Strategi Pemasaran Tepung Umbi Talas (Studi Kasus: Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat)

STRATEGI PEMASARAN TEPUNG UMBI TALAS (Studi Kasus:
Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat)

HERLINA DWI OKTIYANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pemasaran
Tepung Umbi Talas (Studi Kasus: Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan
Pamoyanan, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat) adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Herlina Dwi Oktiyani
NIM H34110069

ABSTRAK
HERLINA DWI OKTIYANI. Strategi Pemasaran Tepung Umbi Talas (Studi
Kasus: Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Bogor
Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.
KWT Melati merupakan kelompok wanita tani yang masih aktif
memproduksi tepung umbi talas di Kota Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi
strategi pemasaran pada KWT Melati, merumuskan alternatif strategi pemasaran
bagi KWT Melati yang sesuai dengan kondisi lingkungan eksternal dan internal
pemasaran, serta menentukan prioritas strategi pemasaran pada KWT Melati.
Penelitian ini menggunakan matriks EFE, matriks IFE, matriks SWOT, dan
QSPM. Pada matriks EFE akan diperoleh peluang dan ancaman utama dari
lingkungan eksternal KWT Melati. Pada matriks IFE, akan diperoleh kekuatan

dan kelemahan utama dari lingkungan internal KWT Melati. Matriks SWOT
menghasilkan delapan alternatif strategi yang dapat diterapkan pada KWT Melati.
Berdasarkan QSPM, alternatif terbaik yang dapat diterapkan pada KWT Melati
adalah meningkatkan kegiatan promosi agar tepung umbi talas dapat lebih dikenal
masyarakat sehingga akan meningkatkan penjualan.
Kata kunci: Lingkungan eksternal dan internal, matriks EFE, matriks IFE,
matriks SWOT, QSPM

ABSTRACT
HERLINA DWI OKTIYANI. Marketing Strategy of Taro Tuber Flours (Case
Study: Melati Women Farmers Group, Pamoyanan Village, District of South
Bogor, City of Bogor, West Java). Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.
KWT Melati is a women-farmers group who still actively producing taro
tuber flours in Bogor. This research aims to identify the external and internal
environment factors that affect the marketing strategies in KWT Melati and to
formulate alternative marketing strategies for KWT Melati in accordance with the
conditions of the external and internal marketing environment, and to determine
priority marketing strategy in KWT Melati. This research used EFE matrix, IFE
matrix, SWOT matrix, and QSPM. The EFE matrix, will generated the main
opportunity and threat of KWT Melati in the external environment. The IFE

matrix, will generated the main strength and weakness of KWT Melati in the
internal environment. The SWOT matrix, generated eight alternative strategies
that can be applied in KWT Melati. Based on the QSPM, the best alternative that
can be applied to KWT Melati is to improve the promotional activities to gain the
taro tuber flours’ popularity to the public in order to improve the sales.
Keywords: External and internal environment, EFE matrix, IFE matrix, QSPM,
SWOT matrix

STRATEGI PEMASARAN TEPUNG UMBI TALAS (Studi Kasus:
Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan
Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat)

HERLINA DWI OKTIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari
2015 ini ialah strategi pemasaran, dengan judul Strategi Pemasaran Tepung Umbi
Talas (Studi Kasus: Kelompok Wanita Tani Melati, Kelurahan Pamoyanan,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku
pembimbing, Ibu Ir Narni Farmayanti, MSc selaku penguji utama, dan Bapak Dr
Ir Joko Purwono, MS selaku penguji komisi pendidikan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Kokom dan Bapak Edi beserta
anggota Kelompok Wanita Tani Melati, Bapak Imam dan Ibu Irma beserta staf
Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor, yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Herlina Dwi Oktiyani

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian


6

Ruang Lingkup Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Talas

6

Tepung Umbi Talas

7

Tinjauan Penelitian Terdahulu


7

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

13
13

Strategi

13

Pemasaran

13

Strategi Pemasaran

14


Perumusan Strategi

15

Audit Eksternal Lingkungan Pemasaran

16

Audit Internal Lingkungan Pemasaran

20

Matriks EFE dan IFE

22

Matriks SWOT

23


QSPM

23

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

24
26

Lokasi dan Waktu Penelitian

26

Jenis dan Sumber Data

26

Metode Penentuan Responden


26

Metode Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM KWT MELATI

26
31

Sejarah KWT Melati

31

Potensi Usaha KWT Melati

31

Struktur Organisasi KWT Melati

32

Kegiatan Operasional KWT Melati

32

HASIL DAN PEMBAHASAN

35

Identifikasi Lingkungan Eksternal dan Internal Pemasaran KWT Melati

35

Identifikasi Faktor Kunci Peluang, Ancaman, Kekuatan, dan Kelemahan
Pemasaran Tepung Umbi Talas KWT Melati

44

Perumusan Strategi

51

SIMPULAN DAN SARAN

57

Simpulan

57

Saran

58

DAFTAR PUSTAKA

59

LAMPIRAN

62

RIWAYAT HIDUP

79

DAFTAR TABEL
1

Data produksi talas di Bogor tahun 2010-2013

2

2

Produksi dan permintaan tepung umbi talas KWT Melati bulan
Januari-Desember 2014 (dalam kilogram)

3

3

Perbandingan komposisi tepung umbi talas dengan tepung beras

7

4

Matriks external factor evaluation (EFE)

27

5

Matriks internal factor evaluation (IFE)

28

6

Matriks strengths, weaknesses, opportunities, threats (SWOT)

29

7

Quantitative strategic planning matrix (QSPM)

30

8

Hasil analisis matriks external factor evaluation (EFE)

52

9

Hasil analisis matriks internal factor evaluation (IFE)

53

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka analitis perumusan strategi

16

2

Kerangka pemikiran operasional

25

3

Struktur organisasi KWT Melati

32

DAFTAR LAMPIRAN
1

Identitas responden

62

2

Kuesioner penelitian

63

3

Penentuan bobot

64

4

Penentuan bobot faktor utama eksternal dan internal KWT Melati

65

5

Penentuan peringkat

66

6

Penentuan peringkat faktor utama eksternal dan internal KWT Melati

67

7

Kuesioner strategi terpilih dengan QSPM

68

8

QSPM

69

9

Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor utama eksternal KWT
Melati (Berdasarkan rataan dari responden 1, 2, 3, 4)

70

Hasil pengisian kuesioner pembobotan faktor utama internal KWT
Melati (Berdasarkan rataan dari responden 1, 2, 3, 4)

71

Hasil pengisian kuesioner peringkat faktor utama eksternal KWT
Melati (Berdasarkan rataan dari responden 1, 2, 3, 4)

72

10
11

12

Hasil pengisian kuesioner peringkat faktor utama internal KWT
Melati (Berdasarkan rataan dari responden 1, 2, 3, 4)

73

13

Hasil analisis matriks EFE

74

14

Hasil analisis matriks IFE

75

15

Hasil analisis matriks SWOT

76

16

Hasil analisis QSPM

77

17

Dokumentasi penelitian

78

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dan
strategis dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari
kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan data BPS, struktur perekonomian Indonesia menurut lapangan usaha
tahun 2014 didominasi oleh tiga lapangan usaha utama. Lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan merupakan salah satu lapangan usaha yang mendominasi
struktur perekonomian tersebut. Pada struktur perekonomian, lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan (13.38 persen) menempati urutan kedua
setelah industri pengolahan (21.02 persen).
Sektor pertanian terdiri dari pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan,
dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor
pertanian yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Subsektor
tanaman pangan mempunyai arti yang strategis dalam perekonomian nasional.
Arti strategis tersebut meliputi sumber kebutuhan paling pokok bagi kehidupan
nasional terutama bahan pangan dan menopang kehidupan lebih dari 60 persen
pelaku usaha pertanian di Indonesia. Keberhasilan pembangunan tanaman pangan
akan berdampak langsung terhadap ketahanan dan pertahanan nasional serta
perekonomian nasional.1
Tanaman pangan merupakan jenis tanaman yang mengandung karbohidrat
dan protein. Tanaman pangan terdiri dari beragam jenis yaitu serealia (padi,
gandum, dan sorghum), biji-bijian (kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau),
umbi-umbian (ubi jalar, talas, singkong, kentang, dan ganyong) dan tanaman jenis
lainnya (sukun dan sagu). Tanaman pangan tersebar hampir merata di wilayah
Indonesia dengan sentra tanaman yang berbeda-beda di wilayah tertentu. Hal ini
disebabkan oleh kondisi kesesuaian lahan dan budaya masyarakat dalam
mengembangkan jenis tanaman pangan tersebut.
Talas termasuk jenis tanaman pangan penghasil karbohidrat yang memiliki
peranan strategis yaitu sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri dan
juga untuk pakan ternak. Sebagai sumber karbohidrat, talas memiliki manfaat
yang besar untuk bahan makanan utama. Tanaman talas juga memiliki potensi
yang besar dan nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh hampir seluruh
bagian dari tanaman talas dapat diolah menjadi suatu produk yang memiliki nilai
tambah yang lebih tinggi. Umbi dan pelepah daunnya dapat dimanfaatkan untuk
bahan makanan, obat dan pembungkus. Daun, sisa umbi, dan kulit umbi dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak dan ikan secara langsung atau setelah
difermentasi.
Umbi talas merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup
baik. Umbi talas memiliki keunggulan yang meliputi rendah lemak, bebas gluten,
1

[Kementan]. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Rencana Strategis Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Tahun 2010-2014. [Internet] [diunduh 2014 Desember 19]. Tersedia pada.
http://tanamanpangan.pertanian.go.id/files/Renstra_Revisi.pdf

2
serta mudah dicerna. Kemudahannya untuk dicerna ini dikarenakan pati yang
dimiliki oleh talas memiliki ukuran yang kecil. Selain itu, kandungan patinya juga
cukup tinggi, yaitu 70-80 gram berat talas kering.
Indonesia merupakan negara produsen talas. Talas yang dikenal di Indonesia
adalah talas dengan spesies Colocasia esculenta dan spesies Colocasia gigantia.
Tanaman talas terdiri dari banyak jenis yang tersebar di beberapa daerah di
Indonesia. Jenis tanaman talas dapat dibedakan berdasarkan morfologinya yang
dilihat pada ukuran, warna umbi daun, pelepah daun, umur panen, ukuran pucuk,
rasa gatal, dan komposisi kimia yang terkandung di dalam umbinya. Ragam jenis
talas yang dapat tumbuh di beberapa daerah di Indonesia antara lain talas bogor,
talas sutera, talas bentul, talas ketan, talas belitung/kimpul, dan satoimo/talas
jepang. Jumlah produksi talas di Indonesia belum tercatat secara tingkat nasional.
Bogor merupakan sentra produksi talas di Indonesia. 2 Talas juga telah lama
dikenal orang terutama umbi talas bogor yang merupakan buah tangan khas kota
hujan tersebut. Produksi talas di Bogor pada tahun 2010-2013 cenderung
mengalami peningkatan. Produksi talas dari tahun 2010-2013 dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tahun
2010
2011
2012
2013

Tabel 1 Data produksi talas di Bogor tahun 2010-2013
Produksi
Perubahan
Perubahan
Target Realisasi
(ton)
produksi (ton)
produksi (%)
177
169
169
121

165
89
115
118

957.00
2 697.60
3 232.65
2 360.00

1740.6
535.1
-872.7

181.9
19.8
-27.0

Sumber: BPS Kota Bogor (2014)

Berdasarkan Tabel 1, produksi talas tertinggi terjadi di tahun 2012 yaitu
sebesar 3 232.65 ton. Peningkatan produksi talas terbesar terjadi pada tahun 2011
yaitu 1 740.6 ton atau 181.9 persen. Pada tahun 2013, produksi talas mengalami
penurunan produksi sebesar 872.7 ton atau 27.0 persen. Penurunan produksi
tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah lahan yang dapat digunakan untuk
budidaya talas.
Pada pemanfaatan bahan pangan, talas mempunyai peluang untuk
dikembangkan sebagai olahan dalam bentuk setengah jadi yaitu tepung umbi talas
dan olahan siap konsumsi yaitu umbi talas rebus dan goreng. Bagian talas yang
digunakan untuk pembuatan tepung adalah bagian umbi talas. Tepung umbi talas
merupakan salah satu alternatif produk setengah jadi yang dapat disimpan lebih
lama, mudah dicampur dengan bahan yang lain, kaya akan zat gizi, serta lebih
cepat dimasak. Selain itu, tepung umbi talas juga dapat dijadikan sebagai alternatif
substitusi tepung gandum, tepung terigu, tepung beras atau tepung lainnya.
2

[Kemendag]. Kementerian Perdagangan. Marketing Brief: Ubi Kayu, Ubi Jalar dan Talas.
[Internet]
[diunduh
2015
April
28].
Tersedia
pada
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/admin/docs/researchcorner/1041376299137.pdf

3
Tepung umbi talas termasuk salah satu produk olahan talas yang berpotensi untuk
dijadikan sebagai bahan baku industri pangan berbasis tepung. Sebagian besar
pemanfaatan tepung umbi talas digunakan untuk produk olahan makanan siap
konsumsi seperti kerupuk, cake, kue, dodol talas, tape talas, enyek-enyek talas,
dan cheese stick.
Potensi tepung umbi talas tersebut dimanfaatkan oleh salah satu kelompok
wanita tani yang ada di Kota Bogor, yaitu kelompok wanita tani (KWT) Melati.
KWT Melati telah menjalankan produksi pengolahan tepung umbi talas sejak
tahun 2006. Jenis talas yang digunakan oleh KWT Melati adalah jenis talas
belitung/kimpul (Xanthosoma violaceum Schott) atau dikenal dengan nama blue
taro. Talas jenis ini memiliki umbi berbentuk silinder sampai agak bulat dan
memiliki internode atau ruas dengan munculnya beberapa bakal tunas. Jumlah
umbi anak atau kimpul dapat mencapai 10 buah atau lebih dengan panjang sekitar
12-25 cm. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jenis talas yang
lainnya. Diameter umbi talas belitung sekitar 12-25 cm dengan bobot antara 3001000 gram. Tanaman talas belitung dapat mulai dipanen secara sekaligus mulai
umur 4-5 bulan atau dapat dipanen bertahap setiap 3-4 bulan sekali dengan
potensi hasil panen mencapai 7.5-37 ton/hektar. Umur panen talas belitung lebih
cepat dibandingkan jenis talas yang lain dan potensi hasil panen tersebut juga
lebih tinggi dibandingkan jenis talas lainnya. Keunggulan umbi talas belitung
yang lain adalah serat yang terkandung di dalam umbi lebih sedikit dibandingkan
jenis talas yang lain.
Produksi rata-rata tepung umbi talas KWT Melati adalah 400 kilogram per
bulan sedangkan untuk permintaan tepung umbi talas selalu berfluktuasi setiap
bulan. Jumlah produksi dan permintaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

Produksi dan permintaan tepung umbi talas KWT Melati bulan
Januari-Desember 2014 (dalam kilogram)
Selisih produksi dan Perubahan
Bulan
Produksi
Permintaan
permintaan
permintaan
400
Januari
255
145
400
235
Februari
490
-90
400
-300
Maret
190
210
400
370
April
560
-160
400
-140
Mei
420
-20
400
125
Juni
545
-145
400
-275
Juli
270
130
400
-70
Agustus
200
200
400
115
September
315
85
400
-45
Oktober
270
130
400
0
November
270
130
Desember
400
295
105
25

Sumber: KWT Melati (2015)

4
Berdasarkan Tabel 2, jumlah produksi tepung umbi talas KWT Melati masih
lebih tinggi dibandingkan permintaan dari produsen pengguna tepung umbi talas
dan konsumen akhir. Namun pada bulan Februari, April, Mei, Juni permintaan
tepung umbi talas lebih tinggi dibandingkan produksi dari KWT Melati. Pada saat
permintaan lebih tinggi dibandingkan produksi, KWT Melati mengeluarkan
tepung umbi talas dari produksi bulan sebelumnya untuk memenuhi permintaan
tersebut. Pada bulan Januari, Maret, Juli, Agustus, September, Oktober,
November dan Desember, jumlah tepung umbi talas yang diproduksi lebih tinggi
dibandingkan permintaan sehingga terjadi penumpukan tepung umbi talas yang
diproduksi. Kondisi ini sangat merugikan pihak KWT Melati mengingat tepung
umbi talas memiliki jangka waktu simpan hanya enam bulan. Oleh karena itu
diperlukan adanya strategi pemasaran yang tepat agar tepung umbi talas tersebut
tidak menumpuk. Berdasarkan Tabel 2, permintaan tepung umbi talas mengalami
fluktuasi setiap bulan. Pada bulan Februari, April, Juni, September, dan Desember
permintaan tepung umbi talas meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada bulan
April yaitu sebesar 370 kilogram. Pada bulan Maret, Mei, Juli, Agustus, dan
Oktober permintaan tepung umbi talas menurun. Penurunan terbesar terjadi pada
bulan Maret yaitu sebesar 300 kilogram. Penurunan permintaan tersebut
disebabkan oleh beralihnya pelanggan tepung umbi talas KWT Melati kepada
produsen pendatang baru.
Kondisi persaingan pasar yang semakin kompetitif tersebut menuntut KWT
Melati untuk melakukan strategi pemasaran yang tepat. Strategi pemasaran
bertujuan agar produk KWT Melati mampu meningkatkan permintaan tepung
umbi talas sehingga tidak ada penumpukan tepung umbi talas yang diproduksi.
Oleh karena itu KWT Melati perlu untuk melakukan peninjauan ulang pada
strategi pemasaran yang telah dijalankan selama ini dan juga menyusun strategi
pemasaran yang tepat.
Rumusan Masalah
KWT Melati merupakan kelompok wanita tani yang bergerak dibidang
pengolahan tepung umbi talas di Kota Bogor. KWT Melati memproduksi tepung
umbi talas rata-rata sebanyak 400 kilogram per bulan. Namun jumlah yang
diproduksi dengan jumlah permintaan tepung umbi talas tidak seimbang.
Ketidakseimbangan tersebut terjadi pada jumlah produksi yang dilakukan KWT
Melati lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan sehingga tidak jarang
produksi dalam satu bulan tersebut menumpuk. Kondisi tersebut sangat
merugikan pihak KWT Melati mengingat tepung umbi talas memiliki jangka
waktu simpan hanya enam bulan sehingga diperlukan upaya agar tepung umbi
talas tidak menumpuk dan dapat segera terserap pasar. Selain itu, permintaan
tepung umbi talas juga mengalami fluktuasi setiap bulan. Pada bulan Februari,
April, Juni, September, dan Desember permintaan tepung umbi talas meningkat.
Peningkatan terbesar terjadi pada bulan April yaitu sebesar 370 kilogram. Pada
bulan Maret, Mei, Juli, Agustus, dan Oktober permintaan tepung umbi talas
menurun. Penurunan terbesar terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 300 kilogram.
Penurunan permintaan tersebut disebabkan oleh beralihnya pelanggan tepung
umbi talas KWT Melati kepada produsen pendatang baru.

5
Kendala lain yang dihadapi oleh KWT Melati adalah terkait kemasan. Pada
pengemasan tepung umbi talas perlu dilakukan adanya perbaikan, karena kemasan
saat ini menggunakan plastik dan pelabelan yang kurang lengkap sesuai peraturan
pemerintah. Adanya perbaikan pada kemasan dan label tersebut diharapkan
mampu meningkatkan nilai jual yang lebih tinggi pada tepung umbi talas.
Menurut Kotler dan Armstrong (2009), kemasan yang inovatif dapat memberikan
keuntungan kepada perusahaan melebihi pesaingnya dan mendorong penjualan.
Oleh karena itu KWT Melati perlu untuk memperbaiki kemasan produk agar lebih
menarik dan inovatif serta melengkapi label sesuai dengan peraturan pemerintah.
Pada kegiatan promosi, KWT Melati telah melakukan promosi melalui pameran
dan internet. Saat ini promosi di internet belum dilakukan melalui website sendiri
tetapi dengan memasang iklan di website forum jual beli. Hal ini disebabkan oleh
KWT Melati baru berencana akan membuat website sendiri.
Untuk menghadapi kendala-kendala tersebut, maka diperlukan adanya
peninjauan kembali pada strategi pemasaran yang telah dijalankan oleh KWT
Melati. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi strategi pemasaran yang telah
dijalankan oleh KWT Melati. Selain melakukan peninjauan pada strategi
pemasaran, KWT Melati juga perlu merumuskan strategi pemasaran yang tepat
agar dapat meningkatkan pemasaran tepung umbi talas. Perumusan strategi
pemasaran yang tepat sebaiknya mempertimbangkan kondisi lingkungan eksternal
dan internal dari KWT Melati agar alternatif strategi yang dihasilkan juga tepat.
Berdasarkan uraian kendala tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Faktor lingkungan eksternal dan internal apa saja yang mempengaruhi
strategi pemasaran pada KWT Melati?
2. Bagaimana perumusan alternatif strategi pemasaran tepung umbi talas
KWT Melati yang sesuai dengan kondisi lingkungan eksternal dan internal
pemasaran KWT Melati saat ini?
3. Bagaimana prioritas strategi pemasaran pada KWT Melati?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan internal yang
mempengaruhi strategi pemasaran pada KWT Melati.
2. Merumuskan alternatif strategi pemasaran bagi KWT Melati yang sesuai
dengan kondisi lingkungan eksternal dan internal pemasaran.
3. Menentukan prioritas strategi pemasaran pada KWT Melati.

6

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi KWT Melati hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan untuk membantu pihak KWT Melati dalam membuat strategi
pemasaran yang tepat.
2. Bagi penulis, hasil penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan konsep
strategi pemasaran dan cara mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal
dan internal yang mempengaruhi strategi pemasaran serta dapat
merumuskan alternatif strategi pemasaran.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi
dan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai strategi pemasaran tepung umbi talas KWT Melati
difokuskan sampai pada tahap perumusan strategi pemasaran. Ruang lingkup
dalam penelitian ini yaitu menganalisis pemasaran pada tepung umbi talas KWT
Melati. Langkah awal yang dilakukan yaitu mengidentifikasi permasalahan yang
dihadapi KWT Melati. Selanjutnya mengidentifikasi lingkungan eksternal dan
internal pemasaran KWT Melati. Hasil identifikasi lingkungan eksternal akan
dievaluasi dengan menggunakan matriks EFE (External Factor Evaluation) dan
hasil identifikasi lingkungan internal akan dievaluasi dengan menggunakan
matriks IFE (Internal Factor Evaluation). Hasil analisis faktor eksternal dan
internal tersebut akan dicocokan menggunakan matriks SWOT untuk menentukan
strategi pemasaran KWT Melati. Selanjutnya penentuan prioritas strategi
pemasaran menggunakan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).

TINJAUAN PUSTAKA

Talas
Talas merupakan tanaman pangan herba menahun yang umumnya tumbuh
di daerah negara tropis dan subtropis. Talas dapat tumbuh baik pada lahan basah
maupun lahan kering. Tanah yang baik digunakan untuk menanam talas adalah
tanah yang memiliki kandungan humus dan air yang cukup dengan PH antara 5.55.6. Talas dapat tumbuh baik pada ketinggian 250-1100 mdpl dengan suhu sekitar
21-270 C. Pada pertumbuhannya, talas memerlukan sinar matahari secara penuh.
Penyinaran matahari secara penuh merupakan kondisi yang sangat baik untuk
pertumbuhan dan produktivitas tanaman talas (Sutardi et al. 2013).

7
Talas memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena dari umbinya dapat
dijadikan olahan keripik, dodol, pasta, cheese stick, enyek-enyek dan tepung.
Daun talas dapat dijadikan pakan ternak, sayur/buntil, dan obat tradisional.
Pelepah daun dapat dijadikan pakan ternak dan obat tradisional. Batang talas juga
dapat dijadikan pakan ternak dan sayur serta akar talas dapat dijadikan sebagai
obat tradisional (Sutardi et al. 2013).

Tepung Umbi Talas
Tepung umbi talas merupakan jenis tepung yang dihasilkan dari umbi talas
melalui proses penggilingan. Tepung umbi talas berpotensi untuk digunakan
sebagai bahan pembuatan pangan olahan baru ataupun pengganti tepung
konvensional. Selain itu tepung umbi talas juga dapat digunakan sebagai
pengental pada pembuatan sup ataupun pangan olahan lainnya. Tepung umbi talas
sangat potensial untuk mempertahankan flavor (rasa). Tepung umbi talas
mengandung komposisi kadar air, protein, abu, serat kasar, dan amilopektin yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tepung beras. Perbandingan tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan komposisi tepung umbi talas dengan tepung beras
Komponen (gram/100 gram)
1. Kadar air
2. Protein
3. Lemak
4. Abu
5. Serat kasar
6. Karbohidrat total
7. Pati
- Amilosa
- Amilopektin

Tepung umbi talas
10.20
12.25
0.50
4.15
0.75
72.15
67.42
2.25
65.17

Tepung beras
9.06
10.50
1.01
0.78
0.20
78.45
67.42
9.32
58.10

Sumber: Sutardi et al. (2013)

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Untuk merumuskan strategi pemasaran yang tepat, maka diperlukan adanya
analisis terhadap lingkungan pemasaran. Hal ini bertujuan agar mengetahui
kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pada kegiatan pemasaran.
Lingkungan pemasaran dibagi menjadi dua yaitu lingkungan eksternal dan
lingkungan internal. Lingkungan eksternal menganalisis mengenai peluang dan
ancaman. Lingkungan internal menganalisis mengenai kekuatan dan kelemahan.

8
Untuk menganalisis kondisi tersebut maka digunakan alat bantu analisis yaitu
matriks EFE (External Factor Evaluation) dan matriks IFE (Internal Factor
Evaluation). Setelah menganalisis lingkungan eksternal dan internal pemasaran,
kemudian dicocokan menggunakan matriks SWOT. Pada penentuan prioritas, alat
bantu yang digunakan adalah QSPM.
Pada penelitian Suhartini (2012), dari hasil analisis lingkungan eksternal
diperoleh faktor-faktor yang menjadi peluang dalam pemasaran yaitu inovasiinovasi dalam hal cara memasarkan, tidak adanya kendala dalam hal penagihan
piutang, tidak adanya kendala dalam hal pembayaran hutang kepada kreditur,
perluasan jalur pemasaran, dan mendapat kesempatan dari banyak rekan kerja
dalam hal mempromosikan produk. Faktor peluang utama tertinggi yang
mempengaruhi pemasaran pada penelitian Suhartini adalah mendapat kesempatan
dari banyak rekan kerja dalam hal mempromosikan produk dengan skor sebesar
0.38. Faktor peluang tersebut berbeda dengan hasil penelitian Kurniawan (2011).
Faktor yang menjadi peluang pada penelitian Kurniawan yaitu pendirian waralaba
pengolahan ikan, pemerintah mencanangkan Gerakan Makan Ikan Nasional,
peningkatan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, dan
perkembangan teknologi dan informasi. Faktor peluang utama tertinggi pada
penelitian Kurniawan adalah pada perkembangan teknologi dan informasi dengan
skor 0.3591.
Pada penelitian Purnama (2009), yang menjadi faktor peluang antara lain
adalah ketersediaan bahan baku, perkembangan teknologi, dukungan Pemda
setempat, dan gaya hidup. Berdasarkan faktor peluang tersebut, ketersediaan
bahan baku menjadi faktor peluang utama dengan skor tertinggi yaitu 0.4864.
Sementara menurut Sari (2008), faktor yang dapat menjadi peluang antara lain
laju pertumbuhan penduduk, teknologi informasi semakin berkembang, trend
konsumsi minuman sari buah, dukungan pemerintah terhadap usaha UMKM, dan
pelanggan yang loyal. Faktor peluang pelanggan yang loyal menjadi faktor
peluang utama dengan skor tertinggi yaitu 0.454. Hasil penelitian Risman (2009)
menyebutkan bahwa yang menjadi faktor peluang antara lain adalah pangsa pasar
yoghurt yang masih luas, perubahan gaya hidup masyarakat yang lebih sehat,
kebijakan pemerintah tentang produk susu dan turunannya, respon positif dari
lingkungan sosial di luar perusahaan, loyalitas konsumen, dan penurunan harga
BBM. Pada penelitian Risman yang menjadi faktor peluang utama dengan skor
tertinggi 0.379 adalah pangsa pasar yoghurt yang masih luas. Sementara pada
penelitian Yenni (2007) yang menjadi faktor peluang adalah topografi Desa
Cikarawang cocok untuk pengembangan komoditas ubi jalar, tersedianya tenaga
kerja, peningkatan jumlah penduduk dan kecenderungan perubahan pola konsumsi
masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat, tepung ubi jalar dapat
mensubstitusi tepung terigu, perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin
modern, peluang kerjasama dengan pemerintah dan atau pihak lain, serta adanya
peluang pasar tepung ubi jalar di wilayah Bogor. Faktor peluang perkembangan
ilmu dan teknologi yang semakin modern menjadi faktor peluang utama dengan
skor tertinggi yaitu 0.394.
Selain faktor peluang, faktor ancaman juga dianalisis dalam lingkungan
eksternal. Berdasarkan hasil penelitian Suhartini (2012), faktor ancaman
mencakup beberapa produk cetak mudah dibuat untuk kepentingan pribadi, harga
kompetitor lebih murah untuk beberapa produk sejenis, harga bahan baku

9
meningkat, dan semakin banyak berdirinya usaha yang sejenis. Pada penelitian
tersebut faktor ancaman utama adalah harga bahan baku meningkat dengan skor
tertinggi 0.36. Hasil penelitian Suhartini berbeda dengan penelitian Kurniawan
(2011) karena dalam penelitian Kurniawan yang menjadi faktor ancaman adalah
laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang melambat, tingkat inflasi yang
fluktuatif, kenaikan harga bahan baku, persaingan antar perusahaan sejenis,
hambatan masuk industri pengolahan ikan rendah, dan pembeli memiliki kekuatan
dalam memilih produk olahan ikan. Pada penelitian ini faktor persaingan antar
perusahaan sejenis menjadi faktor ancaman utama yang memiliki skor tertinggi
yaitu 0.3788.
Berdasarkan penelitian Purnama (2009), faktor ancaman mencakup
menurunnya daya beli masyarakat, naiknya harga kebutuhan pokok, biaya energi
yang meningkat, tingkat persaingan industri, dan adanya produk substitusi. Dari
faktor ancaman tersebut adanya produk substitusi menjadi ancaman utama dengan
skor tertinggi yaitu 0.2120. Pada penelitian Risman (2009), yang menjadi faktor
ancaman antara lain adalah persaingan industri yoghurt yang kompetititf, krisis
ekonomi global, isu produk yoghurt bermelamin, dan peningkatan harga bahan
baku pembuatan yoghurt. Menurut Risman dalam penelitiannya, isu produk
yoghurt bermelamin merupakan ancaman utama yang tinggi dengan skor 0.168.
Sementara menurut Sari (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa yang
menjadi faktor ancaman adalah kondisi politik, ekonomi, dan keamanan nasional
kurang mendukung, biaya input produksi tinggi, persaingan dengan perusahaan
sejenis, akses modal terbatas, dan adanya produk substitusi. Pada penelitian
tersebut diperoleh faktor ancaman utama yaitu akses modal terbatas dengan skor
tertinggi sebesar 0.270. Menurut Yenni (2007), faktor ancaman dalam lingkungan
pemasaran adalah tepung ubi jalar belum dikenal oleh masyarakat, harga tepung
substitusi lebih murah dibandingkan harga tepung ubi jalar, dan laju inflasi terus
meningkat. Dari ketiga ancaman tersebut laju inflasi terus meningkat merupakan
ancaman utama yang mempengaruhi lingkungan pemasaran dengan skor tertinggi
sebesar 0.231.
Selain melakukan analisis lingkungan eksternal pemasaran, analisis
lingkungan internal juga penting dilakukan untuk memperoleh faktor kekuatan
dan kelemahan dalam pemasaran. Menurut Suhartini (2012) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa faktor yang menjadi kekuatan antara lain adalah memiliki
pimpinan yang berjiwa sosial, bertanggung jawab, dan mampu memotivasi
karyawannya, terbinanya suasana kerja yang bersifat kekeluargaan dan gotong
royong antara karyawan dan tim manajerial, loyalitas karyawan yang tinggi
terhadap perusahaan, pemasukan yang rutin dikarenakan penjualan produk yang
baik, tingkat Return on Asset (ROA) di perusahaan cukup tinggi tiap tahun, proses
produksi yang efektif dikarenakan mesin dalam kondisi handal, ketersediaan
bahan baku yang cukup baik, armada pemasaran telah memadai, dan harga produk
bersaing dengan tetap mementingkan kualitas produk. Dari faktor-faktor kekuatan
tersebut terdapat faktor utama yang menjadi kekuatan dalam lingkungan
pemasaran yaitu terbinanya suasana kerja yang bersifat kekeluargaan dan gotong
royong antara karyawan dan tim manajerial dengan skor 0.28. Sedangkan menurut
Kurniawan (2011) faktor kekuatan mencakup pengalaman pemilik perusahaan,
pengendalian yang baik terhadap bahan baku, memiliki banyak varian produk,
memiliki kelengkapan perizinan pada label kemasan, dan akses terhadap bahan

10
baku cukup terjamin. Memiliki banyak varian produk merupakan kekuatan utama
dalam lingkungan pemasaran dengan skor tertinggi yaitu 0.4141.
Pada penelitian Purnama (2009) faktor-faktor yang menjadi kekuatan
mencakup kualitas produk, lokasi produksi, kapasitas produksi, kemampuan
bermitra dengan stakeholder, dan variasi produk. Dari faktor-faktor kekuatan
tersebut variasi produk menjadi faktor kekuatan utama yang memiliki skor
tertinggi yaitu 0.4600. Menurut Risman (2009), faktor-faktor kekuatan lingkungan
internal pemasaran antara lain adalah kualitas produk yang baik dan memiliki
sertifikat halal, tenaga kerja produksi profesional, hubungan manajer dan
karyawan terjalin dengan baik, tenaga kerja berasal dari lingkungan perusahaan,
delivery service programme, dan harga jual produk relatif lebih murah jika
dibandingkan dengan produk yoghurt lainnya. Dari faktor-faktor kekuatan
tersebut diperoleh faktor kekuatan utama yang memiliki skor tertinggi yaitu
kualitas produk yang baik dan memiliki sertifikat halal dengan skor 0.295.
Sementara menurut penelitian Sari (2008), faktor-faktor yang menjadi kekuatan
adalah produk berkualitas dan memiliki sertifikat halal, lingkungan kerja yang
kondusif, tenaga kerja yang terampil, akses bahan baku yang kuat, dan
menggunakan tenaga kerja dari daerah setempat. Produk berkualitas dan memiliki
sertifikat halal merupakan kekuatan utama dari penelitian Sari dengan skor
tertinggi yaitu 0.441. Menurut Yenny (2007), faktor–faktor kekuatan mencakup
kelompok tani sangat terbuka kepada pihak luar, adanya keinginan dan motivasi
yang kuat dari anggota kelompok tani untuk mendirikan usaha tepung ubi jalar,
anggota kelompok tani adalah petani ubi jalar yang berpengalaman, kelompok tani
sudah mempunyai struktur organisasi yang jelas, dan kelompok tani mempunyai
hubungan yang baik dengan para petani dan penjual ubi jalar di luar desa
Cikarawang. Faktor kekuatan adanya keinginan dan motivasi yang kuat dari
anggota kelompok tani untuk mendirikan usaha tepung ubi jalar merupakan faktor
kekuatan yang memiliki skor tertinggi yaitu 0.459.
Pada lingkungan internal tidak hanya menganalisis kekuatan yang dapat
mempengaruhi lingkungan pemasaran, tetapi juga menganalisis kelemahan yang
dapat mempengaruhi lingkungan pemasaran. Menurut penelitian Suhartini (2012),
faktor kelemahan lingkungan pemasaran adalah sumber daya manusia yang
dimiliki dibidang tertentu kurang, skill yang dimiliki karyawan masih kurang
dalam melakukan pekerjaan dibidang tertentu, penggunaan dana investasi di
perusahaan belum efisien, realisasi biaya operasional lebih besar daripada
anggaran yang direncanakan, sering terjadi kesalahan dalam proses produksi, dan
jarangnya promosi yang di lakukan oleh perusahaan. Pada penelitian Suhartini
(2012) faktor kelemahan yang memiliki skor tertingi adalah sumber daya manusia
yang dimiliki dibidang tertentu kurang dengan skor 0.23. Sementara menurut
Kurniawan (2011) yang menjadi faktor kelemahan adalah belum memiliki
perencanaan pemasaran secara tertulis, pembagian tugas tidak terkoordinasi
dengan baik, pembayaran dengan sistem retur, pemasaran secara pasif, perusahaan
belum menentukan target pasar, perusahaan belum mempunyai cold storage, dan
tingkat keluar masuk karyawan tinggi. Dari semua faktor-faktor tersebut
pembayaran dengan sistem retur merupakan kekuatan yang memiliki nilai skor
tertinggi yaitu 0.1944.
Menurut Purnama (2009), faktor kelemahan lingkungan pemasaran
mencakup kemasan produk, merek produk, kegiatan promosi, harga jual produk,

11
dan saluran distribusi. Kemasan produk merupakan kelemahan dengan skor
tertinggi yaitu 0.2052. Sementara menurut hasil penelitian Risman (2009) yang
menjadi kelemahan pada lingkungan pemasaran adalah kurangnya diversifikasi
produk dan kemasan tidak menarik, permodalan terbatas, sistem akunting dan
pembukuan kurang baik, lokasi dan tempat produksi kurang strategis, serta
kegiatan promosi kurang efektif. Pada penelitian Risman kelemahan yang
memiliki skor tertinggi adalah kurangnya diversifikasi produk dan kemasan tidak
menarik dengan skor 0.195. Pada penelitian Sari (2008), kelemahan lingkungan
pemasaran antara lain adalah pengelolaan manajemen usaha buruk, pencatatan
keuangan tidak sistematis, kegiatan promosi penjualan kurang efektif, lokasi dan
tempat produksi kurang strategis, harga jual produk kurang bersaing, dan
permodalan terbatas. Permodalan terbatas merupakan kelemahan dengan skor
tertinggi pada penelitian Sari yaitu 0.160. Sedangkan menurut Yenni (2007) faktor
yang menjadi kelemahan mencakup modal kelompok terbatas, kurangnya
regenerasi anggota kelompok tani, tingkat pengetahuan anggota kelompok rendah,
dan jenis varietas ubi jalar yang ditanam oleh anggota kelompok beraneka ragam.
Dari faktor-faktor kelemahan tersebut faktor jenis varietas ubi jalar yang ditanam
oleh anggota kelompok beraneka ragam merupakan kelemahan dengan skor
tertinggi yaitu 0.342.
Setelah menganalisis lingkungan eksternal dan internal pemasaran maka
selanjutnya faktor tersebut dianalisis menggunakan matriks SWOT. Dari
penyusunan matriks SWOT yang telah diolah, dihasilkan beberapa alternatif
strategi yang dapat diterapkan pada perusahaan, yaitu memperluas target pasar,
mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pelanggan,
meningkatkan kualitas produk, menambah dan melakukan pelatihan terhadap
sumber daya manusia, memperbaiki sistem manajemen, menetapkan dan
mempertahankan harga pasar yang bersaing, meningkatkan promosi,
meningkatkan kinerja kerja karyawan, dan mempertahankan hubungan baik
dengan konsumen (Suhartini 2012). Sementara hasil matriks SWOT pada
penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2011) terdapat perbedaan dengan hasil
penelitian Suhartini. Hasil matriks SWOT dari penelitian Kurniawan antara lain
adalah meningkatkan kegiatan promosi, menetapkan target pasar dalam penjualan
produk, rekrutmen tenaga penjual sendiri, menggunakan sistem teknologi data
base terkomputerisasi dalam pemasaran produk, menetapkan jalur utama
distribusi produk, menerapkan kebijakan harga yang bersaing dengan harga
pesaing, dan menyediakan pemesanan secara online. Terdapat persamaan antara
hasil penelitian Kurniawan (2011), Purnama (2009), dan Sari (2008) yaitu matriks
SWOT dapat menghasilkan strategi untuk peningkatan promosi penjualan atau
penyebaran informasi produk. Purnama (2009) juga menyebutkan dalam hasil
penelitiannya bahwa strategi yang dihasilkan dari matriks SWOT antara lain
adalah membuka peluang investasi bagi pihak lain, memperbaiki tampilan produk
melalui perbaikan kemasan, mencari informasi pasar dengan penggunaan
teknologi informasi, meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengolahan
produk dan dalam pemasaran produk. Alternatif strategi dari hasil penelitian Sari
(2008) ada yang berbeda dengan Kurniawan (2011), dan Purnama (2009) yaitu
mempertahankan kualitas dan keunggulan produk untuk menarik pelanggan,
peningkatan kapasitas produksi dengan pemanfaatan bantuan modal,
mempertahankan hubungan kerjasama dan pelayanan untuk membentuk citra

12
positif bagi usaha, melakukan diversifikasi produk dan melakukan perencanaan
pemasaran serta pengelolaan manajemen usaha yang professional.
Hasil penelitian Risman (2009) hampir sama dengan Sari (2008) yaitu
mempertahankan kualitas produk untuk menarik pelanggan. Risman (2009) juga
menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa alternatif strategi yang dapat
dilakukan antara lain adalah menjalankan kerjasama dengan investor untuk
perolehan modal, menambah jaringan distribusi melalui kerjasama dengan agenagen baru, melakukan riset pemasaran, mempertahankan harga jual produk yang
murah, dan melakukan promosi produk yang lebih gencar dan efektif. Strategi dari
hasil penelitian Yenni (2007) antara lain memperkenalkan dan menawarkan
tepung ubi jalar ke pasar baru, menjalin kerjasama seluruh anggota kelompok tani
dan para petani dan penjual ubi jalar di luar kelompok tani untuk persediaan bahan
baku, menjalin kerjasama teknis (pendampingan dan pelatihan) dan nonteknis
(bantuan modal) dengan pemerintah dan atau pihak lain, melakukan
penyeragaman jenis varietas ubi jalar yang ditanam, melakukan kegiatan promosi
yang intensif dan efisien untuk menciptakan product awareness dan product trial,
masyarakat juga dapat memperoleh informasi tambahan mengenai produk, dan
menarik anggota keluarga atau warga desa yang lebih muda untuk bergabung
dalam kelompok tani.
Pada tahap akhir perumusan strategi, alat bantu analisis yang digunakan
adalah QSPM. Dalam penelitiannya, Kurniawan (2011) menyebutkan bahwa hasil
QSPM secara berurutan adalah meningkatkan kegiatan promosi, menetapkan
target pasar dalam penjualan produk, menetapkan jalur utama distribusi produk,
menggunakan sistem teknologi data base terkomputerisasi dalam pemasaran
produk, menerapkan kebijakan harga yang bersaing dengan harga pesaing,
rekrutmen tenaga penjual sendiri, menyediakan pemesanan produk secara on line.
Untuk prioritas strategi pemasaran terbaik pada penelitian Kurniawan adalah
meningkatkan kegiatan promosi dengan STAS rata-rata tertinggi sebesar 5.1432.
Pada penelitian Purnama (2009), hasil QSPM secara berurutan yaitu memperbaiki
tampilan produk melalui perbaikan kemasan, membuka peluang kerjasama dengan
pihak lain terkait dengan pendistribusian produk, mencari informasi pasar dengan
penggunaan teknologi informasi, peningkatan promosi penjualan atau penyebaran
informasi produk, meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pemasaran produk,
dan berusaha mempertahankan produk. Berdasarkan urutan hasil QSPM tersebut
diperoleh prioritas utama pada penelitian Purnama adalah memperbaiki tampilan
produk melalui perbaikan kemasan dengan STAS 7.628.
Pada penelitian yang dilakukan Risman (2009) hasil QSPM secara berurutan
adalah melakukan promosi produk lebih gencar dan efektif, menambah jaringan
distribusi melalui kerjasama dengan agen-agen baru, mempertahankan kualitas
produk yang bertujuan untuk menarik pelanggan, menjalankan kerjasama dengan
investor untuk perolehan modal, mempertahankan harga jual produk yang murah,
dan melakukan riset pemasaran. Dari urutan tersebut prioritas utama dari hasil
QSPM adalah melakukan promosi produk yang lebih gencar dan efektif dengan
STAS 7.902. Sementara menurut Sari (2008) urutan hasil QSPM adalah
mempertahankan kualitas dan keunggulan produk untuk menarik pelanggan,
meningkatkan kegiatan promosi untuk meningkatkan penjualan, pengembangan
usaha dengan pemanfaatan bantuan modal, melakukan diversifikasi produk,
memperbaki manajemen usaha serta penerapan profesionalitas manajemen, dan

13
mempertahankan hubungan kerjasama dan pelayanan untuk membentuk citra
positif bagi KWT Turi. Prioritas utama dari hasil QSPM adalah mempertahankan
kualitas dan keunggulan produk untuk menarik pelanggan dengan STAS 5.991.
Pada penelitian Yenni (2007), hasil QSPM secara berurutan yaitu strategi promosi
yang intensif dan efisien, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan atau pihak
lain, integrasi ke belakang, dan perluasan pasar. Strategi promosi yang intensif
dan efisien merupakan prioritas utama pada penelitian Yenni dengan skor
tertinggi yaitu 7.023.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan kerangka yang didalamnya
menjelaskan mengenai teori yang relevan dengan topik penelitian. Berikut adalah
penjelasan teori yang relevan dengan topik penelitian yang berjudul Strategi
Pemasaran Tepung Umbi Talas (Studi Kasus: Kelompok Wanita Tani Melati,
Kelurahan Pamoyanan, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat).
Strategi
Menurut David (2009), strategi adalah sarana dengan tujuan jangka panjang
hendak dicapai. Strategi adalah aksi potensial yang membutuhkan keputusan
manajemen puncak dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar.
Tunggal (2009) menyatakan bahwa strategi merupakan faktor terpenting dalam
proses perencanaan. Strategi merupakan suatu cara untuk memperoleh hasil yang
diinginkan berdasarkan kondisi dan struktur yang berlaku. Strategi dilakukan
secara sadar dan aktif, sehingga hasil dari strategi tersebut dapat diprakirakan
pada saat pelaksanaan strategi. Menurut Rangkuti (2008), strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Umar (2008) menyatakan bahwa strategi berasal dari
bahasa Yunani kuno yang berarti “seni berperang”. Suatu strategi mempunyai
dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju.
Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pemasaran secara luas adalah proses
sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai yang lain.
Pada konteks bisnis yang lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan
hubungan pertukaran muatan nilai dengan pelanggan yang menguntungkan.
Pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi
pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan
menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

14
Menurut Rangkuti (2008), pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi, dan manajerial.
Tjiptono (2008) menyatakan bahwa pemasaran merupakan fungsi yang memiliki
kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran
memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi. Assauri (2004)
menyatakan bahwa pemasaran sebagai kegiatan manusia yang diarahkan untuk
memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.
Strategi Pemasaran
Menurut Adisaputro (2010), strategi pemasaran adalah cara yang ditempuh
perusahaan untuk merealisasikan misi, tujuan, sasaran yang telah ditentukan
dengan cara menjaga dan mengupayakan adanya keserasian antara berbagai tujuan
yang ingin dicapai, kemampuan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang
dihadapi di pasar produknya.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008), strategi pemasaran (marketing
strategy) adalah logika pemasaran dimana perusahaan berharap untuk
menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang menguntungkan.
Perusahaan memutuskan pelanggan mana yang akan dilayaninya (segmentasi dan
penetapan target) dan bagaimana cara perusahaan melayaninya (diferensiasi dan
postioning). Untuk dapat berhasil dalam pasar yang kompetitif, maka perusahaan
harus mampu memusatkan perhatian pada pelanggan, namun perusahaan juga
tidak dapat melayani semua konsumen pasar tertentu dengan baik, setidaknya
tidak semua konsumen dengan cara yang sama. Sebagian besar perusahaan berada
dalam posisi untuk melayani beberapa segmen dengan lebih baik daripada segmen
lainnya. Oleh karena itu, masing-masing perusahaan harus membagi keseluruhan
pasar, memilih segmen terbaik yang melibatkan segmentasi pasar, penetapan
target pasar, diferensiasi, dan “positioning” pasar.
Segmentasi merupakan proses pembagian pasar menjadi kelompok pembeli
berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik, atau perilaku berbeda yang
mungkin memerlukan produk atau program pemasaran terpisah. Penetapan target
pasar (marketing strategy) melibatkan evaluasi setiap daya tarik segmen pasar dan
memilih satu atau lebih segmen yang akan dimasuki. Positioning adalah
pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan
diinginkan, relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran.
Dipandu oleh strategi pemasaran, perusahaan merancang bauran pemasaran
terintegrasi yang terdiri dari beberapa faktor dibawah kendalinya yaitu produk
(product), harga (price), saluran distribusi (place), dan promosi (promotion).
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis
terkendali yang dipadukan untuk menghasilkan respons yang diinginkannya di
pasar sasaran.
Tjiptono (2008) menyatakan bahwa pada dasarnya strategi pemasaran
memberikan arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi
pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran, dan biaya
bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi
bisnis yang memberikan arah pada semua fungsi manajemen suatu organisasi.
Menurut Assauri (2004), strategi pemasaran pada dasarnya adalah rencana
yang menyeluruh, terpadu dan menyatu dibidang pemasaran, yang memberikan

15
panduan tentang kegiatan yang akan dijalankan untuk dapat tercapainya tujuan
pemasaran suatu perusahaan. Dengan kata lain, strategi pemasaran adalah
serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada
usaha-usaha pemasaran perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing
tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan
dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah.
Perumusan Strategi
Menurut David (2009), teknik-teknik perumusan strategi yang penting dapat
diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan ada tiga tahap. Alat
yang ditampilkan dalam kerangka ini bisa diterapkan untuk semua ukuran dan
jenis organisasi serta dapat membantu para penyusun strategi mengidentifikasi,
mengevaluasi dan memilih strategi. Tahap 1 dalam kerangka perumusan strategi
terdiri atas matriks evaluasi faktor eksternal (external factor evaluation–EFE),
matriks evaluasi faktor internal (internal factor evaluation–IFE), dan matriks
profil kompetitif (competitive profil