KB (kampung broiler) diharapkan menghasilkan produktivitas ayam
lebih baik dari segi tingkat konsumsi pakan, bobot badan, konversi pakan,
mortalitas, Temperature humidity index (THI), dan Income over feed and chick
cost (IOFCC). Selain itu, hasil persilangan antara ayam kampung dengan ayam ras
pedaging ini diharapkan menghasilkan performa kombinasi antara kedua genetik
yang dimiliki, yaitu persentase bobot karkas, tulang, daging, kulit, lemak
abdomen, kadar kolesterol daging yang baik, dan kadar malondialdehida (MDA)
rendah pada pemeliharaan ayam dengan kepadatan kandang berbeda.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsumsi ransum, bobot badan, konversi pakan, mortalitas, THI,
serta IOFCC ayam KB berdasarkan kepadatan kandang berbeda.
2. Bagaimana persentase bobot karkas, tulang, daging, kulit, lemak abdomen,
kadar kolesterol daging, dan kadar MDA hati serta ginjal ayam KB
berdasarkan kepadatan kandang berbeda.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi THI dan MDA, produktivitas,
kualitas karkas, serta kolesterol daging ayam KB yang dipelihara pada kepadatan
kandang berbeda.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi ilmiah pada pengguna
mengenai produktivitas, kualitas karkas, lingkungan serta fisiologi, dan kolesterol
daging ayam KB berdasarkan kepadatan kandang berbeda.

Ruang Lingkup Penelitian
Tahap awal penelitian melakukan pemeliharaan ayam KB berdasarkan
kepadatan kandang yang terdiri atas kepadatan 8 ekor m-2, kepadatan 10 ekor m-2,
dan kepadatan 12 ekor m-2. Seluruh ayam (unsexed) diidentifikasi
produktivitasnya dengan menguji konsumsi ransum, bobot badan, konversi pakan,
mortalitas, THI, dan IOFCC. Sejumlah ± 30% ayam jantan dari setiap pen
dipotong dan diidentifikasi kualitasnya dengan pengujian persentase bobot karkas,
tulang, daging, kulit, lemak abdomen, kadar kolesterol, dan kadar MDA pada hati
serta ginjal ayam.

3

2. METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember
2015 melalui pengamatan lapangan dan laboratorium. Lokasi penelitian adalah
Laboratorium Lapang Unit Unggas Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Uji kolesterol daging dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Balai Besar
Industri Agro (BBIA). Uji MDA dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah ayam hasil persilangan kampung
dan ras pedaging (ayam KB), pakan komersial, air minum, vita chick, vita stres,
vaksin ND dan gumboro, sekam, kalium klorida, asam trikloroasetat (TCA), asam
thiobarbituric (TBA), dan akuades. Hasil pengujian kandungan nutrien bahan
penyusun ransum dalam 100% bahan kering (BK) di Laboratorium Terpadu PAU
IPB (2015) memperoleh hasil bahan kering (%) sebagai berikut : kadar air 10.7%,
abu 5.25%, lemak 5.57%, protein 19.80%, dan serat kasar 1.71%.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer basah kering,
exhaust fan, spoit, tabung reaksi, timbangan digital, tempat pakan, tempat minum,
kandang pemeliharaan, pemanas ayam, brooder, mesin tetas, pisau, talenan, gas
chromatography, dan spektrofotometer.

Prosedur Penelitian
Penelitian tahap awal adalah menyilangkan ayam kampung dengan ayam ras
pedaging parent stock dengan rasio 1 jantan : 6 betina. Pengumpulan telur tetas
berselang 1 minggu sebanyak 2 periode, kemudian dimasukkan ke dalam mesin
tetas selama 21 hari untuk masing-masing periode. Hasil penetasan sebanyak 90
ekor ayam hasil persilangan kampung dan ras pedaging (ayam KB) unsexed
digunakan pada pemeliharaan ini ditempatkan pada 3 unit kandang dengan
kepadatan yang berbeda. Tiap kandang berisi 3 unit pen berukuran 1m × 1 m.
Tiap petak (pen) masing–masing diisi 8, 10, dan 12 ekor ayam dengan 3
kelompok hasil persilangan kampung dan ras pedaging sebagai ulangan.
Pengambilan data konsumsi ransum, bobot badan, konversi pakan, mortalitas,
THI, dan IOFCC dimulai pada saat DOC hingga ayam berumur 12 minggu.
Masing–masing sebanyak ± 30% ayam jantan dari setiap petak kandang
dipotong pada tahap akhir penelitian pada minggu ke-12, untuk perhitungan
persentase bobot karkas, daging, kulit, tulang, dan lemak abdomen. Bagian dada

4
setiap ekor ayam diambil secara homogen untuk uji kolesterol daging dan bagian
hati serta ginjal untuk uji MDA.
Penelitian tahap I
Pengumpulan
Telur Ayam KB

Persilangan Kampung
x Ras Pedaging

Penetasan
Telur KB

Penelitian tahap II
Pemeliharaan Ayam KB (Kampung Ras Pedaging)

8

10 12

8

12

8

10

12

Analisis Peubah

Penelitian tahap III

Lingkungan dan
Fisiologi
1. Temperature
humidity index
(THI)
2. Malondialdehida
(MDA)

10

1.
2.
3.
4.
5.

Produktivitas
Konsumsi pakan
Bobot badan
Konversi pakan
Mortalitas
Income over feed
and chick cost
(IOFCC)

Gambar 1 Bagan penelitian

Kualitas Karkas
dan Daging
1. Persentase bobot
karkas, daging,
kulit dan tulang
2. Lemak abdomen
3. Kolesterol
daging

5
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain lingkungan dan fisiologi
ayam KB meliputi THI dan kadar MDA pada hati serta ginjal. Produktivitas ayam
KB meliputi konsumsi pakan, bobot badan, konversi pakan, mortalitas, dan
IOFCC dengan kepadatan kandang berbeda.
Kualitas karkas dan daging ayam KB meliputi persentase bobot karkas,
tulang, daging, kulit, lemak abdomen, dan kolesterol ayam KB meliputi kolesterol
daging bagian dada beserta kulit.
Temperature Humidity Indexs (THI) diukur menggunakan termometer
basah kering yang dipasang pada ketinggian 50 cm dari lantai kandang. Data
diambil 3 kali dalam sehari yaitu pukul 07.00 WIB, 12.00 WIB dan 17.00 WIB.
Rumus Menghitung THI (Tao and Xin 2003) adalah sebagai berikut :
THI = 0.85 Tdb + 0.15 Twb
Keterangan :
THI = temperature-humidity index (oC);
Tdb = dry-buld temperature (oC); dan
Twb = wet-buld temperature (oC).

Kadar malondialdehida (MDA) diukur dengan menganalisis organ hati
dan ginjal ayam dengan spektrofotometer sesuai dengan metode yang digunakan
pada penelitian Khan et al. (2012) yang dimodifikasi. Organ hati dan ginjal
sebanyak 1.25 g dicacah dalam kondisi dingin dalam 5 ml PBS (phosphate buffer
saline) yang mengandung 11.5 g KC1 L-1. Homogenat yang dihasilkan
disentrifugasi pada 4 500 rpm selama 10 menit. Analisis dilakukan sesuai
prosedur Singh et al. (2002) dengan modifikasi pada penghitungan bilangan
TBA, yaitu dengan menggunakan senyawa 1,1,3,3–tetraetoksipropana (TEP)
(Sigma Aldrich USA) sebagai standar pada konsentrasi bertingkat (2, 4, 6, 8, dan
10 µM).
Produktivitas yang diamati pada penelitian ini antara lain adalah konsumsi
pakan, bobot badan, konversi pakan, mortalitas, dan income over feed and chick
cost.
Konsumsi pakan (g) diukur berdasarkan jumlah pakan yang diberikan setiap hari
dikurangi jumlah pakan yang sisa pada hari tersebut.
Bobot badan (g) diukur dengan melakukan penimbangan pada setiap ekor ayam
setiap minggu.
Konversi pakan diukur berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi selama
penelitian dibagi dengan pertambahan berat badan yang diperoleh selama
penelitian Ambara et al. (2013).

Mortalitas dihitung dari jumlah ayam yang mati selama penelitian (Awobajo
2007).
Income over feed and chick cost menghitung perbedaan rata-rata pendapatan
(dalam rupiah) yang diperoleh dari hasil penjualan 1 ekor ayam pada akhir

6
pemeliharaan dengan rata-rata pengeluaran biaya DOC ditambah pakan 1 ekor
ayam selama pemeliharaan (Mide 2007).
Kualitas karkas dan daging yang diamati pada penelitian ini antara lain
adalah persentase bobot karkas, persentase daging, persentase kulit, persentase
tulang, lemak abdomen, dan kadar kolesterol daging.
Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membandingkan bobot karkas
dengan bobot badan akhir pada akhir penelitian dengan mengambil sampel
sebanyak ± 30% ekor ayam dari tiap pen. Ayam disembelih dan dicabut bulunya
kemudian ditimbang bobot karkasnya. Karkas yang diukur adalah bagian tubuh
ayam tanpa darah, bulu, kaki, kepala, leher, dan seluruh isi rongga perut kecuali
hati, ampela serta jantung (Antari et al. 2015). Persentase karkas dihitung
berdasarkan bobot karkas ayam umur 12 minggu dibagi bobot hidup dikalikan
dengan 100%.

Persentase daging dilakukan dengan menimbang berat karkas dada, paha atas,
dan paha bawah. Masing-masing bagian karkas dipisahkan tulang dan kulit.
Persentase daging dreiperoleh dengan cara perhitungan sebagai berikut :

Persentase kulit diperoleh dengan dilakukan dengan menimbang berat karkas,
dada, paha atas, dan paha bawah. Masing-masing bagian karkas dipisahkan tulang
dan daging. Persentase kulit diperoleh dengan cara perhitungan sebagai berikut :

Persentase tulang dilakukan dengan menimbang berat karkas dada, paha atas, dan
paha bawah. Masing-masing bagian karkas dipisahkan kulit dan daging.
Persentase tulang diperoleh dengan cara perhitungan sebagai berikut :

Lemak abdomen diukur dengan menimbang lemak yang terdapat pada sekeliling
gizzard dan lapisan yang menempel antara otot abdomen serta usus (Witantra
2011). Lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan bobot lemak abdomen
dengan bobot hidup dikalikan 100%. Persentase lemak abdomen diperoleh dengan
cara perhitungan sebagai berikut :

Kadar kolesterol daging diukur mengikuti metode AOAC (2005) dengan di
saponifikasi pada suhu yang tinggi. Fraksi kolesterol yang tidak tersaponifikasi
diektraksi dengan toluene. Derivatisasi dilakukan ke dalam trimethylsilyl (TMS)
untuk penghitungan menggunakan gas chromatography. Analisis gas
chromatography dilakukan dengan cara memasukan 1 mL volume ke dalam gas

7
chromatography. Penentuan area kolesterol tertinggi menggunakan pengukuran
tinggi lebar atau digital integrator. Pengukuran dilakukan selama 16-18 menit.
Area kolesterol tertinggi dibagi dengan standar area kolesterol tertinggi internal
untuk mendapatkan rasio respon standar. Respon standar diplotkan dengan 4
standar tertinggi (0.01-0.20 mg mL-1) terhadap konsentrasi kolesterol. Hasil
derivatisasi diukur dengan rumus:
g sampel per mL derivatisasi = (W1/V1)x(V2/V3)
Keterangan :
W1= Berat sampel (g);
V1 = Volume toluen (100 mL) yang digunakan dalam extraksi;
V2 = Aliquot dari extrak (25 mL); dan
V3 = Volume DMF yang digunakan untuk melarutkan residu.

Setelah didapatkan banyaknya g sampel mL-1 derivatisasi, kadar kolesterol
daging (mg kolesterol per 100 g sampel) dihitung dengan rumus :

Prosedur Analisis Data
Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan 3 perlakuan. Perlakuan
yang diujicobakan meliputi :
R1 : Ayam kampung ras pedaging (KB) dengan kepadatan 8 ekor m-2;
R2 : Ayam kampung ras pedaging (KB) dengan kepadatan 10 ekor m-2; dan
R3 : Ayam kampung ras pedaging (KB) dengan kepadatan 12 ekor m-2.
Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian produktivitas adalah
rancangan acak kelompok (RAK). Pemeliharaan ayam dilakukan pada 2 periode
berbeda. Setiap kelompok terdiri atas 8, 10, dan 12 ekor ayam. Model matematik
rancangan acak kelompok (RAK) yang digunakan menurut Steel dan Torrie
(1993) sebagai berikut:
Yij μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = respon peubah (Produktivitas) yang diamati dengan kepadatan kandang yang berbeda ke-i
(kepadatan 8 ekor m-2, 10 ekor m-2, dan 12 ekor m-2) pada kelompok ke-j (1 dan 2);
μ = nilai tengah semua perlakuan;
αi = pengaruh perlakuan ke-i;
βj = pengaruh kelompok ke-j;
εij = galat percobaan akibat kepadatan kandang yang berbeda ke-i dan kelompok ke-j;
i = 1,2,3 (banyaknya perlakuan); dan
j = 1 dan 2 (banyaknya kelompok).

Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian kualitas karkas adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan kepadatan kandang berbeda,
dengan 3 kali ulangan dan setiap ulangan masing-masing terdiri atas 8, 10, dan 12
ekor ayam. Model matematik rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan
menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut:
Yij

μ + αi + εij

8
Keterangan :
Yij = respon peubah (kualitas karkas) yang diamati dengan kepadatan kandang yang berbeda kei (kepadatan 8 ekor m-2, 10 ekor m-2, dan 12 ekor m-2) dan ulangan ke-j;
μ = nilai tengah semua perlakuan;
αi = pengaruh perlakuan ke-i;
εij = galat percobaan akibat kepadatan kandang yang berbeda ke-i dan ulangan ke-j;
i = 1, 2, 3 (banyaknya perlakuan); dan
j = 1, 2, 3 (banyaknya ulangan).

Data yang diperoleh dianalisis ragam (analysis of variance/ANOVA).
Sebelumnya telah dilakukan pengujian untuk asumsi syarat pengujian ragam
(Matjjik dan Sumertajaya 2013). Perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan
dengan uji Tukey. Hasil penelitian untuk parameter THI dan IOFCC disajikan
secara deskriptif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lingkungan dan Fisiologi Ayam Persilangan
Hasil pemeliharaan 12 minggu ayam KB yang dipelihara pada 3 kepadatan
kandang berbeda relatif sama terhadap peubah lingkungan (THI) dan tidak
berbeda nyata terhadap fisiologi ayam (MDA) hati serta ginjal.
Keadaan THI Kandang Penelitian
Suhu basah dan suhu kering merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi secara langsung kondisi produktivitas maupun kualitas karkas
ternak. Suhu basah dan suhu kering menentukan nilai THI kandang dan
lingkungan hidup ternak. Rataan suhu basah dan kering kandang hingga
dihasilkan nilai THI disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai THI kandang ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
Minggu

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-rata

8 ekor m

Kepadatan kandang
10 ekor m-2

12 ekor m-2

29.56 ± 1.19
28.23 ± 1.27
28.58 ± 1.42
28.40 ± 1.66
28.30 ± 1.63
28.60 ± 1.56
28.49 ± 1.50
28.52 ± 1.36
28.36 ± 1.38
28.42 ± 1.50
28.92 ± 0.08

(oC)
30.04 ± 1.45
29.42 ± 1.62
28.96 ± 1.62
28.78 ± 1.84
28.80 ± 1.85
28.81 ± 1.47
28.78 ± 1.54
28.93 ± 1.65
28.85 ± 1.69
28.69 ± 1.60
29.39 ± 0.18

30.15 ± 1.59
28.95 ± 1.35
28.70 ± 1.66
28.67 ± 1.67
28.54 ± 1.43
28.24 ± 1.36
29.08 ± 1.47
28.72 ± 1.44
28.70 ± 1.41
28.75 ± 1.70
29.29 ± 0.18

-2

9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa THI pemeliharaan ayam KB pada
kepadatan 8 ekor, 10 ekor, dan 12 ekor m-2 selama 12 minggu pemeliharaan
menunjukkan rataan nilai THI total sebesar 28.92 oC-29.39 oC (Tabel 1). Nilai
yang relatif sama disebabkan penggunaan exhaust fan pada setiap kandang yang
mampu menstabilkan suhu. Hal ini mengindikasikan, sirkulasi udara berlangsung
baik dan menyebabkan ayam melakukan pelepasan panas yang relatif sama pada
ketiga kepadatan, dan berdampak terhadap kondisi uap air dalam kandang relatif
sama. Hal ini sejalan dengan penelitian (Tao dan Xin 2003) bahwa apabila suhu
lingkungan efektif berada di dalam thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan
yang nyaman. Maka ayam ras pedaging dewasa akan mempertahankan suhu
tubuhnya dari 41.2 oC sampai 42.2 oC melalui mekanisme termoregulasi dengan
usaha yang minimal. Persilangan ayam kampung dengan ras pedaging merupakan
hewan homeotermal, dengan pemeliharaan kepadatan kandang 8 ekor, 10 ekor
dan 12 ekor m-2 mampu mempertahankan suhu tubuhnya secara konstan sehingga
fungsi dalam tubuhnya berlangsung secara optimal. Nilai THI yang relatif sama
pada 3 kepadatan yang berbeda memungkinkan dilakukan pemeliharaan hingga
kepadatan 12 ekor m-2 hingga umur 12 minggu.
Malondialdehida
Malondialdehida merupakan produk akhir dari peroksidasi lipida, dan
umumnya digunakan sebagai biomarker biologis untuk menilai stres oksidatif.
Hasil penelitian malondialdehida hati serta ginjal ayam KB dengan kepadatan
kandang berbeda disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2

Rataan malondialdehida hati serta ginjal ayam KB jantan pada
kepadatan kandang berbeda
Peubah

MDA Hati
MDA Ginjal

-2

8 ekor m

20.73 ± 4.55
17.33 ± 8.14

Kepadatan kandang
10 ekor m-2
12 ekor m-2
(nmol mL-1)
17.69 ± 7.65
15.21 ± 2.16

12.79 ± 2.51
11.56 ± 3.54

Rata-rata
17.07 ± 4.90
15.11 ± 4.61

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar malondialdehida hati serta
ginjal ayam KB dengan kepadatan kandang berbeda tidak berbeda nyata (Tabel
2). Pemeliharaan ayam pada kepadatan 8 ekor, 10 ekor, dan 12 ekor m-2 memiliki
kadar malondialdehida hati serta ginjal relatif sama. Hasil penelitian Zheng et al.
(2016) pada ayam ras pedaging sebagai kontrol yang dipelihara selama 20 hari
dengan kepadatan kandang 8 ekor m-2 menunjukkan nilai malondialdehida hati
sebesar 17.86 nmol mL-1. Hasil yang ditunjukkan dari rataan kadar
malondialdehida ayam KB yang dipelihara selama 12 minggu dengan 3 kepadatan
kandang berbeda menunjukkan ayam KB memiliki rataan nilai malondialdehida
hati yang relatif sama bila dibandingkan dengan nilai malondialdehida hati ayam
ras pedaging.
Kadar malondialdehida hati dan ginjal pada penelitian pemeliharaan ayam
KB tidak dipengaruhi oleh perlakuan 3 kepadatan berbeda. Hal ini
mengindikasikan tidak terjadinya peningkatan stres oksidatif pada ternak yang
berimplikasi tidak terjadi kelebihan radikal bebas yang memicu oksidasi dan

10
meningkatkan MDA. Namun demikian, kadar malondialdehida pada hati lebih
tinggi dibandingkan pada ginjal. Hal tersebut membuktikan bahwa hati
merupakan organ tubuh tempat proses oksidasi yang paling banyak terjadi.
Kepadatan kandang yang berbeda namun karena tidak menunjukkan
perbedaan THI pada setiap pen maka kemungkinan tidak menghasilkan stress
oksidatif yang menghasilkan kelebihan radikal bebas. Hal ini berarti bahwa
kondisi cekaman panas pada setiap pen tidak menimbulkan stres oksidatif. Hal ini
sejalan dengan konsumsi pakan, bobot badan dan konversi pakan yang tidak
terpengaruh akibat kepadatan kandang berbeda. Penelitian Wu et al. (2015) pada
ayam ras pedaging yang dipelihara dengan kepadatan kandang 8 ekor m-2
menunjukkan kadar malondialdehida hati pada kontrol perlakuan umur ayam 21
dan 42 hari tidak berbeda. Kusnadi (2009) melaporkan ayam ras pedaging yang
mengalami cekaman panas pada suhu berbeda mempengaruhi kadar
malondialdehida karena terjadi peningkatan stres oksidatif artinya terjadi
kelebihan radikal bebas dibandingkan antioksidan.

Produktivitas Ayam Persilangan
Hasil pemeliharaan 12 minggu pada ayam KB yang dipelihara pada 3
kepadatan kandang berbeda tidak berbeda nyata terhadap produktivitas ayam.
Produktivitas yang diamati meliputi : konsumsi pakan, bobot badan, dan konversi
pakan.
Konsumsi Pakan Ayam
Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah komponen nutrisi
yang ada di dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak. Hasil penelitian
konsumsi pakan ayam KB dengan kepadatan kandang berbeda selama
pemeliharaan 12 minggu disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan konsumsi pakan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
Minggu

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Total

-2

8 ekor m

75.58 ± 4.19
123.75 ± 1.95
154. 86 ± 0.25
253.26 ± 74.45
356.70 ± 69.47
421.26 ± 66.30
546.25 ± 66.30
605.76 ± 58.80
706.53 ± 84.09
725.06 ± 101.15
744.13 ± 167.32
714.98 ± 156.52
5 428.13 ± 602.00

Kepadatan kandang
10 ekor m-2
(gram per ekor per hari)
72.07 ± 7.53
123.93 ± 1.44
175.57 ± 35.63
227.61 ± 13.52
330.51 ± 32.22
479.77 ± 42.05
580.66 ± 15.98
656.08 ± 69.79
720.62 ± 81.11
716.61 ± 87.23
738.90 ± 212.43
641.34 ± 290.26
5 463.68 ± 668.94

12 ekor m-2
65.50 ± 11.51
121.94 ± 1.13
164.27 ± 16.05
232.36 ± 20.92
326.90 ± 29.84
458.74 ± 37.21
588.56 ± 32.14
688.75 ± 29.25
721.73 ± 72.54
712.31 ± 76.12
685.12 ± 183.25
674.40 ± 128.64
5 440.58 ± 471.19

11
Kepadatan kandang berbeda tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan
(Tabel 3). Konsumsi pakan ayam pada pemeliharaan dengan kepadatan 8 ekor, 10
ekor, dan 12 ekor m-2 relatif sama. Rataan konsumsi pakan selama 12 minggu
penelitian berkisar antara 65.50-714.98 g minggu-1 ekor-1. Asanian (2014)
melaporkan ayam ras pedaging yang dipelihara selama 8 minggu dengan
perlakuan kepadatan kandang berbeda 6, 12 dan 18 ekor m-2 menunjukkan rataan
konsumsi pakan 28.45-277.70 g ekor-1 hari-1. Hasil penelitian Iskandar et al.
(2009) melaporkan ayam wareng yang dipelihara pada kepadatan kandang
berbeda 6, 8, dan 10 ekor m-2 memiliki rataan konsumsi pakan pada umur 14-19
minggu sebesar 1 434-1 496 g ekor-1 5 minggu-1. Hasil penelitian Aryanti et al.
(2013) pada ayam kampung pedaging yang dipelihara dengan kepadatan 12 ekor
m-2 selama 10 minggu menunjukkan rataan konsumsi pakan 34.80-386.43 g ekor-1
minggu-1. Utami et al. (2012) juga melaporkan pemeliharaan ayam ras pedaging
selama 5 minggu dengan tingkat kepadatan kandang 6, 8 dan 10 ekor m-2
menunjukkan rataan konsumsi pakan 1 570.45-1 578.18 g ekor-1.
Hasil yang ditunjukkan dari rataan konsumsi pakan ayam KB yang
dipelihara selama 12 minggu dengan 3 kepadatan kandang berbeda menunjukan
ayam KB memiliki rataan konsumsi pakan yang lebih tinggi dari ayam wareng,
ayam kampung pedaging dan ayam ras pedaging. Konsumsi pakan yang tinggi
pada ayam KB disebabkan kebutuhan pakan dalam menghasilkan daging lebih
tinggi karena memiliki kerangka tubuh yang lebih besar. Konsumsi pakan
dipengaruhi oleh suhu dalam kandang. Suhu dalam kandang yang relatif sama
pada penelitian ini menjaga suhu ayam tidak naik sehingga kecukupan oksigen
terpenuhi dan menyebabkan nilai konsumsi pakan tidak jauh berbeda.
Menurut Asanian (2014), kepadatan kandang yang tinggi akan
menyebabkan kenaikan suhu kandang akibat panas yang dihasilkan ayam dari
proses metabolisme. Pemeliharaan pada kepadatan 8, 10, dan 12 ekor m-2
mengakibatkan panas rata-rata yang dikeluarkan tubuh relatif banyak dari pada
yang diterima sehingga tidak terjadi peningkatan suhu tubuh dan ternak tidak
mengalami stres panas, yang diikuti dengan kenaikan konsumsi pakan. Tingkat
konsumsi pakan menurut Bell dan Weaver (2002), dipengaruhi oleh bobot badan,
tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, kandungan energi dalam
ransum, suhu lingkungan, dan adanya penyakit.
Ayam pada kepadatan kandang 12 dan 10 ekor m-2 mengalami penurunan
tingkat konsumsi ransum pada minggu 10-12, sedangkan pada kepadatan 8 ekor
m-2 mengalami penurunan konsumsi ransum pada minggu ke-12. Hal ini
disebabkan kondisi individu ayam pada beberapa pen terserang penyakit tetapi
tidak dipisahkan sehingga mengakibatkan konsumsi pakan kumulatif ayam KB
pada pen tersebut dari minggu ke 10 menurun. Hal ini disebabkan juga oleh tubuh
ayam yang sudah besar dan adanya kenaikan suhu kandang mencapai 28 oC
menimbulkan peningkatan frekuensi pernafasan, menurunkan konsumsi pakan
dan menimbulkan penyakit pada individu ayam KB dewasa. Kusnadi (2006)
menyatakan bahwa tingginya suhu lingkungan di daerah tropis pada siang hari
dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh, sehingga ternak
mengalami cekaman panas, peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan
jumlah konsumsi air minum serta penurunan konsumsi ransum yang
mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh ayam sehingga mudah terjangkit
penyakit.

12
Bobot Badan dan Laju Pertumbuhan
Bobot badan umumnya dinyatakan dengan melakukan pengukuran berat
melalui penimbangan berulang-ulang tiap minggu atau tiap waktu lain. Hasil
penelitian bobot badan ayam KB dengan kepadatan kandang berbeda disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan bobot badan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
Minggu

DOC
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kepadatan kandang
-2

8 ekor m

35.75 ± 3.32
81.45 ± 14.87
162.38 ± 6.85
254.42 ± 31.70
412.41 ± 13.35
637.71 ± 19.43
863.71 ± 18.18
1 103.32 ± 29.73
1 408.89 ± 34.56
1 708.23 ± 86.10
2 007.25 ± 147.47
2 229.15 ± 164.05
2 463.13 ± 291.08

10 ekor m-2
(gram per ekor)
37.34 ± 2.02
80.33 ± 15.02
162.80 ± 16.90
262.48 ± 16.39
429.27 ± 23.05
659.57 ± 56.95
900.16 ± 52.34
1 188.21 ± 53.88
1 511.60 ± 58.96
1 815.43 ± 109.98
2 109.97 ± 87.89
2 287.27 ± 102.14
2 565.75 ± 259.75

12 ekor m-2
37.06 ± 1.33
75.31 ± 8.76
160.81 ± 7.66
262.49 ± 12.22
423.32 ± 17.80
641.35 ± 41.15
856.43 ± 68.59
1 147.56 ± 68.23
1 434.13 ± 80.28
1 786.16 ± 110.21
2 010.53 ± 155.78
2 211.37 ± 168.44
2 375.27 ± 277.51

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa bobot badan ayam KB dengan
kepadatan kandang berbeda (Tabel 4) tidak berbeda nyata. Pemeliharaan dengan
kepadatan 8 ekor, 10, ekor dan 12 ekor m-2 menghasilkan bobot badan seimbang.
Rataan bobot badan saat DOC hingga 12 minggu penelitian berkisar antara 35.752 565.75 g ekor-1. Bobot badan yang relatif sama pada 3 kepadatan kandang mulai
DOC hingga umur 12 minggu diduga karena bobot tetas pada ayam persilangan,
konsumsi pakan (energi dan protein), temperatur kandang dari semua kepadatan
relatif sama sehingga ayam KB mengalami peningkatan bobot badan yang tinggi
setiap minggunya. Hasil penelitian Petek et al. (2010) menunjukkan bahwa ayam
ras pedaging yang dipelihara selama 35 hari dengan perlakuan kepadatan kandang
berbeda 15, 19, dan 23 ekor m-2 menghasilkan rataan bobot badan akhir sebesar 1
618-1 816 g ekor-1. Hasil penelitian Iskandar et al. (2009) melaporkan bahwa
ayam wareng yang dipelihara pada kepadatan kandang berbeda 6, 8, dan 10 ekor
m-2 menunjukkan rataan bobot badan akhir umur 19 minggu sebesar 806-845 g
ekor-1. Hasil penelitian Aryanti et al. (2013) pada ayam kampung pedaging yang
dipelihara dengan kepadatan 12 ekor m-2 saat minggu ke-1 sampai minggu ke-10
menunjukkan rataan bobot badan 52-900 g ekor-1. Nilai standar deviasi yang
tinggi pada minggu 9 sampai 12 diakibatkan karena kondisi ayam yang terserang
penyakit sehingga mempengaruhi konsumsi pakan. Ayam yang terkena penyakit
tidak dipisahkan maka terjadi perbedaan bobot badan pada setiap pen. Ayam tetap
mengalami pertambahan bobot badan walaupun terjadi penurunan konsumsi
pakan pada minggu 9 sampai 12 dikarenakan pertumbuhan ayam yang mengalami
kenaikan bobot badan hingga jangka waktu tertentu atau dipanen.

13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot badan ayam KB yang
dipelihara selama 12 minggu dengan 3 kepadatan kandang berbeda lebih tinggi
dari ayam wareng dan ayam kampung pedaging. Hal ini disebabkan karena
perpaduan dari persilangan ayam kampung dan ras pedaging mengakibatkan
bobot badan ayam lebih besar menyerupai tekstur tubuh ayam ras pedaging.
Penelitian Asanian (2014) menunjukkan suhu lingkungan yang rendah menekan
meningkatnya suhu tubuh pada ayam ras pedaging yang ditandai dengan
meningkatnya pertambahan bobot badan. Hasil penelitian Petek et al. (2010)
menunjukkan bahwa konsumsi pakan sangat mempengaruhi bobot badan akhir.
Menurut Zainal et al. (2012), ayam yang memiliki hubungan kekerabatan jauh
menghasilkan efek heterosis positif. Persilangan dengan ayam ras pedaging
menghasilkan bobot badan yang lebih besar dibandingkan dengan tetuanya yaitu
ayam kampung. Menurut Banjarnahor et al. (2014), ternak yang memiliki
hubungan kekerabatan dekat memiliki peluang yang kecil untuk meningkatkan
heterosis dalam persilangannya.
Salah satu pendugaan pertumbuhan dapat diketahui melalui laju
pertumbuhan relatif. Kurva laju pertumbuhan ayam KB unsexed yang
dibandingkan dengan ayam KB unsexed pendugaan pertumbuhan optimal
disajikan pada Gambar 2. Pendugaan pertumbuhan optimal ayam KB unsexed
mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan ayam KB unsexed pada
kepadatan kandang 8, 10, dan 12 ekor m-2. Pendugaan pertumbuhan optimal ayam
KB unsexed R1 (Wt = Wo x e 0.290t), R2 (Wt = Wo x e 0.287t), R3 (Wt = Wo x e
0.286t
) dan ayam KB unsexed R1 (Wt = Wo x e 0.285t), R2 (Wt = Wo x e 0.281t), R3
(Wt = Wo x e 0.280t) yang diukur dengan laju pertumbuhan relatif.
3500,00
Bobot Badan (g)

3000,00
2500,00
2000,00
1500,00
1000,00
500,00
0,00
1

2

3

4

5

6
7
Minggu

8

9

10

11

12

Gambar 2 Kurva laju pertumbuhan ayam KB unsexed
Keterangan :

: BB unsexed 8 ekor;
: BB unsexed 10 ekor;
: BB unsexed 12 ekor;
: BB optimal unsexed 8 ekor;
: BB optimal unsexed 10 ekor;
: BB
optimal unsexed 12 ekor.

Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara konsumsi ransum dengan
pertambahan bobot badan. Rasio kecil menunjukkan pertambahan bobot badan
ayam baik atau ayam makan dengan efisien. Konversi ransum yang rendah
merupakan tujuan utama dalam pemeliharaan ayam yang menunjukkan efisiensi

14
penggunaan pakan yang tinggi per unit pertambahan bobot badan. Hasil penelitian
konversi ransum ayam KB dengan kepadatan kandang berbeda disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5 Rataan konversi pakan ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
Minggu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-rata

-2

8 ekor m
1.71 ± 0.34
1.55 ± 0.25
1.54 ± 0.27
1.69 ± 0.47
1.60 ± 0.38
1.86 ± 0.04
2.33 ± 0.47
2.02 ± 0.31
2.38 ± 0.31
2.46 ± 0.25
2.88 ± 1.70
3.41 ± 0.97
2.23 ± 0.20

Kepadatan kandang
10 ekor m-2
1.75 ± 0.35
1.50 ± 0.04
1.66 ± 0.17
1.32 ± 0.02
1.39 ± 0.18
1.92 ± 0.19
2.10 ± 0.26
2.03 ± 0.01
2.44 ± 0.61
2.45 ± 0.23
4.40 ± 0.88
2.42 ± 0.60
2.16 ± 0.09

12 ekor m-2
1.72 ± 0.06
1.43 ± 0.08
1.61 ± 0.25
1.47 ± 0.17
1.50 ± 0.03
2.17 ± 0.28
2.02 ± 0.13
2.54 ± 0.61
2.12 ± 0.46
3.39 ± 0.88
3.55 ± 0.63
4.97 ± 2.06
2.32 ± 0.29

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konversi pakan ayam KB dengan
kepadatan kandang berbeda tidak berbeda nyata. Pemeliharaan dengan kepadatan
8 ekor, 10 ekor, dan 12 ekor m-2 memiliki total konversi pakan dari minggu 1-12
relatif sama (2.16-2.32). Rataan konversi pakan selama minggu 1-12 penelitian
berkisar 1.32-4.97. Asanian (2014) melaporkan bahwa ayam ras pedaging yang
dipelihara selama 8 minggu dengan perlakuan kepadatan kandang berbeda 6, 12
dan 18 ekor m-2 memiliki rataan konversi pakan 0.30-3.19. Penelitian Iskandar et
al. (2009) menunjukkan bahwa ayam wareng yang dipelihara pada kepadatan
kandang berbeda 6, 8, dan 10 ekor m-2 memiliki rataan konversi pakan pada umur
14-19 minggu sebesar 9.7-10.3. Penelitian Iskandar (2005) pada persilangan ayam
kedu dan ayam arab pada umur 32-84 hari yang dipelihara dengan kepadatan
kandang 10 ekor m-2 menunjukkan rataan konversi pakan sebesar 3.74. Utami et
al. (2012) juga melaporkan pemeliharaan ayam ras pedaging selama 5 minggu
dengan tingkat kepadatan kandang 6, 8, dan 10 ekor m-2 memiliki rataan konversi
pakan 1.42-1.46. Rataan konversi pakan ayam KB dalam penelitian ini memiliki
nilai yang lebih rendah dari ayam wareng dan ayam persilangan antara ayam kedu
dan ayam arab.
Konversi pakan yang rendah pada minggu 1-8 sejalan dengan pertambahan
bobot badan yang terus naik dan konsumsi pakan yang tinggi. Hal ini disebabkan
kurva pertumbuhan ayam KB yang terus naik dan mengalami puncak
pertumbuhan hingga minggu ke 8. Konversi pakan yang tinggi pada minggu 9-12
menyebabkan tidak efisennya proses produksi karena upaya untuk menaikan
bobot badan semakin besar. Kepadatan kandang yang tinggi menyebabkan
peningkatan temperatur kandang yang disebabkan oleh panas yang dihasilkan
ayam dari proses metabolisme. Menurut (Al-Batshan 2002), konversi ransum
yang tinggi dihasilkan oleh ayam kampung ataupun ras pedaging yang mengalami
stres panas akibat temperatur kandang yang tinggi. Simitzis et al. (2012)

15
menyatakan konversi ransum akan meningkat dan menurunkan efisiensi produksi
pada ayam broiler yang mendapat cekaman panas pada suhu 32 oC. Menurut
penelitian yang dilakukan Iskandar (2005), bahwa konversi pakan hasil dari
persilangan antar dua jenis ayam lokal (ayam kedu dan ayam arab) memiliki nilai
konversi yang lebih rendah dari pada konversi ayam lokal yang tidak disilangkan.
Mortalitas
Mortalitas merupakan nilai jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan.
Kematian merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk bahan
evaluasi pemeliharaan tiap minggu dan sekaligus sebagai salah satu penentu
keberhasilan dalam usaha ternak ayam. Jumlah kematian ayam KB dengan
kepadatan kandang berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Mortalitas ayam KB pada kepadatan kandang berbeda
Kepadatan kandang

(ekor)

(%)

8 ekor m-2
10 ekor m-2
12 ekor m-2

5
5
3

6.94
5.56
2.78

Total kematian tercatat 13 ekor dari 90 ekor ayam (Tabel 6). Jumlah
mortalitas selama 12 minggu penelitian berkisar antara 3-5 ekor dari setiap
perlakuan. Petek et al. (2010) melaporkan ayam ras pedaging yang dipelihara
selama 35 hari dengan perlakuan kepadatan kandang berbeda 15 dan 19 ekor m -2
menghasilkan mortalitas 1.25%-2.50%. Iskandar et al. (2009) melaporkan
penelitian pada ayam wareng yang dipelihara pada kepadatan kandang berbeda 6,
8, dan 10 ekor m-2 menghasilkan mortalitas pada umur 14-19 minggu sebanyak 1
ekor. Ayam kampung pedaging yang dipelihara dengan kepadatan 12 ekor m -2
selama 10 minggu menunjukkan persentase mortalitas sebesar 1.78% (Aryanti et
al. 2013). Hasil yang ditunjukkan dari jumlah kematian ayam KB yang dipelihara
selama 12 minggu dengan kepadatan kandang berbeda 8, 10, dan 12 ekor m-2
menunjukkan ayam KB lebih sedikit jumlah mortalitasnya dibandingkan ayam
kampung pedaging dan ayam ras pedaging.
Kematian ayam selama pemeliharaan paling banyak terjadi pada umur 3-5
minggu yang disebabkan oleh serangan penyakit. Gejala klinis yang terlihat pada
ayam berupa gangguan pernafasan, keluarnya cairan eksudat dari rongga hidung,
batuk, bersin, dan kemerahan pada selaput lendir (conjunctiva) mata ayam. Selain
itu, perubahan patologis yang terlihat adalah peradangan pada mukosa organ
pernafasan. Menurut Wiedosari dan Wahyuwardani (2015), gejala patologis
anatomis ayam terserang penyakit CRD adalah adanya peradangan saluran
pernafasan bagian atas, kantung udara keruh, dan menebal, serta pembentukan
jaringan fibrin pada selaput hati dan jantung. Soeripto (2009) menyatakan gejala
klinis bervariasi dari subklinis sampai kesulitan pernafasan tergantung dari derajat
keparahan infeksi. Gejala klinis ditandai dengan keluarnya cairan eksudat bening
(catarrhal) dari rongga hidung, bersin-bersin, batuk, ngorok, dan radang
conjunctiva (conjunctivitis). Penyakit CRD menyerang ayam ras pedaging pada
masa pertumbuhan umur antara 3-5 minggu. Ayam KB memiliki komposisi 50%
dari ayam ras pedaging yang memerlukan kondisi kandang nyaman, namun

16
dengan kelebihan dari silangan ayam kampung 50% mampu beradaptasi hingga
kepadatan kandang 12 ekor m-2.
Rahman et al. (2004) menyatakan penyakit CRD disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma gallisepticum. Kasus penyakit pernapasan ini umumnya akibat
fluktuasi suhu dari waktu ke waktu. Penyakit CRD akan menyebabkan penurunan
jumlah yang nyata pada populasi sel-sel limfosit ayam. Efek terhadap populasi sel
limfosit ini mengakibatkan respon kek