BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1. Konsep Lansia 2.1.1. Definisi lansia

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2006). Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu dekade (Notoatmodjo, 2007).

Batasan usia lanjut menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meliputi (Notoatmodjo, 2007) :

1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun. 2) Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-74 tahun. 3) Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun. 4) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun. 2.1.2. Teori proses menua

Menurut Maryam (2008 ) ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis, teori sosial, dan teori spiritual. 1) Teori biologi

Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.


(2)

2) Teori psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

3) Teori sosial

Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social excange theory), theori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).

4) Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan.

2.1.3. Gangguan tidur pada lansia

Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai faktor. Proses patologis terkait usia dapat menyebabkan perubahan pola tidur, gangguan tidur mempengaruhi kualitas hidup. Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahan-perubahan yang khas yang membedakannya dengan orang-orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan jumlah tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun (Stanley& Beare, 2006).


(3)

Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia. Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur yang dalam. Seorang lansia yang terbangun lebih sering di malam hari dan membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tertidur. Akan tetapi, pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan keberlangsungan dalam siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda (Reynolds dalam Perry dan Potter, 2005)

2.2. Kecemasan ( Anxiety ) 2.2.1. Definsi

Cemas (ansietas) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas individu merasa tidak nyaman takut dan memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. (Videbeck, 2008, hal. 307)

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (Fitri Fauziah & Julianti Widuri, 2007:73) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu


(4)

masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010:104).

Namora Lumongga Lubis (2009:14) menjelaskan bahwa kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian dimasa mendatang. Kecemasan dialami ketika berfikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2004:62) memahami kecemasan sebagai suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan.

Nevid Jeffrey S, Rathus Spencer A, & Greene Beverly (2005:163) memberikan pengertian tentang kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah rasa khawatir , takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan juga merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik tingkah laku yang menyimpang ataupun yang terganggu. Keduaduanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan tersebut (Singgih D. Gunarsa, 2008:27).

2.2.2. Etiologi Cemas

Penyebab timbulnya kecemasan dapat ditinjau dari 2 faktor yaitu : 1) faktor internal yaitu tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri 2) faktor eksternal dari lingkungan seperti ketidaknyamanan akan kemampuan diri, Threat (ancaman), Conflik (pertentangan), Fear (ketakutan), Unfuled need (kebutuhan yang tidak terpenuhi). (Videbeck, 2008, hal. 312).


(5)

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :

1) Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran

2) Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.

3) Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.

Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004: 24). Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :

1) Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

2) Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.


(6)

3) Lingkungan awal yang tidak baik.

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

2.2.3. Faktor Predisposisi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan. Adapun teori-teori tersebut antara lain :

1) Dalam pandangan psikoanalitis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi anatara dua elemen kepribadian: id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, dan fungsi kecemasn adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat.

3) Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4) Kajian keluarga menunjukan bahwa ganguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Ganguan kecemasan juga timpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi. ( Stuarts, 2007, hal.146)


(7)

2.2.4.Jenis Kecemasan

Kecemasan memiliki dua aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan,lama kecemasan yang dialami, dan seberapa baik indivudu melakukan koping terhadap kecemasan. Kecemasan dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat sampai panik. setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada individu.

1) Kecemasan ringan adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan, tetapi individu masih mampu memecahkan masalah. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang percaya diri, waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rilex atau sedikit gelisah. 2) Kecemasan sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang untuk

memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala.

3) Kecemasan berat adalah cemas ini sangat mengurangi persepsi individu, cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit berfikir , penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat, bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan gigi, mondar mandir dan gemetar.


(8)

4) Panik adalah tingkat panik dari suatu ansietas berbungan dengan ketakutan dan teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang tidak dapat rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Struat, 2007, hal. 144).

Sisi negative kecemasan atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial. Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinyadengan adekuat dalam situasi interpersonal,situasi kerja,dan situasi social. Individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alas an yang nyata, merasa gelisah lelah dan tegang. (Videbeck, 2008, hal. 307)

Mustamir Pedak (2009:30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan yaitu :

1) Kecemasan Rasional

Merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek yang memang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian.Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur pokok normal dari mekanisme pertahanan dasariah kita. 2) Kecemasan Irrasional

Yang berarti bahwa mereka mengalami emosi ini dibawah keadaankeadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.


(9)

3) Kecemasan Fundamental

Kecemasan fundamental merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran fundamental bagi kehidupan manusia.

Sedangkan Kartono Kartini (2006: 45) membagi kecemasan menjadi dua jenis kecemasan, yaitu :

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan dibagi menjadi dua kategori yaitu ringan sebentar dan ringan lama. Kecemasan ini sangat bermanfaat bagi perkembangan kepribadian seseorang, karena kecemasan ini dapat menjadi suatu tantangan bagi seorang individu untuk mengatasinya. Kecemasan ringan yang muncul sebentar adalah suatu kecemasan yang wajar terjadi pada individu akibat situasi-situasi yang mengancam dan individu tersebut tidak dapat mengatasinya, sehingga timbul kecemasan. Kecemasan ini akan bermanfaat bagi individu untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi situasi-situasi yang sama di kemudian hari. Kecemasan ringan yang lama adalah kecemasan yang dapat diatasi tetapi karena individu tersebut tidak segera mengatasi penyebab munculnya kecemasan, maka kecemasan tersebutakan mengendap lama dalam diri individu.

b. Kecemasan Berat

Kecemasan berat adalah kecemasan yang terlalu berat dan berakar secara mendalam dalam diri seseorang. Apabila seseorang mengalami kecemasan semacam ini maka biasanya ia tidak dapat mengatasinya.


(10)

Kecemasan ini mempunyai akibat menghambat atau merugikan perkembangan kepribadian seseorang. Kecemasan ini dibagi menjadi dua yaitu kecemasan berat yang sebentar dan lama. Kecemasan yang berat tetapi munculnya sebentar dapat menimbulkan traumatis padaindividu jika menghadapi situasi yang sama dengan situasi penyebab munculnya kecemasan. Sedangakan kecemasan yang berat tetapi munculnya lama akan merusak kepribadian individu. Halini akan berlangsung terus menerus bertahun-tahun dan dapat meruak proses kognisiindividu. Kecemasan yang berat dan lama akan menimbulkan berbagai macam penyakitseperti darah tinggi, tachycardia (percepatan darah), excited (heboh, gempar).

2.2.5.Tanda dan Gejala Kecemasan

Menurut Bucklew cemas bisa mempengaruhi seseorang dalam berbagai bentuk. Beberapa orang menunjukkan kecemasannya secara psikologis, emosional, dan fisiologis. Cemas secara psikologis dan emosional terwujud dalam gejala-gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkontraksi, perasaan tidak menentu dan sebagainya. Sedangkan secara fisiologis terwujud dalam gejala-gejala fisik terutama pada sistem saraf misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual-muntah, diare, nafas sesak disertai tremor pada otot. (videbeck, 2008, hal. 308).

Kecemasan berasal dari perasaan tidak sadar yang berada didalam kepribadian sendiri, dan tidak berhubungan dengan objek yang nyata atau keadaan yang benar-benar ada. Kholil Lur Rochman, (2010:103) mengemukakan beberapa gejala-gejala dari kecemasan antara lain :

1) Ada saja hal-hal yang sangat mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menimbulkan rasa takut dan cemas. Kecemasan tersebut merupakan bentuk ketidakberanian terhadap hal-hal yang tidak jelas.


(11)

2) Adanya emosi-emosi yang kuat dan sangat tidak stabil. Suka marah dan sering dalam keadaan exited (heboh) yang memuncak, sangat irritable,akan tetapi sering juga dihinggapi depresi.

3) Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, ilusi, dan delusion of persecution (delusi yang dikejar-kejar).

4) Sering merasa mual dan muntah-muntah, badan terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare.

5) Muncul ketegangan dan ketakutan yang kronis yang menyebabkan tekanan jantung menjadi sangat cepat atau tekanan darah tinggi.

Nevid Jeffrey S, Spencer A, & Greene Beverly (2005:164) mengklasifikasikan gejala-gejala kecemasan dalam tiga jenis gejala, diantaranya yaitu :

1) Gejala fisik dari kecemasan yaitu : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas, jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah marah atau tersinggung.

2) Gejala behavioral dari kecemasan yaitu : berperilaku menghindar, terguncang, melekat dan dependen

3) Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, sulit berkonsentrasi.


(12)

2.2.6. Penilaian Kecemasan

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang mendapat korelasi yang cukup dengan HRS A (r = 0,57 – 0,84).

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.


(13)

3) Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.

4) Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.

5) Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.

6) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

7) Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot.

8) Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah.

9) Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap.

10) Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek.

11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.

12) Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi.

13) Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala.


(14)

14) Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori :

0 = tidak ada gejala sama sekali 1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada 3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada 4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1- 14 dengan hasil :

1) Skor < 6 = tidak ada kecemasan. 2) Skor 7 – 14 = kecemasan ringan. 3) Skur 15 – 27 = kecemasan sedang. 4) Skor > 27 = kecemasan berat

2.3. Tidur dan Kualitas Tidur

2.3.1. Definisi tidur dan kualitas tidur

Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter & Perry, 2005).


(15)

Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Khasanah, 2012). Kualitas tidur yang buruk telah dikaitkan dengan kesehatan yang buruk. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan seseorang absen dari pekerjaannya dan peningkatan risiko untuk gangguan kejiwaan termasuk depresi (Buysse, 2008).

2.3.2. Fisiologi tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur yang menghubungkan mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis. Sistem pengaktivasi retikularis mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat, termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur (Hidayat, 2008).

Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan, juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat, 2008).

Saat tidur terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR).


(16)

Sedangkan pada saat bangun bergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan sistem limbik. Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008). Menurut Potter dan Perry (2005) seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus bunyi atau cahaya, dan sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur maka aktivasi RAS menurun dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa tertidur.

2.3.3. Kebutuhan tidur manusia

Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Hidayat, 2008). Tabel 2.1 Kebutuhan tidur manusia

Usia Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan

0 – 1 bulan 1 bulan-18 bulan 18 bulan-3 tahun 3 tahun-6 tahun 6 tahun-12 tahun 12 tahun-18 tahun 18 tahun-40 tahun 40 tahun-60 tahun 60 tahun ke atas

Bayi baru lahir Masa Bayi Masa Anak Masa Prasekolah Masa Sekolah Masa Remaja Masa Dewasa Masa Muda Paruh Baya

Masa Dewasa Tua

14 – 18 jam/hari 12 – 14 jam/hari 11 – 12 jam/hari

11 jam/hari 10 jam/hari 8,5 jam/hari 7 – 8 jam/hari

7 jam/hari 6 jam/hari 2.3.4. Faktor yang mempengaruhi tidur

Potter dan Perry (2005) kualitas tidur dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain :

1) Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat mempengaruhi


(17)

masalah tidur. Penyakit juga memaksa klien untuk tidur dalam posisi yang tidak biasa, seperti memperoleh posisi yang aneh saat tangan atau lengan diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur.

2) Stres Emosional

Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk.

3) Obat-obatan

Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan dewasa tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk mengatasi stersor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali digunakan untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Beberapa obat juga dapat menimbulkan efek samping penurunan tidur REM.

4) Lingkungan

Lingkungan tempat seorang tidur berpengaruh pada kemampuan untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu yang dimatikan, remang-remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan televisi.


(18)

5) Makanan dan Minuman

Menurut Rafiudin (2004) kebiasaan mengkonsumsi kafein dan alkohol mempunyai efek insomnia. Makan dalam porsi besar, berat dan berbumbu pada makan malam juga menyebabkan makanan sulit dicerna sehingga dapat mengganggu tidur.

2.3.5. Kualitas tidur pada lansia

Kecukupan tidur seseorang sebenarnya bukan hanya diukur dari lama waktu tidur, tapi juga kualitas tidur itu sendiri. Tidur seseorang dikatakan berkualitas adalah jika ia bangun dengan kondisi segar dan bugar. Pola tidur akan berubah seiring dengan pertambahan usia dan semakin beragamnya pekerjaan atau aktivitas. Semakin bertambah usia, efisiensi tidur akan semakin berkurang. Efisiensi tidur diartikan sebagai jumlah waktu tidur berbanding dengan waktu berbaring di tempat tidur. Kebutuhan tidur lansia semakin menurun karena dorongan homeostatik untuk tidur pun berkurang (Prasadja, 2009).

Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat REM (Rapid Eye Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Tidur NREM dibagi menjadi empat tahap. Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak menyadari telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap I. Tahap II dan III meliputi tidur dalam yang progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam, sulit untuk dibangunkan (Stockslager, 2007).

Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap IV sangat jelas terlihat menurun pada


(19)

lansia. Lansia mengalami penurunan tahap III dan IV waktu NREM, lebih banyak terbangun selama malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bisa tidur. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidur di siang hari dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia. Setelah memasuki tahap IV, akan berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih sering terjadi di pagi hari sekali. Tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan (Stockslager, 2007).

2.3.6. Gangguan tidur pada lansia

Gangguan tidur pada usia lanjut biasanya muncul dalam bentuk kesulitan untuk tidur dan sering terbangun atau bangun lebih awal. Perubahan pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paruparu, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh turut terpengaruh (Prasadja, 2009). Gangguan tidur yang terjadi pada lansia yaitu :

1) Insomnia

Insomnia dikenal dengan penyakit sulit tidur. Masalah yang sering muncul adalah kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidur (Kupfer & Reynolds 2012). Menurut Silber (2005) kesulitan mempertahankan tidur digambarkan dengan keadaan terbangun ketika seseorang sudah tertidur,


(20)

tetapi keadaan ini terjadi sebelum keinginan untuk bangun muncul. Meskipun berusaha keras, yang dilakukan oleh penderita insomnia hanya berbaring di tempat tidur dan berguling- guling.

Insomnia didefinisikan sebagai sulit tidur atau sulit tidur kembali saat terjaga di malam hari. Beberapa orang yang telah mencapai usia lebih dari 65 tahun ada yang memiliki kebiasaan bangun sebanyak 25 kali dalam semalam, dan frekuensinya terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sepertiga populasi bangun berkali-kali di malam hari, sementara seperempatnya bangun lebih awal di pagi hari dan sulit untuk tidur kembali (Roizen, 2009).

Senyawa kimia yang menyebabkan insomnia adalah melatonin. Normalnya kadar melatonin meningkat sekitar dua jam sebelum waktu tidur dan mencapai puncak saat suhu tubuh anda paling rendah, untuk menginduksi tidur. Dengan menurunnya kadar melatonin, tubuh tidak bisa memasuki tidur tahap I (Roizen, 2009). Insomnia dapat terjadi akibat stres situasional seperti masalah keluarga, penyakit atau kehilangan orang yang dicintai. Kasus insomnia yang disebabkan oleh situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup. Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi berlanjut, ketakutan tidak dapat tidur dapat menyebabkan keterjagaan. Disiang hari, seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih, depresi, dan cemas (Potter & Perry, 2005).


(21)

2) Apnea Tidur

Apnea tidur adalah gangguan tidur yang berhubungan dengan pernapasan. Apnea tidur ditandai dengan oklusi saluran udara bagian atas selama tidur dan kantuk berlebihan di siang hari (Simantirakis, 2005). Menurut Potter dan Perry (2005) apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur.

Apnea tidur biasanya didahului atau diikuti oleh suara dengkuran. Apnea tidur dapat memicu hipertensi, gangguan jantung, kekurangan energi, dan penurunan seluruh hormon pertumbuhan yang penting. Penyebab utamanya adalah lemak (lansia yang memiliki ukuran leher lebih dari 42,5 cm berisiko mengalami kondisi ini). Dagu yang gemuk secara alami bergerak kebelakang saat tidur dan akan menyentuh jaringan lemak di bagian belakang mulut di daerah kerongkongan. Itulah yang menghambat aliran udara dan menghentikan udara yang menuju paru-paru (Roizen, 2009).

2.4. Konsep Insomnia 2.4.1. Definisi insomnia

Insomnia merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur (Hidayat, 2006).

Susilo dan Wulandari (2011) menjelaskan bahwa penyakit insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami kesulitan tidur, terutama tidur malam hari. Insomnia dapat didefinisikan juga sebagai suatu persepsi seseorang


(22)

yang terus merasa tidak cukup tidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk. Walaupun orang tersebur sebenarnya memiliki kesempatan tidur yang cukup. Ini akan mengakibatkan perasaan yang tidak bugar setelah terbangun dari tidur. 2.4.2. Jenis-jenis insomnia

Insomnia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1) Initial insomnia merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur.

2) Intermiten insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun pada malam hari.

3) Terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah tidur pada malam hari. Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khawatir, tekanan jiwa maupun stres (Hidayat, 2006).

2.4.3. Etiologi

Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling banyak menjadi penyebab insomnia adalah masalah psikologi. Hal yang paling penting dalam penanganan insomnia adalah melihat latar belakang penderita dan riwayat kesehatanya. Berikut adalah beberapa faktor yang merupakan penyebab insomnia (Susilo &Wulandari, 2011) :

1) Faktor Psikologi

Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyebab dari insomnia kronis. Tingkat tuntutan yang tinggi atau keinginan yang tidak tercapai, hingga berita-berita kegagalan sering memicu terjadinya insomnia transient. Orang-orang yang memiliki masalah-masalah stres, sering kali mengalami insomnia. Untuk penanganan insomnia jenis ini, yang harus


(23)

diselesaikan terlebih dahulu adalah problem yang membuatnya stres. Setelah masalahnya diselesaikan, biasanya insomnia juga akan sembuh dengan sendirinya.

2) Problem Psikiatri

Depresi paling sering ditemukan di kehidupan masa kini. Banyak pola hidup instan yang memicu depresi. Tuntutan prestasi yang semakin tinggi dan gaya hidup yang tidak sehat, semakin membuat orang terus-menerus berlomba menjadi yang terbaik. Mereka tidak peduli keadaan dan kondisi masing-masing demi tercapainya prestasi tersebut. Mereka bahkan tanpa sadar sering tidak peduli pada kesehatannya. Akibatnya, semakin banyak orang yang terus-menerus berpikir. Apabila sudah demikian, mereka akan mengalami gangguan tidur. Jika mereka sering bangun lebih pagi dari biasanya pada kondisi yang tidak diinginkan, itu merupakan gejala paling umum dari awal depresi. Selain itu, perasaan cemas yang berlebihan, neorosa (gangguan jiwa), dan gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.Untuk mengatasi gangguan tidur seperti ini, yang paling penting dalam penangananya adalah menyelesaikan masalah-masalah yang membebani pikiranya. Datanglah kepada ahlinya, minta nasihat bagaimana penyelesaian yang terbaik. Bermusyawarahlah dengan orang-orang kepercayaan.

3) Sakit Fisik

Pada saat seseorang mengalami sakit fisik, sebenarnya proses metabolisme dan kinerja di dalam tubuh tidak berjalan normal atau terjadi gangguan. Banyak orang yang sakit, otomatis tidak dapat tidur dengan nyenyak dan sering kurang tidur. Itulah sebabnya, dalam banyak proses penyembuhan penyakit, di dalam obatnya juga terdapat unsur “obat tidur”


(24)

dalam kadar tertentu. Ini bertujuan agar orang yang sakit tersebut dapat beristirahat penuh dengan tidur.Sesak napas pada orang yang terserang asma maupun flu yang menyebabkan hidung tersumbat dapat menyebabkan gangguan tidur. Selama penyebab fisik tersebut belum dapat ditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau sulit tidur akan tetap terjadi.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan memegang peranan besar terhadap terjadinya insomnia seseorang. Lingkungan yang bising, seperti lingkungan lintasan pesawat terbang, lintasan kereta api, pabrik dengan mesinmesin yang terus beroperasi sepanjang malam atau suara TV yang keras dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.Jika terpaksa harus tinggal di lingkungan yang bising dan berisik seperti itu, usahakan memasang kedap suara atau tidur dengan memasang penutup telinga. Dengan demikian, kebisingan dapat sedikit dikurangi atau sekalian pindah ke tempat tinggal yang lebih nyaman.

5) Gaya Hidup

Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu munculnya insomnia. Kebiasaan mengonsumsi alkohol, rokok, kopi (kafein), obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur. Jika kondisinya seperti ini, penderita insomnia harus menyelesaikan dulu masalahnya, baru akan dapat tidur dengan nyenyak.Sebisa mungkin hindari mengonsumsi alkohol sebelum tidur. Ini akan membuat badan terus-menerus terjaga dan tidak bisa tidur. Demikian pula rokok, kopi, dan beberapa makanan atau minuman yang mengandung kafein. Semuanya berfungsi untuk membuat badan tetap terjaga sepanjang malam. Akibatnya, tidur akan semakin sulit didapatkan.


(25)

Banyak orang terbiasa dengan tidur siang setiap harinya. Mungkin mereka memang memerlukan istirahat total sekitar 10-30 menit dengan tidur siang. Hal ini bisa disebut normal atau wajar. Mungkin karena kelelahan bekerja sehingga butuh waktu tidur siang sejenak. Akan tetapi, ada banyak orang yang tidak berukuran dalam tidur. Mereka tidur berlebihan di siang hari sehingga akhirnya mereka mengalami kesulitan tidur pada malam hari. Jika penyebabnya seperti ini, solusi untuk menyelesaikan insomnia.

2.4.4. Tanda-tanda dan gejala insomnia

Menurut Faridah (2008) tanda dan gejala dari insomnia adalah sebagai berikut, yaitu :

1) Sukar untuk tidur

2) Tidur yang tidak nyenyak dan sering terganggu

3) Terbangun di awal pagi kemudian sukar untuk menyambung tidur semula 4) Terasa letih atau mengantuk di waktu siang menyebabkan kerap tidur di siang

hari

Insomnia juga dapat menimbulkan beberapa efek pada kehidupan seseorang, antara lain sebagai berikut :

1) Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress

2) Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

3) Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.

4) Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.


(26)

5) Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang normal (Turana, 2007).

2.4.5. Pengukuran insomnia

Kuesioner Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta-Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). KSPBJ-IRS digunakan untuk mengukur tingkat insomnia lansia. Kuesioner KSPBJ-IRS berupa daftar pertanyaan mengenai kesulitan untuk memulai tidur, terbangun pada malam hari, terbangun lebih awal atau dini hari, merasa mengantuk pada siang hari, sakit kepala pada siang hari, merasa kurang puas terhadap tidur, merasa kurang nyaman atau gelisah saat tidut, mendapati mimpi buruk, badan terasa lemah, letih, kurang tenaga setelah tidur, jadwal jam tidur sampai bangun tidak beraturan, tidur selama 6 jam dalam semalam.

Peneliti memilih KSPBJ-IRS sebagai instrumen penelitian dengan alasan bahwa instrumen KSPBJ-IRS memiliki pertanyaan yang lebih aplikatif bila digunakan pada lansia. KSPBJ-IRS memiliki 11 pertanyaan yang dirasa tidak memberatkan lansia dalam menjawab dibanding kuesioner insomnia lainnya yang ditemukan peneliti seperti Pittsburg Sleep Quality Index(PSQI) yang terdapat banyak pertanyaan sehingga dirasa akan menyulitkan lansia dalam menjawab pertanyaan kuesioner.


(27)

Faktor psikologis Faktor psikiatri Faktor fisik Faktor lingkungan Gaya hidup

Tidur siang terlalu lama Kecemasan Insomnia Tidak ada insomnia Insomnia ringan Insomnia berat Insomnia sangat berat Tabel 2.2 Instrumen KSPBJ

N

O PERNYATAAN

Jawaban Tidak

Pernah

Kadang Sering Selalu 1 Kesulitan untuk memulai

tidur

2 Tiba-tiba terbangun pada malam hari

3 Bisa terbangun lebih awal/dini hari

4 Merasa mengantuk di siang hari

5 Sakit kepala pada siang hari 6 Merasa kurang puas dengan

tidur anda

7 Merasa kurang nyaman / gelisah saat tidur

8 Mendapat mimpi buruk 9 Badan terasa lemah, letih,

kurang tenaga setelah tidur 10 Jadwal jam tidur sampai

bangun tidak beraturan 11 Tidur selama 6 jam dalam

semalam

TOTAL SKOR Keterangan :

Skor 1: 11-19 = tidak ada keluhan insomnia. Skor 2: 20-27 = insomnia ringan.

Skor 3: 28-36 = insomnia berat. Skor 4: 37-44 = insomnia sangat berat. 2.5. Kerangka Konsep


(28)

Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan tingkat kecemasan dengan insomnia 2.6. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (La Biondo-Wood dan Haber dalam Nursalam, 2009).


(1)

diselesaikan terlebih dahulu adalah problem yang membuatnya stres. Setelah masalahnya diselesaikan, biasanya insomnia juga akan sembuh dengan sendirinya.

2) Problem Psikiatri

Depresi paling sering ditemukan di kehidupan masa kini. Banyak pola hidup instan yang memicu depresi. Tuntutan prestasi yang semakin tinggi dan gaya hidup yang tidak sehat, semakin membuat orang terus-menerus berlomba menjadi yang terbaik. Mereka tidak peduli keadaan dan kondisi masing-masing demi tercapainya prestasi tersebut. Mereka bahkan tanpa sadar sering tidak peduli pada kesehatannya. Akibatnya, semakin banyak orang yang terus-menerus berpikir. Apabila sudah demikian, mereka akan mengalami gangguan tidur. Jika mereka sering bangun lebih pagi dari biasanya pada kondisi yang tidak diinginkan, itu merupakan gejala paling umum dari awal depresi. Selain itu, perasaan cemas yang berlebihan, neorosa (gangguan jiwa), dan gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur.Untuk mengatasi gangguan tidur seperti ini, yang paling penting dalam penangananya adalah menyelesaikan masalah-masalah yang membebani pikiranya. Datanglah kepada ahlinya, minta nasihat bagaimana penyelesaian yang terbaik. Bermusyawarahlah dengan orang-orang kepercayaan.

3) Sakit Fisik

Pada saat seseorang mengalami sakit fisik, sebenarnya proses metabolisme dan kinerja di dalam tubuh tidak berjalan normal atau terjadi gangguan. Banyak orang yang sakit, otomatis tidak dapat tidur dengan nyenyak dan sering kurang tidur. Itulah sebabnya, dalam banyak proses penyembuhan penyakit, di dalam obatnya juga terdapat unsur “obat tidur”


(2)

dalam kadar tertentu. Ini bertujuan agar orang yang sakit tersebut dapat beristirahat penuh dengan tidur.Sesak napas pada orang yang terserang asma maupun flu yang menyebabkan hidung tersumbat dapat menyebabkan gangguan tidur. Selama penyebab fisik tersebut belum dapat ditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau sulit tidur akan tetap terjadi.

4) Faktor Lingkungan

Lingkungan memegang peranan besar terhadap terjadinya insomnia seseorang. Lingkungan yang bising, seperti lingkungan lintasan pesawat terbang, lintasan kereta api, pabrik dengan mesinmesin yang terus beroperasi sepanjang malam atau suara TV yang keras dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.Jika terpaksa harus tinggal di lingkungan yang bising dan berisik seperti itu, usahakan memasang kedap suara atau tidur dengan memasang penutup telinga. Dengan demikian, kebisingan dapat sedikit dikurangi atau sekalian pindah ke tempat tinggal yang lebih nyaman.

5) Gaya Hidup

Gaya hidup yang tidak sehat juga dapat memicu munculnya insomnia. Kebiasaan mengonsumsi alkohol, rokok, kopi (kafein), obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur. Jika kondisinya seperti ini, penderita insomnia harus menyelesaikan dulu masalahnya, baru akan dapat tidur dengan nyenyak.Sebisa mungkin hindari mengonsumsi alkohol sebelum tidur. Ini akan membuat badan terus-menerus terjaga dan tidak bisa tidur. Demikian pula rokok, kopi, dan beberapa makanan atau minuman yang mengandung kafein. Semuanya berfungsi untuk membuat badan tetap terjaga sepanjang malam. Akibatnya, tidur akan semakin sulit didapatkan.


(3)

Banyak orang terbiasa dengan tidur siang setiap harinya. Mungkin mereka memang memerlukan istirahat total sekitar 10-30 menit dengan tidur siang. Hal ini bisa disebut normal atau wajar. Mungkin karena kelelahan bekerja sehingga butuh waktu tidur siang sejenak. Akan tetapi, ada banyak orang yang tidak berukuran dalam tidur. Mereka tidur berlebihan di siang hari sehingga akhirnya mereka mengalami kesulitan tidur pada malam hari. Jika penyebabnya seperti ini, solusi untuk menyelesaikan insomnia.

2.4.4. Tanda-tanda dan gejala insomnia

Menurut Faridah (2008) tanda dan gejala dari insomnia adalah sebagai berikut, yaitu :

1) Sukar untuk tidur

2) Tidur yang tidak nyenyak dan sering terganggu

3) Terbangun di awal pagi kemudian sukar untuk menyambung tidur semula 4) Terasa letih atau mengantuk di waktu siang menyebabkan kerap tidur di siang

hari

Insomnia juga dapat menimbulkan beberapa efek pada kehidupan seseorang, antara lain sebagai berikut :

1) Efek fisiologis : Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress

2) Efek psikologis : Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi dan lain-lain.

3) Efek fisik/somatic : Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi dan sebagainya.

4) Efek sosial : Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.


(4)

5) Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang mengindiksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang yang normal (Turana, 2007).

2.4.5. Pengukuran insomnia

Kuesioner Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta-Insomnia Rating Scale (KSPBJ-IRS). KSPBJ-IRS digunakan untuk mengukur tingkat insomnia lansia. Kuesioner KSPBJ-IRS berupa daftar pertanyaan mengenai kesulitan untuk memulai tidur, terbangun pada malam hari, terbangun lebih awal atau dini hari, merasa mengantuk pada siang hari, sakit kepala pada siang hari, merasa kurang puas terhadap tidur, merasa kurang nyaman atau gelisah saat tidut, mendapati mimpi buruk, badan terasa lemah, letih, kurang tenaga setelah tidur, jadwal jam tidur sampai bangun tidak beraturan, tidur selama 6 jam dalam semalam.

Peneliti memilih KSPBJ-IRS sebagai instrumen penelitian dengan alasan bahwa instrumen KSPBJ-IRS memiliki pertanyaan yang lebih aplikatif bila digunakan pada lansia. KSPBJ-IRS memiliki 11 pertanyaan yang dirasa tidak memberatkan lansia dalam menjawab dibanding kuesioner insomnia lainnya yang ditemukan peneliti seperti Pittsburg Sleep Quality Index(PSQI) yang terdapat banyak pertanyaan sehingga dirasa akan menyulitkan lansia dalam menjawab pertanyaan kuesioner.


(5)

Faktor psikologis Faktor psikiatri Faktor fisik Faktor lingkungan Gaya hidup

Tidur siang terlalu lama Kecemasan Insomnia Tidak ada insomnia Insomnia ringan Insomnia berat Insomnia sangat berat Tabel 2.2 Instrumen KSPBJ

N

O PERNYATAAN

Jawaban Tidak

Pernah

Kadang Sering Selalu 1 Kesulitan untuk memulai

tidur

2 Tiba-tiba terbangun pada malam hari

3 Bisa terbangun lebih awal/dini hari

4 Merasa mengantuk di siang hari

5 Sakit kepala pada siang hari 6 Merasa kurang puas dengan

tidur anda

7 Merasa kurang nyaman / gelisah saat tidur

8 Mendapat mimpi buruk 9 Badan terasa lemah, letih,

kurang tenaga setelah tidur 10 Jadwal jam tidur sampai

bangun tidak beraturan 11 Tidur selama 6 jam dalam

semalam

TOTAL SKOR Keterangan :

Skor 1: 11-19 = tidak ada keluhan insomnia. Skor 2: 20-27 = insomnia ringan.

Skor 3: 28-36 = insomnia berat. Skor 4: 37-44 = insomnia sangat berat. 2.5. Kerangka Konsep


(6)

Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan tingkat kecemasan dengan insomnia 2.6. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (La Biondo-Wood dan Haber dalam Nursalam, 2009).