T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap: Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml T1 BAB II

Bab II Hasil Penelitian dan Analisis

  Pada Bab II ini akan dipaparkan beberapa-beberapa penjelasan terkait dengan penelitian “Pelaksanaan Putusan Pengadilan Yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap ( Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml)”. yang meliputi : Tinjuan Pustaka , hasil penelitian dan analisis hasil penelitian.

  A. Tinjuan Pustaka

  A.1. Tentang Eksekusi

  Dalam hal tentang eksekusi akan dibahas mengenai pengertian, dasar hukum eksekusi, syarat-syarat dalam hukum eksekusi, dan tata cara pelaksanaan eksekusi.

  A1.1 Pengertian Eksekusi

  Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum. Untuk kesamaan penggunaan istilah, maka kata Executie yang berasal dari bahasa asing, sering

  diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, yaitu ”Pelaksanaan”. 8

  Kata Executie diadaptir ke dalam Bahasa Indonesia dengan ditulis menurut bunyi dari kata itu sesuai dengan ejaan Indonesia, yaitu ”Eksekusi”. Kata ini sudah populer serta diterima oleh insan hukum di Indonesia, sehingga untuk selanjutnya dalam tulisan ini akan mengunakan kata ”Eksekusi” untuk pengertian “pelaksanaan” putusan dalam perkara perdata. 9

  Pengertian eksekusi sama dengan pengertian “menjalankan putusan” (ten uitvoer legging van vonnissen), yakni melaksanakan “secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak yang kalah tidak mau

  8 M. Luqmanul Hakim Bastary, Judul perdata Jurnal “Eksekusi Putusan Perkara Perdata”, Serang, 9 2010

  Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia

  dalam perkara. 10

  Dalam pengertian lain, eksekusi adalah hal menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan yang dieksekusi adalah putusan yang mengandung perintah kepada salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang atau juga pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap, sedangkan pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan itu secara sukarela sehingga memerlukan upaya paksa dari

  pengadilan untuk melaksanakannya. 11

  Dari pengertian diatas, maka eksekusi diartikan sebagai upaya untuk merealisasikan kewajiban dari pihak yang kalah dalam perkara guna memenuhi prestasi sebagaimana ditentukan dalam putusan hakim, melalui perantaraan paniterajurusitajurusita pengganti pada pengadilan tingkat pertama dengan cara paksa karena tidak dilaksanakannya secara sukarela. Pelaksanaan putusan hakim tersebut merupakan proses terakhir dari proses penyelesaian perkara perdata dan pidana yang sekaligus juga merupakan prestise dari lembaga peradilan itu

  sendiri. 12

  A.1.2 Dasar Hukum Eksekusi Sebagai dari realisasi dari putusan hakim terhadap pihak yang kalah dalam

  perkara, maka masalah eksekusi telah diatur dalam berbagai ketentuaan 13 :

   Pasal 195 - Pasal 208 HIR dan Pasal 224 HIR (tentang tata

  cara eksekusi secara umum);  Pasal 225 HIR (tentang putusan yang menghukum tergugat

  untuk melakukan suatu perbuatan tertentu);

  10 Harahap, Yahya, M, S.H. “ Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata “, PT.Gramedia, Jakarta, 1988, hal 1.

  11 Abdul Manan, Judul Makalah“ Eksekusi Lelang Dalam Hukum Acara Perdata”, Jakarta, 2011, hal 1.

  13 Luqmanul Hakim Bastary, Op.Cit., hal 1 M. Luqmanul Hakim Bastary, “Eksekusi Putusan Perkara Perdata” Serang, 2010, hal. 2.

   Sedangkan Pasal 209 - Pasal 223 HIR yang mengatur

  tentang ”sandera” (gijzeling) tidak lagi di berlakukan secara efektif.

   Pasal 180 HIR, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA

  Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu pelaksanaan serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad dan provisi);

   Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil);  Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun

  2009 Tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan

  A.1.3. Syarat-syarat dalam Eksekusi Adapun isi dalam menjalankan putusan pengadilan, tidak lain dari pada

  melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau

  menjalankannya secara sukarela. 14

  Adapun diantara syarat-syarat adalah sebagai berikut

  a. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Pada dasar prinsipnya dalam pelaksanaan putusan secara paksa merupakan tindakan paksa yang dilakukan oleh pengadilan dengan bantuan kekuatan hukum, guna untuk menjalankan suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

  Dengan kata lain, selama dalam putusan hakim belum memperoleh kekuatan hukum tetap, maka upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi dan dalam pelaksanaan putusan secara paksa baru berfungsi sebagai tindakan hukum yang sah dan memaksa, terhitung sejak tanggal putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan pihak tergugat (yang kalah) tidak mau mentaati dan memenuhi putusan secara sukarela

  14 Subekti, “ Hukum Acara Perdata”, BPHN, Jakarta, 1977, hal. 128.

  Ada beberapa bentuk pengecualian yang dibenarkan undang-undang yang memperkenankan eksekusi dapat dijalankan di luar putusan tersebut yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yaitu :

  1) Pelaksanaan putusan lebih dahulu

  2) Pelaksanaan putusan provisi

  3) Akta perdamaian

  4) Eksekusi Terhadap Grosse Akta

  5) Eksekusi atas Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia

  b. Putusan tidak dijalankan secara sukarela Eksekusi dalam suatu perkara baru tampil dan berfungsi apabila pihak

  yang kalah tidak bersedia mentaati dan menjalankan putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah tidak menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela akan menimbulkan konsekuensi hukum berupa tindakan paksa yang disebut eksekusi.

  Dengan demikian, salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi, yaitu menjalankan eksekusi secara paksa marupakan tindakan yang timbul apabila pihak yang kalah tidak menjalankan putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah bersedia mentaati dan menjalankan putusan secara sukarela, maka tindakan eksekusi tidak diperlukan .

  c..Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnatoir. Prinsip lain yang mengatakan harus terpenuhi atau lengkap adalah putusan

  tersebut memuat amar kondemnatoir (condemnatoir). Hanya suatu dalam putusan yang bersifat kondemnatoir yang bisa dieksekusi, karena sebuah putusan yang dalam amar atau diktumnya mengandung unsur penghukuman. Putusan yang amar atau diktumnya tidak mengandung unsur penghukuman, tidak dapat dieksekusi.

  d. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri Dalam Pasal 195 ayat (1) HIR, jika ada suatu Putusan Pengadilan Negeri,

  maka eksekusi atas putusan tersebut berada di bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dalam menjaga tegaknya kepastian hukum dan undang-undang telah menentukan kewenangan menjalankan putusan maka eksekusi atas putusan tersebut berada di bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Dalam menjaga tegaknya kepastian hukum dan undang-undang telah menentukan kewenangan menjalankan putusan

  A.1.4.Macam-Macam Eksekusi

  Pada dasarnya ada (2) bentuk eksekusi ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan, yaitu melakukan suatu tindakan nyata atau tindakan riil, sehingga eksekusi semacam ini disebut “eksekusi riil”, dan melakukan pembayaran sejumlah uang. Eksekusi seperti ini selalu disebut “eksekusi pembayaran uang” 15

  Demikian juga dalam praktek Peradilan Agama dikenal 2 (dua) macam eksekusi, yaitu: (1) eksekusi riil atau nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 200 ayat (11) HIR, berisi yang meliputi penyerahan pengosongan, pembongkaran, pembagian, dan melakukan sesuatu; (2) eksekusi pembayaran sejumlah uang melalui lelang atau executorial verkoop, sebagaimana tersebut dalam Pasal 200

  HIRPasal. 16 a.Eksekusi Riil

  Eksekusi riil adalah eksekusi yang menghukum kepada pihak yang kalah dalam perkara untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, misalnya menyerahkan barang, mengosongkan tanah atau bangunan, membongkar, menghentikan suatu perbuatan tertentu dan lain-lain sejenis itu. Eksekusi ini dapat dilakukan secara langsung (dengan perbuatan nyata) sesuai dengan amar putusan tanpa melalui proses pelelangan.

  2. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang Eksekusi pembayaran sejumlah uang adalah eksekusi yang mengharuskan kepada pihak yang kalah untuk melakukan pembayaran sejumlah uang (Pasal 196 HIR). Eksekusi ini adalah kebalikan dari eksekusi riil dimana pada eksekusi bentuk kedua ini tidaklah dapat dilakukan secara langsung sesuai dengan amar putusan

  15 Harahap, Yahya, M, S.H. “ Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata “, PT.Gramedia, Jakarta, 1988 hal 20

  16 Abdul Manan, Judul Makalah“ Eksekusi Lelang Dalam Hukum Acara Perdata”, Jakarta, 2011hal 316 16 Abdul Manan, Judul Makalah“ Eksekusi Lelang Dalam Hukum Acara Perdata”, Jakarta, 2011hal 316

  Perbedaan eksekusi riil dengan eksekusi pembayaran sejumlah uang : 17 b.Eksekusi Riil

  -Eksekusi riil hanya mungkin terjadi berdasar putusan pengadilan :

   Yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau  Yang bersifat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad) atau

   yang berbentuk provisi atau yang berbentuk akta perdamaian disidang pengadilan .

  b.Eksekusi dalam Pembayaran Sejumlah Uang - Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasarkan atas putusan

  pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap :

   grosse akta pengakuan hutang;  Sertifikat Hak Tanggungan dan  Jaminan fidusia.

  A.1.5.Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi

  Tata cara eksekusi riil menurut salah satu para ahli yaitu Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH.,SIP.,M.Hum Hakim Agung, Mahkamah Agung RI dengan judul makalahnya Eksekusi dan Lelang Dalam Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut atau dalam menjalankan eksekusi terhadap perkara-perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri dapat ditempuh tahapan-tahapan

  sebagai berikut : 18

  17 http:legal-community.blogspot.co.id201108ruang-lingkup-eksekusi-bidang-perdata.html

  18 Makalah ini disampaikan pada acara RAKERNAS Mahkamah Agung - RI di Hotel Mercuri Ancol tanggal 18-22September 2011 2005 hal. 6-7 18 Makalah ini disampaikan pada acara RAKERNAS Mahkamah Agung - RI di Hotel Mercuri Ancol tanggal 18-22September 2011 2005 hal. 6-7

  secara sukarela, maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan yang memutuskan perkara tersebut untuk dijalankan secara paksa hal-hal yang telah disebutkan dalam amar putusan.

  Permohonan pengajuan eksekusi kepada Ketua Pengadilan merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan oleh pihak yang menang agar putusan tersebut dapat dijalankan secara paksa sebagaimana tersebut dalam Pasal 196 HIR. Jika para pihak yang menang ingin putusan Pengadilan supaya dijalankan secara paksa, maka ia harus membuat surat permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, memohon agar putusan supaya dijalankan secara paksa karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut. Tanpa ada surat permohonan tersebut maka eksekusi tidak dapat dilaksanakan.

  b. Penaksiran biaya eksekusi. Jika Ketua Pengadilan telah menerima permohonan eksekusi dari pihak

  yang berkepentingan, maka segera memerintahkan meja satu untuk menaksir biaya eksekusi tersebut yang diperlukan dalam proses pelaksanaan eksekusi yang dilaksanakannya.

  Biaya yang diperlukan meliputi biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi- saksi dan biaya pengamanan serta lain-lain yang dianggap perlu. Setelah biaya eksekusi tersebut dibayar oleh pihak yang menghendaki eksekusi kepada Panitera atau petugas yang ditunjuk untuk mengurus biaya perkara, barulah permohonan eksekusi tersebut didaftarkan dalam register eksekusi.

  c. Melaksanakan peringatan (Aan maning) Aan maning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua

  Pengadilan berupa teguran kepada pihak yang kalah agar ia melaksanakan isi putusan secara sukarela. Aan maning dilakukan dengan melakukan panggilan terhadap pihak yang kalah dengan menentukan hari, tanggal dan jam persidangan dalam surat panggilan tersebut.

  Memberikan peringatan (Aan maning) dengan cara : (1) melakukan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan, Panitera dan pihak yang kalah, (2) memberikan peringatan atau tegoran supaya ia menjalankan putusan Hakim dalam waktu delapan hari, (3) membuat berita acara Aan maning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam sidang tersebut sebagai bukti othentik, bahwa Aan maning telah dilakukan dan berita acara ini merupakan landasan bagi perintah eksekusi yang akan dilaksanakan selanjutnya.

  Apabila dari pihak yang kalah tidak hadir dalam sidang Aan maning, dan ketidakhadirannya dapat dipertanggungjawabkan, maka ketidakhadirannya itu dapat dibenarkan dan pihak yang kalah itu harus dipanggil kembali untuk Aan maning yang kedua kalinya. Jika ketidakhadiran pihak yang kalah setelah dipanggil secara resmi dan patut tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka gugur haknya untuk dipanggil lagi, tidak perlu lagi proses sidang peringatan dan tidak ada tenggang masa peringatan. Secara ex officio Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada PaniteraJurusita.

  d. Mengeluarkan surat perintah eksekusi Apabila waktu yang telah ditentukan dalam peringatan (Aan maning)

  sudah lewat dan ternyata pihak yang kalah tidak menjalankan putusan, dan tidak mau menghadiri panggilan sidang peringatan tanpa alasan yang sah, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi dengan ketentuan : (1) perintah eksekusi itu berupa penetapan, (2) perintah ditujukan kepada Panitera atau Jurusita yang namanya harus disebut dengan jelas, (3) harus menyebut dengan jelas nomor perkara yang hendak dieksekusi dan objek barang yang hendak dieksekusi, (4) perintah eksekusi dilakukan di tempat letak barang dan tidak boleh di belakang meja, (5) isi perintah eksekusi supaya dilaksanakan sesuai dengan amar putusan.

  Para praktisi hukum berbeda pendapat tentang kapan surat perintah eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan, apakah surat perintah eksekusi tersebut dikeluarkan terhitung sejak panggilan tidak dipenuhi oleh pihak yang kalah, atau setelah pihak yang menghendaki eksekusi mengajukan permohonan kembali setelah pihak yang kalah tidak mau mengindahkan peringatan sesuai dengan Para praktisi hukum berbeda pendapat tentang kapan surat perintah eksekusi dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan, apakah surat perintah eksekusi tersebut dikeluarkan terhitung sejak panggilan tidak dipenuhi oleh pihak yang kalah, atau setelah pihak yang menghendaki eksekusi mengajukan permohonan kembali setelah pihak yang kalah tidak mau mengindahkan peringatan sesuai dengan

  sehingga tidak perlu dilaksanakan eksekusi lagi. 19

  1. Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah

  1.1 Pengertian Hak Atas Tanah Hak atas tanah dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA tertulis bahwa “(1) Atas

  dasar menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai baik secara sendirian maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

  (2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat 1 pasalmemberi wewenang untuk mempergunakan tanah-tanah yang bersangkutan sedemikian rupa, begitu pula bumi dan air serta ruang udara di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.”

  Dalam Pasal 16 Ayat (1) UUPA, dengan jelas tertulis macam-macam hak atas tanah yang dapat dimiliki baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Hak atas tersebut adalah :

  a. Hak milik (Pasal 20 UUPA) Pengertian hak milik dalam Undang – Undang Pokok Agraria seperti yang dirumuskan dalam Pasal 20 yang disebutkan dalam ayat 1 Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah .

  b. Hak guna usaha (pasal 28 UUPA) Menurut Pasal 28 ayat (1) UUPA yang di maksud dengan Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang di kuasai oleh Negara,

  19 Ibid hal. 7 19 Ibid hal. 7

  c. Hak guna bangunan (pasal 35 UUPA) Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang 20 tahun (Pasal 35 UUPA ). Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35-40 UUPA jo. Pasal 19-38 PP Nomor 40 tahun 1996.

  d. Hak Pakai (pasal 41 UUPA) hak untuk menggunakan danatau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau milik orang lain dengan jangka waktu yang tidak tertentu (Pasal 41 UUPA).

  1.2 Perlindungan Hukum Pemegang Hak Atas Tanah

  Pengertian perlindungan hukum terutama bagi rakyat dengan “tindak pemerintah” sebagai titik sentral, (dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi

  rakyat) sehingga dibedakan dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu: perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. 20

  Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azazi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban pada masyarakat dan pemerintah.

  Sejalan dengan itu, A.J.Milne dalam tulisannya yang berjudul “ The Idea of Human Rights” mengatakan : “A regimewhich protects human rights is good,

  one which fails to protect them or worse still does not acknowledge their existence is bad”. Dengan demikian dalam usaha merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat berdasarkan Pancasila, diawali dengan uraian tentang konsep dan deklarasi tentang hak-hak azazi manusia. Dalam hal ini diuraikan tentang beberapa aspek yang menyangkut konsep dan deklarasi tentang hak-hak azazi

  20 Philipus M. Hadjon, “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia”, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987 hal 1 - 2.

  manusia, yaitu:istilah, perkembangan konsep tentang hak-hak azazi manusia, deklarasi tentang hak-hak azazi manusia, hak-hak azazi manusia dalam Undang- Undang Dasar 1945, Pancasila dan hak-hak azazi manusia dan perumusan suatu daftar hak-hak azazi manusia di Indonesia.

  Dalam kamus besar bahasa Indonesia Perlindungan berasal dari kata lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan, dan membentengi. Sedangkan perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, asilun dan bunker.

  Teori perlindungan yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu Philipus M. Hadjon, menyebutkan bahwa perlindungan hukum terbagi atas dua, yaitu perlindungan hukum represif dan preventif. Perlindungan hukum represif yaitu perlindungan hukum yang dilakukan dengan cara menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan jenis ini biasanya dilakukan di Pengadilan. Kaitannya dengan perlindungan hukum represif bertujuan untuk memberikan keadilan dalam proses persidangan

  apabila terjadi sengketa hak atas tanah. 21

  Keberadaan hukum dalam masyarakat sangatlah penting, dalam kehidupan dimana hukum dibangun dengan dijiwai oleh moral konstitusionalisme, yaitu menjamin kebebasan dan hak warga, maka mentaati hukum dan konstitusi pada hakekatnya mentaati imperative. Hak-hak asasi warga harus dihormati dan ditegakkan oleh pengembang kekuasaan Negara dimanapun dan kapanpun, ataupun juga ketika warga menggunakan kebebasannya untuk ikut serta atau untuk mengetahui jalannya proses pembuatan kebijakan publik.

  Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip Negara hukum, yaitu:

  1. Perlindungan Hukum yang Preventif Dibandingkan dengan sarana perlindungan hukum yang represif, sarana perlindungan hukum yang preventif dalam perkembangannya agak ketinggalan,

  21 Ibid hal 11 21 Ibid hal 11

  atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut. 22 Perlindungan hukum yang preventif perlindungan hukum kepada rakyat yang diberikan

  kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang menjadi definite.

  Perlindungan hukum preventif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa. Perlindungan hukum jenis ini misalnya sebelum Pemerintah menetapkan suatu aturan atau keputusan, rakyat dapat mengajukan keberatan, atau dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusantersebut.

  Dapatkan dikatakan perlindungan ini memberikan atau mengajukan keberatan untuk memperoleh suatu bentuk perlindungan hukum yang ada sehingga dapat mengetahui dirinya mendapatkan perlindungan sebagai pemilik hak atas tanah yang ada.

  2. Perlindungan Hukum yang Represif Secara garis, sistem hukum di dunia modern terdiri atas dua sistem induk, yaitu “civil law system” (modern Roman) dan “common law system”. Sistem

  hukum yang berbeda melahirkan perbedaan mengenai bentuk dan jenis sarana perlindungan hukum bagi rakyat yang dalam hal ini sarana perlindungan hukum

  represif yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. 23

  Sehingga pada dalam perlindungan hukum bagi rakyat yang represif. Perlindungan hukum yang sifatnya preventif didahulukan dalam urutan uraiannya

  23 Philipus M Hudjon, Op.Cit., hal. 3 Philipus M Hudjon, Op.Cit., hal. 2-3 23 Philipus M Hudjon, Op.Cit., hal. 3 Philipus M Hudjon, Op.Cit., hal. 2-3

  Kedua bentuk perlindungan hukum diatas bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan prinsip Negara Hukum. Jika dikaitkan dengan hak atas tanah sangat erat pada dasarnya adalah pengakuan hak asasi manusia yang dalam hal ini dirampas oleh suatu individu yang ingin mennguasai hak secara menyeluruh.

  Jadi kalau dilihat dari dua perlindungan hukum diatas jika dikaitkan dengan pemegang hak atas tanah dapat dilihat bahwa menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) bertujuan memberikan pengaturan mengenai kepemilikan hak atas tanah, agar tercipta keadilan melalui pemberian perlindungan hukum terhadap orang yang berhak atas tanah. Pasal 23, 32 dan 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksud agar mereka memperoleh kepastian tentang haknya itu. Sedangkan Pasal 19 ditujukan kepada pemerintah sebagai suatu intruksi, yang bersifat “rechts- kadaster” artinya yang bertujuan mnjamin kepastian hukum Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap

  tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu : 25

  1. Wewenang Umum Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat 2 UUPA)

  2. Wewenang Khusus

  24 Ibid hal. 3 25 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, edisi keempat, cet. II, Yogyakarta

  : Liberty, 1999

  Wewenang yang bersifat Khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada tanah Hak Guna Bangunan adalah mengunakan tanah hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna Usaha adalah hanya menggunakan tanah untuk kepentingan perusahaan dibidang pertanian, perikanan, perternakan, atau perkebunan..

  Di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (UU No 51 PRP 1960) menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat diancam dengan hukuman pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000 (lima ribu Rupiah) sebagaimana diatur dalam Pasal

  6 UU No 51 PRP 1960. Pasal 6 1.Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 3,4 dan 5, maka

  dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamauya 3 (tiga) bulan danatau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah);

  a.barangsiapa memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah-tanah perkebuaan dan hutan dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut pasal 5 ayat 1;

  b.barangsiapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;

  c.barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam pasal 2 atau sub b dari ayat 1 pasal ini;

  d.barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat 1 pasal ini.

  Perlindungan hukum kepemilikan tanah rakyat diatur dalam UU nomor 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM):

   Pasal 2 tentang pengakuan dan perlindungan negara terhadap HAM  Pasal 6 ayat (1) dan (2) tentang pengakuan dan perlindungan hak

  ulayat;  Pasal 29 ayat (1) tentang perlindungan terhadap hak milik;  Pasal 36 ayat (1) dan (2) tentang hak milik sebagai hak asasi dan

  jaminan tidak adanya perampasan secara sewenang-wenang atas hak miliknya;

   Pasal 37 ayat (1) tentang syarat mencabut hak milik adalah untuk

  kepentingan umum, dengan pemberian ganti rugi dan harus berdasarkan UU; menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh si apapun.”.

B. Hasil Penelitian

  Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari Kasus Posisi No.08Pdt.G2003PN.Pml meliputi : para pihak, duduk perkara, pertimbangan hakim dan putusan hakim.

  B.1 Kasus Posisi Pada kasus posisi akan disajikan mengenai kasus yang akan dibahas.

  Untuk itu kita perlu tau siapa saja yang terlibat dalam kasus posisi ini antara lain:

  a. Para Pihak yang berperkara dalam hal ini Penggugat dan Tergugat

  b. Duduk Perkaranya guna untuk mengetahui permasalahan yang ada

  c. Selanjutnya mengenai putusan hakim Pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri sampai Pengadilan Tinggi

  d. Bagaimana proses pelaksanaan eksekusi dilakukan atau dijalankan

  B.1.a Pihak-Pihak yang Berperkara Dalam hal ini identitas pihak-pihak yang berperkara antara penggugat dan

  terguggat adalah sebagai berikut

  Dalam kasus perdata ini sebagai Penggugat adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) di Pemalang, diwakili kuasanya Pdt Hengky Tohea yang bertempat tinggal atau beralamat di jalan Dr. Cipto Mangunkusumo No. 35 Pemalang. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang tertanggal pada 7 April 2003 No.0.021SMD.VIIIV2003 dari Pdt G.A.Pandjaitan S.Th, Sekretaris Majelis Daerah VII Gpdi Jawa Tengah, selanjutnya disebut penggugat.

  Dalam kasus perdata ini sebagai Tergugat adalah (1) Ronny Rempen pekerjaan pendeta, bertempat tinggal di Jalan Teratai No. 12 Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang sebagai Tergugat I, (2) Eny Ester pekerjaan ibu rumah tangga, bertempat tinggal di Jalan Teratai No. 12 Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang sebagai Tergugat II.

  B.1.b Duduk Perkaranya Dalam hal ini akan disajikan beberapa mengenai duduk perkara dalam

  kasus No.08Pdt.G2003PN.Pml adalah sebagai berikut:

  - Bahwa dahulu kurang lebih Tahun 1963 di Desa Pekunden, Pelutan,

  Pemalang telah didirikan bangunan Gereja Pantekosta di Indonesia diatas tanah seluas kurang lebih 190 M2 yang kemudian dikenal setempat dengan nama Jalan Teratai No. 12 Pemalang

  - Bahwa pada waktu itu yang menjabat pendeta Gereja Pantekosta di

  Indonesia dimaksud adalah Pendeta Mohamad Sangid Zacheus - Bahwa kemudian Gereja Pantekosta di Indonesia tersebut mendapat

  bantuan dari seorang donatur bernama Uung Bintoro ( Pemilik Toko Basa Putra ) bermaksud memperluas lokasi gereja dimaksud dengan membelikan tanah sebanyak 2 (dua) yang berdekatan dengan gereja tersebut.

  - Bahwa dalam transaksi jual beli ini dari pihak Gereja Pantekosta di

  Indonesia dikuasakan kepada pendeta Mohamad Sangid Zacheus, sedangkan uang yang untuk membayar kedua bidang tanah tersebut di atas adalah dari Uung Bintoro (pemilik took Basa Putra Pemalang) untuk diwakafkan pada Gereja Pantekosta dimaksud

  - Bahwa jumlah tanah-tanah Aset Gereja Pantekosta di Indonesia

  seluruhnya adalah: 190 M2 + 205 M2 + 165 M2 = 560 M2, selanjutnya disertifikatkan dengan sertifikat Hak Milik No. 1885 atas nama MOHAMAD SANGID ZACHEUS dengan alasan gereja tidak dapat memilik tanah dimaksud

  - Bahwa mengingat pada tanggal 22 Maret 1990 Pendeta Mohamad

  Sangid Zacheus beserta istrinya Linawati Zacheus menyerahkan sebidang tanah beserta bangunan Gereja Pantekosta di Indonesia Pemalang, yang dikenal setempat dengan nama jalan Teratai No.12 Pemalang (termasuk Rumah Dinas Pastorinya) yang tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 1886 atas nama Muhamd Sangid Zacheus diserahkan kepada Gereja Pantekosta di Indonesia Pemalang. Sebagai akta perjanjian penyerahan hak No. 51 tertanggal 22 Maret 1990 yang dibuat oleh notaris Liliek Soedarsono Wirono, S.H

  - Bahwa Mohamad Sangid Zacheus dan istrinya bernama Linawati

  Zacheus kini keduanya telah meninggal dunia - Bahwa Tergugat I Ronny Rempen menempati gereja tersebut dan

  rumah dinas tanpa ijin atau sepengetahuan Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta di Indonesia

  - Bahwa Tergugat Ronny Rempen adalah bukan pendeta Gereja

  Pantekosta di Indonesia Pemalang tetapi saat itu menjabat pendeta GPdI Petarukan Kabupaten Pemalang, yang seharusnya para tergugat beserta keluarganya menempati rumah pastori pada GPdI Petarukan

  - Bahwa atas sikap dan perbuatan para tergugat yang menempati,

  menguasai dan memakai 2 (dua) bangunan rumah pastori gereja Pantekosta di Indonesia di Jalan Teratai No. 12 Pemalang adalah perbuatn melwan hukum.

  - Bahwa oleh karena Para Tergugat tetap bersikap keras kepala untuk

  menempati, menguasai dan memakai tanah-tanah asset gereja berikut bangunan rumah pastori tersebut diatas maka satu-satunya jalan penyelesaian harus melalui proses hukum yaitu mengajukan gugatan Perdata pada Pengadilan Negeri Pemalang yang berwenang

  B.1.c Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pemalang Dalam Eksepsi menolak eksepsi Para Tergugat tersebut. Dalam pokok

  perkara : mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, menghukum Para Tergugat atau siapapun juga yang menerima hak dari padanya untuk segera menggosongkan dan menyerahkannya kepada Penggugat dalam keadaan bebas yaitu 2 (dua) bidang tanah berikut bangunan rumah Pastori Gedung Gereja Pantekosta di Indonesia dalam keadaan sempurna, dan menolak gugatan Penggugat selebihnya. Dalam Rekonpensi menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya. Dalam Konpensi dan Rekonpensi menghukum para Tergugat Konpensi Penggugat Rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 138.000,-

  B.1.d Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Semarang Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili kasus peradilan perdata

  pada tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Semarang terdiri dari 3 (tiga) orang, yaitu H. Sudibyo K Hardjono, SH, sebagai Hakim Ketua Majelis, Ny Vitalien M, SH, dan H. Soekarno Moelyo, S.H., sebagai Hakim Anggota. Majelis Hakim ini melalui rapat permusyawaratan majelis hakim telah mengambil keputusan untuk kasus ini yang dituangkan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 30 Agustus 2004 Nomor: 118Pdt2004PT.Smg. Secara ringkas Putusan Pengadilan Tinggi Semarang tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut :

  1) Mengabulkan gugatan Pengugat sebagaian

  2) Menyatakan para Tergugat menempati menguasai dan memakai tanah dan bangunan permanen pastori yang menjadi satu dengan bangunan Gereja Pantekosta dengan ukuran 10m x 5m yang terletak dan dikenal dengan Jalan Teratai No.12, Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang adalah tanpa alas hak dan bertentangan dengan hukum

  3) Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya Dalam Rekonpensi menolak gugatan Penggugat dalam Rekonpensi untuk

  seluruhnya dan dalam Konpensi dan Rekopensi menghukum para Tergugat dalam Konpensi para Penggugat dalam Rekonpensi secara tanggung renteng untuk seluruhnya dan dalam Konpensi dan Rekopensi menghukum para Tergugat dalam Konpensi para Penggugat dalam Rekonpensi secara tanggung renteng untuk

  Berkaitan uraian diatas maka pada hari Selasa tanggal 19 April 2005, Bambang Sugijantoro SH Panitera Pengadilan Negeri Pemalang atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang dengan surat penetapannya tertanggal, 8 April 2005 Nomor:02Pdt.Eks2005PN.Pml, dalam perkara perdata Nomor: 08Pdt.G2003PN.Pml

  B.1.e

  Negeri Pemalang

  No.08Pdt.G2003PN.Pml

  Pada bagian ini diuraikan mengenai proses pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No 08Pdt.G2003PN.Pml. Dalam uraian ini akan dipaparkan tentang pihak yang hadir dalam eksekusi, kendala yang ada dalam pelaksanaan eksekusi tersebut.

  Sebelum eksekusi dilakukan atas dasar Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor: 08Pdt.G2003PN.Pml yang sah dan mepunyai kekuatan hukum tetap karena itu Panitera Pengadilan Negeri Pemalang atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang mengeluarkan surat penetapannya tertanggal 8 April 2005 Nomor:02Pdt.Eks2005PN.Pml dalam putusan perkara perdata

  Nomor:08Pdt.G2003PN.Pml. Kemudian kepada mereka dalam hal ini para

  pihak yang kalah Panitera memberitahukan tentang maksud dan kedatangan panitera sambil memperlihatkan dan membacakan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Pemalang yaitu untuk melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Pemalang Jo.Putusan Pengadilan Tinggi Semarang tersebut diatas secara paksa dengan melakukan pengosongan dan menyerahkan obyek sengketa yaitu tanah dan bangunan permanen pastori yang menjadi satu dengan Gereja Pantekosta yang dikuasai.

  Keduanya dalam ini saksi (Suma’un SH dan Bagiyo) dan pegawai Pengadilan Negeri Pemalang dengan dibantu oleh petugas-petugas Polsek Pemalang, Koramil Pemalang, Kepala Wilayah Kecamatan Pemalang dan Kepala Kelurahan Pemalang. Telah datang ke lokasi tanah obyek sengketa di kelurahan

  Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang guna melaksanakan Putusan

  Pengadilan Negeri Pemalang tertanggal 2 Oktober 2003 Nomor:

  08Pdt.G2003PN.Pml Jo.putusan Pengadilan Tinggi Semarang tertanggal 30 Agustus 2004 Nomor: 118Pdt2004PT.Smg yang telah berkekuatan hukum tetap Karena para pihak yang berperkara tidak mengajukan upaya hukum kasasi dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang.

  Selanjutnya pelaksanaan eksekusi dilakukan pada tanggal 19 April 2005 26 . Eksekusi itu dihadiri atau disaksikan oleh yang pertama Pdt Hengky Tohea

  sebagai Penggugat, yang kedua dua orang saksi yang telah dewasa, cakap dan dapat dipercaya masing-masing bernama: (1) Suma’un, S.H, (2) Bagiyo keduanya Pegawai Pengadilan Negeri Pemalang, dan yang ketiga Panitera Pengadilan Negeri Pemalang Bambang Sugijantoro S.H serta dibantu oleh petugas dari Polsek Pemalang. Juga dihadiri oleh pihak yang kalah yaitu Ronny Rempen dan Eny Ester

  Saat eksekusi dijalankan timbul perlawanan dari pihak yang kalah (Ronny Rempen dan Eny Ester) serta dihadang para jemaat yang pada waktu memblokade

  jalannya eksekusi. 27 Dikarenakan jemaat merasa keberatan dengan apa yang dilakukan oleh para pihak yang ada atau ikut menyaksikan eksekusi tersebut. Para

  jemaat justru mempertahankan keberadaan Ronny sebagai pendeta di gereja GPdI, sebab mereka sudah bersama-sama selama puluhan tahun.

  Pihak Rony menyatakan bahwa eksekusi yang dilaksanakan adalah adalah tidak sah. Dia beranggapan bahwa gereja tersebut adalah miliknya, dalam hal ini adalah Eny Ester, karena Eny Ester mendapatkan warisan dari orang tuanya. Sebagai termohon eksekuasi, Eny Ester telah dipanggil secara patut oleh Jurusita Pengadilan Negeri Pemalang agar supaya datang di Kantor Pengadilan Negeri Pemalang dalam jangka waktu 8 (delapan) hari terhitung sejak tegoran (Aanmaning) diberikan, agar supaya dengan sukarela ini melaksanakan putusan

  Pengadilan Negeri Pemalang Nomor: 08Pdt.G2003PN.Pml, yakni

  27 Wawancara dengan Panitera Pengadilan Negeri Pemalang, 10 Desember 2016 Wawancara dengan Pendeta Hengky Tohea, 10 Desember 2016 27 Wawancara dengan Panitera Pengadilan Negeri Pemalang, 10 Desember 2016 Wawancara dengan Pendeta Hengky Tohea, 10 Desember 2016

  Atas tegoran (Aanmaning) yang dilayangkan oleh Pengadilan Negeri Pemalang, dalamkenyatannya pihak Rony tidak melaksanakan dengan sukarela dan tetap membangkang tidak bersedia melakukan pengosongan dan menyerahkan tanah dan bangunan yang menjadi obyek sengketa kepada pihak gereja yang telah ditetapkan sebagai pihak berhak.

  Oleh karena kondisi pada saat itu, dengan pertimbangan bahwa jika dilakukan pemaksaan untuk pengambil alihan tanah dan bangunan gereja tersebut, maka para jemaat gereja tidak lagi lagi mempunyai tempat untuk melakukan ibadah. Oleh karena itu demi kepentingan para jemaat gereja, maka eksekusi tidak dilaksanakan. Bahkan sampai saat ini dengan pertimbangan untuk kepentingan jemaat pihak gereja sebagai pihak yang berhak tidak lagi mempersoalkan tentang penguasaan tanah dan bangunan gereja. Bahkan secara tegas Pendeta Hengky Tohea menyatakan bahwa “ Perlu digaris bawahi bahwa mengalah bukan berarti pihak yang menang mengikhlaskan begitu saja pemilikan tanah dan bangunan gereja untuk Rony, akan tetapi demi kepetingan jemaat yang ibadah ditempat tersebut. Jika dilihat lagi seharusnya pihak yang menang dapat menempati tempat

  tersebut juga untuk melakukan ibadah yang sama”. 28

C. ANALISIS

  Pada sub-bab ini dilakukan analisis sesuai dengan permasalahan hukum yang menjadi fokus pembahasan terhadap Kasus Peradilan Perdata yang diperiksa dan diadili, baik pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pemalang dan tingkat banding di Pengadilan Tinggi Semarang. Analisis dititik beratkan pada tinjauan kesesuaian antara proses dan mekanisme pelaksanaan eksekusi yang terjadi dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang abstrak yang menjadi sebuah tujuan

  28 Ibid 28 Ibid

  dilakukan terhadap (dua) pokok permasalahan, yaitu uraian kendala-kendala dalam pelaksanaan putusan eksekusi, serta upaya yang hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak atas tanah.

  C.1. Pelaksanaan Putusan Eksekusi Perkara

  Dengan Nomor :

  08Pdt.G.2003PN.Pml

  Jika dilihat dari sisi yuridis, putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor : 08Pdt.G2003PN.Pml sudah sah dan memenuhi syarat untuk dilaksanakan. Adapun syarat tersebut adalah :

  1. Putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap Putusan PN Pemalang No:08Pdt.G2003PN.Pml, : “menyatakan bahwa sebidang tanah yang terletak di Jalan Teratai No.12 Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, sertifikat Hak Milik No. 1887 atas nama Mohamad Sangid Zacheus adalah sah milik Gereja Pantekosta di Indonesia di Pemalang” telah memenuhi syarat untuk dieksekusi, Karena pada faktanya pihak Ronny tidak melakukan upaya hukum banding. Sebenarnya hukum telah memberikan peluang bagi Ronny untuk melakukan perlawanan jika ia tidak menerima putusan PN Pemalang yakni dengan melakukan banding. Akan tetapi kesempatan ini tidak digunakan oleh Ronny.

  Perlawanan mengandung makna menentang sesuatu sampai hasil akhir yang pasti dalam bentuk menang ataupun kalah. Seolah-olah putusan atau penetapan yang dikeluarkan pengadilan tidak disetujui akan tetapi tidak menginginkan suatu penyelesaian yang pasti. Perlawanan (verzet) merupakan upaya perlawanan langsung datang dari pihak yang kalah dalam sidang pengadilan karena merasa dirugikan atas keputusan hakim yang telah dijatuhi oleh hakim.

  Tujuan dari perlawanan terhadap eksekusi adalah sebagai berikut :

  29 Satjipto Rahardjo, “Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis”, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. 1 29 Satjipto Rahardjo, “Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis”, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. 1

  penundaan eksekusi

  “menyingkirkan” ketentuan umum hukum eksekusi. Menurut syarat dalam eksekusi umum yang berlaku:

   Pada setiap Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

  hukum yang tetap telah melekat kekuatan eksekutorial;  eksekusi atas Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

  hukum tetap tidak boleh ditunda pelaksanaannya; dan  yang dapat menunda eksekusi hanya perdamaian.

  b. Membatalkan eksekusi dengan jalan menyatakan putusan yang hendak dieksekusi tidak mengikat. Alasan-alasan hukum dan fakta yang dapat dijadikan dasar untuk menyatakan eksekusi tidak dapat dijalankan. Dengan kata lain selama dalam Putusan Hakim belum memperoleh kekuatan hukum tetap, maka upaya dan tindakan eksekusi belum berfungsi dan tidak mengikat.

  2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela Ronny tidak menjalankan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No:08Pdt.G2003PN.Pml secara sukarela, oleh karena itu maka pihak gereja meminta penetapan untuk pelaksanaan eksekusi Putusan PN.No:08Pdt.G2003PN.Pml. Atas permohonan penetapan tersebut maka pada tanggal 8 April 2005 dikeluarkannya Penetapan Eksekusi Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml oleh Ketua Pengadilan Negeri Pemalang. Atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang, maka Panitera Pengadilan Negeri Pemalang membuat Berita Acara Eksekusi No:02Pdt.Eks2005PN.Pml

  3. Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No: 08Pdt.G2003PN.Pml adalah Putusan yang bersifat Condemnatoir

  Putusan Condemnatoir merupakan putusan yang bisa dilaksanakan, yaitu putusan yang berisi penghukuman, dimana pihak yang kalah dihukum untuk melakukan sesuatu.

  Mengenai bukti bahwa Putusan PN Pemalang No: 08Pdt.G2003PN.Pml bersifat condemnatoir adalah berdasar pada isi putusan tersebut yakni ;” menghukum Para Tergugat atau siapapun juga yang mnerima hak dari padanya untuk segera mengosongkan tanah beserta bangunan tersebut dalam keadaan baik dan tanpa beban apapun, untuk kemudian diserahkan kepada Penggugat apabila perlu dengan bantuan alat NegaraPOLRI hal ini

  serupa dengan Putusan

  Pengadilan

  Tinggi Semarang

  118Pdt2004PT.Smg”. Dari putusan tersebut nampak bahwa ada penghukuman yang dijatuhkan

  kepada Ronny untuk mengosongkan tanah dan bangunan yang menjadi obyek sengketa dan menyerahkan kepada penggungat ( pihak gereja ).

  4. Eksekusi dibawah perintah dan dibawah pimpinan Pengadilan Negeri Bukti bahwa eksekusi itu dibawah Perintah Pimpinan Pengadilan Negeri Pemalang dengan melihat pada Penetapan No:02Pdt.Eks2005PN.Pml yang isinya :

  a. memerintahkan kepada Panitera Negeri Pemalang atau jika ia berhalangan dapat diganti oleh wakilnya yang sah dengan dibantu oleh 2(dua) orang saksi yang telah dewasa cakap dan dapat dipercaya untuk melaksanakan bunyi Putusan Pengadilan Negeri Pemalang tanggal 2 Oktober 2003 Nomor:08Pdt.G2003PN.Pml Jo.Putusan Pengadilan Tinggi

  Nomor:118Pdt2004PT.Smg, yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap secara paksa dan bilamana perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara,

  b. memerintahkan pula agar pekerjaan ini segera dilaksanakan. Perlu ditambahkan bahwa eksekusi tersebut sudah terpenuhi dengan adanya tata cara pelaksanaan eksekusi sebagai berikut: b. memerintahkan pula agar pekerjaan ini segera dilaksanakan. Perlu ditambahkan bahwa eksekusi tersebut sudah terpenuhi dengan adanya tata cara pelaksanaan eksekusi sebagai berikut:

  dalam hal ini sudah mengajukan permohonan pengajuan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Pemalang.

  b. Penaksiran biaya eksekusi Biaya eksekusi seterusnya ditanggung oleh pihak yang kalah dalam

  Pengadilan.

  c. Melaksanakan peringatan Pengadilan sudah memberikan peringatan terhadap pihak yang kalah

  untuk melaksanakan eksekusi. Dasar Penetapan Pengadilan Negeri Pemalang No:02Pdt.Eks2005PN.Pml, akan tetapi pihak Ronny tidak mau memperdulikan peringatan tersebut.

  d. Mengeluarkan surat perintah eksekusi Atas dasar Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor:

  08Pdt.G2003PN.Pml dan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor: 118Pdt2004PT.Smg maka dikeluarkannya surat Penetapan Pengadilan Negeri Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml dan Berita Acara Eksekusi Nomor: 02Pdt.EksPN.Pml

  Secara dari sisi yuridis yang ada putusan Pengadilan Negeri Pemalang No:08Pdt.G2003PN.Pml Jo.Putusan Pengadilan Tinggi Semarang tanggal

  30 Agustus 2004 Nomor:118Pdt2004PT.Smg, putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, seharusnya pihak yang kalah (Ronny) menghormati putusan tersebut dan melaksanakan secara suka rela. Akan tetapi ternyata tidak sebagaimana mestinya yang diharapkan, oleh karena itu melalui surat Penentapan Ketua Pengadilan Negeri Pemalang Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml dilaksanakan eksekusi dibawah perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang. Walaupun demikian eksekusi tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan karena adanyan kendala baik internal maupun ekternal. Dimaksud dengan kendala internal adalah ialah 30 Agustus 2004 Nomor:118Pdt2004PT.Smg, putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, seharusnya pihak yang kalah (Ronny) menghormati putusan tersebut dan melaksanakan secara suka rela. Akan tetapi ternyata tidak sebagaimana mestinya yang diharapkan, oleh karena itu melalui surat Penentapan Ketua Pengadilan Negeri Pemalang Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml dilaksanakan eksekusi dibawah perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang. Walaupun demikian eksekusi tidak dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan karena adanyan kendala baik internal maupun ekternal. Dimaksud dengan kendala internal adalah ialah

  Dibawah ini diuraikan kendala tersebut sebagai berikut:

  1. Kendala Internal Dalam pelaksanaan pada Penetapan Pengadilan Negeri Pemalang No:02Pdt.Eks2005PN.Pml atas putusan eksekusi perkara perdata No: 08Pdt.G2003PN.Pml, tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya karena ada perlawanan dari Ronny. Adapun alasan Ronny mengadakan perlawanan atas pelaksanaan eksekusi adalah bahwa ia masih berpendapat tanah dan bangunan gereja tersebut adalah warisan dari mertuanya. Oleh karena itu ia merasa sah menenpati rumah yang menjadi obyek sengketa. Tindakan Rony menurut penulis adalah tidak benar, mengingat bahwa putusan tentang obyek sengketa telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan ditolaknya upaya hukum banding yang dilakukan oleh Rony dengan putusan Pegadilan Tinggi Semarang pada tanggal 30 Agustus 2004 Nomor:118Pdt2004PT.Smg. Dengan ditolaknya banding oleh Pengadilan Tinggi maka secara yuridis bahwa tanah obyek sengketa adalah milik gereja. Terlebih lagi dengan adanya surat yaitu berupa Penetapan Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml. dan dengan adanya juga Berita Acara Eksekusi Nomor: 02Pdt.Eks2005PN.Pml.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22