1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara selanjutnya disebut PTUN bukan sistem peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini
ditopang dengan dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara selanjutnya disebut UU PTUN. Lahirnya
UU PTUN dikatakan penting artinya bagi bangsa Indonesia, mengingat undang- undang ini memberikan landasan pada badan yudikatif untuk menilai tindakan
badan eksekutif serta mengandung perlindungan hukum kepada anggota masyarakat.
1
Perjuangan pembentukan undang-undang ini tidaklah mudah dikarenakan pada waktu itu belum ada dasar hukum yang menopang secara menyeluruh
PTUN. Usaha-usaha yang dilakukan untuk merancang dan membentuk UU PTUN sudah mulai dibicarakan sejak tahun 1948, yaitu sejak dimulainya Rancangan
Undang-Undang selanjutnya disebut RUU yang dipersiapkan oleh Prof. Wirjono Prodjodikoro, S.H, yang pada akhirnya pada tahun 1970 melalui Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 hanya 2 pasal saja yang membahas PTUN yaitu Pasal 66 dan Pasal 67 baru mencantumkan PTUN sebagai salah satu peradilan yang
melakukan kekuasaan kehakiman.
2
1
Situmorang, Victor dan Soedibyo, Pokok-Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Bina Aksara, Jakarta, 1987, h. 9.
2
Ibid., h 9-10.
2
Karena masih belum ada undang-undang yang secara menyeluruh mengatur PTUN, maka melalui pidato Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1978
menyatakan bahwa akan merancang dan membentuk Undang-Undang PTUN. Terbukti pada tahun 1982 RUU tersebut diajukan ke DPR-RI untuk disetujui, dan
pada tahun 1986 RUU tersebut disetujui untuk menjadi undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
3
UU PTUN masih terus diperbaharui, sehingga pada tahun 2004 disahkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang di dalamnya berisikan perubahan beberapa pasal. Kemudian pada tahun 2009 UU PTUN
kembali diperbaharui dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Kehadiran UU PTUN sangat memberi dampak khususnya bagi masyarakat luas di era globalisasi ini, dalam hal melindungi hak-hak yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
4
Namun, dewasa ini muncul isu hukum mengenai apa yang akan menjadi akibat tidak dilaksanakan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara selanjutnya
disebut Putusan Pengadilan TUN. Badan atau Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat
selanjutnya disebut Pejabat TUN yang melaksanakan urusan
3
Ibid., h. 15.
4
Marbun, S.F.,dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2004, h. 19.
3
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
5
. Dalam Pasal 116 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara selanjutnya disbut UU PTUN Perubahan Kedua menjelaskan secara singkat
bahwa bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN akan diberi peringatan oleh atasannya bahkan presiden, diumumkan di media
massa cetak setempat dan sanksi administratif bahkan pembayaran sejumlah uang paksa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Namun masih ada
beberapa kasus yang akan dibahas oleh penulis di bab berikutnya dimana masih ada Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN.
Sebagian besar teori hukum menyatakan baik secara eksplisit maupun implisit bahwa yang membedakan norma hukum dan norma-norma lainnya adalah
pada norma hukum dilekatkan suatu paksaan atau sanksi.
6
Seperti yang telah diketahui Hart berpendapat bahwa hukum adalah perintah penguasa yang berupa
aturan-aturan yang dibuat secara formal dan dilengkapi dengan sanksi.
7
Sanksi disini bukan hanya sekedar perintah penguasa yang disertai ancaman semata
melainkan berupa perintah yang disertai ancaman untuk mengontrol kekuasaan seseorang.
8
Berdasarkan UU PTUN dijelaskan bahwa tujuan PTUN adalah untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum dalam
pelaksanaan pemerintahan sehingga dapat pengayoman dan perlindungan kepada
5
Ketentuan Umum, Pasal 1, Angka 2, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
6
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Kencana, Cetakan Ke-5, Jakarta, 2013, h. 67, dikutip dari Lon L. Fuller, The Morality of Law, New Haven: Yale University
Pers, 1975, h. 109.
7
Ibid., h. 62.
8
Ibid., h. 68.
4
masyarakat, khususnya dalam hubungan antara Badan atau Pejabat TUN dengan masyarakat. Sesungguhnya tujuan dari PTUN tidaklah hanya sekedar
perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi sekaligus juga hak-hak masyarakat.
9
Dalam tujuan PTUN sendiri mencantumkan untuk menegakkan keadilan yang notabenenya merupakan persamaan kedudukan di depan hukum
Equality Before the Law;
10
kebenaran; ketertiban; dan kepastian hukum. Asas kepastian hukum menurut Sudikno Mertukusumo merupakan sebuah jaminan
bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.
11
Asas kepastian hukum sangat menentukan, apakah hukum yang diterapkan sesuai atau tidak.
Sehingga dapat menjamin kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.
12
Untuk lingkungan PTUN berdasarkan UU TUN sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN dalam sistem peradilan di
Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
13
Termasuk juga di dalamnya untuk memaksa Pejabat TUN yang dinyatakan bersalah melalui Putusan Pengadilan TUN untuk
melaksanakan isi dari putusan tersebut.
9
Penjelasan Umum Angka Ke-1, Paragraf ke-12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
10
Titik Triwulan dan H. Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Penerbit Kencana, Cetakan Ke-2, Jakarta, 2014, h. 325.
11
http:tesishukum.compengertian-asas-kepastian-hukum-menurut-para-ahli ,
dikunjungi pada tanggal 23 Pebruari 2015, pukul 10.02 WIB.
12
Marbun, S.F.,dkk, Op. cit., h. 19.
13
Udiyo Basuki, Pedoman Beracara Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Suka Press, Yogyakarta, 2013, h. 3.
5
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan
untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
14
Putusan hakim memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa yang berisikan akibat hukum sehingga Pejabat
Pemerintahan Pejabat TUN memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
15
Putusan pengadilan yang memerlukan pelaksanaan adalah putusan yang berkekuatan hukum tetap dan bersifat menghukum condemnatoir yang akan
dijelaskan oleh penulis di bab berikutnya. Pelaksanaan tersebut memerlukan bantuan dari pihak yang kalah perkara artinya pihak yang bersangkutan harus
sukarela melaksanakan putusan pengadilan. Melaksanakan putusan pengadilan artinya bersedia memenuhi kewajiban untuk berprestasi melakukan sesuatu,
melakukan sebagian atau tidak melakukan yang dibebankan oleh Pengadilan melalui putusannya.
Namun, seperti pertanyaan di atas putusan hakim dalam Pengadilan TUN tidak didukung dengan pernyataan yang jelas dalam UU PTUN mengenai
penopang bagi setiap putusan hakim yaitu berupa akibat hukum bagi Pejabat TUN apabila dinyatakan bersalah melalui Putusan Pengadilan TUN namun tidak
mengindahkan putusan tersebut dengan tidak melaksanakan putusan tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan Selanjutnya disebut UU AP mengatur mengenai Administrasi
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1998, h. 175.
15
Pasal 7 ayat 2 huruf l, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
6
Pemerintahan termasuk Pejabat Pemerintahan. Definisi Badan danatau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di
lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
16
Dalam undang- undang ini menjelaskan mengenai sanksi administratif bagi Pejabat Pemerintahan.
Sanksi administratif ini dibagi dalam golongan yaitu sanksi administratif ringan berupa: teguran lisan, teguran tertulis, serta penundaan kenaikan pangkat,
golongan, danatau hak-hak jabatan; sanksi administratif sedang berupa: pembayaran uang paksa danatau ganti rugi, pemberhentian sementara dengan
memperoleh hak-hak jabatan, atau pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan; dan sanksi administrasi berat berupa: pemberhentian tetap
dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya, serta dipublikasikan di media massa, atau pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan
dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa.
17
Setiap sanksi ini disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan Pejabat Pemerintahan. Dalam
UU AP telah mencantumkan kaidah yaitu kewajiban-kewajiban bagi Pejabat Pemerintah, salah satunya adalah kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.
18
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara selanjutnya disebut UU ASN mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara
selanjutnya disebut ASN yaitu profesi bagi pegawai negeri sipil selanjutnya disebut PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja selanjutnya
16
Ketentuan Umum, Pasal 1, Angka 3, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
17
Pasal 81-pasal 83, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
18
Pasal 7 ayat 2 huruf i, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
7
disebut PPPK yang bekerja pada instansi pemerintah. ASN memiliki kewajiban- kewajiban yang harus ditaati, salah satu kewajibannya adalah menaati peraturan
perundang-undangan
19
dan juga ASN memilliki kode etik salah satunya yaitu melaksanakan ketentuaan peraturan perundang-undangan mengenai displin
pegawai ASN.
20
Dalam UU ASN menjelaskan bahwa PNS mendapatkan sanksi berupa
pemberhentian secara
tidak hormat
dikarenakan melakukan:
penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan danatau pidana umum; menjadi anggota danatau pengurus partai politik; atau dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 dua tahun atau lebih dan tindak pidana
tersebut dilakukan dengan berencana. Demikian juga diterapkan pada PPPK. Dari deskripsi mengenai Pejabat TUN, Pejabat Pemerintah dan ASN diatas
menunjukkan bahwa masing-masing merupakan aparat Negara yang bekerja dan menjalankan fungsi Pemerintahan. Namun terdapat perbedaan antara Pejabat
Pemerintahan dan ASN dengan Pejabat TUN. Dalam hal pengenaan sanksi jika tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan.
Sehingga timbul pemikiran yang menyatakan adanya keistimewaan bagi Pejabat TUN dari pada organ pemerintahan lainnya atau kekurangan pengaturan dalam
19
Pasal 23 huruf d, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
20
Pasal 6 ayat 2 huruf l, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
8
UU PTUN. Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai akibat hukum bagi Pejabat TUN yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan TUN.
Berikut beberapa contoh Putusan PTUN yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN diakibatkan karena tidak ada akibat hukum bagi Pejabat TUN yang
tidak melaksanakan Putusan PTUN. a. Putusan PTUN Nomor: 41G2008PTUN-BDG. Yaitu sengketa antara
Nugroho dkk yang bertindak untuk dan atas nama Gereja Kristen Indonesia lanjutnya disebut GKI Jl . Pengadilan No. 35 Bogor sebagai
Penggugat melawan Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Bogor sebagai Tergugat. Dengan objek sengketa Surat Kepala Dinas Tata Kota
dan Pertamanan Kota Bogor No : 503 208–DTKP Perihal Pembekuan Izin tertanggal 14 Pebruari 2008.
b. Bupati Kepulauan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan, H. Syahrir Wahab tidak
mematuhi putusan
PTUN Makassar
Nomor :
58G.TUN2010P.TUN.Mks yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sengketa kepegawaian yang dimenangkan oleh Drs. Muh. Arsad, MM
Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar, sehingga yang bersangkutan dilapor oleh Ketua PTUN Makassar ke
Presiden, Ketua DPR RI, Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan Ketua DPRD Kepulauan Selayar Koran Tempo Makassar, Senin 28
Januari 2013 “PTUN Laporkan Bupati Selayar ke Presiden.
21
Dan masih ada putusan PTUN lainnya yang tidak dilaksanakan oleh Pejabat TUN yang akan dibahas pada bab berikutnya.
21
http:www.kompasiana.comacapenguatan-pelaksanaan-eksekusi-putusan- ptun_552ff3e96ea83453728b45b4
, dikunjungi pada tanggal 9 Juli 2015, pada pukul 10.35WIB.
9
Oleh karena itu penulis melakukan penelitian mengenai apakah yang akan menjadi akibat hukum bagi Pejabat TUN apabila tidak melaksanakan Putusan
Pengadilan TUN yang sudah berkekuatan hukum tetap dilihat dari beberapa kasus belakangan ini.
1.2 Rumusan Masalah