FORMULASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS

(1)

ABSTRACT

FORMULATION OF PUMPKIN FLOUR (Cucurbita maxima) AND WHEAT FLOUR FORMULATION TO DOUGH IMPROVMENT AND

ORGANOLEPTIC SWEET BREAD. By

Indra Pratama Putra Azis

The aim of the research is to determine the formulation of pumpkin flour and wheat flour producing the best of dough improvement and organoleptic properties of sweet bread. The research was carried out in complete randomized design single factor with 8 treatments and 3 repeatation. Formulation of pumpkin flour and wheat flour (F) consist of F1 (0:100), F2 (5:95), F3 (10:90), F4 (15:85), F5 (20:80), F6 (25:75), F7 (30:70), and F8 (35:65). The results showed that F3 are the best formulation to produce sweet bread with dough improvement 2.51% and organoleptic properties of color 4.07 (yellow), texture 3.43 (somewhat soft), taste 3.50 (sweet), flavor 3.00 (somewhat typical pumpkin), and overall acceptance 3.70 (like). Proximate analysis of F3 showed on the best treatment (F3) contained moisture 18.90%, ash 1.18%, fat 8.63%, protein 9.47%, crude fiber 3.11%, and carbohydrate 58.71%.


(2)

ABSTRAK

FORMULASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN

SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS Oleh

Indra Pratama Putra Azis

Penelitian bertujuan untuk mengetahui formulasi tepung labu kuning dan terigu yang menghasilkan roti manis dengan derajat pengembangan adonan dan sifat organoleptik terbaik. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktor tunggal dengan 8 taraf perlakuan dan 3 ulangan yaitu formulasi tepung labu kuning dan terigu (F) terdiri dari F1 (0:100), F2 (5:95), F3 (10:90), F4 (15:85), F5 (20:80), F6 (25:75), F7 (30:70), F8 (35:65). Hasil uji organoleptik roti manis dari formulasi tepung labu kuning dan terigu F3 sebagai perlakuan terbaik dengan derajat pengembangan adonan 2,51% dan sifat organoleptik warna 4,07 (kuning), tekstur 3,43 (agak lembut), rasa manis 3,50 (manis), aroma 3,00 (agak khas labu), dan penerimaan keseluruhan 3,70 (suka). Berdasarkan analisis proksimat pada (F3) mengandung kadar air 18,90%, abu 1,18%, lemak 8,63%, protein 9,47%, serat kasar 3,11%, dan karbohidrat by different 58,71%.


(3)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Roti adalah produk makanan hasil fermentasi tepung dengan ragi roti atau bahan pengembang lainnya yang kemudian dipanggang (Mudjajanto dan Yulianti, 2007). Roti yang tersedia di pasaran terbuat dari tepung terigu yang berasal dari gandum utuh (whole wheat bread). Di Indonesia terigu masih di import dari luar negeri dengan harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, perlu dicari bahan pendamping terigu yang murah dan bergizi tinggi.

Labu kuning banyak mengandung karoten atau provitamin-A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Warna kuning menandakan tepung labu kuning mengandung karotenoid yang memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan (Gafar, 2010). Di samping itu, labu kuning juga mengandung zat gizi seperti protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin B dan C (Hendrasty, 2007). Labu kuning banyak terdapat di daerah Lampung khususnya Metro. Labu kuning dapat diolah terlebih dahulu menjadi tepung yang selanjutnya diaplikasikan pada pengolahan pangan (Gafar, 2010).

Tepung labu kuning dapat diolah menjadi makanan seperti roti, biskuit, maupun makanan bayi. Tepung labu kuning juga dapat dijadikan sebagai bahan baku pendamping dalam pembuatan roti manis (Gafar, 2010). Prinsip pembuatan roti


(4)

adalah pencampuran tepung dengan bahan penyusun lain menjadi adonan, mengubah sifat-sifat fisik adonan tersebut untuk mengoptimumkan kemampuan menahan gas selama fermentasi dan pemanggangan adonan. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan roti manis dari labu kuning dan tepung terigu yang

menghasilkan roti manis dengan derajat pengembangan adonan dan sifat organoleptik terbaik.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui formulasi tepung labu kuning dan terigu yang menghasilkan roti manis dengan derajat pengembangan adonan dan sifat organoleptik terbaik.

C. Kerangka Pemikiran

Terigu dipilih sebagai bahan baku pembuatan roti karena kandungan protein gluten yang berguna untuk memperkuat dan menjaga elastisitas ikatan dinding dan serat adonan sehingga memungkinkan terciptanya kantong-kantong udara di dalam roti, sehingga pada saat proses pembuatannya terjadi pengembangan adonan. Gluten membantu memberikan volume pengembangan yang baik

terhadap roti. Kualitas gluten yang baik adalah yang dapat menahan gas, sehingga mendapatkan volume roti yang besar. Kualitas gluten juga akan mempengaruhi kualitas roti termasuk volume roti, serat, dan struktur roti (Ningrum, 2006).

Labu kuning dapat diolah menjadi produk setengah jadi seperti tepung. Tepung labu kuning adalah produk awetan yang dapat dijadikan alternatif untuk


(5)

memperluas jangkauan pemasaran dan mudah diolah menjadi produk-produk lain seperti cake, muffin, roti kering, roti manis, kudapan, lauk pauk dan untuk

campuran makanan bayi (Gafar, 2010). Labu kuning mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air. Kandungan gizi labu kuning diharapkan dapat menjadi nilai tambah pada pembuatan roti.

Roti manis umumnya dapat mengembang akibat aktivitas ragi Saccharomyces cerevisiae yang membebaskan gas CO2 selama proses fermentasi. Gas CO2 dapat

tertahan dalam adonan jika tepung mengandung gluten. Tepung labu kuning tidak mengandung protein gluten seperti terigu (Bogasari, 2010).

Gelatinisasi adalah proses pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air, sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi yaitu sekitar 77,65% (Widowati et al., 2001).

Pada prinsipnya proses pembuatan roti adalah pencampuran tepung dengan bahan penyusun lain menjadi adonan, mengubah sifat-sifat fisik adonan tersebut untuk mengoptimumkan kemampuan menahan gas selama fermentasi dan

pemanggangan adonan. Proses pembuatan roti meliputi persiapan bahan baku, persiapan bahan tambahan, pencampuran dan pengadukan sampai kalis,

penimbangan dan pembulatan adonan, pembentukan dan pencetakan adonan, fermentasiadonan, pemanggangan dengan suhu bagian atas 165oC dan suhu


(6)

bagian bawah 200oC selama 15 menit, Setelah 15 menit adonan roti manis diangkat dan disajikan (Bogasari, 2010).

Formulasi tepung labu kuning dan terigu pada pembuatan roti manis perlu dikaji untuk menghasilkan roti manis yang menghasilkan roti manis dengan derajat pengembangan adonan dan sifat organoleptik terbaik.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat formulasi tepung labu kuning dan terigu yang menghasilkan roti manis dengan derajat pengembangan adonan dan sifat organoleptik terbaik.


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Labu Kuning (Cucurbita maxima)

Di Indonesia tanaman labu kuning berasal dari Ambon. Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima Dutchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo. Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama (Anonima, 2010).

Tanaman labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di negara-negara Afrika, Amerika, India dan Cina. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0-1500 m di atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

Penanaman labu dapat dilakukan di tanah tegalan, pekarangan, maupun di sawah setelah panen padi, baik monokultur maupun tumpangsari. Labu ditanam di tanah petak-petak, dengan mengatur tanaman berjajar, jarak tanam antara 1-1,5 meter. Dalam satu hektar dapat ditanami sekitar 5.000 tanaman. Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning Taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara monokultur,


(8)

tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim (Anonima, 2009).

Waluh atau buah labu perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sulit, baik pembibitannya, perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat. Tanaman ini dapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah pekarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam di daerah tropis maupun subtropis (Hidayah, 2010).

Labu kuning mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning. Secara lengkap labu kuning mempunyai kandungan gizi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi zat gizi labu kuning per 100 g bahan

Komponen Jumlah

Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (g) b.d.d (%) 29 1,1 0,3 6,6 45 64 1,4 180 0,08 52 91,2 77 Sumber: Departemen Kesehatan RI (1996)

Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 g per hari.


(9)

Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar 3 cm dan rasanya agak manis. Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Buah labu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan keras, sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi, keluarnya air melalui proses penguapan, maupun masuknya udara penyebab proses oksidasi. Hal tersebutlah yang menyebabkan labu kuning relatif awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya. Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan labu pada skala rumah tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah sekaligus (Anonimb, 2010).

Secara taksonomi labu kuning dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Familia : Cucurbitaceae Genus : Cucubita

Spesies : Cucubita moschata Duch (Anonimb, 2010).


(10)

B. Roti Manis

Roti manis merupakan salah satu produk olahan dari tepung gandum yang banyak digemari masyarakat karena rasanya yang enak. Dalam berbagai bentuknya, roti dijadikan pula sebagai makanan pokok penduduk beberapa negara di dunia. Roti didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dengan atau tanpa penambahan bahan lain dan bahan tambahan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia, 1995).

Roti memiliki jumlah kalori yang cukup tinggi. Komposisi kimia yang terdapat pada roti antara lain karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin yang dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 2. Komposisi kimia roti manis tiap 100 g bahan

Komposisi kimia Roti manis

Air (g) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (UI) Viamin B1 (UI) Vitamin C (UI)

40 49,7 7,9 1,5 20 140 2,5 0 0,15 0 Sumber : Poedjiadi, 1994

Kualitas roti secara umum disebabkan karena variasi dalam penggunaan bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang digunakan mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka roti yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Jenis dan mutu produk bakeri sangat


(11)

bervariasi tergantung jenis bahan-bahan dan formulasi yang digunakan dalam pembuatannya (Wahyudi, 2003). Mutu roti ditentukan oleh beberapa faktor yaitu volume roti, sifat fisik, kimia, dan sifat oganoleptiknya. Syarat mutu roti dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Syarat mutu roti (SNI 01-3840-1995)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

roti manis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Keadaan: Kenampakan Bau Rasa Air

Abu (tidak termasuk garam)

Abu yang tidak larut dalam asam NaCl Gula Lemak Serangga/belatung Bahan tambahan makanan - Pengawet - Pewarna

- Pemanis buatan - Sakarin siklamat Cemaran logam: - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Tembaga (Cu) - Seng (Zn)

Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba - Angka lempeng total - E. coli

- Kapang

- - - % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b % b/b - mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Koloni/g APM/g Koloni/g Normal tidak berjamur Normal Normal Maks 40 Maks 3,0 Maks 3,0 Maks 2,5 Maks 8 Maks 3,0 Tidak boleh ada

Negatif Maks. 0.05 Maks. 1.0 Maks. 10.0 Maks. 40.0 Maks. 0.5 Maks. 106 < 3 Maks. 104 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1995)


(12)

C. Bahan Baku Utama

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan roti adalah terigu dan tepung labu kuning.

1. Tepung Terigu

Pada umumnya bahan dasar dalam pembuatan roti adalah tepung terigu. Komponen terpenting yang membedakan dengan bahan lain adalah kandungan protein yaitu gluten. Protein ini pada kondisi tertentu misalnya dalam pengadonan bila dicampur dengan air akan dapat membentuk massa yang elastis dan dapat direntangkan. Gluten menentukan mutu roti khususnya struktur produk roti dan memberikan kekuatan pada adonan untuk menahan gas dari aktivitas ragi. Gliadin mempengaruhi volume pengembangan adonan, memberikan elastisitas dan kekuatan untuk perenggangan terhadap gluten. Hal itulah yang

memungkinkan produk roti mengembang dengan struktur berongga – rongga yang halus dan seragam serta tekstur yang yang lembut serta elastis. Oleh karena itu, sifat tersebut sangat penting dalam pembuatan roti (Anonimd, 2010).

Dalam penggilingan tepung gandum dan pembuatan roti dikenal istilah tepung lemah dan tepung kuat. Tepung kuat (hard wheat) adalah tepung terigu yang mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapai konsistensi adonan yang tepat untuk pembuatan roti, dan adonan tersebut memiliki sifat elastis yang baik sehingga dapat menghasilkan roti dengan remah yang halus, tekstur yang lembut, dan volume pengembangan yang besar dan mengandung 11-13% protein.


(13)

Tepung ini cocok untuk pembuatan roti dan produk bakeri yang dikembangkan dengan ragi (Bogasari, 2010).

Tepung sedang (medium wheat) mengandung 10-11%. Sebagian orang

mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna. Dibuat dari campuran tepung kuat dan tepung lemah sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin (Bogasari, 2010).

Tepung lemah (soft wheat) adalah tepung terigu yang sedikit saja dapat menyerap air dan hanya mengandung 8-9% protein, adonan yang terbentuk kurang

ekstensibel dan kurang elastis sehingga kurang cocok digunakan untuk pembuatan roti, biasanya cocok bila digunakan untuk pembuatan cake atau bolu, biskuit, cookies dan cracker. Tepung kuat biasanya berwarna krem, terasa kering bila dipegang, tidak menggumpal kalau digenggam dan mudah menyebar kalau ditabur. Tepung lemah mempunyai warna yang lebih putih, mudah menggumpal jika digenggam, demikian juga apabila ditabur tepung tidak mudah menyebar karena terdapat gumpalan – gumpalan kecil (Bogasari, 2010).

2. Tepung Labu Kuning

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah


(14)

satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (Anonimc, 2009).

Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu kuning dipilih dengan tingkat kematangan mature. Kemudian dilakukan pemblansingan dengan suhu dibawah 85oC selama 5-10 menit, didinginkan, lalu dikupas kulitnya dan dibelah-belah, kemudian ditimbang sebanyak 1 kg, lalu dilakukan

pengeringan dengan suhu 75oC selama 7 jam. Setelah itu, dilakukan penggilingan dan penepungan dengan menggunakan saringan (80 mesh) (Hendrasty, 2003).

Tepung labu kuning mengandung karbohidrat 77,65%, lemak 0,08%, protein 5,04%, air 11,14%, abu 5,89% (Widowati et al., 2001). Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang, tepung sukun, tepung ubi kayu, dan tepung ubijalar.

Tabel 4. Komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan

Komoditas Kadar (%)

Air Abu Protein Lemak Karbohidrat

Pisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01

Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03

Labu kuning 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65

Ubi kayu 7,80 2,22 1,60 0,51 87,87

Ubi jalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,95


(15)

D. Bahan Baku Tambahan

Bahan baku tambahan pada pembuatan roti antara lain susu bubuk, ragi, mentega, gula, bread improver, kuning telur, air, dan garam.

1. Susu Bubuk

Tujuan pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah memperbaiki gizi karena susu mengandung protein (kasein), gula laktosa dan kalsium, memberikan pengaruh terhadap warna kulit (terjadi pencoklatan protein dan gula), dan

digunakan untuk mengoles permukaan roti, memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya, menghasilkan kulit yang enak dan crispy serta bau aromatik (Dean, 2007).

Susu bubuk yang biasa digunakan adalah susu skim atau susu krim. Keuntungan susu skim adalah kandungan air dan kandungan lemaknya rendah sehingga dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat tengik. Kadar air susu skim adalah 2,5% dan kandungan lemaknya 1,1%. Sebaiknya penyimpanan susu bubuk senantiasa dijaga agar tetap kering, hal ini dilakukan karena susu bubuk bersifat sangat rentan terhadap kerusakan dari lingkungan terutama air (Muchtadi, 2009).

2. Ragi Roti

Ragi roti atau yeast adalah mikroorganisme hidup jenis khamir yang sering disebut Saccharomyces cerevisiae, berkembang baik melalui cara membelah diri atau budding. Yeast memfermentasikan adonan sehingga menghasilkan gas


(16)

karbondioksida yang akan mengembangkan adonan. Jika proses fermentasi terkendali dengan baik, maka akan menghasilkan produk bakeri seperti roti dan donat yang baik, dalam arti mempunyai volume dan tekstur yang baik serta cita rasa yang enak.

Proses fermentasi oleh ragi juga berhubungan dengan aktivitas enzim yang terdapat pada ragi. Enzim yang terdapat pada ragi adalah invertase, maltase dan zymase. Gula pasir atau sukrosa tidak difermentasi secara langsung oleh ragi (Buckle et al., 1987).

Menurut Desrosier (1988) invertase mengubah sukrosa menjadi gula reduksi (glukosa dan fruktosa) yang difermentasi secara langsung oleh ragi. Sukrosa dalam adonan akan diubah menjadi glukosa pada tahap akhir mixing. Maltase mengubah malt sugar atau maltosa yang ada pada malt syrup menjadi dekstrosa. Dekstrosa difermentasi secara langsung oleh ragi. Zymase mengubah gula reduksi dan dekstrosa menjadi gas karbondioksida yang akan menyebabkan adonan menjadi mengembang dan terbentuk alkohol.

Reaksi yang dihasilkan dari aktivitas enzim invertase, maltase, dan zymase dapat dilihat pada Gambar 1.

C12H22O11 + H2O 2 C6H12O6

Sukrosa + air gula reduksi C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Dekstrosa etil alkohol + karbondioksida


(17)

Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses aerasi adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida, sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. Pengkondisian dari gluten ini akan

memungkinkan untuk mengembangkan gas secara merata dan menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses fermentasi (Desrosier, 1988).

3. Gula

Gula yang biasa digunakan dalam pembuatan roti adalah gula sukrosa (gula putih dari tebu atau beet) baik berbentuk kristal maupun berbentuk tepung, tetapi ada juga roti yang menggunakan gula merah yaitu roti gambang. Penggunaan gula pada pembuatan roti bertujuan untuk, memberi rasa manis, menyediakan makanan bagi ragi dalam fermentasi, membantu dalam pembentukan krim dari campuran, memperbaiki tekstur produk, membantu memepertahankan air sehingga

memperpanjang kesegaran, menghasilkan kulit (crust) yang baik, dan dapat menambah nilai nutrisi pada produk (Andarwulan, 2011).

Dalam adonan gula dapat menyerap air dan membuat adonan lebih encer atau lengket sehingga perlu diperhatikan dalam penambahan atau pengurangan air agar menghasilkan produk yang baik. Penambahan gula ke dalam adonan bervariasi jumlahnya yaitu 5-20% dari berat tepung. Gula dapat memperlambat aktivitas ragi karena gula meningkatkan tekanan osmotik dari adonan sehigga perlu dilakukan penambahan ragi untuk menjamin kecukupan gas yang diproduksi. Pada proses mixing, pencampuran gula harus merata. Pencampuran gula yang tidak merata akan menyebabkan bintik - bintik hitam pada kulit roti dan


(18)

membentuk lubang besar atau kantong udara pada produk roti (Andarwulan, 2011).

4. Improver

Improver biasa disebut juga pengembang, namun sebenarnya berbeda dengan bahan pengembang kimia (chemical leavening agents). Improver memang berfungsi membantu pengembangan terutama roti dan donat, tetapi tidak

menghasilkan gas pengembang karena senyawa atau bahan yang mengembangkan produk tersebut adalah gas yang dihasilkan oleh ragi (yeast). Bahan pengembang kimia dapat menghasilkan gas dalam adonan sehingga membuat adonan

mengembang tanpa perlu bantuan ragi (Winarno, 1997).

5. Telur

Telur dalam pembuatan roti dapat berfungsi untuk membentuk warna dan flavor yang khas, memperbaiki cita rasa dam kesegaran roti, meningkatkan

pengembangan, meningkatkan nilai gizi dan kelembutan produk, dan digunakan untuk mengoles permukaan roti manis sehingga permukaannya mengkilap. Telur juga akan meningkatkan krim dan jumlah sel udara yang terbentuk. Selama pemanggangan, sel udara mengembang dan uap air yang terbentuk akan

meningkatkan pengembangan. Albumin pada telur menyebabkan pengikatan air yang lebih baik pada remah (crumb) roti. Pada proses baking, lapisan protein ini mengeras dan memberikan struktur yang baik pada remah (crumb). Telur juga memberikan pengaruh emulsifying dengan adanya lesitin sehingga dapat memperbaiki stabilitas crumb. Lesitin sebagian besar terdapat di dalam kuning


(19)

telur yaitu sekitar 7-10% dari total kandungan lemak pada telur. Telur yang digunakan dalam pembuatan bakeri adalah telur ayam (Anonimc, 2010).

6. Air

Air merupakan bahan yang paling murah dalam pembuatan produk bakeri, tetapi sangat vital dan besar peranannya pada produk yang mengembang seperti roti dan donat. Air dalam pembuatan roti diperlukan dalam pembentukan gluten yang berfungsi dalam menentukan konsistensi dan karakteristik rheologis adonan, menentukan mutu produk yang dihasilkan, dan berfungsi sebagai pelarut bahan – bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut menyebar merata dalam tepung, sebagai bahan pengikat yang memungkinkan terjadinya fermentasi adonan. Penentuan jumlah air yang optimum untuk adonan dilakukan dengan cara melihat konsistensi adonan secara visual selama pengadukan. Jika penggunaan air terlalu banyak, adonan akan menjadi lengket dan susah ditangani selama proses pembuatan roti. Sebaliknya jika terlalu sedikit air yang digunakan, produk akhir roti setelah baking akan menjadi keras (Wheat Associates, 1983).

7. Garam

Garam biasanya ditambahkan dalam jumlah kecil, namun peranannya untuk meningkatkan penerimaan konsumen sangat besar. Garam dalam pembuatan roti dapat berfungsi memberi rasa agar tidak hambar, memperkuat cita rasa bahan lain misalnya rasa manis gula akan lebih terasa jika ada garam, mengontrol

perkembangan khamir untuk produk yang dikembangkan dengan ragi,


(20)

pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, dan dapat meningkatkan daya absorpsi air dari tepung, serta mengatur warna kulit roti (Andarwulan, 2011).

Kesalahan pencampuran garam juga bisa membuat masalah dalam fermentasi, misalnya jika ragi dilarutkan dalam air yang telah ditambah garam, maka pertumbuhan ragi akan terhambat dan bisa mengakibatkan fermentasi yang lambat dan cita rasa produk yang kurang baik. Penimbangan garam harus

dilakukan seteliti mungkin jangan memakai sendok atau alat-alat sebagai takaran karena akan sangat besar pengaruhnya terhadap proses fermentasi. Selisih

pemakaian garam lebih dari 1% sudah menghambat proses fermentasi. Selain itu, pada waktu penimbangan bahan-bahan jangan mencampur garam dengan yeast bersama-sama karena garam merupakan racun bagi yeast. Penambahan jumlah garam yang terlalu banyak akan menurunkan kemampuan gluten dalam menahan gas, sebaliknya jika terlalu sedikit garam yang digunakan akan menyebabkan adonan menjadi hambar dan akan mengurangi volume adonan, karena gluten tidak mempunyai daya regang yang cukup. Jika tidak ada garam yang ditambahkan kedalam adonan maka hasilnya adalah kulit akan terlihat sangat pucat dan terjadi pengerutan pada roti dan rasanya tidak akan memuaskan (Nurzane, 2010).


(21)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2012 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas

Lampung dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung.

B. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu kuning (Cucurbita maxima) dengan tingkat kematangan mature yang diperoleh dari petani daerah Metro dan terigu merk Cakra Kembar yang diperoleh dari alfamart Bandar Lampung. Bahan tambahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu bubuk merk Dancow, mentega merk Blue Band, gula pasir merk Gulaku, telur ayam negeri, ragi merk Fermipan, air, garam, bread improver (pengembang adonan) merk Baker Bonus yang diperoleh dari supermarket Chandra, serta bahan kimia yang digunakan untuk analisis. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, pisau, oven pemanggangan, sendok, baskom, plastik, loyang,


(22)

C. Metode Penelitian

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan delapan taraf perlakuan yaitu formulasi tepung labu kuning dan terigu (F) terdiri dari F1 (0:100)%, F2 (5:95)%, F3 (10:90)%, F4 (15:85)%, F5 (20:80)%, F6 (25:75)%, F7 (30:70)%, F8 (35:65)% dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlet dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan mengetahui pengaruh antar perlakuan. Data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pembuatan tepung dari buah labu kuning dilakukan dengan menggunakan metode Hendrasty (2003) yang dimodifikasi. Labu kuning dipilih dengan tingkat

kematangan mature. Kemudian dilakukan blansing dengan memakai uap air pada suhu 85oC selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pengupasan kulit dari buah labu, daging buah labu dicuci bersih dan dilakukan pengecilan ukuran dengan menggunakan serutan sawut yang menghasilkan ketebalan 22 mm, lebar 3 mm, panjang 50 mm. Selanjutnya dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 75oC selama 7 jam sehingga kadar air yang dihasilkan sebesar 10%. Setelah itu,

dilakukan penggilingan dengan hammer mill dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Proses pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 1.


(23)

Gambar 2. Proses pembuatan tepung labu kuning yang dimodifikasi (Hendrasty, 2003)

Labu Kuning (mature)

Blansing (T 85oC; t 10 menit)

Kulit labu kuning

Pencucian

Pengecilan ukuran

(ketebalan 22 mm, lebar 3 mm, panjang 50 mm)

Air

Penggilingan (hammer mill) Pengeringan dengan oven (T 75oC; t 7 jam, kadar air 12%)

Tepung Labu Kuning Pengayakan

(80 mesh) Pengupasan

Daging buah labu


(24)

2. Pembuatan Roti Manis

Setiap ulangan untuk satu formulasi menggunakan bahan baku utama yaitu tepung labu kuning dan terigu sesuai perlakuan yang telah ditetapkan menggunakan formulasi sebagai berikut : F1 (0:100)%, F2 (5:95)%, F3 (10:90)%, F4 (15:85)%, F5 (20:80)% , F6 (25:75)%, F7 (30:70)%, F8 (35:65)%. Selanjutnya masing-masing formula ditambahkan bahan tambahan seperti susu bubuk 2,5 g, ragi 1,5 g, mentega 5 g, gula 18 g, bread improver 1 g, kuning telur 6 g, air 15 ml, garam 0,2 g. Formula pada pembuatan roti manis dapat dilihat pada Tabel 5. Selanjutnya dilakukan pencampuran antara bahan baku dan bahan tambahan dan dilakukan pengadonan sampai kalis. Setelah itu, dilakukan pematangan adonan (fermentasi) pertama dengan suhu 35oC selama 120 menit dengan cara menutup permukaan panci yang berisi adonan dengan kain. Selanjutnya dilakukan pencetakan adonan dengan ukuran setengah bola. Setelah dilakukan pencetakan, kemudian dilakukan pemanggangan dengan oven pemanggang roti pada suhu 175ºC selama 12 menit. Selanjutnya roti manis diangkat dan didiamkan pada suhu kamar. Proses


(25)

Gambar 3. Proses pembuatan roti manis yang dimodifikasi (Bogasari, 2010)

Tabel 5. Formula pembuatan roti manis

Formulasi F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Tepung labu kuning (g)

0 5 10 15 20 25 30 35

Tepung terigu (g) 100 95 90 85 80 75 70 65 Susu bubuk (g) 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 Ragi (g) 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

Mentega (g) 5 5 5 5 5 5 5 5

Gula (g) 18 18 18 18 18 18 18 18

Bread improver (g) 1 1 1 1 1 1 1 1

Kuning telur (g) 6 6 6 6 6 6 6 6

Air (ml) 15 15 15 15 15 15 15 15

Garam halus (g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 Sumber: Bogasari (2003) dimodifikasi

Tepung terigu : Tepung labu kuning sesuai formulasi

Pencampuran

(bahan baku dan bahan tambahan)

Pengadonan sampai kalis

Pematangan adonan (T 35oC, t 120 menit)

Pencetakan adonan setengah bola (berat 50 g)

Bahan Tambahan : - susu bubuk 2,5 g - ragi 1,5 g

- mentega 5 g - gula 18 g

- bread improver 1 g - kuning telur 6 g - air 15 ml - garam 0,2 g

Pemanggangan dalam oven (T 175 ºC, t 12 menit)


(26)

E. Pengamatan 1. Pengamatan Utama

Parameter pengujian untuk pengamatan utama meliputi derajat pengembangan adonan dan uji organoleptik. Roti manis dengan formulasi terbaik dilakukan analisis proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat.

1.1 Derajat Pengembangan Adonan

Pengukuran derajat pengembangan adonan dilakukan dengan cara mengukur volume adonan roti sebelum dan sesudah proofing akhir (Pyler, 1973 dalam Sartika, 2002). Pengukuran volume adonan sebelum proofing (a) dilakukan dengan pembentukkan adonan dan diukur dengan menggunakan penggaris. Selanjutnya dilakukan pengukuran volume setelah proofing (b) dengan cara yang sama. Derajat pengembangan adonan dapat dihitung sebagai berikut:

Derajat Pengembangan Adonan = b – a x 100% a

Keterangan : a = volume roti sebelum proofing b = volume roti setelah proofing

1.2 Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan adalah dengan menggunakan uji skoring meliputi pengujian terhadap warna, tekstur, rasa, dan aroma, sedangkan untuk penerimaan keseluruhan dilakukan dengan uji hedonik. Penilaian dilakukan dengan


(27)

Nawansih, 2006). Adapun skor penilaian uji organoleptik rooti manis dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Penilaian uji organoleptik roti manis.

Nama : Produk : Roti manis

Tanggal :

Dihadapan Anda disajikan sampel roti manis. Anda diminta untuk mengevaluasi sampel tersebut satu-persatu, yaitu warna, tekstur, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan. Berikan penilaian anda dengan cara menuliskan skor di bawah kode sampel pada tabel penilaian berikut :

Penilaian 279 114 253 388 513 244 242 212 Warna

Tekstur

Rasa Manis

Aroma Penerimaan keseluruhan

Keterangan skor mutu uji skoring roti manis :

1. Warna 2. Tekstur

Kuning kecoklatan : 5 Sangat lembut : 5

Kuning : 4 Lembut : 4

Coklat kekuningan : 3 Agak lembut : 3

Coklat : 2 Keras : 2

Coklat tua : 1 Sangat keras : 1

4. Aroma 3. Rasa Manis

Sangat khas roti labu : 5 Sangat manis : 5

Khas roti labu : 4 Manis : 4 Agak khas roti labu : 3 Agak manis : 3 Tidak khas roti labu : 2 Tidak manis : 2 Sangat tidak khas roti labu : 1 Sangat tidak manis : 1 Keterangan uji hedonik roti manis : 5. Penerimaan keseluruhan Sangat suka : 5

Suka : 4

Agak suka : 3

Tidak suka : 2


(28)

2. Analisis Proksimat Perlakuan Terbaik 2.1 Kadar Air

Kadar air roti manis diuji dengan metode gravimetri (AOAC, 1995). Sejumlah sampel (5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 ºC hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar air (% bb) = (a - b) x 100% c

keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel awal (g) c = berat sampel awal (g)

2.2 Kadar Abu

Pengujian kadar abu roti manis dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri (AOAC, 1995). Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 400-600oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dipijarkan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang dan dilakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus:


(29)

Kadar abu = a x 100% b

keterangan : a = berat abu (g) b = berat sampel (g)

2.3 Kadar Lemak

Kadar lemak roti manis diuji menggunakan metode soxhlet (AOAC, 1995). Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110oC,

didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah berisi pelarut kloroform. Reflux dilakukan selama 5 jam (minimum) dan pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar lemak (%) = a x 100% b

keterangan : a = berat lemak (g) b = berat sampel (g)

2.4 Kadar Protein

Kadar protein roti manis diuji dengan metode Gunning (AOAC, 1995). Sejumlah kecil sampel (kira-kira membutuhkan 3-10 ml HCl 0,01 N atau 0,02 N) yaitu sekitar 0,1 g ditimbang dan diletakkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan 10 g K2S atau Na2SO4 anhidrat dan 10-15 ml H2SO4 pekat. Kalau


(30)

dididihkan selama 1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi. Labu Kjeldahl dipanaskan sampai ammonia menguap semua, distilat ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sudah diberi indicator phenol ptalein 1% beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah destilat tertampung sebanyak 150 ml atau setelah destilat yang keluar tak bersifat basis. Penetapan untuk blanko juga dilakukan.

Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus:

100% sampel mg 14,007 x HCl N 0,1 x blanko) HCl ml HCl (ml N %

Kadar protein = % N x faktor konversi (6,25)

2.5 Kadar Serat Kasar

Sampel sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml kemudian ditambah dengan H2SO4 0,3 N dibawah pendingin balik kemudian dididihkan

selama 30 menit dengan kadang-kadang digoyang-goyangkan. Suspensi disaring dengan kertas saring, dan residu yang didapat dicuci dengan air mendidih hingga tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus). Residu dipindahkan ke dalam erlenmeyer, sedangkan yang tertinggal di kertas saring dicuci kembali dengan 200 ml NaOH mendidih sampai semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Sampel didihkan kembali selama 30 menit dan disaring sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10%, Residu dicuci dengan 15 ml alkohol 95%, kemudian kertas


(31)

saring dikeringkan pada 110oC sampai berat konstan lalu ditimbang (AOAC, 1995). Perhitungan kadar serat kasar dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar serat kasar (%) = c – a x 100% b

keterangan : a = berat kertas saring (g) b = berat sampel (g)

c = berat kertas saring + residu (g)

Kadar Karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat roti manis dilakukan dengan cara perhitungan kasar dengan menggunakan rumus:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (P + KA + A + L + S)

Keterangan : P = kadar protein (%) KA = kadar air (%) A = abu (%)

L = kadar lemak (%) S = kadar serat kasar (%)


(32)

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Formulasi tepung labu kuning dan terigu dengan perbandingan (F3) 10:90 menghasilkan roti manis terbaik dengan derajat pengembangan adonan sebesar 2,51%, skor warna 4,07 (kuning), tekstur 3,43 (agak lembut), rasa 3,50 (manis), aroma 3,00 (agak khas labu), dan penerimaan keseluruhan 3,70 (suka).

2. Hasil analisis proksimat formula F3 yaitu kadar air, abu, lemak, protein, serat kasar, dan karbohidrat sebesar 18,90%, 1,18%, 8,63%, 9,47%, 3,11%, dan 58,71%.

B. Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian penggunaan tepung labu kuning untuk produk lain seperti crakers untuk mengurangi penggunaan terigu.


(33)

FORMULASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN

SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS (Skripsi)

Oleh

INDRA PRATAMA PUTRA AZIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(34)

FORMULASI TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN

SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS

Oleh

Indra Pratama Putra Azis Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(35)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses fermentasi ragi ... 14

2. Proses pembuatan tepung labu kuning ... 21

3. Proses pembuatan roti manis Bogasari ... 23

4. Labu kuning ... 58

5. Blansing labu kuning ... 58

6. Sawut ... 59

7. Pengeringan sawut ... 59

8. Penggilingan sawut ... 60

9. Tepung labu kuning... 60

10. Bahan bahan pembuatan roti manis ... 61

11. Pencampuran bahan-bahan roti manis ... 61

12. Pembentukan adonan ... 62

13. Pemanggangan roti manis ... 62

14. Roti manis ... 63


(36)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kerangka Pemikiran ... 2

D. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 5

B. Roti Manis ... 8

C. Bahan Baku Utama ... 10

1. Tepung Terigu ... 10

2. Tepung Labu Kuning ... 11

D. Bahan Baku Tambahan ... 13

1. Susu Bubuk ... 13

2. Ragi Roti ... 13

3. Gula ... 15

4. Improver ... 16

5. Telur ... 16

6. Air ... 17

7. Garam ... 17

III. BAHAN DAN METODE ... 19

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

B. Bahan dan Alat ... 19

C. Metode Penelitian ... 20

D. Pelaksanaan Penelitian ... 20

1. Pembuatan Tepung Labu Kuning ... 20

2. Pembuatan Roti Manis ... 22

E. Pengamatan ... 24


(37)

1.1. Derajat Pengembangan Adonan ... 24

1.2. Uji Organoleptik ... 24

2. Analisis Proksimat Perlakuan Terbaik. ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Derajat Pengembangan Adonan ... 31

B. Uji Organoleptik... 31

1. Warna ... 31

2. Tekstur ... 33

3. Rasa ... 34

4. Aroma ... 35

5. Penerimaan Keseluruhan ... 37

C. Pemilihan dan Analisis Proksimat Perlakuan Terbaik ... 38

1. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 38

2. Analisis Proksimat Perlakuan Terbaik ... 39

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAMPIRAN ... 45

Tabel 15-44 ... 46


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2004. Labu Kuning.

http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/publikasi/LT_2004.pdf. Diakses pada tanggal 28 April 2012.

Anonimb. 2010. Labu Kuning (Cucurbita moschata Duchenes).

http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklopedia-tanaman-anti-kanker/l/labu-kuning/. Diakses pada tanggal 28 April 2012

Anonimc. 2009. Ribuan Khasiat Labu Kuning Sungguh Luar Biasa.

http://www.suaramedia.com/gaya-hidup/makanan/20255-ribuan-khasiat-labu-kuning-sungguh-luar-biasa.html. Diakses pada tanggal 28 April 2012.

Anonimd. 2010. Memahami Proses Pengolahan Roti.

http://www.pipimm.org/cetak?id=65. Diakses pada tanggal 13 Juni 2012. Anonime. 2009. Mengenal Bread Improver Dan Para Pemainnya.

http://www.bakeryindonesiamag.com. Diakses pada tanggal 13 Juni 2012. Andarwalun, N. 2011. Garam dan Gula dalam Adonan Roti. Jurusan Ilmu dan

Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist. Washington D.C.

Bogasari. 2003. www.bogasari.com. Diakses pada tanggal 3 agustus 2012. Bogasari. 2010. Pengolahan Roti. Arsip BBC. Palembang.

Buckle, K.A., R.A. Edwards , Fleet G.H., Wootton M. 1987. Ilmu Pangan Edisi kedua. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. UI Press. Jakarta.

Dean, J. 2007. Soft Bread. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.


(39)

Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Fennema, O.R. 1985. Food Chemistry (4th Ed). Marcel Dekker, Inc. New York. Gafar, S. 2010. Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung: Belajar Dari Pengelolaan

Berbasis Terigu. http://www.wordpress.org/diversifikasi-pangan-berbasis-tepung-belajar-dari-pengelolaan-berbasis-terigu.html. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2012.

Hendrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hendrasty, H.K. 2007. Tepung Labu Kuning. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hidayah, R. 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh).

http://www.borneotribune.com/citizen-jurnalism/manfaat-dan-kandungan-gizi-labu-kuning-waluh.html. Diakses pada tanggal 28 April 2012.

Khusniati, T. dan A. Yani. 1992. Penambahan Tepung Tapioka Dalam Pembuatan Roti Tawar Dengan Menggunakan Ragi Saccaromyces cerevisiae. Bogor. Puslitbang Biologi – LIPI.

Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga. Bhratara. Jakarta.

Muchtadi, D. 2009. Prinsip Teknologi Pangan Sumber Protein. Alfabeta. Bandung. Mudjajanto, E. S. dan L.N. Yulianti. 2007. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya.

Bogor.

Ningrum, I. R. 2006. Eksperimen Pembuatan Roti Tawar Dengan menggunakan Jenis Lemak Yang Berbeda. (Skripsi). Unnes. Semarang.

Nuraini, F. dan O. Nawansih. 2006. Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nurzane. 2010. Pengetahuan Tentang Penggunaan Garam Dalam Patiseri. http://nurzanepastry.blogspot.com. Diakses pada tanggal 26 Juni 2012. Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. UI – Press. Universitas Indonesia. 472


(40)

Pomerantz, Y. dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Sartika. 2002. Pengaruh Formulasi Tepung Terigu, Singkong, Dan Kedelai

Terhadap Sifat Organoleptik, Fisik, Dan Kimia Roti Manis. (Skripsi). Unila. Bandar Lampung.

SNI 01-3840-1995. 1995. Syarat Mutu Roti. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Jakarta.

Wheat Associates, U.S. 1983. Pedoman Pembuatan Roti Dan Kue. Penerjemah IKAPI, Jakarta. Upima. Jakarta. 287 hlm.

Widowati, S., O. Komalasari, dan D. Rahmawati. 2003. Pumpkin (Cucurbita

moschata) an Alternative Staple Food and Other Utilization in Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Widowati, S., Suismono, Suarni, Sutrisno, dan O. Komalasari. 2001. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.


(41)

Judul Skripsi : FORMULASI TEPUNG LABU KUNING

(Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS

Nama Mahasiswa : Indra Pratama Putra Azis Nomor Pokok Mahasiswa : 0814051047

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc. Ir. Susilawati, M.Si.

NIP. 196804096 199303 1 002 NIP. 19610806 198702 2 001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Ir. Susilawati, M.Si.


(42)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc.

Sekretaris : Ir. Susilawati, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 1987021001


(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 21 Agustus 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Zulkarnain dan Ibu Eliya sari. Pendidikan Taman Kanak-Kanak diselesaikan tahun 1996 di TK Trisula I Rawa Laut Bandar Lampung. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Rawa Laut Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila). Tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Ambarawa, Kecamatan Ambarawa. Tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di Di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah dengan judul “Mempelajari Penanganan Bahan Baku dan Peralatan Proses Pembuatan Bioetanol di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah”.


(44)

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Formulasi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dan Terigu Terhadap Derajat Pengembangan Adonan dan Sifat Organoleptik Roti Manis” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian serta Pembimbing Kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan juga kritik selama proses penyelesaian skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc., selaku Pembimbing Pertama atas bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;

4. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku Penguji yang telah memberikan kritik, nasehat, dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini;


(45)

6. Ayah, Ibu, dan kedua adik saya Ryan Saputra Azis dan Meissy Kurnia Azis serta Novita Sari atas dukungan moral maupun material dan doa yang selalu diberikan kepada Penulis;

7. Teman-teman THP 2008 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu; 8. Segenap Bapak dan Ibu dosen atas ilmu yang diberikan serta semua pihak

yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu atas bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2013

Penulis,


(1)

44

Pomerantz, Y. dan Shellenberger. 1971. Bread Science and Technology. AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Sartika. 2002. Pengaruh Formulasi Tepung Terigu, Singkong, Dan Kedelai

Terhadap Sifat Organoleptik, Fisik, Dan Kimia Roti Manis. (Skripsi). Unila. Bandar Lampung.

SNI 01-3840-1995. 1995. Syarat Mutu Roti. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Wahyudi. 2003. Memproduksi Roti. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Jakarta.

Wheat Associates, U.S. 1983. Pedoman Pembuatan Roti Dan Kue. Penerjemah IKAPI, Jakarta. Upima. Jakarta. 287 hlm.

Widowati, S., O. Komalasari, dan D. Rahmawati. 2003. Pumpkin (Cucurbita

moschata) an Alternative Staple Food and Other Utilization in Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Widowati, S., Suismono, Suarni, Sutrisno, dan O. Komalasari. 2001. Petunjuk Teknis Proses Pembuatan Aneka Tepung dari Bahan Pangan Sumber Karbohidrat Lokal. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.


(2)

Judul Skripsi : FORMULASI TEPUNG LABU KUNING

(Cucurbita maxima) DAN TERIGU TERHADAP DERAJAT PENGEMBANGAN ADONAN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK ROTI MANIS

Nama Mahasiswa : Indra Pratama Putra Azis Nomor Pokok Mahasiswa : 0814051047

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc. Ir. Susilawati, M.Si.

NIP. 196804096 199303 1 002 NIP. 19610806 198702 2 001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Ir. Susilawati, M.Si.


(3)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc.

Sekretaris : Ir. Susilawati, M.Si.

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 1987021001


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 21 Agustus 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Zulkarnain dan Ibu Eliya sari. Pendidikan Taman Kanak-Kanak diselesaikan tahun 1996 di TK Trisula I Rawa Laut Bandar Lampung. Pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Rawa Laut Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 12 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi kampus, yaitu di Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung (HMJ THP FP Unila). Tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Ambarawa, Kecamatan Ambarawa. Tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum di Di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah dengan judul “Mempelajari Penanganan Bahan Baku dan Peralatan Proses Pembuatan Bioetanol di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung Tengah”.


(5)

i

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Formulasi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dan Terigu Terhadap Derajat Pengembangan Adonan dan Sifat Organoleptik Roti Manis” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Hasil Pertanian di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian serta Pembimbing Kedua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan juga kritik selama proses penyelesaian skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Subeki, M.Si., M.Sc., selaku Pembimbing Pertama atas bimbingan dan saran yang diberikan selama penulisan skripsi;

4. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku Penguji yang telah memberikan kritik, nasehat, dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini;


(6)

ii 6. Ayah, Ibu, dan kedua adik saya Ryan Saputra Azis dan Meissy Kurnia Azis

serta Novita Sari atas dukungan moral maupun material dan doa yang selalu diberikan kepada Penulis;

7. Teman-teman THP 2008 yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu; 8. Segenap Bapak dan Ibu dosen atas ilmu yang diberikan serta semua pihak

yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu atas bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan mereka. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Februari 2013

Penulis,