Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462011009 BAB IV

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ialah Kota Ambon yang merupakan ibukota Provinsi Maluku. Kota Ambon terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Nusaniwe luas wilayah 8.834,30 Ha, Kecamatan Sirimau luas wilayah 8.681,32 Ha, Kecamatan Teluk Ambon luas wilayah 9.368,00 Ha, Kecamatan Teluk Ambon Baguala luas wilayag 4.011,00 Ha dan Kecamatan Leitimur Selatan luas wilayah 5.050 Ha ( Buku Kota Ambon Dalam Angka 2012).

Kecamatan Teluk Ambon Baguala tepatnya Desa Waiheru merupakan tempat tinggal riset partisipan I dan riset partisipan II dan Desa Passo merupakan tempat tinggal riset partisipan VII. Kecamatan Teluk Ambon tepatnya di Desa Laha merupakan tempat tinggal riset partispan III dan riset partisipan IV. Kecamatan Sirimau tepatnya di Desa Hative kecil merupakan tempat tinggal riset partisipan V dan riset partispan VI. Peneliti mendapatkan informasi keluarga riset partisipan dari Bagian Diklat. Rumah Sakit Khusus Daerah ini pula digunakan peneliti untuk mewancarai keluarga saat berkunjung ke RS. Fasilitas RS sangat baik dalam melayani masyarakat, ada pelayanan poliklinik untuk rawat jalan, berbagai ruangan untuk pelayanan pasien rawat inap yang disesuaikan dengan level gangguan jiwa dan jenis kelamin pasien. Salah satu ruangan yang menjadi wawancara peneliti adalah poliklinik rawat jalan, peneliti ditempatkan di poliklinik rawat jalan karena keluarga pasien lebih banyak kehadirannya dibanding di ruangan rawat inap.


(2)

Kebanyakan keluarga yang mengantar anak atau saudaranya ke poliklinik rawat jalan pernah masuk RSKD dan keluar karena keterbatasan biaya untuk membayar RS dan hanya ke poliklinik rawat jalan untuk meminta obat.

4.1.2 Proses Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang mendeskripsikan secara detail tentang pengaruh stigma dan kebudayaan terhadap pasien dengan gangguan jiwa. Penelitian dilakukan di Kota Ambon, Provinsi Maluku. Sejak pertengahan bulan juni sampai awal bulan juli.

Data yang diperoleh peneliti melalui proses wawancara dan observasi dengan anggota keluarga, tetangga riset partisipan dan masyarakat yang disekitar RS mereka telah bersedia menjadi riset partisipan dan menandatangi surat persetujuan atau Informed Consent . Alat perekam juga membantu peneliti dalam memperoleh data. Waktu wawancara disesuaikan dengan jadwal peneliti dan riset partisipan. Wawancara dilakukan saat keluarga berkunjung ke Rumah Sakit Khusus Daerah Ambon dan selanjutnya di tempat tinggal pasien.

Peneliti mengawali proses penelitian dengan mengurus surat ijin penelitian di bagian Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) yang bertempat di Kantor Gubernur Maluku. Dibutuhkan waktu dua hari untuk surat ijin penelitian ini dibuat. Surat ijin ini akan digunakan peneliti sebagai surat rekomendasi penelitian yang diberikan ke Rumah Sakit Khusus Daerah Ambon.

Proses peneliti dalam menentukan keluarga yang menjadi riset partisipan adalah dengan cara mengunjungi RSKD. Melalui


(3)

RS, peneliti meminta ijin untuk mengambil data tentang pasien yang menderita gangguan jiwa, namun data pasien tidak diberikan karena dirahasiakan.

Data yang diperoleh peneliti juga merupakan hasil observasi yang dilakukan selang beberapa hari setelah peneliti mewawancarai keluarga,tetangga dan masyarakat sekitar. Hal-hal observasi merupakan perilaku sehari-hari keluarga dan tetangga terhadap pasien.

4.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian memaparkan mengenai jawaban riset partisipan selama di lapangan. Data atau hasil tersebut diperoleh peneliti melalui proses wawancara dan observasi terhadap keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar yang menjadi riset partisipan.

4.2.1 Identitas Partisipan Keluarga I Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Ny. N Perempuan 46 Ibu Ibu rumah

tangga

SMP

An.I Laki-laki 19 Anak - -


(4)

4.2.2 Pengaruh Stigma dan Pengaruh Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Pengaruh stigma terhadap pasien dengan gangguan jiwa ditandai dengan pemberian tanda, status ekonomi mempengaruhi stigma pada pasien dengan gangguan jiwa, selalu memutar arah jika melihat pasien dengan gangguan jiwa.

P : Apakah tante kase tanda atau cap seng bagus par orang gila?

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)

RP: Kase tanda kaka, lia orang gila saja su takut.

(RP :Memberikan tanda, melihat individu dengan gangguan jiwa sudah takut)

P : Apa tante pandang kalo status ekonomi itu kase pengaruh tanda negatif par orang gila nh kaseng?

(P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?)

RP : Pengaruh kaka kalau orang yang seng mampu alias ekonomi kurang dong tuh seng suka orang gila apalagi kalau orang gila su bobou denk badaki.

(RP : Status ekonomi mempengaruhi apalagi kalau ekonomi kurang melihat pasien dengan gangguan jiwa sudah tidak menyukai karena bau dan kotor)

P : Bagaimana sikap dan tindakan tante kalo dapa lia orang gila?

(P : Bagaimana sikap dan tindakan anda bila melihat pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : tante takut dan langsung lari kaseng kalo su lia dar jau putar jalan


(5)

b. Pengaruh Kebudayaan

Ibu N mengatakan penyebab gangguan jiwa penyakit keturunan, kekuatan spiritual, dirasuki makluk halus/ setan dan kutukan.

P : Apakah tante percaya gangguan jiwa karena penyaki keturunan

(P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan? )

RP : Percaya kaka itu saki keturunan

(RP : Mempercayai karena penyakit keturunan)

P : Apa tante memandang penyebab orang gila ini karena orang pake – pake kaseng

(P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?)

RP : Batul ade itu ada karena kalau ada orang seng suka katong dong biking katong jadi gila.

(RP : Benar penyebab kekuatan spiritual karena ada orang yang tidak menyukai kita membuat kita gangguan jiwa)

P : Menurut tante batul kaseng orang gila ini gara – gara setang maso?

(P : Menurut anda penyebab gangguan jiwa karena dirasuki oleh makluk halus/ setan?)

RP : Ia kaka itu jua ada lay kaya katong pi di tampa yang sabarang jadi setang maso lah katong bicara sabarang kalo seng kaluar sudah bagitu tarus saja.

(RP : Benar kaka ada kalau kita pergi ke tempat yang sembarangan kemudian dirasuki setan dan berbicara aneh . Setan tidak keluar maka kita akan terus begitu)

P : Orang gila itu dong dapa kutukan bagaimana tante pung pendapat?

(P : Apakah orang yang mengalami gangguan jiwa itu karena kutukan, Bagaimana pendapat anda?)


(6)

RP : Ia kaka orang gila tuh dong dapa kutuk makanya jadi begitu.

(RP : Orang dengan gangguan jiwa itu dikutuk

Pasien dengan gangguan jiwa juga pantas dikurung, sampah sosial dan aib bagi keluarga.

P : Orang gila pantas dapa kurung / pasung / ka kase biar dong berkeliaran?

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa itu pantas dikurung/ dipasung/ dibiarkan berkeliaran?)

RP : Kurung saja kaka kaseng nanty dong balari sini sana deng nanty jua orang seng suka lia dong.

(RP : Kurung pasien nanty berkeliaran dan ada orang yang melihat tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa)

P : Tante orang gila itu sampah sosial atau sampah masyarakat batul kaseng?

(P : Apa anda menganggap pasien dengan gangguan jiwa sebagai sampah sosial?)

RP : Sampah sosial kaka dong orang yang terbuang orang seng pastiu deng seng suka.

(RP : Sampah sosial orang yang dibuang dan tidak perhatikan)

P : Orang gila ini dong bawa aib par keluarga kaseng?

(P: Apakah pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga?)

RP : Aib keluarga kaka katong jadi malu.


(7)

4.2.3 Identitas Partisipan II Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Ny. S Perempuan 40 Tetangga Ibu rumah tangga

SMA

Tabel 2

4.2.4 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Ny. S merupakan keluarga Ibu. N. Pengaruh stigma masih ada dengan pemberian tanda tidak baik, status ekonomi mempengaruhi dan selalu takut melihat pasien dengan gangguan jiwa.

P : Apakah tante kase tanda atau cap seng bagus par orang gila?

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)

RP: Kase tanda seng bagus ade.

(RP :Memberikan tanda yang tidak bagus)

P : Apa tante pandang kalo status ekonomi itu kase pengaruh tanda negatif par orang gila nh kaseng?

(P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?)

RP : Bisa juga ade , karena dong orang kurang baru dong seng terurus tetap saja orang seng suka.

(RP : Status ekonomi mempengaruhi , karena bau tidak terurus tetap orang tidak menyukai)


(8)

(P : Bagaimana sikap dan tindakan anda bila melihat pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : tante takut ade .

(RP : Takut melihat pasien dengan gangguan jiwa)

Pengaruh Kebudayaan

Penyebab gangguan jiwa karena penyakit keturunan dan dirasuki makluk halus/setan. Gangguan jiwa merupakan perilaku abnormal. Pasien dengan gangguan jiwa pantas dikurung, merupakan sampah sosial dan membawa aib bagi keluarga.

P : Apakah tante percaya gangguan jiwa karena penyaki keturunan

(P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan?)

RP : Percaya ade itu saki keturunan

(RP : Mempercayai karena penyakit keturunan )

P : Menurut tante batul kaseng orang gila ini gara – gara setang maso atau barang halus?

(P : Menurut anda penyebab gangguan jiwa karena dirasuki oleh makluk halus/ setan?)

RP : Bisa ade barang halus maso barang pikiran kosong

(RP : Bisa karena dirasuki makluk halus saat pikiran kosong)

P : Apa orang gila itu dong sikap seng normal

(P : Apakah pasien yang mengalami gangguan jiwa itu perilaku abnormal?)

RP : Seng normal ade.

(RP : Abnormal)

P : Orang gila pantas dapa kurung / pasung / ka kase biar dong berkeliaran?


(9)

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa itu pantas dikurung/ dipasung/ dibiarkan berkeliaran?)

RP : Kurung saja dan diikat supaya jang maniso.

(RP : Kurung dan diikat supaya jangan berkeliaran)

P : Tante orang gila itu sampah sosial atau sampah masyarakat batul kaseng?

(P : Apa anda menganggap pasien dengan gangguan jiwa sebagai sampah sosial?)

RP : Sampah sosial ade.

(RP : Orang dengan gangguan jiwa merupakan sampah sosial)

P : Orang gila ini dong bawa aib par keluarga kaseng?

(P: Apakah pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga?)

RP : Aib keluarga ade.

( RP : Pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga)

4.2.5 Identitas Partisipan Keluarga III Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Tn. T Laki – laki 70 Ayah Petani -

An.J Laki-laki 25 Anak - -


(10)

4.2.6 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Tn T selalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa karena takut.

P : Apakah Om kase tanda atau cap seng bagus par orang gila?

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)

RP: Takut ade kalau lia orang gila langsung menghindar.

(RP : Takut dan langsung menghindar)

b. Pengaruh Kebudayaan

Pasien dengan gangguan jiwa merupakan perilaku abnormal, penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual, pasien dengan gangguan jiwa ada yang pantas dan tidak untuk dikurung.

P : Apa orang gila itu dong sikap seng normal

(P : Apakah pasien yang mengalami gangguan jiwa itu perilaku abnormal?)

RP : Seng normal ade lah suka tatawa sandiri kaseng garu – garu kapala tuh.

(RP : Perilaku abnormal karena suka tertawa sendiri sambing menggaruk kepala )

P : Apa om memandang penyebab orang gila ini karena orang pake – pake kaseng

(P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?)

RP : Percaya ade, itu orang biking sampe bisa gila.


(11)

P : Orang gila pantas dapa kurung / pasung / ka kase biar dong berkeliaran?

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa itu pantas dikurung/ dipasung/ dibiarkan berkeliaran?)

RP : Ada yang pantas ada yang seng ade

(RP : Ada yang pantas ada yang tidak)

P : Kanapa ada yang pantas kanapa ada yang seng?

(P : Kenapa ada yang pantas dan tidak pantas?)

RP : Yang pantas itu kalo dong suka baribot deng yang seng pantas tuh dong cuma diam saja.

(RP : Pantas itu kalau suka ribut dan tidak pantas karena diam saja)

4.2.7 Identitas Partisipan IV Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Tn. N Laki-laki 50 Tetangga Pegawai swasta

D3 ekonomi Tabel 4

4.2.8 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Tn N memberikan tanda, tidak menyukai pasien karena bau dan takut pada pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma pada seseorang. Tidak memberikan rasa perhatian dan selalu cuek pada pasien dengan gangguan jiwa.

P : Apakah Om kase tanda atau cap seng bagus par orang gila?

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)


(12)

RP: Kase tanda seng suka orang gila, taku deng orang gila th bobou

(RP : Memberikan tanda, tidak menyukai, takut dan orang dengan gangguan jiwa bau)

P : Apa om pandang kalo status ekonomi itu kase pengaruh tanda negatif par orang gila nh kaseng?

(P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?)

RP : Bisa kaka.

(RP : Status ekonomi bisa mempengaruhi)

P : Apa Om kase rasa perhatian yang labe kaseng par orang gila?

(P : Apa saudara memberikan rasa simbolis atau perhatian lebih pada pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : Seng kaka.

(RP : Tidak memberikan rasa perhatian)

P : Bagaimana sikap dan tindakan Om kalo dapa lia orang gila?

(P : Bagaimana sikap dan tindakan anda bila melihat pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : Cuek saja kaka

(RP : Tidak memperdulikan pasien dengan gangguan jiwa)

b. Pengaruh Kebudayaan

Tn N mempercayai penyebab gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kutukan dan kekuatan spiritual. Pasien dengan gangguan jiwa itu perilaku tidak normal, tidak pantas dilindungi, pantas dikurung, sampah masyarakat dan membawa aib keluarga.

P : Apakah Om percaya gangguan jiwa karena penyaki keturunan

(P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan? )


(13)

RP : Percaya kaka.

(RP : Mempercayai karena penyakit keturunan )

P : Orang gila itu dong dapa kutukan bagaimana om pung pendapat?

(P : Apakah orang yang mengalami gangguan jiwa itu karena kutukan, Bagaimana pendapat anda?)

RP : Percaya kaka.

(RP : Percaya pasien dengan gangguan jiwa karena kutukan)

P : Apa Om memandang penyebab orang gila ini karena orang pake – pake kaseng

(P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?)

RP : Batul kaka ada yang biking itu sampe gila.

(RP : Benar ada orang yang memakai kekuatan spiritual)

P : Apa orang gila itu dong sikap seng normal

(P : Apakah pasien yang mengalami gangguan jiwa itu perilaku abnormal?)

RP : Seng normal kaka lah dong saja suka bajalang sandiri baru tatawa – tatawa tuh.

(RP : Abnormal dan suka berjalan sendiri sambil tertawa)

P : Om orang gila tuh dong pantas kaseng katong lindungi?

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa perlu dilindungi?)

RP : Seng pantas ade.

(RP : Tidak pantas.)

P : Orang gila pantas dapa kurung / pasung / ka kase biar dong berkeliaran?

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa itu pantas dikurung/ dipasung/ dibiarkan berkeliaran?)


(14)

(RP : Pasien dengan gangguan jiwa sebaiknya dikurung)

P : Om orang gila itu sampah sosial atau sampah masyarakat batul kaseng?

(P : Apa anda menganggap pasien dengan gangguan jiwa sebagai sampah sosial?)

RP : Sampah sosial kaka.

(RP : Orang dengan gangguan jiwa merupakan sampah sosial)

P : Orang gila ini dong bawa aib par keluarga kaseng?

(P: Apakah pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga?)

RP : Aib keluarga kaka

( RP : Pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga.

4.2.9 Identitas Partisipan Keluarga V Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

N Perempuan 21 Kakak Penjaga

toko

SMA

S Perempuan 16 Adik - -

Tabel 5

4.2.10 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Memberikan tanda negatif dan tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma dan slalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa.


(15)

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)

RP: Kase tanda negatif usi.

(RP : Memberikan tanda negatif usi )

P : Barang kanapa kase tanda negatif?

(P : Mengapa memberikan tanda negatif?)

RP : Barang seng suka dong usi

(RP : Tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa)

(RP : Tidak mengetahui dan pada saat adiknya masuk RS tidak pernah menjenguk)

P : Apa kaka pandang kalo status ekonomi itu kase pengaruh tanda negatif par orang gila nh kaseng?

(P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?)

RP : Mempengaruhi usi.

(RP : Status mempengaruhi stigma )

P : Bagaimana sikap dan tindakan kaka kalo dapa lia orang gila?

(P : Bagaimana sikap dan tindakan anda bila melihat pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : Menghindar

(RP : Menghindar dari pasien dengan gangguan jiwa)

b. Pengaruh Kebudayaan

Penyebab gangguan jiwa adalah penyakit keturunan, kekuatan spiritual dan kutukan. Pasien dengan gangguan jiwa pantas dikurung tetapi melihat kondisi pasiennya kalau ribut dikurung dan kalau tidak ribut dikeluarkan. Pasien membawa aib bagi keluarga.


(16)

P : Apakah kaka percaya gangguan jiwa karena penyaki keturunan

(P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan? )

RP : Penyaki keturunan usi

(RP : Percaya bahwa gangguan jiwa karena penyakit keturunan)

P : Apa kaka memandang penyebab orang gila ini karena orang pake – pake kaseng

(P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?)

RP : Percaya usi dong pake ilmu hitam.

(RP : Percaya karena kekuatan spiritual)

P : Orang gila itu dong dapa kutukan bagaimana kaka pung pendapat?

(P : Apakah orang yang mengalami gangguan jiwa itu karena kutukan, Bagaimana pendapat anda?)

RP : Sering ada yang dapa kutuk usi, ada dapa dari moyang – moyang makanya jadi gila barang moyang – moyang datang goda. (RP : Percaya dikutuk dan digodai dari para leluhur)

P : Orang gila pantas dapa kurung / pasung / ka kase biar dong berkeliaran?

(P : Apakah pasien dengan gangguan jiwa itu pantas dikurung/ dipasung/ dibiarkan berkeliaran?)

RP : Kurung usi tapi sesuai kondisi lay.

(RP : Kurung tetapi sesuai kondisi)

P : Kanapa kurung tetapi sesuai kondisi kaka?

(P : Kenapa ada yang kurung tetapi sesuai kondisi?)

RP : Sesuai kondisi bagini kalo dia baribot kurung kalo seng lay kase kaluar jua.

(RP : Sesuai kondisi maksudnya kalau ribut dan dikeluarkan bila sudah tenang)


(17)

P : Orang gila ini dong bawa aib par keluarga kaseng?

(P: Apakah pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga?)

RP : Aib keluarga usi b malu jaga dapa bilang pung ade gila.

( RP : Menjadi aib keluarga dan malu sering diejek mempunyai adik yang gangguan jiwa)

4.2.11 Identitas Partisipan VI Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

Ny. V Perempuan 31 Tetangga Guru S1 Tata busana Tabel 6

4.2.12 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Tidak memberikan cap pada pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma, Bisa ya atau tidak dalam memberikan rasa perhatian bagi pasien dan selalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa.

P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?

RP: Tidak, jika orang tersebut yang kita temui bertingkah dan berkelakuan aneh, berbicara sendiri dan ketika kita merasa terancam maka kita harus menghindar.

P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?

RP : Iya, yang terjadi kalau ada keluarga yang ekonomi lemah dan memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa terkadang mereka berusaha mengobati tetapi jika tidak mampu


(18)

mereka mengurung/ mengikat/ memasung orang dengan gangguan jiwa karena kalau tidak begitu masyarakat akan marah jika melihat berkeliaran.

P : Apa saudara memberikan rasa simbolis atau perhatian lebih pada pasien dengan gangguan jiwa?

RP : Bisa iya bisa tidak,

Kalau iya karena kalau kita mengetahui orang yang menderita gangguan jiwa hanya berbicara sendiri tidak melakukan hal kasar.

Kalau tidak karena mereka merontak dan bertindak kasar.

P : Bagaimana sikap dan tindakan anda bila melihat pasien dengan gangguan jiwa?

RP : Menghindar, karena mereka asik dengan tingkah laku mereka

Acuh, karena mereka kasar, tidak sopan dan tidak memakai baju.

b. Pengaruh Kebudayaan

Tidak mempercayai penyebab gangguan jiwa karena keturunan,dirasuki makluk halus, kutukan dan kekuatan spiritual. Perilaku abnormal dari pasien dengan gangguan jiwa, pasien tidak pantas dikurung, tidak menjadi sampah sosial dan tidak membawa aib keluarga.

P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan?

RP : Tidak percaya

P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?

RP : Tidak percaya.

P : Menurut anda penyebab gangguan jiwa karena dirasuki oleh makluk halus/ setan?

P : Apakah orang yang mengalami gangguan jiwa itu karena kutukan, Bagaimana pendapat anda?)


(19)

RP : Bukan karena kutukan.

RP : Bukan ,karena dirasuki makluk halus bukan gangguan jiwa.

P : Apakah pasien yang mengalami gangguan jiwa itu perilaku abnormal?

RP : Iya, karena dalam tindakannya tidak normal seperti tidak memakai baju dan telanjang.

P : Apa anda menganggap pasien dengan gangguan jiwa sebagai sampah sosial?

RP : Tidak.

P: Apakah pasien dengan gangguan jiwa merupakan aib keluarga

RP : Tidak

4.2.13 Identitas Partisipan VII Nama Jenis

Kelamin

Umur Keterangan Pekerjaan Pendidikan Terakhir

D Perempuan 18 Mahasiswa sekitar RSKD

Mahasiswa SMA

Tabel 7

4. 2.14 Pengaruh Stigma dan Kebudayaan a. Pengaruh Stigma

Memberikan tanda negatif karena takut disentuh pasien dan status ekonomi mempengaruhi stigma pada pasien dengan gangguan jiwa.

P : Apakah ade kase tanda atau cap seng bagus par orang gila?

(P : Apakah saudara memberikan cap pada individu yang mengalami gangguan jiwa?)


(20)

RP: Kase tanda seng bae kaka dong saja gila taku nanty dong pegang – pegang.

(RP : Memberikan tanda negatif takut disentuh oleh pasien dengan gangguan jiwa )

P : Apa ade pandang kalo status ekonomi itu kase pengaruh tanda negatif par orang gila nh kaseng?

(P : Apa saudara memandang status ekonomi juga mempengaruhi stigma pada pasien gangguan jiwa?)

RP : Pengaruhi sekarang orang gila orang kurang baru seng pernah barobat pasti orang tarsuka jua.

(RP : Mempengaruhi orang dengan gangguan jiwa, dari keluarga kurang mampu banyak orang tidak menyukai)

b.Pengaruh Kebudayaan

D selalu lari ketika melihat pasien dan jika pasien lari mendekati D akan menimbuk dengan batu. Tidak percaya karena penyakit keturunan dan percaya penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual dan dirasuki makluk halus.

P : Pas lia orang gila reaksi bagaimana?

(P : Apa reaksi saat melihat pasien dengan gangguan jiwa?)

RP : Lari dolo, pas dong lari iko katong macam su dekat ini ambel batu lah lempar saja supaya dong taku.

(RP : Lari dan menimbuk pasien dengan batu)

P : Apakah ade percaya gangguan jiwa karena penyaki keturunan

(P : Apakah anda percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan? )

RP : Seng percaya.

(RP : Tidak percaya bahwa gangguan jiwa karena penyakit keturunan)

P : Apa ade memandang penyebab orang gila ini karena orang pake – pake kaseng


(21)

(P : Apakah anda memandang penyebab gangguan jiwa karena kekuatan spiritual?)

RP : Percaya kaka apalagi dong seng suka katong keluarga, ka seng suka katong labe kaseng seng bisa lia katong bagaya ada yang seng suka lah pake-pake katong.

(RP : Percaya karena tidak menyukai keluarganya, iri hati dan memakai kekuatan spiritual)

P : Menurut kaka batul kaseng orang gila ini gara – gara setang maso?

(P : Menurut anda penyebab gangguan jiwa karena dirasuki oleh makluk halus/ setan?)

RP : Percaya kaka, setang maso lalu seng mau kaluar lay barang su nyaman deng badang yang dia maso jadi katong senu seng tahu apa - apa

(RP : Percaya, setan merasuki dan tidak ingin keluar karena sudah menguasai tubuh kita)

4.3 Uji Keabsahan Data

Dalam penelitian ini, dalam uji keabsahan data (kreadibilitas) peneliti menggunakan teknik triangulasi yaitu dengan berbagai waktu.

4.3.1 Triangulasi waktu partisipan I

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 25 juni 2015 pukul 10.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan Ibu N. Partisipan juga mengatakan memberikan tanda pada pasien dengan gangguan jiwa, ekonomi juga mempengaruhi stigma pada seseorang, pasien dengan gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual dan dirasuki makluk halus/ setan.Ibu N. mengatakan masih yang sama bahwa pasien dengan gangguan jiwa karena kutukan dan pasien gangguan jiwa pantas dikurung.


(22)

4.3.2 Triangulasi waktu partisipan II

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 28 juni 2015 pukul 11.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan Ny. S.

Ny. S mengatakan memberikan tanda bagi pasien dengan gangguan jiwa. Penyebab gangguan jiwa karena penyakit keturunan, tidak mempercai karena kekuatan spiritual,kutukan tetapi percaya dirasuki setan. Pasien dengan gangguan jiwa perlu dikurung.

4.3.3 Triangulasi waktu partisipan III

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 26 juni 2015 pukul 16.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan Tn. T.

Tn. T takut dan menghindar melihat pasien dengan gangguan jiwa, tidak mempercayai gangguan jiwa karena penyakit keturunan,dirasuki setan, kutukan dan percaya karena kekuatan spiritual.

4.3.4 Triangulasi waktu partisipan IV

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 29 juni 2015 pukul 17.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan Tn N.

Tn. N memberikan tanda bagi pasien dengan gangguan jiwa. Tidak memberi rasa perhatian, percaya karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual, kutukan dan tidak percaya dirasuki setan. Pasien dengan gangguan jiwa harus dikurung.


(23)

4.3.5 Triangulasi waktu partisipan V

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 28 juni 2015 pukul 11.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan N.

N. memberikan tanda negatif bagi pasien dengan gangguan jiwa. Gangguan jiwa disebabkan karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual memakai ilmu hitam, kutukan dan tidak percaya dirasuki setan. Pasien dengan gangguan jiwa pantas dikurung tetapi sesuai tingkah lakunya.

4.3.6 Triangulasi waktu partisipan VI

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 01 juli 2015 pukul 12.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan Ny V.

Tidak memberikan tanda negatif, pemberian tanda mempengaruhi dari status ekonomi seseorang.Tidak percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual, dirasuki setan dan kutukan.

4.3.7 Triangulasi waktu partisipan VII

Peneliti melakukan triangulasi dengan sumber waktu, yaitu pada tanggal 25 juni 2015 pukul 14.00 WIT tepatnya dirumah riset partisipan tepatnya di rumah riset partisipan, masih dengan D. mengatakan memberikan tanda pasien dengan gangguan jiwa, tidak percaya pasien dengan gangguan jiwa karena penyakit keturunan, gangguan jiwa disebabkan karena kekuatan spiritual, dan dirasuki setan.


(24)

4.4 Pembahasan

Stigma berasal dari kecendrungan manusia untuk menilai orang lain. Berdasarkan penilaian itu ketegorisasi atau streotip dilakukan tidak berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau berdasarkan fakta, tetapi pada apa yang kita anggap sebagai tidak pantas, luar biasa, memalukan dan tak dapat diterima. Dari ketujuh riset partisipan pemberian stigma sesuai dengan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan terakhir sarjana tidak memberikan stigma sedangkan tingkat pendidikan terakhir SMA memberikan stigma.

Penelitian kejiwaan yang dilakukan oleh Mubin (2008) yang meneliti tentang stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri memberikan dampak pada keluarga dengan konsekuensi positif dan negatif. Makna positif berupa terbentuknya perilaku keluarga yang konstruktif dengan keluarga semakin kompak dan rukun, dan makna negatif berupa pengalaman yang tidak menyenangkan, aktivitas harian terganggu dan keluarga menjadi rendah diri. Dampak yang ditimbulkan stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri membuat keluarga berharap pada warga, sikap warga yang mau mengerti, tidak mengejek dan tidak didiamkan dan petugas kesehatan.

Dari ketujuh riset partisipan, pada riset partisipan I memberikan stigma dan selalu memutar arah jika melihat pasien. Riset partisipan II memberikan cap negatif pada pasien, status ekonomi mempengaruhi dan selalu takut melihat pasien dengan gangguan jiwa. Riset partisipan III selalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa karena takut. Riset partisipan IV memberikan tanda, tidak menyukai pasien karena bau dan takut pada pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma pada seseorang. Tidak memberikan rasa


(25)

perhatian dan selalu cuek pada pasien dengan gangguan jiwa. Riset partisipan V memberikan tanda negatif dan tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma dan selalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa. Riset partisipan VI tidak memberikan cap pada pasien dengan gangguan jiwa. Status ekonomi mempengaruhi stigma, Bisa ya atau tidak dalam memberikan rasa perhatian bagi pasien dan selalu menghindar jika melihat pasien dengan gangguan jiwa. Riset partisipan VII memberikan tanda negatif karena takut disentuh pasien dan status ekonomi mempengaruhi stigma pada pasien dengan gangguan jiwa.

Semua budaya memiliki kepercayaan yang berbeda- beda. Teori mengenai kesehatan dan penyebab penyakit didasarkan pada pandangan yang dimiliki oleh suatu kelompok. Pandangan ini meliputi sikap, kepercayaan, dan praktik—praktik suatu kelompok terhadap kesehatan dan biasanya disebut dengan sistem kepercayaan kesehatan (Andrews,2008).

Dari ke tujuh riset partisipan terdapat berbagai sistem kepercayaan, ada yang percaya karena kekuatan spiritual, dirasuki setan/makhluk halus, kutukan dan penyakit keturunan. Riset partisipan I percaya gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual, dirasuki setan/makluk halus, kutukan dan pasien dengan gangguan jiwa harus dikurung. Riset partisipan II percaya gangguan jiwa dari penyakit keturunan, tidak percaya gangguan jiwa karena kekuatan spiritual, tidak percaya karena kutukan, percaya dirasuki setan dan pasien dengan gangguan jiwa harus diikat dan dikurung. Riset partisipan III tidak percaya karena penyakit keturunan, dirasuki setan, dikutuk, percaya karena kekuatan spiritual dan pasien dengan gangguan jiwa harus


(26)

dikurung tetapi ada pantas dan tidak. Pantas bagi pasien dengan gangguan jiwa karena ribut dan tidak pantas bagi pasien hanya diam. Riset partisipan IV percaya karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual, kutukan, tidak percaya karena dirasuki setan dan pasien dengan gangguan jiwa pantas untuk dikurung. Riset partisipan V percaya karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual, dikutuk dan pasien dengan gangguan jiwa harus dikurung. Riset partisipan VI tidak percaya karena penyakit keturunan kekuatan spiritual, dirasuki makluk alus/setan, kutukan dan tidak pantas dikurung. Riset partisipan VII bila melihat pasien dengan gangguan jiwa menimbuk dengan batu. Tidak percaya karena penyakit keturunan, percaya karena kekuatan spiritual, dan dirasuki makluk halus.

Ada dua teori yang melatarbelakangi pembentukan stigma yaitu teori demonologi dan teori labelling.

a. Teori Demonologi

Teori ini menyebutkan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh unsur-unsur gaib seperti setan, roh jahat atau sebagai hasil perbuatan dukun jahat. Ada dua type gangguan jiwa. Pertama, tipe gangguan jiwa yang jahat, yakni gangguan jiwa yang dianggap berbahaya,bisa merugikan dan membunuh orang lain. Kedua, tipe gangguan jiwa yang baik. Di dalam tipe ini epilepsi (ayam) dianggap sebagai ‗penyakit suci‘ dan karena anggapan ini pula beberapa diantara bekas penderita epilepsi ini diperkenankan memberikan pengobatan kepada pasien melaui doa, sembahyang dan penebusan dosa.


(27)

Teori demonologi ini merupakan landasan yang digunakan untuk menjelaskan sebab terjadinya abnormalitas pada pola perilaku manusia yang dikaitkan dengan pengaruh supranatural atau hal-hal gaib yang dikenal dengan model demonologi (demonological model).

Model demonologi ini diklasifikasi mengenai etiologi penyakit yang didasarkan kepada kepercayaan hampir selalu ada dalam semua sistem kesehatan masyarakat, dikenal etiologi personalistik yakni keadaan sakit dipandang sebagai sebab adanya campur tangan agen (perantara) seperti makhlukhalus, jin, setan, atau roh-roh tertentu. Etiologi ini digunakan untuk membedakan kepercayaan mengenai penyakit yang ditimbulkan oleh adanya gangguan sistem dalam tubuh manusia yang disebabkan oleh kesalahan mengkonsumsi makanan, pengaruh lingkungan, kebiasaan hidup atau yang dikenal dengan etiologi naturalistik. (Kartini Kartono, 2003)

b. Teori Labelling

Teori ini pada prinsipnya menyatakan dua hal. Pertama, orang berperilaku normal atau tidak normal, menyimpang atau tidak menyimpang, tergantung pada bagaimana orang lain (orang tua, keluarga dan masyarakat) menilainya. Penilaian itu ditentukan oleh kategorisasi yang sudah melekat pada pemikiran orang lain tersebut. Segala sesuatu yang dianggap tidak termasuk kedalam kategori yang sudah dianggap baku oleh masyarakat (dinamakan : residual) otomatis akan dianggap menyimpang, karena itulah orang bisa dianggap sakit jiwa hanya karena berbaju atau bertindak ―aneh‖ pada suat tempat atau masa tertentu. Kedua, penilaian itu berubah dari waktu ke waktu, sehingga orang yang hari ini


(28)

dinyatakan sakit bisa dinyatakan sehat beberapa tahun kemudian atau sebaliknya.

Para ahli teori sosial-budaya juga berpendapat bahwa apabila labelling ―penyakit mental‖ digunakan maka sulitt sekali menghilangkannya. Labelling juga mempengaruhi bagaimana orang lain memberikan respon kepada orang itu dengan sebutan ―sakit mental‖ maka orang lain memberikan stigmatisasi sosial kepada orang. Peluang kerja tertutup,persahabatan mungkin putus dan orang yang sakit mental makin lama makin diasingkan oleh masyarakat. (Yustinus, 2006).


(29)

4.4.1 Tabel Ringkasan NO Riset

Partisipan

Pengaruh Stigma

Pengaruh Kebudayaan

Teori Demonological

Teori Labelling

1 Ibu N Pemberian cap

pada pasien dengan gangguan jiwa

dan selalu memutar arah jika

melihat pasien dengan gangguan jiwa

Percaya gangguan jiwa karena kekuatan spiritual,

dirasuki makluk halus, kutukan dan

pasien pantas dikurung.

 . 

2 Ny. S Pemberian cap

tidak baik pada pasien dengan

Percaya gangguan jiwa karena kerasukan makluk


(30)

gangguan jiwa. halus, pasien merupakan sampah

sosial dan pasien gangguan jiwa pantas dikurung dan

diikat

 -

3 Tn T Pemberian cap

dan jika melihat pasien dengan gangguan jiwa

langsung menghindar

Tn T. Mempercayai gangguan jiwa disebabkan karena

kekuatan spiritual dan pasien dengan gangguan jiwa ada yang pantas dan tidak untuk dikurung.

 

4 Tn N Pemberian cap,

tidak menyukai

Gangguan jiwa termasuk penyakit


(31)

pasien karena bau,dan takut dengan pasien

dengan gangguan jiwa.

keturunan. Penyebab gangguann jiwa kekuatan spiritual dan kutukan. Pasien

pantas dikurung

 

5 N Pemberian cap

negatif, selalu menghindar dan

tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa.

N mengatakan gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual dan kutukan

. Pasien dengan gangguan jiwa dikurung seusai dengan kondisi bila

ribut dikurung dan


(32)

dikeluarkan bila tenang.

6 Ny V Tidak

memberikan cap pada pasien

dengan gangguan jiwa.

Tetapi selalu menghindar, karena pasien

asik dengan tingkah laku

mereka

Acuh, karena kasar, tidak

Tidak memandang gangguan jiwa karena kekuatan spiritual,penyakit keturunan, kutukan dan dirasuki makluk

halus.

Perilaku abnormal dari pasien dengan

gangguan jiwa.


(33)

sopan dan tidak memakai baju

7 D Memberikan cap

negatif dan takut dipegang pasien gangguan jiwa.

Menghindar dari pasien dan bila pasien mendekat menimbuk pasien

dengan batu.

Gangguan jiwa karena kekuatan spiritual dan dirasuki

makluk halus


(34)

4.4.2 Analisis Teori Demonological, Teori Labelling dan Konsep Mengamuk

Teori Demonological :

Dari ketujuh riset partisipan, riset partisipan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan ketujuh masuk dalam kategori teori demonological karena mereka mengatakan gangguan jiwa disebabkan oleh unsur gaib. Kurangnya pengetahuan tentang penyebab gangguan jiwa membuat masyarakat lebih mempercayai karena adanya unsur gaib.

Teori Labelling :

Dari ketujuh riset partisipan, riset partisipan pertama, ketiga, keempat dan keenam masuk dalam kategori teori labelling mereka mengukur pasien dengan gangguan jiwa karena sikap abnormal atau tidak normal. Penilaian ini karena sudah melekat dalam pemikiran mereka bahwa pasien dengan gangguan jiwa melakukan hal – hal yang aneh atau diluar batas wajar.

Konsep Mengamuk :

Perubahan lingkungan psikologis dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan dalam sistem tegangan pribadi, sebagai akibat perubahan pola berpikir. Perubahan struktur berpikir terjadi jika pribadi menemukan cara baru untuk memecahkan masalah, ingat akan sesuatu yang telah dilupakan, atau mempersepsikan lebih tinggi. Seseorang tidak lagi mampu menahan tekanan terhadap dirinya, maka energi akan segera pecah menjadi motorium yang akan menimbulkan tingkah laku yang tak terkendali. Ini menggambarkan apa yang terjadi ketika orang mengamuk atau naik pitam (Calvin & Gardner 2000). Sikap dari riset partisipan ketujuh yang menimbuk pasien dengan batu.


(1)

4.4.1 Tabel Ringkasan NO Riset

Partisipan

Pengaruh Stigma

Pengaruh Kebudayaan

Teori Demonological

Teori Labelling

1 Ibu N Pemberian cap

pada pasien dengan gangguan jiwa

dan selalu memutar arah jika

melihat pasien dengan gangguan jiwa

Percaya gangguan jiwa karena kekuatan spiritual,

dirasuki makluk halus, kutukan dan

pasien pantas dikurung.

 . 

2 Ny. S Pemberian cap

tidak baik pada pasien dengan

Percaya gangguan jiwa karena kerasukan makluk


(2)

gangguan jiwa. halus, pasien merupakan sampah

sosial dan pasien gangguan jiwa pantas dikurung dan

diikat

 -

3 Tn T Pemberian cap

dan jika melihat pasien dengan gangguan jiwa

langsung menghindar

Tn T. Mempercayai gangguan jiwa disebabkan karena

kekuatan spiritual dan pasien dengan gangguan jiwa ada yang pantas dan tidak untuk dikurung.

 

4 Tn N Pemberian cap,

tidak menyukai

Gangguan jiwa termasuk penyakit


(3)

pasien karena bau,dan takut dengan pasien

dengan gangguan jiwa.

keturunan. Penyebab gangguann jiwa kekuatan spiritual dan kutukan. Pasien

pantas dikurung

 

5 N Pemberian cap

negatif, selalu menghindar dan

tidak menyukai pasien dengan gangguan jiwa.

N mengatakan gangguan jiwa karena penyakit keturunan, kekuatan spiritual dan kutukan

. Pasien dengan gangguan jiwa dikurung seusai dengan kondisi bila

ribut dikurung dan


(4)

dikeluarkan bila tenang.

6 Ny V Tidak

memberikan cap pada pasien

dengan gangguan jiwa.

Tetapi selalu menghindar, karena pasien

asik dengan tingkah laku

mereka Acuh, karena

kasar, tidak

Tidak memandang gangguan jiwa karena kekuatan spiritual,penyakit keturunan, kutukan dan dirasuki makluk

halus. Perilaku abnormal dari pasien dengan

gangguan jiwa.


(5)

sopan dan tidak memakai baju

7 D Memberikan cap

negatif dan takut dipegang pasien gangguan jiwa.

Menghindar dari pasien dan bila pasien mendekat menimbuk pasien

dengan batu. Gangguan jiwa karena kekuatan spiritual dan dirasuki

makluk halus


(6)

4.4.2 Analisis Teori Demonological, Teori Labelling dan Konsep Mengamuk

Teori Demonological :

Dari ketujuh riset partisipan, riset partisipan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan ketujuh masuk dalam kategori teori demonological karena mereka mengatakan gangguan jiwa disebabkan oleh unsur gaib. Kurangnya pengetahuan tentang penyebab gangguan jiwa membuat masyarakat lebih mempercayai karena adanya unsur gaib.

Teori Labelling :

Dari ketujuh riset partisipan, riset partisipan pertama, ketiga, keempat dan keenam masuk dalam kategori teori labelling mereka mengukur pasien dengan gangguan jiwa karena sikap abnormal atau tidak normal. Penilaian ini karena sudah melekat dalam pemikiran mereka bahwa pasien dengan gangguan jiwa

melakukan hal – hal yang aneh atau diluar batas wajar.

Konsep Mengamuk :

Perubahan lingkungan psikologis dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan dalam sistem tegangan pribadi, sebagai akibat perubahan pola berpikir. Perubahan struktur berpikir terjadi jika pribadi menemukan cara baru untuk memecahkan masalah, ingat akan sesuatu yang telah dilupakan, atau mempersepsikan lebih tinggi. Seseorang tidak lagi mampu menahan tekanan terhadap dirinya, maka energi akan segera pecah menjadi motorium yang akan menimbulkan tingkah laku yang tak terkendali. Ini menggambarkan apa yang terjadi ketika orang mengamuk atau naik pitam (Calvin & Gardner 2000). Sikap dari riset partisipan ketujuh yang menimbuk pasien dengan batu.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462011009 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462011009 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462011009 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Stigma dan Kebudayaan terhadap Pasien dengan Gangguan Jiwa di RSKD Ambon

0 0 62

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Keluarga dalam Memberikan Dukungan Sosial pada Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462010007 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Keluarga dalam Memberikan Dukungan Sosial pada Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462010007 BAB II

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Keluarga dalam Memberikan Dukungan Sosial pada Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462010007 BAB IV

0 0 47

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Keluarga dalam Memberikan Dukungan Sosial pada Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSKD Ambon T1 462010007 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Keluarga dalam Memberikan Dukungan Sosial pada Pasien yang Mengalami Gangguan Jiwa di RSKD Ambon

0 0 13