Pola Distribusi Dan Produksi Energi Mitokondria Sel Sel Trofoblas Blastosis Mencit (Mus muculus albinus)

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI
MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS
MENCIT(Mus musculus albinus)

ROZA HELMITA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul pola distribusi dan
produksi energi mitokondria sel-sel trofoblas blastosis mencit (Mus musculus
albinus) adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah dipublikasikan kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Agustus 2007

Roza Helmita
NRP B051050051

ABSTRAK
ROZA HELMITA. Pola distribusi dan produksi energi mitokondria sel-sel
trofoblas blastosis mencit (Mus musculus albinus). Dibimbing oleh ITA
DJUWITA, BAMBANG PURWANTARA dan ADI WINARTO.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari (1) tingkat kegagalan nidasi
dan perlekatan sel-sel trofoblas pada substrat dalam kultur in vitro, (2)
kemampuan pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel trofoblas pada blastosis nidasi
dan gagal nidasi, (3) aktivitas NADH-CoQ reductase sel-sel trofoblas dari
blastosis nidasi dan gagal nidasi serta (4) pola distribusi mitokondria dari sel-sel
trofoblas yang mengalami nidasi dan gagal nidasi dalam medium kultur in vitro.
Blastosis dikoleksi dari kornua uterus mencit pada hari keempat setelah fertilisasi
dan dibagi menjadi tiga kelompok blastosis yaitu: (1) nidasi dalam waktu 24 jam,
(2) nidasi dalam waktu 48 jam dan (3) gagal nidasi. Masing-masing kelompok
dikultur dalam medium DMEM yang diberi tambahan 50µg/ml gentamicin,
NBCS 20%, 1µl/ml ITS (kandungan insulin 5µg/ml, tranferin 10µg/ml, selenium

5µg/ml; Sigma St Louis USA) dan ß-mercaptoethanol 14,3 mM (Sigma St Louis
USA) pada inkubator CO2 5% suhu 37 °C selama 10 hari. Terhadap monolayer
trofoblas dilakukan pengukuran pertumbuhan (outgrowth) dengan menggunakan
eyespiece micrometer, pewarnaan Giemsa untuk melihat morfologi sel yang
berdiferensiasi dan pewarnaan histokimia untuk menganalisis NADH-CoQ
reduktase, serta imunositokimia untuk mengetahui distribusi mitokondria. Hasil
yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan nidasi blastosis dan
perlekatan sel-sel trofoblas. Pertumbuhan (outgrowth) sel-sel trofoblas dari
blastosis 24 jam nidasi berbeda secara signifikan dengan sel-sel trofoblas dari
blastosis 48 jam nidasi dan blastosis gagal nidasi. Hasil pewarnaan Giemsa
menunjukkan bahwa sel-sel trofoblas dari blastosis 24 jam dan 48 jam nidasi
mampu
berdiferensiasi
menjadi
sitotrofoblas,
sinsitiotrofoblas
dan
spongiotrofoblas lebih banyak dibanding sel-sel trofoblas dari blastosis gagal
nidasi. Aktivitas NADH-CoQ reduktase sel-sel trofoblas dari blastosis 24 jam dan
48 jam nidasi berbeda secara signifikan dengan sel-sel trofoblas dari blastosis

gagal nidasi dan pola distribusi mitokondria sel-sel trofoblas pada blastosis nidasi
dalam waktu 24 dan 48 jam menunjukkan keadaan normal dengan pola yang
homogen yaitu tersebar merata di dalam sitoplasma, sedangkan blastosis gagal
nidasi mempunyai pola distribusi mitokondria yang heterogen (abnormal) dan
mengelompok dalam sitoplasma sel-sel trofoblas. Berdasarkan hasil penelitian
yang diperoleh disimpulkan bahwa pola distribusi mitokondria yang abnormal dan
gangguan produksi energi mitokondria dapat menyebabkan kegagalan nidasi dan
implantasi.

Kata kunci: sel trofoblas, blastosis, mitokondria, energi, distribusi mitokondria

ABSTRACT
ROZA HELMITA. The Pattern of Distribution and Energy Production of
Mitochondrial in Trophoblast Cells of Mouse Blastocyst. Under the direction of
ITA DJUWITA, BAMBANG PURWANTARA and ADI WINARTO
The objectives of this study were to investigate: (1) the failure of ability of
blastocyst to hatch and attachment of trophoblast cells, (2) the outgrowth and
differentiation of trophoblast cells in in vitro cultured undergo hatch and no hatch
blastocyst, (3) the activity of mitochondria NADH-CoQ reductase and (4) the
pattern of mitochondrial distribution. Blastocysts were collected from uterine horn

of mice at day-4 of pregnancy. The animal were divided into 3 groups: blastocysts
hatched within 24 hours, 48 hours and non hatching. Embryos were cultured in
DMEM medium supplemented with 50µg/ml gentamicin, NBCS 20%, 1µl/ml ITS
(kandungan insulin 5µg/ml, tranferin 10µg/ml, selenium 5µg/ml; Sigma St Louis
USA) dan ß-mercaptoethanol 14,3 mM (Sigma St Louis USA) in 5% CO2
incubator at 37°C for 10 days. The outgrowth of trophoblast cells were measured
using eyespiece micrometer. The trophoblasts monolayer were processed for
Giemsa staining, histochemistry analysis of NADH-tetrazolium reductase activity
and imunocytochemistry to examine the pattern of mitochondrial distribution.
Results of this experiment showed that the ability of blastocyst hatching in in
vitro was different. The outgrowth trophoblast diameter of 24 h hatched blastocyst
was significantly higher than the 48 h hatched and non hatched blastocyst.
Morphological examination using light microscope showed that the trophoblast
monolayers of 24 h hatched blastocyst differentiated into cytotrophoblast,
syncytioptrophoblast and spongiotrophoblast after 10 days of cultured. The
activity of NADH-CoQ reductase of 24 h and 48 h hatched blastocysts showed
higher staining intensity than the non hatched blastocysts. The distribution of
mitochondrial within trophoblast cell cytoplasma of 24 h and 48 h hatched
blastocyst were homogen around nucleus whereas those of non hatched blastocyst
were clustered and heterogen. In conclusion, the failure of blastocysts hatching

and implantation was due to the impairment of mitochondria to produce energy
and the abnormal pattern of mitochondrial distribution.
Keywords: trophoblast Cells, blastocyst, mitochondrial, energy, distribution
mitochondrial

RINGKASAN
ROZA HELMITA. Pola distribusi dan produksi energi mitokondria sel-sel
trofoblas blastosis mencit (Mus musculus albinus). Dibimbing oleh ITA
DJUWITA, BAMBANG PURWANTARA dan ADI WINARTO
Perkembangan embrio praimplantasi ada kalanya mengalami gangguan
sehingga tidak semua embrio praimplantasi dapat mengalami nidasi dan
implantasi. Diantara banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
kegagalan nidasi dan implantasi blastosis diantaranya adalah: (1) gangguan pada
organel sel, misalnya pada mitokondria yang dapat mengakibatkan proses
pembentukan energi tidak berfungsi dengan baik, (2) ketebalan zona pelusida,
yakni semakin tebal zona pelusida maka energi dan tekanan yang dibutuhkan akan
semakin besar untuk dapat menembus zona pelusida, (3) aktivitas enzim
proteolitik yang berperan penting dalam mencerna zona pelusida sehingga zona
pelusida menjadi tipis dan blastosis dapat dengan mudah keluar dari zona
pelusida, dan (4) faktor penuaan (aging) yang dapat berkontribusi dalam

perkembangan kualitas embrio praimplantasi. Kegagalan ini menyebabkan embrio
dalam tahap blastosis tidak dapat nidasi atau berkontak dengan endometrium
sehingga implantasi dan kebuntingan tidak dapat terjadi. Oleh karena itu tujuan
dari penelitian ini untuk mempelajari dan memperoleh informasi mengenai: (1)
tingkat kegagalan nidasi dan perlekatan sel-sel trofoblas pada substrat dalam
kultur in vitro, (2) kemampuan pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel trofoblas
pada blastosis nidasi dan gagal nidasi dan (3) aktivitas NADH-CoQ reduktase selsel trofoblas dari blastosis nidasi dan gagal nidasi serta (4) pola distribusi
mitokondria dari sel-sel trofoblas yang mengalami nidasi dan gagal nidasi dalam
medium kultur in vitro.
Penelitian ini menggunakan blastosis mencit yang dibagi kedalam tiga
perlakuan, yaitu: (1) blastosis yang nidasi cepat (24 jam), (2) blastosis yang nidasi
lambat (48 jam) dan (3) blastosis yang gagal nidasi. Masing-masing kelompok
dikultur sampai membentuk monolayer selama 10 hari, selanjutnya diukur
penjuluran sel-sel trofoblas pertumbuhan (outgrowth), diidentifikasi morfologi
sel-sel trofoblas yang mengalami diferensiasi dan aktivitas NADH-CoQ reductase
secara histokimia serta distribusi mitokondria secara imunositokimia. Masingmasing perlakuan menggunakan minimal 10 embrio. Data tingkat nidasi blastosis
dan perlekatan, pertumbuhan (outgrowth) serta aktivitas NADH-CoQ reductase
sel-sel trofoblas diuji dengan analisis keragaman dan dilanjutkan dengan uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) menggunakan software Statistic Analyses System (SAS
2000). Data morfologi sel-sel trofoblas yang mengalami diferensiasi dan pola

distribusi mitokondria sel-sel trofoblas dianalisis secara deskriptif.
Hasil pengamatan terhadap 99 blastosis yang dikultur dalam TCM 199
menunjukkan kecepatan nidasi yang berbeda, yaitu terdapat blastosis yang nidasi
dalam waktu 24 dan 48 jam masing-masing sebesar 28% dan 17%, tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Namun jumlah kedua kelompok perlakuan
tersebut (24 dan 48 jam) menunjukkan perbedaan yang nyata jika dibandingkan
dengan blastosis yang mengalami gagal nidasi sebanyak 55%. Blastosis yang
gagal nidasi dibantu keluar dari zona pelusida menggunakan pronase 0,05%
sehingga sel-sel trofoblas dapat melekat pada dasar cawan petri. Akan tetapi,

blastosis yang nidasi tidak semuanya dapat melakukan perlekatan (attachment).
Hasil pengamatan terhadap 28 blastosis nidasi dalam waktu 24 jam yang mampu
melekat sebanyak 15 (54%) embrio, sedangkan 17 blastosis yang nidasi dalam
waktu 48 jam sebanyak 7 (41%) embrio (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa
walaupun secara morfologi blastosis yang dikultur memiliki kualitas yang sama,
namun setelah kultur in vitro menunjukkan viabilitas yang berbeda.
Kemampuan pertumbuhan sel-sel trofoblas dari blastosis nidasi dan gagal
nidasi sangat berbeda yang ditunjukkan oleh rataan pertumbuhan sel-sel trofoblas.
Hasil pengukuran pada hari ke-10 kultur menunjukkan bahwa rataan pertumbuhan
sel-sel trofoblas yang dihasilkan oleh blastosis nidasi dalam 24 jam mencapai

652,6 ± 306 µm, berbeda nyata (P < 0,05) dengan blastosis yang nidasi dalam 48
jam dan gagal nidasi, masing-masing 322,9 ± 87µm dan 180,2 ± 60 µm (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan bahwa kegagalan nidasi yang terjadi pada individu blastosis
juga berkaitan erat dengan kemampuan pertumbuhan sel khususnya sel-sel
trofoblas. Pertumbuhan sel-sel trofoblas dapat dijadikan indikasi dalam
menentukan keberhasilan proses implantasi. Semakin luas pertumbuhan sel-sel
trofoblas menunjukkan kemampuan invasi sel-sel trofoblas yang tinggi. Invasi selsel trofoblas penting untuk membentuk anchoring vili yang menjadi perantara
hubungan antara maternal dan fetus.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
diferensiasi antara blastosis yang nidasi (24 dan 48 jam) dengan blastosis yang
gagal nidasi. Pada blastosis nidasi (24 dan 48 jam ) ditemukan sekitar 50%
sitotrofoblas, 30% sinsitiotrofoblas dan 15% spongiotrofoblas dari jumlah total sel
yang berdiferensiasi. Sedangkan blastosis yang gagal nidasi mempunyai
kemampuan berdiferensiasi yang rendah, ditunjukan dari hasil pengamatan
terhadap monolayer sel trofoblas yang mengalami diferensiasi menjadi
sinsitiotrofoblas sekitar 10-30%, selebihnya berdiferensiasi menjadi sitotrofoblas
serta tidak ditemukan spongiotrofoblas dan glikogen trofoblas.
Pada perkembangan embrio dari blastosis sampai pasca implantasi, terjadi
peningkatan kebutuhan energi (ATP). Energi yang diambil berasal dari hasil
fosforilasi oksidasi. Energi (ATP) yang dihasilkan dari reaksi fosforilasi oksidasi

lebih banyak dibandingkan dengan glikolisis atau siklus Kreb. Hasil identifikasi
secara histokimia terhadap aktivitas enzim NADH-CoQ reduktase pada sel-sel
trofoblas menunjukkan perbedaan intensitas warna yang nyata (P < 0,05) antara
blastosis yang nidasi 24 dan 48 jam dengan blastosis gagal nidasi (Tabel 3). Hasil
pengamatan terhadap 15 blastosis yang nidasi pada 24 jam kultur dan 10 blastosis
yang nidasi pada 48 jam kultur menunjukkan intensitas warna biru tua (skor 3)
(100%). Disisi lain, 11 dari 12 blastosis yang gagal nidasi (91,67 %) tidak
menunjukkan intensitas warna biru (skor 0) dan hanya satu blastosis (0,08 %)
menunjukkan intensitas warna biru muda (skor 1). Berdasarkan hasil tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas NADH-CoQ reduktase pada sel-sel trofoblas
blastosis yang nidasi lebih tinggi dibandingkan dengan blastosis gagal nidasi. Hal
ini berarti bahwa sel-sel trofoblas dari blastosis gagal nidasi mengalami gangguan
atau disfungsi mitokondria, terutama dalam proses pembentukkan energi (sistem
transpor elektron atau fosforilasi oksidasi). Produksi energi yang kurang pada
awal implantasi dapat menghambat proliferasi dan diferensiasi sel-sel trofoblas.
Pembentukkan energi (ATP) dalam mitokondria pada sistem transpor elektron
atau fosforilasi oksidasi sangat tergantung pada aktivitas enzim-enzim yang

terdapat dalam matriks mitokondria, misalnya enzim NADH-CoQ reduktase.
Adanya gangguan pada komponen kunci rantai transpor elektron yaitu pada

kompleks I (NADH-CoQ reduktase) dapat mengakibatkan terganggu atau tidak
terbentuknya elektron sehingga energi (ATP) tidak dapat dihasilkan dengan
efisien dan dapat mengganggu fisiologis sel. Selanjutnya mengakibatkan sel
mengalami lisis atau apoptosis sehingga sel tidak dapat tumbuh dan
berdiferensiasi ke proses selanjutnya. Hasil imunositokimia terhadap mitokondria
pada sel-sel trofoblas dari blastosis nidasi dan gagal nidasi terdapat perbedaan
pola distribusi mitokondria di sitoplasma sel-sel trofoblas. Pada sel-sel trofoblas
yang nidasi mempunyai pola distribusi mitokondria yang homogen yaitu
mitokondria tersebar secara merata disekitar nukleus, sedangkan pola distribusi
mitokondria dari sel-sel trofoblas yang gagal nidasi yaitu heterogen, tidak tersebar
merata tetapi mitokondria tersebar secara acak dan mengelompok pada satu
tempat. Pola distribusi mitokondria yang heterogen pada sel-sel trofoblas dari
blastosis gagal nidasi mengindikasikan adanya gangguan distribusi energi (ATP)
ke dalam nukleus sehingga nukleus kekurangan energi (ATP) yang diperlukan
untuk menjalankan fungsinya, seperti proliferasi dan diferensiasi. Selain itu, pola
distribusi mitokondria yang heterogen atau mengelompok dapat dijadikan sebagai
indikasi sel akan atau mengalami apoptosis. Hal ini disebabkan dalam proses
apoptosis melibatkan mitokondria. Sel yang mengalami apoptosis mempunyai
energi (ATP) yang rendah atau menurun. Dengan demikian ATP yang tersedia
menjadi sedikit dan berdampak pada pertumbuhan dan aktivitas sel-sel trofoblas.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rendahnya aktivitas
NADH-CoQ reduktase dan pola distribusi mitokondria abnormal (heterogen)
mengakibatkan kemampuan pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel trofoblas rendah
yang selanjutnya dapat berdampak pada kegagalan nidasi dan implantasi.

Kata kunci: sel trofoblas, blastosis, mitokondria, energi, distribusi mitokondria

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

POLA DISTRIBUSI DAN PRODUKSI ENERGI
MITOKONDRIA SEL-SEL TROFOBLAS BLASTOSIS
MENCIT(Mus muculus albinus)

ROZA HELMITA

Tesis
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul
Nama
NRP

: Pola Distribusi dan Produksi Energi Mitokondria Sel-Sel
Trofoblas Blastosis Mencit (Mus muculus albinus).
: Roza Helmita
: B051050051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr.drh. Ita Djuwita, M.Phil
Ketua

drh. Adi Winarto, Ph.D
Anggota

Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Biologi Reproduksi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 15 Agustus 2007

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan
penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang telah dilaksanakan berjudul
‘Pola distribusi dan produksi energi mitokondria sel-sel trofoblas blastosis mencit
(Mus muculus albinus)’.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Ibu Dr.
drh Ita Djuwita, M.Phil, Bapak Dr. drh. Bambang Purwantara, M.Sc dan Bapak
drh. Adi Winarto, PhD selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat serta dorongan
semangat yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
tesis ini. Disamping itu, terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. drh. M.
Agus Setiadi sebagai penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan
saran kepada penulis. Terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Tuty L. Yusuf, MS, selaku
Ketua Program Studi Biologi Reproduksi beserta seluruh staf pengajar Program
Studi Biologi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH
IPB. Terima kasih kepada Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi
Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB serta Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Hewan Laboratorium FKH IPB atas bantuan fasilitas pendukung
sehingga penelitian dapat berjalan dengan baik.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Ir. Thomas
Mata Hine, M.Si, Bapak Ir. Bayu Rosadi, M.Si, Bapak Dr. drh. I Wayan Batan,
M.Si, Bapak Wibi Riawan (Lab. Biomedis FK UNIBRAW), Bapak drh. Arief
Bodieono PhD, Bapak drh Kusdiantoro Mohammad. M.Si, Bapak drh. Fachrudin
PhD, drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas M.Si, Nurbariah M.Si, Ni Luh Gde
Sumardani M.Si, Ir Yanhendri M.Si, drh. Erma Najmiati, rekan-rekan mahasiswa
Program Studi Biologi Reproduksi (Bapak Ramadan, Mas Sigit, Pak Heri, Nuril,
Ibu Enny, Pak Taufik, Beni), keluarga besar Laboratorium Embriologi (Bu Yani,
Mas Wahyu), rekan-rekan mahasiswa Program Studi SVT 2006 ( Harry, Dini,
Dwi, Riris). Teman-teman di Vaillya ( Iis, Bu Agnet, Ka’ Diana, Ella), Uni Wike,
Mba Nada, Ka Jannah, Maya Indah wahyuni, Uul, Arie dan berbagai pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semangat, doa dan bantuannya.

Terima kasih tak terhingga selamanya kepada Keluarga tercinta, ayahanda
dan ibunda, adik-adikku tersayang (Nia, Romi dan Razaq) serta seluruh keluarga
besar (Etek Ema dan keluarga, etek In dan keluarga, Pak Umar dan keluarga, Pak
Mai dan keluarga serta Pak Cut dan keluarga, Tek Wit dan keluarga, Tek Cun dan
keluarga) atas segala doa, kasih sayang, pengorbanan, pengertian dan semangat
serta dukungan materil yang tiada henti diberikan kepada penulis selama ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini dan apa yang telah
dihasilkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, bagi pembaca
pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Bogor, Agustus 2007

Roza Helmita

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 14 April 1981 dari
pasangan Roslan dan Zuhelmi. Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang, Padang dan
gelar sarjana diraih pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima
sebagai mahasiswa program master (Strata 2) pada Program Studi Biologi
Reproduksi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................

xv

PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Manfaat Penelitian ..................................................................................

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Embrio Praimplantasi..............................................................................
Blastosis Nidasi.......................................................................................
Implantasi Embrio...................................................................................
Diferensiasi Sel Trofoblas.......................................................................
Implantasi dan Perkembangan Sel Trofoblas
dalam Sistem Kultur In Vitro ..................................................................
Mitokondria.............................................................................................
Produksi ATP dalam Mitokondria ..........................................................
Mitokondria dan Apoptosis.....................................................................

4
5
6
8
10
12
13
16

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat penelitian .................................................................
Materi Penelitian .....................................................................................
Rancangan Percobaan .............................................................................
Metode Penelitian
Koleksi Blastosis...............................................................................
Kultur Blastosis In Vitro ...................................................................
Pengukuran Pertumbuhan (‘Outgrowth’) Sel-Sel Trofoblas.............
Morfologi Sel trofoblas yang Berdiferensiasi ...................................
Aktivitas NADH-CoQ Reductase dengan Pewarnaan Histokimia ..
Distribusi Mitokondria Sel-Sel Trofoblas secara Imunositokimia ...
Analisis Data ...........................................................................................

19
20
20
21
21
22
23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kegagalan Nidasi dan Perlekatan Sel-Sel Trofoblas In Vitro ..
Pertumbuhan dan Diferensiasi Sel-Sel Trofoblas dalam Kultur In Vitro
Aktivitas NADH-CoQ Reductase Sel-Sel trofoblas ...............................
Pola Distribusi Mitokondria pada Sel-Sel Trofoblas ..............................

24
25
29
31

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................

33

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

34

LAMPIRAN.....................................................................................................

39

19
19
19

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase perkembangan blastosis ke tahap nidasi
dan perlekatan pada dasar cawan petri dalam kultur in vitro.....................

25

2 Rataan pertumbuhan sel-sel trofoblas ........................................................

27

3 Hasil pewarnaan histokimia terhadap aktivitas
NADH-tetrazolium reductase ....................................................................

30

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Blastosis ekspan .........................................................................................

4

2 Proses nidasi blastosis dari zona pelusida..................................................

5

3 Proses implantasi embrio ...........................................................................

7

4 Pertumbuhan sel-sel trofoblas secara in vitro ............................................

11

5 Struktur mitokondria ..................................................................................

12

6 Rantai respirasi elektron dalam mitokondria .............................................

15

7 Dua jalur apoptosis.....................................................................................

18

8 Pertumbuhan sel-sel trofoblas didalam medium kultur in vitro.................

26

9 Morfologi sel-sel trofoblas yang telah mengalami diferensiasi .................

28

10 Aktivitas NADH-CoQ reduktase pada monolayer sel-sel trofoblas ..........

30

11 Pola distribusi mitokondria pada sel-sel trofoblas .....................................

32

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi medium koleksi blastosis (phosphate buffered
saline).........................................................................................................

40

2 Komposisi medium Tissue Culture Medium (TCM) .................................

41

3 Komposisi medium (Dubellco’s Modified Eagles’ Medium) DMEM.......

42

4. Analisis data ...............................................................................................

43

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Implantasi merupakan suatu peristiwa dalam reproduksi

mamalia yang

menentukan apakah kebuntingan akan dapat dipertahankan sampai lahir. Untuk
mencapai tahap implantasi, embrio tahap blastosis harus mengalami nidasi
(hatching) yaitu proses keluarnya embrio dari zona pelusida (Dey et al. 2004;
Horse et al. 2004). Nidasi blastosis terdiri dari inner cell mass (ICM) yang akan
menjadi fetus dan lapisan epitel paling luar yaitu trofoblas yang akan berperanan
di dalam proses implantasi serta rongga yang berisi cairan, disebut blastosul.
Perkembangan embrio praimplantasi ada kalanya mengalami gangguan
sehingga tidak semua embrio praimplantasi dapat mengalami nidasi dan
implantasi. Hal ini ditunjukkan dari hasil transfer blastosis manusia yaitu sekitar
47%-60% yang berhasil mengalami implantasi dan hamil (Fong et al. 2001).
Bahkan Norwitz et al. (2001) mengemukakan bahwa blastosis yang dikultur in
vitro kemudian ditransfer, menunjukkan tingkat implantasi yang lebih rendah
yaitu sekitar 25%. Sedangkan Hredzak et al. (2005) menyatakan bahwa pada
mencit tingkat implantasi embrio segar adalah 31,3%.
Diantara banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kegagalan
nidasi dan implantasi blastosis diantaranya adalah: (1) gangguan pada organel sel,
misalnya pada mitokondria yang dapat mengakibatkan proses pembentukan energi
tidak berfungsi dengan baik (Tsuzuki et al. 2001; John 2002; Tamassia et al.
2004; Turrens 2003), (2) ketebalan zona pelusida, yakni semakin tebal zona
pelusida maka energi dan tekanan yang dibutuhkan akan semakin besar untuk
dapat menembus zona pelusida, (3) aktivitas enzim proteolitik yang berperan
penting dalam mencerna zona pelusida sehingga zona pelusida menjadi tipis dan
blastosis dapat dengan mudah keluar dari zona pelusida, dan (4) faktor penuaan
(aging) yang dapat berkontribusi dalam perkembangan kualitas embrio
praimplantasi (Acton et al. 2004; Blerkom 2004; Osagie et al. 2003; Fong et
al.2001). Kegagalan ini menyebabkan embrio dalam tahap blastosis tidak dapat
nidasi atau berkontak dengan endometrium sehingga implantasi dan kebuntingan
tidak dapat terjadi (Horse et al. 2000; Dey et al. 2004; Brokes et al. 2004).

Selama perkembangan embrio praimplantasi dari zigot sampai mencapai
blastosis terjadi peningkatan aktivitas metabolisme serta kebutuhan energi
(Trimarchi et al. 2000; Ludwig et al. 2001; Blerkom 2004). Proses pembentukan
energi sangat tergantung pada aktivitas mitokondria sebagai organel pembangkit
energi dalam sel (power house cell) sehingga gangguan atau rusaknya
mitokondria dapat mempengaruhi proses pembentukan energi yang sangat
dibutuhkan dalam proses nidasi dan implantasi blastosis.
Pembentukan energi berupa adenosin triphosphat (ATP) di dalam
mitokondria terjadi melalui dua interaksi siklus metabolisme, yaitu siklus asam
sitrat (siklus Kreb) dan fosforilasi oksidasi (Klobuear dan Gorup 2004; Brookes
2004). Salah satu produk dari siklus asam sitrat adalah nikotinamida adenin
dinukleotida dehidrogenase (NADH) yang berfungsi sebagai substrat pada reaksi
transduksi energi dalam sistem rantai transpor elektron (RTE) atau fosforilasi
oksidasi. Pelepasan energi NADH terjadi secara bertahap dengan melibatkan
enzim-enzim antara lain NADH-CoQ reduktase pada kompleks I. Gangguan atau
kerusakan pada komponen kunci rantai transpor elektron terutama pada kompleks
I dapat mengakibatkan tidak terbentuknya elektron sehingga ATP tidak dapat
dihasilkan dengan efisien dan dapat meningkatkan produksi radikal bebas. Radikal
bebas adalah molekul reaktif yang dapat merusak DNA dan membran sel melalui
jalur oksidasi sehingga menyebabkan apoptosis sel dan mempercepat penuaan
(aging) (Dimauro dan Schon 2003; Trimarchi et al. 2000; Blerkom 2004).
Walaupun kajian dan informasi terhadap proses implantasi secara in vitro
cukup banyak dilaporkan, namun sejauh mana kegagalan nidasi blastosis yang
diakibatkan oleh kelainan pola distribusi dan gangguan fungsi mitokondria belum
diketahui. Disamping itu rendahnya tingkat kebuntingan yang disebabkan oleh
kegagalan nidasi sulit diketahui secara in vivo. Oleh sebab itu perlu kajian in vitro
mengenai kegagalan nidasi dan implantasi yang dikaitkan dengan pola distribusi
dan aktivitas mitokondria dalam memproduksi energi. Hal tersebut dapat dilihat
dari aktivitas NADH-CoQ reduktase serta kemampuan pertumbuhan dan
diferensiasi sel-sel trofoblas.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan memperoleh informasi
mengenai: (1) tingkat kegagalan nidasi dan perlekatan sel-sel trofoblas pada
substrat dalam kultur in vitro, (2) kemampuan pertumbuhan dan diferensiasi selsel trofoblas pada blastosis yang mengalami nidasi dan gagal nidasi dan (3)
aktivitas NADH-CoQ reduktase sel-sel trofoblas pada blastosis yang mengalami
nidasi dan yang gagal nidasi serta (4) pola distribusi mitokondria dari sel-sel
trofoblas yang mengalami nidasi dan gagal nidasi dalam medium kultur in vitro.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan terhadap
informasi dasar mengenai faktor penyebab kegagalan nidasi blastosis dan
implantasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Embrio Praimplantasi
Perkembangan embrio praimplantasi dimulai setelah fertilisasi yakni dari
mulai tahap zigot yang selanjutnya mengalami pembelahan mitosis sampai
membentuk blastosis. Pada mencit blastosis terbentuk empat hari setelah
fertilisasi. Struktur blastosis terdiri dari dua tipe sel yaitu inner cell mass (ICM)
dan sel trofoblas. Inner cell mass (ICM) akan membentuk embrionic stem cell
(ESC) pluripotent yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel dari tubuh
fetus. Sementara itu sel-sel trofoblas akan berperan dalam proses implantasi dan
menjadi selaput ekstraembrionik (Gambar 1) (Kimber & Spanswick 2000; Hardy
& Spanos 2000; Goetz 2002). Di bagian dalam dari lapisan sel-sel trofoblas
terdapat suatu rongga berisi cairan yang disebut blastosul. Di bagian paling luar,
blastosis dibungkus oleh suatu selaput glikoprotein yang disebut dengan zona
pelusida.

Seiring dengan pertumbuhan embrio praimplantasi, blastosul akan

mengalami pembesaran akibat terjadinya akumulasi cairan sehingga ukuran
blastosis bertambah besar dan tahap tersebut disebut dengan blastosis yang meluas
(blastosis ekspan).

Selanjutnya blastosis eskpan akan mengalami nidasi

(hatching).

ICM

blastosul
trofoblas

Zona pelusida
Gambar 1 Blastosis ekspan mencit.

Nidasi Blastosis
Nidasi merupakan proses keluarnya blastosis dari zona pelucida. Nidasi
dimulai dengan adanya akumulasi cairan secara bertahap dalam blastosul sehingga
terjadi peningkatan ukuran atau volume blastosis dari ukuran awalnya. Akumulasi
cairan dalam blastosul mengandung Na+/K+ dan ATPase yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik internal pada trofoblas dan zona
pelusida. Akibatnya zona pelusida menjadi tipis dan elastis (Gambar 2) (Balaban
et al.2002; Gonzales et al. 1996; Jones et al. 2000).

ICM

blastosul
trofoblas

Zona pelusda
Gambar 2 Proses nidasi blastosis dari zona pelusida
Blastosis keluar dari zona pelusida pada kutub yang berlawanan dengan
inner cell mass (ICM) dan proses nidasi akan selesai apabila seluruh blastosis
telah keluar dari zona pelusida. Selanjutnya fimbria halus dan kecil muncul pada
sel trofoblas dan bergerak secara amuboid ke dinding endometrium untuk
melakukan proses implantasi yang diawali dengan terjadinya perlekatan dengan
epitel endometrium (Horse et al. 2004; Osagie & Biggers 2003).
Pada blastosis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses nidasi
diantaranya, adalah: (1) ketersediaan energi (ATP) dalam blastosis yang
diperlukan untuk menekan zona pelusida, (2) ketebalan zona pelusida, yakni
semakin tebal zona pelusida maka energi dan tekanan yang dibutuhkan akan
semakin besar untuk dapat menembus zona pelusida, serta (3) aktivitas enzim
proteolitik yang berperan penting dalam mencerna zona pelusida sehingga zona

pelusida menjadi tipis dan blastosis dapat dengan mudah keluar dari zona pelusida
(Osagie et al. 2003; Fong et al.2001).

Implantasi Embrio
Proses implantasi dimulai setelah blastosis keluar dari zona pelusida yang
diikuti dengan kontak secara fisik dan fisiologis antara trofoblas dengan dinding
endometrium uterus (Horse et al. 2004). Proses

ini melibatkan serangkaian

interaksi intraseluler serta interaksi antara sel dan matriks (Dey et al. 2004).
Ada tiga tahapan dalam proses implantasi, yaitu (1) aposisi, (2) perlekatan
(adhesi) dan (3) invasi. Aposisi merupakan adhesi yang tidak stabil dan terjadi
setelah blastosis berkontak dengan dinding uterus; sedangkan perlekatan (adhesi)
merupakan perlekatan yang stabil antara trofoblas dengan sel epitel uterus.
Selanjutnya sel trofoblas melakukan infiltrasi ke dalam endometrium yang diikuti
dengan invasi di dalam endometrium membentuk anchoring vili agar fetus
memperoleh makanan dari induk (Gambar 3) (Dey et al. 2004; Dominguez et al.
2005).
Pada manusia dan mencit endometrium mengalami desidualisasi, yaitu selsel stroma mengalami perubahan morfologi, perubahan komposisi matriks
interseluler serta peningkatan pertumbuhan kapiler-kapiler pembuluh darah.
Adanya desidualisasi menyebabkan dikeluarkannya bahan-bahan metabolit,
seperti karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat. Bahan-bahan tersebut
penting untuk nutrisi embrio selama implantasi (Dey et al. 2004; Kliman 2000).

INVASION

Gambar 3 Proses implantasi embrio ( Dominguez et al. 2005).

Berdasarkan perbedaan cara interaksi antara blastosis dan sel-sel uterus,
implantasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (1) sentral (superficial),
(2) eksentrik dan (3) interstisial (profundal). Pada implantasi superficial,
implantasi hanya berupa perlekatan pada permukaan uterus dan tidak terjadi
infiltrasi pada epitel endometrium. Tipe ini terdapat pada mamalia seperti kuda,
sapi, domba dan kambing. Implantasi eksentrik terjadi pada hewan anjing, kucing,
tikus dan mencit;

pada tipe ini implantasi terjadi pada epitel uterus yang

mengalami invaginasi dan terjadi sedikit kerusakan pada stroma uterus. Pada tipe
interstitial terjadi pada babi, simpanse dan manusia. Pada tipe ini, implantasi
blastosis terjadi dalam subepitel stroma.

Diferensiasi Sel Trofoblas
Setelah blastosis keluar dari zona pelusida, sel-sel trofoblas akan melekat
pada dinding endometrium uterus. Sel trofoblas merupakan sel-sel yang berperan
penting dalam proses implantasi dan membentuk hubungan antara induk dan fetus
(Horse et al.2004; Nadra et al. 2006).

Pada masa proses implantasi sel-sel

trofoblas mengalami proliferasi dan diferensiasi. Secara morfologi, diferensiasi
sel-sel trofoblas dibagi kedalam empat tipe, yaitu: 1) giant trophoblast cell, 2) sel
spongiotrofoblas

(spongiotrophoblast),

3)

sel

glikogen,

dan

4)

sel

sinsitiotrofoblas (syncytiotrophoblast) (Kliman 2000; Kimber & Spanswick
2000). Keempat tipe sel tersebut merupakan hasil penggabungan (fusi) atau
diferensiasi sitotrofoblas (cytotrophoblast). Sebagian sitotrofoblas bergabung
bersama membentuk sinsitiotrofoblas. Selain itu sitotrofoblas juga berdiferensiasi
menjadi giant trophoblast cell, spongiotrofoblas dan sel glikogen trofoblas
(Lunghi et al. 2007; Kliman 2000).
Giant trophoblast cells terdapat pada koriovitelin dan korioalantois
plasenta. Sel ini berukuran besar dengan satu nukleus. Giant trophoblast cells
menghasilkan beberapa growth factor (baik secara autokrin maupun parakrin) dan
hormon-hormon yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan fetus serta
interaksi fisiologis antara fetus dan induk (Dey et al. 2004). Sel ini melakukan
proses endoreduplikasi, seperti melanjutkan sintesis DNA tanpa pembelahan sel.
Diferensiasi giant trophoblast cells didukung oleh dua gen faktor transkripsi basic
helix-loop helix (bHLH) yaitu Hand 1 dan Stra13.
Sel spongiotrofoblas secara morfologi berbeda dengan giant trophoblast
cells dan turut berperan dalam aktivitas endokrin. Sel glikogen sesuai dengan
namanya, sel ini banyak mengandung glikogen yang berpotensi dalam
penyimpanan energi dan muncul pada akhir kebuntingan (Kliman 2000).
Sel sinsitiotrofoblas merupakan sel dengan dua atau lebih nukleus
(multinukleus) berasal dari hasil penggabungan sitotrofoblas. Sel ini bertanggung
jawab dalam pengangkutan nutrien dan pembuangan sisa metabolisme,
mensekresikan hormon human chorionic gonadotrophin (hCG) yang penting
untuk mempertahankan korpus luteum untuk menghasilkan progesteron yang
diperlukan pada awal kebuntingan. Sinsitiotrofoblas menghasilkan laktogen

plasenta yang berperan sebagai regulator metabolisme lipid dan karbohidrat pada
induk. Selain itu sinsitiotrofoblas juga menghasilkan ß1-glycoprotein spesifik,
plasminogen

activator

inhibitor

type 2, growth

hormone, collagenase,

thrombomodulin dan reseptor-reseptor growth factor ( Haig 1996; Frendo et al
2003).
Secara in vitro, diferensiasi sel sitotrofoblas diketahui dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti growth factor (epidermal growth factor, kelompok
granulosit-makrofag) dan hormon-hormon (hCG, estradiol) (Lunghi et al. 2007;
Kliman 2000). Menurut Frendo et al (2003) terdapat keterlibatan cyclic AMP
(cAMP), protein kinase serta stres oksidatif dengan diferensiasi dan fusi sel
trofoblas. Selain itu, kandungan oksigen berhubungan dengan respirasi dan
pembentukan ATP serta cAMP. Rendahnya kandungan oksigen atau sampai
dalam kondisi hipoxia dapat menghambat proliferasi sitotrofoblas dan diferensiasi
sinsitiotrofoblas (Aplin & Kimber 2004; Cartwright et al.2002; Lunghi et al.
2007).

Implantasi dan Perkembangan Sel Trofoblas dalam Sistem Kultur In Vitro
Upaya untuk mempelajari proses implantasi secara in vivo mengalami
kendala. Untuk dapat mengamati proses implantasi khususnya pertumbuhan dan
perkembangan sel-sel trofoblas diperlukan sistem in vitro yang memadai.
Berbagai model implantasi blastosis telah dilakukan, diantaranya menggunakan
feeder layer seperti sel epitel endometrium, sel stroma, sel desidua serta matriks
ekstraseluler seperti laminin dan fibronectin yang berperan sebagai tempat
perlekatan dan invasi menyerupai sel-sel uterus maternal (Tayade et al. 2005;
Harun 2006).
Dalam sistem kultur in vitro, telah dilaporkan bahwa sel-sel trofoblas
mampu tumbuh sampai mengalami perlekatan (attachment) dan pertumbuhan
(outgrowth) yang mirip dengan proses adesi dan invasi secara in vivo. Sel-sel
trofoblas yang dikultur secara in vitro dapat tumbuh dengan baik apabila
dikondisikan sesuai dengan suasana in vivo. Penggunaan sistem kultur yang baik
mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan sel-sel trofoblas, terutama
penggunaan medium kultur yang tepat, penambahan serum, substrat energi
(piruvat dan glukosa), metabolit esensial (karbohidrat, asam amino, vitamin,
protein dan peptida), ion-ion anorganik, matriks ekstraseluler seperti laminin,
serta sistem inkubasi yang meliputi suhu, pH, fase gas serta osmolalitas medium
(Gardner et al.2002; Summers 2003).
Pada lingkungan in vitro, medium merupakan hal yang penting dalam
perkembangan sel-sel trofoblas. Medium yang digunakan harus mengandung
glukosa konsentrasi tinggi sebagai sumber energi. Sedangkan piruvat dan laktat
dalam konsentrasi rendah. Hal ini disebabkan pada perkembangan embrio pasca
implantasi terjadi peningkatan aktivitas metabolisme sehingga memerlukan energi
yang banyak. Selain itu, penambahan asam amino dan growth factor penting
dalam meningkatkan viabilitas dan perkembangan embrio secara in vitro (Gardner
et al. 2002).
Sel-sel trofoblas di dalam medium kultur akan melakukan perlekatan pada
dasar cawan petri atau pada feeder layer setelah blastosis mengalami nidasi.
Selanjutnya sel-sel trofoblas akan berproliferasi dan tumbuh ke arah luar dari
inner cell mass (ICM) (outgrowth). Semakin lama kultur maka pertumbuhan sel

trofoblas akan semakin luas sampai mencapai batas maksimum (Gambar 4)
(Tayade et al. 2005).

Hari

Tingkat

0

Blastosis

1

Nidasi

2

Perlekatan

3-5

6-7

8-9

Gambaran embrio

Potongan melintang

Awal pertumbuhan

maksimum pertumbuhan

akhir pertumbuhan

Gambar 4 Pertumbuhan sel-sel trofoblas secara in vitro (Tayade et al.2005).

Mitokondria
Mitokondria berasal dari bahasa Yunani yaitu mito yang berarti benang dan
chondrion yang berarti granul atau butiran-butiran, sehingga dapat diartikan
organel yang mempunyai rangkaian granul-granul atau butiran-butiran yang
tersusun seperti benang. Mitokondria merupakan organel yang unik karena
memiliki materi genetik (DNA) sendiri berbentuk lingkaran yang turut berperan
dalam pewarisan sifat keturunan. Materi genetik ini berasal dari maternal,
sehingga setiap oosit mengandung banyak mitokondria pada sitoplasmanya
(Tamassia et al. 2004).
Struktur mitokondria berbentuk oval dengan panjang 1-2 mm dan lebar 0,51 mm, berada dalam sitoplasma yang strukturnya dikelilingi oleh dua membran,
yaitu membran luar dan membran dalam. Keduanya merupakan fosfolipid lapis
ganda (bilayer) yang terdiri atas kumpulan protein yang unik. Pada membran luar
terlihat halus tetapi mengandung protein transpor yang disebut porin, sehingga
membran luar berfungsi sebagai tempat keluar masuknya ion atau molekul kecil,
termasuk protein berukuran kecil kedalam ruang antar membran, namun tidak
semuanya melewati membran dalam yang bersifat impermeabel seperti di ruang
matriks. Pada membran dalam terdapat bagian yang berlipat-lipat, disebut krista.
Membran dalam membagi mitokondria menjadi dua ruang. Ruang pertama berupa
ruang antar membran, daerah sempit antara membran dalam dan membran luar.
Ruang kedua, yaitu matriks mitokondria yang dilingkupi oleh membran dalam
(Gambar 4) (Brokes et al. 2004; Cummins 2001; Dimauro & Schon 2003).

Gambar 5 Struktur mitokondria (Davidson 2006).

Membran

dalam dan

matriks

merupakan

tempat

utama

aktivitas

mitokondria. seperti siklus asam sitrat, oksidasi asam lemak, sintesis urea serta
pembentukkan energi. Hal ini disebabkan di dalam matriks banyak terkandung
enzim yang mencapai sekitar 67%. Sedangkan krista membuat membran dalam
mitokondria mempunyai pemukaan yang luas sehingga produktivitas respirasi
seluler meningkat (Dimauro & Schon 2003; Davidson 2006).

Produksi ATP dalam Mitokondria
Mitokondria pada awal perkembangan mempunyai struktur yang lebih kecil
dibanding individu dewasa dengan diameter < 0,5 µm. Selain itu mitokondria
pada stadium ini terdiri

dari krista pendek dengan jumlah sedikit, sehingga

aktivitas respirasi rendah. Respirasi ini akan meningkat seiring dengan
perkembangan embrio. Struktur mitokondria juga akan mengalami perubahan
sesuai aktivitasnya, karena harus menghasilkan ATP (Adenosin Triphosphat)
dalam jumlah banyak. Dengan demikian konsumsi oksigen pada embrio semakin
lama akan meningkat sesuai perkembangannya (Trimarchi et al. 2000; Cummins
2001; Harvey et al. 2002; Osagie et al. 2003).
Pada awal perkembangannya embrio sangat membutuhkan energi untuk
aktivitasnya dan hampir 85% energi embrio dihasilkan dalam mitokondria melalui
metabolisme fosporilasi oksidasi dan siklus Kreb dalam bentuk ATP (Blerkom
2004; Harvey et al. 2002; Gardner et al. 2002). Energi atau ATP sangat
dibutuhkan untuk aktivitas biosintesis seluler, produksi membran plasma dan
proses perkembangan morfodinamika yang kritikal seperti pembentukan blastosul
pada proses blastulasi dan ekspansi blastosis. Selain itu ATP juga diperlukan pada
waktu nidasi agar embrio dapat implantasi (Gardner et al. 2002; Ludwig et al.
2001; Fleming 2004).
Aktivitas mitokondria dalam membentuk energi membutuhkan oksigen
dan nutrien atau substrat seperti glukosa, piruvat dan laktat yang akan diubah
menjadi ATP, proses ini disebut respirasi aerobik. Oleh sebab itu, mitokondria
juga dikenal sebagai power house cell. Produksi energi dalam mitokondria
melibatkan dua proses metabolisme, yaitu (1) siklus asam sitrat dan (2) rantai

transpor elektron. Siklus asam sitrat merubah karbohidrat dan asam lemak
menjadi ATP dan hidrogen dalam bentuk nicotinamide adenine dinucleotida
dehydrogenase (NADH) dan flavin adenin dinucleotida dehidrogenase (FADH2)
yang merupakan molekul tinggi energi karena masing-masing molekul tersebut
mengandung sepasang elektron yang mempunyai potensial transfer tinggi.
Rantai tranpor elektron merupakan kumpulan molekul yang tertanam pada
membran dalam mitokondria. Pelipatan membran dalam untuk membentuk krista
meningkatkan luas permukaannya untuk dapat melakukan transpor elektron.
Elektron yang masuk ke rantai transpor elektron berasal dari hasil reaksi glikolisis
dan siklus krebs yang disimpan dalam bentuk NADH. Bila masuk kedalam sistem
rantai transpor elektron dan terjadi penggabungan hidrogen dan oksigen maka
dapat membentuk ATP, sehingga disebut juga fosforilasi oksidatif. Proses ini
menghasilkan ATP lebih banyak dibanding siklus asam sitrat dan glikolisis, yaitu
30 ATP yang terbentuk, 26 ATP berasal dari proses fosforilasi oksidatif. Sebagian
besar komponen rantai transpor elektron merupakan protein.
Reaksi fosforilasi oksidatif dalam mitokondria terdiri atas lima kompleks
protein, yaitu (1) kompleks I mengkatalis NADH dari siklus asam sitrat dengan
NADH-coenzym Q reductase sebagai reseptor menjadi bentuk tereduksi. NADH
merupakan kunci utama dari reaksi fosforilasi oksidatif yang berperan sebagai
perantara antara siklus krebs dengan rantai transpor elektron pada komplek I.
Langkah awal adalah pengikatan NADH dan transfer dua elektronnya ke flavin
mononukleotida (FMN), gugus prostetik komplek ini, menjadi bentuk tereduksi,
FMNH2. Elektron kemudian ditransfer dari FMNH2 keserangkaian rumpun
belerang besi (4Fe-4S), jenis kedua gugus prostetik dalam NADH-Q reduktase.
Elektron dalam rumpun belerang-besi kemudian diangkut ke ko-enzym Q, dikenal
juga sebagai ubiquinon. Ubiquinon mengalami reduksi menjadi radikal bebas
anion semiquinon dan reduksi kedua terjadi dengan pengambilan elektron kedua
membentuk ubiquinol (QH2) yang terikat enzim. Pasangan elektron pada QH2
dipindahkan ke rumpun belerang besi (2Fe-2S) kedua yang ada pada NADH-Q
reduktase, dan akhirnya ke Q yang bersifat aktif dalam inti hidrofobik membran
dalam mitokondria. Aliran dua elektron ini menyebabkan terpompanya empat H

+

dari matriks kesisi sitosol membran dalam mitokondria. Gangguan pada rantai

transpor elektron terutama pada enzim kompleks I dapat mengurangi produksi
ATP, meningkatkan kebocoran elektron dan meningkatkan produksi superoksida
(Grivennikova 2001). (2) Kompleks II menerima elektron dari FADH2 dan juga
melewati kompleks III melalui coenzyme Q, (3) kompleks respirasi III dengan
cytochrome c tereduksi dan cytochrome c oxidoreductase sebagai akseptor dan
(4) kompleks respirasi IV (cytochrome c oxidase) mengkatalis oksidasi
cytochrome c. (5) Kompleks V merubah adenosin diphosphate (ADP) menjadi
ATP dengan bantuan enzim ATP synthase. Adapun enzim yang terlibat dalam
reaksi ini yaitu

NADH-coQ reductase, coQH2-cytochrome c reductase,

cytochrome c reductase dan ATP synthase (Dimauro dan Schon 2003;Klobuear
dan Gorup 2004).

Gambar 6 Rantai respirasi elektron dalam mitokondria.
Secara garis besar reaksi pembentukan ATP yang berlangsung di
mitokondria dapat dibagi menjadi tiga tahap: (1) Reaksi oksidasi piruvat (atau
asam lemak) menjadi CO2. Reaksi ini terkait dengan reduksi NAD+ dan FAD
menjadi NADH dan FADH2. Reaksi-reaksi ini berlangsung dalam ruang matriks
mitokondria, (2) transfer elektron dari NADH dan FADH2 ke O2. Rangkaian
reaksi ini berlangsung pada membran dalam mitokondria dan (3) pemanfaatan
energi yang tersimpan dalam bentuk gradien elektrokimia untuk memproduksi
ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim ATP sintetase yang berlokasi pada
membran dalam mitokondria (Campbell et al.2002).

Gangguan pada sistem rantai transpor elektron dapat meningkatnya
produksi radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul reaktif yang dapat merusak
DNA dan membran sel melalui jalur oksidasi. Normalnya, rantai respirasi
mitokondria membuat radikal bebas dalam jumlah yang rendah selama proses
pembuatan ATP. Dengan meningkatnya radikal bebas dapat menyebabkan
kerusakan lebih lanjut DNA mitokondria (mtDNA) yang akan mengakibatkan
vicious cycle timbulnya kerusakan dan produksi radikal bebas, salah satunya
apoptosis dan mempercepat penuaan (aging) (Turrens 2003; Tamassia et al.2002;
Cummin 2001 ).

Mitokondria dan Apoptosis
Mitokondria selain berfungsi sebagai tempat penghasil energi (ATP) juga
berperan penting sebagai pengontrol reaksi reduksi oksidasi, homeostasis dan
apoptosis serta aging. Gangguan fungsi mitokondria dalam memproduksi energi
dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi lain dari mitokondria, seperti
terjadinya peningkatan apoptosis dari aktivitas normalnya (Vogel 2005; Watson
et al. 1998).
Pada proses implantasi, dinding endometrium mengalami apoptosis pada
waktu sel trofoblas melakukan invasi dan infiltrasi ke dalam endometrium. Selain
itu, sel-sel trofoblas juga mengalami apoptosis pada waktu invasi. Namun jumlah
apoptosis yang meningkat dari normalnya dapat mengakibatkan terjadi kelainan
implantasi atau kebuntingan, seperti preeclamsia (Zhang & Paria 2006; Jauniaux
et al. 2003; Joswig et al. 2003; Thouas et al. 2005).
Apoptosis merupakan suatu proses kematian sel terencana (prog