28 yang dituliskan peneliti. Selama wawancara berlangsung,
peneliti merekam semua proses pembicaraan dengan menggunakan voice recorder pada handphone dan sebuah
buku tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan mendukung hasil wawancara.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskriptif Partisipan
a. Gambaran Umum Riset Partisipan 1
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur :71 Tahun
Agama : Kristen
Status pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Pensiun PNS
Ny.R adalah ibu dari 6 saudara, anak pertama Ny.R adalah anak yang mengalami gangguan jiwa. Ny. R
sekarang tinggal berdua dengan anak pertamanya, sedangkan suaminya sudah meninggal sejak tahun 2004.
Setiap hari Ny.R berjualan di rumahnya dan mengurus anak pertamanya, yang kondisinya belum stabil.
b. Gambaran Umum Riset Partisipan 2
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 74 Tahun
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah Pekerjaan
: Pedagang keliling Ny. I berusia 74 tahun dengan jenis kelamin wanita,
Ny.I mempunyai anak yang berjumlah 11 orang dan anak terakhir bernama sdr.Y yang saat ini terkena gangguan
jiwa, Ny.I dan sdr.Y tinggal bersama dalam satu rumah, Suami Ny.I sudah meninggal sedangkan anak-anaknya
sudah menikah dan berkeluarga sendiri-sendiri tetapi setiap hari anak-anak Ny.I setiap hari pulang untuk
menjenguk sdr. Y untuk mengurusi dan memandikan sdr.Y.
a. Gambaran Umum Riset Partisipan 3
Nama : Nn. W
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 Tahun
Agama : Islam
30 Status pernikahan : Belum menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Nn. W adalah adik dari sdr. P. sdr. P adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa. sdr. P sangat dekat
dengan adiknya Nn.W saat ini Nn. W bekerja di Semarang. Mereka tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.
4.2.2 Observasi
Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa, yang dilakukan oleh partisipan 1, partisipan 2 dan partisipan 3 adalah: Ny. R merawat anaknya dan
membimbing anaknya agar bisa lebih mandiri dan tidak minder dengan lingkungan, mengajak komunikasi dengan
anaknya dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Sedangkan penanganan yang dilakukan keluarga terhadap
pasien gangguan jiwa pada Ny. I dalam kesehariannya ia merawat anaknya seperti biasa saja, dia memberikan makan
dan memandikan anaknya. Tetapi terlihat saat peneliti melakukan observasi terlihat bahwa anaknya tidak stabil,
peneliti mengatakan tidak stabil karena pada saat wawancara anaknya marah-marah tidak jelas dan berbicara sendiri
dengan gaya ingin memukul orang, Ny.I juga mengatakan
bahwa anakanya tidak pernah berobat, jika anak mengamuk maka keluarga hanya membiarkannya saja dan memaklumi
anaknya sakit hal tersebut Ny.I beranggapan bahwa anaknya merupakan kerasukan setan. Observasi berikutnya dilakukan
pada Nn.W peneliti datang kerumah Nn.W bersama ibu RT maka peneliti diijinkan masuk dan keluarga bersedia untuk
diwawancarai. Peneliti mengamati bahwa keluarga ini sangat memperhatikan kondisi sdr.P mereka selalu memberikan
dukungan kepada sdr.P agar cepat sembuh dan selalu memberikan support agar selalu meminum obat dengan
teratur.
4.2.3 Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa
Hasil penelitian terkait dengan pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa partisipan 1, partisipan 2, dan
partisipan ke 3 adalah : Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, pada
Ny.R dalam pengetahuannya tidak mengerti tentang gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya
“RP1 Tidak tahu itu mbak 65-70
Dalam pengetahuan tentang gangguan jiwa Ny.R kurang mengetahui tentang jenis, tingkatan, tanda dan gejala dari
32 gangguan jiwa tetapi peneliti menemukan bahwa Ny. R
menyebutkan bahwa adanya penyebab gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya
“RP1 Ya pengertiannya saya karena kecewa itu tadi 70-75.
“RP1 Ya saya tidak tahu mbk 75-80 “RP1 Ya tidak ada apa-apa kok mbak, ya cuma dari
sekolahan Cuma ngguyu- ngguyu sendiri gitu 80-85.
Hasil pengetahuan tentang gangguan jiwa dari Ny.I dalam memberikan penanganan terhadap anaknya, Ny I juga
kurang pengetahuan tentang gangguan jiwa secara umum. Karena Ny.I beranggapan bahwa anaknya tidak gila hanya
mengalami gangguan roh jahat.
“RP2 Nek gangguan jiwa niku rak edan mbak, la nek mas Y menika kan mboten edan. Nek niki
ngoten saking gangguan roh sing mboten ketok 30-
35”. kalau gangguan jiwa itukan gila mbak, kalau Ms.Y
kan itu tidak gila, kalau ini kan dari gangguan dari roh yang tidak terlihat.
Ny.I juga tidak menyebutkan jenis-jenis gangguan jiwa secara umum, dia hanya mengira bahwa anaknya terkena arwah
yang tidak terlihat. Ny.I lebih menyebutkan apa penyebab dari gangguan jiwa.
“RP 2 Mboten niku mbak. Sak ngertiku yo mung kenging gangguan arwah 35-
40”.
tidak tau itu mbak, ya setahu saya ya Cuma terkena gangguan jiwa.
Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, partisipan 3 dia mengerti
apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa
“RP 3 Setahu aku yo terguncang jiwanya. Nggak kuat mental gitu tok. hmmm 30-
35”.
Sedangkan pada partisipan 3, saat peneliti bertanya tentang pengetahuan keluarga terhadap jenis, tanda gangguan jiwa
juga tidak dapat mengetahui apa itu gangguan jiwa, tetapi pada saat peneliti bertanya tentang tingkatan gangguan jiwa,
partisipan 3 menyebutkan bahwa adanya gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan. Pada saat wawancara
berlangsung, peneliti menemukan adanya penyebab yang di derita oleh sdr.P
“RP 3 Ya mungkin itu ada yang parah dan yang nggak parah dek 35-40
”. “RP 3 Ya kadang ki mbak menyendiri, suka
senyum senyum sendiri itu sih yang aku tahu 40- 45
”. 4.2.4 Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa
pasca perawatan rumah sakit
Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan 1, partisipan 2, dan partisipan 3 dalam penanganan keluarga
terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah
34 sakit. Pada partisipan 1 yang dilakukan oleh Nn.K awalnya
dia dibawa ke psikiater selain itu juga dia dibawa berobat dan ke Solo untuk menjalani perawatan karena Nn.K kondisi
membaik maka yang dilakukan keluarga Nn.K adalah membawa kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas
Kalicacing Salatiga.
“RP1 Ya dibawa ke psikiater, dan diwawancarai selama ada setengah jam begitu dan saya bawa ke
rumah sakit saja to mbak 80-90 ”.
“RP1 Ya obat seperti kemarin, 10 hari kalau disini kalau di rumah sakit solo itu sebulan sekali
obat jalan. Iya rutin, ya kadang-kadang dijajalkan itu. Dulu kan satu butir merahnya itu untuk obat
tidur itu, pada waktu sakitnya masih keras ya. Tapi sekarang seperempat saja sok diminum sok ndak.
Tidurnya sudah bagus dan apa-apanya sudah bagus 130-145
Dalam penanganan keluarga terhadap gangguan jiwa Ny.R sebagai partisipan 1 tidak melakukan tindakan yang
membuat Nn.K terkekang seperti dikurung ataupun dipasung.
“RP1 oh yo tidak, ya tidur dengan saya, waktu dirumah sakit juga dengan saya, tapi yo tidak
penah keluar maksudnya yo kalau ada orang meninggal yo saya ajak biar kumpul kan 150-
15
5”.
Dari partisipan 2 bahwa hasil yang didapat dalam penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit. Penanganan yang dilakukan pasca
perawatan rumah sakit terhadap sdr.Y yaitu bahwa sdr.Y pernah dibawa kerumah sakit jiwa, tidak hanya itu sdr.Y juga
di rehabilitasi oleh keluarganya.
“RP 2 niku men nggih ngantek, terus teng griya sakit niku teng Wedi ping kalih, teng Magelang ping
kalih teng Jakarta, lajeng kula pondoke teng ngriku candi setunggal tahun nggih mboten wonten
perubahan 80-
90”. ya terus sampe dibawa ke rumah sakit di Wedi dua
kali di Magelang dua kali, di Jakarta, terus dia juga penrnah mondok di situ Candi satu tahun tapi ya
tidak ada perubahan.
Peran keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa, tetapi penanganan yang dilakukan oleh Ny.I.
Ny I pernah membawa sdr.Y berobat dan dibawa kerumah sakit namun setelah pulang partisipan 2 mengatakan tidak
ada perubahan, dan pihak keluarga juga pernah memberikan obat setiap saat yang sudah diresepkan oleh
dokter setelah obat habis, keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas sudah disediakan obat, maka pihak keluarga
memutuskan untuk tidak memberikannya lagi sampai saat ini kepada sdr.Y. Ny.I juga beranggapan bahwa sdr.Y tidak
terkena gangguan jiwa. Masalah ini merupakan suatu anggapan keliru terhadap penderita gangguan jiwa, dimana
penderita dianggap sebagai orang yang terkena guna-guna.
36 Sehingga keluarga mencari pengobatan yang dilakukan
adalah pergi ke dukun Simanjuntak 2012.
“RP Niku ngeten lo mbak, ceritane nggih malam sasi suro dijak koncone teng tengaran, nggon
pengunungan mboh apa ya?, terus lebeti arwah sing mboten ketok. La piambake kan mboten kuat lo
mbak langsung ngledak kados kelapa tiba gubrak- gubrak ngoten, sedinten ping gangsal men enten,
lajeng sing ndekei niku pun dipendet kalih, mase sing kerja dados supir ingkang hotel wahid, lajeng
sampun di bucal ning kok nyatane mboten saget medal ngantos kula niku nggolek tiyang puuuuundi
mawon ngantean supaya saget ngetoke niku ngantos sak yahketen 55-73
”. itu gini lo mbak, ceritanya ya malam bulan suro
tanggal jawa diajak temenya ke tengarandi pegunungan atau apa gitu ya ? terus dimasuki
arwah yang tidak terlihat la dia sendiri tidak kuat gitu lo mbak, langsung jatuh seperti kelapa jatuh
gubrak-gubrak seperti itu, sehari lima kali, kakaknya yang kerja jadi supir di Hotel Wahid, langsung
sudah pergi tapi kok ternyata tidak bisa keluar terus saya itu cari orang mannnnnaaa saja supaya bisa
keluarin itu sampe sekarang.
Dalam keterbatasan pengetahuannya setelah sdr.Y keluar dari rumah sakit dia berhenti untuk memberi obat alasanya
karena Ny.I dan keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas terdapat obat untuk orang-orang gangguan jiwa.
“RP Di rumah yo biasa, ndak pernah dikasih obat, la angel og mbak tapi saya le ngurusi repot. Ya pulang dari
rumah sakit itu ya dibawain resep.tapi cari disini gak
ada , apotek gak ada terus sampe sekarang”. 95-100”.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh riset partisipan 3 dalam Penanganan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, mereka pernah membawa sdr.P ke rumah sakit jiwa Magelang untuk diobati
di sana, selain itu juga mereka memberikan obat kepada sdr.P dengan rutin. Partisipan 3 sangat peduli dengan sdr.P
untuk itu partisipan 3 selalu membawa kontrol rutin berobat di Puskesmas.
“RP 3 Itu kata dokter emm saya itu sama keluarga salah memasukan mas P seharusnya direhab, tapi
berhubung dulu itu ngamuk to dek terus tak bawa ke rumah sakit jiwa magelang karena keluaga takut,
disuntik lalu seterusny saya nggak tau 75-83
” “RP 3 2 bulan lebih, yo 3 bulan ee dek 85-86”.
“RP3 Obati dirumah cara-carane obate nggak pernah putus dan makannya juga teratur, sekarang
alhamdulilah agak pulih.kan sedikit-sedikit 89-100.
4.3 Member Check
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan member check
kepada partisipan. Peneliti mengecek data dengan mendatangi lagi partisipan pada tanggal 7-12 Januari 2016.
38 1. Partisipan 1
Setelah dilakukan pengecekan kembali kepada parisipan 1, partisipan 1 menyatakan setuju bahwa
data yang telah diberikan adalah benar. 2. Partisipan 2
Dalam melakukan uji keabsahan data yang dilakukan
pada partisipan 2, partisipan 2
menyatakan setuju dengan data pada saat peneliti melakukan wawancara.
3. Partisipan 3 Setelah dilakukan pengecekan data kembali
kepada partisipan 3, partisipan telah setuju dan data yang diberikan pada saat penelitian benar.
4.4 Pembahasan a. Pengetahuan Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa
Pasca Perawatan Rumah Sakit
Beberapa penyebab pengetahuan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa diantaranya merupakan medis dan
nonmedis. Penyebab medis dalam pengetahuan terhadap gangguan jiwa merupakan penyebab adanya kegagalan
pengobatan dan seringnya kekambuhan karena pasien tidak
disiplin dalam mengkonsumsi obat dengan teratur. Hal tersebut terjadi pada partisipan 2.
Penyebab yang terjadi secara non medis sebagian keluarga dalam pengetahuannya beranggapan bahwa gangguan
jiwa adalah sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kerasukan roh, anggapan keliru ini maka keluarga tidak
membawa pasien berobat dan keluarga menganggap pasien akan sembuh dengan sendirinya, hasil dari penelitian ini terjadi
pada partisipan 2 Selain penyebab, pengetahuan keluarga terhadap pasien
gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit meliputi jenis, tingkatan, tanda, dan gejala gangguan jiwa tetapi dalam
pembahasan ini peneliti lebih menonjolkan kepada penyebab dan penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca
perawatan rumah sakit. Pada partisapan 1 pengetahuan keluarga tentang
gangguan jiwa, partisipan 1 tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya, begitu juga dengan jenis dan
tingkatan gangguan jiwa partisipan belum memahami apa itu jenis dan tingkatan gangguan jiwa tetapi, pada saat peneliti
mewawancarai tentang tanda dari gangguan jiwa, partisipan 1 bisa menjawab dan paham mengenai tanda dari gangguan jiwa.
40 peneliti menyimpulkan partisipan lebih menjawab tentang
penyebab gangguan jiwa. Hasil dari partisipan 2 bahwa pengetahuan tentang
gangguan jiwa partisipan 2 kurang memahami gangguan jiwa secara umum. Partisipan 2 mengatakan bahwa anaknya tidak
terkena gangguan jiwa hanya kerasukan roh, partisipan 2 juga tidak mengetahui tentang jenis, tanda dan tingkatan anaknya
mengalami gangguan jiwa. Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan
keluarga tentang gangguan jiwa, mengerti apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa, tetapi riset partisipan 3 tidak tahu
tentang jenis gangguan jiwa secara umum, partisipan 3 saat peneliti mewawancarai pada tingkatan dan tanda dari gangguan
jiwa, partisipan dapat menjawab. Pengetahuan keluarga berpengaruh dalam kesembuhan
anak dan saudaranya, maka dari itu dari parisipan 1, 2, dan 3 berusaha supaya anggota keluarganya berharap untuk sembuh.
mereka mau berusaha.
b. Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit