PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

(1)

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Oleh

SANDY BUDI MUSTAQIM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN

MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Oleh

Sandy Budi Mustaqim

Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang tidak lepas kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Siswa masih merasa bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit, secara tidak langsung ini akan menghambat perkembangan keterampilan metakognitif siswa. Sehingga motivasi belajar siswa juga rendah yang mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti telah melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi siswa melalui model PBL, dan (2) mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil siswa melalui model PBL. Penelitian ini dilaksanakan di kelas �2 SMA Negeri 1 Way Jepara yang berjumlah 24 siswa pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 dengan materi optik geometri. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu purpose sampling. Desain penelitian yang digunakan


(3)

Sandy Budi Mustaqim adalah one group pretest–posttest. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh data keterampilan metakognitif, data hasil angket motivasi, dan data hasil belajar yang dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear dengan SPSS 17.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar dengan menggunakan model PBL sebesar 27% yang merupakan koefisien determinasi dari koefisien korelasi sebesar 0,52 yang termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi Y = 61,68+ 0,21 X dimana konstanta a dan b merupakan koefisien yang signifikan. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar dengan menggunakan model PBL sebesar 22% yang merupakan koefisien determinasi dari dari koefisien korelasi sebesar 0,47 yang termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi Y = 64,80+ 0,20 X dimana koefisien a dan b merupakan koefisien yang signifikan.

Kata kunci : keterampilan metakognitif, model pembelajaran problem based learning (PBL), hasil belajar, motivasi belajar.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 6

2. Keterampilan Metakognitif ... 10

3. Motivasi Belajar ... 12

4. Hasil Belajar... 14

B. Kerangka Berpikir ... 15

C. Hipotesis Tindakan ... 18

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 19

B. Sampel Penelitian ... 19


(8)

ii

D. Desain Penelitian ... 20

E. Instrumen Penelitian ... 21

F. Analisis Instrumen ... 21

1. Uji Validitas ... 21

2. Uji Reliabilitas ... 22

G. Teknik Pengumpulan Data ... 23

1. Teknik Tes ... 23

2. Soal Metakognitif ... 24

3. Kuesioner ... 24

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 25

1. Perhitungan skor N-Gain hasil belajar dan keterampilan metakognitif 25 2. Uji Normalitas ... 26

3. Uji Linearitas ... 26

4. Uji Korelasi ... 26

5. Uji Regresi Linier Sederhana ... 28

6. Analisis Data Angket ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30

1. Uji Instrumen Penelitian ... 30

2. Hasil Pengumpulan data ... 32

3. Pengujian Hipotesis ... 35

4. Keterampilan Metakognitif ... 42

5. Hasil Belajar ... 43

6. Motivasi Belajar ... 44

B. Pembahasan ... 42

1. Pengaruh Keterampilan Metakognitif terhadap Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL) ... 45

2. Pengaruh Keterampilan Metakognitif terhadap Motivasi Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based ... Learning(PBL) ... 48

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 52


(9)

iii DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Pemetaan ... 58

2. Silabus ... 60

3. RPP ... 64

4. Buku Siswa ... 76

5. Kisi-Kisi Angket Motivasi ... 86

6. Angket Motivasi Belajar Siswa ... 87

7. Kunci Skor Angket Motivasi ... 90

8. Soal Keterampilan Metakognitif ... 91

9. Rubrik Penilaian Keterampilan Metakognitif ... 101

10. LKS-01A ... 102

11. Jawaban LKS-01A ... 107

12. LKS-01B ... 112

13. Jawaban LKS-01B ... 118

14. Soal Pretest ... 119

15. Kisi-kisi Soal Pretest ... 122

16. Soal Posttest ... 126

17. Kisi-Kisi Soal Posttest ... 129

18. Data Hasil Prettest ... 133

19. Uji Validitas Soal Prettest ... 134

20. Uji Reliabilitas Soal Prettest ... 135

21. Data Hasil Posttest ... 136

22. Uji Validitas Soal Posttest ... 137

23. Uji Reliabilitas Soal Posttest ... 138

24. Data Rekapitulasi Prettest,Posttest dan N- Gain ... 139

25. Uji Validitas Soal Keterampilan Metakognitif ... 140

26. Uji Reliabilitas Keterampilan Metakognitif ... 142

27. Uji Normalitas ... 143

28. Uji Korelasi ... 144

29. Hasil Uji Linearitas Keterampilan Metakognitif dengan Hasil Belajar ... 145

30. Hasil Uji Linearitas Keterampilan Metakognitif dengan Motivasi Belajar ... 146


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus menggunakan model, strategi atau metode yang dapat menumbuhkan

keterampilan metakognitif. Dengan tumbuhnya keterampilan metakognitif siswa, diduga motivasi dan hasil belajar fisika siswa juga akan meningkat.

Keterampilan metakognitif pada dasarnya sudah dimiliki pada diri manusia itu sendiri, manusia mempunyai alat dalam merefleksikan watak dan kemampuannya, manusia juga dengan aktif dan sadar mampu memutuskan suatu perilaku untuk mengoptimalkan kemampuannya dan memiliki kesadaran untuk belajar dari kesalahan yang telah dilakukannya. Sehingga yang dimaksud metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam belajar, yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencaan mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana, kapan mempelajari, pemantauan terhadap proses belajar yang sedang dilakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses tersebut.


(11)

2 Dalam pembelajaran fisika, untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran guru memegang peranan penting. Seorang guru fisika selain menjelaskan konsep dan teori juga harus menumbuhkan keterampilan metakognitif dalam kondisi yang baik agar keterampilan metakognitif tersebut dapat berkembang.

Berdasarkan hasil observasi di kelas �2, untuk pelajaran fisika sebesar 33% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini disebabkan karena siswa kurang memahami materi yang diberikan oleh guru. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran yang dapat membuat fisika menjadi mata pelajaran yang mudah dan menyenangkan sehingga siswa mudah memahami materi dan mengembangkan keterampilan metakognitif.

Adapun solusi yang dapat dilaksanakan untuk menyikapi permasalahan yang berhubungan dengan keterampilan metakognitif dan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan model PBL, yang mencirikan model pembelajaran ini adalah tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah. Sehingga siswa diharapkan mampu

mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi masalah dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

Motivasi belajar sangat penting dalam proses belajar siswa karena motivasi belajar siswa merupakan sesuatu yang dapat menggiatkan dan memberikan arah kepada siswa dalam proses belajar, sehingga tujuan belajar yang diinginkan dapat tercapai, yakni prestasi akademik yang tinggi dari hasil belajar.


(12)

3 Salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam

pembelajaran fisika adalah keterampilan metakognitif. Siswa yang memiliki keterampilan metakognitif, diduga siswa akan mudah dalam mempelajari dan mendalami materi pembelajaran, sehingga dapat menambah motivasi siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa keterampilan metakognitif yang masih rendah terhadap pembelajaran maka akan berdampak negatif pada motivasi dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi persoalan tersebut adalah model PBL. Dengan demikian maka telah dilakukan penelitian “Pengaruh Keterampilan Metakognitif terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa Melalui Model

Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa melalui model PBL?

2. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui model PBL ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa melalui model PBL pada materi pokok optik geometri.


(13)

4 2. Pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui

model PBL pada materi pokok optik geometri.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa

Menyiapkan siswa agar memiliki keterampilan metakognitif, sehingga diharapkan siswa lebih berminat terhadap pelajaran fisika.

2. Bagi Peneliti Lain

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajar sebagai bekal di masa mendatang bagi peneliti.

3. Bagi Guru di tempat Penelitian Dilaksanakan

Guru memperoleh tambahan pengetahuan tentang tehnik merancang dan mengimplementasikan model pembelajaran, sehingga diharapkan agar guru lebih inovatif dalam mengembangkan model-model pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata. Sintaks pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini adalah: Orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,


(14)

5 mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah.

2. Keterampilan Metakognitif adalah kemampuan atau cara berpikir siswa dalam belajar, yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, dan bagaimana proses penyelesaian

masalah. Keterampilan metakognitif yang diamati pada penelitian ini meliputi beberapa indikator yaitu perencanaan(mengidentifikasi tugas yang sedang dikerjakan), memantau diri, mengevaluasi diri, dan memprediksi hasil yang akan diperoleh.

3. Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi yang diamati pada penelitian ini meliputi dua aspek yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

4. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil belajar yang diamati pada penelitian ini yaitu aspek kognitif , berupa skor yang diperoleh siswa dari tes formatif.

5. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X semester ganjil SMA NEGERI 1 Way Jepara Tahun pelajaran 2012 / 2013.


(15)

II. KERANGKA TEORETIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Model Problem Based Learning (PBL)

Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja diciptakan agar siswa dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fisika yang belum pernah dikerjakan sebelumnya dan siswa belum memahami cara pemecahannya. Artinya persoalan itu masih baru bagi siswa meskipun proses atau pengetahuan yang sudah dimilikinya dapat digunakan sebagai pengalaman untuk memecahkannya.

Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar yang berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi

lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif


(16)

7 Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata. Menurut Nurhadi (2003: 56) pembelajaran berbasis masalah atau PBL adalah:

Suatu model pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Menurut Pannen (2001: 86) pembelajaran berbasis masalah atau PBL mempunyai 5 asumsi utama yaitu:

(1) Permasalahan sebagai pemandu. Permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa dan kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas; (2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Permasalahan disajikan kepada siswa setelah penjelasan diberikan; (3) Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, prinsip dan dibahas dalam diskusi kelompok; (4) Permasalahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis; (5) Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar.

Berdasarkan kedua pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah ini pada dasarnya siswa dilibatkan pada suatu masalah dalam materi pembelajaran dan siswa diharapkan terlibat aktif dalam proses belajar yang mengharuskan siswa untuk memecahkan suatu masalah tertentu.

Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim (2003: 55):

pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project Based teaching (Pembelajaran berbasis proyek). Experience-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic learning


(17)

8 (Pembelajaran Autentik) dan Anchored Instruction (pebelajar berakar pada kehidupan nyata).

Adapun ciri-ciri pebelajaran berbasis masalah yang di kemukakan oleh Yassa (2002: 23). Yassa mengemukakan beberapa ciri penting dari pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut:

(1) Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi masalah; (2) Adanya

keberlanjutan permasalahan dalam hal ini ada dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu: pertama, masalah harus memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dalam kandungan materi yang dibahas. Kedua,

permasalahan harus bersifat real sehingga dapat melibatkan siswa tentang kesamaan dengan suatu permasalahan; (3) Adanya presentasi

permasalahan, siswa dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga siswa merasa memiliki permasalahan tersebut; (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini maka peran dari fasilitator adalah mengembangkan kreatifitas berpikir para siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah membuat siswa menjadi mandiri, artinya siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai,terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan secara otomatis siswa dapat mengontrol proses belajarnya, serta siswa termotivasi untuk menyelesaikan masalah dalam proses pembelajarannya.

Implementasi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah atau PBL dirancang dengan struktur pembelajaran menurut Yassa (2002: 24), sintaks pembelajaran PBL adalah sebagai berikut:

(1) Orientasi siswa kepada masalah; (2) Mengorganisasi siswa untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.


(18)

9 PBL memberikan peluang bagi siswa untuk membangun kecakapan hidup (life skill), mengatur diri sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektuf dengan pikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai kecakapan terkait. Dalam PBL, siswa akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa.

Berdasarkan pendapat menurut Ratnaningsih (2003: 126) mengemukakan bahwa kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:

(1) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian; (2) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi; (3) Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan; (4) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.

Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang diberikan. Siswa secara individu akan meningkat kecakapannya dalam menyelesaikan masalah, mudah mengingat, meningkat pemahamannya serta meningkatkan pengetahuannya dengan dunia praktek.


(19)

10 2. Keterampilan Metakognitif

Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi. Istilah metakognisi memiliki

akar kata “meta” dan “kognisi”. Meta berasal dari bahasa yunani yang berarti “setelah” atau “melebihi” dan kognisi mencakup keterampilan yang berhubungan

dengan proses berpikir (Tamalene, 2010: 31).

Metakognitif terdiri atas pengetahuan metakognitif dan aktivitas metakognitif. Pengetahuan metakognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Menurut Tamalene (2010: 32) mengemukakan bahwa:

Aktivitas metakognitif terjadi saat siswa secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan.

Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pemikiran terdahulu.

Metakognitif dipandang sebagai suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh dia sendiri secara optimal. Siswa dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya. Berdasarkan pendapat Muin (2005: 17) kegiatan

metakognitif dibagi dalam tiga aktivitas, yaitu:

(1) Kesadaran (mengenal salah satu informasi baik implisit maupun eksplisit); (2) Monitoring/ pengamatan (mempertanyakan diri sendiri dan


(20)

11 menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman); (3) Regulasi/ pengaturan (membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan untuk memecahkan masalah).

Berdasarkan pendapat di atas keterampilan metakognitif adalah cara berpikir siswa tentang apa yang dipikirkannya dan bagaimana proses berpikirnya. Keterampilan metakognitif siswa adalah suatu bentuk kemampuan siswa untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh siswa sendiri secara optimal sehingga siswa diharapkan dapat memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan keterampilannya.

Pendekatan keterampilan metakognitif menurut Suzana (2003: 29) yaitu: Pendekatan keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta

mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar.

Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pendekatan keterampilan metakognitif menurut Wahyuni (2008: 14) adalah sebagai berikut:

(1) Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk

mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami; (2) pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah besserta alasannya; (3) pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaan.

Berdasarkan pendapat dari dua ahli di atas pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran fisika lebih dominan pada memonitor kesadaran pengetahuan, strategi, dan proses berpikir diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada dasarnya yang dimunculkan adalah pertanyaan yang memadu proses berpikir secara


(21)

12 mandiri dan dapat muncul dari diri sendiri. Pendekatan metakognitif menekankan siswa agar mampu menanamkan kesadaran tentang apa yang dipikirkan kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dia kerjakan dan selanjutnya mengevaluasi hasil pekerjaan tersebut.

3. Motivasi Belajar

Motivasi bersifat sangat kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, memberikan arah dalam kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar dapat tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa:

Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa, yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar, yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.

Motivasi adalah tenaga pendorong yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi pada setiap siswa berbeda, ada yang tinggi, ada yang rendah. Motivasi erat kaitannya dengan hasil belajar. Motivasi dapat ditingkatkan dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2002: 239) yang

mengemukakan bahwa:

Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus. Agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.


(22)

13 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kekuatan mental seseorang yang mendorong terjadinya proses belajar. yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dari proses belajar itu dapat tercapai. Tujuan dari proses belajar itu adalah hasil belajar. Apabila motivasi siswa rendah maka hasil belajar juga akan kecil, sedangkan motivasi tinggi maka hasil belajarpun akan besar.

Berdasarkan pendapat Hamalik (2001: 156) menyatakan bahwa:

“motivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena

fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan

belajar”.

Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa: Peran motivasi yang utama adalah penumbuhan gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar.

Berdasarkan pendapat Hamalik motivasi memegang peranan penting dalam menjalin kelangsungan proses belajar, yaitu menimbulkan gairah belajar, mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan kegiatan belajar.

Sedangkan menurut Hamzah (2007: 23), motivasi belajar terdiri dari beberapa aspek yaitu:

(1) Adanya hasrat dan keinginan belajar, (2) adanya dorongan dam kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik, (6) adanya upaya menciptakan lingkungan yang kondusif.

Motivasi dapat tumbuh di dalam diri siswa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor yang muncul dari dalam diri siswa itu sendiri (intrinsik) dan faktor yang


(23)

14 muncul dari luar diri siswa (ekstrinsik). Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim (2000: 30) bahwa Motivasi belajar seseorang dapat dibangkitkan dengan mengusahakan agar siswa atau mahasiswa memiliki motif intrinsik dan motif ekstrinsik dalam belajar.

Contoh dari faktor intrinsik adalah pemahaman manfaat, minat, bakat, dan pemikiran tentang masa depan. Sedangkan contoh dari faktor ekstrinsik yang dapat menimbulkan motivasi adalah keinginan untuk mendapat nilai yang baik, menjadi juara, lulus ujian, keinginan untuk menang dalam persaingan, keinginan untuk dikagumi, dan lain-lain.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif tetap.

Pemberian tugas-tugas dan tes secara tertulis yang berfungsi untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Menurut Winkel (1983: 48) bahwa:

Setiap macam kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu hasil belajar. Hasil belajar nampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh siswa.

Menurut Keller yang dikutip Abdurrahman (1997: 38) memandang bahwa: Hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemprosesan berbagai masukan yang berupa informasi, dimana masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Perubahan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi.


(24)

15 Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajar. Hasil belajar ini menurut Bloom diklasifikasikan menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Sudjana, 2001: 22). Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran

(Sudjana, 2001: 23).

Hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran dapat diperoleh dengan berusaha mengamati, melakukan percobaan, memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip, serta mampu untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah siswa mempelajari pokok bahasan yang diajarkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sardirman (2005: 21)

Hasil belajar dapat diperoleh dari berbagai usaha, misalnya aktif dalam kegiatan pembelajaran, memahami eksperimen yang dilakukan, dan menganalisis hasil eksperimen dan menganalisis isi suatu buku. Seseorang yang mampu menguasai suatu materi keilmuan dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki prestasi.

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran akan lebih bermakna ketika pembelajaran itu dapat mudah diingat dan dipahami oleh peserta didik yang diduga dapat diterapkan dengan tujuan mudah diingat dan dipahami oleh peserta didik. Salah satu model pembelajaran yang mudah diingat dan dipahami oleh siswa yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau model PBL. Apabila dalam proses pembelajaran dapat

menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa maka secara secara teori motivasi dan hasil belajar siswa dapat meningkat.


(25)

16 Keterampilan metakognitif berkaitan erat dengan model PBL dikarenakan ada beberapa asumsi yang dapat menumbuhkan keterampilan metakognif siswa dari proses pemberian suatu masalah, antara lain: permasalahan sebagai pemandu siswa, permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi siswa, permasalahan sebagai contoh, permasahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis, dan permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar. Dari asumsi di atas dapat kita simpulkan bahwa proses pemecahan masalah pada model PBL dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa. Keterampilan metakognitif yang terwujud dari model PBL akan meningkat kecakapan dalam pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa.

Permasalahan yang diberikan melalui model di atas akan menstimulus siswa untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, sehingga siswa menemukan berbagai cara atau jalan dari permasalahan yang diberikan. Proses pencarian solusi itu dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dimana siswa akan termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Apabila motivasi siswa tinggi maka dalam penyelesaian masalah tersebut akan berhasil. Motivasi ini lah yang menimbulkan kegiatan siswa dan juga yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Tujuan dari proses belajar tidak lain adalah hasil belajar yang merujuk kepada prestasi belajar siswa.


(26)

17 Pada umumnya siswa yang menggunakan keterampilan metakognitif dengan baik akan memiliki motivasi agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik, dapat menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan belajar tersebut, dan memilih alternatife untuk mencapai tujuan belajar tersebut. Motivasi tersebut timbul dari pikiran yang menuju kekreatifan dimana siswa dapat menemukan berbagai solusi atau aternative untuk mencapai suatu tujuan.

Jadi keterampilan metakognitif berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa, dimana apabila keterampilan metakognitif tinggi maka motivasi dan hasil belajar siswa akan tinggi. Beberapa model pembelajaran yang dapat

memberdayakan keterampilan metakognitif adalah PBL.

Pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah : keterampilan metakognitif ( 1) sebagai variabel bebas, motivasi belajar ( 1) dan hasil belajar ( 2) sebagai variabel terikat, dan model PBL sebagai variabel moderator. Untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel-variabel tersebut, maka dapat dijelaskan dengan bagan pemikiran seperti gambar berikut.

Gambar 2.1. Bagan Pradigma Pemikiran 1

1

2

�1


(27)

18 Keterangan :

1 : Keterampilan Metakognitif 1 : Motivasi Belajar Siswa 2 : Hasil belajar siswa

�1 : Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif

�2 : Pengaruh hasil belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa melalui model PBL.

2. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui model PBL.


(28)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X RSBI SMA Negeri 1 Way Jepara Lampung Timur pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari tujuh kelas yaitu 10.1 sampai 10.7 yang berjumlah 250 siswa.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sabagai sampel adalah dengan melihat prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Berdasarkan rata-rata prestasi siswa, siswa pada kelas X2 memiliki prestasi yang lebih baik sehingga kelas X2 ditetapkan sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitan ini terdiri dari satu variabel bebas ( 1) yaitu keterampilan metakognitif. Dua variabel terikat ( 1) yaitu motivasi belajar siswa dan ( 2) yaitu hasil belajar siswa. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari pengaruh


(29)

20 terhadap variabel bebas dan variabel terikat maka didukung dengan variabel moderator (r), yaitu model PBL.

D. Desain Penelitian

Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu kelas saja tanpa ada kelas control atau pembanding. Tujuan penelitian eksperimental semu (quasi experiment) adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan.

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest–posttest design. Desain ini adalah suatu rancangan pretest dan posttest, dimana sampel penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu. Pretest dilakukan sebelum perlakuan, dan posttest dilakukan setelah perlakuan, setelah itu akan terlihat pengaruh keterampilan metakognitif siswa terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dengan model PBL. Desain ini dapat digambarkan menggunakan table sebagai berikut:

Tabel 3.1 Desain penelitian One Group pretest-posttest Design

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperiment 1 X 2


(30)

21 Table 3.1 menjelaskan bahwa kelas dikenakan pretest ( 1) untuk mengukur hasil belajar, kemudian diberi treatment berupa pembelajaran PBL. Setelah proses pembelajaran diberi posttest ( 2). Hasil pretest ( 1) dan posttest ( 2) ini akan dihitung dengan N-gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Keterampilan metakognitif menggunakan instrumen berbentuk soal

metakognitif. Soal ini diberikan saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Motivasi belajar siswa menggunakan instrumen berupa angket motivasi.

Angket motivasi ini diberikan saat akhir pembelajaran.

3. Hasil belajar siswa menggunakan instrumen bebentuk soal posttest. Soal posttest ini diberikan saat akhir pembelajaran.

F. Analisis instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen diuji terlebih dahulu validitas dan uji reliabilitasnya.

1. Uji Validitas

Untuk variabel keterampilan metakognitif dan hasil belajar siswa dihitung validitas soal. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sampai sejauh mana data yang dikumpulkan tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang diteliti.


(31)

22 Untuk mengetahui validitas dari suatu tes dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: r = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( . 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n          keterangan:

r = Koefisien korelasi yang menyatakan validitas X = Skor butir soal

Y = Skor total n = Jumlah sampel

(Arikunto, 2007: 72) Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut:

Tabel 3.2 Klasifikasi validitas butir soal Koefisien validitas Interpretasi

0,00-,019 Sangat rendah

0,20-0,39 Rendah

0,40-0,59 Sedang

0,60-0,79 Tinggi

0,80-1,00 Sangat tinggi

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan kemampuan data dalam memberikan hasil pengukuran yang konsisten. Hasil pengukuran dapat dipercaya jika dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah.

xy


(32)

23 Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Sebuah instrumen dikatakan memiliki reliabilitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, instrumen bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,akan menghasilkan data yang sama.

Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan rumus alpha dengan rumus:

12 = −

1 1−

∑�12 �2 Di mana:

r11 = reliabilitas yang dicari

Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item

σt2 = varians total

(Arikunto, 2007:109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat

pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran.

G. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, yang dimaksud teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dapat

dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik Tes

Menurut Arikunto (2008: 32), tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid


(33)

24 atau kelompok murid. Tes tertulis yang digunakan dalam bentuk soal uraian untuk mengetahui kemampuan siswa pada ranah metakognitif. Pada penelitian ini telah dilakukan dua kali test untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu sesudah perlakuan (posttest).

2. Soal Metakognitif

Soal metakognitif dalam penelitian ini diberikan guna untuk mengetahui secara langsung keterampilan metakognitif siswa selama proses pembelajaran

berlangsung.

3. Kuesioner (Angket)

Kuesioner (questionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur atau biasa disebut responden. Pada penelitian ini teknik pengambilan data yang digunakan untuk mendapatkan data motivasi yaitu berupa angket

(kuisioner). Indikator skala motivasi berprestasi terhadap pelajaran fisika disusun berupa angket skala likert yang terdiri dari beberapa uraian dan pilihan jawaban berupa (STS TS RR S SS) yang mempunyai bobot angka (5, 4, 3, 2, dan, 1). Angket ini digunakan untuk mengumpu;kan informasi tentang motivasi

berprestasi siswa terhadap pelajaran fisika. Jumlah pertanyaan disesuaikan dengan aspek yang diukur. Aspek-aspek yang diukur pada angket motivasi meliputi : motivasi intrinsik (dorongan untuk belajar, waktu belajar, mengerjakan pekerjaan rumah dan latihan soal, keaktivan di kelas dan di luar kelas, pemahaman materi), dan motivasi ekstrinsik (pujian hadiah, persaingan, pengaruh guru, fasilitas).


(34)

25 H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Perhitungan skor N-Gain hasil belajar dan keterampilan metakognitif

Data hasil belajar yang akan dianalisis, di transformasikan menjadi N-Gain (g) yang diperoleh dari skor pretest dikurang skor posttest dibagi dengan skor maksimum dikurang skor pretest. Jika ditulis dalam persamaan sebagai berikut: g =

keterangan: g = N-gain

Spost = Skor posttes

Spre = Skor pretest

Smax = Skor maksimum

Katagori: Tinggi : 0,7 ≤ N-gain≤ 1

Sedang : 0,3 ≤ N-gain < 0,7 Rendah : N-gain < 0,3

Meltzer (2002)

Perhitungan ini digunakan untuk menganalisi peningkatan belajar siswa.

Peningkatan skor antara pretest dan posttest bisa dijadikan indikator peningkatan ataupun penurunan hasil belajar dengan pengaruh keterampilan metakognitif siswa. Proses analisis untuk data keterampilan metakognitif adalah dengan observasi berupa soal metakognitif. Perhitungan rata-rata skor presentasenya adalah:

− = �

% = �


(35)

26 2. Uji Normalitas

Dasar pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode kolmogrov smirnov berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai . 2− , nilai � yang digunakan adalah 0,05 dengan demikian kriteria uji sebagai berikut: (1) jika nilai sig atau signifikan atau probabilitas < 0,05 maka Ho diterima dengan arti bahwa data tidak

terdistribusi normal. (2) jika nilai sig atau signifikan atau probabilitas > 0,05 maka H1 diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.

3. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05.

Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05.

(Mahmudah, 2011: 31).

4. Uji Korelasi

Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji Korelasi Product-Moment, dengan menggunakan persamaan berikut ini.


(36)

27

= ∑ − ∑ ∑

∑ 2

− ∑ 2 ∑ 2− ∑ 2

(Sugiyono, 2009: 255)

Ketentuannya bila lebih kecil dari maka Ho diterima, dan Ha ditolak. Tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh > ) maka Ha diterima (Sugiyono, 2009: 261).

Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi

Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal, dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.

Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat digunakan pedoman seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.3 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

Sangat Kuat

(Sugiyono, 2009: 257)

Analisis korelasi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh dalam bentuk persentase.


(37)

28 5. Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau negatif.

= +

Dengan:

= Ʃ Ʃ

2 − Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

= Ʃ − Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

(Priyatno, 2010:55)

Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS.17 dengan uji Regression Linear. Koefisien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan uji t. Koefisien regresi signifikan jika > (0,05), artinya jika nilai sig. < 0,05 maka model regresi adalah linier, berlaku sebaliknya.

6. Analisis data angket

Pernyataan angket dibagi menjadi dua yaitu pernyataan positif dan pernyataan negative. Pernyataan tersebut dibuat berdasarkan aspek-aspek yang diteliti.


(38)

29 Tujuan pembuatan angket adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap model PBL. Skor angket di interprestasikan pada tabel 3.6 dibawah ini.

Table 3.4 Skor alternative jawaban angket

Alternative jawaban Skor pernyataan

Positif Negatif

Sangat setuju 5 1

Setuju 4 2

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

Untuk skor akhir dihitung dengan rumus:

=

Pengkategorian afektif adalah sebagai berikut: Skor 1,00 sampai 1,50 = motivasi rendah Skor 1,51 sampai 2,50 = motivasi sedang Skor 2,51 sampai 3,00 = tinggi


(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa dengan menggunakan model PBL.

2. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan model PBL.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan disarankan sebagai berikut:

1. Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian dengan menggunakan model PBL harus dengan cermat pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan cara memberikan siswa tugas dan mencari tahu mengenai materi yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya, sehingga siswa sudah memiliki persiapan dan akan lebih mudah untuk melakukan pembelajaran dengan pembelajaran PBL.


(40)

54 2. Untuk mmenumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dilakukan dengan

menggunakan tes keterampilan metakognitif. Untuk itu guru sebaiknya mengenal dengan baik ciri-ciri setiap kategori atau setiap tahap kemampuan berpikir anak. Sehingga guru selain menguasai materi pembelajaran dan strategi pembelajarannya juga harus menguasai pendekatan-pendekatan psikologis yang muncul sebagai respon spontanitas selama kegiatan belajar berlangsung. Untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa diperlukan waktu yang lebih panjang yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Hamzah B.2007.Teori Motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Sarana

Ibrahim,M dan Nur, M. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

Komalasari, Mardiana. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP kelas VII pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada jurusan pendidikan fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Meltzer, D. 2002. The relationship between mathematics preparation and

conteptual learning gains in physics : Advance Organizer possible “hidden variable”in diagnostic pretest scores.American Journal Physic. Vol 70, (12 Desember 2002), 1259-1268

Muin, A. 2005. Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA. Tesis Master pada SPS UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Nurhadi, Agus Gerrad 2003. Pembelajaran Konteksual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Nuryana, Eka dan Bambang Sugiarto. 2012. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pada Pendidikan Kimia FMIPA UNESA Surabaya: Tidak Diterbitkan.


(42)

Panggabean, Luhut P. 1996. Penelitian Pendidikan (diktat). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Pannen, Paulina, Dina Mustafa, Mestika Sekarwahyu, 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta : PAU PPAI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Media Kom.

Ratnaningsih, N. 2003. Pengembangan Kemampuan Berfikir Fisika Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI

Sardiman, A.M. 2005. Interaksidan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Safitri, Erfina Rizky. 2012. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatife Group Investigation (GI) terhadap Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal pada Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.

Sudjana, Nana dan Akhmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Bandung : SinarBaru Algesindo.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suzana, Y. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematik Siswa Menengah Umum Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Tamalene, H. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis pada Jurusan Pendidikan

Matematika FPMIPA : Tidak diterbitkan.

Wayuni, E. 2008. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Widiawati, Nina. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.


(43)

Winkel, W.S 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Yassa. 2002. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kecakapan Fisika Siswa sebagai Implementasi KBK (Usulan Research grant Program DUELIKE-BATCH III Tahun anggaran


(1)

29 Tujuan pembuatan angket adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap model PBL. Skor angket di interprestasikan pada tabel 3.6 dibawah ini.

Table 3.4 Skor alternative jawaban angket

Alternative jawaban Skor pernyataan

Positif Negatif

Sangat setuju 5 1

Setuju 4 2

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

Untuk skor akhir dihitung dengan rumus:

=

Pengkategorian afektif adalah sebagai berikut: Skor 1,00 sampai 1,50 = motivasi rendah Skor 1,51 sampai 2,50 = motivasi sedang Skor 2,51 sampai 3,00 = tinggi


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa dengan menggunakan model PBL.

2. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan model PBL.

B.Saran

Berdasarkan kesimpulan disarankan sebagai berikut:

1. Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian dengan menggunakan model PBL harus dengan cermat pada saat proses pembelajaran berlangsung, dengan cara memberikan siswa tugas dan mencari tahu mengenai materi yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya, sehingga siswa sudah memiliki persiapan dan akan lebih mudah untuk melakukan pembelajaran dengan pembelajaran PBL.


(3)

54 2. Untuk mmenumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dilakukan dengan

menggunakan tes keterampilan metakognitif. Untuk itu guru sebaiknya mengenal dengan baik ciri-ciri setiap kategori atau setiap tahap kemampuan berpikir anak. Sehingga guru selain menguasai materi pembelajaran dan strategi pembelajarannya juga harus menguasai pendekatan-pendekatan psikologis yang muncul sebagai respon spontanitas selama kegiatan belajar berlangsung. Untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa diperlukan waktu yang lebih panjang yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Hamzah B.2007.Teori Motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Sarana

Ibrahim,M dan Nur, M. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

Komalasari, Mardiana. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP kelas VII pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada jurusan pendidikan fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Meltzer, D. 2002. The relationship between mathematics preparation and

conteptual learning gains in physics : Advance Organizer possible “hidden variable”in diagnostic pretest scores. American Journal Physic. Vol 70, (12 Desember 2002), 1259-1268

Muin, A. 2005. Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA. Tesis Master pada SPS UPI. Bandung : tidak diterbitkan.

Nurhadi, Agus Gerrad 2003. Pembelajaran Konteksual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Nuryana, Eka dan Bambang Sugiarto. 2012. Hubungan Keterampilan Metakognisi dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal pada Pendidikan Kimia FMIPA UNESA Surabaya: Tidak Diterbitkan.


(5)

Panggabean, Luhut P. 1996. Penelitian Pendidikan (diktat). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Pannen, Paulina, Dina Mustafa, Mestika Sekarwahyu, 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta : PAU PPAI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Media Kom.

Ratnaningsih, N. 2003. Pengembangan Kemampuan Berfikir Fisika Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI

Sardiman, A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Safitri, Erfina Rizky. 2012. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatife Group Investigation (GI) terhadap Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal pada Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.

Sudjana, Nana dan Akhmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Bandung : SinarBaru Algesindo.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Suzana, Y. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematik Siswa Menengah Umum Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Tamalene, H. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis pada Jurusan Pendidikan

Matematika FPMIPA : Tidak diterbitkan.

Wayuni, E. 2008. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.

Widiawati, Nina. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.


(6)

Winkel, W.S 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia

Yassa. 2002. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kecakapan Fisika Siswa sebagai Implementasi KBK (Usulan Research grant Program DUELIKE-BATCH III Tahun anggaran 2004). FMIPA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.