Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kepatuhan Membayar Zakat : Studi Kasus Kabupaten Bogor

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang menimpa Indonesia. Pemerintah sebetulnya memiliki program-program yang telah digulirkan dalam rangka menanggulangi bencana ini, seperti PNPM Mandiri, pemberian subsidi (misal BBM dan Listrik), BLT, raskin, dan program-program lainnya. Program-program-program tersebut memberikan dampak yang positif dalam upaya menanggulangi kemiskinan, namun masih dirasa kurang optimal, hal ini terutama karena terbatasnya APBN (Rudhiyoko, 2009).

Zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif program pemerintah sebagai sumber dana untuk mengatasi kemiskinan (Ibrahim, 2006). Zakat merupakan sarana yang dilegalkan oleh agama Islam dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, akan tetapi juga berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana produksi (Miftah, 2008).

Pada periode 2007 – 2010, pertumbuhan rata-rata dana zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah sebesar 53,29 persen seperti yang dijelaskan pada Tabel 1. Dilihat dari sisi total zakat yang diterima, nilai tersebut pada dasarnya masih jauh lebih kecil jika dibandingkan potensi yang seharusnya terkumpul yaitu sebesar Rp 100 triliun (Hafidhuddindalam Republika 2010).


(2)

Tabel 1. Total zakat yang diterima oleh BAZNAS periode 2007-2010 Tahun Total Zakat

(Miliar Rupiah)

Pertumbuhan Tahunan (%)

2007 2008 2009 2010

450 920 1200 1500

-104,44

30,43 25,00 Sumber: BAZNAS 2010 (diolah)

Peningkatan jumlah penyerapan zakat setiap tahunnya merupakan salah satu hal yang menggembirakan. Namun demikian, terjadinya gap antara potensi zakat dan nilai zakat yang terkumpul mengindikasikan ada sebagian orang Islam yang kurang termotivasi untuk membayar zakat. Padahal zakat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun Islam, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda:

“Islam didirikan di atas lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan" (HR. Bukhari Muslim)

Zakat dapat mengatasi masalah penumpukan harta di kalangan tertentu dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga jurang pendapatan antar golongan di masyarakat dapat diminimalisir sebagaimana hasil riset yang pernah dilakukan oleh Ismail Salleh, Rogayah Nagah, dan Jehle. Mereka mengadakan kajian tentang pengaruh zakat terhadap distribusi pendapatan, hasilnya bahwa zakat memberikan efek postif dalam mengurangi ketidakseimbangan pendapatan (Ibrahim, 2008).

Syauqi Beik dalam Shalihati (2010) menemukan bahwa program zakat untuk usaha produktif mustahik fakir miskin, mampu mengurangi kemiskinan mustahik sebesar 7,5 persen di Jakarta. Selain itu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan mustahik juga dapat dikurangi. Adapun dengan program rumah sakit gratis berbasis zakat mampu mengurangi kemiskinan mustahik sebesar 10 persen.

Kemudian jika organisasi zakat yang ada pada suatu negara bekerja dengan optimal, maka hal ini bukan tidak mungkin akan mampu mengatasi


(3)

masalah kemiskinan. Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi pada awal sejarah Islam, Ahmed (2004) menunjukkan bahwa lembaga amal zakat dapat menjadi sangat efektif dalam merawat penduduk miskin. Saat Umar bin al Khattab (13-22H) dan Umar bin Abdul Aziz (99-101H) menjabat sebagai khalifah, masalah kemiskinan berhasil diatasi, zakat yang dikumpulkan di beberapa daerah tidak dapat dicairkan dan didistribusikan, karena kurangnya golongan miskin.

Jika setiap orang Islam telah menyadari tentang kewajiban berzakat dan mengetahui berbagai macam manfaat yang akan diperoleh dengan berzakat, maka potensi zakat seharusnya dapat tercapai. Kemudian, yang lebih penting lagi adalah bahwa dana zakat tidak hanya terkumpul secara optimal, namun diharapkan terjadi distribusi yang adil diantara penerima zakat. Sehingga manfaatnya menjadi lebih terasa.

Dilatarbelakangi oleh hal-hal diatas, maka peneliti melakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan dalam membayar zakat. Dalam penelitian ini tidak hanya mencari alasan yang berkaitan dengan aspek keagamaan seseorang yang membayar zakat (muzakki), akan tetapi untuk mengetahui alasan lain yang mendasari seseorang untuk membayar zakat. Selain itu dicari juga alasan yang melatarbelakangi wajib zakat dalam memilih tempat membayar zakat. 1.2. PERUMUSAN MASALAH

Dana zakat adalah salah satu dana segar yang dapat langsung digunakan untuk kesejateraan orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat dapat menyelamatkan manusia dari kemiskinan, menjamin keadilan sosial ekonomi, dan dapat menjaga kehormatan masyarakat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah (Patmawati, 2008).

Dana zakat yang terkumpul selama ini ternyata masih jauh dibawah potensi yang ada. Sampai tahun 2010 dana zakat yang terserap baru sekitar 1 persen dari potensi zakat yang mencapai Rp 100 triliun. Jika potensi zakat yang 99 persen lainnya teroptimalkan, maka jumlah orang fakir dan miskin yang dapat dibantu akan semakin banyak.


(4)

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat?

2. Faktor apa yang paling dominan dalam memengaruhi kepatuhan membayar zakat?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pendahuluan dan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat.

2. Mengidentifikasi faktor yang dominan yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat, agar dapat menghasilkan kebijakan yang optimal. 1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian yang berkaitan dengan zakat di Indonesia saat ini mengalami peningkatan, hal ini seiring dengan semakin membaiknya kinerja dari BAZNAS sebagai pusat organisasi zakat di Indonesia. Tidak hanya dari penyerapan dana zakat, akan tetapi dari program-program yang BAZNAS keluarkan pun mengalami kemajuan.

Kemudian, melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu ekonomi Islam.

2. Memberikan informasi yang baik tentang faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat.

3. Memberikan gambaran tentang alasan-alasan individu dalam menentukan tempat membayar zakat.

4. Dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dan BAZ baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah sebagai pengelola zakat. Untuk menjadi masukan dalam pembuatan program kerja dalam meningkatkan penerimaan dana zakat.


(5)

5. Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi para peminat dan peneliti, untuk digunakan sebagai bahan penelitian lanjutan.

1.5. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan membayar zakat dan menganalisis alasan-alasan seseorang membayar zakat di OPZ dan langsung ke penerima zakat. Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor dengan jumlah responden sebanyak 100 orang.


(6)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI ZAKAT

Menurut Hafidhuddin (2002), “Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu ‘keberkahan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalahu ‘keberesan’. Secara istilah, zakat adalah bagian dari harta yang telah Allah ta’ala wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu.”

Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Dalam Al-Quran kata zakat disebut secara bersama-sama dengan sholat pada 82 tempat (ayat). Dan Allah telah menetapkan kewajibannya baik melalui Kitab-Nya, Sunnah Rasul-Nya, maupun Ijma’ dari umat Islam.

Diantara dalil wajibnya zakat adalah firman Allah pada surat At-taubah ayat 103 yang artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan1 dan mensucikan2 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Q.S. At-Taubah [9]: 103)

Pada fase Mekah, ketika Rasul belum hijrah, tidak ada batasan besaran harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, pun tidak ada ketentuan jumlah harta yang harus dizakatkan. Semuanya dikembalikan kepada kesadaran dan kerelaan orang Islam itu sendiri. Baru pada tahun kedua hijrah –menurut keterangan mayoritas/terkenal- ditetapkan besaran dan jumlah harta, serta jenis harta yang harus dikeluarkan zakatnya (Sabiq, 1990).

Harta yang terkena kewajiban zakat dibagi ke dalam empat macam: 1. Biji-bijian dan buah-buahan yang tumbuh diatas bumi.

1

Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

2

Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.


(7)

Allah telah mewajibkan zakat biji-bijian dan tanaman seperti yang tercantum dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Hewan ternak yang makan dengan bebas di atas bumi.” (Al-Baqarah [2]: 267)

Menurut pendapat Imam Syafi’i, zakat pada tanaman berlaku pada tanaman yang menjadi makanan pokok, dapat disimpan, dan dapat ditanam, seperti gandum dan padi.

Tidak semua tanaman wajib dikeluarkan zakatnya. Diantara tanaman yang tidak terkena wajib zakat adalah sayur-sayuran

2. Emas dan perak

Dasar wajibnya zakat emas dan perak adalah firman Allah ta’ala yang artinya:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."”(At-Taubah [9]: 34-35)

Seseorang yang memiliki emas wajib mengeluarkan zakatnya jika emasnya tersebut sudah mencapai dua puluh dinar (±85 gram emas) dan ia telah memiliki emas tersebut selama satu tahun. Besaran emas yang dikeluarkan untuk zakat adalah 2,5 persen dari jumlah emas yang ia miliki.

Sedangkan untuk perak, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sampai jumlah 200 dirham (±595 gram perak). Besar zakat yang dikeluarkan adalah sama seperti zakat emas, yaitu sebesar 2,5 persen.


(8)

3. Barang dagangan yang digunakan untuk melakukan jual beli. Untuk setiap jenis harta ini pun ada jumlah tertentu yang wajib dikeluarkan zakatnya (nishab) dan harta tersebut telah melewati waktu satu tahun kepemilikan.

Disebut barang dagangan jika pada barang tersebut terdapat dua syarat: (1) barang tersebut dimiliki secara nyata (seperti dari jual beli, hadiah, atau rampasan perang), (2) harta yang dimiliki tersebut digunakan untuk berdagang.

Cara mengeluarkan zakat perdagangan adalah sebagai berikut, hendaknya pedagang tersebut melakukan prediksi harga barang-barang dagangannya pada akhir tahun lalu mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen dari harga barang dagangan tersebut. Jika suatu waktu ditemukan bahwa nishab barang dagangan tersebut berkurang, sedangkan pada awal tahun dan akhir tahun cukup nishab maka terjadi perbedaan pendapatan diantara ulama. Menurut madzhab Hanafi, perhitungan tahun tidak terputus, sehingga ia tetap harus mengeluarkan zakat pada akhir tahun. Menurut pendapat golongan Hambali, perhitungan tahun menjadi terputus, dan akan dimulai lagi saat nishab barang tersebut terpenuhi kembali (Bin Baz, 2009) dan (Sabiq, 1990). 2.1.1. PENERIMA ZAKAT

Allah telah menerangkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, hal ini tercantum dalam Q.S At-Taubah ayat 60, yang artinya:

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah [9]: 60)


(9)

Katsir (2009) dan Sabiq (1990) merinci kelompok orang-orang yang berhak menerima zakat sebagai berikut:

1. Fakir

Menurut Ibnu Jarir, orang fakir adalah orang yang membutuhkan namun tidak mau meminta-minta terhadap orang lain. Menurut Abu Qotadah, orang fakir adalah orang yang membutuhkan dan memiliki penyakit menahun. Menurut Syaikh Utsaimin orang fakir adalah orang yang tidak mendapatkan sesuatu yang mencukupi separuh dari kebutuhanya, jika seseorang tidak memiliki sesuatu yang ia dapat nafkahkan untuk diri sendiri dan keluarganya selama setengah tahun, maka ia adalah fakir. Ia diberi dari zakat berupa sesuatu yang mencukupi dirinya dan keluarganya selama satu tahun.

2. Miskin

Menurut Abu Qotadah, orang miskin adalah orang yang membutuhkan sedangkan fisiknya sehat. Menurut Syaikh Utsaimin orang miskin adalah orang-orang yang memiliki harta yang dapat menutupi separuh atau lebih kebutuhannya, namun tidak dapat memenuhi kebutuhannya selama setahun penuh, maka mereka diberi sesuatu yang dapat menyempurnakan kekurangan untuk nafkah setahun.

Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda menjelaskan perihal orang miskin:

“Orang yang tidak memiliki sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhannya dan juga tidak pandai untuk mendapatkannya, sehingga zakat diberikan kepadanya, sementara ia tidak meminta-minta sesuatu kepada manusia.” (HR. Bukhari Muslim)


(10)

3. Pengurus zakat

Para amil zakat adalah mereka yang bertugas untuk menarik dan mengumpulkan zakat. Atas jasanya ini, mereka berhak mendapatkan bagian darinya.

4. Orang-orang yang dibujuk hatinya (Muallaf)

Orang-orang muallaf yang diberi zakat terdiri dari beberapa macam. Pertama, orang yang diberi zakat agar mereka mau masuk Islam. Kedua, orang yang diberi zakat agar kualitas keimanan muallaf tersebut menjadi lebih baik dan untuk meneguhkan hatinya. Ketiga, orang yang diberi zakat agar rekan-rekannya masuk Islam. Keempat, orang yang diberi zakat agar ia mengumpulkan zakat dari orang sekitarnya, atau untuk mengamankan wilayah kaum muslimin dari bahaya musuh.

5. Riqab

Tentang riqab, ada kisah dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam, suatu hari beliau ditanya oleh seseorang yang meminta agar ditunjukkan suatu amalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada surga, lalu beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“bebaskanlah an-nasamah, dan merdekakan ar-raqabah” lalu orang itu bertanya, ‘wahai Rasulullah, bukankah kedua-duanya sama (yakni sama-sama hamba sahaya)?’ Beliau bersabda: ‘Tidak, an-nasamah berarti hamba yang engkau bebaskan sepenuhnya. Sedangkan ar-raqabah berarti engkau hanya membantu sebagian saja dalam pemerdekaannya.’” Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa riqab adalah hamba sahaya yang ingin merdeka namun ia tidak memiliki jumlah uang yang cukup untuk memerdekakan dirinya. Sehingga ia dibantu merdeka dengan diberi zakat.


(11)

6. Orang yang berhutang

Menurut Ibnu Katsir, orang yang memiliki hutang yang berhak diberi zakat ada beberapa macam. Pertama, orang yang menanggung tanggungan denda atau hutang yang harus dibayar, sedangkan untuk membayar hutangnya ia harus menghabiskan hartanya atau harus berhutang kepada orang lain. Kedua, ada yang berhutang untuk berbuat maksiat, namun kemudian ia bertaubat.

7. Di jalan Allah (fii sabilillah)

Diantara mereka adalah orang yang ikut berperang (prajurit) namun mereka tidak digaji, orang-orang yang menyebarkan agama Islam, dan mengirim mereka ke negara-negara non Islam untuk menyebarkan agama Islam disana dengan organisasi-organisasi yang teratur. Kemudian untuk sekolah-sekolah yang mengajarkan pendidikan agama, dan untuk guru-guru sekolah tersebut (bila mereka tidak memiliki pekerjaan lain). Termasuk dalam sabilillah adalah: menuntut ilmu syar'i, pelajar ilmu syar'i dapat diberi uang zakat agar bisa menuntut ilmu dan membeli kitab yang diperlukan, kecuali jika ia memiliki harta yang dapat mencukupinya dalam memenuhi kebutuhan itu.

8. Ibnus Sabiil

Ibnus Sabiil adalah orang yang sedang melakukan perjalanan melintasi suatu negeri dan tidak memiliki bekal untuk meneruskan perjalanan.

2.1.2. SYARAT HARTA YANG WAJIB DIKELUARKAN ZAKAT Ada beberapa syarat harta yang wajib dikeluarkan untuk berzakat: (1) Harta tersebut dimiliki secara sempurna, (2) Harta tersebut adalah harta yang berkembang, (3) Harta tersebut telah mencapai nishob, (4) Harta telah mencapai haul (harta tersebut bertahan selama setahun), (5) Harta tersebut merupakan kelebihan dari kebutuhan pokoknya.


(12)

Rinciannya adalah sebagai berikut: 1. Harta dimiliki secara sempurna

Harta yang dimiliki oleh seseorang sebenarnya adalah milik Allah Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam sebuah ayat, “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”(QS. Al-Hadiid: 7) Berkata Al-Qurthubi ketika menjelaskan ayat ini, “Ayat ini merupakan dalil bahwa pada hakekatnya harta adalah milik Allah. Hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhoi. Siapa saja yang menginfakkan hartanya pada jalan Allah sebagaimana halnya seseorang yang mengeluarkan harta orang lain dengan seizinnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang melimpah dan amat banyak.”

Harta yang hakikatnya milik Allah ini telah dikuasakan untuk manusia. Jadi manusia yang diberi harta saat ini dianggap sebagai pemegang amanat harta yang hakikatnya milik Allah. Adapun yang dimaksud dengan syarat di sini adalah harta tersebut adalah milik di tangan individu dan tidak berkaitan dengan hak orang lain, atau harta tersebut disalurkan atas pilihannya sendiri dan ia dapat memperoleh manfaat dari harta tersebut.

2. Termasuk harta yang berkembang

Yang dimaksudkan di sini adalah harta tersebut mendatangkan keuntungan dan manfaat bagi si empunya atau harta itu sendiri berkembang dengan sendirinya. Oleh karena itu, para ulama membagi harta yang berkembang menjadi dua macam: (a) harta yang berkembang secara hakiki (kuantitas), seperti harta


(13)

perdagangan dan hewan ternak hasil perkembangbiakan, (b) harta yang berkembang secara takdiri (kualitas).

Dalil dari syarat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Seorang muslim tidak dikenai kewajiban zakat pada budak dan kudanya.” (HR. Bukhari no. 1464)

Dari sini, maka tidak ada zakat pada harta yang disimpan untuk kebutuhan pokok semisal makanan yang disimpan, kendaraan, dan rumah.

3. Telah mencapai nishab

Nishob adalah ukuran minimal suatu harta dikenai zakat. Untuk masing-masing harta yang dikenai zakat, ini akan ukuran nishob masing-masing yang nanti akan dijelaskan. 4. Telah mencapai haul

Artinya harta yang dikenai zakat telah mencapai masa satu tahun atau 12 bulan Hijriyah. Syarat ini berlaku bagi zakat pada mata uang dan hewan ternak. Sedangkan untuk zakat hasil pertanian tidak ada syarat haul, namun zakat dari pertanian dikeluarkan setiap kali panen.

5. Kelebihan dari kebutuhan pokok

Harta yang merupakan kelebihan dari kebutuhan pokok, itulah sebagai barometer seseorang itu dianggap mampu atau berkecukupan. Sedangkan harta yang masih dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka seperti ini dikatakan tidak mampu. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah apabila kebutuhan tersebut dikeluarkan, maka seseorang bisa jadi akan celaka, seperti nafkah, tempat tinggal, dan pakaian. (Tuasikal, 2010)


(14)

2.1.3. ZAKAT PERSONAL

Islam mengatur bahwa tidak setiap orang wajib mengeluarkan zakat, ada beberapa persyaratan yang jika terpenuhi pada diri seseorang maka ia terkena kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Syamhudi (2003) menjelaskan syarat-syarat tersebut dalam poin-poin berikut:

1. Islam

Islam menjadi syarat pertama atas wajibnya mengeluarkan zakat, orang yang belum menerima Islam tidak memiliki kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

2. Merdeka

Seseorang yang menjadi budak/hamba sahaya tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

3. Berakal dan baligh

Dalam hal ini ada perbedaan pendapat antara para ulama tentang zakat dari anak kecil dan orang gila. Namun ada ulama yang menguatkan pendapat bahwa anak kecil dan orang gila tidak memiliki kewajiban untuk membayar zakat.

4. Memiliki nishab

Nishab adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh agama dalam menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya. Jika harta seseorang telah sampai ukuran tersebut, maka orang tersebut diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah yang artinya:

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.”(Al Baqarah [2]: 219)

Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:

1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal,


(15)

kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.

2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).”(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh Albani)

Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.

2.1.4. ZAKAT INDUSTRI

Salah satu sektor yang utama dalam pembangunan sebuah negara adalah sektor industri. Bahkan pembangunan dan perkembangan ekonomi suatu negara sering dikaitkan dengan proses industrialisasi, hal ini dikarenakan keadaan industrial merupakan tujuan pembangunan ekonomi (Hafidhuddin, 2002).

Potensi yang besar dari sektor ini dapat dimanfaatkan untuk diambil zakatnya. Banyak ulama (orang yang memiliki kedalaman ilmu agama) yang memberikan panduan dalam mengeluarkan zakat industri ini, salah satunya adalah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin. Beliau adalah salah seorang ulama menjadi anggota Majelus Ulama Kerajaan Saudi Arabia.

Dari fatwa Syaikh Utsaimin, bahwa harta perusahaan/industri terbagi menjadi dua macam: (1) Harta yang tidak diwajibkan untuk berzakat dan (2) Harta yang diwajibkan untuk berzakat. Harta yang tidak terkena kewajiban zakat adalah alat-alat, perangkat keras, mobil, bangunan, dan peralatan yang akan digunakan yang tidak dimaksudkan untuk dijual untuk mengambil keuntungan.


(16)

Sedangkan harta yang terkena kewajiban berzakat, memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Simpanan barang yang telah dibeli dan bertujuan untuk dijual, dihitung nilainya di akhir tahun, tanpa memandang harga beli. 2. Uang tunai yang ada di perusahaan atau yang disimpan di

tabungan.

3. Piutang yang diharapkan bisa ditagih.

4. Keuntungan dari hasil merakit atau membuat barang, bila sudah mencapai nisab dan sudah berlalu satu tahun.

5. Keuntungan dari hasil perdagangan, jika sudah mencapai nisab.

Jika pada perusahaan terdapat lima jenis harta tersebut atau hanya sebagiannya, maka perusahaan tersebut wajib mengeluarkan zakatnya sesuai dengan jenis harta yang ada padanya. Cara mengeluarkan zakat pada perusahaan/industri, adalah sebagai berikut:

1. Untuk jenis harta yang berupa simpanan barang, uang tunai, dan piutang, maka mengeluarkan zakatnya adalah pada akhir tahun. Zakat yang dikeluarkan adalah sebesar 2,5 persen dari harta tersebut.

2. Zakat dari keuntungan dikeluarkan pada akhir tahun anggaran sebesar 2,5 persen. Jika keuntungan telah dikeluarkan sepanjang tahun, dan tidak tersisa hingga akhir tahun, maka tidak ada kewajiban padanya.


(17)

2.2. POTENSI ZAKAT DI INDONESIA

Kahf (1987) melakukan studi untuk mengestimasi potensi zakat yang ada pada delapan negara Islam, yaitu Mesir, Indonesia, Pakistan, Qatar, Saudi Arabia, Sudan, Syria, dan Turki. Kahf melihat estimasi potensi zakat melalui tiga cara, yaitu berdasarkan fikih tradisional, berdasarkan perhitungan dari Qardawi yaitu zakat pendapatan dihitung 2,5 persen, sedangkan keuntungan bersih pada fix aset dihitung 10 persen, dan berdasarkan modifikasi dari versi Qardawi, yaitu zakat dari fix aset dan pendapatan dihitung bersama-sama sebesar 2,5 persen.

Estimasi zakat dari sisi perhitungan fikih tradisional menghasilkan nilai yang lebih kecil daripada estimasi perhitungan dua cara lainnya. Estimasi persentase zakat pada sudut pandang fikih tradisional berkisar antara 0,9 sampai 4,3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sedangkan dari sisi pandang Qardawi, estimasi zakat berkisar antara 1,7 sampai 6,6 persen. Menurut cara perhitungan yang ketiga estimasi zakat berkisar antara 2 sampai 7,5 persen. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Persentase estimasi zakat terhadap PDB di beberapa negara muslim.

Negara Z1 Z2 Z3

Mesir 2 3,9 4,9

Indonesia 1 1,7 2

Pakistan 1,6 3,5 4,4

Qatar 0,9 3,7 3,2

Saudi Arabia 1,2 3,7 3,4

Sudan 4,3 6,6 6,2

Siria 1,5 3,1 3,1

Turki 1,9 4,9 7,5

Keterangan:

Z1: Perhitungan berdasarkan fikih tradisional Z2: Perhitungan berdasarkan Qardawi

Z3: Perhitungan berdasarkan versi Qardawi yang telah di modifikasi. Sumber: Kahf, 1987

Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa potensi zakat Indonesia berkisar 1 sampai 2 persen dari PDB. Untuk mengetahui potensi zakat di


(18)

Indonesia secara lebih rinci, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB bekerja sama dengan BAZNAS melakukan penelitian pada tahun 2011. Perhitungan potensi zakat ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) Zakat dari sektor industri dan BUMN, (2) Zakat dari rumah tangga, dan (3) Zakat dari tabungan.

Dari sektor industri dan BUMN, total potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 117,29 triliun. Hal ini setara dengan 1,84 persen PDB. Nilai ini diperoleh dari industri pengolahan sebesar Rp 22 triliun, industri penyediaan akomodasi sebesar Rp 88 triliun, dan industri makanan dan minuman sebesar Rp 3,7 triliun. Dari BUMN potensi zakat yang tercapai sebesar Rp 2,4 triliun. Namun, relaisasi zakat pada sektor BUMN baru tercapai Rp 4-5 milyar per tahun.

Tabel 3. Potensi zakat industri swasta nasional dan BUMN

Industri Potensi Zakat

1) Industri Pengolahan Rp 22,08 triliun

2) Industri Konstruksi Rp 399,35 miliar

3) Jasa Masyarakat Rp 22,12 miliar

4) Pariwisata Rp 66,46 miliar

5) Listrik Rp 0

6) Air Bersih Rp 54,79 miliar

7) Penyediaan Akomodasi Rp 88,02 triliun

8) Pedagang Besar dan Eceran Rp 2,29 triliun

9) Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Rp 86,02 miliar

10) Real Estate Rp 1,73 triliun

11) Pendidikan Rp 135,71 miliar

Total Rp 114,89 triliun

Potensi Zakat BUMN Rp 2,4 triliun

Total Potensi Zakat Industri dan BUMN Rp 117,29 triliun Sumber: BPS, 2006 (diolah)

Potensi zakat rumah tangga pada tahun 2009 dapat mencapai Rp 82,7 triliun (dengan nishab beras) atau setara dengan 1,30 persen dari PDB. Jika pada tahun 2011 PDB mencapai Rp 7 ribu triliun (asumsi makro) maka prediksi potensi zakat rumah tangga mencapai Rp 91 triliun. Wilayah yang


(19)

berpotensi zakat dibagi kedalam dua bagian, yaitu: (1) Wilayah dengan potensi zakat tertinggi dan (2) Wilayah dengan potensi zakat terendah.

Propinsi yang masuk pada wilayah dengan potensi zakat tertinggi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sedangkan propinsi yang masuk pada wilayah dengan potensi zakat terendah adalah, Papua Barat, Papua, dan Bali. Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk muslim pada suatu daerah ikut memengaruhi tingkat potensi zakat di daerah tersebut. Pada wilayah yang berpotensi tinggi, diketahui bahwa mayoritas penduduknya adalah beragama Islam, sedangkan pada wilayah yang potensi zakatnya rendah diketahui mayoritas penduduknya bukan beragama Islam. Tabel 4. Potensi zakat rumah tangga nasional

Keterangan Nama Wilayah Potensi Zakat (Milyar) Wilayah dengan potensi

zakat tertinggi

Jawa Barat Rp 17.668

Jawa Timur Rp 15.494

Jawa Tengah Rp 13.280

Wilayah dengan potensi zakat terendah

Papua Barat Rp 112

Papua Rp 117

Bali Rp 126

Potensi Zakat Rumah Tangga Nasional 2009 Rp 82.700 Prediksi Potensi Zakat Rumah Tangga Nasional 2011 Rp 91.000 Sumber: BPS, 2009 (diolah)

Dari sisi tabungan, potensi zakat dilihat kedalam dua bagian: (1) Tabungan umum dan (2) Tabungan Syariah. Potensi zakat dari sektor tabungan umum memiliki nilai yang lebih besar dari potensi zakat dari sektor tabungan syariah. Pada tabungan umum, potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 19,613 triliun. Pada tabungan syariah, potensi zakat yang dapat diperoleh mencapai Rp 895 miliar. Nilai yang berbeda ini salah satunya disebabkan oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih menabung di bank umum daripada di bank syariah.

Jika dijumlahkan, estimasi potensi zakat yang dapat dicapai dari sektor industri, rumah tangga, dan tabungan per tahunnya sekitar Rp 217 triliun, hal ini setara dengan 3,4 persen PDB pada tahun 2010. Nilai ini


(20)

sangat besar. Jika potensi ini dapat terealisasi, bukan hal yang mustahil masalah kemiskinan dapat teratasi, hal ini karena dana zakat sudah Allah tentukan penyalurannya sehingga hasilnya dapat lebih terasa.

2.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT

Faktor utama yang seharusnya memengaruhi seseorang dalam mengeluarkan zakat adalah faktor peribadahan. Seorang muslim seharusnya menyadari keadaan dirinya sebagai hamba Allah, ia harus menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan Allah kepadanya, termasuk ibadah zakat. Allah telah berfirman dalam Al-Quran mengenai perintah berzakat secara berulang-ulang sebanyak 32 kali. Hal ini menunjukkan betapa penting dan wajibnya ibadah zakat ini (Muda, et al., 2006).

Zakat dapat menciptakan keadilan sosial diantara masyarakat. Distribusi zakat yang baik akan menyelesaikan masalah sosial ekonomi yang sampai saat ini masih terjadi, menurunkan kesenjangan pendapatan, dan mengurangi tingkat kemiskinan (Ibrahim, 2008). Seseorang yang menyadari hal ini, akan semakin termotivasi untuk membayar zakat, mereka ini adalah orang-orang yang cenderung peduli terhadap keadaan sosial masyarakat di sekitar mereka.

Diantara orang-orang yang berzakat, ada yang menaruh harapan agar zakat yang mereka keluarkan akan membersihkan diri mereka. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 103, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan3 dan mensucikan4 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Hal ini mengindikasikan bahwa faktor ini memotivasi seseorang untuk berzakat.

Seseorang yang menjaga kewajiban berzakat, hal ini menandakan keimanan yang ada dalam dirinya. Hal ini karena upaya mereka dalam

3

Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda

4

Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.


(21)

memenuhi seruan perintah agama sangat ditentukan dari keyakinan mereka terhadap ajaran agamanya (Mudaet al., 2006).

Dalam beberapa studi disebutkan bahwa organisasi zakat memiliki pengaruh yang signifikan dalam memotivasi seseorang dalam membayar zakat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad, Wahid, dan Mohamad (2005) menyebutkan bahwa faktor utama yang memengaruhi individu dalam membayar zakat kepada lembaga formal adalah disebabkan kepuasan tentang distribusi yang dilakukan oleh organisasi zakat dan kecakapan kerja pengurus zakat itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Muda et al. (2006). Dalam penelitian mereka, disebutkan bahwa organisasi pengelola zakat memiliki peran yang penting dalam memotivasi seseorang untuk berzakat. Pada tahun-tahun sebelumnya didapatkan bahwa peningkatan penyerapan zakat yang signifikan terjadi karena upaya dari organisasi zakat.

Teori exchange dicoba untuk diaplikasikan ke dalam penelitian ini. Dalam buku yang berjudul Social Exchange Theory: The Two Traditions yang diterbitkan tahun 1974, Ekeh menyebutkan bahwa teori exchange pertama kali dikembangkan oleh para ekonom, yang mengasumsikan bahwa semua transaksi melibatkan beberapa jenis pertukaran dan dipertukarkan untuk mendapatkan nilai ekonomi atau utilitas. Nilai ini dapat berupa materi atau manfaat yang diperoleh seseorang seperti perasaan senang atau puas sebagai hasil dari memberikan sesuatu (Muda et al., 2006).

2.4. PENELITIAN TERDAHULU

Dalam paper yang dipresentasikan oleh Muda, et al. (2006) yang berjudul “Factors Influencing Individual Participation in Zakah Contribution: Exploratory Investigation”, disebutkan bahwa seseorang yang membayar zakat tidak hanya dipengaruhi oleh faktor agama, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan seseorang mau mengeluarkan zakat, seperti faktor altruism, faktor organisasi zakat, dan faktor kepuasan diri. Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti ini adalah dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 60 orang, namun hanya 53 kuesioner yang layak untuk digunakan dalam penelitian. Dalam kuesioner tersebut terdapat


(22)

34 pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Hasil dari penelitian tersebut didapatkan berbagai macam faktor yang memengaruhi seseorang untuk membayar zakat, faktor-faktor tersebut memiliki nilai varian sebesar 67,32 persen. Analisis lebih jauh mendapatkan hasil bahwa faktor altruism seseorang memiliki nilai komposit tertinggi yang mengindikasikan bahwa kebanyakan orang membayar zakat karena faktor ini, faktor selanjutnya yang memengaruhi seseorang untuk membayar zakat adalah faktor kepuasan diri, faktor organisasi, dan faktor utilitas. Kesimpulannya adalah bahwa untuk meningkatkan nilai zakat, tidak hanya dilakukan perbaikan kualitas agama seseorang, namun juga perlu diperbaiki kinerja organisasi pengelola zakat.

Berkaitan dengan kinerja lembaga amil zakat, Ahmad dan Wahid (2005) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Persepsi Agihan Zakat dan Kesannya Terhadap Pembayar Zakat Melalui Institusi Formal”. Hasil dari kajian ini menyatakan bahwa persepsi masyarakat terhadap distribusi dana zakat yang dilakukan oleh organisasi zakat memengaruhi tingkat kepatuhan wajib zakat secara positif. Artinya, jika suatu lembaga amil zakat melakukan distribusi dana zakat dengan baik, menyalurkan dana zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dan tidak melakukan penyelewengan terhadap dana zakat, maka hal ini akan membuat wajib zakat tetap bertahan untuk membayar zakat di tempat tersebut. Selain itu jika suatu organisasi melakukan kampanye/sosialisasi zakat dan meningkatkan kualitas pelayanannya, maka hal ini akan berpengaruh secara nyata dalam memengaruhi seseorang untuk membayar zakat di lembaga tersebut.

Shalihati (2010) mengadakan penelitian tentang persepsi dan sikap wajib zakat yang membayar zakat melalui BAZNAS. Dari enam atribut yang digunakan di multiatribut Fishbein yaitu product, place, people, promotion, process, dan physical evidence, terlihat rata-rata tingkat keyakinan ke enam atribut mengenai BAZNAS, penilaian keyakinan Muzzaki Lembaga lebih tinggi dibandingkan dengan Muzzaki Non-Lembaga. Namun tingkat harapan terhadap ke enam atribut baik Muzzaki


(23)

Lembaga maupun Muzzaki Non-Lembaga hampir memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh. Dari perhitungan Ao (sikap konsumen) secara keseluruhan diperoleh skor multi atribut Fishbein Muzzaki Lembaga sebesar 97.37, dan Muzzaki Non-Lembaga 90.41. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan Muzzaki Lembaga memang lebih menyukai Lembaga BAZNAS untuk menyalukan zakatnya dibandingkan Muzzaki Non-Lembaga.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Saad, et al (2009) tentang sikap pengusaha terhadap aturan yang mengharuskan pengusaha membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat. Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kedah, Malaysia. Respondennya adalah para pengusaha, dari 700 kuesioner yang disebarkan kepada para pengusaha hanya 290 kuesioner yang dikembailkan oleh responden, dan hanya 279 kuesioner yang dapat digunakan untuk penelitian.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa para pengusaha memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap aturan tersebut, sikap itu terbagi kedalam lima macam, yaitu: (1) Sikap mendorong, (2) Sikap positif, (3) Sikap penolakan total, (4) Sikap Bersyarat, dan (5) Sikap Penolakan bersyarat.

Sikap mendorong merupakan bentuk penerimaan masyarakat secara umum mengenai pembayaran zakat kepada institusi zakat. Dalam komponen ini, pengusaha secara keseluruhan memiliki sikap percaya dan baik dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sikap positif menunjukkan pengusaha menerima secara positif terhadap peraturan tersebut. Pada umumnya pengusaha bersedia untuk membayar zakat kepada institusi zakat.

Sikap penolakan total merupakan pandangan negatif pengusaha terhadap peraturan tersebut, pengusaha cenderung menolak peraturan tersebut. Sikap bersyarat adalah keadaan yang menunjukkan bahwa pengusaha menerima aturan tersebut tetapi mempunyai syarat-syarat tertentu sebelum aturannya dipatuhi. Dua syarat utama yang dimaksud adalah menunggu arahan dan penjelasan dari institusi zakat.


(24)

Komponen terakhir, yaitu sikap penolakan berprasangka merupakan pandangan pengusaha yang mempunyai prasangka terhadap institusi zakat. Dua bentuk prasangka itu ialah perasaan was-was dan ragu dengan cara institusi zakat melaksanakan urusan zakat.

2.5. KERANGKA PEMIKIRAN

Potensi zakat Indonesia mencapai 100 triliun rupiah per tahunnya (Hafidhuddin dalam Republika 2010), akan tetapi potensi yang besar tersebut belum sepenuhnya dapat terserap dengan baik. Nilai zakat yang selama ini dikumpulkan oleh BAZNAS masih jauh dibawah potensi sesungguhnya, pada tahun 2010 dana zakat yang terkumpul baru mencapai Rp 1,5 Triliun. Hal ini mengindikasikan bahwa ada sebagian masyarakat yang kurang memiliki kesadaran untuk membayar zakat, jika hal ini terus dibiarkan, maka potensi zakat yang ada tidak akan pernah bisa terserap dengan baik.

Dana zakat yang segar, dapat digunakan untuk membiayai fakir dan miskin, mengurangi jurang pendapatan yang ada, dan berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi5. Proyek-proyek yang dibiayai menggunakan dana zakat dapat digunakan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dana sosial, dan lain-lain yang akan meningkatkan produktivitas golongan miskin dengan memenuhi keperluan hidup mereka.6

Keberadaan suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam upaya pengumpulan dan penyaluran zakat. Institusi ini harus berupaya untuk menjadi daya tarik bagi para wajib zakat agar mereka secara sadar dan konsisten dalam membayar zakat. Jika kualitas pelayanan organisasi zakat prima maka akan memberikan kepuasan bagi para wajib zakat, dan hal ini didapatkan jika organisasi tersebut bekerja secara profesional dan menerapkan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan oleh syariat (Jaelani, 2008).

Oleh karena itu melalui penelitian ini, penulis tertarik untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat dari individu.

5

Imtiazi I.A., Mannan M.A., Niaz M.A. and Deria A.H. dalamPatmawati Ibrahim 2008

6


(25)

Alat analisis yang digunakan untuk mencari faktor-faktor tersebut adalah alat analisis faktor. Kemudian dalam penelitian ini juga dicari faktor yang paling dominan dalam memengaruhi kepatuhan membayar zakat.

Setelah faktor-faktor tersebut diketahui, pihak organisasi zakat dan pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan yang lebih efektif sehingga peningkatan penyerapan dana zakat dari masyarakat diharapkan dapat terwujud.

Gambar 1. Alur kerangka pemikiran konseptual Rekomendasi ke BAZ

Strategi peningkatan kepatuhan membayar zakat

Identifikasi faktor-faktor dominan yang memengaruhi

kepatuhan membayar zakat Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar

zakat pada sektor rumah tangga Ada kesenjangan antara dana zakat yang diterima dan potensi


(26)

III. METODE PENELITIAN

3.1. METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner dan wawancara dengan sebagian masyarakat di Kabupaten Bogor. Poin-poin pertanyaan sudah tercantum dalam lembaran kuesioner. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber, seperti BAZ Kabupaten Bogor, buku, internet, dan dari hasil studi lainnya.

3.2. METODE PENARIKAN SAMPEL

Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar, atau bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2010). Dalam penelitian kali ini, populasinya adalah warga Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling dengan jenis purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan bahwa responden adalah orang yang diperkirakan sebagai wajib zakat.

Menurut Santoso (2010), jumlah sampel yang dianjurkan pada analisis faktor adalah antara 50-100. Penulis mengambil sampel sebanyak 100 orang, hal ini didasari pada keterbatasan waktu, sumberdaya, dan biaya yang dihadapi oleh penulis.

3.3. VARIABEL PENELITIAN

Untuk mendapatkan data primer, responden diminta untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner. Bagian utama yang harus diisi oleh responden dalam kuesioner adalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat. Faktor-faktor ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muda, et al (2006), yaitu altruisme, tingkat keimanan, utilitas, kepuasaan diri, dan faktor organisasi.

Variabel-variabel yang terdapat dalam setiap faktor memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pada faktor keimanan maka hal


(27)

ini berkaitan dengan perintah dari Allah tentang wajibnya berzakat, yakin adanya balasan berupa surga bagi yang melaksanakannya, dan hukuman di neraka bagi yang enggan membayar zakat (padahal ia mampu).

Faktor penghargaan berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh wajib zakat. Keuntungan ini dapat berupa sambutan yang baik dari masyarakat, atau harapan untuk mendapatkan rezeki yang lebih baik setelah berzakat.

Faktor alturisme berkaitan dengan seberapa besar pengaruh tingkat keyakinan agama atau nilai moral memengaruhi individu dalam membayar zakat. Variabel yang masuk dalam faktor ini diantaranya adalah variabel seseorang membayar zakat karena ingin bersyukur kepada dan juga variabel ingin hartanya menjadi bersih dengan berzakat.

Pada faktor kepuasan diri, terkandung variabel-variabel sebagai berikut: (1) Gemar meningkatkan kondisi ekonomi fakir miskin, dan (2) Ingin berupaya menjadi teladan bagi orang lain.

Faktor organisasi menilai kemampuan organisasi dalam menyerap zakat dari masyarakat. Variabel-variabel yang termasuk ke dalam faktor ini diantaranya adalah tingkat kecakapan organisasi zakat dalam mengumpulkan dana zakat dan menyalurkannya kembali dan organisasi zakat yang transparan dalam administrasi. Faktor-faktor beserta variabel yang terkandung di dalamnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Variabel penelitian

No Faktor Variabel

1 Keimanan Sholat fardhu lima kali dalam satu hari Sholat fardhu berjamaah di mesjid Kewajiban berzakat

Kemampuan menghitung zakat Rutin membaca buku agama Rutin ikut pengajian


(28)

Tabel 5. Variabel penelitian (lanjutan)

No Faktor Variabel

2 Penghargaan Agar disebut dermawan

Agar mendapat kemudahan rezeki Sambutan dari lingkungan yang baik. 3 Altruisme Perasaan iba terhadap fakir miskin

Zakat sebagai upaya bersyukur Membersihkan harta

Kegemaran membantu fakir miskin

Perasaan bersalah jika tidak membayar zakat 4 Kepuasan diri

Kegemaran meningkatkan kondisi ekonomi fakir miskin

Menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta pribadi

Berperan menjadi contoh yang baik bagi orang lain. 5 Organisasi Tingkat kecakapan organisasi zakat

Organisasi zakat yang transparan

Kenyamanan membayar zakat di organisasi zakat Sosialisasi melalui media massa, elektronik atau langsung

Pemotongan gaji melalui institusi tempat seseorang bekerja.

3.4. METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

Proses analisis faktor mencoba untuk menemukan hubungan antara sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga nantinya dapat dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Jika pada suatu penelitian digunakan 20 variabel yang independen satu sama lain, maka dengan menggunakan alat analisis faktor, variabel-variabel tersebut dapat diringkas menjadi 5 variabel baru. Kelima variabel tersebut dinamakan faktor, yang dalam faktor tersebut terdapat variabel-variabel yang saling berhubungan satu sama lain dan mencerminkan variabel-variabel aslinya. (Santoso, 2010)

Fungsi utama dari teknik analisis faktor adalah sebagai berikut: (1) untuk mengurangi jumlah variabel dan (2) untuk mendeteksi struktur yang terdapat dalam hubungan antara variabel, maksudnya adalah untuk


(29)

mengklasifikasikan variabel. Oleh karena itu, analisis faktor juga diterapkan sebagai pereduksi data atau sebagai metode dalam mendekteksi struktur dalam variabel-variabel (istilah analisis faktor pertama kali diperkenalkan oleh Thurstone, 1931).

Melalui analisis faktor dapat diketahui faktor yang unggul atau yang dominan dari beberapa variabel yang akan dipilih. Analisis faktor juga dapat membedakan variabel prioritas yang diurut berdasarkan hasil analisis tersebut. (Enas, 2011)

Model analisis faktor adalah sebagai berikut: X1= c11F1+ c12F2 + c13F3 + ... + c1mFm +

ε

X2= c21F1+ c22F2 + c23F3 + ... + c2mFm +

ε2

X3= c31F1+ c32F2 + c33F3 + ... + c3mFm +

ε

3 ...

Xp= cp1F1+ cp2F2 + cp3F3 + ... + cpmFm +

ε

p atau                                                                  p m pm p p p m m m

p c c c c

c c c c c c c c c c c c     ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 3 2 1 F F F F X X X X

(p x 1) (p x m) (m x1) Keterangannya adalah sebagai berikut:

X1, X2,...,Xp adalah variabel asal. F1,F2,..., Fmadalah faktor bersama

(common factor). cij adalah bobot (loading) dari variabel asal ke-i pada faktor ke-j.

ε1,

ε2,...,

εp

adalah error.

Hubungan antara varians variabel asal dengan varians faktor dan varians erroradalah sebagai berikut:

var(Xi) = varians yang dijelaskan oleh faktor untuk variabel asal ke-i + var(error)


(30)

= hi i

2

= (cicici ...cim)i

2 2

3 2

2 2 1

Besarnya bobot cij dapat diduga dengan menggunakan metode komponen utama atau dengan kemungkinan maksimum (maximum likelihood). Metode komponen utama terbagi menjadi dua metode yaitu non-iteratif dan iteratif. Nilai dugaan cij yang diperoleh dengan metode non-iteratif adalah:

i x

j ji ij

s a

c   atau cijaji

j untuk variabel asal yang dibakukan dan cujadalah bobot (loading) dari variabel asal ke-i pada faktor ke-j. aji

adalah koefisien variabel asal ke-i untuk komponen utama ke-j. jadalah eigen value untuk komponen utama ke-j.

i

x

s adalah simpangan baku (standard of deviation) variabel asal ke-j.

Ada beberapa asumsi yang harus terpenuhi dalam analisis faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Korelasi atau keterkaitan antar variabel harus kuat.

Hal ini dapat diketahui dari nilai determinannya yang mendekati nol. Nilai determinan dari matriks korelasi yang elemen-elemennya mempunyai matriks identitas akan memiliki nilai determinan sebesar satu.

2. Indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan harus kecil.

Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO). KMO adalah salah satu indeks perbandingan jarak antara koefisien dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Nilai KMO harus ≥ 0,5 agar analisis faktor dapat dilakukan.

Selain dengan KMO juga digunakan Measure of Sampling Adequacy (MSA). Syarat analisis faktor dapat dilakukan adalah memiliki nilai


(31)

MSA ≥ 0,5. Jika ada variabel yang memiliki nilai MSA < 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.

Pada penelitian kali ini, data yang dianalisis terdiri dari beberapa variabel yang diduga dapat memengaruhi seseorang untuk membayar zakat. Penelitian ini menggunakan skala likert agar data kualitatif dapat dikuantitatifkan, skala ini dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban dari variabel instrumen yang menggunakan skala likert terdiri dari lima tingkat, yaitu sangat setuju, setuju, cukup setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Kelima penilaian tersebut diberi skor sebagai berikut: 1. Jawaban sangat setuju diberi skor 5

2. Jawaban setuju diberi skor 4 3. Jawaban cukup setuju diberi skor 3 4. Jawaban tidak setuju diberi skor 2 5. Jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis faktor dengan software SPSS versi 17 adalah sebagai berikut:

1. Uji kelayakan data dengan melihat nilai indeks Kaiser Meyer-Olkin (KMO), agar dapat dilihat kelayakan data tersebut untuk penelitian. 2. Melihat jumlah faktor yang terbentuk pada tabel total variance

explained.

3. Melihat faktor-faktor apa saja yang masuk ke dalam suatu faktor pada tabel rotated component matrix berdasarkan factor loading terbesar.


(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Pada sebelah Utara, Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Depok, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, di sebelah Barat Daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, di sebelah Timur Laut berbatasan dengan Bekasi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi, dan di sebelah Tenggara berbatasan dengan Cianjur.

Luas wilayah Kabupaten Bogor mencapai 298.838.304 Ha, dengan total 40 kecamatan. Jauh lebih besar dari Kota Bogor yang luasnya sebesar 2.156 Ha dan terdiri dari 6 kecamatan.

Perekonomian Kabupaten Bogor selalu mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun, namun ada kecenderungan nilai pertumbuhannya semakin menurun. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sempat mencapai 6,04 persen (pada tahun 2007) namun kemudian terus menurun hingga mencapai angka 4,05 persen pada tahun 2009.

Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor Sumber: Diskominfo Kabupaten Bogor (diolah)

5,85% 5,91% 6,04% 5,58%

4,05%

2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten Bogor


(33)

Aktivitas masyarakat Kabupaten Bogor tidak terlepas dari pengaruh aktivitas kota Jabodetabek. Jaringan jalan yang terdapat di Kabupaten Bogor tercatat sebagai berikut: (1) Jaringan jalan negara sepanjang 122.836 km. (2) Jaringan jalan provinsi sepanjang 126.809 km. dan (3) Jaringan jalan kabupaten sepanjang 1.748.915 km. Adanya prasarana jalan, ikut memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat.

Pendapatan perkapita Kabupaten Bogor pada tahun 2009 mencapai Rp 606 ribu per bulan. Jika dibandingkan dengan tahun 2008, maka pendapatan per kapita pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 8 persen.

Perekonomian Kabupaten Bogor tertumpu pada sektor industri, pertanian dan pariwisata. Di sektor industri, tercatat 57 perusahaan yang berasal dari modal asing dengan nilai Rp 2,288 miliar, dan 20 perusahaan yang berasal dari modal dalam negeri dengan total investasi Rp 503.249 miliar. Wilayah Bogor bagian timur diprioritaskan sebagai sentra pertanian sawah, seperti Kecamatan Cariu, Sukamakmur, Tanjungsari dan sebagian Bogor Barat di Kecamatan Tenjo, Leuwiliang, dan Parung Panjang.

Dalam bidang pariwisata, Pemerintah Kabupaten Bogor membuat program Visit Bogor dengan menargetkan terjadi peningkatan kunjungan dari wisatawan sebesar 20 persen.

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2009 tercatat sebanyak 4.477.296 jiwa. Setiap tahunnya, terjadi penambahan penduduk dengan rata-rata pertumbuhan 5,11 persen per tahun. Pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2005, yaitu sebesar 17 persen. Kenaikan ini mungkin dikarenakan semakin bertambahnya kegiatan perekonomian, munculnya perumahan-perumahan baru, serta biaya hidup yang terjangkau, sehingga menarik orang-orang di luar Kabupaten Bogor untuk memilih tinggal di Kabupaten Bogor (Diskominfo, 2011).


(34)

Gambar 3. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor (dalam jiwa) Sumber: Diskominfo Kabupaten Bogor (diolah)

4.2. GAMBARAN ZAKAT DI KABUPATEN BOGOR

Kabupaten Bogor memiliki badan yang bertugas untuk menghimpun dana zakat, infak, dan shodaqoh, kemudian menyalurkan dana tersebut kepada yang berhak guna mengurangi masalah-masalah kemikinan dan ketidakberdayaan. Badan tersebut bernama Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Bogor. Pembentukan BAZ Kabupaten Bogor difasilitasi oleh pemerintah dan didukung oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat Kabupaten Bogor, dengan berdasar undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Sedangkan untuk penarikan zakat profesi dari pegawai lingkungan pemda Kabupaten Bogor telah dibuat instruksi Bupati Bogor nomor 451.5/1/Inst/ Huk/2008 tanggal 22 Mei 2008.

Visi BAZ Kabupaten Bogor adalah terwujudnya BAZ Kabupaten Bogor yang amanah, kuat, dan menjadi salah satu institusi terdepan dalam melakukan pemberdayaan kaum fakir dan miskin dan ikut mewujudkan masyarakat Kabupaten Bogor yang maju, mandiri dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa.

Untuk mewujudkan visi tersebut, BAZ Kabupaten Bogor memiliki misi-misi sebagai berikut: (1) Mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana zakat, infak, dan shodaqoh (ZIS), (2) Melakukan optimalisasi pengumpulan dana ZIS, (3) Pendistribusian dana ZIS tepat sasaran, (4) Penguatan SDM dikalangan umat yang mampu memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, (5) Pemulihan dan

3.408.810

4.100.934

4.199.741

4.237.962

4.340.520

4.477.296


(35)

pemberdayaan ekonomi ummat melalui bantuan modal kerja, pelatihan dalam upaya merubah mustahik menjadi muzaki.

Program kerja yang dimiliki BAZ Kabupaten Bogor terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) Terima kasih guru ngaji, (2) Bina insan mandiri (Pemberdayaan Ekonomi), (3) DIK-OTA (Dana Pendidikan dan Orang Tua Asuh), (4) BIMAS (bina masyarakat sehat), (5) BAKSO-WAH (Bantuan sosial dan dakwah), (6) RAGAM (bantuan sarana keagamaan).

Program terima kasih guru ngaji yaitu program BAZIS dalam rangka memberikan santunan kepada guru ngaji yang ada pada kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor. Program bina insan mandiri (pemberdayaan ekonomi) memberdayakan kepada pengusaha-pengusaha kecil dan melayani beberapa pedagang kecil dengan cara memberi bantuan modal. Program dana pendidikan, yaitu melayani anak-anak yang tidak mampu dalam biaya pendidikan, dan ini baru diberikan kepada anak usia wajib belajar sembilan tahun. Program bina masyarakat sehat yakni melayani kesehatan masyarakat, seperti melakukan kerjasama dengan pihak puskesmas.

Program bantuan kegiatan sosial dan dakwah melayani orang fakir, miskin, mualaf, dan ibnu sabil. Mereka dapat datang langsung ke BAZ untuk mendapatkan bantuan. Pihak BAZ juga melayani berbagai kegiatan dakwah berdasarkan proposal yang diusulkan.

Bantuan sarana keagamaan, berupa melayani bantuan untuk gedung MUI di wilayah Kabupaten Bogor, majelis taklim, pondok pesantren, madrasah diniyah dan madrasah ibtidaiyah (sekolah Islam), dan program-program lain yang akan dikembangkan seperti bantuan ke panti asuhan, beasiswa, dan bantuan guru honor serta karyawan non PNS di berbagai instansi yang pendapatannya masih rendah.

Selama tahun 2006-2010 dana zakat yang diterima oleh BAZ Kabupaten Bogor selalu mengalami kenaikan dengan nilai yang cukup besar. Terjadi peningkatan sebesar 1066 persen pada penerimaan zakat tahun 2010 jika dibandingkan dengan penerimaan zakat pada tahun 2006.


(36)

Hal ini berarti telah terjadi penerimaan zakat yang besarnya lebih dari sepuluh kali lipat dari penerimaan zakat pada tahun 2006. Peningkatan yang paling besar terjadi pada penerimaan zakat mal dan profesi, rata-rata kenaikannya adalah sebesar 119 persen. Hal ini mungkin dikarenakan adanya instruksi Bupati Bogor nomor 451.5/1/Inst/ Huk/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang zakat profesi bagi pegawai dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.

Peningkatan ini sudah sepatutnya diapresiasi, agar pada tahun-tahun berikutnya terjadi penyerapan zakat yang lebih baik lagi. Tabel 6. Di bawah ini menampilkan data penerimaan zakat dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Tabel 6. Tabel penerimaan dana zakat oleh BAZ Kabupaten Bogor

No Tahun Penerimaan BAZ Total

Penerimaan Zakat Mal Infaq

1 2006 Rp 75.300.750 Rp 102.419.575 Rp 177.720.325 2 2007 Rp 169.968.600 Rp 268.192.775 Rp 438.161.375 3 2008 Rp 449.584.884 Rp 225.469.700 Rp 675.054.584 4 2009 Rp1.153.607.928 Rp 236.210.542 Rp 1.389.818.470 5 2010 Rp1.489.174.877 Rp 583.929.583 Rp 2.073.104.460 Sumber: BAZDA Kabupaten Bogor

Meskipun nilai penerimaan zakat mengalami peningkatan yang signifikan, pihak BAZ masih mengalami beberapa kendala dalam menghimpun dana zakat, diantaranya sebagai berikut: (1) masyarakat di wilayah Kabupaten Bogor masih memiliki tingkat kesadaran yang rendah dalam menunaikan kewajiban berzakat. (2) Kepercayaan dari pihak masyarakat untuk membayar zakat di BAZ Kabupaten Bogor belum maksimal. (3) Masyarakat terbiasa untuk menyalurkan zakat ke tokoh agama setempat atau ke lembaga keagamaan di daerahnya. (4) Zakat mal belum tersosialisasi secara optimal oleh BAZ. (5) Belum ditemukan cara efektif yang dapat menggugah pegawai pemda agar mau menyalurkan zakatnya ke BAZ Kabupaten Bogor (laporan tahunan zakat BAZ Kabupaten Bogor).


(37)

4.3. KARAKTERISTIK Demografi informasi kelamin, usia, jenis

bulanan. Informasi bagaimana klasifikasi membayar zakat. 4.3.1. JENIS KEL

Dari kebanyaka 69 persen Sedikitnya umumnya

responden berdasarkan jenis

Gambar 4. 4.3.2. USIA Berdasarkan responden kemudian ditotalkan, sebesar 61 dikatakan

memiliki penghasilan zakat.

Persenta yang berusia

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Demografi informasi yang diperoleh dari responden adala

usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan tertinggi, dan penghasilan Informasi ini dianggap perlu dalam studi ini untuk menentukan

klasifikasi demografis mempengaruhi motivasi seseorang

JENIS KELAMIN

Dari hasil penyebaran kuesioner, didapatkan kebanyakan yang menjadi responden adalah laki-laki yakni

persen, sedangkan responden perempuan sebesar 3 Sedikitnya perempuan yang menjadi responden karena umumnya yang bekerja adalah laki-laki. Penyebaran karakteristik

en berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada G

Gambar 4. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

erdasarkan kategori usia, persentase tertinggi responden yang berusia 40-49 tahun yaitu sebesar 31 kemudian pada usia 30-39 tahun yaitu sebesar 30 persen ditotalkan, persentase responden yang berusia 30-49 tahun sebesar 61 persen. Pada rentang usia ini, seseorang sudah dikatakan memiliki pekerjaan dalam waktu yang lama, memiliki penghasilan yang cukup untuk digunakan membayar

Persentase responden yang paling kecil ada pada berusia lebih dari 60 tahun, yaitu sebesar 4 persen. Pada

Laki-laki 69% Perempuan

31%

responden adalah jenis dan penghasilan untuk menentukan seseorang untuk

didapatkan bahwa laki yakni sebesar sebesar 31 persen. responden karena pada Penyebaran karakteristik

hat pada Gambar 4.

ponden berdasarkan jenis kelamin

tertinggi ada pada sebesar 31 persen, persen. Jika 49 tahun adalah seseorang sudah dapat yang lama, dan digunakan membayar

responden . Pada usia laki


(38)

ini adalah masa dari mereka pernyataan diatas. Gambar 5. 4.3.3. PEKERJAAN Pekerjaan responden

responden termasuk pekerjaan yang

tinggi, maka kemungkinan ia membayar zakat akan semak Pada

yaitu sebesar sebesar 17 Selain itu ada yang berdasarkan

Gambar 6.

adalah masa-masanya seseorang untuk pensiun, sehingga mereka yang dapat menunaikan zakat. Gambar 5. merangkum pernyataan diatas.

Gambar 5. Karakteristik responden berdasarkan usia PEKERJAAN

Pekerjaan responden sangat menentukan keputusan responden dalam membayar zakat. Jika pekerjaan yang

responden termasuk pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang tinggi, maka kemungkinan ia membayar zakat akan semakin

ada umumnya, responden memiliki pekerjaan sebagai yaitu sebesar 49 persen, lalu diikuti dengan pekerjaan wiraswasta sebesar 17 persen, lalu sebagai karyawan swasta sebesar 12

Selain itu ada juga responden yang bekerja sebagai pedagang yang bekerja pada BUMN. Sebaran karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan. 9% 30% 31% 26% 4% usia 20-29 usia 30-39 usia 40-49 usia 50-59 usia di atas 60

0% 10% 1% 49% 12% 17% 11% Petani Pedagang Karyawan BUMN PNS Karyawan Swasta Wiraswasta Lainnya sehingga jarang merangkum

k responden berdasarkan usia

menentukan keputusan pekerjaan yang dimiliki menghasilkan pendapatan yang ka kemungkinan ia membayar zakat akan semakin besar.

sebagai PNS pekerjaan wiraswasta sebesar 12 persen. sebagai pedagang dan karakteristik responden

k responden berdasarkan jenis pekerjaan. usia di atas 60

an BUMN


(39)

4.3.4. TINGKAT Tingkat pen memengaruhi zakat. Semakin semakin me

Pada oleh responden untuk kedua kemudian responde persen. Sedangkan berpendidi Diantara re S3, namun persen untuk karakteristik Gambar 7. 4.3.5. PENDAPATAN Tingkat responden lebih berpeluang besar, mencukupi itu mereka

untuk kemudian dikeluarkan zakatnya TINGKAT PENDIDIKAN

Tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh responde

memengaruhi sikap responden terhadap kepatuhan membayar zakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, seharusnya semakin membuat mereka tersadar akan pentingnya berzakat.

Pada studi kali ini, tingkat pendidikan responden didominasi oleh responden yang berpendidikan S1 dan SMA. Total persentase untuk kedua tingkat pendidikan tersebut adalah sebesar 7

kemudian responden yang pendidikan terakhirnya D3 ada se . Sedangkan yang terendah adalah responden berpendidikan SD dan SMP, masing-masing bernilai 2 Diantara responden ada yang tingkat pendidikan terakhirny namun jumlahnya tidak banyak hanya 9 persen untuk

untuk S3. Pada Gambar 7. berikut menunjukkan karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan.

Gambar 7. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan.

PENDAPATAN

Tingkat pendapatan responden sangat menentukan responden dalam berzakat. Responden yang berpenghasilan lebih berpeluang untuk berzakat, karena penghasilan mereka besar, mencukupi untuk kebutuhan hidup mereka

sehari-mereka memiliki kelebihan dana yang dapat sehari-mereka untuk kemudian dikeluarkan zakatnya pada waktunya.

2% 2% 34% 5% 44% 9% 4% responden diduga kepatuhan membayar responden, seharusnya

ngnya berzakat. responden didominasi

Total persentase sebesar 77 persen, ada sebesar 5 responden yang bernilai 2 persen. yang tingkat pendidikan terakhirnya S2 dan untuk S2 dan 4

menunjukkan

ponden berdasarkan tingkat

menentukan sikap erpenghasilan besar penghasilan mereka yang -hari, selain mereka simpan

SD SMP SMA D3 S1 S2 S3


(40)

Rata sampai Rp

pada umumnya bekerja sebagai PNS. Kemudian,

bawah Rp berkeluarga

ini memungkinkan yang berpenghasila persentase

berpenghasilan di atas Rp 5 j Dari berpenghasilan 8. menunjukkan pendapatannya. Gambar 8. 4.4. KARAKTERISTIK MEMBAYAR ZAKAT

Setiap orang yang tempat mereka untuk tersebut harus sampai menerima zakat. Pada kedalam dua kelompok. Kedua, responden yang mem

ata-rata penghasilan responden berkisar di nilai Rp sampai Rp 5 juta. Hal ini sesuai dengan profesi responden pada umumnya bekerja sebagai PNS.

Kemudian, masih ada responden yang berpenghasil bawah Rp 2,5 juta, diantara mereka ada yang masih berkeluarga sehingga pengeluaran mereka tidak terlalu besar,

memungkinkan bagi mereka untuk bisa berzakat. R yang berpenghasilan dibawah Rp 2,5 juta memiliki persentase yang hampir sama dengan responde

hasilan di atas Rp 5 juta yaitu sebesar 23 persen. Dari hasil studi lapangan, ditemukan juga responden berpenghasilan sampai puluhan juta rupiah per bulannya.

menunjukkan karakteristik responden berdasarkan pendapatannya.

Gambar 8. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan.

KARAKTERISTIK RESPONDEN BERDASARKAN TEM MEMBAYAR ZAKAT

orang yang ingin berzakat memiliki kebebasan dalam mereka untuk membayar zakat. Namun dengan ketentu

harus sampai kepada salah satu delapan golongan yang zakat. Pada penelitian ini, tempat membayar zakat kelompok. Pertama, responden yang membayar zakat responden yang membayar zakat langsung ke penerima zak

23%

53%

24% < Rp 2,5 juta

Rp 2,5 juta 5juta > Rp 5 juta

nilai Rp 2,5 juta responden yang

berpenghasilan di yang masih belum terlalu besar, hal Responden memiliki tingkat responden yang

.

responden yang bulannya. Gambar berdasarkan tingkat

ponden berdasarkan tingkat

BERDASARKAN TEMPAT dalam memilih ketentuan, zakat golongan yang berhak membayar zakat dibagi yar zakat ke OPZ. penerima zakat.

< Rp 2,5 juta Rp 2,5 juta - Rp > Rp 5 juta


(41)

Gambar 9. Sebaran

Dari 100 responden, memilih membayar

responden memilih zakat. Dan 48 persen melalui OPZ.

Karakteristik dilihat melalui pendapatan responden Tabel 7. Karakteristik

zakat Variabel Jenis Kelamin Pria Wanita Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 S2 S3

Sebaran responden berdasarkan tempat membayar Sumber: Data primer, 2011 (diolah)

100 responden, didapatkan bahwa sebagian besar responden membayar zakat langsung ke penerima zakat, sebanyak

memilih untuk menyalurkan zakatnya langsung ke persen responden yang memilih untuk menyalurkan

Karakteristik responden dalam memilih tempat membayar melalui variabel jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,

sponden. Tabel 7. menyajikan karaktersitik tersebut.

arakteristik responden berdasarkan tempat membayar

Variabel Tempat Zakat (n) Tempat Zakat OPZ mustahiq OPZ mustahiq

Pria 31 38 45%

Wanita 17 14 55%

SD 0 2 0%

SMP 0 2 0%

SMA 13 21 38%

D3 2 3 40%

S1 24 20 55%

S2 7 2 78%

S3 2 2 50%

OPZ 48% mustahiq

52%

embayar zakat

besar responden sebanyak 52 persen langsung ke penerima

menyalurkan zakatnya

membayar zakat pendidikan, dan

.

tempat membayar

Tempat Zakat mustahiq 55% 45% 100% 100% 62% 60% 45% 22% 50%


(42)

Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan tempat membayar zakat (lanjutan)

Variabel Tempat Zakat (n) Tempat Zakat OPZ mustahiq OPZ mustahiq

Pekerjaan Petani 0 0 0% 0%

Pedagang 1 9 10% 90%

Karyawan

BUMN 0 1 0% 100%

PNS 32 17 65% 35%

Karyawan

Swasta 6 6 50% 50%

Wiraswasta 4 13 24% 76%

Lainnya 5 6 45% 55%

Pendapatan

kurang dari

2,5 Juta 13 10 57% 43%

2,5 juta - 5

juta 31 22 58% 42%

lebih dari 5

juta 4 20 17% 83%

Sumber: Data primer, 2011 (diolah)

Pada variabel jenis kelamin, didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yang memilih membayar zakat langsung ke penerima zakat. Sedangkan responden wanita lebih banyak yang memilih membayar zakat ke OPZ.

Pada variabel pendidikan, dapat diketahui bahwa responden yang membayar zakat melalui OPZ adalah responden yang berpendidikian minimal SMA. Nilai persentase tertinggi ditunjukkan oleh responden yang berpendidikan S2, sebanyak 78 persen responden yang berpendidikan S2 membayarkan zakatnya melalui OPZ.

Pada variabel pekerjaan, responden yang bekerja sebagai PNS lebih banyak yang memilih OPZ sebagai tempat membayar zakat, hal ini dilihat dari nilai persentase yang mencapai 65 persen. Banyaknya PNS yang memilih OPZ dapat disebabkan oleh alasan berikut: (1) Adanya sistem pemotongan gaji langsung untuk membayar zakat, atau (2) Adanya himbauan untuk membayar zakat melalui OPZ, seperti instruksi Bupati Bogor Nomor 451.5/1/Inst/ Huk/2008 tanggal 22 Mei 2008 tentang zakat profesi bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor.


(43)

Sedangkan responden yang bekerja sebagai pedagang, banyak yang memilih membayar zakat langsung ke penerima zakat. Banyak faktor yang membuat para pedagang lebih memilih membayar zakat langsung ke penerima zakat, diantaranya adalah jarak OPZ yang jauh dari tempat mereka berdagang dan tempat mereka tinggal, kemudian kesibukan pedagang dalam menjalankan usahanya, dan karena akses yang lebih mudah.

Dari variabel pendapatan, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp 5 juta cenderung membayar zakat ke OPZ, sedangkan responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 5 juta cenderung membayar zakat langsung ke penerima zakat. Dilihat dari hasil tabel tersebut, peran OPZ dalam menyerap zakat masih kurang optimal. Secara umum persentase responden yang membayar zakat melalui OPZ nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan persentase responden yang membayar zakat langsung ke penerima zakat.

Hasil dari studi lapang mendapatkan berbagai macam faktor yang menyebabkan rendahnya persentase masyarakat yang membayar zakat di OPZ, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Jarak BAZ yang jauh menjadi faktor utama yang menyebabkan responden enggan untuk membayar zakat di BAZ, bahkan diantara mereka ada yang tidak mengetahui lokasi BAZ. (2) Di sekitar tempat tinggal mereka jarang ada OPZ. (3) Tidak ada sosialisasi kepada masyarakat di daerah tertentu perihal zakat.

4.5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN MEMBAYAR ZAKAT

Untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat, alat analisis yang digunakan adalah analisis faktor. Analisis faktor dapat digunakan untuk mereduksi sejumlah variabel, sehingga membentuk sejumlah faktor yang lebih sedikit dari variabelnya. Sebelum melakukan analisis faktor, dilakukan uji variabel terlebih dahulu dengan KMO and Bartlett’s test, pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan antara variabel.


(44)

Tabel 8. KMO

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,777 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 1,243E3

Df 300

Sig. 0,000

Berdasarkan tabel 8., nilai KMO memiliki indeks yang tinggi yaitu 0,777 (berkisar antara 0,5 sampai 1,0). Hal ini menunjukkan bahwa analisis faktor layak dilakukan. Setelah itu dilakukan uji korelasi, hal ini dapat dilihat dari nilai Bartlett’s Test of Sphericity. Dari tabel, nilai tersebut memiliki nilai sig 0.000 (< 0.05) sehingga kita dapat percaya 100 persen bahwa antarvariabel terdapat korelasi. Korelasi dibutuhkan dalam analisis faktor karena pada dasarnya kegunaan analisis faktor adalah untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang saling berkorelasi. Langkah selanjutnya adalah reduksi variabel, hasil reduksi ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Total variance explained

Sumber: Data primer, 2011 (diolah) Total % of

Variance Cumulative % Tot al % of

Variance Cumulative % Total % of

Variance Cumulative % 1 6.039 24.155 24.155 6.039 24.155 24.155 4.581 18.322 18.322 2 4.443 17.773 41.928 4.443 17.773 41.928 3.035 12.142 30.464 3 1.972 7.890 49.818 1.972 7.890 49.818 2.709 10.837 41.301 4 1.569 6.277 56.095 1.569 6.277 56.095 2.485 9.941 51.243 5 1.279 5.117 61.212 1.279 5.117 61.212 1.972 7.888 59.131 6 1.190 4.760 65.971 1.190 4.760 65.971 1.486 5.943 65.074 7 1.005 4.019 69.990 1.005 4.019 69.990 1.229 4.917 69.990 8 .927 3.707 73.698

9 .770 3.080 76.778 10 .735 2.939 79.717 11 .615 2.461 82.179 12 .537 2.149 84.328 13 .506 2.024 86.352 14 .465 1.860 88.213 15 .464 1.856 90.069 16 .411 1.643 91.712 17 .354 1.415 93.128 18 .325 1.299 94.427 19 .275 1.100 95.527 20 .254 1.017 96.544 21 .234 .937 97.481 22 .212 .850 98.330 23 .174 .698 99.028 24 .145 .582 99.610 25 .098 .390 100.000 Component

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadings


(1)

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling

Adequacy. .777

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 1243.111

df 300

Sig. 6.734E-115

Communalities

Initial Extraction Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam

satu hari 1.000 .723

Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di

masjid 1.000 .616

Menurut Anda zakat itu wajib 1.000 .691 Anda mampu menghitung zakatnya

sendiri 1.000 .579

Anda rutin membaca buku-buku agama 1.000 .754 Anda rutin hadir di majelis ilmu 1.000 .718 Anda percaya dengan semua balasan

atas perbuatan Anda. 1.000 .675

Anda mendapatkan kemudahan rezeki

setelah membayar zakat 1.000 .691

Lingkungan sekitar Anda menyambut

baik saat anda berzakat 1.000 .831

Anda senang disebut dermawan setelah

berzakat 1.000 .751

Anda merasa iba ketika melihat

fakir/miskin 1.000 .660

Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah berupaya untuk bersyukur

kepada Allah 1.000 .681

Anda merasa harta Anda bersih setelah

berzakat dan berinfak 1.000 .695

Anda senang membantu fakir/ miskin 1.000 .746 Anda merasa bersalah saat tidak

membayar zakat atau infak 1.000 .810

Anda senang dapat meningkatkan


(2)

69

Lanjutan lampiran 2.

Communalities (lanjutan)

Initial Extraction Anda menyadari bahwa ada hak orang

lain dalam harta Anda 1.000 .652

Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi contoh yang baik bagi orang lain

1.000 .687

Lembaga amil zakat bekerja secara

profesional 1.000 .843

Lembaga amil zakat transparan dalam

hal laporan keuangan 1.000 .659

Anda merasa nyaman dengan

membayar zakat di lembaga amil zakat 1.000 .753 Layanan di lembaga amil zakat

memuaskan 1.000 .816

Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui media massa, media elektronik

1.000 .605

Lembaga amil zakat melakukan

sosialisasi langsung kepada masyarakat 1.000 .710 Bagaimana dengan pemotongan gaji

secara langsung untuk zakat dari


(3)

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % 1 6.039 24.155 24.155 6.039 24.155 24.155 4.581 18.322 18.322 2 4.443 17.773 41.928 4.443 17.773 41.928 3.035 12.142 30.464 3 1.972 7.890 49.818 1.972 7.890 49.818 2.709 10.837 41.301 4 1.569 6.277 56.095 1.569 6.277 56.095 2.485 9.941 51.243 5 1.279 5.117 61.212 1.279 5.117 61.212 1.972 7.888 59.131 6 1.190 4.760 65.971 1.190 4.760 65.971 1.486 5.943 65.074 7 1.005 4.019 69.990 1.005 4.019 69.990 1.229 4.917 69.990

8 .927 3.707 73.698

9 .770 3.080 76.778

10 .735 2.939 79.717

11 .615 2.461 82.179

12 .537 2.149 84.328

13 .506 2.024 86.352

14 .465 1.860 88.213

15 .464 1.856 90.069

16 .411 1.643 91.712

17 .354 1.415 93.128

18 .325 1.299 94.427

19 .275 1.100 95.527

20 .254 1.017 96.544

21 .234 .937 97.481

22 .212 .850 98.330

23 .174 .698 99.028

24 .145 .582 99.610

25 .098 .390 100.000

Component


(4)

71

Lanjutan lampiran 2.

Component

1 2 3 4 5 6 7

Anda selalu shalat fardhu 5 kali dalam satu hari .713

Shalat fardhu berjamaah 3 kali sehari di masjid .669

Menurut Anda zakat itu wajib .769

Anda mampu menghitung zakatnya sendiri

Anda rutin membaca buku-buku agama .810

Anda rutin hadir di majelis ilmu .792

Anda percaya dengan semua balasan atas perbuatan

Anda. .653

Anda mendapatkan kemudahan rezeki setelah

membayar zakat .507 .559

Lingkungan sekitar Anda menyambut baik saat anda

berzakat .888

Anda senang disebut dermawan setelah berzakat .806 Anda merasa iba ketika melihat fakir/miskin .652

Dengan berzakat atau infak berarti Anda telah

berupaya untuk bersyukur kepada Allah .672 Anda merasa harta Anda bersih setelah berzakat dan

berinfak .706

Anda senang membantu fakir/ miskin .750 Anda merasa bersalah saat tidak membayar zakat atau

infak .853

Anda senang dapat meningkatkan kondisi ekonomi

fakir/miskin .579

Anda menyadari bahwa ada hak orang lain dalam harta

Anda .660

Anda percaya dengan berzakat, Anda menjadi contoh

yang baik bagi orang lain .803

Lembaga amil zakat bekerja secara profesional .893 Lembaga amil zakat transparan dalam hal laporan

keuangan .765

Anda merasa nyaman dengan membayar zakat di

lembaga amil zakat .850

Layanan di lembaga amil zakat memuaskan .895 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi melalui

media massa, media elektronik .762 Lembaga amil zakat melakukan sosialisasi langsung

kepada masyarakat .825

Bagaimana dengan pemotongan gaji secara langsung untuk zakat dari institusi tempat Anda bekerja


(5)

Kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Krisis ekonomi yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri ikut memengaruhi lamanya bencana kemiskinan yang menimpa Indonesia. Untuk mengatasi permasalah ini, zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif program pemerintah (Ibrahim, 2006). Zakat merupakan sarana yang dilegalkan oleh agama islam dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, akan tetapi juga berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana produksi (Miftah, 2008).

Potensi zakat yang dimiliki oleh Indonesia melebihi Rp 217 triliun, namun pada kenyataannya penyerapan dana zakat baru mencapai Rp 1,5 triliun (pada tahun 2010). Terjadinya gapyang besar antara potensi zakat dan nilai zakat yang terkumpul mengindikasikan ada sebagian orang islam yang kurang termotivasi untuk membayar zakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat, dan untuk mengidentifikasi faktor yang dominan, agar lebih mudah dalam membuat kebijakan yang optimal. Hasil dari studi ini diharapkan dapat membantu meningkatkan penerimaan dana zakat, baik di pusat maupun di daerah.

Pengumpulan data dilakukan melalui survey terhadap 100 orang responden di wilayah Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan alat analisis faktor. Fungsi utama dari teknik analisis faktor adalah sebagai berikut : (1) untuk mengurangi jumlah variabel dan (2) untuk mendeteksi struktur yang terdapat dalam hubungan antara variabel, maksudnya adalah untuk mengklasifikasikan variabel. Program yang digunakan untuk melakukan olah data ini adalah SPSS Statistics 17 for windows.

Dari hasil penelitian ini, diketahui sejumlah faktor yang membuat seseorang mau untuk membayar zakat, faktor-faktor tersebut adalah faktor keagamaan seperti iman, pemahaman agama, dan balasan, lalu ada juga faktor-faktor lainnya seperti kepedulian sosial, kepuasan diri, dan organisasi. Hal ini sekaligus memberikan arahan bahwa untuk meningkatkan penerimaan zakat, tidak hanya menekankan aspek keagamaan, tetapi ikut memerhatikan aspek sosial, kepuasan diri, dan organisasi.

Jika faktor-faktor tersebut diurutkan dengan menggunakan composite index, maka hasilnya adalah sebagai berikut: (1) faktor keimanan, (2) faktor sosial, (3) faktor balasan, (4) faktor kepuasan diri, (5) faktor pemahaman agama, (6) faktor organisasi zakat, dan (7) faktor pujian. Dari hal ini didapatkan bahwa composite

index terkecil ada pada faktor pujian, hal ini menunjukkan bahwa faktor pujian


(6)

yang membayar zakat menyadari bahwa tujuan mereka membayar zakat adalah untuk mencari ridho Allah bukan untuk mencari pujian dari manusia, atau agar disebut sebagai orang yang dermawan.

Diantara hal yang memengaruhi kepatuhan membayar zakat adalah adanya peran dari Organisasi Pengelola Zakat (OPZ). Keprofesionalan OPZ dapat membuat wajib zakat lebih patuh untuk membayar zakat di lembaga tersebut, oleh karena itu, dengan meningkatkan mutu pelayanan OPZ seperti dalam hal transparansi, sosialisasi, dan administrasi, hal ini akan berpengaruh besar terhadap preferensi responden dalam membayar zakat di lembaga tersebut.

Dalam penelitian ini pun dideskripsikan alasan-alasan yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Dari 100 responden tercatat yang membayar zakat di organisasi zakat ada sebanyak 48 responden, sedangkan yang membayar ke penerima zakat ada sebanyak 52 orang. Untuk responden yang membayar zakat di organisasi zakat, banyak diantara mereka mempunyai persepsi positif terhadap organisasi zakat, hal ini dilihat dari nilai persentase yang lebih dari 50 persen untuk alasan-alasan yang berkaitan dengan organisasi zakat, seperti organisasi zakat bersifat transparan, organisasi zakat bersifat profesional, dan memberi kemudahan.

Responden yang membayar zakat langsung ke penerima zakat tanpa melalui organisasi memiliki penilaian yang kurang baik terhadap institusi zakat. Variabel transparansi dan profesionalitas organisasi zakat memiliki tingkat persentase yang rendah. Dari 52 responden, hanya 23 persen responden yang menyatakan organisasi zakat transparan, dan hanya 15 persen yang menyatakan organisasi zakat profesional. Alasan ini menjadikan mereka lebih condong untuk membayar zakat langsung ke penerima zakat. Selain itu, alasan mereka membayar zakat langsung ke penerima zakat adalah faktor kepuasan, responden yang membayar zakat langsung ke penerima zakat merasa lebih puas.

Variabel fatwa dari kiyai setempat tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam menentukan preferensi seseorang dalam memilih tempat membayar zakat. Hal ini dinilai dari rendahnya presentasi variabel ini pada sisi OPZ dan penerima zakat.