Analisis Kesediaan Membayar (WTP) Dan Faktor Yang Memengaruhi Petani Kakao Dalam Membayar Zakat Perkebunanan (Kasus Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur).

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR (WTP) DAN FAKTOR
YANG MEMENGARUHI PETANI KAKAO DALAM
MEMBAYAR ZAKAT PERKEBUNANAN
(Kasus Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono,
Lampung Timur)

WIDO PRASTYAWAN

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kesediaan
Membayar (WTP) dan Faktor yang Memengaruhi Petani Kakao dalam
Membayar Zakat Perkebunanan (Kasus Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar
Sribhawono, Lampung Timur) adalah benar karya saya dengan arahan dari

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Wido Prastyawan
NIM H54110046

ABSTRAK
WIDO PRASTYAWAN. Analisis Kesediaan Membayar (WTP) dan Faktor yang
Memengaruhi Petani Kakao dalam Membayar Zakat Perkebunanan (Kasus Desa
Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur). Dibimbing
oleh MUHAMMAD FIRDAUS.
Zakat merupakan ibadah wajib dalam Islam. Zakat dibedakan menjadi zakat
Nafs (fitrah) dan zakat Maal (harta). Hasil perkebunan merupakan Maal (harta)
yang wajib dikeluarkan zakatnya. Desa Bandar Agung, kecamatan Bandar
Sribhawono, Lampung Timur merupakan daerah perkebunan kakao yang

produktif. Mayoritas petani desa tersebut beragama Islam. Sebagai muslim yang
taat, petani kakao Desa Bandar Agung memiliki kewajiban zakat atas hasil
pertanian mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi nilai
willingness to pay petani kakao terhadap zakat perkebunan dan menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan membayar petani kakao terhadap
zakat perkebunan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Contingent
Valuation Method (CVM) dan metode logistik. Penelitian ini menghasilkan bahwa
Nilai rata-rata WTP yang bersedia dibayarkan oleh petani kakao terhadap zakat
perkebunan adalah sebesar Rp 17.719,00 per-bulan. Variabel yang memengaruhi
kemauan membayar zakat perkebunan oleh petani kakao adalah tingkat
pendidikan, tingkat keimanan, alturisme dan dummy mengikuti pengajian.
Kata Kunci: Zakat Perkebunan, Persepsi Zakat Perkebunan, Contingent Valuation
Method (CVM) , Metode Logisitik.

ABSTRACT

WIDO PRASTYAWAN. Analysis Of Willingness to Pay (WTP) and Factors
Affecting Farmers in Paying Cocoa Plantations Zakat (Case Desa Bandar Agung,
District of Bandar Sribhawono, East Lampung). Supervised by Muhammad
Firdaus.

Zakat is obligatory worship in Islam. Zakat is divided into zakat Nafs
(fitrah) and zakat Maal (treasure). Result of the plantation is Maal (treasure)
which is compulsory Zakat. Bandar Agung, Bandar Sribhawono subdistrict, East
Lampung are an productive area of cocoa plantations. The majority of farmers
are muslim. As devout Muslims, cocoa farmers are obligation to zakat on their
agricultural products. The aim of this study was to estimate the willingness to pay
agricultural zakat of cocoa farmers and analyze the factors that affect farmers'
willingness to pay agricultural zakat of cocoa plantations. The method used in
this research is the Contingent Valuation Method (CVM) and the logistics method.
It was observed that value of average WTP cocoa farmers on the plantation zaka
are Rp 17.719,00 mounthly. Variables that affect the willingness to pay zakat
plantation by cocoa farmers is the level of education, the level of faith, alturisme ,
and dummy follow the recitation.
Keywords: Zakat Plantation, Contingent Valuation Method (CVM), Methods
logistical.

ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR (WTP) DAN FAKTOR
YANG MEMENGARUHI PETANI KAKAO DALAM
MEMBAYAR ZAKAT PERKEBUNANAN
(Kasus Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono,

Lampung Timur)

WIDO PRASTYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul Skripsi

Kesediaan


Analisis

Memengaruhi

Membayar
Kakao

Petani

(WTP)
dalam

dan

Faktor

Membayar

yang

Zakat

Perkebunanan (Kasus Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar
Sribhawono, Lampung Timur)
Nama

Wido Prastyawan

NIM

H54110046

Disetujui oleh

Pro. Dr. Muhamm d Firdaus S.P, M.Si.

nbing

Pemb


Tanggal Lulus:

1 ..

;

''
.' .:

:

2Q16

j

PRAKATA
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah SWT, kami memuji-Nya,
memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan
berlindung kepada-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan kepada

pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Atas rahmat Allah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Kesediaan Membayar (WTP) dan Faktor yang Memengaruhi Petani
Kakao dalam Membayar Zakat Perkebunanan (Kasus Desa Bandar Agung,
Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur). Penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Darmadi dan Ibu Sukiyem, kakak
Wahyu Setyawati, dan adikku tercinta Airwan Haryadi dan Estu Agung Galih
yang setia memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Firdaus S.P, M.Si. selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan memotivasi penulis
selama penelitian dan penulisan skripsi.
3. Petani Kakao Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung
Timur yang telah membantu dalam penyelesaian sekripsi.
4. Sahabat sebimbingan Fauziah Nur Annisa, Anis Fikriyah, Garin Nugraha,
Kasyifah Ghommah, Noorul Amin S, Ziad, Nashrur Rohman Qorieb, dan
Herlin yang telah berbagi ilmu dan pendapat dalam penyelesaian skripsi.
5. Sahabat Lingkaran Hikmah kak Muta Ali Khalifah, Putrama Alkhairi
Nasution, Faizal Amir, Ridwan Rifandi, Amroyan Habib, dkk yang selalu

memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan menghibur penulis dalam
perjalanan penyelesaian skripsi.
6. Sahabat Kuliah Kerja Profesi (KKP) Desa Gunung Bentang Feriansyah, Dian
Rahmadhani, Herlin, Marsella Pricillia, Widya Gina, dan Zulva Azijah, yang
selalu memberikan semangat dan doa dalam penyelesaian sekripsi.
7. Sahabat SES-C yang telah memberikan semangat, doa dan dukungannya
selama penyelesaian skripsi.
8. Sahabat Ekonomi Syariah yang telah memberikan masukan, saran, motivasi
dan doa dalam penyelesaian skripsi.
9. Sahabat ANB 48 & Brigade G14 sebagai keluarga baru yang selalu siap
kapanpun membantu penulis.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi
ini sehingga penulis menerima segala bentuk kritik dan saran. Penulis berharap
semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan pengambilan kebijakan di masa yang akan datang.
Bogor, Januari 2016
Wido Prastyawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Konsep Zakat

5

Harta Sebagai Sumber Zakat

6

Syarat Wajib Zakat

7

Persyaratan Harta Menjadi Sumber Zakat

7

Penerima Zakat (Mustahik)

8

Zakat Pertanian dan Perkebunan

10

Kesediaan Membayar / Willingness to Pay

13

Penelitian Terdahulu

15

METODE

16

Lokasi Dan Waktu Penelitian

16

Jenis dan Sumber Data

16

Metode Penentuan Sampel

16

Metode Analisis

17

Metode Pengolahan dan Analisis Data

17

Pengujian Parameter

20

Kerangka Pemikiran

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Gambaran Umum Desa Bandar Agung

23

Karakteristik Responden

23

Kemampuan Membayar Petani Kakao terhadap Zakat Perkebunan

25

Persepsi Petani Kakao Terhadap Zakat Perkebunan

26

Estimasi Willingnes To Pay Petani Kakao terhadap Zakat Pertanian

30

Faktor-Faktor Yang Kemauan Membayar Zakat Perkebunan

32

SIMPULAN DAN SARAN

36

Simpulan

36

Saran

36

DAFTAR PUSTAKA

37

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Luas Lahan dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut
Komoditi Di Kecamatan Bandar Sribhawono tahun 2013
Rangkuman perbedaan pendapat fuqaha’ tentang zakat pertanian
Perbedaan Sumber Zakat Pertanian
Variabel Penelitian
Demografi Responden
Tingkat pendidikan
Luas lahan perkebunan
Pendapatan Per-bulan
Sebaran kemampuan membayar zakat responden
Sebaran kesediaan membayar responden terhadap zakat pertanian
Sebaran alasan kesediaan membayar
Sebaran alasan tidak bersedia membayar
Hasil output regresi loistik pada classification tabel, Omnibus
test of model coefficients, Model Summary, dan Hosmer and
Lemeshow test
Hasil pendugaan parameter logit
Hasil analisis regresi logistik pada tabel variable in thr equation

2
10
12
19
23
24
24
25
25
30
30
31
33
34
34

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Luas Lahan Perkebunan Kakao Setiap Kabupaten Provinsi
Lampung tahun 2013
Jumlah penduduk berdasarkan agama Kabupaten Lampung Timur
tahun 2014
Kerangka Pemikiran Operasional
Pengetahuan atas hak orang lain dalam harta yang dimiliki
Pengetahuan manfaat berzakat
Pembayaran infaq
Periode pembayaran infaq
Mengalokasikan hasil panen untuk diinfakkan
Pengetahuan tentang zakat pertanian
Pengamalan zakat pertanian
WTP responden terhadap pembayaran zakat pertanian

2
3
22
26
27
27
28
29
29
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitian
2 Distribusi rata-rata WTP responden terhadap pembayaran zakat
perkebunan petani kakao desa Bandar Agung
3 Hasil Regresi Logistik

39
44
45

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-quran memandang zakat merupakan salah satu pilar pembentuk agama
Islam. Perintah menyisihkan harta untuk dizakatkan sudah diterangkan dengan
jelas dalam Al-Quran. Baik memberikannya secara sukarela atau diambil secara
paksa untuk diberikan kepada fakir miskin. Hal ini sesuai dengan perintah Allah
dalam surat At-Taubah ayat 103“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Zakat dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman. Zakat terbagi
menjadi beberapa macam, yaitu zakat Nafs (jiwa) atau sering disebut dengan zakat
fitrah dan zakat Maal atau zakat harta. Zakat maal merupakan zakat yang harus
dibayarkan berdasarkan harta yang dimiliki (dikuasai) dan digunakan
(dimanfaatkan) secara lazim. Saat ini, definisi zakat maal bukan hanya berkutat
pada zakat harta yang dimiliki saja namun juga mencakup harta-harta yang
berkembang dan dapat dikembangkan, salah satunya adalah hasil pertanian. Hasil
pertanian yang berupa tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernialai ekonomi
kecuali yang haram merupakan salah satu dari Maal yang wajib dizakati yang
biasa disebut zakat pertanian.
Zakat pertanian dalam prakteknya, terbagi menjadi dua yaitu zakat hasil
pertanian dan zakat hasil perkebunan. Menurut Hanapi (2014), hasil pertanian
adalah tanaman bahan makanan pokok yang tahan lama seperti padi, jagung,
gandum dan lainya. Sedangkan tanaman perkebunan adalah tanaman yang bukan
merupakan bahan makanan pokok seperti kelapa, sawit, karet, tebu, kakao dan
lainya. Zakat hasil perkebunan mendapat perlakuan yang spesial dimulai dari
nishab dan haul yang dianalogikan dengan zakat perniagaan.
Kewajiban untuk mengeluarkan zakat pertanian bagi seorang muslim telah
diatur oleh negara. Hal ini terdapat dalam UU No. 23/2011 tentang Pengelolaan
Zakat Bab IV Pasal 4 yang berisi tentang beberapa objek zakat maal yang wajib di
keluarkan haknya. Undang-undang tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa
hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan termasuk harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya.
Tanaman perkebunan merupakan subsektor dari sektor pertanian. Komoditas
perkebunan mempunyai potensi yang besar dan banyak diperlukan baik itu untuk
pasar domestik maupun mancanegara. Provinsi Lampung merupakan daerah di
Indonesia yang memiliki potensi yang besar pada sektor perkebunan. Berdasarkan
basis data pertanian, total luas lahan perkebunan provinsi lampung adalah sebesar
1.078.610 Ha (Kementan, 2014). Salah satu produk unggulan sektor perkebunan
provinsi ini adalah komoditas kakao.
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan sektor perkebunan sebagai
penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani dan menciptakan lapangan
kerja di Provinsi Lampung. Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian
(Kementan) Gamal Nasir menyatakan, pada tahun 2014 devisa ekspor kakao

2

mencapai 780 juta dolar AS, dan merupakan komoditas penyokong utama sektor
perkebunan.
Luas areal perkebunan kakao tahun 2013 tercatat 63 ribu hektar yang tersebar
di seluruh Provinsi Lampung, termasuk kedalam sepuluh besar yang terluas di
Indonesia. Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di Provinsi
Lampung yang memiliki area perkebunan kakao yang cukup luas. Daerah ini
menempati urutan dua dari tiga belas kabupaten dan kota di Lampung setelah
Kabupaten Tanggamus. Hal ini membuat kabupaten Lampung Timur menjadi
daerah perkebunan kakao yang relatif produktif dengan produktivitas mencapai
912 Kg/Ha.
18000
16000
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0

Luas Lahan (Ha)

Gambar 1 Luas Lahan Perkebunan Kakao Setiap Kabupaten Provinsi Lampung
tahun 2013
Salah satu daerah di Kabupaten Lampung Timur yang memiliki area
perkebunan kakao yang produktif adalah Desa Bandar Agung kecamatan Bandar
Sribhawono. Total luas lahan perkebunan kakao seluruh kecamatan mencapai
20,18% dari total luas dan produksinya mencapai 19,54% dari total produksi
perkebunan Kabupaten Lampung Timur.
Tabel 1 Luas Lahan dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Komoditi Di
Kecamatan Bandar Sribhawono tahun 2013
Luas Lahan (Ha)
Produksi
(Ton)

Tanaman
belum
menghasilkan

Tanaman
menghasilkan

30

57

5

92

56,00

Kakao

1150

875

5

2030

875,00

Karet

183

1

0

184

0,50

Kelapa dalam

226

1568

101

1895

1568,00

Komoditas
Cabe jawa

Tanaman
tua

Jumlah

Sumber: BPS, disusun oleh Pemerintah daerah Bandar Sribhawono (2014)

3

Tanaman kakao merupakan tanaman yang produktif dan menghasilkan di
Desa Bandar Agung kecamatan Bandar Sribhawono. Berdasarkan data tersebut
menunjukkan jumlah produksi tanaman kakao mencapai 875 Ton per-tahun. Hal
ini menunjukkan, tanaman kakao dapat menjanjikan keuntungan dan kemakmuran
bagi para petaninya di daerah tersebut.
Kondisi demikian memberikan dampak pada kewajiban pembayaran zakat
perkebunan di Desa Bandar Agung. Sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa kewajiban zakat keluar seiring dengan adanya harta yang
berkembang dan menghasilkan. Dikarenakan tanaman kakao merupakan harta
yang diusahakan dan berkembang, maka hasil dari perkebunan kakao merupakan
harta yang wajib di zakatkan. Ketika para petani sudah mencapai batas minimal
kewajiban membayar zakat (nishab) yang ditentukan, maka petani kakao wajib
membayarkan zakat atas hasil perkebunan kakao yang mereka miliki.
Selain hal tersebut, didudukung pula oleh jumlah penduduk muslim yang ada
di desa bandar agung. Jumlah penduduk berdasarkan agama Desa Bandar Agung
pada tahun 2013 didapatkan bahwa besar jumlah penduduk beragama Islam yaitu
sebesar 13.684 jiwa atau sekitar 88% dari total jumlah penduduk (BPS, 2014).
Data tersebut menjukkanan bahwa mayoritas penduduknya adalah beragama
Islam, sehingga mayoritas petani kakao desa bandar agung tidak terlepas dari
kewajiban zakat perkebunan yang mereka miliki.
10% 1%

0%
Islam
Kristen
Katolik
89%

Hindu

Gambar 2 Jumlah penduduk berdasarkan agama Kabupaten
Lampung Timur tahun 2014
Kondisi demikian, sebagai umat Islam yang taat dan memahami kedudukan
zakat dalam agama, petani kakao Desa Bandar Agung memiliki kewajiban zakat
yang tidak bisa ditinggalkan atas hasil pertanian yang mereka miliki. Sesuai
dengan surat An-nur ayat 33 yang artinya “berikanlah kepada mereka sebagian
dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian.”
Perumusan Masalah
Zakat perkebunan merupakan hak yang wajib dibayarkan oleh petani atas
hasil perkebunan yang dimiliki. Menurut Zuhri dalam Qardawi (2011),
menyebutkan bahwa tanaman yang bukan merupakan tanaman pokok tidak wajib
zakat, kecuali jika sudah dijual dan uangnya mencapai 200 dirham dan harus
dikeluarkan zakatnya sebesar 5 dirham. Berdasarkan pendapat tersebut zakat
perkebunan kakao atau tanaman tahunan dianalogikan sebagai zakat perniagaan.

4

Nishab atau batas minimal kewajiban membayar zakat perkebunan yaitu
85 g emas, jika dikonfersikan kedalam nilai rupiah berdasarkan harga emas saat
ini maka hasilnya sebesar Rp. 41.097.500 (ANTAM, 2015). Haul atau batas
waktu pembayaran zakat yang ditentukan adalah selama satu tahun dengan besar
kewajiban zakat perkebunan sebesar 2,5%. Petani yang telah mencapai nishab dan
haul tersebutwajib membayarkan zakat perkebunan kakao dari hasil perkebunan
yang dimilikinya.
Potensi terbesar perkebunan kakao di Indonesia berada pada perkebunan
kakao milik rakyat (Siregar, 2010). Besarnya potensi yang diberikan komoditas
kakao memberikan keuntungan secara ekonomi yang relatif tinggi bagi petani.
Berdasarkan basis data pertanian Kementerian Pertanian tahun 2013, produktivitas
perkebunan kakao Lampung Timur mencapai 912 Kg/Ha, dengan harga jual
sebesar Rp 24.000 per-kilogram. Bedasarkan hal tersebut maka hasil komoditas
kakao dalam satu hektar mencapai Rp21.888.000 setiap tahun. Berdasarkan
perhitungan tersebut maka dengan minimal lahan sebesar 2 Ha atau hasil produksi
sebesar Rp. 42.776.000 per-tahun sudah mencapai nishab zakat perkebunan.
Kondisi demikian membuat petani kakao Desa Bandar Agung yang telah
mencapai nishab dan haul yang ditentukan wajib membayar zakat perkebunan.
Kondisi petani desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono,
Lampung Timur yang mayoritas beragama Islam. Kondisi tersebut membuat
petani yang memiliki hasil perkebunan kakao yang telah mencapai nishab dan
haul wajib menunaikan zakat dari hasil perkebunan kakao yang mereka miliki.
Namun, sebagian besar petani kakao Desa Bandar Agung belum mengenal zakat
perkebunan, sehingga mayoritas petani tidak membayarkan zakat atas hasil
perkebunannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka terdapat permasalahanpermasalahan mendasar yang dapat dirumuskan dalan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kemampuan kakao Desa Bandar Agung dalam membayar zakat
perkebunan?
2. Bagaimana persepsi petani kakao terhadap pembayaran zakat perkebunan?
3. Berapakah nilai willingness to pay petani kakao Desa Bandar Agung
terhadap zakat perkebunan?
4. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan membayar petani kakao
Desa Bandar Agung terhadap zakat perkebunan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan, penelitian
ini memiliki tujuan, yaitu:
1. Mendeskripsikan kemampuan petani kakao Desa Bandar Agung dalam
membayar zakat perkebunan.
2. Mengidentifikasi persepsi petani kakao terhadap pembayaran zakat
perkebunan.
3. Mengestimasi nilai willingness to pay petani kakao Desa Bandar Agung
terhadap zakat perkebunan.
4. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesediaan membayar petani
kakao Desa Bandar Agung terhadap zakat perkebunan.

5

Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai
pihak, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan
masukan untuk pelaksanaan kebijakan pemungutan dan pengelolaan zakat
pertanian.
2. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber rujukan
pustaka dalam membuat penulisan ilmiah tentang zakat pertanian dan riset
ekonomi syariah.
3. Bagi masyarakat dan akademisi, diharapkan hasil penelitian ini dapat
menambah wawasan serta informasi mengenai pemungutan dan pengelolaan
zakat pertanian dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih
lanjut.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah petani kakao
Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur yang
muslim dan memiliki penghasilan dari perkebunan kakao, dengan berprofesi
sebagai petani dan memiliki lahan perkebunan kakao yang sudah produktif
berusia minimal 3 tahun. Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh sesuai
dengang responden yang bersifat homogen.

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Zakat
Secara umum zakat merupakan bagian dari harta yang wajib diberikan oleh
setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu yang memenuhi
syarat. Menurut Yusuf Qardhawi, arti zakat ditinjau dari segi bahasa, berasal dari
kata zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah, zakat
adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidudhin, 2002). Ibnu
Taimiyah yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi, menyebutkan bahwa jiwa orang
yang berzakat tersebut akan menjadi bersih dan kekayaanya menjadi bersih pula.
Sehingga harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi tumbuh, berkah,
berkembang, dan bertambah, suci dan bersih (baik).
Kata zakat dalam Al-quran juga memiliki makna yang lain. Menurut
Munrokhim et al (2007), dilihat dari segi kebahasaan dalam teks-teks alquran
yang mengungkapkan perihal zakat, sebagian besar dalam bentuk amr (perintah)
dengan menggunakan kata atu (tunaikan), yang berarti ketetapan segera,
sempurna sampai akhir, kemudahan, mengantar, dan seseorang yang agung.
Alquran menampilkan kata zakat dalam empat gaya bahasa (uslub), yaitu:

6

1.

2.

3.

4.

Menggunakan uslub insyai, yaitu berupa perintah, seperti terlihat dalam QS
Al baqarah: 42, 83, 110; Al-Hajj: 78; Al-Ahzab: 33; Al-Nur: 56; Almuzamil:
20, dengan menggunakan kata atu atau anfiqu. Dalam ayat lain digunakan
pula kata kerja dengan menggunakan kata khuz, yaitu perintah untuk
mengambil dan memungut zakat (shadaqah).
Menggunakan uslub targhib (motivasi), yaitu suatu dorongan tetap
mendirikan shalat dan membayar zakat yang merupakan ciri orang yang
keimanan dan ketakwaanya dianggap benar, kepada mereka dijanjikan akan
memperoleh ganjaran berlipat ganda dari Tuhan. Bentuk taghrib ini dapat
ditemukan pada QS AlBaqarah: 277.
Menggunakan uslub tarhib (intimidatif/peringatan) yang ditunjukkan kepada
orang-orang yang menumpuk harta kekayaan dan tidak mau mengeluarkan
zakatnya. Orang semacam ini diancam dengan azab yang pedih sebagai
disebutkan dalam QS Al Taubah: 34.
Menggunaka uslub madh (pujian/sanjunagn), yaitu pujian tuhan terhadap
orang-orang yang menunaikan zakat. Mereka disanjung sebagai penolong
(wall) yang disifati dengan sifat ketuhanan, kerasulan, dan orang-orang yang
beriman karena kesanggupan mereka memberikan yang mereka senangi
berupa zakat kepada orang lain. Ayat dalam bentuk tersebut dapat dijumpai
dalam QS Al-Maidah: 55.
Harta Sebagai Sumber Zakat

Al-Qur’an tidak merincikan tentang kekayaan wajib zakat dan syarat-syarat
apa yang mesti dipenuhi, serta tidak menjelaskan berapa besar harta yang wajib
dizakatkan. Persoalan ini diserahkan kepada sunnah Nabi, baik dalam bentuk
ucapan maupun perbuatan. Sunnah inilah yang menafsirkan segala bentuk kata
atau kalimat yang masih bersifat umum dalam Al-Qur’an (Qardawi, 2011). Hal ini
merupakan tanggung jawab Rasulullah saw sesuai dengan firman Allah:
“kami turunkan kepadamu Al-quran supaya kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya”
(QS. 16: 44).
Allah SWT memang menyampaikan beberapa jenis kekayaan yang
disebutkan dan diperingatkan dalam Al-Qur’an untuk dikeluarkan zakatnya
sebagai hak Allah seperti emas dan perak, tanaman dan buah-buahan, usaha, dan
barang tambang. Selain dari itu, Al-Qur’an hanya merumuskan apa yang wajib
dizakatkan itu dengan rumusan yang sangat umum, yaitu kata “kekayaan”, seperti
firman-Nya:
“Ambillah olehmu zakat dari kekayaan mereka, kau bersihkan dan sucikan
mereka dengannya” (QS. 9: 103).
Objek zakat adalah harta yang dimiliki oleh orang wajib zakat dengan
ketentuan dan batas jumlah dan waktu tertentu. Harta memiliki pengertian yang
luas, menurut yusuf al-Qardhawi dimaksud dengan harta (al-amwal) merupakan
bentuk jamak darikata maal. Sedangkan maal menurut ibn abidin dikutip oleh
Hafidhudin (2002) adalah segala yang dapat dimiliki atau dipergunakan menurut
ghalibnya, seperti tanah, binatang, barang perlengkapan, dan juga uang.

7

Menurut mustafa ahmad zarka dikutip oleh Hafidhudin (2002), menyatakan
bahwa zakat dikeluarkan dari harta yang konkret bernilai dalam pandangan
manusia dan dapat digunakan menurut ghalibnya.
Selain itu, Ibnu Najim dalam Qardawi (2011) juga mengatakan bahwa
kekayaan yang sesuai dengan yang ditegaskan oleh ulama-ulama ushul fiqih
adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan bukan berupa
manfaat saja, dalam al-kasyf al-kabir disebutkan bahwa zakat hanya terealisasi
dengan menyerahkan benda yang berwujud.
Syarat Wajib Zakat
Islam mengatur semua ibadah yang diwajibkan maupun disunnahkan kepada
umatnya. Begitupun dengan zakat, tidak semua orang diwajibkan untuk
mengeluarkan zakat. Orang yang ingin membayar zakat harus memenuhi
persyaratan berikut:
1. Islam
Islam merupakan syarat utama dalam mengeluarkan zakat, sehingga orang
yang bukan Islam jika memiliki harta yang mencapai nishab maka tidak ada
kewajiban untuk mengeluarkan zakat.
2. Merdeka
Merupakan suatu kondisi yang harus dipenuhi oleh seorang muzakki.
Sehingga tidak ada kewajiban bagi hamba sahaya untuk mengeluarkan zakat
karena kondisinya belum merdeka atau bergantung pada majikannya.
3. Berakal dan baligh (dapat membedakan yang baik dan buruk)
Syarat ini mengungkapkan bahwa tidak ada kewajiban zakat bagi anak kecil
yang belum baligh walaupun hartanya mencapai nishab. Sama halnya dengan
orang gila yang tidak sadarkan diri.
4. Mencapai nishab
Nishab merupakan batas minimal harta yang dimiliki sehingga wajib dalam
mengeluarkan zakat.
Persyaratan Harta Menjadi Sumber Zakat
Ajaran Islam selalu menetapkan standar umum pada setiap kewajiban yang
dibebankan kepada umatnya. Maka dalam menetapkan harta menjadi sumber
zakat pun terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Apabila harta seorang
Muslim tidak memenuhi salah satu ketentuan zakat, misalnya belum mencapai
nishab, maka harta tersebut belum menjadi harta objek zakat yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Meskipun demikian, ajaran Islam telah membuka pintu
yang sangat longgar bagi umatnya sehingga banyak hal yang bisa dilakukan dalam
setiap situasi dan kondisi, yaitu infak dan sedekah (Hafidhuddin 2002). Adapun
persyaratan harta menjadi obyek zakat adalah:
1. Milik penuh
Kekayaan pada dasarnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada
manusia sebagai bentuk cobaan atau ujian agar manusia memiliki rasa
tanggung jawab tentang apa yang telah dikaruniakan dan dipercayakan
kepada mereka. Kepemilikan penuh atas kekayaan memiliki arti bahwa

8

2.

3.

4.

5.

6.

manusia itu lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaat sesuatu dari
pada orang lain, sehingga kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di
dalam kekuasaannya. Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa kekayaan itu
harus berada ditangannya, tidak tersangkut didalamnya hak orang lain, dapat
ia pergunakan, dan faedahnya dapat dinikmati. Penguasaan kekayaan itu
tentunya dengan jalan yang legal seperti bekerja, warisan, berhutang, dan
lainnya (Qardawi, 2011).
Berkembang
Ketentuan kekayaan yang wajib dizakatkan adalah bahwa kekayaan itu
dikembangkan dengan sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang.
Menurut ahli fiqih, berkembang (nama’) secara terminologi berarti bertambah.
Sedangkan menurut istilah, pengertian berkembang terbagi menjadi dua
macam, yaitu bertambah secara konkret dan tidak konkret. Bertambah secara
konkret dengan cara pembiakan, usaha, perdagangan dan lainnya sedangkan
yang tidak konkret adalah kekayaan tersebut berpotensi berkembang, baik
ketika berada ditangannya maupun berada ditangan orang lain, tetapi atas
namanya (Qardawi, 2011).
Mencapai nishab
Nishab merupakan batas minimal yang menyebabkan harta terkena wajib
zakat. Hikmah adanya ketentuan nishab ini adalah bahwa zakat merupakan
pajak yang dikenakan atas orang kaya untuk bantuan kepada orang miskin
sekaligus bentuk partisipasi bagi kesejahteraan umat Islam.
Lebih dari kebutuhan biasa (Alhajatul Ashliyah)
Sebagian ulama fiqih menambahkan syarat ini karena orang yang memiliki
kelebihan dari kebutuhan yang biasanya adalah tergolong kaya dan
menikmati kehidupan yang tergolong mewah (Qardawi, 2011).
Bebas dari hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat harus lebih dari
kebutuhan primer, cukup mencapai nishab dan sudah bebas dari hutang
(Qardawi, 2011).
Berlalu setahun (haul)
Haul merupakan kepemilikan seseorang atas hartanya telah berlalu selama
setahun. Harta tersebut seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak
(Qardawi, 2011).
Penerima Zakat (Mustahik)

Orang yang berhak menerima zakat memiliki ketentuan khusus dalam alquran
seperti yang tercantum dalam surat At-Taubahayat 60:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Menurut Yusuf Qardhawi, orang yang berhaq menerima zakat terbagi dalam
8 golongan yaitu:

9

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Fakir
Fakir adalah mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan yang
layak dalam memenuhi keperluannya seperti sandang, pangan, papan dan
kebutuhan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri maupun bagi mereka yang
menjadi tanggungannya.
Miskin
Orang miskin adalah orang-orang yang memiliki harta yang dapat menutupi
separuh atau lebih kebutuhannya, namun tidak dapat memenuhi
kebutuhannya selama setahun penuh, maka mereka diberi sesuatu yang dapat
menyempurnakan kekurangan untuk nafkah setahun. Selain itu dapat juga
diartikan bahwa orang miskin adalah orang yang memiliki harta dan memiliki
pekerjaan tetap namun belum mencukupi kebutuhan pokoknya.
Pengurus zakat (amil zakat)
Pengurus zakat adalah orang yang bertugas dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat agar zakat dapat dimanfaatkan
untuk kemaslahatan umat.
Orang-orang yang dibujuk hatinya (muallaf)
Muallaf adalah orang-orang yang masuk agama Islam. Zakat diberikan
kepada golongan ini untuk meneguhkan hatinya kepada Islam agar tidak
beralih kepada agama semula.
Memerdekakan budak (riqab)
Pada masa Rasulullah saw, budak adalah orang-orang yang belum merdeka
sehingga kehidupannya dikuasai oleh majikannya, sehingga untuk membantu
agar hidupnya merdeka maka budak boleh diberikan zakat sebagai bentuk
tebusan kepada majikannya.
Orang yang berhutang (gharim)
Orang yang memiliki hutang dan berhak diberi zakat terbagi menjadi
beberapa macam. Pertama, orang yang menanggung tanggungan denda atau
hutang yang harus dibayar, sedangkan untuk membayar hutangnya ia harus
menghabiskan hartanya atau harus berhutang kepada orang lain. Kedua, ada
yang berhutang untuk berbuat maksiat, namun kemudian bertaubat.
Orang yang berjuang dijalan Allah (fii sabilillah)
Golongan ini pada masa Rasulullah saw adalah orang yang ikut berperang
menegakkan agama Allah SWT dan tidak sempat untuk bekerja, namun tidak
digaji. Sehingga zakat diberikan untuk membantu perjuangannya. Dalam
perekonomian modern, orang yang menuntut ilmu juga termasuk dalam
golongan fiisabilillah dengan catatan ilmu yang dipelajari adalah untuk
kebaikan dan kemaslahatan umat.
Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah seorang musafir yang melintasi suatu negeri, namun dalam
perjalanannya tidak cukup bekal untuk meneruskan perjalanannya. Syaratnya,
tujuan musafir adalah untuk kebaikan bukan untuk maksiat (Qardawi, 2011).

10

Zakat Pertanian dan Perkebunan
Imam Nawawi dalam Qardawi (2011), mengatakan bahwa Nabi hanya
mewajibkan zakat atas kekayaan yang berkembang dan diinvestasikan. Kekayaan
tersebut terdapat beberapa macam:
1. Ternak yang digembalakan seperti sapi, unta, dan kambing.
2. Uang emas dan perak yang oleh sebagian orang diperdagangkan atau
disimpan.
3. Hasil pertanian dan buah-buahan, terutama yang berupa makanan pokok
seperti biji gandum, kurma, dan anggur, dan juga termasuk makanan seperti
madu, menurut pendapat yang mengatakan demikian.
4. Harta karun yang disembunyikan oleh orang-orang dahulu kemudian
ditemukan.
Zakat pertanian merupakan hak yang harus dikeluarkan dari hasil pertanian.
Menurut ulama Syafi’iyah, setiap tanaman yang merupakan makanan pokok dan
dapat disimpan maka wajib dikeluarkan zakatnya. Menurut abu hanifah dalam
Qardawi (2011), berpendapat bahwa semua hasil tanaman, yaitu yang
dimaksudkkan untuk mengeksploitasi dan memperoleh penghasilan dari
penanamanya, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Ia tidak mensyaratkan semua
harus makanan pokok, kering, bisa disimpan, bisa ditakar, dan bisa dimakan.
Perintah untuk menunaikan zakat pertanian terdapat dalam firman Allah SWT
surat Al-Anam ayat 141:
“Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman berkisi-kisi dan yang tidak
berkisi-kisi, pohon kurma, tanaman yang beraneka macam buahnya, zaitun dan
buah delima yang serupa dan tiada serupa. Makanlah buah bila berbuah, dan
berikanlah haknya waktu memetik hasilnya”.
Tabel 2 Rangkuman perbedaan pendapat fuqaha’ tentang zakat pertanian

1
2
3
4
5
6
7

Jenis tanaman yang jelas
Setiap tanaman yang tumbuh di bumi/
ditanam untuk mendapatkan manfaat
Tahan lama ketika disimpan
Tanaman kering
Pengisian
Bahan makanan pokok
Terlepas apakah makanan pokok atau
lainya

Madhab alSyafi’iy
Madhab Ahmad
bin Hanbal

Sudut Pandang

Abu Yusuf
Muhammad
Hassan Basri,
Thawri &
Sya’bi
Madhab Malik
bin Anas

No

Madhab abu
Hanifah

Fuqaha’

V
V

V

V

V

V

V
V

V
V
V
V

V

Sumber: Agricultural Zakat Accounting in Malaysia (2014)

V

11

Secara umum perkebunan termasuk sektor pertanian. Namun secara
khusus menurut Mufraini (2006), dalam kajian fiqih hasil pertanian adalah semua
hasil pertanian yang ditanam dengan menggunakan bibit biji-bijian yang hasilnya
dapat dimakan oleh manusia dan hewan serta yang lainya. Sedangkan yang
dimaksud hasil perkebunan adalah buah-buahan yang berasal dari pepohonan atau
umbi-umbian.
Nisab dan Haul Zakat Perkebunan
Hasil pertanian yang akan dizakati harus mencapai nishab atau batas
minimal dikenakan zakat pertanian. Menurut Qardawi (2011), zakat diwajibkan
atas setiap jenis makanan baik buah-buahan ataupun hasil tanaman yang lain
sudah menjadi makanan jadi, misalnya buah basah telah menjadi manis untuk
dimakan. Apabila makanan tersebut bukan makanan pokok maka wajib
dibayarkan zakatnya setelah diuangkan atau dijual.
Menurut Zuhri dalam Qardawi (2011), menyebutkan bahwa tanaman yang
bukan merupakan tanaman pokok tidak wajib zakat, kecuali jika sudah dijual dan
uangnya mencapai 200 dirham dan harus dikeluarkan zakatnya sebesar 5 dirham.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa Zuhri mengaategorikan zakat perkebunan
kedalam zakat uang atau zakat perniagaan.
Selain hal tersebut dapat juga ditentukan nishab dari pernyataan yang
diungkapkan zuhri dalam Zuhri dalam Qardawi (2011), bahwa nishab zakat
perkebunan adalah 200 dirham atau setara dengan 20 dinar emas, dan jika
dikonfersikan kedalam emas murni maka nishabnya sebesar 85 gram emas.
Kewajiban zakatnya sebesar 5 dirham atau setara dengan 2.5% setelah mencapai
nishab.
Haul zakat perkebunan merupakan batas waktu yang ditentukan untuk
melakukan pembayaran zakat perkebunan. Jika panen dilakukan sepanjang tahun,
maka dapat diterapkan sistem haul untuk kewajiban zakatnya. Dengan begitu
petani yang mengalami panen 12 kali dalam satu tahun dapat menggabungkan
terlebih dahulu hasil panennya dan dibayarkan di akhir tahun (Mufraini, 2006).
Menurut Qardawi (2011), masa satu tahun tidak menjadi persyaratan khusus,
dikarenakan pertumbuhan telah mencapai puncak pada saat memetiknya.
Sedangkan, pada kekayaan lain seperti tanaman perkebunan, masa satu tahun
menjadi persyaratan dikarenakan masa satu tahun tersebut menjadi masa tenggang
pertumbuhan tanaman perkebunan. Dengan demikian, zakat yang di bayarkan
harus mencapai haul selama satu tahun dan telah mencapai nishab.
Tabel berikut ini adalah pembagian secara rinci mengenai perbedaan zakat
pertanian dan perkebunan.

12

Tabel 3 Perbedaan Sumber Zakat Pertanian Dan Perkebunan
Jenis tanaman
produksi

Jenis zakat dan
persentasenya
Zakat
Perniagaan
dengan
persentase 2,5%

Kategori

‘illah

Kondisi

1. Jangka panjang
Contoh: kopi dan
kakao

Tahan
lama/
Kekayaan

Haul dan
Nishab

Tahan
lama/
Kekayaan

Haul
tanpa
Nishab

Kekayaan

Haul dan
Nishab

Zakat
Perniagaan
dengan
persentase 2,5%

Kekayaan

Haul
tanpa
Nishab

Zakat pertanian

Bukan
makanan pokok
dan tahan lama 2. Jangka pendek
Contoh: bawang, jahe,
dan kacang tanah
1. Jangka panjang
Contoh: sawit, karet,
Bukan
makanan pokok dan perkebunan buah
dan tanaman
2. Jangka pendek
tidak tahan
Contoh: tomat,
lama
sayuran, dan kacang
panjang

Sumber: Agricultural Zakat Accounting in Malaysia (2014)

Zakat pertanian

Subjek Zakat Perkebunan
Menurut Prayudiwan (2006), berdasarkan lahan dan cara pendayagunaan
lahan dan hasil pertanian , maka kita dapat beberapa keadaan berikut:
1. Apabila pemilik menggarap lahannya secara individu, maka diwajibkan
membayar zakat mengikuti kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika
hasilnya telah mencapai nisab.
2. Apabila pemilik lahan memberikan kepada orang lain untuk menggarap lahan
tanpa menerima imbalan apapun, maka penggarap lahan yang membayar
zakat dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah diterangkan ketika hasilnya
telah mencapai nisab.
3. Apabila bersyarikat (kerjasama)
dimana pemilik lahan menawarkan
lahannya dan orang lain menggarapnya dengan kesepakatan bagi hasil
diantara keduanya menurut bagian tertentu yang telah diketahui mengikuti
peraturan syirkah mudharabah (bagi hasil), maka setiap pihak yang
bersyarikat (pemilik dan penggarap) berkewajiban untuk membayar zakat
sesuai dengan bagian masing-masing apabila telah mencapai nisab.
4. Apabila pemilik lahan menyewakan lahan kepada orang lain dengan sewa
tertentu baik dengan pembayaran sewa berbentuk barang atau uang, maka
dalam hal ini terdapat perbedaan anatara ahli fiqih:
a. Pemilik lahan wajib mengeluarkan zakat karena zakat adalah hak tanah.
Pendapat ini sulit diterapkan karena pemilik tanah mengalami kesulitan
untuk menentukan hasil lahan dan biaya pengelolaan pertanian.
b. Penyewa lahan wajib mengeluarkan zakat, karena zakat merupakan hak
tanam bukan hak tanah. Sedangkan si pemilik lahan mengeluarkan zakat
dari uang sewa setelah uang sewa tersebut digabungkan dengan harta lain
yang dimilikinya dan telah mencapai nishab.

13

Perhitungan Zakat Perkebunan
Menurut Hafidhudin (2002), hasil pertanian yang wajib dizakati adalah hasil
pertanian yang merupakan tanaman yang dieksploitasi dan memperoleh
penghasilan. Menurut Prayudiwan (2006), sumber zakat pertanian adalah seluruh
hasil pertanian atau perkebunan setelah dipotong baiaya:
1. Biaya produksi pengolahan lahan hasil perkebunan terasebut, seperti biaya
benih, pupuk, pemberantasan hama, dan lain lain.
2. Hasil perkebunanyang di konsumsi sendiri untuk keperluan pokok kehidupan
sehari-hari keluarga petani atau perkebunan tersebut.
3. Biaya sewa tanah. Para fuqaha berpendapat bahwa pembayaran sewa dan
pajak tananh dapat mengurangi jumlah total dari hasil pertanian dan
perkebunan, ahal ini menunjukkan bahwa setelah kita membayar pajak tanah
tidak perlu lagi membayar zakat.
4. Biaya kehidupan sehari-hari. Biasanya seorang petania perkebunan
membiayai keluarga dari hasil perkebunantersebut.
5. Biaya selain utang, sewa, dan pajak. Pendapat paling kuat mengatakan
diperbolehkan potongan dari biaya-biaya lain yang dialokasikan untuk
pengeluaran pertanian dan perkebunan, seperti harga benih, pupuk,
insektisida, dan lain-lain.
Zakat pertnian dan perkebunan dihitung baik yang berbentuk barang maupun
uang sebagai berikut:
1. Berdasarkan jumlah total hasil barang baik itu yang berbentuk uang atau
barang.
2. Penentuan utang-utang, harga sewa dan pajaknya begitu juga hasil produksi.
3. Penentuan nilai yang wajib dizakatkan adalah setelah mengurangi utangutang, harga sewa, pajak dan biaya produksi dari hasil total lahan dan hal
tersebut diikuti dengan pencapaian nisab.
4. Penentuan metode pengairan lahan dengan tadah hujan atau irigasi dengan
demikian diketahui persentase zakatnya.
5. Apabila sudah mencapai nishab, maka jumlah tersebut dikalikan dengan
persentase zakat.
Kesediaan Membayar / Willingness to Pay
Dasar dalam merancang strategi harga adalah untuk mengatur harga produk
dalam melihat berapa banyak pelanggan bersedia membayar untuk setiap produk.
Hal ini penting bagi pemasar untuk memprediksi berapa banyak produk yang
ditawarkan akan dibeli dengan harga yang berbeda. Memprediksi permintaan
produk yang berbeda pada harga yang berbeda, pemasar membutuhkan
pemahaman yang mendalam dari reaksi pelanggan untuk jadwal harga yang
berbeda. Ada dua konsep berbeda yang menentukan berapa banyak pelanggan
bersedia membayar untuk barang atau jasa yaitu harga maksimum dan harga
pemesanan (Breidert 2005).

14

Yakin (1997) mendefinisikan kesediaan konsumen untuk membayar
(willingness to pay) sebagai jumlah uang yang ingin diberikan oleh seseorang
untuk memperoleh suatu peningkatan kondisi lingkungan.
Konsep WTP atau kesediaan membayar menghasilkan nilai ekonomi yang
didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin
mengorbankan barang atau jasa untuk memperoleh barang atau jasa lainnya.
Pengukuran dengan menggunakan konsep WTP ini dapat menerjemahkan
misalnya nilai ekologis ekosistem kedalam bahasa ekonomi dengan mengukur
nilai moneter suatu barang dan jasa. Willingness to pay juga dapat diartikan
sebagai maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya
penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2014).
Beberapa pendekatan yang digunakan dalam WTP untuk menghitung
peningkatan atau kemunduran kondisi lingkungan adalah:
1. Menghitung biaya yang bersedia dikeluarkan oleh individu untuk mengurangi
dampak negatif pada lingkungan karena adanya suatu kegiatan pembangunan
2. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin
menurunnya kualitas lingkungan
3. Melalui suatu survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat untuk
membayar dalam rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau
untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik
Penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan
melakukan survei, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu
penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.
Tahapan berikutnya dalam metode CVM adalah metode elesitas. Metode elesitas
adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan dengan menanyakan besarnya
pembayaran melalui format tertentu. Terdapat lima jenis pertanyaan (Fauzi, 2014),
yaitu:
1. Metode tawar menawar (bidding game)
Metode ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden apakah
bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal
(starting point). Jika “ya”, maka besarnya nilai uang dinaikkan sampai ke
tingkat yang disepakati.
2. Metode pertanyaan terbuka (open-ended question)
Metode ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden berapa
jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atas perubahan. Sehingga
diketahui secara pasti berapa besar responden bersedia membayar.
3. Metode kartu pembayaran (payment card)
Metode ini menawarkan kepada responden suatu kartu yang terdiri dari
berbagai nilai kemampuan untuk membayar dimana responden tersebut dapat
memilih nilai maksimal atau minimal yang sesuai dengan preferensinya.
Untuk menggunakan metode ini, diperlukan pengetahuan statistik yang relatif
baik.
4. Metode pertanyaan pilihan dikotomi (dichotomous choice)
Metode ini menawarkan responden sejumlah uang tertentu dan menanyakan
apakah responden mau membayar atau tidak sejumlah uang tersebut untuk
memperoleh peningkatan kualitas lingkungan tertentu.

15

5.

Metode Contingent Ranking
Metode ini responden tidak ditanya secara langsung berapa nilai yang ingin
dibayarkan, tetapi responden diperlihatkan ranking dari kombinasi kualitas
lingkungan yang berbeda dan nilai moneternya kemudian diminta mengurut
beberapa pilihan dari yang paling memungkinkan sampai yang paling tidak
memungkinkan.
Penelitian Terdahulu

Telah dilakukan beberapa penelitaian terkait willingnes to pay dan zakat
pertanian, namin sedikit yang membahas keduanya dalam satu bahasan. Penelitian
yang dilakukan Damayanti (2014) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
WTP peserta terhadap Asuransi Syariah Fulnadi dan mengetahui besar WTP yang
bersedia dibayarkan peserta terhadap Asuransi Syariah Fulnadi. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, faktor-faktor yang memengaruhi WTP responden adalah tingkat
pendidikan, asuransi lain yang diikuti oleh responden, dan tingkat premi.
Sedangkan besarnya nilai nominal penambahan harga WTP yang bersedia
dibayarkan oleh responden untuk Asuransi Fulnadi adalah sebesar Rp
1.571.429,00 per tahun.
Primbodo (2013) dalam penelitianya mengidentifikasi karakteristik konsumen
yang melakukan pembelian sayuran organik dengan menggunakan analisis
deskriptif, menghitung nilai kesediaan membayar (Willingness To Pay) konsumen
dengan menggunakan metode Contingent Valuation Method (CVM), dan
menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi nilai kesediaan membayar
konsumen dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan
LISREL.
Hanapi (2014) dalam jurnalnya melakukan identifikasi dasar akuntansi untuk
zakat pertanian, melakukan identifikasi jenis tanaman di mana zakat pertanian
akan dikenakan berdasarkan pendapat fuqaha '(ahli hukum), dan menentukan
jenis zakat yang dikenakan pada tanaman yang tidak dikategorikan sebagai
makanan pokok di Malaysia serta metode perhitungannya. Penelitian ini
mengambil studi kepustakaan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pada
tanaman yang tidak dikategorikan sebagai makanan pokok, maka zakatnya harus
dikenakan. Hal ini didasarkan pada pendekatan kekayaan karena sebagian besar
tanaman saat ini adalah dalam bentuk tanaman komersial yang dapat memperoleh
hasil yang menguntungkan. Adapun jenis zakat yang dikenakan, itu tergantung
pada 'illah (alasan).
Halmat (2014) melakukan penelitian mengenai penilaian zakat pertanian di
kalangan petani di Malaysia secara manual, fatwa dan praktik di berbagai lembaga
zakat di Malaysia. Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer.
Penelitian ini mengulas secara singkat mengenai biaya produksi dan biaya hidup
sebagai latar belakang penelitian ini. Metode penilaian zakat pertanian
disesuaikan dengan lembaga-lembaga zakat di Malaysia. Peneltian ini bertujian
untuk menganalisis penilaian zakat pertanian yang seharusnya dipraktekkan,
dengan memperhatikan karya-karya klasik dan jenis zakat pertanian dari hari ini.
Oleh karena itu penting untuk dicatat bahwa, dengan mempertimbangkan jenis
pertanian saat ini, ada kebutuhan yang kuat dan mendesak untuk reevaluasi

16

penilaian zakat pertanian. Selain itu, makna itu sendiri zakat adalah mengambil
aset dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin dan bukan sebaliknya.
Firdaus M et al. (2011) dalam jurnalnya melakukan penelitian untuk
memperkirakan potensi zakat di Indonesia dan mengeksplorasi hubungan antara
karakteristik demografi dan pembayaran zakat. Data primer diperoleh melalui
survei di dua kota dan dua kabupaten yang terdiri dari 345 rumah tangga,
sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber. Analisis empiris yang
dilakukan melalui analisis deskriptif dan multivariat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total seluruh potensi zakat di Indonesia dari berbagai sumber
adalah sekitar 217 triliun rupiah. Jumlah ini sama dengan 3,4% dari PDB
Indonesia tahun 2010. Studi ini menunjukkan bahwa pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan merupakan faktor penting yang memengaruhi frekuensi responden
dan pilihan tempat ketika membayar zakat dan sedekah.

METODE
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah perkebunan kakao Desa Bandar Agung,
Kecamatan Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi ini
sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan hipotesis bahwa masyarakat
memiliki penghasilan dari perkebunan, dan berprofesi sebagai petani atau
memiliki lahan perkebunan Kakao. Pengambilan data dilakukan selama bulan Juli
2015 dan tahap terakhir proses pengolahan data dilakukan pada bulan Agustus
2015.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung
kepada responden, yaitu petani kakao Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar
Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur dengan bantuan kuisioner. Data tersebut
merupakan data karakteristik masyarakat sekitar berupa, jenis kelamin, usia, status
perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah
tanggungan, tingkat pengeluaran dan lain-lain.
Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan, diantaranya buku
referensi, laporan komoditas Kementrian Pertanian, laporan Kementrian Agama,
internet, serta informasi data dari instansi terkait.
Metode Penentuan Sampel
Populasi adalah kumpulan atau keseluruhan anggota dari objek penelitian dan
memenuhi kriteria tertentu yang telah ditetapkan dalam penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah petani kakao Desa Bandar Agung, Kecamatan Bandar
Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur yang memiliki penghasilan dari
perkebunan, dan berprofesi sebagai petani atau memiliki lahan perkebuna