Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve) secara In vitro

PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN UMBI UBI JALAR
PADA MEDIA PERTUMBUHAN DUA VARIETAS KRISAN
(Dendrathema grandiflora Tzvelve) SECARA IN VITRO

HASRAT ENGGAL PRAYOGI
A24080179

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan Kulit
Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan
(Dendrathema grandiflora Tzvelve) secara In vitro adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Hasrat Enggal Prayogi
NIM A24080179

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
HASRAT ENGGAL PRAYOGI. Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar
pada Media Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora
Tzvelve) secara In vitro. Dibimbing oleh MEGAYANI SRI RAHAYU
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari penambahan
berbagai bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman krisan secara in vitro,
dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi
dan Hortikultura. Hasil penelitian diolah menggunakan metode Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan media bahan
organik terdiri atas tujuh taraf (MS0 tanpa penambahan bahan organik, kulit
pisang 50 g/l + ½ MS (½ konsentrasi hara makro, mikro dan vitamin), kulit pisang
100 g/l + ½ MS, kulit pisang 150 g/l + ½ MS, ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS, ubi
jalar ungu 100 g/l + ½ MS dan ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS). Faktor kedua
adalah perlakuan varietas krisan dengan dua jenis (Puspita Nusantara dan Puspita
Pelangi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan bahan organik dalam
media kultur jaringan krisan memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, jumlah akar, jumlah cabang akar dan panjang akar. Varietas krisan
memberikan pengaruh pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang akar
tanaman krisan. Interaksi antara media bahan organik dan varietas krisan terjadi
pada tinggi tanaman umur 4–10 MSK dan panjang akar terpanjang pada 10 MSK.
Kata kunci: bahan organik, Puspita Nusantara, Puspita Pelangi, kulit pisang, umbi
ubi jalar ungu

ABSTRACT
HASRAT ENGGAL PRAYOGI. Banana Peel and Sweet Potato Tuber Flesh in
Media for In Vitro Growth of Two Chrysanthemum (Dendrathema grandiflora
Tzvelve) Varieties. Supervised by MEGAYANI SRI RAHAYU
This research aims to study the effect of addition various organic materials

on the growth of chrysanthemum by in vitro. It was conducted at the Laboratory
of Tissue Culture, Department of Agronomy and Horticulture. The experimental
design was using a completely randomized design (CRD) with two factor. The
first factor was media's treatment of organic material consists of seven standards
(MS0 without the organic material, banana peels 50 g/l + ½ MS (½ concentration
of macro, micro and vitamin), banana peels 100 g/l + ½ MS, banana peels 150 g/l
+ ½ MS, purple sweet potato 50 g/l + ½ MS, purple sweet potato 100 g/l + ½ MS
and purple sweet potato 150 g/l + ½ MS). The second factor was the treatment of
chrysanthemum varieties with two variety (Puspita Nusantara and Puspita
Pelangi). The results showed that the addition of organic material in tissue culture
media chrysanthemums influenced on plant height, number of leaves, number of
roots, number of branches roots and root length. Chrysanthemum varieties
influenced on plant height, number of leaves and number of branches roots. The
interaction between organic media and chrysanthemum varieties occured in plant
height at 4-10 weeks after cultured and root length of the longest at 10 weeks after
cultured.
Keywords: banana peel, Puspita Nusantara, Puspita Pelangi, organic substance,
purple sweet potato tubers

PENAMBAHAN KULIT PISANG DAN UMBI UBI JALAR

PADA MEDIA PERTUMBUHAN DUA VARIETAS KRISAN
(Dendrathema grandiflora Tzvelve) SECARA IN VITRO

HASRAT ENGGAL PRAYOGI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar pada Media
Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora
Tzvelve) secara In vitro
Nama
: Hasrat Enggal Prayogi

NIM
: A24080179

Disetujui oleh

Ir. Megayani Sri Rahayu, MS
NIP 19640520 198803 2 001

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr
NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
lancar. Penelitian yang berjudul ” Penambahan Kulit Pisang dan Umbi Ubi Jalar
pada Pertumbuhan Dua Varietas Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelve)

Secara In Vitro” disusun oleh penulis untuk memberikan bahan alternatif sebagai
media kultur jaringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Asep Setiawan dan Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc sebagai dosen
penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulisan skripsi ini.
3. Dr. Dewi Sukma, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menuntut ilmu di Agronomi dan
Hortikultura.
4. Bapak, Ibu, mas Rangka serta keluarga besar Tunggono dan Waliman Pudjo
Suwignyo yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat.
5. Teh juju sebagai staf laboratorium atas bantuannya selama penelitian di
laboratorium, teman lab ( Monic, Dwi dan Eka).
6. Teman-teman Indigenous 45, Tri, Indra, Bunga, Izza, Diah, Galuh atas
kebersamaan dan bantuan selama di AGH ini.
7. Teman-teman Wisma Alkahfia (Afifah, Sri, Ponda, Een, Nita, Dayah, mbak

Veby, mbak Rini, mbak Yuas, mbak Wulan) atas supportnya dan teman
sekamar asrama 261, Ayu, Ami dan Memel.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Mei 2013

Hasrat Enggal Prayogi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Krisan
Krisan varietas Puspita Nusantara
Kultur Jaringan
Media Kultur Jaringan
Kultur Jaringan Krisan
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tinggi tanaman

Jumlah daun
Jumlah akar
Cabang akar
Panjang Akar Terpanjang
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

















12 
12 
15 
18 
20 
22 
24 
28 
28 
29 
30 
32 
41 


DAFTAR TABEL
1

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan tinggi tanaman krisan
2 Pengaruh media bahan organik terhadap rataan tinggi tanaman
3 Pengaruh jenis varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan
4 Interaksi media dan varietas krisan terhadap rataan tinggi tanaman
krisan
5 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan jumlah daun tanaman krisan
6 Pengaruh media terhadap rataan jumlah daun tanaman krisan
7 Pengaruh jenis varietas krisan terhadap rataan jumlah daun tanaman
krisan
8 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan jumlah akar tanaman krisan
9 Pengaruh media terhadap rataan jumlah akar tanaman krisan
10 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan jumlah cabang akar tanaman krisan
11 Pengaruh media terhadaprataan jumlah cabang akar tanaman krisan
12 Pengaruh varietas terhadap rataan jumlah cabang akar tanaman krisan
13 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan panjang akar terpanjang tanaman krisan
14 Pengaruh media terhadap rataan panjang akar terpanjang tanaman
krisan
15 Interaksi dua varietas krisan dan media terhadap rataan panjang akar
tanaman krisan
16 Kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi

15
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
21 
23 
23 
24 
25 
25 
26 
27 

DAFTAR GAMBAR
1 Bahan media kultur jaringan (bahan organik)
2 Tanaman krisan
3 Tanaman krisan dalam botol kultur jaringan
4 Kultur tanaman krisan yang terkontaminasi
5 Kondisi beberapa tanaman krisan
6 Cabang akar tanaman krisan
7 Penampang akar dan cabang akar tanaman krisan pada media kulit
pisang 50 g/l + ½ MS
8 Akar krisan
9 Kondisi tanaman krisan selama aklimatisasi

12 
13 
13 
14 
14 
22 
25 
25 
26 
28 

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Deskripsi Krisan Varietas Puspita Pelangi
Deskripsi Krisan Varietas Puspita Nusantara
Komposisi Media Murashige and Skoog (MS) 1962
Kandungan Gizi Kulit Pisang/100 gram
Kandungan Gizi Ubi jalar ungu/100 gram
Hasil sidik ragam pertumbuhan tinggi tanaman krisan
Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah daun tanaman krisan
Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah akar tanaman krisan
Hasil sidik ragam pertumbuhan jumlah cabang akar tanaman krisan
Hasil sidik ragam pertumbuhan panjang akar tanaman krisan
Kode Penelitian

32 
33 
34 
35 
35 
36 
37 
38 
39 
39 
40 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
diminati masyarakat, karena memiliki warna dan bentuk yang beragam. Tanaman
hias juga bermanfaat untuk memperindah lingkungan, serta sebagai pemuas
kebutuhan rohani dan memperindah ruangan (Mattjik 2010). Banyak masyarakat
yang membudidayakannya. Tanaman hias meliputi tanaman hias daun dan
tanaman hias bunga. Salah satu jenis tanaman hias bunga adalah tanaman krisan
(Dendrathema grandiflora Tzvelve). Daya tarik tanaman krisan adalah warna,
tipe dan bentuknya yang beragam. Krisan juga dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan yaitu untuk teh herbal atau teh obat.
Tanaman krisan merupakan tanaman hias yang berasal dari Cina dan mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1800. Krisan yang ditanam di Indonesia terdiri
atas krisan lokal (krisan yang berasal dari luar negeri dan sudah lama beradaptasi
di Indonesia), krisan intoduksi (krisan modern atau hibrida) dan krisan produk
Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik Indonesia (2010) menunjukkan bahwa produksi
tanaman krisan di Indonesia mulai meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2009
produksi tanaman krisan yaitu 107 847 072 tangkai dan meningkat pada tahun
2010 menjadi 185 232 970 tangkai. Peningkatan produksi ini menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki potensi usaha untuk tanaman krisan. Produksi krisan dalam
negeri diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bunga krisan baik dalam
negeri maupun luar negeri.
Usaha bunga krisan di Indonesia memiliki peluang ekspor yang cukup
besar seiring dengan peningkatan permintaan bunga krisan, jumlah penduduk dan
perubahan gaya hidup masyarakat. Ekspor dapat dilakukan ke beberapa negara
diantaranya Jepang, Arab Saudi, Kuwait, Pakistan dan Uni Emirat Arab (Dirjen
Horti 2012).
Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah Indonesia masih mengimpor
bibit dari luar negeri seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat dan Jepang. Bibit
krisan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, sehingga dengan mengimpor bibit
biaya produksi semakin mahal. Ketersediaan bunga krisan secara kontinyu juga
diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen.
Masalah impor bibit dan kontinuitas ketersediaan bunga dapat diatasi
melalui perbanyakan dengan teknik kultur in vitro. Kultur in vitro tanaman
mempunyai potensi sangat besar dalam program pemuliaan tanaman serta
penyediaan benih dan bibit berkualitas (Yuwono 2008). Perbanyakan dengan
teknik kultur in vitro dapat menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak, dapat
dilakukan kapan saja tidak tergantung musim dan dalam waktu yang relatif cepat
dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional. Indonesia tidak perlu
mengimpor bibit dari negara lain dan dapat memenuhi permintaan konsumen yang
semakin meningkat.
Media merupakan faktor penting dalam teknik kultur in vitro karena
nutrisi untuk pertumbuhan eksplan hanya diperoleh dari media. Media kultur
in vitro terdiri dari hara makro, mikro, karbohidrat, vitamin dan asam amino

2
tertentu dan zat pengatur tumbuh. Bahan yang digunakan dalam media kultur in
vitro umumnya membutuhkan biaya yang mahal. Ada beberapa cara untuk
mengatasi permasalahan biaya, salah satunya adalah dengan penggunaan bahan
organik sebagai media alternatif, suplemen vitamin, mineral ataupun zat pengatur
tumbuh. Bahan organik yang dapat digunakan diantaranya air kelapa, ekstrak
tauge, ekstrak pisang, ekstrak tomat dan ekstrak ubi jalar.
Penelitian ini mengggunakan bahan organik sebagai suplemen dalam
media kultur in vitro. Bahan organik yang digunakan adalah kulit pisang dan umbi
ubi jalar ungu. Kulit pisang merupakan limbah yang sering dibuang dan tidak
dimanfaatkan. Saat ini ada beberapa penelitian yang telah memanfaatkan kulit
pisang baik untuk pembuatan kompos dan makanan seperti nata de banana dan es
krim. Penelitian ini juga menggunakan umbi jalar ungu sebagai pelengkap hara
makro dan mikro dalam media kultur in vitro. Selain itu umbi ubi jalar ungu
mengandung antosianin yang cukup tinggi, antosianin berfungsi sebagai
antioksidan. Antioksidan ini dapat mencegah anti aging (senescen pada sel)
karena tanaman in vitro juga mengalami stres selama pertumbuhan dalam botol
kultur. Menurut Reynolds dan Murashige dalam Dodds (1985) asam askorbat,
yang dapat digunakan dengan asam organik lainnya berguna sebagai antioksidan
untuk mengurangi jaringan kecoklatan. Kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu ini
dipilih karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan dalam kultur jaringan. Nutrisi
yang terkandung dalam bahan organik tersebut antara lain karbohidrat dan vitamin.
Selain mengandung nutrisi yang bermanfaat, kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu
mudah didapatkan dan harganya murah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa jenis media
bahan organik terhadap pertumbuhan dua varietas tanaman krisan secara invitro.

Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini adalah :
1. Terdapat media bahan organik terbaik dalam pertumbuhan tanaman krisan
2. Terdapat varietas krisan dengan pertumbuhan terbaik pada media bahan
organik
3. Terdapat interaksi antara media bahan organik dengan varietas krisan dalam
pertumbuhan tanaman krisan.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Krisan

Botani Krisan
Tanaman krisan asli dari belahan bumi utara, terutama Eropa, Asia dan
beberapa dari daerah lain. Beberapa pihak menyatakan bahwa krisan yang
dibudidayakan berasal dari Cina lebih dari 2000 tahun yang lalu (Crater 1992).
Tanaman Krisan mulai dibudidayakan di Indonesia pada tahun 1840. Tanaman ini
sering dikenal dengan nama bunga Aster dan di Indonesia sendiri dikenal dengan
nama bunga Seruni.
Tanaman krisan diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisi
:Spermathophyta
Sub Divisi
:Angiospermae
Famili
:Compositae / Asteraceae
Genus
: Dendrathema
Species
: Dendrathema grandiflora
Krisan merupakan tanaman hias yang termasuk dalam family Compositae
atau Asteraceae (Crater 1992). Siklus hidup krisan dibedakan menjadi dua tipe
yaitu krisan semusin/hardy annual dan krisan tahunan/hardy perennial. Di
habitat aslinya krisan merupakan tanaman yang bersifat menyemak dan dapat
tumbuh hingga mencapai 30 – 200 cm (Budiarto et al. 2006). Ada sekitar 100
sampai 200 spesies yang termasuk tanaman ini.
Krisan terutama ditanam sebagai tanaman hias tetapi ada salah satu
spesies yang dibudidayakan sebagai sumber insektisida penting yaitu pyrethrum.
Krisan dibudidayakan sebagai tanaman pot dan bunga potong dengan bunga yang
menunjukkan berbagai macam warna. Krisan telah berkembang menjadi beberapa
kelompok berdasarkan susunan floretnya, seperti single/tunggal, kaskade, anemon,
pompon (bulat), dekoratif, spider, quilled, incurved, daisy (Crater 1992).
Krisan dibudidayakan dengan dua macam bentuk sesuai permintaan pasar
yaitu :
1. Disbudded inflorescence/tipe standar
Kuncup bunga disamping dibuang dan hanya ditinggalkan satu bunga saja
setiap tangkai. Bentuk bunga ini sering disebut bunga standar
2. Spray inflorescence/tipe spray
Semua bunga dibiarkan berkembang tetapi satu bunga pertama dibuang saat
mulai menunjukkan warna atau kira-kira dua minggu setelah muncul
(Kofranek 1992).
Syarat Tumbuh
Tanaman krisan berasal dari daerah subtropis, umumnya dibudidayakan
dan tumbuh baik di dataran medium sampai tinggi pada kisaran 650–1200 mdpl
sehingga suhu yang terlalu tinggi menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan

4
tanaman. Krisan dapat tumbuh pada kisaran suhu harian antara 17 sampai 30 °C.
Pada fase vegetatif, kisaran suhu harian 22 sampai 28 °C pada siang hari dan tidak
melebihi 26 °C pada malam hari dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal krisan
(Khattak dan Pearson dalam Budiarto et.al, 2006).
Tanaman krisan tergolong tanaman berhari pendek fakultatif berdasarkan
tanggap tanaman terhadap panjang hari. Berdasarkan pada sifat sensitif krisan
terhadap panjang hari, modifikasi lingkungan berupa penambahan cahaya dengan
menggunakan lampu pada malam hari perlu dilakukan pada budidaya krisan
potong, untuk memperoleh tinggi tanaman yang diharapkan pada fase vegetatif
sebelum berbunga (Budiarto et al. 2006). Tujuan dari penambahan cahaya untuk
menghambat pertumbuhan dan perkembangan tunas. Hal ini dapat dicapai dengan
menggunakan pencahayaan buatan untuk mencegah periode gelap dari melebihi
7 jam. Ketika pencahayaan buatan yang digunakan, harus cukup terang untuk
mempengaruhi tanaman. Intensitas dari 10 foot candles, diukur dengan pengukur
cahaya diadakan di tingkat pabrik, biasanya dianggap sebagai tingkat
pencahayaan yang aman (Klasa 1976).
Jenis dan varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya hibrida berasal
dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang ditanam di Indonesia
terdiri atas krisan lokal (krisan yang berasal dari luar negeri dan sudah lama
beradaptasi di Indonesia), krisan intoduksi (krisan modern atau hibrida) dan krisan
produk Indonesia. Ciri-ciri krisan lokal antara lain sifat hidup di hari netral dan
siklus hidup antara 7-12 bulan dalam satu kali penanaman. Contoh C. maximum
berbunga kuning banyak ditanam di Lembang dan berbunga putih di Cipanas
(Cianjur). Krisan introduksi hidupnya berhari pendek dan bersifat sebagai
tanaman annual. Contoh krisan ini adalah berbunga kuning (C. indicum hybr.
Dark Flamingo), berbunga putih (C. i.hybr. Dolaroid,C. i. Hybr. Indianapolis
Cossa), Clingo, Fleyer, berbunga merah (Alexandra Van Zaal) dan berbunga pink
(Pink Pingpong) (Prihatman, 2000) dan krisan produk Indonesia yaitu dari Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Cipanas. Varietas yang dilepas Balithi Cipanas
seperti Cut Nyak Dien, Dewi Ratih, Nyi Ageng Serang, Ratna Wisesa, Puspita
Nusantara dan Puspita Asri (Balithi 2011). Ada juga krisan yang telah dilepas di
daerah Yogyakarta yaitu Ratnahapsari, Kusumapatria, Cintamani, Kusumasakti,
Sasikirana, dan Kusumaswasti (Martini 2011).
Krisan varietas Puspita Nusantara
Tanaman krisan yang dikembangkan di Balai Penelitian Hias (Balithi)
salah satunya adalah Puspita Nusantara. Varietas ini dilepas pada tahun 2003.
Puspita Nusantara merupakan hasil persilangan dari Tawn Talk dan Saraswati.
Umur tanaman ini 104–109 hari dengan tinggi sekitar 84.6 cm. Ciri–ciri tanaman
krisan Puspita Nusantara adalah memiliki warna bunga pita kuning dengan warna
bunga tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Nusantara adalah tunggal
dengan tipe spray. Bentuk daunnya lonjong menjari, lekukan dangkal, tepi agak
bergerigi dengan warna daun hijau. Puspita Nusantara memiliki ketahanan
terhadap penyakit karat dan adaptif pada dataran medium serta dataran tinggi.
Produksi bunganya sendiri sekitar 30 kuntum per tanaman.

5
Krisan varietas Puspita Pelangi
Tanaman krisan lain yang dikembangkan di Balithi adalah Puspita Pelangi.
Varietas ini dilepas pada tahun 2003. Puspita Pelangi merupakan hasil persilangan
dari Hawaii dan 891104. Tinggi tanaman ini 90.0–99.1 cm. Ciri–ciri tanaman
krisan Puspita Pelangi adalah memiliki warna bunga pita putih dengan warna
bunga tabung kuning hijau. Bentuk bunga Puspita Pelangi adalah semidekorasi.
Tipe bunga yang banyak digunakan untuk varietas Puspita Pelangi adalah spray.
Bentuk daunnya lonjong menjari, agak bergerigi dan lekukan dangkal dengan
warna daun hijau. Tanaman ini adaptif terhadap dataran medium dan dataran
tinggi serta tahan penyakit karat. Produksi bunga tiap tanaman adalah 27 kuntum.
Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman disasarkan pada konsep bahwa tanaman dapat
dipisah–pisahkan menjadi bagian–bagian (organ, jaringan atau sel) yang dapat
dimanipulasi secara in vitro sehingga masing–masing bagian tanaman dapat
tumbuh menjadi tanaman lengkap (Caponetti et al. 2000). Konsep ini
dikemukakan oleh Schleiden dan Schawn yang dinamakan konsep totipotency cell.
Totipotency adalah total genetik potensial dimana dalam tubuh multiseluler setiap
sel memiliki potensi genetik seperti zigotnya yang mampu memperbanyak diri
dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (George dan Sherington 1984).
Tujuan kegiatan kultur jaringan adalah perbanyakan masal tanaman dalam
jumlah yang besar dalam waktu yang singkat, selain itu diperoleh tanaman yang
bebas virus dan membantu pemuliaan tanaman untuk mempercepat pencapaian
tujuan penelitian pada tanaman yang biasa diperbanyak secara vegetatif. Selain itu
metode kultur jaringan juga dapat dimanfaatkan dalam bidang agro-industri yaitu
menghasilkan persenyawaan-persenyawaan yang dibutuhkan manusai dengan
tingkat produksi per unit berat kering yang setara atau lebih tinggi dari tanaman
asalnya (Gunawan 1992).
Media Kultur Jaringan
Media Dasar
Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
teknik kultur jaringan. Menurut Karjadi et al. (2007) keberhasilan dalam
menggunakan metode kultur jaringan sangat bergantung pada komposisi media
yang digunakan. Menurut Torres (1957) media kultur jaringan mengandung
beberapa komponen : hara makro, hara mikro, vitamin, asam amino, nitrogen,
gula, pelengkap organik yang tidak diketahui, dan zat pengatur tumbuh. Media
kultur jaringan berperan penting karena tanaman yang dikulturkan hanya
mendapatkan hara untuk pertumbuhannya dari media tersebut.
Media dasar yang banyak digunakan antara lain adalah media dasar
Murashige dan Skoog (MS), B5, White, Vacin dan Went, Nitsch, Shenk dan
Hildebrant, WPM, dan N6. Media dasar yang sering digunakan adalah media MS.
Menurut Gunawan (1992), media ini awalnya dibuat untuk kultur kalus tembakau,
tetapi komposisi MS ini pada umumnya juga mendukung kultur jaringan lain.

6
Dibandingkan dengan media media lain, media MS paling banyak digunakan
untuk berbagai tujuan kultur.
Vitamin dan Bahan Organik ( Kompleks )
Vitamin
Vitamin adalah bahan organik bagian dari enzim atau kofaktor yang
esensial untuk fungsi metabolisme. Vitamin diperlukan tanaman untuk
pertumbuhan jaringan. Vitamin yang biasa ditambahkan adalah B1 (thiamine),
vitamin B6 (pyridoxine) dan niacin. Tiamin merupakan vitamin yang sangat
esensial dalam kultur yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dan biosintesis
beberapa asam amino. Tiamin biasanya ditambahkan dalam bentuk tiamin
hidroklorida. Vitamin lain yang biasa ditambahkan dalam media adalah asam folat,
riboflavin, asam askorbat, asam pantotenat, tokoferol dan asam paraaminobenzoat (Beyl 2000).
Bahan organik kompleks
Media kultur jaringan perlu ditambahkan komponen lain seperti vitamin,
asam amino, dan N-organik, persenyawaan kompleks, larutan penyangga, bahan
padat media, zat pengatur tumbuh (Gunawan 1992). Bahan-bahan organik
kompleks digunakan sebagai sumber karbon organik seperti kasein hidrosilat,
campuran asam amino dan ammonium, pepton, tripton, dan ekstrak malt.
Campuran ini sangat kompleks dan mengandung berbagai vitamin sebaik asam
amino (Beyl 2000).
Manfaat lain senyawa organik kompleks pada media kultur yaitu untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman, disamping penggunaan persenyawaan
organik yang komponennya telah diketahui dengan jelas. Komposisi yang
terkandung dalam senyawa organik kompleks dapat berbeda bila sumbernya
berbeda. Senyawa organik kompleks biasanya diperoleh dari ekstrak tanaman.
Bahan alam organik yang sering digunakan dalam media kultur jaringan
antara lain air kelapa, pisang, dan tomat. Bahan tersebut merupakan bahan
kompleks alami yang dapat berfungsi sebagai pembentuk hormon auksin,
sitokinin dan giberelin secara endogen pada tunas anggrek dendrobium
(Widiastoety dan Purbadi 2003).
Bubur pisang merupakan tambahan zat organik yang umum pada media
anggrek untuk memperkaya nutrisi. Penelitian Muawanah (2005), menghasilkan
data komposisi media yang menghasilkan rata–rata tertinggi pada tahap
perbesaran dan perakaran adalah media dengan Hyponex 1 g/l dan ekstrak buah
pisang 100 g/l, dengan nilai tinggi planlet yaitu 68.2mm, panjang akar yaitu
99.2 mm, jumlah akar yaitu 7.4, panjang daun yaitu 46.2mm serta jumlah daun
5.2 helai. Penelitian Thursina (2005) menunjukkan maanipulasi media terbaik
untuk tahap perbesaran adalah media Grow More 2 g/l + pisang 100 g/l karena
media tersebut mampu menghasilkan rata–rata pertumbuhan dan perkembangan
daun serta akar terbaik pada planlet anggrek dendrobium secara in vitro.
Ubijalar (Ipomea batatas) termasuk dalam famili Cavalvuloceae. Warna
kulit dan daging ubijalar beragam, yaitu putih, kekuning-kuningan dan merah
sampai ungu, ternyata mempunyai hubungan dengan kandungan gizi khususnya
vitamin dari ubi (Damardjati, et.al dalam Widiastoety dan Purbadi 2003). Ubijalar
mempunyai kadar protein rendah tetapi kadar asam amino esensial pada ubijalar

7
yang relatif tinggi adalah asam amino valin, sedangkan yang relatif rendah adalah
asam amino triptofan (Santosa, et.al dalam Widiastoety D dan Purbadi 2003). Ubi
jalar ungu merupakan bahan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan
karbohidrat, mengandung vitamin dan mineral antara lain kalsium dan zat besi,
vitamin A dan C. Ubi jalar ungu mengandung antosianin yang merupakan zat
warna pada tanaman (BPTP 2008). Senyawa antosianin yang terdapat pada ubi
jalar berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas. Ubi jalar
memiliki kandungan vitamin A mencapai 900 IU, serta riboflavin (vit B2) 0.04
mg (Ginting dalam Widiastoety dan Purbadi, 2003). Ekstrak ubi jalar ungu juga
dapat digunakan sebagai bahan organik yang ditambahkan pada media kultur
jaringan. Pada penelitian Widiastoety dan Purbadi (2003), penambahan bubur
ubijalar pada media kultur jaringan anggrek dendrobium menghambat
pertumbuhan tinggi planlet, jumlah dan luas daun serta jumlah dan panjang akar.

Kultur Jaringan Krisan
Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh (Gunawan 1992).
Perbanyakan krisan dengan teknik kultur jaringan mulai dilakukan untuk tujuan
tertentu diantaranya memproduksi tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang
singkat, perakitan dan pengembangan varietas, menghasilkan krisan yang bebas
virus dan menghasilkan krisan dengan perioditas tertentu (melalui mutasi).
Penelitian Haryanto (1993) menunjukkan bahwa medium MS padat
ditambah air kelapa (150ml/l), NAA(0.5ml/l) dan kinetin (1.5ml/l) paling baik
untuk pemunculan tunas dan akar krisan varietas lokal dan kalus krisan dapat
membentuk tunas dalam waktu 28.60 hari dan akar dalam waktu 36.20 hari,
sementara itu dalam medium MS padat ditambah air kelapa (150 ml/l), NAA
(0.5 ml/l) dan BAP (0.5 ml/l) kalus krisan mampu bertunas dalam waktu 25.80
hari tetapi medium tersebut tidak merangsang pemunculan akar.
Penelitian tentang kultur jaringan krisan yang menggunakan bahan organik
juga dilakukan Matatula (2003) dengan penambahan air kelapa. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa substitusi media MS 50% dengan 50% air kelapa
memberikan hasil yang terbaik pada pertumbuhan tanaman krisan secara in vitro
dibandingkan dengan perlakuan media MS 100%. Tinggi planlet tertinggi
diperoleh pada media denagn penambahan air kelapa dan perlakuan ini juga
meningkatkan berat basah tunas meskipun tidak berbeda dengan penambahan
1.7 g/l Gandasil-D. Hal ini menunjukkan dengan substitusi air kelapa dapat
menghemat penggunaan media MS 50%.
Penelitian
Syaifan
(2010)
menunjukkan
bahwa
pemberian
BA 6.66 µM menghasilkan eksplan dengan jumlah tunas terbanyak (8.71 tunas),
dan BA 4.44 µM mendorong eksplan membentuk daun total yang terbanyak
(51.54 daun). Kultivar pada penelitian ini adalah Puspita Asri dan Puspita
Nusantara. Kultivar Puspita Asri lebih cenderung memiliki rata-rata tinggi
tanaman, panjang ruas dan jumlah tunas yang lebih besar dibandingkan kultivar
Puspita Nusantara.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan
September 2012.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman krisan yang digunakan dalam penelitian berasal dari Balai
Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Segunung, Cianjur. Tanaman krisan
diperbanyak di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Penelitian ini memiliki empat belas kombinasi
perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas sepuluh ulangan. Setiap ulangan
terdiri dari satu eksplan sebagai satuan amatan terkecil. Satu eksplan ditanam
dalam satu botol. Total satuan amatan dalam penelitian ini adalah 140 eksplan di
dalam 140 botol.
Bahan lain yang digunakan adalah media Murashige–Skoog (MS),
agar–agar, sukrosa, KOH, HCl, air steril. Bahan sterilan : alkohol 70 % dan 96 %,
bakterisida, fungisida, detergen, sodium hipoklorit dan Clorox sebagai desinfektan.
Media dasar yang digunakan merupakan media Murashige dan Skoog. Media
perlakuan merupakan ½ MS yang ditambahkan dengan bahan organik. Bahan
organik yang digunakan adalah bubur kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu yang
sudah dimasak bersama media kultur jaringan.
Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah botol kultur,
timbangan analitik, cawan petri, bunsen, gelas ukur, labu ukur, alat tanam
(gunting, pinset dan piasu), autoklaf, laminar air flow cabinet (LAFC), spatula,
pengaduk gelas dan alat penghalus bahan organik (blender). Alat yang akan
digunakan untuk penyimpanan botol kultur adalah rak kultur.
Metode Penelitian
Data hasil penelitian diolah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
yang disusun secara faktorial menggunakan dua faktor. Faktor pertama adalah
bahan organik dan faktor kedua adalah varietas krisan.
Faktor pertama dalam penelitian ini terdiri atas tujuh taraf media bahan
organik (O) yaitu :
O0
: MS0 tanpa bahan organik (kontrol)
O1
: Kulit pisang 50 g/l + ½ MS
O2
: Kulit pisang 100 g/l + ½ MS
O3
: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS
O4
: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS
O5
: Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS
O6
: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS

9
Faktor kedua adalah dua varietas krisan (V) yaitu :
V1
: Varietas Puspita Nusantara
V2
: Varietas Puspita Pelangi
Total perlakuan dalam penelitian ini adalah empat belas kombinasi.
Adapun empat belas kombinasi bahan organik sebagai media kultur jaringan
adalah :
O0V1 : MS0 tanpa bahan organik pada krisan varietas 1
O1V1 : Kulit pisang 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O2V1 : Kulit pisang 100 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O3V1 : Kulit pisang 150 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O4V1 : Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O5V1 : Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O6V1 : Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS pada krisan varietas 1
O0V2 : MS0 tanpa bahan organik pada krisan varietas 2
O1V2 : Kulit pisang 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
O2V2 : Kulit pisang 100 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
O3V2 : Kulit pisang 150 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
O4V2 : Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
O5V2 : Ubi jalar ungu 100 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
O6V2 : Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS pada krisan varietas 2
Model matematika yang digunakan yaitu :
Yijk = µ + αi + βj + ( αβ)ij + εijk
Yij
ߤ
αi

βj
( αβ)ij
εijk

= Nilai pengamatan pada perlakuan jenis media ke-i varietas ke-j
= rataan umum
= pengaruh perlakuan penambahan kulit pisang dan ubi jalar ungu
taraf ke-i
= pengaruh perlakuan varietas krisan taraf ke-j
= pengaruh interaksi antara penambahan kulit pisang dan ubi jalar
ungu taraf ke-i dengan varietas krisan taraf ke-j
= pengaruh galat perlakuan media ke-i, varietas krisan ke-j

Data pengamatan diuji menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila pengaruh
perlakuan berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut setiap perlakuan
menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan dan Sterilisasi Alat. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan
media dicuci dengan deterjen sampai bersih kemudian dikeringkan. Peralatan
yang sudah dicuci bersih disterilkan ke dalam autoklaf pada suhu 121 °C dengan
tekanan 0.1 bar selama satu jam. Alat–alat yang perlu disterilkan adalah alat
tanam, cawan petri, botol kultur, gelas ukur dan Erlenmeyer.

10
Pembuatan Media. Media yang perlu dibuat adalah media perbanyakan dan
media perlakuan. Tahap awal dalam pembuatan media perbanyakan adalah
membuat larutan stok. Larutan stok yang dibuat adalah media Murashige dan
Skoog (MS) yang terdiri dari stok A, B, C, D, E, F seperti dalam tabel lampiran 3.
Larutan MS yang dibuat adalah MS0. Tujuan pembuatan larutan stok adalah
untuk mempermudah pekerjaan apabila akan membuat media dalam jumlah yang
banyak. Pembuatan media perbanyakan dilakukan dengan memipet larutan stok
MS ke dalam labu takar. Agar-agar ditambahkan sebanyak 7 g/l sebagai pemadat
dan gula 30 g/l. Nilai pH diatur 5.8 dengan menambahkan larutan NaOH apabila
larutan media terlalu asam atau HCl apabila larutan media terlalu basa. Bahan
media dimasak hingga mendidih kemudian dituangkan ke dalam botol-botol
kultur yang telah disterilkan. Botol ditutup dengan plastik kemudian diikat dengan
karet. Setelah itu botol-botol ini dimasukkan ke dalam autoklaf selama 30 menit
dengan tekanan 17.5 Psi. Media steril tersebut disimpan dalam ruang media/kultur.
Media untuk perlakuan menggunakan dua bahan organik yaitu kulit pisang
dan umbi ubi jalar ungu. Kedua bahan organik ini dicuci dengan deterjen, lalu
direndam menggunakan bakterisida dan fungisida selama 12 jam. Bahan organik
kemudian dicuci dengan air, ditimbang sesuai perlakuan, kemudian direbus.
Setelah direbus, bahan organik diblender, lalu dicampur dengan media dasar
½ MS (½ konsentrasi hara makro dan mikro) dan ditambahkan gula 30 g/l,
kemudian dihitung nilai pH hingga 5.8. Selanjutnya media ditambahkan agar-agar
7 g/l dan dimasak hingga mendidih, lalu dimasukkan ke dalam botol kultur. Botolbotol ini ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet. Setelah itu botol-botol
dimasukkan dan disterilkan kedalam autoklaf selama 30 menit dengan tekanan 0.1
bar. Media perlakuan yang sudah steril tersebut disimpan di dalam ruang
media/kultur.
Persiapan Bahan Tanaman. Krisan yang digunakan untuk penelitian ini
didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung berupa planlet steril dan
kemudian diperbanyak di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Agronomi dan
Hortikultura, IPB. Perbanyakan dilakukan dalam media perbanyakan
menggunakan eksplan tunas aksilar (tunas ketiak). Perbanyakan dilakukan sekitar
dua bulan sebelum masuk tahap media perlakuan.
Penanaman. Penanaman eksplan dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC) yang telah disterilkan dengan menyemprotkan alkohol 70% pada
dindingnya. Eksplan yang disubkultur merupakan potongan batang satu buku
tunggal (single node) yaitu eksplan batang dengan satu mata tunas aksilar
berukuran sekitar 3 cm. Dalam penelitian ini eksplan yang ditanam pada media
perlakuan tidak mengikutsertakan pucuk meristem. Eksplan ditanam secara
vertikal dengan posisi tidak boleh terbalik. Setelah eksplan di subkultur, disimpan
dalam rak kultur dalam ruangan yang bersuhu 25 °C dengan pemberian cahaya 16
jam/hari. Perbanyakan tanaman dilakukan pada media MS sebanyak tiga eksplan
setiap botol. Penanaman eksplan dalam media perlakuan sebanyak satu eksplan
setiap botol.
Proses Sterilisasi Eksplan yang terkontaminasi. Kultur yang terkontaminasi
dapat diselamatkan dengan melakukan sterilisasi yaitu merendam eksplan yang

11
terkontaminasi dalam sodium hipoklorit 5 % selama 5 menit kemudian dibilas
dengan air steril dan ditanam di media baru.
Penyimpanan dan subkultur. Eksplan krisan yang sudah disubkultur kemudian
disimpan dalam rak kultur dengan intensitas 1000 lux selama 16 jam/hari.
Pengamatan untuk penelitian ini dilakukan selama 10 MSK. Tahap selanjutnya
adalah aklimatisasi.
Pengamatan
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah :
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris mulai dari titik tumbuh tunas
baru hingga ujung pucuk tanaman. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai
dari 1 MSK hingga 10 MSK.
2. Waktu pembentukan tunas dan pembentukan kalus
Waktu pembentukan tunas diamati setelah eksplan ditanam sampai muncul
tunas. Pembentukan kalus diamati pada eksplan yang telah ditanam selama
pertumbuhannya mulai dari 1 MSK sampai 10 MSK.
3. Jumlah daun
Jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka penuh. Pengamatan
dilakukan setiap minggu, mulai dari 1 MSK hingga 10 MSK.
4. Jumlah akar
Jumlah akar dihitung pada akar yang telah memiliki panjang ≥ 1 cm.
Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai dari 1 MSK hingga 10 MSK.
5. Jumlah cabang akar
Jumlah cabang akar dihitung pada percabangan akar (akar sekunder).
6. Panjang akar terpanjang
Panjang akar terpanjang diukur menggunakan penggaris mulai dari awal
munculnya akar sampai akar yang paling panjang. Pengamatan dilakukan pada
minggu terakhir yaitu 10 MSK.
7. Persentase kontaminasi
Persentase kontaminasi diamati dari 1 MSK hingga 10 MSK. Penyebab
kontaminasi diamati misalnya dikarenakan cendawan, bakteri atau virus.
Pengamatan penelitian ini dilakukan sejak eksplan berumur satu minggu
hingga sepuluh minggu setelah kultur (MSK) dan dilanjutkan dengan aklimatisasi.
Kondisi tanaman setelah aklimatisasi seperti penambahan tunas dan persentase
hidup diamati selama 1 minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh media bahan organik
dan varietas terhadap pertumbuhan krisan secara in vitro. Bahan organik yang
digunakan adalah kulit pisang dan umbi ubi jalar ungu. Dua bahan organik
tersebut disterilisasi menggunakan bakterisida dan fungisida 2 g/l sebelum
digunakan agar tidak terjadi kontaminasi pada media kultur jaringan. Bahan
organik direndam ke dalam bakterisida dan fungisida selama 12 jam, kemudian
dicuci menggunakan air mengalir. Bahan organik yang sudah bersih diblender lalu
dicampur dengan ½ MS dan dimasak.
Kulit pisang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kulit pisang
ambon yang telah masak dan kondisinya baik. Ubi jalar yang digunakan
merupakan ubijalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu dan dalam kondisi
segar. Dua bahan tersebut yang digunakan untuk media kultur jaringan berupa
bubur yang diikutsertakan sarinya. Hal ini diharapkan semua kandungan hara
dalam bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman.

(a)

(b)

Gambar 1 Bahan media kultur jaringan (bahan organik)
(a) Kulit pisang ambon
(b) Umbi ubi jalar ungu

Tanaman krisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah krisan
varietas Puspita Nusantara dan Puspita Pelangi. Dua varietas ini merupakan
tanaman krisan yang tahan terhadap penyakit karat sehingga banyak ditanam.
Krisan Puspita Nusantara memiliki warna bunga pita kuning dengan warna bunga
tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Nusantara adalah tunggal dengan tipe
spray. Krisan Puspita Pelangi memiliki warna bunga pita putih dengan warna
bunga tabung kuning-hijau. Bentuk bunga Puspita Pelangi adalah semidekorasi
dengan tipe bunga adalah tipe spray.
Krisan varietas Puspita Nusantara selain tahan terhadap penyakit karat
juga tahan terhadap serangan CSVd (Chrysanthemum Stunt Viroid) dan berbunga
cepat. Produksi bunga Puspita Nusantara 30 kuntum per tanaman, sedangkan
produski bunga Puspita Pelangi yaitu 27 kuntum per tanaman. Produksi bunga
yang lebih banyak pada krisan varietas Puspita Nusantara menjadi salah satu
pertimbangan dalam membudidayakannya.

13
Krisan varietas Puspita Pelangi memiliki warna bunga kuning, warna
bunga kuning dan hijau paling banyak dicari oleh konsumen dibandingkan dengan
warna lainnya.

(a)

(b)

Gambar 2 Tanaman krisan
(a) Krisan varietas Puspita Nusantara
(b) Krisan varietas Puspita Pelangi

Eksplan yang ditanam pada media perlakuan adalah potongan satu buku
tunggal dengan ukuran panjang sekitar 3 cm tanpa menggunakan pucuk meristem.
Pertumbuhan awal dari krisan adalah munculnya tunas. Tunas pada krisan ratarata tumbuh (muncul) pada 1-2 MSK. Tunas yang tumbuh merupakan tunas
lateral dari buku (node) yang ditanam.Tunas ini semakin lama akan tumbuh dan
memiliki daun.

(a)

(b)

Gambar 3 Tanaman krisan dalam botol kultur jaringan
(a) Tanaman krisan berumur 2 MSK
(b) Tanaman krisan berumur 10 MSK

Pengamatan pada minggu pertama ditemukan beberapa tanaman yang
terkontaminasi. Tingkat kontaminasi pada tanaman diamati dari minggu pertama
(1 MSK) hingga minggu terakhir (10 MSK). Kontaminasi yang terjadi disebabkan
oleh bakteri dan cendawan. Kontaminasi dapat muncul karena kurang sterilnya
proses subkultur, kondisi lingkungan sekitar ataupun dari media yang digunakan
berasal dari lapang.
Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri adalah sebesar 3.57 % dan
kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan adalah sebesar 14.29%. Cendawan
yang tumbuh biasanya mulai dari pinggir botol dan permukaan media. Selain
terkontaminasi, ada beberapa eksplan yang mati setelah disubkultur. Eksplan
berwarna coklat dan tidak mengalami pertumbuhan hingga akhir pengamatan.
Kondisi ini diduga karena penggunaan pinset yang terlalu panas sehingga jaringan

14
tanaman tersebut mati atau karena kandungan unsur hara kompleks dalam media
bahan organik yang terlalu tinggi.

(a)

(b)

Gambar 4 Kultur tanaman krisan yang terkontaminasi

(a) Kultur tanaman krisan terkontaminasi cendawan
(b) Kultur tanaman terkontaminasi bakteri

Terdapat beberapa eksplan krisan yang disubkultur menjadi berkalus atau
berakar tetapi tidak berdaun dan tidak bertunas dari awal pengamatan hingga
akhir pengamatan. Hal ini diduga buku (node) yang disubkultur terlalu pendek
sehingga ketika menanam terlalu dalam sehingga terbenam di dalam media.
Tanaman yang telah berumur 10 MSK dan telah selesai diamati di
laboratorium, diaklimatisasi pada media arang sekam. Aklimatisasi dilakukan
pada minggu ke-11 (11 MSK). Tanaman yang dapat diiaklimatisasi hanyalah
tanaman yang memiliki daun dan akar. Tanaman yang terkontaminasi masih dapat
dilakukan aklimatisasi, dengan cara dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
bakterisida dan fungisida.
Kondisi tanaman yang telah diaklimatisasi dapat tumbuh dan beradaptasi
dengan baik pada 1 MST. Pada saat tanaman berumur 2 MSK mulai
memperlihatkan tunas baru meskipun masih ada juga tanaman yang tidak dapat
beradaptasi dengan baik sehingga mati. Beberapa hal/faktor penyebab matinya
tanaman adalah kondisi lingkungan di sekitar paranet (greenhouse) yang kurang
sesuai. Ketika siang hari kondisi paranet sangat panas dan ketika hujan air akan
masuk sehingga tanaman terkena panas matahari dan hujan secara langsung.

(a)

(b)

Gambar 5 Kondisi beberapa tanaman krisan
(a) Tanaman krisan yang berkalus dan berakar tanpa tumbuh tunas
(b) Tanaman krisan yang mati (daun coklat)

15
Tinggi tanaman
Salah satu peubah yang diamati untuk pertumbuhan tanaman krisan adalah
tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur mulai titik tumbuh tunas hingga ujung
pucuk tanaman. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali.
Tabel 1 Rekapitulasi analisis ragam pengaruh media dan varietas terhadap
rataan tinggi tanaman krisan
Umur
(MSK)
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Media

Varietas

tn
**
**
**
**
**
**
**
**

**
**
**
**
**
**
**
**
**

Interaksi media
dan varietas
tn
tn
*
*
**
**
**
**
*

KK (%)
7.27
11.58
14.58
16.99
16.78
16.20
16.87
17.64
18.55

Keterangan : **) berpengaruh sangat nyata p≤0.01 ; *) berpengaruh nyata p≤0.05 ; tn=tidak nyata;
KK= Koefisien keragaman; data di transformasi (x+2)1/2 sebelum diolah
menggunakan SAS

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 1 MSK sampai 10 MSK.
Tanaman krisan yang berumur 1 MSK belum mengalami penambahan tinggi
disebabkan baru muncul tunas. Tinggi tanaman baru mulai bisa diukur pada
2 MSK. Tabel 1 menunjukkan bahwa media tidak berpengaruh nyata terhadap
rataan tinggi tanaman pada 2 MSK tetapi mulai terlihat berpengaruh sangat nyata
setelah 3 MSK sampai 10 MSK. Hal ini menunjukkan bahwa media memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman krisan.
Varietas krisan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap rataan tinggi
tanaman mulai dari 2 MSK sampai 10 MSK. Interaksi kedua faktor tidak
memberikan pengaruh nyata pada 2-3 MSK dan mulai memberikan pengaruh
nyata pada 5 MSK, 6 MSK dan 10 MSK. Interaksi kedua faktor memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap rataan tinggi tanaman pada 6-9 MSK.
Tabel 2 Pengaruh media bahan organik terhadap rataan tinggi tanaman
krisan
Media
Perlakuan
O0
O1
O2
O3
O4
O5
O6

3
0.9ab
1.0a
0.5bc
0.3c
0.9ab
1.1a
0.8ab

4

5

1.8a
2.2a
1.0b
0.5b
2.1a
2.4a
1.6a

2.9a
3.4a
1.7b
0.8b
3.3a
3.7a
2.6a

Tinggi tanaman (cm)
6
7
8
Umur (MSK)
3.7b
4.9b
5.5bc
4.4ab
5.7ab
6.5ab
2.2c
3.2c
4.1c
1.1d
1.4d
1.7d
4.5ab
5.5ab
6.4ab
4.7a
6.6a
7.8a
3.4a
5.3ab
5.9b

9

10

6.1bc
7.2ab
4.8c
2.0d
7.2ab
8.5a
6.4bc

6.8bc
7.9ab
5.4c
2.6d
7.7ab
9.1a
7.2abc

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
DMRT 5%, O0: MS0, O1: Kulit pisang 50 g/l + + ½ MS, O2: Kulit pisang 100 g/l + ½ MS,
O3: Kulit pisang 150 g/l + ½ MS, O4: Ubi jalar ungu 50 g/l + ½ MS, O5: Ubi jalar ungu
100 g/l + ½ MS, O6: Ubi jalar ungu 150 g/l + ½ MS, data ditransformasi (x+2)1/2 sebelum

diolah menggunakan SAS

16
Media bahan organik memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman krisan diduga karena adanya kandungan karbohidrat yang terdapat dalam
media tersebut. Menurut Widiastoety dan Bahar (1995) karbohidrat merupakan
sumber karbon dan energi. Sumber karbon dan energi yang sering digunakan
adalah sukrosa dan glukosa. Senyawa–senyawa organik tersebut selain sebagai
bahan baku yang menghasilkan energi dalam proses respirasi juga sebagai bahan
pembentuk sel–sel baru.
Media bahan organik berpengaruh terhadap rataan tinggi tanaman krisan
mulai dari 3 MSK sampai 10 MSK. Tabel 2 menunjukkan tanaman krisan yang
berumur 3 MSK pada media ubi jalar ungu 100 g/l memiliki rataan tinggi tanaman
tertinggi yaitu 1.05 cm. Rataan tinggi tanaman krisan tersebut secara statistik
sama dengan tanaman krisan pada media kulit pisang 50 g/l dan tidak berbeda
nyata dengan rataan tinggi tanaman krisan pada media MS0, ubi jalar ungu 50 g/l
dan ubi jalar ungu 150 g/l. Pertumbuhan tinggi tanaman krisan hingga 10 MSK
selalu mengalami penambahan. Rataan tinggi tanaman krisan tertinggi pada akhir
pengamatan (10 MSK) yaitu 9.1 cm pada media ubi jalar ungu 100 g/l. Hal ini
diduga karena kandungan karbohidrat pada media ubi jalar dapat membantu
pembentukan sel baru serta kandungan vitamin seperti tiamin dan niacin.
Kandungan karbohidrat ubi jalar ungu dalam 100 gram lebih tinggi
dibandingkan dengan kulit pisang (lampiran 4 dan 5). Hal ini menyebabkan rataan
tinggi tanaman krisan paling tinggi terdapat pada perlakuan ubijalar ungu 100 g/l,
meskipun secara statistik perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan
media kulit pisang 50 g/l, ubi jalar ungu 50 g/l dan ubi jalar ungu 150 g/l. Rataan
tinggi tanaman krisan pada media ubi jalar ungu 100 g/l lebih tinggi dibandingkan
dengan ubi jalar ungu 150 g/l meskipun kandungan karbohidratnya lebih rendah.
Kondisi ini diduga karena pertumbuhan tinggi tanaman krisan pada media ubi
jalar ungu 150 g/l mengalami penghambatan pertumbuhan. Menurut Widiastoety
dan Bahar (1995) kandungan karbohidrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
ganngguan-gangguan seperti terhambatnya penyerapan zat hara, pembengkakan
sel atau hipertrofi, penumpukan agregat-agregat vakuola sehingga plasma sel
lepas dari dinding sel (lisis).
Rataan tinggi tanaman pada media kulit pisang memiliki nilai yang semakin
kecil dengan semakin bertambahnya kandungan kulit pisang yang digunakan
dalam media. Hal ini diduga karena adanya phenolik yang terkandung dalam kulit
pisang tersebut serta kandungan serat yang agak tinggi membuat penyerapan hara
kurang optimal sehingga semakin tinggi kandunagn kulit pisang semakin tinggi
juga kandungan phenoliknya.
Tabel 3 Pengaruh jenis varietas terhadap rataan tinggi tanaman krisan
Varietas
V1
V2

2

3

0.1b
0.3a

0.5b
1.1a

4
0.9b
2.4a

Tinggi tanaman (cm)
5
6
7
8
Umur (MSK)
1.4b 1.8b
2.8b 3.5b
3.8a 5.1a
6.5a 7.4a

9
4.0b
8.1a

10
4.7b
8.7a

Keterangan : Rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
pada DMRT 5%, V1 : Puspita Nusantara, V2 : Puspita Pelangi, data ditransformasi
(x+2)1/2 sebelum diolah menggunakan SAS

17
Jenis varietas tanaman krisan memberikan pengaruh terhadap rataan tinggi
tanaman krisan. Tanaman krisan varietas Puspita Pelangi memiliki rataan tinggi
tanaman yang lebih tinggi daripada kri